Anda di halaman 1dari 27

Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra

Lili Susanti
102011091
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: lili_hapz@yahoo.com
Abstrak
Semakin tinggi angka harapan hidup berarti semakin banyak pula orang tua. ini membuat resiko fraktur
karena kecelakaan seperti jatuh terpeleset semakin tinggi. Maka dari itu di sini kita akan membahas
lebih jauh mengenai fraktur terutama fraktur pada antebrachii dengan harapan kita semakin tahu apa itu
fraktur, cara pencegahan, penanganan, sampai penyembuhannya. Fraktur secara garis besar dibagi
menjadi fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, sedangkan fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tidak berhubungan dengan dunia luar.
Kata kunci: fraktur, antebrachii, tulang, radiologis, diskontinuitas
Abstrack
The higher life expectancy means that the more parents. This makes the risk of fractures due to accidents
such as falls the higher the slip. Therefore here we will delve further into the fracture, especially fracture
antebrachii our expectations getting to know what it is fractured, ways of prevention, treatment, to cure.
Fractures can be divided into open and closed fractures. Open fracture is a fracture that has a
relationship with the outside world through a cut in the skin and soft tissues, whereas a closed fracture is
a fracture of the bone fragments did not penetrate the skin so it does not relate to the outside world.
Keywords: fracture, antebrachii, bone, radiological, discontinuity

Pendahuluan
Dewasa ini Indonesia semakin berkembang dari segi angka harapan hidupnya. Angka
harapan hidup di Indonesia semakin tinggi. Hal ini perlu menjadi kebanggaan kita semua.
Namun angka kehidupan yang tinggi belum menjamin semuanya. Dengan angka harapan hidup
yang semakin tinggi berarti semakin banyak pula orang-orang tua. Ini menyebabkan harus ada
ekstra perhatian kepada orang-orang tua. Semakin bertambahnya umur stabilitas juga semakin
menurun. Maka dari itu tidak mengherankan bila orang tua pada umumnya sering mengalami
kecelakaan seperti tergelincir di kamar mandi. Orang tua juga memiliki densitas tulang yang
rendah maka dari itu mudah sekali bagi orang tua untuk mengalami fraktur. Fraktur bisa berupa
fraktur terbuka dan tertutup. Dalam makalah ini kita akan membahas lebih jauh mengenai fraktur
terutama fraktur pada antebrachii. Dengan begitu diharapkan kita semakin tahu apa itu fraktur,
cara pencegahan, penanganan, sampai penyembuhannya.

Definisi Fraktur
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis, atau tulang rawan
sendi. Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh
ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius dan di distal oleh sendi radioulnar yang
diperkuat oleh ligamen radioulnar yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membrana
interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang
kuat.1 Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila
patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang
dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antar tulang, yaitu
m. supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi.
Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan
patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius. 1 Radius
bagian distal bersendi dengan tulang karpus, yaitu tulang lunatum dan navikulare ke arah distal,
dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat
dengan simpai di sebelah volar dandorsal, dan ligamen radiokarpal kolateral ulnar dan radial.
Antara radius dan ulna selain terdapat ligamen dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut,
terdapat pula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk
2

segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulnar. Ligamen kolateral ulnar bersama dengan
meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligamen radioulnar dorsal dan volar yang
kesemuanya menghubungkan radius dengan ulna, disebut kompleks rawan fibroid triangularis
(TFCC = triangular fibro cartilage complex). Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan serta gerakan deviasi radial dan ulnar. Gerakan fleksi dan ekstensi
dapat mencapai 90 oleh karena adanya dua sendiyang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan
sendi lunatum-kapitatum dan sendilain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah
gerak rotasi.1

