Anda di halaman 1dari 11

Pemilihan sistem penimbunan batubara tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :

a. jumlah atau tonase batubara yang akan ditimbunkan harus disesuaikan dengan lamanya
masa penimbunan/penyimpanannya
b. luas daerah tanah atau kapasitas alat untuk penimbunan/penyimpanan yang tersedia
c. topografi lokasi daerah tempat penimbunan
d. kondisi iklim, dan
e. dampak lingkungan dan keselamatan.
Berdasarkan faktor-faktor ini, ada 2 (dua) cara penimbunan batubara yaitu :

1. pada daerah tanah lapangan yang terbuka, luas dan rata (bed stockpiling yard)
2. dengan menggunakan storage bin atau bunker.

Karena jumlah produksi (tonase) batubara dari suatu tambang umumnya besar, maka
cara penimbunan batubara yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan bed
stocking yard atau stockyard.
Disini diperlukan prosedur baku operasi untuk mencapai tujuan penimbunan batubara
yang aman dalam rangka :
a). untuk mencegah swapemanasan (self-heating) dan swabakar (spontaneous combustion)
supaya jangan sampai terjadi hot coal,
b). untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas dipandang dari segi parameter kualitas
komersialnya yaitu berupa :
+ kehilangan sifat pengkokasan dari batubara kokas (coking coals) sebagai
bahan baku (feedstock) untuk pembuatan kokas metalurgi, atau
+ penurunan nilai kalori batubara sebagai bahan bakar (solid fuel).
Untuk mencapai tujuan ini, maka prosedur operasional yang baku menganjurkan atau
merekomendasikan bahwa supaya :
a. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda ukuran (bongkahan, kasar
atau halus)
b. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang segar (fresh) dengan yang
teroksidasi atau lapuk ( oxydized or weathered coal)
c. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang berbeda kecenderungannya
terhadap swabakar
d. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kering dengan yang basah, atau
e. tidak menimbun secara bersama-sama batubara yang kotor (ROM-/raw- coal) dengan
yang bersih (washed/clean coal)
Beberapa faktor teori dan praktek yang harus dipertimbangkan untuk merekayasa
sistem manajemen penimbunan batubara yang baku dalam rangka menciptakan kondisi
lokasi dan prosedur operasional penimbunan batubara (coal stockyardand its operational
procedure)) yang aman adalah sebagai berikut :
1. Lokasi tempat penimbunan batubara
2. Sistem penimbunan batubara
3. Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran
4. Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan.

Lokasi tempat penimbunan batubara


Lokasi daerah tanah lapangan tempat penimbunan batubara (coal stockyard)
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- harus terletak di daerah yang stabil, rata dan luas,


- harus dilengkapi dengan sistem pengeringan air dan selokan buangan air
- harus dilengkapi dengan jalan masuk untuk semua jenis kendaraan (muat-angkut-tumpah
= load-haul-dump), khususnya alat gali/muat berupa tyre-wheeled loader, melalui pintu-
pintu pada tanggul/dinding penahan aliran angin yang mengelilingi tempat timbunan
batubara tersebut,
- harus dilengkapi dengan tanggul/dinding tanah di sekeliling tempat timbunan batubara
sebagai penahan aliran angin (wind shielder/breaker) setinggi sekitar 4,0 m disamping
sebagai penahan hanyutan partikel batubara halus keluar lokasi timbunan batubara, dan
- harus dilengkapi dengan peralatan pemadaman kebakaran berupa hydrant.

