Anda di halaman 1dari 13

KENALI BAHAYA KEMASAN PLASTIK

(HTTP://FOODTECH.BINUS.AC.ID/)

Produk pangan memerlukan kemasan agar dapat dipasarkan dan didistribusikan


secara luas, mempermudah konsumen untuk mengenali serta membawanya, memperpanjang
masa simpan serta mempertahankan citarasa dan kerenyahan. Kemasan pangan digunakan
untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung maupun
tidak langsung dengan makanan dan bahan pangan, disamping itu kemasan pangan juga
mempunyai berbagai fungsi lain, diantaranya untuk menjaga pangan tetap bersih serta
mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme; menjaga produk dari kerusakan fisik;
menjaga produk dari kerusakan kimiawi (misalnya kelembaban/uap air), memberikan
informasi mengenai produk pangan dan instruksi cara penyimpanan yang baik maupun cara
memasak sertanilai gizi pada label.
Dalam memilih jenis kemasan, faktor keamanan penting dipertimbangkan.
Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan banyak dipergunakan dengan pertimbangan
keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk
pangan yang dikemas; berbobot ringan; tidak mudah pecah; bersifat transparan/tembus
pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal,
harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik. Kemasan yang
paling sering dijumpai saat ini adalah plastik dan styrofoam. Dalam dua dasarwarsa terakhir,
kemasan plastic merebut pangsa pasar kemasan dunia, mengungguli kemasan kaleng dan
gelas, mendominasi industri makanan di Indonesia dan kemasan luwes (fleksibel) menempati
porsi 80%. Jumlah plastik yang digunakan untuk mengemas, menyimpan dan membungkus
makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan kemasan kaku sudah mulai
banyak digunakan untuk minuman.
Bahan kemasan plastik tersusun dari polimer-polimer, berasal dari bahan mentah
berupa monomer, selain itu juga mengandung bahan aditif yang diperlukan untuk
memperbaiki sifat fisiko kimia plastik tersebut, dan disebut komponen non plastik. Kemasan
plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi ringan, inert, tidak
berkarat. dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna. Aspek negatif
kemasan plastik adalah bila monomer-monomer bermigrasi ke dalam bahan makanan yang
dikemas, yang merupakan bagian yang berbahaya bagi manusia karena bersifat karsinogenik,
sehingga makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi kaidah keamanan pangan atau Food
Safety.
Jenis plastik tertentu (misalnya PE, PP, PVC) tidak tahan panas, berpotensi
melepaskan migran berbahaya yang berasal dari sisa monomer dari polimer sehingga
merupakan kelemahan dalam pemilihan kemasan plastik apabila tidak dilakukan dengan

mempertimbangkan aspek keamanan pangan, dan plastik merupakan bahan yang sulit
terbiodegradasi sehingga dapat mencemari lingkungan.
Pada penjual makanan jajanan (street food), penggunaan kantung kresek seringkali
dilakukan dengan tidak tepat, akibat kurangnya pengetahuan bahwa bahan dasarnya berasal
dari daur ulang berbagai jenis plastik, sehingga penggunaannya untuk pembungkus makanan
dalam keadaan panas, seperti bakso kuah panas, bakmi kuah panas, bubur panas, gorengan
panas, sehingga suhu yang relative tinggi akan membantu migrasi bahan kimia plastik ke
dalam makanan.
Bagi yang suka memanaskan makanan dengan microwave, wadah plastik untuk
memanaskan lauk, apabila tidak memenuhi syarat food grade, maka monomer-monomer
plastik akan bermigrasi danikut bercampur dengan makanan dan memberikan efek
karsinogenik. Migrasi merupakan perpindahan yang terdapat dalam kemasan ke dalam bahan
makanan, dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu luas permukaan yang kontak dengan makanan;
kecepatan migrasi; jenis bahan plastik dan suhu serta lamanya kontak. Mc. Gueness
melaporkan bahwa semakin panas bahan makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang
terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan. Salah satu zat aditif adalah dioktil
ptalat (DOP). DOP menyimpan zat benzen suatu larutan kimia yang sulit dicerna dalam
saluran pencernaan manusia.
Benzen juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya zat ini semakin
lama semakin menumpuk dan terbalut oleh lemak tubuh, bisa memicu munculnya penyakit
kanker. Hasil penelitian aditif plastik dibutil ptalat (DBP) dan DOP pada PVC termigrasi
cukup banyak ke dalam minyak zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak
kedelai. DOP merupakan aditif yang populer digunakan dalam proses plastisasi. Konsumsi
DOP pada industri PVC mencapai 50-60% dari total produksi plasticizer. DOP juga
memberikan viskositas yang stabil pada saat aplikasinya pada PVC. Lebih dari itu, harga
DOP paling murah di antara sekitar 300 plasticizer yang dikembangkan, karena proses
sintesanya sederhana dan bahan baku industri petrokimia yang berlimpah.
Disamping plastik, styrofoam atau plastik busa juga sedang banyak digunakan untuk
kemasan makanan terutama untuk makanan cepat saji. Keunggulan plastik
dan styrofoam yang praktis dan tahan lama merupakan daya tarik yang cukup kuat bagi para
penjual maupun konsumen makanan untuk menggunakannya Pemakaian styrofoam sebagai
kemasan atau wadah makanan memang dengan mempertimbangkan beberapa
kelebihan styrofoam, seperti mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan
bentuknya saat dipegang, mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman
dipegang, serta mempertahan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah,
ringan.
Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan bahwa
residustyrofoam dalam makanan sangat berbahaya, dapat menyebabkan endokrin

