Anda di halaman 1dari 28

FRAKTUR

Pendahuluan

Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya

terjadi pemutusan tulang maupun jaringan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit

atau komplit sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari

atas kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang

tergantung dari jenis (ringan, sedang, dan berat), arah dan kecepatan trauma

tersebut. Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang

bergerak atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti

gaya memutar atau gaya membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering

mengakibatkan terjadinya dislokasi. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur

tersebut terdapat kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia

maka disebut fraktur patologis. Trauma lain yang menyebabkan fraktur adalah

gaya penekanan yang terus - menerus (chronic stress / overuse) yang disebut

fatique fracture.1

Klasifikasi Fraktur

1. Menurut Pola Garis Fraktur

1
Setiap fraktur perlu diperhatikan garis fraktur. Pada fraktur hairline yang

sukar dilihat pada radiograph dan biasanya akibat trauma ringan sehingga tidak

terjadi pergeseran pada ujung-ujung fragmen. Pada keadaan ini memerlukan

pemotretan tambahan dengan proyeksi oblik atau pemotretan diulangi setelah hari

ke 7 - 10. Garis fraktur akan terlihat setelah terjadi dekalsifikasi pada fraktur

tersebut.2

Garis fraktur greenstick sering terjadi pada anak-anak walaupun tidak

semua anak. Perlu diketahui bahwa elastisitas periosteum menimbulkan

pengulangan angulasi (recurrence of angulation) sehingga memerlukan perhatian

khusus pada penggipan (plaster cast) dan waktu follow - up. Tetapi

penyambungan fraktur lebih cepat.2

Fraktur Hairline Fraktur Greenstick


pada bagian proksimal os tibia pada bagian distal os ulna

Fraktur simpel (simple fracture) adalah fraktur dengan garis fraktur

transversal, oblik atau spiral. Garis fraktur transversal bila sudut garis fraktur

terhadap aksis panjang tulang tersebut kurang dari 30°, bila sudut tersebut 30°

2
atau lebih disebut garis fraktur oblik. Pada garis fraktur oblik akan mengakibatkan

fraktur tresebut tidak stabil dan menghasilkan pemendekan (shortening) dan

pergeseran ujung-ujung fragmen bahkan kontak ujung –ujung tersebut tidak

terjadi bila dilakukan tindakan konservatif.2

Kata simpel yang dimaksud adalah garis patah yang sirkumferensial

sehingga tulang tersebut menjadi dua fragmen. Adapun fraktur spiral adalah garis

fraktur yang melingkar pada tulang tersebut sebagai akibat gaya memutar. Pada

klasrfikasi AO fraktur simpel dimasukkan tipe A dengan grup A1, A2, dan A3.2

Fraktur Transversal Fraktur Spiral Fraktur Oblik

2. Menurut Bentuk Fraktur

3
Fraktur kominutif (comminuted multifragmented) adalah fraktur dengan

jumlah fragmen lebih dari dua. Fraktur kominutif dapat berupa spiral wedge

fracture akibat gaya memutar atau akibat trauma langsung maupun tidak

langsung. Berdasarkan bentuk disebut butterfly fragment dan bila fragmen

tersebut terjadi fraktur maka disebut fragmented (comminuted) wedge fracture.

Pada klasifikasi AO fraktur kominutif dimasukkan tipe B dengan grup B1, B2, dan

B3.1,2

Fraktur Kminutif

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara

fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture

terdapat dua atau lebih garis spiral adapun complex segmental fracture terdapat

satu segmen fragmen yang terpisah sehingga kadangkala disebut double

fractures. Pada complex irregular fractures terdapat pecahan beberapa fragmen

kecil di daerah antara fragmen proksimal dan distal. Multifragmentary complex

4
fracture sebagai akibat trauma berat (severe) dan sering menimbulkan fraktur

terbuka dan,jangan di sekitar fraktur terjadi kerusakan berat, fraktur tidak stabil

serta sukar direposisi, delayed union maupun kekakuan sendi merupakan

komplikasi yang sering terjadi. Menurut klasifikasi AO multifragmentory complex

fracture dimasukkan tipe C dengan gaip C1, C2, dan C3.1,2

Fraktur Kompresi sering terjadi pada korpus vertebra akibat gaya trauma

fleksi atau pada kalkaneus akibat jatuh dan ketinggian serta fraktur ini terjadi pada

daerah tulang kanselous.1,2

Fraktur Kompresi

Fraktur avulsi dapat diakibatkan oleh kontraksi otot yang mendadak

sehingga tempat perlekatan otot tersebut tertepas dan membawa fragmen tulang

daerah tersebut. Kejadian ini sering pada daerah basis metatarsal V, karena

tarikan otot peroneus, tibial turosity atau upper pole dari patella oleh otot

quadriceps, dan trochanter minor oleh otot iliopsoas. Fraktur avulsi sering terjadi

