Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AUTOIMUN GRAVES
MATA KULIAH : SISTEM IMUN
DOSEN : MASTA HARO

Disusun oleh :

Henderjeta s
nur sobariah

Universitas Advent Indoensia


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Graves merupakan penyakit kelenjar tiroid yang sering dijumpai dalam

praktek sehari-hari. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali

ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi

kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta -meskipun

jarang- disertai dermopati. Selain penyakit Graves, yang merupakan penyebab

paling sering, penyebab lain tirotoksikosis ialah struma multinodosa toksik,

adenoma toksik, tiroiditis, dan pemberian obat-obatan.

Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti.

Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam

mekanisme -yang belum diketahui secara pasti- meningkatnya risiko menderita

penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves

dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya

antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone – Receptor

Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.

Pengobatan penyakit Graves idealnya ditujukan langsung pada penyebabnya.

Tetapi, mengingat dasar penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang belum

diketahui pasti penyebabnya, maka pengobatan penyakit Graves dilakukan


melalui berbagai pendekatan, yaitu merusak/mengurangi massa kelenjar tiroid,

menghambat produksi dan pengeluaran hormon tiroid serta mengeliminasi efek

hormon tiroid di perifer, sekaligus menekan proses autoimun.

B. Tujuan Penulisan

1. Mampu menjelaskan tentang konsep medis pada Penyakit Grave.

2. Mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada Penyakit Grave.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengetian

Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830.

Penyakit graves, penyebab tersering hipertiroidisme, adalah ganggguan auto imun

yang bisanya ditandai dengan produksi autoantibody yang mirip kerja TSH pada

kelenjar tiroid. Auto antibody igG ini, yang disebut tiroid stimulating immunoglobulin,

menstimulasi produksi TH, namun tidak dihammbat oleh kadar TH yang meningkat.

Kadar TSH dan TH rndah karena keduanya dihambat oleh kadar TH yang tinggi.
Penyebab penyakit graves tidak diketahui; akan tetapi, tampak terdapat predisposisi

genetic pada penyakit autoimun.

(Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996. Hal 932)

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme

adalah suatu penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi

yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki

gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran

kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-

kadang dengan dermopati.(1,4,5,6)

(http://annasyalala.blogspot.co.id/2013/06/graves-disease.html)

2. Etiologi

Penyebab penyakit grave tidak diketahui ; akan tetapi tampak predisposisi genetic

pada penyakit auto imun. Reaksi silang tubuh terhadap penyakit virus mungkin

merupakan salah satu penyebabnya ( mekanisme ini sama seperti postulat terjadinya

diabetes mellitus tipe I).Obat-obatan tertentu yang digunakan untuk menekan

produksi hormon kelenjar tiroid dan Kurang yodium dalam diet dan air minum yang

berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin dapat menyebabkan

penyakit ini. (http://nurseberaksi.blogspot.co.id/2014/02/asuhan-keperawatan-pada-

klien-dengan.html)
Penyakit Graves disebabkan oleh terganggunya fungsi sistem imun tubuh. Pada
kondisi ini, antibodi yang diproduksi oleh tubuh yang seharusnya ditujukan kepada
virus atau benda asing lain sebagai pemicu penyakit, malah justru menyerang
reseptor yang terdapat pada sel dalam kelenjar tiroid di leher. Antibodi ini kemudian
mengganggu proses produksi hormon tiroid sehingga jumlahnya menjadi berlebihan
dan menyebabkan hipertiroidisme.
Beberapa faktor risiko juga dapat memicu penyakit Graves, antara lain:

 Jenis kelamin. Dibandingkan pria, wanita memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk
terserang penyakit.

 Penyakit ini cenderung dialami oleh orang-orang yang berusia di bawah 40 tahun.

 Sejarah penyakit Graves di dalam riwayat Beberapa gen yang diturunkan di dalam
keluarga yang memiliki sejarah penyakit ini menyebabkan anggota keluarga tersebut
menjadi lebih rentan terkena penyakit Graves.