disrupter (EDC), penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi
dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan. Hasil berbagai
penelitian yang sudah dilakukan sejak tahun 1930-an, diketahui bahwa stiren, bahan
dasar styrofoam, bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen yang
sifatnya akumulatif sehingga akibatnya baru terasa dalam jangka waktu panjang. Semakin
lama waktu pengemasan dengan styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula
migrasi bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau minuman, terutama
makanan atau minuman yang mengandung lemak atau minyak tinggi.
Beberapa monomer berbahaya adalah vynil khlorida, akri lonitril, meta crylonitril
venylidine chloride serta shyrene, dan merupakan senyawa karsinogen. Kedua monomer
tersebut
dapat
bereaksi
dengan
komponen-komponen
DNA
seperti vynl
khlorida dengan guanine dan sitosin, sedangkan akrilonisil (vynil cyanida) dengan adenine,
monomer vinile khlorida mengalami metabolisme dalam tubuh melalui pembentukan hasil
antara senyawa epoksi cloreshyan oksida, yang sangat reaktif dan bersifat karsinogenik.
Semakin tinggi suhu makanan, semakin banyak komponen yang mengalami migrasi, masuk
dan bercampur dengan makanan, sehingga secara tak sadar juga mengkonsumsi zat-zat yang
termigrasi. Semakin lama produk disimpan, batas maksimum komponen-komponen yang
bermigrasi semakin terlampaui, sehingga informasi batas ambang waktu kadaluwarsa bagi
produk yang dikemas plastik perlu diinformasikan secara jelas dan lengkap pada label
kemasan makanan kepada konsumen.
Kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berbahan baku polivinil
khlorida dan kopolimer akrilonitril perlu disimpan di tempat yang bebas dari panas matahari,
untuk mencegah lepasnya monomer-monomer plastik. Penjaja AMDK dijalanan
menjajakannya di bawah terik matahari, sementara semakin tinggi suhu semakin tinggi
peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam bahan yang dikemas. Demikian pula
apanila menyimpanan AMDK terlalu lama di dalam mobil pada siang hari yang terik
sebaiknya ttidak diminum lagi.
Plastik lemas untuk penutup makanan, sebaiknya dipilih jenis polietilen. Wadah
plastik untuk menyimpan maupun memanaskan makanan dalam microwave ataupun dikukus,
harus dipilih plastik yang food grade-nya, khususnya bagi bayi, pemilihan botol susu harus
benar-benar selektif karena dampak negatif kemasan plastik tidak langsung dapat dilihat
secara langsung, mengingat sifatnya akumulatif dan akibat yang ditimbulkan dalam jangka
panjang sangat perlu dicermati, khususnya kandungan bisphenol A yang sangat karsinogen.
Bahan
kimia
dalam
kemasan Polyvinyl
chloride (PVC), Phthalates,
Polycarbonate yang mengandung Bisphenol A, Polystyrene, Polyethylene, Polyester, Urea
formaldehyde merupakan bahan tiruan melamin, Polyurethane
foam, Acrylic,
Tetrafluoroethylene, merupakan cemaran kimia berbahaya yang perlu dicermati kemungkinan
bermigrasi ke dalam bahan pangan.