5
pada perlekatan ligament atau kapsul sendi dan sering berhubungan dengan

kejadian dislokasi sendi.1,2

Fraktur Avulsi

Fraktur impacted terjadi bila fragmen-fragmen fraktur saling tancap dan

biasanya terjadi pada daerah tulang kanselous. Proses penyambungan lebih cepat

dan fraktur cukup stabil.2

Fraktur intraartikular yaitu garis fraktur mencapai permukaan sendinya

dapat parsial tapi sisanya atau sisi lainnya masih utuh dan solid berhubungan

tulang yang membentuk sendi. Complete articular fractures atau fraktur

bikondiler adalah fraktur intraartikuler dengan terlepasnya permukaan sendi

secara keseluruhan. Permukaan sendi yang tidak rata akan mengakibatkan

osteoarthiritis.2

6
Fraktur intraartikular

Fraktur - disiokasi adalah fraktur yang terjadi pada salah satu tulang

yang menyusun send! dengan disertai dislokasi sendi tersebut sehingga dapat

menimbulkan masalah reposisi, stabilitas, kekakuan sendi dan nekrosis

avaskular.1,2

a. Fraktur Colles

Kelainan yang umumnya bisa terlihat adalah:

1) Angulasi dorsal dengan hilangnya sudut kemiringan volar dari

permukaan artikular radius (normalnya sebesar 5-10o);

2) Displacement kearah dorsal dari fragmen fraktur bagian distal;

3) Impaksi pada daerah fraktur

4) Displacement kea rah radius dari fragmen bagian distal; dan

5) Fragmen bagian distal mirig kea rah radius.3

7
Fraktur Colles

b. Fraktur Smith

1) Diperlukan dua proyeksi, yakni AP dan lateral antebrachii

2) Fraktur trasversal melalui bagian distal dari metafisis radius yang

disertai dengan angulasi kea rah volar dan pergeseran ke volar.3

Fraktur Smith

c. Fraktur Monteggia

1) Dislokasi caput radius dan fraktur ulna yang terisolir3

8
Fraktur Monteggia

d. Fraktur Galeazzi

1) Proeksi AP dan lateral antebrachii yang meliputi wrist joint

2) Fraktur pada radius umumnya pada perbatasan 1/3 tengah dengan 1/3

distal

3) Nilai sendi radio-ulna distal akan adanya pelebaran

4) Proeksi lateral caput ulna biasanya akan terdorong ke dorsal

5) Sering kali fraktur radius angulasi ke dorsal.3

Fraktur Galeazzi

9
e. Fraktur Jones

1) Faktur transversal pada bagian distal metatarsal V, 1,5 sampai 3 cm

dari distal tuberositas sampai proksimal di persimpangan

metadiaphyseal , tanpa ekstensi bagian distal.

Fraktur Jones

Level Fraktur (Lokalisasi)

Penentuan level fraktur dapat didasarkan pada anatomi atau terminologi

AO. Berdasarkan anatomi tulang panjang maka fraktur dapat berada di epiphysis,

epiphyseal plate atau diaphysis. Diantaranya ada yang disebut dengan metaphysis.

Sehingga ada penulisan seperti fraktur diafisis femoralis (femoral diaphysis

fracture), faktur kolum femoralis ( femoral neck fracture ), fraktur trokhanter

mayor femoralis (greater trochanteric fracture) atau fraktur suprakondilar

femoralis (supracondylar femoral fracture). Istilah untuk tulang lainnya

disesuaikan dengan nama tulang yang mengalami fraktur.1

10
Pada terminologi AO, tulang panjang dibagi menjadi segmen Memahami

proksimal, segmen diaphysis, dan segmen distal. Segmen letak fraktur proksimal

dan distal merupakan daerah di dalam bujur sangkar secara anatomi dan di luar

itu adalah daerah diaphysis.1

Evauasi Fraktur (Assessment)

Pada penilaian fraktur perlu ditentukan deformitas yang terjadi akibat

fraktur tersebut. Tanpa adanya deformitas dapat berarti traumanya tidak cukup

mengakibatkan pergeseran fragmen sehingga fragmen masih dalam posisi

anatomi. Sama halnya bila melakukan reposisi - manipulasi sehingga fragmen

kembali ke posisi anatomi. Penilaian deformitas berdasarkan 3 hal, yaitu:

pergeseran (displacement), angulasi dan rotasi.4

Penilaian pergeseran yang disebut displacement atau translation adalah

penentuan keberadaan ujung - ujung fragmen satu sama lain. Perlu diketahui

11
bahwa arah pergeseran tersebut sebagai petunjuk keberadaan fragmen distal.

