ABSTRACT
Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menerangkan hubungan filogeni dan variasi
genetik burung weris (Gallirallus philippensis) di beberapa lokasi di Minahasa
(Papontolen, Ranoyapo, Tondano, dan Wusa).
Hipotesis
Terdapat variasi genetik antara lokasi burung weris di Minahasa, serta
memiliki hubungan kekerabatan antarlokasi di Minahasa.
41
Alur Penelitian
Berdasarkan permasalahan umum dari burung-burung liar sebagai plasma
nutfah potensial untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein alternatif
ataupun sumber ekonomi masyarakat setempat adalah minimnya informasi
biologis, terutama informasi genetiknya.
Oleh karena itu, strategi eksplorasi karakteristik genetiknya harus dibuat
sebaik mungkin agar potensi yang baik ini dapat direalisasikan secara
berkesinambungan secara ekonomi dan ekologi. Untuk burung weris, diagram
alur tahapan penggalian informasinya dapat dilihat pada bagan berikut ini
(Gambar 10).
Untuk melihat
Apakah karakteristik Karakteristik genetik
keragaman intra-
genetik intraspesies berdasarkan marka
spesies di berbagai
berdasarkan sebaran DNA mitokondria
lokasi pengambilan
geografisnya beragam terutama Cyt-b
sampel darah
Perunutan nukleotida
Analisis Keragaman genetik,
dengan pembanding
dengan Mega jarak genetik dan
menggunakan primer
versi 4.0 pohon filogeni
spesifik
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel di Minahasa Selatan yang terdiri atas Desa Papontolen
dilakukan pada tanggal 24 Mei 2011, di Desa Tompaso Baru pada tanggal 3
Agustus 2011, di Minahasa Induk Desa Tondano pada tanggal 28 Mei 2011 dan
26 Juli 2011, dan di Minahasa Utara pada tanggal 6 September 2011. Peralatan
yang digunakan untuk pengambilan sampel ialah pukat warna hijau dengan
ukuran 40 m x 2 m, GPS, termometer yang dilengkapi dengan higrometer digital
(Max dan Min), dan kamera. Pukat dipasang sesuai panjangnya, yaitu 40 m yang
mengikuti luasan sawah, kemudian burung diusik kedepan dengan menggunakan
tali sehingga masuk kepukat dan terperangkap dipukat. Burung yang masuk
dipukat biasanya dalam ukuran sudah dewasa karena burung berukuran kecil yang
terjerat dipukat dapat keluar kembali. Sebanyak 150 ekor burung diperoleh dari
penangkap, dan 30 ekor burung weris diambil darahnya untuk sampel DNA.
Sebanyak 25 sampel yang disekuensing dan yang berhasil dialigment adalah 16
sampel (lokasi Papontolen 4 sampel, lokasi Tondano 4 sampel, lokasi Wusa 4
sampel, dan lokasi Ranoyapo 4 sampel).
Sampel Darah
Sampel darah burung weris diambil dengan menggunakan spuit pada vena
bagian sayap (vena jugularis) sebanyak 0.5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung
43
mikro (1.5 mL) yang telah diisi sebagian dengan alkohol absolut dan dikocok
sampai homogen. Kemudian, sampel ditambahkan lagi alkohol absolut sampai
tabung eppendorf penuh dan ditutup kembali. Sampel tersebut selanjutnya dibawa
ke laboratorium dan disimpan pada suhu kamar.
akses Gen Bank DQ485907), dan dari out group famili Rallidae, yaitu Rallus
longirostris (Nomor akses Gen bank DQ485908) (Fain et al. 2007).
Analisis rekonstruksi filogenetik menggunakan perangkat lunak MEGA
versi 4.0 (Tamura et al. 2007). Hasil perunutan dilihat hubungan kedekatan satu
sama lainnya berdasarkan jarak genetik Kimura 2 parameter dengan konstruksi
pohon filogeni menggunakan metode BootstrapNeighboor Joining 1000 kali
pengulangan.
a b c d
a. Wusa b. Tondano c. Ranoyapo d. Papontolen
Gambar 11 Habitat burung weris di persawahan di Minahasa.