Kemasan Plastik yang Aman


Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah migrani dari kemasan ke dalam pangan
antara lain, konsentrasi migran; kekuatan ikatan/mobilitas bahan kimia dalam pengemas
tersebut; ketebalan kemasan; sifat alami pangan dalam yang kontak dengan pengemas
(kering, berair, berlemak, asam, alkoholik); kelarutan bahan kimia terhadap pangan; lama dan
suhu kontak.
Beberapa jenis plastik yang relatif aman digunakan sebagai kemasan pangan adalah
PP, HDPE, LDPE, dan PET. Keamanan kemasan dapat dikenali dari logo atau tulisan yang
tertera, misalnya , tulisan aman untuk makanan atau for food use / food grade. Logo atau
tulisan atau kode plastik tersebut biasanya dicetak timbul pada kemasan plastik. Secara
umum sebaiknya kemasan plastik tidak digunakan untuk pangan yang bersifat asam,
mengandung lemak atau minyak, terutama dalam keadaan panas. (Ir Ingrid S Surono, MSc,
PhD).
Bahan bacaan
Chung BY, Kyung M, Lim SK, Choi SM, Lim DS, Kwack SJ, Kim HS, Lee BM.

Uterotrophic and Hershberger assays for endocrine disruption properties of plastic


food contact materials polypropylene (PP) and polyethylene terephthalate (PET). J
Toxicol Environ Health A. 2013;76(10):624-34. doi: 10.1080/15287394.2013.801767.
Nurminah M. Penelitian sifat berbagai bahan kemasan plastik dan kertas serta

pengaruhnya terhadap bahan yang dikemas. US U Digital library 2002.


Suyitno. Bahan-bahan pengemas. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas

Gajah Mada. Yogyakarta,1990:19-20.


Noor Z. Senyawa anti gizi. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah

Mada. Yogyakarta,1992:246.
Donatus IA. Toksin Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas

Gajah Mada. Yogyakarta,1990:160-92.


Mulyani S. Karsinogenik dan antineoplastik, PAU Bioteknologi Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta,1992:30.
Tim Publikasi Bersama: Himpunan Polimer Indonesia, Inaplas, Federasi Pengemas
Indonesia. Produk Plastik yang Aman Digunakan. 2006.

KEAMANAN PANGAN KEMASAN PLASTIK DAN STYROFOAM


Mohammad Sulchan, Endang Nur W. Pebruari 2007. Program Pasca Sarjana, Prodi Gizi
Biomedik FK UNDIP, Semarang, Indonesia

Dari sisi food safety kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai
pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi
kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak
semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling sering
kita jumpai saat ini adalah plastik dan styrofoam.
Plastik telah merupakan bagian kehidupan sehari-hari manusia. Dalam dua dasarwarsa
terakhir, kemasan plastik telah merebut pangsa pasar kemasan dunia, menggantikan kemasan
kaleng dan gelas. Kemasan plastik sudah mendominasi industri makanan di Indonesia dan
kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80%. Jumlah plastik yang digunakan untuk
mengemas, menyimpan dan membungkus makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan
luwes, sedangkan kemasan kaku sudah mulai banyak digunakan untuk minuman.
Bahan kemasan plastik dibuat melalui proses polimerisasi. Selain bahan dasar
monomer, plastik juga mengandung bahan aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat
fisiko kimia plastik tersebut, dan disebut komponen non plastik. Kemasan plastik memiliki
beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat
termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna. Kemasan plastik juga mempunyai
kelemahan yaitu adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan
migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Di lapangan sering dijumpai pembungkus
yang umum disebut tas kresek. Pembungkus ini sering dibuat dari bahan dasar yang berasal
dari daur ulang berbagai jenis plastik. Pemakaian tas kresek yang tidak pada tempatnya,
perlu ditelaah lebih lanjut misalnya pemakaian untuk pembungkus bakso kuah panas, bakmi
kuah panas, bubur panas, dan sebagainya. Juga sering dijumpai para produsen membuat
makanan yang dibungkus daun pisang dengan tambahan lembaran plastik di sisi dalam yang
merupakan bagian yang langsung bersentuhan dengan makanan, yang bertujuan agar
air/bumbu tidak keluar/bocor, misalnya untuk membuat garang asem, gadon dan lain-lain.
Perlu ditelaah juga pemakaian tempat plastik untuk memanaskan lauk, menyebabkan
monomer-monomer plastik ikut bercampur dengan makanan. Selama ini telah diketahui
bahwa monomer mempunyai efek karsinogenik.