Sebagai contoh fraktur femur tengah (femoral shaft fracture) dengan pergeseran

ke lateral (lateral displacement), artinya fragmen distal femur bergeser ke lateral;

atau contoh lain seperti bergeser ke postero-lateral, maksudnya fragmen distal

berada di posterior dan lateral. Derajat pergeseran itu dapat juga ditentukan

dengan kontak kedua ujung-ujung fragmen yang disebut dengan nama aposisi

(apposition). Sebagai contoh aposisi 50% artinya kontak ujung-ujung fragmen

tersebut hanya 50%. Aposisi baik akan memberikan stabilitas dan union,

sebaliknya jika tidak ada kontak maka fraktur tersebut punya potensi tidak stabil

dan terjadi pemendekan. Kadangkala mengalami kesukaran reposisi manipulasi

karena adanya jaringan lunak diantara ujung-ujung fragmen yang disebut

interposisi sehingga berpotensi untuk terjadi delayed union atau non-union.4

Penilaian angulasi merupakan penilaian sudut pada daerah fraktur.

Sebagai contoh fraktur femoris dengan angulasi medial artinya ujung – ujung

fragmen di daerah fraktur membentuk sudut ke arah medial. Hal ini

menimbulkan keraguan (confusion) bila deformitas tersebut merupakan arah

fragmen distal. Untuk itu dapat dikurangi dengan menyebutkan sebagai berikut:

fraktur femoris dengan fragmen distal angulasi ke lateral. Setiap angulasi

pada fraktur hams dikoreksi, bila tidak akan mengakibatkan osteoarthritis pada

sendi tungkai bawah atau gerakan pronasi - supinasi akan terbatas pada lengan

bawah.4

12
Rotasi aksial artinya fragmen memutar terhadap aksis panjang. Dalam

penilaiannya dilakukan x-ray yang mencakup kedua sendi proksimal dan distal.

Rotasi dapat dinyatakan bila terjadi interlocking dan kedua fragmen atau diameter

fragmen proksimal tidak sama dengan diameter fragmen distal atau tebal kortek

fragmen proksimal tidak sama dengan tebal kortek fragmen distal. Rotasi tidak

akan terjadi remodeling tanpa dikoreksi.4

Fraktur Terbuka

Integritas kulit disekitar fraktur perlu dinilai dengan teliti guna

menentukan diagnosis fraktur terbuka (open fracture) dengan nama lain

counpound fracture (literatur Inggris) atau fraktur tertutup (closed fracture).

Luka pada fraktur terbuka dapat diakibatkan oleh tusukan ujung fragmen

sehinggan menembus kulit akibat gaya trauma atau kesalahan pada pertolongan

pertama (open from within out). Biasanya kerusakan jaringan lunak sekitar

fraktur sangat ringan demikian juga kontaminasi. Adapun fraktur open from

within in akibat trauma yang sangat hebat sehingga terjadi kerusakan jaringan

13
Iunak maupun tulang yang hebat. Perlu dipikirkan terjadinya perdarahan yang

dapat menimbulkan shock pada kejadian ini. Berdasarkan kerusakan jaringan

Iunak disekitar fraktur terbuka maka fraktur tersebut menurut Gustilo dibagi

menjadi:5

1. tipe I yaitu fraktur terbuka dengan panjang luka kurang dan 1 cm dan luka

bersih;

2. tipe II yaitu fraktur terbuka dengan panjang luka lebih dan 1 cm tanpa

kerusakan jaringan Iunak yang berat;

3. tipe III, fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan Iunak dan kontaminasi

yang berat / hebat. Tipe III ini dibagi menjadi:

a. tipe III A fragmen fraktur tersebut masih terbungkus dengan jaringan

Iunak / periosteum,

b. tipe III B fragmen tulang tidak terbungkus oleh jaringan Iunak /

periosteum,

c. tipe III C memerlukan penyambungan arteri (arterial repairing) agar

terjamin kehidupan bagian distal dari iesi.