Patofisiologi
Fraktur bisa disebabkan oleh kondisi fisiologis maupun patologis. Faktur fisiologis terjadi
karena trauma berat atau trauma ringan yang terus-menerus, misalnya saat terjatuh, kecelakaan
lalu lintas. Faktur patologis terjadi karena adanya penyakit yang mendasari sehingga tulang
menjadi keropos atau tidak kuat, bisa dijumpai pada penderita polio, tumor, osteoporosis dan
osteogenesis imperfect. Energy yang mengenai tulang dapat ringan, sedang, maupun berat.
Fraktur yang disebabkan oleh energy yang ringan berbeda dengan fraktur yang disebabkan oleh
energy yang kuat. Kalau energinya sedang, maka bisa saja jaringan tulang tidak terputus
seluruhnya.2 Fraktur seperti ini disebut fraktur inkomplit, misalnya hairline fracture, dimana
fraktur hanya berupa garis tipis seperti rambut. Akibatnya sering tak terlihat dalam pemeriksaan
rontgen. Contoh lain fraktur inkomplit adalah greenstick fraktur. Greenstick fraktur adalah
fraktur yang terjadi pada anak-anak. Elastisitas anak-anak lebih tinggi daripada tulang orang
dewasa. Maka bila dikenai gaya satu sisi korteks tulang tertekan dan bengkok, sedangkan sisi
lainnya konveks. Jika energy yang dikenakan cukup besar , sisi yang mengalami gaya kompresi
dapa t patah. Contoh lain fraktur inkomplit adalah fraktur kompresi atau crush fracture. Fraktur
kompresi terjadi akibat tertekannya tulang kanselus, sehingga remuk. Fragmen-fragmen
tulangnya menjadi begitu kecil sehingga tidak bisa lagi disatukan, sehingga terapinya adalah
membuatkan graft tulang.2
Kalau energy yang mengenai tulang besar, maka jaringan tulang dapat terputus
seluruhnya. Inilah yang disebut fraktur komplit. Kalau energinya lenih besar lagi, tulang bukan
Cuma mengalami fraktur komplit, tapi bisa juga remuk. Fraktur seperti ini disebut fraktur
komunitif, yaitu suatu fraktur dimana terdapat lebih dari dua fragmen. Bisa juga terjadi fragmen
3

tulang fraktur tadi berpindah tempat, disebut mengalami pergeseran. 2 Apanila fragmen yang
mengalami pergeseran ini dapat dikembalikan ke posisi semula dan tidak bergeser, disebut
fraktur stabil, sedangkan apabila setelah dikembalikan posisi semula kemudian bergeser lagi,
disebut fraktur tidak stabil.2
Fraktur tidak stabil dapat mengakibatkan berbagai komplikasi. Bisa terjadi pemendekan
tulang setelah penyembuhan ataupun tulang mengalami perputaran atau rotasi. Dampak terberat
adalah tidak bersambungnya tulang. Ada fraktur komplit yang disebut dengan impacted fracture.
Impacted fracture adalah suatu fraktur komplit dengan garis fraktur yang sulit dibedakan. Fraktur
ini terjadi akibat kompresi pada tulang kanselus pada aksis panjangnya dengan dua fragmen
tulangnya saling berkaitan dan terfiksasi satu sama lain.2 Dengan demikian fraktur ini stabil,
kecuali bila fragmen tulang itu saling terpisahkan. Pada foto rontgen terlihat sebagai daerah yang
lebih radioopak. Pada fraktur komplit, gap dinyatakan positif apabila fragmen distal dan
proksimal tak terjadi kontak. Bila di antara fragmen distal dan proksimal yang mengalami gap ini
terdapat jaringan lunak maka disebut interposisi. Jaringan lunak ini harus disisihkan dahulu
sehingga hal ini dijadikan indikasi dilakukan operasi.3
Berdasarkan garis patahnya ada yang disebut dengan fraktur simple. Pada fraktur simple
ini hanya ada dua fragmen tulang. Pola garis oatah pada fraktur simple hanya ada tiga, yaitu
transversal. Oblique, dan spiral. Yang disebut garis fraktur transversal yaitu bila sudut antara
garis fraktur dengan axis tulang kurang dari 300. Bila sudut ini lebih dari 300, disebut garis
fraktur oblique. Sedangkan garis fraktur spiral bentuknya seperti memutari tulang. Terjadi akibat
trauma rotasi terhadap axis panjang. Sedang fraktur dengan fragmen lebih dari dua disebut
fraktur komunitif. Fraktur komunitif dengan fragmen di antara fragmen proximal dan distal
disebut fraktur segmental (double fracture).2,3
Berdasarkan lokasinya, fraktur dapat mengenai bagian distal, diaphyseal (shaft), maupun
proximal. Berdasarkan proses osifikasinya tulang panjang terdiri dari bagian diafisis yang berasal
dari pusat penulangan primer, serta bagian epiphysis yang berasal dari pusat penulangan
sekunder. Epifisis ini terletak di kedua ujung tulang panjang. Bagian dari diaphisis yang terletak
paling dekat dengan epifisis disebut metafisis yaitu bagian korpus tulang yang mendatar.2,3