Selain plastik, styrofoam atau yang dikenal dengan plastik busa juga sedang marak
digunakan untuk pembungkus makanan terutama untuk makanan cepat saji. Keunggulan
plastik dan styrofoam yang praktis dan tahan lama rupanya merupakan daya tarik yang cukup
kuat bagi para penjual maupun konsumen makanan untuk menggunakannya. Sampai saat ini
belum banyak yang sadar bahaya dibalik penggunaan kemasan plastik atau styrofoam.
Jenis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik
1. Plastik Termoset
Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat irreversible. Pada suhu tinggi
jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan struktur kimianya bersifat 3
dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset dalam industri pangan terutama untuk
membuat tutup botol. Plastik tidak akan kontrak langsung dengan produk karena tutup selalu
diberi lapisan perapat yang sekaligus berfungsi sebagai pelindung.

2. Jenis termoplastik
Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan bahan
makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika dipanaskan dan
mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang-ulang tanpa terjadi perubahan
khusus. Termoplastik termasuk turunan etilena (CH2 = CH2). Dinamakan plastik vynil
karena mengandung gugus vynil (CHz = CHz) atau polyolefin.
Poliolefin

a. Polietilen Polietilen (PE), unsur atom-atom karbonnya bergabung melalui ikatan


kovalen yang kuat. Antara rantai satu dengan yang lain dihubungkan oleh ikatan
Vander Waals yang sifatnya jauh lebih lemah sehingga memberikan efek plastis.
Terdapat dua jenis polietilen yaitu Polietilen Densitas Rendah (PEDR) dihasilkan
dari proses polimerisasi pada tekanan tinggi. Bahan ini bersifat kuat, agak tembus
cahaya, fleksibel dan permukaannya terasa agak berlemak. Di bawah temperatur
60 C sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa kimia. Di atas temperatur
tersebut polimer ini menjadi larut dalam pelarut karbon dan hidrokarbon klorida.
Daya proteksinya terhadap uap air baik, tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain
seperti oksigen. Titik lunaknya rendah, sehingga tak tahan untuk proses steriilisasi
dengan uap panas dan bila ada senyawa kimia yang bersifat polar akan mengalami
stress cracking (retak oleh tekanan). Jenis polietilen yang lain adalah Polietilen
Densitas Tinggi (PEDT) yang dihasilkan dengan polimerisasi pada tekanan dan

temperatur rendah (50-75) C memakai katalisator Zeglier, mempunyai sifat lebih


kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.

b. Polipropilen
Polipropilen termasuk kelompok olefin, bersifat lebih keras dan titik lunaknya
lebih tinggi daripada PEDT, lebih kenyal tetapi mempunyai daya tahan terhadap
kejutan lebih rendah. Tidak mengalami stress cracking oleh perubahan kondisi
lingkungan, tahan terhadap sebagian besar senyawa kimia kecuali pelarut
aromatik

dan

hidrokarbon

klorida

dalam

keadaan

panas,

serta

sifat

permeabilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT.

c.

Polivinil Klorida (PVC)


Polivinil Klorida dibuat dari monomer yang mngandung gugus vinil. PVC
mempunyai sifat kaku, keras, namun jernih dan lengkap, sangat sukar ditembus air
dan permeabilitas gasnya rendah. Pemberian plasticizers (biasanya ester aromatik)
dapat melunakkan film yang membuatnya lebih fleksibel tetapi regang putusnya
rendah, tergantung jumlah plasticizers yang ditambahkan.

d. Vinilidin Khlorida (VC)


Mengandung dua atom klorin, merupakan bahan padat yang keras, bersifat tidak
larut dalam sebagian besar pelarut dan daya serap airnya sangat rendah. Dapat
menghasilkan film yang kuat, jernih dengan permeabilitas terhadap gas cukup
rendah.

e.