14
Fraktur Patologis

Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang mengalami

kelainan patologis sehingga tulang itu menjadi lemah dan trauma ringan (trivial

injury) saja akan terjadi pemutusan tulang adapun pada orang normal tidak akan

menghasilkan fraktur. Kondisi kelemahan tulang itu dapat akibat kelainan

kongenital, metabolik dan neoplastik. Kelainan tersebut meliputi:5

1). Osteoporosis, penyakit ini sering menimbulkan fraktur seperti fraktur

tulang belakang, fraktur kolum femoris dan fraktur Codes. Hal ini dapat

diakibatkan oleh penurunan hormon pada usia lanjut, atau disuses

osteoporosis, artritis reumatik, dan kekurangan vitamin C.

2). Osteomalasia, karena kelemahan pada proses mineralisasi jaringan osteoid

seperti penyakit ricket, tetapi juga terjadi pada menu makanan yang kurang

kalsium atau pengeluaran kalsium pada renal acidosis dimana terjadi

pengeluran fosfat yang berlebihan seperti sindron Fanconi atau gangguan

absorbsi vitamin D seperti penyakit steatorrhoea.

3). Penyakit Paget, sering terlihat pada fraktur femur dan tibia yang umumnya

adalah fraktur sires dan bila terjadi fraktur komplrt maka garis fraktur

adalah transversal. Penyakit dapat beruba menjadi sarkomatous. Perubahan

tulang sangat mirip dengan penyakit hiperparathyroidisme dan kadangkala

seperti tumor metastase.

4). Osteitis, tulang mendadak mengalami kolap akibat proses infeksi. Daerah

itu terjadi proses destruksi tulang seperti tuberkulosis.

15
5). Osteogenesis imperfekta, yang merupakan penyakit herediter (dominant

transmission) dengan karakteristik tulang mudah patah (fragility of bone)

akibatnya tulang panjang menjadi bengkok (bowing), deformities of bone

modeling (kelainan bentuk tulang), fraktur patologis dengan gangguan

pertumbuhan. Penderita tuli dengan skelera wama kebiruan. Proses

penyambungan fraktur sangat cepat dan dengan konservatif cukup berhasil.

6). Simple bone cyst, seperti enchondromata di metakarpal, metatarsal dan

phalang sering menimbulkan fraktur Pada anak umur 5-12 tahun

unicameral bone cyst sering menimbulkan fraktur patologis terutama di

humerus proksimal dan diafisi. Kortek menipis tapi jarang ekspansi.

7). Tumor maligna sekunder, sering berasal dan tumor paru-paru atau

bronkhus, mammae, prostat atau ginjal. Adapun lokalisasi sering pada

tulang belakang, bagian subtrokhanter femoris dan humerus diafisis.

8). Tumor maligna primer, meliputi osteogenik sarcom, khondrosarcom,

fibrosarcom, Ewing tumor dan osteoklastoma yang mengalami keganasan.

Pemeriksaan pada fraktur patologis meliputi riwayat penyakit penderita

dan keluarga, pemeriksaan klinis yang mencakup pemeriksaan pelvis,

pemeriksaan X-ray torak, pelvis, survey kepala dan tulang, laju endap darah, darah

rutin dan differential cell count serum kalsium.fosfat, alkaline phosphatase, dan

kalau periu acid phosphatase, pemeriksaan serum protein, eletrophoresis, Bence-

Jones proteose, Ct-scan, biopsi medula osium, biopsi tulang dan kadangkala

pemeriksaan X-ray orang tua.

16
Diagnosis

Menuliskan diagnosis fraktur yang didasarkan pada jenis tulang yang

patah (femur, tibia, dan sebagainya), lokalisasinya (proksimal, tengah, distal dan

sebagainya), pola garis fraktur (simpel seperti transversal, oblik, kominutif, dan

sebagainya) dan integritas kulit daerah tulang yang mengalami fraktur (tertutup

atau terbuka ). Sebagai contoh: fraktur femur distal dengan garis fraktur

transversal tertutup sinister.6

Membuat riwayat keluhan penderita dengan deskripsi yang jelas,

mencakup biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri serta kondisi penderita

sebelum kecelakaan seperti penyakit hipertensi dan sebagainya. Pemeriksaan fisik

pada penderita fraktur selalu dimulai dengan look, kemudian feel dan terakhir

movement. Kesalahan diagnosis jarang terjadi karena deformitas yang hebat dan

jelas pada pertengahan tulang panjang, apalagi teriihat tulang patah melalui luka

yang terbuka.6

Pada inspeksi (look) bagian lesi terlihat asimetri dari bentuk maupun

posture, kebiruan, atau kerusakan kulit akibat trauma maupun edema (swelling)

yang terlokalisir dan berakhir menjadi diffuse.6

Pada palpasi (feel) terasa nyeri tekan (tendernessPada palpasi (feel) terasa

nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah fraktur, gerakan abnomal,

krepitasi, dan deformitas. Serta memeriksa gangguan sensibilitas dan temperatur

bagian distal lesi serta nadinya. 6

Pemeriksaan gerakan (movement) dapat secara pasif dan aktif pada sendi

terdekat dari fraktur perlu dikerjakan dengan teliti. Pemeriksaan sendi dilakukan