Gambaran radiologis
Pada foto polos AP dan lateral atau dua proyeksi yang saling tegak lurus tampak
gambaran garis diskontinuitas tulang (bisa berupa garis fraktur yang lusen) pada struktur tulang
normal, utuh, padat, tidak tampak porotik, periosteum tampak licin. Pada sekitar fraktur dapat
dijumpai soft issue swelling.2
Fraktur colles berbentuk bayonet atau garpu, merupakan fraktur radius bagian distal
(sampai 1 inci dari ujung distal) dengan angulasi fragmen distal ke posterior, dapat bersifat
komunitif dan disertai fraktur processus styloideus ulnae.2
Fraktur smith berbentuk seperti sekop kebun, merupakan fraktur radius bagian distal
dengan angulasi atau dislokasi fragmen distal ke volar.2
Physeal fracture adalah fraktur yang menganai epiphyseal growth plate, yaitu area tulang
yang pada masa anak-anak merupakan tempat terjadinya pertumbuhan tulang, yaitu tempat
terjadinya mekanisme osifikasi primer endokondral.2
Fraktur physeal ini diklasifikasikan oleh Salter dan Harris menjadi 6 tipe:
Tipe 1
Epifisis terpisah sepenuhnya dari ujung tulang/metafisis, melalui lapisan dalam growth
plate(physis). Growth plate sendiri masih melekat pada epiphysis. Bila terjadi displasi yang
parah, fragmen harus dikembalikan ke tempatnya dan dimobilisasi selama proses penyembuhan.
Prognosisnya baik, tulang biasanya dapat tumbuh normal, kecuali ada kerusakan pada suplai
darah ke growth plate.2 Pada foto polos AP dan lateral atau dua proyeksi yang saling tegak lurus
tampak garis diskontinuitas tulang (bisa berupa garis fraktur yang lusent) pada ujung tulang
panjang yang memisahkan epifisis sepenuhnya dari metafisis, dengan struktur tulang normal,
utuh, padat, tidak tampak porotik, periosteum tampak licin. Sekitar dapat dijumpai soft tissue
swelling.
Tipe II
Ini adalah tipe growth plate fracture yang paling sering terjadi. Sama seperti tipe I, epifisis
bersama growth plate terpisah seluruhnya dari metafisis. Hanya saja pada tipe ini ada juga bagian
5

dari metafisis yang ikut patah. Bila terjadi displasi fragmen dikembalikan ke tempatnya dan
dimobilisasi.2 Pada foto polos AP dan lateral atau 2 proyeksi saling tegak lurus tampak gambaran
garis diskontinuitas tulang (dapat berupa garis fraktur yang lusen) pada ujung tulang panjang
yang memisahkan seluruh epifisis dan sebagian fragmen metafisis dari ujung tulang, dengan
struktur tulang normal, utuh, padat, tak tampak parotik, periosteum tampak licin. Di sekitar
fraktur dapat dijumpai soft tissue swelling.2
Tipe III
Fraktur terjadi pada epifisis dan memisahkan sebagian epifisis dan growth plate dari metafisis.
Fraktur ini jarang terjadi dan biasanya menganai bagian ujung distal dan tibia. Pembedahan
kadang diperlukan untuk mengembalikan permukaan sendi kembali normal. Prognosis untuk
pertumbuhannya baik jika suplai darah ke bagian yang terpisah masih utuh dan fraktur tidak
mengalami displacement. Pada foto polos AP dan lateral atau 2 proyeksi yang slaing tegak lurus
tampak garis diskontinuitas tulang (bisa berupa garis fraktur yang lusen) pada ujung tulang
panjang yang memisahkan sebagian epifisis dari ujung tulang, dengan struktur tulang normal,
utuh, padat, tidak tampak porotik, periosteum tamoak licin. Di sekitar fraktur dapat dijumpai soft
tissue swelling.2
Tipe IV
Fraktur ini berjalan melalui epifisis, melewati growth plate dan juga ke metafisis. Jadi sama
seperti pada tipe 3, hanya di sini ada sebagian dari metafisis yang ikut patah. Pembedahan
diperlukan untuk mengembalikan permukaan sendinya ke normal serta untuk me-realignment
growth plate. Progosisnya jelek, kecuali apabila pada operasi alignment yang sempurna dapat
diperoleh. Cedera seperti ini jarang dan biasanya terjadi pada ujung humerus, dekat siku. Pada
foto polos AP dan lateral atau 2 proyeksi yang slaing tegak lurus tampak garis diskontinuitas
tulang (bisa berupa garis fraktur yang lusen) pada ujung tulang panjang yang memisahkan
sebagian epifisis dari sebagian fragmen metafisis dari ujung tulang, dengan struktur tulang
normal, utuh, padat, tidak tampak porotik, periosteum yampak licin. Pada sekitar fraktur dapat
dijumpai soft tissue swelling.2