 Gangguan sistem kekebalan tubuh lain. Beberapa jenis gangguan lain pada sistem
kekebalan tubuh dapat menjadi pemicu penyakit ini, yaitu diabetes tipe 1 dan artritis
reumatoid (rheumatoid arthritis).

 Stres secara emosional atau fisik. Peristiwa atau sakit yang menyebabkan stres dapat
turut memicu penyakit Graves pada orang dengan gen yang rentan terhadap
penyakit ini.

 Merokok dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh, terutama bagi seorang


perokok yang mengidap penyakit Graves akan memiliki risiko yang tinggi, termasuk
risiko terkena penyakit Graves ophthalmopathy.

 Trauma yang dialami oleh kelenjar tiroid, misalnya akibat prosedur operasi.

 Terapi antiretroviral (HAART) untuk pengobatan HIV

 Kehamilan maupun paska persalinan khususnya pada perempuan dengan gen yang
rentan dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit Graves.

 Adanya benjolan (nodule) abnormal yang berkembang pada kelenjar tiroid. Benjolan-
benjolan ini biasanya bukan kanker.
 Kanker tiroid. Pada kasus yang langka, penderita kanker tiroid dapat memicu kondisi
ini.

(http://www.alodokter.com/penyakit-graves)

3. Tanda dan gejala

Tanda-tanda
Proptosis Graves ophtalmopaty merupakan penyebab paling umum dari proptosis
bilateral dan unilateral mempengaruhi sekitar 60 %.
Biasanya proptosis pada graves oftalmopti adalah bilateral mungkin juga
asimetris.Pasien yang diduga mengalami penyakit matatiroid harus diperiksa
eksophtalmusnya dengan menggunakan eksophtalmometer hertel. Pada proptosis
berat, penutupan kelopak mata yang tidak sempurna dapat menyebabkan kekeringan
korneadisertai ketidaknyamanan dan penglihatannya menjadi buram.

Gejala
Hormon tiroid memiliki peranan dalam berbagai sistem yang ada di dalam tubuh
manusia sehingga gejala dari penyakit ini dapat turut memengaruhi keberlangsungan
kesehatan tubuh dalam cakupan luas. Beberapa gejala umum penyakit Graves, yaitu:
 Hiperaktivitas

 Tremor ringan pada tangan atau jari

 Palpitasi jantung (jantung berdebar-debar)

 Lebih banyak berkeringat

 Kehilangan berat badan tanpa kehilangan napsu makan

 Rambut rontok

 Insomnia

 Sensitif atau tidak tahan terhadap udara panas

 Kulit menjadi lebih lebih lembap

 Biduran dan gatal-gatal


 Perubahan pada siklus menstruasi

 Suasana hati yang berubah-ubah

 Disfungsi ereksi atau menurunnya libido

 Depresi

 Gelisah

 Pembesaran kelenjar tiroid (di area leher)

 Meningkatnya frekuensi buang air

Terdapat dua kondisi khusus berdasarkan gejala khas yang muncul, yaitu oftalmopati
Graves yang mengenai area mata dan dermopati Graves yang mengenai kulit. Kondisi
oftalmopati Graves terjadi akibat adanya karbohidrat tertentu yang terakumulasi di
dalam kulit dan belum diketahui juga penyebab pastinya. Gangguan yang dialami
oleh sekitar 30 persen penderita penyakit Graves ini bergejala berikut:
 Mata yang menonjol (exophthalmos)

 Mata terasa kering

 Tekanan atau rasa sakit pada mata

 Kelopak mata yang membengkak

 Mata memerah, bisa akibatkan oleh peradangan

 Sensitif terhadap cahaya

 Penglihatan ganda dari satu objek (diplopia)

 Kehilangan penglihatan

Oftalmopati Graves biasanya muncul bersamaan dengan kondisi hipertiroidisme atau


muncul beberapa bulan sesudahnya. Namun gejala penyakit ini mungkin sudah ada
sejak sebelum mengalami hipertiroidisme atau bisa juga tanpa kehadiran
hipertiroidisme.
Dermopati Graves adalah kasus yang lebih jarang ditemukan. Gejala utamanya adalah
memerah dan menebalnya kulit pada area tulang kering atau bagian atas kaki.
Segera temui dokter untuk memeriksakan gejala penyakit Graves yang dialami dan
mendapatkan diagnosis yang akurat.