17
untuk mengetahui apakah terjadi perluasan fraktur ke sendi tersebut. Umumnya

suspek fraktur dapat dibuat hanya dari riwayat dan pemeriksaan fisik.6

Pemeriksaan Radiologi

Untuk setiap penderita yang diperkirakan fraktur, pemeriksaan radiologis

dapat sebagai konfirmasi / diagnosis, rencana terapi, serta perkiraan prognosis

nya. Oleh karena itu pada permintaan X-ray proyeksi ada yang diminta harus

jelas. Kadangkala proyeksi khusus seperti proyeksi oblik diperlukan. atau

proyeksi stress guna menentukan adanya lesi pada ligamen sebagai stabilitas

sendi. Bahkan pemeriksaan yang lebih canggih seperti MRI, CT-scan dan lainnya

perlu dipikirkan untuk informasi yang rinci terhadap penderita. Ada beberapa

kesalahan yang harus dipikirkan seperti: fraktur scaphoid sukar dilihat dengan

proyeksi konvensional / standard maka perlu proyeksi khusus. Fraktur kalkaneus

memerlukan visualisasi tulang kalkaneus dengan proyeksi tangensial dengan

ataupun tanpa proyeksi oblik. Pada pemotretan kolum femur yang kurang terpusat

pada lehernya maka visualisasi fraktur tersebut sukar dilihat. Demikian juga

fraktur avulsi pada tibial spine yang tidak terfokus pada daerah tersebut akan

mengalami kesukaran dalam menilai lesi daerah itu. 7

Ada beberapa kesalahan dalam penilaian radiograph seperti: penderita

lanjut usia dengan keluhan tidak dapat menyangga berat badannya dengan salah

satu tungkai bawah setelah jatuh. Untuk hal ini Anda memerlukan pemeriksaan

yang teliti adanya fraktur kolum femoris. Bila ditemukan daerah tersebut utuh

maka perlu dicari adanya fraktur pada rami pubik. Pada penderita fraktur patela

karena dashboard injury, maka perlu dicari apakah ada fraktur femur dan

18
dislokasi sendi panggul. Fraktur kalkaneus akibat jatuh dari ketinggian, perlu

pemeriksaan yang teliti pada sisi lainnya. Penderita dengan sprain ankle pertu

diperiksa kaki secara keseluruhan karena sering disertai fraktur basis metatarsal ke

lima sebagai akibat trauma inversi. Penderita tidak sadar perlu pemeriksaan leher,

torak dan pelvis. Sehingga, seperti salah satu contoh diatas,pemeriksaan radiologi

langsung untuk penderita fraktur patella adalah foto X-Ray Genu, namun bisa

diakukan pemeriksaan radiologi tidak langsung dengan foto X-Ray Femur dan

foto X-Ray Coxae/Pelvis, serta foto X-Ray Femur.7

Terapi

Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas

dan pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada

pekerjaan atau kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara

utuh yang diharapkan dan setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut

mempunyai resiko komplikasi.8

Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringan

lunak di sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringan

Iunak tersebut berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang

dimulai dengan realignment pada fraktur yang mengalami pergeseran dan

imobilisasi.8

Pada tindakan awal yang dilakukan adalah memberikan pembidaian

sementara (temporary splinting) agar fraktur tertutup tidak menjadi terbuka

disamping dapat menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Bila

deformitas hebat sekali maka dianjurkan untuk mengkoreksi secara perlahan-

19
lahan dengan menarik bagian distal secara gentle. Pada fraktur terbuka perlu

dilakukan pemeriksaan bakteriologis dan foto kondisi luka dengan kamera digital,

demikian juga pemberian antibiotika spectrum luas disamping melakukan irigasi

cairan fisiologis atau water sterilize for irrigation sebanyak dua liter; kemudian

luka ditutup dengan kasa steril. Lalu kemudian penderita dikirim ke bagian

radiologi untuk dilakukan pengambilan X-ray. Penilaian fraktur berdasarkan data

dari pemeriksaan fisik dan radiograph berupa lokasi, bentuk garis fraktur

(pattern), pergeseran dan angulasi fragmen fraktur, dan kerusakan jaringan lunak

di sekitar fraktur seperti saraf atau pembuluh darah. Ada dua kemungkinan yang

dapat dilakukan pada terapi penderita fraktur yaitu: secara konservatif atau secara