Tipe V
Tipe ini terjadi apabila terjadi kompresi pada ujung tulang, sehingga growth plate (epifisis
plate)mengalami crush farcture. Cedera ini jarang terjadi dan biasanya terjadi pada lutut atau
ankle. Prognosisnya jelek karena hambatan pertumbuhan growth plate hamper tidak mungkin
dihindari.2
Tipe VI
Klasifikasi SH tipe VI ini sebenarnya bukan bagian dari klasifikasi Salter-Harris. Cedera terjadi
pada perifer physis sehingga ada bagian epifisis, metafisis dan physis yang hilang. Terjadi
deformitas angulasi, dan pertumbuhan tulang hamper selalu angulasi, dan pertumbuhan tulang
hamper selalu terhambat. Cedera ini diungkapkan Lipmann Kessel sebagai sebuah cedera yang
jarang terjadi, akibat kerusakan periosteum atau cincin perikondral. Sehingga tipe ini biasa juga
disebut fraktur Kessel. Terjadi pada kasus tertembak, terkana mesin pertanian, dll. Cederanya
terbuka. System klasifikasi Salter-Harris yang disempurnakan ini sering disebut system
klasifikasi Salter Harris modifikasi Rang.2

Etiologi
Fraktur antebrachii dapat disebabkan antara lain oleh:
Kekerasan langsung. Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.3
Kekerasan tidak langsung. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot. Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.3

Menurut Arif Mansjoer ada 4 klasifikasi fraktur antebrachii antara lain:4


1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity).
Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar
ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi
supinasi).4
2. Fraktur Smith.
Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse colles
fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan
badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan
pronasi.4
3. Fraktur Galeazzi.
Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan
tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi
pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.4
4. Fraktur Montegia.
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal.4

Anamnesis
Bilamana tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang
bersangkutan (mekanisme trauma). Dari anamnesa saja dapat diduga: kemungkinan polytrauma,
kemungkinan fraktur multiple, kemungkinan fraktur-fraktur tertentu misalnya fraktur Colles,
fraktur supracondylar humerus, fraktur collum femur, pada anamnesis ada nyeri tetapi bisa tidak
jelas pada fraktur inkomplit, ada gangguan fungsi seperti fraktur femur, penderita tidak dapat
berjalan.4

Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya shock pada fraktur multiple fraktur
pelvis fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.4

Pemeriksaan Status Lokalis

Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk fraktur tulang panjang. Fraktur tulangtulang kecil misalnya naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler, fraktur epifisis.
Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid cervical, cervical, acetabulum, dll
mempunyai tanda-tanda tersendiri.. tanda-tanda fraktur yang klasik tersebut adalah:4
Look
a) Deformitas: penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan.
b) Fungsio laesa: hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan dan
pada fraktur antebrachii tidak dapat menggunakan lengan.
Feel
Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu.4
Move
a) Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus.
Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang
spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
b) Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
c) Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak
mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan.
d) Gerakan yang tidak normal: gerakan yang terjadi tidak pada sendi. Misalnya: pertengahan
femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuai definisi fraktur. Hal ini
penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan rontgen.
Pada lool-feel-move ini juga dicari komplikasi lokal dan keadaan neurovaskuler distal.4

Pemeriksaan Radiologis

Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis
sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar
untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda klasik memang
diagnosisnya harus dibantu pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa ataupun pemeriksaan
seperti MRI. Foto rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. Untuk pergelangan
tangan atau sendi panggul diperlukan posisi axial pengganti lateral. Untuk acetabulum
diperlukan proyeksi khusus alar dan abturator.5

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat
kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius. 5 Pemeriksaan
radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two,
yang terdiri dari :
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena
cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
Pemeriksaan penunjang menurut Doenges, adalah
1.Pemeriksaan rontgen
2.Scan CT/MRI
3.Kreatinin
4.Hitung darah lengkap
5.Arteriogram

Diagnosis
10

Harus disebutkan jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri atau
kanan, bagian mana dari tulang 1/3 proksimal, tengah atau distal, komplit arau tidak, bentuk
garis patah, jumlah garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup dan komplikasi bila
ada. Misalnya: Fraktur ante brachii dextra 1/3 distal garis patah oblique dislokasi ad latus
tertutup derajat satu neuro vaskuler distal baik. Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan status lokalis, dan pemeriksaan radiologi.4

Fraktur Satu Tulang


Fraktur radius saja biasanya terjadi akibat suatu trauma langsung dansering terjadi pada
bagian proksimal radius. Fragmen fraktur akan terdislokasi ad latitudinem dan ad periferam.
Untuk penantalaksanaan dapat dilakukan reposisi tertutup kemudian imobilisasi dengan lengan
pronasi pada fraktur 1/3 distal, netral pada fraktur 1/3 tengan dan supinasi pada fraktur 1/3
proksimal, imobilisasi selama 4-6 minggu. . Fraktur ini sulit direposisi secara tertutup atau akan
mengalami redislokasi bila reposisi berhasil. Oleh karena itu, dianjurkan reposisi terbuka dan
biasanya dipasang fiksasi interna dengan plat jenis kompresi. Fraktur ulna biasanya disebabkan
oleh trauma langsung, misalnya menangkis pukulan dengan lengan bawah. Relatif sering terjadi
fraktur yang tidak berubah posisinya.4,5 Pada gejala klinis : didapatkan adanya tanda-tanda
fraktur seperti edema, deformitas. false movement, krepitasi dan nyeri. Radiologis:
anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang. Pengobatan biasanya
konservatif dengan pemasangan gips (long arm cast), jika reposisi tertutup gagal atau terjadi
komplikasi nonunion, malunion, maka dapat dilakukan reposisi secara tertutup. Kadang juga
terjadi fraktur yang terdislokasi, dalam hal Ini harus diteliti apakah ada juga fraktur tulang radius
atau dislokasi sendi radioulnar. Pada fraktur yang kominutif dapat terjadi penyatuan lambat atau
pseudoartrosis dan ini memerlukan tindak operatif disertai cangkok tulang.5

