Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Kepmenkes RI dalam Widyaningsih (2010) bahwa “Makanan
jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum
selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.”
Makanan jajanan bubur ayam merupakan salah satu menu yang banyak
diminati masyarakat dan mahasiswa yang tinggal di daerah Ciawi. “Bubur ayam
adalah makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan air kaldu dalam waktu
yang cukup lama sehingga menjadi lembek dan berair lalu diberi kuah, suwiran
daging ayam, kerupuk, dan irisan daun bawang” (Suhanda, 2012).
Penjualan bubur ayam yang terdapat di kecamatan Ciawi Kota Bogor
khususnya hari minggu terdapat 3 penjualan bubur ayam dikarenakan di lokasi
penjualan ini setiap hari minggu banyak dikunjungi masyarakat dan mahasiswa
untuk sarapan. Bubur ayam yang disediakan para penjual bubur ayam ini dikemas
menggunakan kotak makanan styrofoam. Dari 3 penjualan bubur ayam ini ada 2
penjualan bubur ayam yang menggunakan kotak makanan styrofoam. Penggunaan
kotak makanan styrofoam berdasarkan BPOM RI tentang kemasan makanan
“Styrofoam” bahwa “Dalam rangka melaksanakan tindakan kehati-hatian,
masyarakat dihimbau untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Umumnya
kemasan makanan ‘styrofoam’ dapat dikenali dari logo segitiga memutar angka 6 PS,
jangan gunakan kemasan ‘styrofoam’ dalam microwave dan jangan gunakan
kemasan ‘styrofoam’ yang rusak atau berubah bentuk untuk mewadahi makanan
berminyak/berlemak apalagi dalam keadaan panas.
Menurut Direktorat Standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan POM RI dalam Widyaningsih
(2010) bahwa “Salah satu contoh makanan yang tidak boleh dikemas dalam
styrofoam adalah bubur ayam karena termasuk salah satu jenis makanan yang
mengandung minyak dan lemak, serta disajikan dalam keadaan panas.” Saat ini
penjual bubur ayam tidak memperhatikan penggunaan kotak makanan styrofoam
pada makanan yang berminyak/ berlemak yang mereka kemas untuk pembeli apalagi
dalam keadaan panas, semua tergantung saat kapan pembeli itu tiba untuk membeli
dan membawa pulang makanan yang dikemas itu. Bahaya perpindahan monomer
stirena dari styrofoam ke bubur ayam perlu diwaspadai selain mempengaruhi mutu
pangan juga dapat merusak kesehatan. “Kesehatan merupakan salah satu komponen
penting bagi kualitas hidup manusia. Agar dapat hidup dengan baik dan sehat,
manusia memerlukan pangan yang harus dikonsumsinya setiap hari. Dalam hal ini,
mutu pangan besar sekali peranannya” (Simanjuntak, 2010). Berdasarkan uraian
tersebut, maka kelompok kami melakukan wawancara dan diskusi dengan para
pedagang bubur tersebut untuk mensosialisasikan penggunaan kemasan yang tepat,
sesuai dengan produk yang dijual.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah bahan pengemas yang digunakan para pedagang bubur ayam untuk
mengemas produk tersebut ?
b. Bahan Pengemas jenis apakah yang baik dan sesuai dengan karakteristik
produk bubur ayam ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bubur ayam adalah makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan air
kaldu dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi lembek dan berair lalu diberi
kuah, suwiran daging ayam, kerupuk, dan irisan daun bawang (Suhanda, 2012).
Pengemasan merupakan proses terakhir dari hasil-hasil yang diproduksi
dengan tujuan untuk menjamin keamanan produk sampai ketangan konsumen
(Simanjuntak, 2010). Makanan selain mengandung berbagai komponen esensial yang
dipelukan manusia, yang juga memiliki stuktur kimia, seringkali akibat dari proses
pertanian transportasi, pengolahan pangan hingga siap saji memiliki potensi tercemar
berbagai komponen bahan kimia (Achmadi, 2011).
Kemasan styrofoam dipilih karena mampu mempertahankan pangan yang
panas/dingin, tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan
pangan yang dikemas, ringan, dan inert terhadap keasaman pangan” (BPOM, 2008).
“Bahan dasar styrofoam adalah polistirena, suatu jenis plastik yang sangat ringan,
kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut,
polistirena dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan
polistirena kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu.
Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil ptalat
(DOP), butil hidroksi toluena atau n butyl stearat (Sulchan, 2007).
Golongan senyawa CFC (Freon) dapat merusak lapisan ozon maka saat ini
tidak digunakan lagi, kini digunakan blowing agent yang lebih ramah lingkungan”
(BPOM, 2008). “Oleh karena itu, mulai dikembangkan penggunaan blowing agent
alternatif yang ramah lingkungan salah satunya adalah gas karbondioksida (CO2)
(Anisah, dkk, 2013).
Polistirena foam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi. Simbol
untuk kode identifikasi resin polistirena yang dikembangkan oleh American Society
of the Plastics Industry (SPI) adalah (logo panah memutar), simbol ini menyatakan
jenis plastiknya (polistirena, PS) dan mempermudah proses daur ulang” (BPOM,
2008).
Batas migrasi monomer stirena berdasarkan parameter n-heptana pada suhu
49 oC yaitu 0,000078 mg/cm2 untuk tipe pangan: Tidak bersifat asam (pH < 5,0),
produk-produk mengandung air, dapat mengandung garam, gula atau keduanya (Tipe
I); Bersifat asam, produk- produk mengandung air, dapat mengandung garam atau
gula atau keduanya, termasuk mengandung emulsi miyak dalam air dengan
kandungan lemak rendah atau tinggi (Tipe II); Produk mengandung air, asam atau
tidak asam, mengandung minyak atau lemak bebas atau berlebih, dapat mengandung
garam termasuk mengandung emulsi air dalam minyak dengan kandungan lemak
rendah atau tinggi (tipe III); Produk susu dan turunannya: Emulsi air dalam minyak,
kandungan lemak rendah atau tinggi (tipe IV-A); Produk susu dan turunannya:
emulsi miyak dalam air kandungan lemak rendah atau tinggi (Tipe IV-B); Lemak
dan minyak mengandung sedikit air (tipe V) dan minuman non alkohol, mengandung
sampai 8% alkohol, dan lebih dari 8 % alkohol (Tipe VI- B)”(BPOM, 2007).
“Polistirena merupakan plastik yang inert sehingga relatif tidak berbahaya bagi
kesehatan, yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan terjadinya migrasi dari
monomer stirena kedalam pangan yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan”
(BPOM, 2009).
Menurut BPOM (2008) bahwa “bahaya monomer stirena terhadap kesehatan
setelah terpapar dalam jangka panjang, antara lain: 1. Menyebabkan gangguan pada
sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit kepala, letih, depresi, disfungsi sistem
syaraf pusat (waktu reaksi, memori, akurasi dan kecepatan visiomotor, fungsi
intelektual), hilang pendengaran, dan neurofati periperal. 2. Beberapa penelitian
epidemiologik menduga bahwa terdapat hubungan antara paparan stirena dan
meningkatnya risiko leukemia dan limfoma. 3. Monomer stirena dapat masuk ke
dalam janin jika kemasan polistirena digunakan untuk mewadahi pangan beralkohol,
karena alkohol bersifat dapat melintasi plasenta. Menurut BPOM (2008) bahwa
Untuk mengurangi besarnya migrasi stirena dari kemasan polistirena foam dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Menggunakan kemasan polistirena foam hanya untuk sekali pakai.
2) Menghindari penggunaan kemasan polistirena foam untuk pangan yang panas
3) Menghindari penggunaan kemasan polistirena foam untuk pangan yang
mengandung alkohol, asam, dan lemak. Stirena yang menjadi bahan dasar
polistirena larut lemak dan alcohol.
4) Jika pangan yang akan dikemas bersuhu tinggi, mengandung alkohol, asam,
atau lemak maka sebisa mungkin gunakanlah kemasan pangan yang terbuat
dari keramik atau kaca/gelas.
5) Jangan pernah memanaskan atau memasukkan makanan dengan kemasan
polistirena foam kedalam microwafe.
BAB III
AKTIVITAS DAN UMPAN BALIK