operatif.8

1. Secara konservatif

Pada konservatif dapat melakukan tanpa reposisi manipulatif karena

fragmen fraktur tidak bergeser atau bergeser tapi kedudukan fragmen fraktur

masih memadai (acceptable) kemudian diikuti dengan pemasangan gip (plaster

casf) atau pada fraktur inkomplit dengan pemasangan sling atau collar & cuff dan

lain-lain, dengan harapan mengurangi gerakan fragmen, mencegah pembengkakan

atau edema dan mengurangi penyebaran hematoma disamping memberikan

support dan elevasi. Bila kondisi fraktur memerlukan reposisi dan manipulasi

karena aposisi dan angulasi yang tidak dapat diterima maka penderita sebaiknya

dilakukan pembiusan umum atau anestesi blok. Setelah terjadi relaksasi pada otot-

otot maka dilakukan reposisi dan manipulasi agar fragmen kembali ke posisi

anatomi dan diikuti pemasangan gip yang memfiksasi dua sendi terdekat pada

20
tulang panjang yang mengalami fraktur tersebut. Adapun teknik reposisi tertutup

pertama kali yang dilakukan adalah traksi sehingga pemendekan yang terjadi

kembali seperti semula , kemudian deformitas sisa dilakukan koreksi yang

arahnya beriawanan dengan gaya trauma yang menimbulkan fraktur. Contoh

reposisi fraktur Codes.8

Pemasangan gip harus dikerjakan dengan tiga titik fiksasi (three point

fixation). Kadangkala kita mengalami kesukaran mereposisi disebabkan adanya

spike fragment atau jaringan lunak diantara fragmen ( interposisi ).8

Memberi edukasi agar penderita melakukan latihan sendi-sendi yang tidak

terfiksir oleh gip, bila jari-jari tangan atau kaki terjadi edema, kebiruan, nyeri atau

sendi-sendi kaku maka anggota tersebut dielevasi. Apabila nyeri dalam waktu ½

jam tidak kembali normal, maka penderita harus segera berkonsultasi dengan

dokternya atau pergi ke rumah sakit bila penderita berada di rumah. Jika gip yang

21
diberikan pada anggota gerak bawah dalam bentuk model yang bisa berjalan

(walking plaster) penderita dianjurkan untuk berjalan. Jika gip kendor atau pecah

harus segera lapor. Pada waktu tertentu gip dapat diganti dengan pemasangan

brace sehingga sendi dapat melakukan gerakan. Pada terapi konservatif dapat juga

dilakukan traksi yang berupa traksi kulit atau traksi skeletal. Hal ini tergantung

beban yang dibutuhkan pada traksi. Bila traksi 3 kg atau kurang dapat dilakukan

traksi kulit tapi bila lebih dan 3 kg sebaiknya dengan traksi skeletal.8

2. Secara opratif

Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, fraktur

intraartikular, fraktur multipel karena punya resiko terjadinya gangguan respirasi

(acute respiratory distress syndrome), emboli lemak dan komplikasi lain.

Sekarang, perlu dipertimbangkan bahwa tidak semua fraktur dilakukan

pembedahan dengan alasan bahwa kualitas reduksi tidak menjamin akan outcome

yang baik, alasan utama adalah ORIF (Open Reduction and Internal Fixation /

Operasi dengan pemasangan fiksasi dalam) akan mempengaruhi proses

penyembuhan secara biologis. Operasi itu sendiri akan merusak jaringan lunak

sekitar fraktur termasuk periosteum yang merupakan gudang sel-sel yang

dibutuhkan pada proses penyembuhan tulang tersebut. Fiksasi yang sangat kaku

(rigid) terlalu baik untuk imobilisasi tetapi imobilisasi itu sendiri sangat berefek

buruk terhadap pertumbuhan kalus. Hukum Wolf telah membuat kesimpulan

bahwa pertumbuhan tulang sangat berhubungan erat dengan stres mekanis

sehingga beban mekanis (loading stress) asal tidak berlebihan akan menghasilkan

regenerasi tulang yang optimal.8

22
Penyembuhan Fraktur (Healing Process)

Ada lima stadium dalam proses penyembuhan fraktur yaitu: stadium

hematoma dan inflamasi, stadium angiogenesis dan pembentukan tulang rawan

(kartilago), stadium kalsifikasi kartilago, stadium pembentukan tulang dan

terakhir stadium remodeling.1,8

Pada fraktur akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi

hematoma. Daerah tersebut banyak terdapat sel-sel aktif dalam pembentukan

kalus (angiogenesis). Pada hematoma segera terjadi infiltrasi vascular sehingga

daerah tersebut diganti dengan jaringan fibrovascular, serabut kolagen masuk dan

mendeposit mineral. Proses kalsifikasi jaringan kartilago sampai terjadi kalus

yang menjembatani fragmen maka diikuti proses remodeling. Namun deformitas

rotasi tidak akan terjadi proses remodeling oleh sebab itu periu tindakan koreksi