Fraktur Monteggia
Monteggia mempublikasikan fraktur ini sebagai fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi ke anterior dari kapitulum radius. Ternyata kemudian terbukti bahwa dislokasi ini dapat
terjadi ke lateral dan juga ke posterior. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna,
misalnya sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.5

11

Manifestasi klinik
Pada umumnya menyerupai fraktur pada lengan bawah dan apabila terdapat dislokasi ke anterior,
kapitulum radius akan dapat diraba pada fosakubitus. Pergelangan tangan dan tangan harus
diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera pada saraf radialis. Terdapat 2 tipe
yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong
ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan
ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.5
Gambaran radiologis
Gambaran radiologis jelas memperlihatkan adanya fraktur ulna yang disertai dislokasi sendi
radio-humeral. Pada kasus biasa kaput radius berdislokasi kedepan, dan terdapat fraktur pada
sepertiga bagian atas ulna dengan pelengkungan kedepan. Kadang-kadang dislokasi radius
disertai dengan fraktur olekranon. Kadang-kadang kapur radius berdislokasi ke posterior dan
fraktur ulna melengkung ke belakang ( Monteggia kebelakang). Pada fraktur ulna yang terisolasi,
selalu diperlukan pemeriksaan sinar X pada siku.5

Gambar 1 Fraktur Monteggia5


Penatalaksanaan

12

Dengan cara konservatif biasanya berhasil pada anak, tetapi metode operatif sering menjadi
pilihan pada fraktur Monteggia pada orang dewasa. Petunjuk untuk keberhasilan terapi adalah
memulihkan panjangnya ulna yang mengalami fraktur, hanya setelah itu sendi yang berdislokasi
dapat sepenuhnya direduksi. Pada anak-anak kadang-kadang dapat dilakukan manipulasi, tetapi
pada orang dewasa lebih baik dilakukan reduksi terbuka dan pemasangan flat. Kalau kaput radius
dapat direduksi secara tertutup, begitu lebih baik dan bila tidak harus diterapi dengan operasi.
Lengan diimobilisasi dalam gips dengan siku yang difleksikan selama 6 minggu. Setelah itu
dianjurkan gerakan aktif.4,5

Fraktur Galeazzi
Fraktur ini merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasi sendi
radioulnar distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi lateral ketika jatuh.
Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah
dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.4,5
Manifestasi klinis
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian
bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk
lesi saraf ulnaris yang sering terjadi. Gambaran klinisnya bergantung pada derajat dislokasi
fragmen fraktur. Bila ringan. Nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur; bila berat,
biasanya terjadi pemendekan lengan bawah. Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi
kedorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.4,5
Gambaran radiologis
Fraktur melintang atau oblique yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian bawah
radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar inferior bersubluksasi atau
berdislokasi.5

13

Gambar 2 Fraktur Galaezzi5


Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk dislokasi
radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi. Secara konservatif mungkin kurang memuaskan dan
bila demikian. terapi bedah menjadi pilihan.4

Fraktur Colles
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang
pada radius tepat di atas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Ini adalah
fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidennya yang tinggi berhubungan dengan
permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki
riwayat jatuh pada tangan yang terentang.4,5
Mekanisme
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi
terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis distal radius yang akan
menyebabkan patah radius 1/3 distal dimana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan
persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal radius terjadi dislokasi kearah dorsal,
14

radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari processus
styloid ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial
menyebabkan subluksasi sendi radio ulna distal.4,5
Gejala klinik
Pada inspeksi bentuk khas yang dapat dilihat seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Gejala-gejala yang lain seperti lazimnya gejala patah tulang, ada pembengkakan,
nyeri tekan, nyeri gerak.4
Radiologi
Tampak jelas gambaran patologi yang diutarakan di atas proyeksi yang diperlukan cukup
AP/LAT. Pada gambaran radiologi dapat diklasifikasikan stabil dan tidak stabil. Pada keadaan
tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal.