3.1 Rekomendasi atau Solusi


Berdasarkan masalah yang ditemukan terhadap observasi pedagang bubur
ditemukan permaalahan sebagai berikut :
1. pedagang bubur 1 menjual bubur dagangannya dengan menggunakan
sterofoam tanpa menggunakan alas plastik
2. pedagang bubur 2 menjual bubur dagangannya dengan menggunakan
sterofoam dengan menggunakan alas plastik jenis mika
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, solusi yang dapat kelompok kami
berikan kepada kedua pedagang bubur tersebut yaitu dengan melapisi bungkus
Primer (sterofoam) dengan plastik HDPE (high density polyethylene) dengan ukuran
yang lebih besar dari sterofoam, karena plastik HDPE memiliki ketahanan terhadap
panas yang cukup baik sehingga dapat melindungi produk dari kontak langsung
dengan stearofoam untuk menghindari terjadinya migrasi bahan kimia dari bahan
pengemas ke produk bubur tersebut.

3.2 Tanggapan Pedagang


Adapun tanggapan dari pedagang 1, beliau dapat menerima dan bersedia
menggunakan plastik HDPE sebagai pelapis pengemas stearofoam, sedangkan untuk
pedagang 2 menolak untuk menggunakan plastik HDPS sebagai pelapis pengemas
stearofoam, beliau tetap ingin menggunakan plastik mika sebagai plastik pelapis,
karena harganya yang murah dan mudah didapat.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pedagang bubur ayam pertama menggunakan kemasan stearofoam langsung


tanpa pelapis sedangkan pedagang bubur kedua menggunakan kemasan stearofoam
dengan dilapisi oleh plastik mika. Selanjutnya untuk kemasan yang sesuai dengan
produk bubur tersebut adalah stearofoam dengan dilapisi plastik HDPE (high density
polyethylene) karena memiliki ketahanan yang baik terhadap panas.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. 2011. Dasar-dasar Penyakit Berbasis ingkungan. Rajawali Press


Jakarta.

Anisa, dkk. 2013. Jurnal Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) (Online),
(Http://repository.its.ac.id diakses tanggal 26 Juni 2018)

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.

BPOM. 2007. Bahan Kemasan Pangan Nomor : HK 00.05.55.6497 Tahun


2007. (Online), Vol 9 No.5. (Http://perpustakaan.pom.go.id diakses
tanggal 26 Juni 2018)

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya


`Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta Simanjuntak,

Dodi, L. 2010. Perilaku Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastic Dan


Styrofoam Di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara Tahun
2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera
Utara (Online), (Http://repository.usu.ac.id diakses tanggal 26 Juni
2018)

Anda mungkin juga menyukai