Sistem penimbunan batubara


Karena swabakar dari suatu jenis batubara di tempat timbunan atau penyimpanan
umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu udara dan panas, maka pencegahan
terjadinya swabakar hanya dapat dilakukan apabila salah satu dari kedua faktor ini
dihilangkan atau ditiadakan melalui tindakan pemadatan dalam memperkecil terjadinya
kontak antara partikel batubara dengan oksigen dari udara. Hal ini perlu dilakukan,
terutama untuk penimbunan atau penyimpanan jangka panjang (reserve storage or long
term consolidated stockpile (untuk jangka waktu penimbunan lebih dari 3 bulan) untuk
mencegah terjadinya penurunan kualitas batubara disamping untuk mengurangi bahaya
swabakar yang menyebabkan kebakaran. Pemadatan timbunan batubara harus dilakukan
secara sistematis yaitu dilakukan secara lapis demi lapis dimana setiap lapis yang
disebarkan merata setebal katakanlah 0,5 sampai 1,0 m dan langsung dipadatakan dengan
rubber-tired heavy mobile equipment, seperti loader dari pada dengan bulldozer yang
umumnya memakai track, untuk mencegah kehancuran partikel batubara lebih lanjut.
Permukaan datar dan kemiringan di sisi samping timbunan batubara harus
dikompakan. Perataan permukaan seharusnya dilaksanakan untuk mempermudah
pengeringan air dan penyemprotan air. Permukaan kemiringan bagian sisi timbunan
batubara sebaiknya dilapisi dengan bahan yang tidak mudah terbakar untuk mencegah
masuknya aliran udara ke dalam timbunan batubara tersebut. Dalam hal ini, terutama
untuk tempat timbunan batubara yang dikompakan berjangka panjang (reserve storageor
long term consolidated stockpile), sudut sisi miring sampai ke puncak timbunan harus
kurang dari sudut alami yang terbentuk oleh batubara yang ditimbunkan (angle of repose)
sekitar 45o. Biasanya sudut ini dibuat selandai mungkin sekitar 15o dan 30o atau rata-
rata 20o dari bidang datar tanah supaya alat pengompakan bisa bekerja aman.
Menurut informasi pustaka lama, tinggi maksimum timbunan yang dianjurkan
adalah kira-kira 2 – 3 m untuk tempat timbunan batubara baik yang berasal dari tambang
(ROM- coal) maupun yang bersih dari washplant (clean or saleable coal) yang tidak
dikompakan dengan waktu penimbunan berjangka pendek (live storage or short term live
unconsolidated stockpile). Dengan sistem penimbunan batubara yang dikompakan
(reserve storage), tinggi timbunan batubaranya bisa mencapai kira-kira 11 – 12 m,
terutama untuk penimbunan batubara bersih.

Sistem pemantauan suhu timbunan dan cara penanggulangi kebakaran


Suhu timbunan batubara harus dipantau secara teratur untuk mengetahui apakah
ada tanda-tanda (clues) terjadinya gejala swabakar dalam timbunan batubara tersebut
atau tidak. Adanya tanda-tanda naiknya suhu timbunan menunjukkan adanya oksidasi
batubara (self-heating) yang akan menimbulkan swabakar berupa hot coal dan kalau
gejala ini tidak diatasi atau dicegah, maka akan terjadi kebakaran.
Pekerjaan pengukuran suhu timbunan batubara dapat dilakukan dengan
menggunakan thermometer yang dimasukkan ke dalam sebuah pipa besi yang diberi
lobang-lobang dan berujung runcing dengan dasar tertutup. Pipa-pipa pemantauan suhu
ini sebagai titik-titik pemantauan suhu (temperature monitoring points) dipasang tegak
lurus ke dalam timbunan sedalam kira-kira 1,5 m dari permukaan timbunan dengan jarak
antar titik-titik pemantauan sekitar 5 m dengan pola persegi (square grid) yang meliputi
seluruh daerah timbunan yang diawasi tersebut. Suhu yang dicatat berupa data
pengukuran suhu diplot di peta daerah penimbunan batubara yang bersangkutan.
Pekerjaan pemantauan suhu pada tempat timbunan batubara yang berjangka panjang
(reserve storage) sebaiknya dilakukan 2 (dua) kali se minggu. Jika suhu timbunan menaik
lebih dari 5oC di atas suhu sekitarnya di permukaan (ambient temperature), pemantauan
suhu sebaiknya dilaksanakan setiap hari. Suhu kritis suatu jenis batubara tergantung
pada kemampuan dari batubara tersebut untuk beroksidasi (penyerapan oksigen = self-
heating) yaitu umumnya jenis batubara yang berkadar air-lembab (lengas), oksigen dan
zat-terbang = VM yang tinggi mempunyai kemampuan menyerap oksigen lebih tinggi,
terutama dari jenis batubara berperingkat rendah seperti sub-bituminous dan lignit).
Karena itu, suhu kritis timbunan dari jenis batubara berperingkat (kelas = rank) tinggi
yaitu anthrasit dan bituminous adalah 70o – 80oC, sedangkan dari jenis batubara yang
berperingkat rendah yaitu sub-bituminous dan lignit adalah 50o – 55oC. Jika suhu kritis
ini dilampaui, maka batubara panas (hot coal) akan terjadi dan segera harus diatasi atau
dicegah supaya tidak terjadi kebakaran dengan cara membongkar/menggalinya serta
disebarkan supaya dingin atau dipadamkan dengan semprotan air.
Ada 2 (dua) cara untuk mendeteksi gejala awal terjadinya self-heating batubara yang
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya swabakar berupa hot coal yaitu sebagai berikut :
a). Fisika : perkembangan self-heating batubara selalu diikuti dengan munculnya tanda-tanda :
keluarnya keringat (pengembunan uap air), kabut (haze), bau (odour), panas (heat), dan
asap.
b). Kimia : karena gas swabakar pada hot coal spot adalah CO2, CO, dan H2O, maka emisi CO dapat
dipakai sebagai tanda adanya gejala terjadinya swabakar.
Berbagai pilihan metode dan prosedur yang dapat diterapkan untuk mengendalikan
atau memadamkan hot coal akibat swabakar adalah sebagai berikut :