Politetrafluoroetilen (PTFE)
Bersifat sangat inert terhadap reaksi-reaksi kimia. Polimer ini bersifat halus,
berlemak dan umumnya berwarna abu-abu. Koefisien gesekannya sangat rendah
sehingga menghasilkan permukaan yang tidak mudah lengket serta bertahan pada
daerah suhu kerja yang luas.

f.

Polistiren (PS)
Bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai indeks refraksi tinggi,
sukar ditembus oleh gas kecuali uap air. Dapat larut dalam alcohol rantai panjang,
kitin, ester hidrokarbon yang mengikat khlorin. Polimer ini mudah rapuh,
sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan batu diena atau akrilonitril.

Termoplastik Selain Kelompok Etilen

a. Poliamid (nilon), merupakan polimer yang dihasilkan dengan proses kondensasi.


Nilon bersifat kuat, ulet, persentase kristalinitasnya besar, titik leleh dan titik

lunaknya tinggi. Nilon mempunyai gaya gesek rendah, tidak mudah abrasi dan sukar
ditembus gas.
b. Polikarbonat, polimer ini mempunyai titik leleh bervariasi sampai 300 C, kuat, ulet,
keras dan tembus cahaya, serta mudah larut dalam pelarut hidrokarbon klorida.
Kopolimer
Monomer-monomer yang tersebut di atas dipolimerisasikan untuk menghasilkan suatu
unit berulang tunggal yang disebut homopolimer. Dalam beberapa hal polimer dapat dibuat
dengan proses adisi lebih dari satu macam monomer, atau dengan reaksi kondensasi tiga
macam monomer. Dalam kedua hal tersebut, akan diperoleh unit berulang lebih dari satu
jenis monomer yang disebut kopolimer.
a. Etilen Venil Asetat (EVA), terdiri dari 20% vinil asetat, sehingga sifatnya mirip
dengan PEDR, dengan kelebihan dalam hal sifat tembus cahaya dan sifat fisis
terutama fleksibilitasnya pada temperatur rendah, lebih sukar ditembus oleh uap air
dan gas lain.
b. Kopolimer vinil khlorida, lebih feksibel, terutama dimanfaatkan sebagai film atau
pelapis bahan yang memerlukan persyaratan sukar ditembus gas dan uap air. Banyak
dimanfaatkan untuk memperbaiki daya proteksi bahan lain seperti kertas,
polipropilena dan film selulosa.
c. Kopolimer polistirena, polimer ini mempunyai daya tahan pukulan yang jauh lebih
baik dibandingkan polistirena, bersifat sangat sukar ditembus gas..
Plastik Sebagai Kemasan Makanan Atau Minuman
Berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti misalnya polietilen, polipropilen, nilon
poliester dan film vinil dapat digunakan secara tunggal untuk membungkus makanan atau
dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut
laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dua atau lebih film dapat
memiliki

sifat

yang

unik.

Contohnya

kemasan

yang

terdiri

dari

lapisan

kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan kering.


Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan
murah. Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas, sedangkan
polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau
ditutupi dengan panas. Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi
kekurangannya menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi.