setiap rotasi yang terjadi pada fraktur. Proses ini disebut penyambungan fraktur

secara sekunder (secondary healing).1,8

23
Pada pemasangan fiksasi yang kaku (rigid) maka proses penyambungan

fraktur tersebut adalah primary healing karena terjadi kontak kortek secara

langsung, remodeling haversian langsung dan menghambat pembentukan kalus.

Hal ini disebabkan reduksi anatomi, pemasangan fiksasi yang kaku dan pembuluh

darah yang utuh. Pada x-ray terlihat: peningkatan bayangan osteoporosis pada

ujung-ujung fragmen.8

Ada tiga istilah dalam proses abnormal penyambungan fraktur yaitu:

penyambungan lambat (slow union), delayed union dan non-union.

Penyambungan lambat yaitu penyambungan fraktur membutuhkan waktu lama

dibanding dengan waktu biasanya (normal), tetapi stadium proses penyambungan

berjalan seperti normal tanpa ada pergeseran. Penderita cukup diberi pengertian

dan menjaga kondisi kesehatan yang baik. Adapun delayed union adalah union

gagal terjadi dalam waktu yang diperkirakan. Perbedaannya dengan

penyambungan lambat dapat dilihat pada radiograph terjadi perubahan abnormal

di tulang pada delayed union.1,8

Permasalahannya adalah kesukaran dalam menentukan bahwa kondisi ini

akan berlanjut union atau berakhir menjadi non-union. Oleh sebab itu dalam

waktu dua bulan tidak ada tanda-tanda union periu dinilai fiksasinya pada

radiograph penderita Bila yakin tidak akan terjadi non-union maka fiksasi

dilanjutkan. Setelah 4-6 minggu dinilai kembali secara radiograph dan apabila

tidak ada perubahan maka terapi secara aktif seperti pembedahan memperbaiki

fiksasi dsb periu dipikirkan. 1,7,8

24
Pada non-union yaitu fraktur gagal terjadinya penyambungan artinya

fragmen fraktur tidak akan pernsah bersatu lagi. Ada dua tipe yang perlu Anda

ketahui yaitu: 8

1). Hypertrophic non-union atau disebut juga elephant foot appearance, dimana

ujung fragmen fraktur pada radiograph terlihat sklerotik dan melebar. Garis

fraktur masih teriihat jelas dengan disertai gap yang berisi kartilago atau jaringan

fibrus. Adanya peningkatan densitas tulang menunjukan vaskularisasi disitu baik.

Oleh karena itu perbaikan fiksasi akan terjadi mineralisasi jaringan fibrus dan

kartilago di gap tersebut menjadi tulang dan bone induction.

2). Atrophic non-union di tempat fraktur tidak terjadi kegiatan sel-sel, sehingga

ujung-ujung terlihat menyepit, bunder, osteoporortik dan umumnya avaskular.

Oleh sebab itu perlu pemasangan fiksasi yang kaku, membuang jaringan fibrus

diantra fragmen, dekortikasi dan grafting.

Proses penyambungan fraktur berjalan normal tapi terdapat angulasi atau

rotasi maupun sedikit deformitas yang mempunyai potensi akan gangguan fungsi

atau terjadi pemendekan tulang (discrepancy) yang tidak dapat ditolerir maka

akan mengganggu fungsi ekstremitas tersebut. Hal tersebut diatas disebut

malunion. Periu Anda ketahui bahwa pemendekan 1-1,5 cm dapat diterima.8

Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses penyambungan Fraktur

Proses penyambungan fraktur dipengaruhi oleh umur penderita seperti

pada anak-anak lebih cepat dibanding dengan orang dewasa. Lokasi atau tipe

tulang itu sendiri sebagai contoh di daerah kanselous lebih cepat disbanding

dengan daerah kortikal. Perlu Anda ketahui bahwa peranan pembuluh darah

25
memegang peranan dalam pembentukan kalus. Ada lagi beberapa faktor yang

mempengaruhi penyembuhan fraktur seperti: pola fraktur seperti: comminuted /

segmental, interposisi, distraksi (gap), severe energy trauma, diabetes,

alkoholisme, perokok, pengobatan fraktur yang terlambat, pengobatan steroid,

anti-inflammatory agent, anti-convulsant agent, vasculopathy, infeksi mobilitas

fragmen fraktur, fraktur intraartikular, fraktur patologis dan gender.8

Komplikasi

Komplikasi fraktur sebaiknya harus mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi proses penyembuhan fraktur itu sendiri. Ada beberapa faktor: tipe