Pada penelitian ini, spesies burung lain yang menempati habitat persawahan
(berdasarkan hasil identifikasi morfologis) yang pernah tertangkap oleh pukat
ialah Gallirallus torquatus, Gallinulla chloropus, dan Porphyrio porphyrio.
P3 P4 P5 P7 T1 T3 T4 T8 W3 W9 W7 W8 R4 R6 R8 R5
3
Dari seluruh sampel yang dianalisis berhasil diamplifikasi oleh primer
forward M101 dan primer revers M102 fragmen DNA sebesar 695 bp Gambar 13.
P3 P5 R4 R6 T1 T8 W3 W9 T4 T8 P4 P7 R8 W7 R1 R5
Gambar 13 Hasil elektroforesis pada gel agarose fragmen produk PCR (695 bp)
dari cyt b burung weris.
hanya 16 sampel (Gambar 13) yang berhasil diamplifikasi Gen Cyt b partialnya
secara lengkap.
Variasi Genetik Gen Cytochrome b pada Gallirallus philippensis
Hasil perunutan DNA (sekuen) produk Polymerase Chain Reaction (PCR)
gen cyt-b sampel burung Gallirallus philippensis dari 4 lokasi di Minahasa
menghasilkan runutan DNA yang layak disejajarkan (alignment) sepanjang 695-nt
(nukleotida). Dari 695 nukleotida burung weris yang disejajarkan maka terdapat
nukleotida yang sama (conserve) adalah 690 sedangkan nukleotida yang berbeda
(variable) ada 5 dengan 3 situs parsimony dan 2 situs singleton. Adanya 690 situs
yang berbeda, menunjukkan adanya perbedaan intraspesies.
Nukleotida yang berbeda atau (variable) mempunyai sifat parsimoni
(Parsimoni informatif sites). Hal ini berarti bahwa hasil runutan nukleotida
apabila data sequens (minimal dua sequens) diamati, dan dibandingkan dengan
data sekuen lainnya menunjukkan perbedaan dari dua data sequens lainnya.
Parsimoni terjadi pada situs ke 55, 180, dan 522. Namun, situs singletonnya
terjadi pada situs ke 500 dan 320.
Perubahan nukleotida yang menyebabkan subtitusi transisi (pyrimidin dan
pyrimidin) yaitu Cytocine (C) menjadi Thymine (T) sejumlah 12.03% atau
sebaliknya Thymin (T) menjadi Cytosin (C) sejumlah 14.58%, (purin dan purin)
Adenin (A) menjadi Guanin (G) sejumlah 5.73%, atau sebaliknya Guanin (G)
menjadi Adenin (A) sejumlah 12.56%. Perubahan nukleotida yang menyebabkan
subtitusi transversi (purin dan pyrimidin), yaitu Adenin (A) menjadi Cytocin (C)
sejumlah 8.79% atau sebaliknya Cytosin (C) menjadi Adenin(A) 7.9%, Adenin
(A) menjadi Tymin (T) sejumlah 7.25% atau sebaliknya Tymin (T) menjadi
Adenin (A) sejumlah 7.9%. Guanin (G) menjadi Cytocin (C) sejumlah 8.79%,
atau sebaliknya Cytosin menjadi Guanin sejumlah 3.6% (Lampiran 1).
Perbedaan nukleotida yang terjadi adalah subtitusi transisi lebih besar
dibandingkan dengan subtitusi transversi. Mutasi transisi umumnya terjadi selama
replikasi DNA sedangkan trasversi lebih terkait dengan sistem reparasi DNA yang
rentan terhadap kesalahan (Burn & Bottino 1988; Sofro 1994).
Hasil penjajaran sepanjang 695 nukleotida paling banyak ditemukan
fragmen nukleotida C (31.9%), diikuti dengan A (28.7%), T (26.3%) dan yang
48
paling sedikit adalah G (13.1%). Proporsi jumlah ini sesuai dengan pendapat
Kocher et al. (1989) bahwa untuk kelompok burung dan ikan, nukleotida yang
paling banyak adalah C diikuti A, T, dan G (Lampiran 1).