Gambar 3 Fraktur Colles5


Pengobatan
Pada patah colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips
sirkular below elbow selama 4 minggu. Pada colles fraktur yang disertai dislokasi diperlukan
tindakan reposisi tertutup. Pada reposisi tertutup dapat dilakukan dengan tindakan lokal anestesi
15

sudah cukup, sebab di sini tidka diperlukan muscle relaxant. Pada reposisi tulang tertutup harus
diperhatikan benar prinsip periostem yang utuh di bagian dorsal, karena periosteum yang utuh ini
akan dipakai sebagai internal splint pada tulang yang dislokasi. Untuk itu pada waktu melakukan
reposisi untuk membebaskan fragmen distal dan proksimal tidak boleh dilakukan tarikan kearah
distal, harus dilakukan gerakan hiperekstensi fragmen distal. Posisi tangan dibuat volar fleksi,
ulnar deviasi (untuk mengoreksi radial deviasi) dan diputar kearah pronation (untuk mengoreksi
supinasi). Dalam posisi diatas dimobilisasi dalam gips sirkular below elbow, dipertahankan
selama 4-6 minggu. Apabila garis patahnya sangat communitive gips sirkular dipasang di atas
siku untuk menjamin posisi pronasi tetap. Hanya pada kasus-kasus yang sangat communitive
akan dilakukan operasi dipasang fiksasi luar yang bersifat ligamentaxis.5
Komplikasi
Sering dapat berupa kekakuan jari-jari tangan, kekakuan sendi bahu, malunion,
subluksasi sendi radioulnar distal. Jarang dijumpai sudeck atrofi, rupture tendon ekstensor polisis
longus, karpal tunnel syndrome.5
Klasifikasi
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius distal.
Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan
sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe berikut :5

Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler


Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal
Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal
Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnar
Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnar
Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dansendi radioulnar
Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpaldan sendi
radioulnar

Fraktur Smith
16

Lebih jarang terjadi dibandingkan colles fraktur. Kadang-kadang disebut sebagai reverse
colles fracture walaupun kurang tepat. Banyak dijumpai pada penderita laki-laki muda.4
Mekanisme
Penderita jatuh, tangan menahan badan, sedang posisi tangan dalam volar fleksi pada
pergelangan tangan, pronasi. Garis patah biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
Pengobatan
Dilakukan reposisi dalam anestesi lokal atau anestesi umum. Posisi tangan dilekatkan dalam
posisi dorsofleksi-supinasi (kebalikan posisi colles). Dimobilisasi dalam gips sirkulasi di bawah
siku selama 4-6 minggu.4

Gambar 4 Fraktur Smith5

Fraktur Radius Ulna

17

Pada ulna dan radius sangat penting gerakan-gerakan pronasi dan supinasi. Untuk
mengatur gerakan ini diperlukan otot-otot supinator, pronator teres, dan pronator quadratus. Yang
bergerak supinasi-pronasi (rotasi) adalah radius. Umumnya trauma yang terjadi pada antebrachii
adalah trauma langsung dimana radius-ulna patah satu level yaitu biasanya pada 1/3 tengah dari
biasanya garis patahnya transversal. Tapi bisa pula terjadi trauma tak langsung yang
menyebabkan level garis patah pada radius dan ulna tak sama dan bentuk garis patahnya juga
dapat berupa oblique atau spinal.4
Gejala Klinis
Patah radius ulna mudah dilihat, adanya deformitas di daerah yang patah, bengkak,
angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi), perpendekan.4
Radiologi
AP/LAT ditentukan garis patahnya dan level garis patahnya serta dislokasinya.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup. Prinsipnya denganmelakukan traksi kea rah distal dan
mengembalikan posisi tulang yang sudah berubah akibat rotasi. Untuk menempatkan posisi
tangan dalam arah yang benar harus dilihat letak garis patahnya. Kalau garis patahnya terletak
1/3 proximal, posisi fragmen proximal selalu dalam posisi supinasi karena kerja otot-otot
supinator. Maka untuk mendapatkan kesegarisan yang baik fragmen distal diletakkan dalam
posisi supinasi. Kalau letak garis patahnya di tengah-tengah (1/3 tengah), posisi radius dalam
posisi netral akibat kerja otot-otot supinator dan otot pronator seimbang. Maka posisi bagian
distal diletakkan dalam posisi netral. Kalau letak garis patahnya 1/3 distal, radius selalu dalam
posisi pronasi karena kerja otot-otot pronator quadratus, posisi seluruh lengan harus dalam posisi
pronasi. Setelah ditentukan kedudukannya baru dilakukan immobilisasi dengan gips sirkuler di
atas siku. Gips dipertahankan 6 minggu. Kalau hasil reposisi tertutup tak baik, dilakukan
tindakan operasi ( open reposisi) dengan pemasangan interna fiksasi dengan plate screw (AO).4
Komplikasi dapat terjadi delay ed union, non union, mal union.