tulang (kanselous, kortikel), umur pasien, gerakan ujungujung fragmen, separasi

dari ujung fragmen (interposisi, distraksi, ORIF), infeksi, gangguan suplai darah,

meluasnya fraktur ke sendi, adanya kelainan patologi di tulang itu sendiri dan

faktor-faktor yang masih belum jelas seperti fraktur klavikula sangat jarang terjadi

nonunion dan sebagainya. Komplikasi fraktur dapat meliputi kerusakan jaringan

lunak sehingga dapat menimbulkan perdarahan, hypovolemic shock, infection,

gangguan keseimbangan elektrolit, kerusakan protein dan gangguan metabolisme

akibat trauma. Perdarahan juga menimbulkan pembekuan dan dapat ikut aliran

darah. Bila sampai ke paru-paru akan terjadi gangguan pemafasan. Oteh sebab itu

perlu dicegah terjadi thrombus dengan memberi anti-koagulan. Perdarahan juga

dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra kompartemen sehingga terjadi

sindrom kompartemen Bila dibiarkan akan terjadi nekrosis bagian distal fraktur

dan ini merupakan indikasi untuk dilakukan fasiotomi.1,8

26
Komplikasi juga dapat disebabkan perawatan yang lama seperti

pneumonia hypostatic, luka lecet akibat penekanan (decubitus), kencing batu dan

infeksi saluran kencing. Demikian juga komplikasi dapat diakibatkan karena

pembedahan dan anastesi atau komplikasi akibat fraktur itu sendiri seperti

kekakuan sendi, sudeck atrophy, nekrosis avaskular, emboli lemak dan

komplikasi dari implant yang dipakai untuk fiksasi. Gangguan proses

penyambungan fraktur dapat berupa penyambungan yang lambat (slow union),

delayed union dan nonunion. Perbedaan antara slow union dengan delayed union

tertetak pada gambaran radiograph. Pada delayed union terdapat perubahan

tulang yang abnormal terutama di daerah fraktur sedangkan pada stow union

radiograph masih menunjukkan proses penyambungan. Adapun nonunion sama

sekali tidak ada proses penyambungan dengan tertutupnya kanalis medularis pada

tulang panjang. Ada 2 macam nonunion yaitu hypertrophic nonunion atau juga

disebut elephant foot appearance artinya vaskularisasinya masih baik, sedangkan

atrophic nonunion tidak ada aktivitas seluler pada daerah fraktur. Ujung fragmen

kelihatan menyempit, bundar dan osteoporotik dengan sering avaskuler.1,8

Tujuan terapi terhadap gangguan penyambungan fraktur adalah

memperbaiki aktifitas sel-sel yang berperan dalam pembentukan kalus disamping

menilai imobilisasi fragmen itu sendiri. Penderita yang mengalami fraktur, baik

dilakukan terapi konsevatif maupun terapi operatif, akan kehilangan penghasilan

akibat penurunan fungsi selama perawatan sehingga penderita mengalami depresi

yang kadangkala membutuhkan terapi psikologi.1,8

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.

Jakarta:ECG;1996. Hal. 840-848

2. Swischuk, Fractures in Kids.2002.Di Akses pada tanggal 22 September 2014.

Dari: http://www.medscape.com/viewarticle/446548_2

3. Murtala, Bachtiar. Radiologi Trauma & Emergensi.Bogor:IPB Press;2012.

Hal. 68-71

4. Ekayuda, Iwan. Tulang, dalam: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi

ke-2. Jakarta:Balai Penerbit Buku Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2006. Hal: 31-34

5. Carter A. M. Fraktur dan dislokasi, dalam: price Sylvia dkk. Patofisiologi,

volume 2. Jakarta;ECG,2006. Hal.1365-1367

6. Singh H, Neutz J. Radiology Fundamentals:Introducing to maging and

technology. Springer. New York. Hal: 287-290

7. Patel R, Pradip. Lecture notes Radiologi. Edisi 2. Jakarta: Erlangga; 2007.

Hal. 221-224

8. Rasjad C. Trauma, dalam: Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi.Edisi 2.

Makassar: Bintang Lamumpatue;2003. Hal. 370-1, 449-456

28

Anda mungkin juga menyukai