Tunnel Planning
Tunnel Planning
PERENCANAAN TEROWONGAN
Metode empiris
Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan pada saat sekarang.
Metode ini dirumuskan pertama kali oleh Terzaghi (seorang geolog teknik terkemuka
dan perintis ilmu mekanika tanah dari Amerika Serikat) yang kemudian dikenal
dengan sistem klasifikasi beban batuan Terzaghi (1946). Pengalaman membuktikan
bahwa pada metode Tarzaghi ditemukan kelemahan dan kemudian dimodifikasi oleh
Deere (1970). Sistem yang baru ini memperkenalkan teknologi penyangga batuan
yang baru, yaitu rock bolt dan shotcrete yang digunakan untuk keperluan berbagai
proyek seperti terowongan, tambang, lereng dan fondasi.
Klasifikasi Laufer (1958) memperkenalkan konsep Stand-up Time dimana
dapat ditentukan tipe dan jumlah penyangga di dalam terowongan secara lebih
relevan. Klasifikasi Deere, et. al (1968) memperkenalkan indeks Rock Quality
Designation (RQD) yang merupakan suatu metode sederhana dan praktis untuk
mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor. Konsep Rock Structure Rating
(RSR) dikembangkan oleh Wickham, et. al (1972) di Amerika Serikat yang
merupakan sistem pertama yang memberikan gambaran rating klasifikasi untuk
memberikan bobot yang relatif penting dari parameter klasifikasi. Klasifikasi
Bieniawski (1974) dengan Geomechanics Gasification (RMR system) dan Q-system
oleh Barton, et. al (1974) dikembangkan secara terpisah dan keduanya menyediakan
data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bolt
dan shotcrete.
21
IV.2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari klasifikasi massa batuan atau RMR (Rock Mass Rating)
adalah untuk:
1. Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat
massa batuan.
2. Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai
kesamaan sifat dan kualitas.
3. Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas
massa batuan.
4. Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu
tempat dengan kondisi massa batuan di tempat lain.
5. Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.
6. Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan
engineer.
Stand Up Time
Stand-up time adalah jangka waktu dimana terowongan dapat stabil tanpa
penyangga sesudah penggalian. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stand-up
22
time seperti orientasi dari sumbu terowongan, bentuk penampang terowongan,
metode penggalian dan metode penyangga. Grafik yang kami gunakan berupa grafik
RMR dan stand-up time (Lampiran 3).
23
3. Arah penggalian terowongan
c. Parameter C : efek aliran air tanah berdasarkan:
1. Kualitas massa batuan total yang disebabkan oleh kombinasi
parameter A dan B
2. Tidak seperti indeks RQD yang hanya dibatasi pada kualitas inti
3. Merupakan klasifikasi yang lengkap yang mempunyai input dan
output.
Nilai RSR untuk tiap seksi terowongan diperoleh dengan menjum-lahkan
bobot nilai angka untuk tiap parameter. RSR mencerminkan kualitas massa batuan
dengan kebutuhan akan penyangga. Nilai RSR = A + B + C dengan nilai maksimum
100.
Dimana :
RQD = rock quality designation
Jn = joint set number
Jr = joint roughness number
Ja = joint alteration number
Jw = joint water reduction number
SRF = stress reduction factor
24
Nilai Q dihubungkan dengan kebutuhan penyangga terowongan dengan
menetapkan dimensi ekivalen (equivalen dimension) dari galian. Dimensi ekivalen
merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat dengan membagi
span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yang disebut excavation
support ratio (ESR). (Lampiran 6). Hubungan antara dimensi ekivalen dengan
kualitas massa batuan (Barton et, 1974) didapatkan banyaknya baut dan panjangnya
baut dalam penyanggahan (Lampiran 7).
25