Beberapa aditif yang terdapat pada plastik dan styrofoam diperlukan untuk
memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja
ditambahkan itu dikelompokkan sebagai komponen nonplastik, berfungsi sebagai pewarna,
antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam,
pengurai peroksida, pelumas, peliat dan lain-lain.
Selain mempunyai banyak keunggulan, ternyata kemasan plastik menyimpan
kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau berpindahnya zat monomer dari bahan
plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tak cocok dengan kemasan atau
wadah penyim-pannya. Pada makanan yang dikemas dalam kemasan plastik, adanya migrasi
ini tidak mungkin dapat dicegah 100% (terutama jika plastik yang digunakan tidak cocok
dengan jenis makanannya). Migrasi monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan
atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu tersebut, semakin banyak
monomer yang dapat bermigrasi ke dalam makanan. Semakin lama kontak antara makanan
tersebut dengan kemasan plastik, jumlah monomer yang bermigrasi dapat makin tinggi.
Monomer yang perlu diwaspadai yaitu vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitil,
vinylidene klorida serta styrene. Monomer vinil klorida dan akrilonitril cukup tinggi
potensinya untuk menimbulkan kanker pada manusia. Vinil klorida dapat bereaksi dengan
guanin dan sitosin pada DNA sedangkan akrilonitril bereaksi dengan adenin. Vinil asetat telah
terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati pada hewan. Akrilonitril menimbulkan
cacat lahir pada tikus yang memakannya. Monomer lain seperti akrilat, stirena dan metakriat
serta senyawa turunannya, seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida,
kresol, isosianat organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol dan
akrilonitril dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan
dan lambung. Aditif plastik jenis plasticizer, stabilizer dan antioksidan dapat menjadi sumber
pencemaran organoleptik yang membuat makanan berubah rasa serta aroma dan bisa
menimbulkan keracunan.
Pada suhu kamar dengan waktu kontak yang cukup lama, senyawa berberat molekul
kecil dapat masuk ke dalam makanan secara bebas, baik yang berasal dari zat aditif maupun
plasticizer. Migrasi monomer maupun zat-zat pembantu polimerisasi dalam kadar tertentu
dapat larut ke dalam makanan padat atau cair berminyak maupun cairan tak berminyak.
Semakin panas makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya migrasi ke dalam
bahan makanan.
Styrofoam sebagai kemasan

Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Styrofoam lazim
digunakan sebagai bahan pelindung dan penahan getaran barang yang fragile seperti
elektronik. Namun, saat ini bahan tersebut menjadi salah satu pilihan bahan pengemas
makanan dan minuman. Bahan dasar styrofoam adalah polisterin, suatu jenis plastik yang
sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya
tersebut, polisterin dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan
polisterin kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk
kelenturannya, ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil ptalat (DOP), butil hidroksi toluena
atau n butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan
hasil proses peniupan dengan menggunakan gas klorofluorokarbon (CFC). Hasilnya adalah
bentuk seperti yang sering dipergunakan saat ini.
Pemakaian styrofoam sebagai kemasan atau wadah makanan karena bahan ini
memiliki beberapa kelebihan. Bahan tersebut mampu mencegah kebocoran dan tetap
mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi
tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya
murah, serta ringan.
Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan bahwa
residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endokrin
disrupter (EDC) suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem
endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.l2
Hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sejak tahun 1930-an, diketahui bahwa stiren,
bahan dasar styrofoam, bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen.
Semakin lama waktu pengemasan dengan styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar
pula migrasi atau perpindahan bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan
atau minuman. Apalagi bila makanan atau minuman tersebut banyak mengandung lemak atau
minyak. Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif
dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya. Sementara itu CFC sebagai bahan peniup
pada pembuatan styrofoam merupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta
sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini akan
melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi serta akan
menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca.
Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi yang bisa
menimbulkan kanker.

Beberapa monomer yang dicurigai berbahaya adalah vynil khlorida, akri lonitril, meta
crylonitril venylidine chloride serta shyrene. Bahan-bahan ini memiliki monomer-monomer
yang cukup beracun dan diduga keras sebagai senyawa karsinogen. Kedua monomer tersebut
dapat bereaksi dengan komponen-komponen DNA seperti vynl khlorida dengan guanine dan
sitosin, sedangkan akrilonisil (vynil cyanida) dengan adenine monomer vinile khlorida
mengalami metabolisme dalam tubuh melalui pembentukan hasil antara senyawa epoksi
cloreshyan oksida. Senyawa epoksida ini sangat reaktif dan bersifat karsinogenik.
Bahaya penggunaan kemasan plastik untuk makanan tidak hanya berasal dari
komponen plastik itu saja, tapi juga dapat diakibatkan oleh rekasi antara komponen dalam
plastik. Sebagai contoh timbulnya senyawa nitrosamine yang bersifat karsinogen. Semakin
tinggi suhu makanan, semakin banyak komponen yang mengalami migrasi, masuk dan
bercampur dengan makanan, sehingga setiap kita mengkonsumsi makanan tersebut kita
secara tak sadar mengkonsumsi zatzat yang termigrasi itu. Semakin lama produk disimpan,
batas maksimum komponen-komponen yang bermigrasi semakin terlampaui. Karena alasan
tersebut keterangan batas ambang waktu kadaluwarsa bagi produk yang dikemas plastik perlu
diberitahukan secara jelas kepada konsumen.
Di pasaran diperkirakan banyak dijumpai bahan kemasan yang sebetulnya tidak cocok
dengan jenis makanan yang dikemas. Setiap jenis makanan memilki sifat yang perlu
dilindungi, yang harus dapat ditanggulangi oleh jenis plastik tertentu. Kesalahan material
kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan makanan yang dikemas. Beberapa contoh
bahan yang membutuhkan kemasan dengan persyaratan tertentu :