4. Patofisiologi

Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan autoimun hipersensitif

tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan karena produksi autoantibodi

yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak pada sel folikuler tiroid ( sel

yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti TSH yang

menyebabkan peningkatan produksi dari hormon tiroid. Opthalmopathy infiltrat (

gangguan mata karena tiroid) sering terjadi yang tampak pada ekspresi reseptor TSH

pada jaringan retroorbital. Penyebab peningkatan produksi dari antibodi tidak

diketahui. Infeksi virus mungkin merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan

reseptor TSH manusia. Ini tampak sebagai faktor predisposisi genetik dari Graves

disease, sebagian besar orang lebih banyak terkena Graves disease dengan aktivitas

antibodi dari reseptor TSH yang bersifat genetik


5. Manifestasi klinis

1. Peningkatan frekuensi jantung

2. Peninngkatan tonus otot, tremor, iratabilitas, peningkatan sensitifitas terhadap

katekolamin.

3. Peningktan laju metabolism basal dan produksi panas, intoleransi terhadap

panas, keringat berlebihan.

4. Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar.

5. Melotot
6. Dapat terjadi eksoftalmus (penonjulan bola mata).

7. Peningkatan frekunsi buang air besat.

8. Gondok (biasanya), yaitu peningtan ukuran kelenjar tiroid.

9. Perubahan kulit dan kondisi rambut dapat terjadi.

6. Pemeriksaan diagnostik

1) Tes fungsi tiroid, termasuk serum T3, T4, TSH dan perkiraan dari iodine
radioaktif Bidang visual / penglihatan ,dilakukan pada semua pasien yang diduga
mengalami neuropati optic dan berguna ketika menyertai pasien setelah permulaan
penanganan. Ultrasonografi, dapat mendeteksi perubahan pada otot ekstraokuler
yang tejadi pada kasus kelas 0 dan kelas 1 dan membantu diagnosis yang cepat.
Disamping dari ketebalan otot, erosi dinding temporal dariorbita, penekanan lemak
retroorbita dan inflamasi perineural dari saraf optic dapat juga di perlihatkan pada
beberapa kasus cepat.
2) Tomografy komputer, dapat terlihat proptosis, otot lebih tebal, saraf optik
menebal dan prolaps anterior dari septum orbital ( termasuk kelebihan lemak orbital
dan /atau pembengkakan otot).
3) MRI, beberapa pihak beranggapan MRI sebagai modalitas yang paling baik
untuk melihat neuropati optik kompresif yang masih ringan.

7. Penatalaksanaan

 Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti

tiroid (OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari kelenjar

tiroid). Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-obatan

seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi

dari hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif .


 Pembedahan merupakan salah satu pilihan pengobatan, sebelum

pembedahan pasien diobati dengan methimazole atau propylthiouracil (PTU).

Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi untuk

menghambat produksi hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan eutiroid

dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi dengan OAT juga

akan menurunkan produksi antibodi terhadap reseptor TSH dan frekuensi kambuhnya

hipertiroid.

 Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35

tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai remisi

sesudah pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan

pada adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131 dengan dosis 5-

12mCi per oral.

Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi

operasi adalah :

a. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan OAT

b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.

c. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.

d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

e. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
8. Auhan keperawatan

Refenence

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3436/1/09E01858.pdf
(Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996. Hal 932)

(http://annasyalala.blogspot.co.id/2013/06/graves-disease.html)

(http://nurseberaksi.blogspot.co.id/2014/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-

dengan.html)

Anda mungkin juga menyukai