Tabel 4 Posisi perbedaan nukleotida dan haplotipe yang dihasilkan dari 16 sampel
(4 lokasi) G. philippensis
Sampel 1 3 5 5 Haplotip Lokasi
5 8 2 0 0
5 0 0 0 8 P T W R
P3 A A T T T 1 1
P4 . C C . . 2 2
P5 G C C . . 3 3
P7 G C C . . 3 3
T1 . C C . . 2 2
T3 . C C . . 2 2
T4 G C C C C 4 4
T8 G C C . . 3 3
W3 G C C . . 3 3
W9 G C C . . 3 3
W7 G C C . . 3 3
W8 G C C . . 3 3
R4 G C C . . 3 3
R6 G C C . . 3 3
R8 G C C . . 3 3
R5 G . C . C 5 5
Jumlah 5 3 3 1 2
Keterangan: Lokasi P (Papontolen), T (Tondano), W (Wusa), R (Ranoyapo)
Nukleotida G (Guanin), A (Adenin), T (Timin), C (Cytosin).
Keterangan: Papontolen [1] – [4]; Tondano [5] – [8]; Wusa [8] – [12]
Ranoyapo [13] – [16]
namun belum membentuk satu subspesies. Perbedaan yang terjadi hanya karena
tetua yang terlalu jauh.
Keempat lokasi pengambilan sampel letaknya memang cukup berjauhan,
namun masih dimungkinkan untuk terjadi perkawinan antara burung dari lokasi
yang satu, dengan lokasi yang lain karena masih dalam satu pulau dan tidak
dipisahkan oleh lautan sehingga kemungkinan ada aliran gen yang terjadi akibat
letak geografis burung weris yang berdekatan. Kemungkinan lain yang dapat
terjadi ialah introduksi yang tidak sengaja oleh para petani atau penangkap. Hal
ini dapat mengakibatkan terjadi perkawinan antara burung pada lokasi yang satu
dengan lokasi yang lain.
R6
R8
R4
W8
W7
w9
W3
T8
P7
P5
T4
R5
P3
A
P4
T1
T3
Q3
B
Q1
Q2
W8
R4
W7
w9
W3
T8
T4
P7
P5
R6
R8
A P3
R5
P4
T1
T3
G.Str
Ral. Long
G.Tor.Cel
G.Phi
B G.P.Phy
Simpulan
1. G. philippensis pada empat lokasi di Minahasa yaitu Papontolen, Ranoyapo,
Tondano dan Wusa, memiliki variasi genetik sebasar 0-0.007 dengan
perbedaan nukleotida, sehingga membentuk beberapa percabangan tetapi
masih satu klaster
2. G. philippensis pada empat lokasi di Minahasa berkerabat dekat.
3. G. philippensis yang ada di Minahasa dan yang di Australia memiliki
perbedaan genetik yang cukup besar.
4. G. philippensis asal Minahasa membentuk klaster tersendiri, berbeda dari G.
philippensis asal Australia dan G. philippensis philippensis. Hal ini perlu
diverifikasi lebih lanjut dengan mengelompokkan berdasarkan karakter lain
yang lebih akurat sebagai pembeda spesies, acuan dari preparat museum dan
penggunaan marka genetik untuk Barcoding spesies.
Saran
1. Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan lokasi penelitian
yang lebih luas dengan sampel yang lebih banyak, serta melakukan
karakteristik genetik tambahan untuk dapat membedakan jenis kelamin yang
tepat, baik pada burung weris muda dan tua.
2. Perlu dilakukan analisis marka genetik Barcoding CO1 untuk menentukan
apakah benar merupakan spesies Gallirallus tersendiri yang berbeda dari asal
daerah lain.
Daftar Pustaka
Taylor B, van Perlo B. 1998. A Guide to the Rails, Crakes, Gallinules and Coots
of the World: Pica Press.