Trauma / Kelainan yang Berhubungan


18

Fraktur ekstensi radius distal sering terjadi bersamaan dengan trauma atauluka yang
berhubungan, antara lain :5
1. Fraktur prosesus styloideus (60 %)
2. Fraktur collum ulna
3. Fraktur carpal
4. Subluksasi radioulnar distal
5. Ruptur tendon fleksor
6. Ruptur nervus medianus dan ulnaris
Manifestasi Klinis
Kita dapat mengenali fraktur ini (seperti halnya Colles jauh sebelum radiografi
diciptakan) dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan penonjolan punggung
pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya
terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. Selain itu juga
didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena.5
Diagnosis
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara
klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa
dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang.
Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif
dan mengetahui letak persis patahannya. Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil
dan instabil. Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan, sedangkan instabil bila patahnya
kominutif. Pada keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap utuh.
Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortiko kanselosa, dan prosesus stiloideus
ulnar sering putus. Fragmen radius : Bergeser dan miring ke belakang, bergeser dan miring ke
radial, dan terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif yang
hebat.4,5
19

Penatalaksanaan
Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips
yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam
posisinya. Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips;
untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen proksimal yang mentransfiksi
radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.4
Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat
dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan
tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan
menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi,
deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan,
dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3
keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain
krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.4
Pembebatan: penggunaan sarung tangan, slab gips yang basah, dan slab yang dibalutkan
dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras. Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua
hari lagi; latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak,
mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. Setelah
7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya
diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering
terjadi lagi. Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara
radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.
Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan komplikasi
jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh
ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada
ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut :4,5
Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen

20

Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di sebelah palmar,
sedangkan angulasi dorsal tidak.
Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat dengan mudah
dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan
kecuali difiksasi.
Gambaran radiologis
Terdapat fraktur pada metafisis radius distal; foto lateral menunjukkan bahwa fragmen
distal bergeser dan miring ke anterior-sangat berlawanan dengan fraktur colles.4
Penatalaksanaan
Pengobatannya merupakan kebalikan dari pengobatan patah tulang Colles dan pasca
reduksi, posisi dipertahankan dalam posisi dorso fleksi ringan, deviasiulnar, dan supinasi
maksimal. Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4-6 minggu.4

Fraktur Barton Volar


Fraktur Barton volar sebetulnya masih bagian dari fraktur Smith. Reduksi biasanya cukup
dengan tarikan dan supinasi, tetapi karena garis patah tulang miring reposisi yang dicapai
biasanya tetap tidak stabil sehingga kadang pembedahan akan lebih baik hasilnya. Epalsiolisis
harus diusahakan untuk reposisi secara anatomis mungkin agar tidak terjadi gangguan
pertumbuhan. Hal ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang secara terbuka. Dengan atau tanpa
reposisi operatif dapat dipakai kawat K yang kecil yang cukup kuat untuk fiksasi intern sehingga
fiksasi dapat dicapai tanpa merusak cakram epifisis.4,5

Fraktur atau dislokasi tulang karpus


Patah tulang os navikulare yang agak jarang, sering terlewat diagnosisnya, baik karena
tidak terperhatikan maupun karena tidak dibuat foto Rontgen oblik khusus. Seperti halnya tulang
yang lain, vaskularisasi tulang skafoid sebagian besar melalui simpai sendi dan karena sebagian
besar permukaan tulang ini merupakan bagian tulang rawan sendi, vaskularisasi yang masuk

21

relatif sedikit. Oleh karena itu, komplikasi nekrosis avaskuler dan kegagalan pertautan cukup
sering.4
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sering kurang jelas. Biasanya ada keluhan nyeri di pergelangan tangan.
Pada pemeriksaan didapatkan empat tanda yang jelas, ialah nyeri tekan di tabatiere pada posisi
deviasi ulna yang menyebabkan penonjolan tulang skafoid di tabatiere, nyeri tekan pada
penonjolan navikulare di sebelah volar pada deviasi radier, nyeri sumbu pada pukulan martil
perkusi pada kaput metakarpale pada tangan sikap tinju dan nyeri di dalam pergelangan tangan
pada fleksi maupun ekstensi ekstrem.5
Biasanya patah tulang os navikulare tidak terdislokasi sehingga tidak perlu direposisi.
Posisi dalam gips yang meliputi lengan bawah bagian distal sampai batas sendi metakaipo
falangeal, termasuk metakarpus I, dipertahankan tiga bulan untuk menghindari pseudoartrosis.
Bila lambat bertaut atau gagal-bertaut, perlu dilakukan operasi cangkok tulang. Pada patali leher
tulang bagian proksimal os skafoid terancam nekrosis avaskuler karena sebagian besar
permukaannya ditutup oleh tulang rawan sendi sehingga darah dari bagian proksimal tidak
mungkin sampai.5
Dislokasi lunatum agak jarang ditemukan, tetapi sering juga terlewat diagnosisnya.
Dislokasi yang terjadi adalah akibat trauma jatuh pada tangan dalam posisi dorsifleksi maksimal.
Pada pemeriksaan klinis didapati pembengkakan pada pergelangan tangan dan pasien sangat
kesakitan bila jari secara pasif diekstensikan. Bisa ditemukan adanya lesi saraf medianus oleh
adanya penekanan saraf di dalam kanalis karpal. Pada foto Rontgen akan terlihat adanya
dislokasi lunatum ataupun perilunatum. Akan tetapi, ternyata dislokasi ini sering terlewat karena
kurangnya pengalaman pemeriksa foto. Penanganannya adalah reposisi, yang pada dislokasi baru
biasanya akan berhasil diikuti dengan imobilisasi. Komplikasi lambat yang bisa terjadi adalah
nekrosis avaskuler dan artritis degeneratif.5