a. Roti tawar, sangat membutuhkan perlindungan terhadap kelembaban, karena itu


kemasan yang memiliki barier terhadap uap seperti LDPE sudah cukup baik.

b. Susu

membutuhkan persyaratan yang lebih ketat sehingga perlu PE dengan

densitas tinggi.

c.

Keju dan kripik kentang memerlukan kemasan yang memiliki barier terhadap
oksigen dan uap air serta tahan lama. Untuk itu kemasan yang tepat adalah PVDC
yang dilapisi selofan atau dilaminasi alumunium atau PVDC glassi.

d. Daging segar, jus daging harus dilindungi oleh jenis kemasan yang tepat yaitu
yang tinggi daya transmisi okesigen dan tinggi tingkat pencegahan hilangnya
kadar air, dengan pembalut plasticizea PVC. Sebaliknya daging olahan
memerlukan kemasan yang memiliki sifat-sifat barier yang baik terhadap oksigen

ditambah tingginya daya menjaga uap air. Kemasan plastik PVDC adalah pilihan
yang tepat.
Dalam pemakaian sehari-hari sering digunakan kantung kresek dengan bahan dasar
dari plastik golongan polietilen berdensitas tinggi (PEDT). Selain itu juga mengandung bahan
poliprovilen. Akhir-akhir ini banyak digunakan bahan dasar dari daur ulang berbagai jenis
plastik. Kantung kresek sering dipakai untuk membungkus makanan dalam kondisi panas.
Hal tersebut menyebabkan terlepasnya monomer plastik dan bercampur dengan komponen
bahan makanan yang dikemas.
Kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan bahan baku
polivinil khlorida dan kopolimer akrilonitril perlu disimpan di tempat yang bebas dari panas
matahari, untuk mencegah lepasnya monomer-monomer plastik. Di dalam perdagangan
sering kita melihat para penjual meletakkan AMDK di bawah terik matahari. Hal ini perlu
dihindarkan karena semakin tinggi suhu semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat
plastik ke dalam bahan yang dikemas.
Kemungkinan toksisitas plastik sebagai pengemas makanan juga berasal dari
komponen aditif yang mempunyai berat molekul rendah. Senyawa ini terlepas dari plastik
pada waktu proses pengemasan. Senyawa ini akan terlepas pada temperatur tinggi atau jika
kontak dengan bahan makanan panas.
Menghindari Bahaya Plastik
Tidak mudah untuk menentukan jenis plastik pada kemasan atau wadah plastik. Salah
satu cara untuk meminimalkan bahaya plastik dengan cara meminimalkan penggunaannya.
Misalnya kalau ingin membeli soto, bakso atau makanan lain dalam kondisi panas pakai
rantang atau mangkuk atau wadah lain yang bukan dari plastik atau styrofoam. Bila ingin
memanaskan makanan dengan oven microwave jangan menggunakan wadah dari plastik atau
styrofoam. Lebih baik menggunakan wadah dari gelas. Jangan pula menghangatkan sayuran
misalnya mengukus sayuran dengan menggunakan wadah plastik. Apabila terpaksa harus
menggunakan wadah plastik atau styrofoam sebaiknya pada makanan atau minuman yang
dingin (bersuhu rendah).
Bila ingin memilih plastik lemas untuk penutup makanan, dipilih yang labelnya
tertera polietilen. Bila ingin membeli wadah dari plastik pilihlah yang ada food gradenya.
Makanan atau minuman yang akan diberikan pada bayi misalnya pemilihan botol susu harus
benar-benar selektif karena dampak negatif kemasan plastik tidak langsung dapat dilihat

tetapi sifatnya yang akumulatif dan akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang sangat
perlu diwaspadai.

Anda mungkin juga menyukai