22

Komplikasi Fraktur
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalma satu minggu pasca trauma, sedangkan
apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.4
1) Pada Tulang
a) Infeksi, terutama pada fraktur terbuka
b) Osteomyelitis dapat diakibatkan oleh farktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non
union. Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga
terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
2) Pada Jaringan lunak
a) Lepuh, kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema. Terapinya adalag dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemsangan elastic.
b) Decubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena
itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.
3) Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal
ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi
dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau thrombus.4
4) Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi pendarahan terus menerus. Sedangkan pad
arobekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan

pendarahan

berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan necrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan
mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat emnimbulkan spasme. Lapisan intima
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah
tersebut terlepas dan terjadi thrombus pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan tourniquet dapat terjadi syndrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.4
5) Pada saraf
23

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (sarah putus), aksonometsis (kerusakan


akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.
Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa mal union, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan
terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, pemendekan atau pemanjangan.
1) Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sclerosis pada ujung-ujung fraktur,
terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan osteotomy. Lebih 20 minggu
dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu).
2) Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe 1 (hypertrophic
non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur
tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan
koreksi fiksasi dan bone grafting. Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu
(pseudoartrotis) terdapat jaringan synovial sebagai kapsul sendi beserta rongga synovial
yang berisi cairan, rosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.4
3) Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbulkan deformitas. Tindakan
refraktur atau osteotomy koreksi.
4) Osteomyelitis
Osteomyelitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur
tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non unioa (infected non
union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteolielitis mengakibatkan terjadinya
atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
5) Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intaartikuler, perlengketan
antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan perlengketan secara
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dnegan kekakuan sendi menetap.4
24

Penatalaksanaan
Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips
yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam
posisinya.6
Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat
dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan
tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan
menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi,
deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan,
dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3
keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain
krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.4-6
Berikut adalah penatalaksanaan fraktur antebrachii menurut Mansjoer:
Fraktur Colles
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips
sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi
tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi
ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi).
Imobilisasi dilakukan selama 4 6 minggu.4,5

Fraktur Smith
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi
ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas
siku selama 4 6 minggu.4
Fraktur Galeazzi
25

Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk dislokasi radius
ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.4
Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan
lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala
radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan
posisi siku fleksi 90 dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi
terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fraktur


Faktor Ekstrinsik. Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
Faktor Intrinsik. Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
atau kekerasan tulang.5

Kesimpulan
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis, atau tulang rawan
sendi. Fraktur secara garis besar dibagi menjadi fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur terbuka
adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, sedangkan fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak
menembus kulit sehingga tidak berhubungan dengan dunia luar. Fraktur tertutup maupun fraktur
terbuka memerlukan penanganan yang adekuat. Bila penanganannya tidak baik komplikasi yang
terjadi akan semakin berat.

Daftar Pustaka
1. Jong WD, Sjamsuhidajat J. Buku ajar ilmu bedah. Edisi II. Jakarta: EGC.2005.h.145-89
2. Malueka RG, Majid NN, Fahmi MN, Kusumawardhani R, Yuantari R, Sudeli VS.
Radiologi diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press. 2007.h. 96-100.

26

3. Price SA, Wilson ML. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC.2005.h.1365-7.
4. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
Jakarta: Binarupa Aksara.2003.h.502-23.
5. Honpenfeld S, Murthy VL. Terapi dan rehabilitasi tulang. Jakarta: EGC. 2011.h.177-90.
6. Feliciano DV, Malfox KL, Moore EE. Trauma. Edisi ke-6. USA: The McGraw-Hill
Companies. 2008.h. 883-5.

27

Anda mungkin juga menyukai