 inertisasi (inertization)
 penggalian hot coal (excavating the hot spot or fire)
 penyekatan (sealing off) dengan stoppings (dam semen, pasangan bata atau
sandbags)
 perendaman (flooding or inundation)
 pengeimbangan tekanan yang dilokalisir sehingga tidak terjadi kebocoran
udara (localized pressure balancing), dan
 pelapisan (coating) permukaan timbunan batubara dengan bahan bitumen
atau ter, atau
 penyuntikan atau penambalan kebocoran udara pada lapisan batuan di
sekitar dinding lubang bukaan tambang dengan menggunakan resin,
gypsum atau beton (sealants)

Sistem pengelolaan pengambilan kembali dari timbunan


Karena luasnya daerah tempat penimbunan batubara, maka pada prinsipnya ada 2
(dua) bagian daerah kegiatan yaitu daerah tempat penimbunan sementara (live storage)
untuk batubara yang dapat dijual (saleable coals) sesuai dengan syarat mutu baku
pasaran batubara baik yang dari tambang atau yang dari terminal batubara ekspor dan
daerah tempat penimbunan batubara yang sebenarnya untuk jangka panjang (reserve
storage) dimana proses penaburan (spreading) batubara yang ditimbunkan secara lapis
demi lapis melalui stacker boom yang dapat dilanjutkan dengan pemadatan per lapis
dengan menggunakan tyre-wheeled loader. Dengan kata lain, sistem pengaturannya
adalah bahwa batubara dari live storage sesuai dengan urutan kedatangan atau
penerimaan dan asal pengiriman batubara ditangani lagi secara sistematis yaitu first in –
first out untuk ditimbunkan ke tempat timbunannya sebenarnya (reserve storage) sebelum
didistribusikan juga secara sistematis untuk siap dikosumsi atau dipakai oleh unit PLTU –
Batubara secara sistematis. Biasanya posisi kedua daerah kegiatan ini saling berdampingi
mengikuti arah memanjang timbunan batubara (lihat Gambar 4.1) dimana peralatan yang
umum digunakan pada lokasi timbunan batubara (coal stockpile) yang luas, terbuka dan
rata ini terdiri dari : seperti alat gusur/gali berupa bulldozer, alat muat berupa tyre-
wheeled loader yang merangkap sebagai alat pemadatan partikel batubara yang
ditimbunkan secara lapis demi lapis, alat penimbun (tripper stacker) dan alat pengambil
batubara kembali (reclaimer).
PT. Bukit Asam (Persero)Tbk, merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
Pertambangan Batubara. PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim
dalam memproduksi batubara, membagi daerah penambangannya menjadi dua bagian, yaitu
Tambang Air Laya (TAL) dan Tambang Non Air Laya (NAL). Pada Unit Penambangan Air
Laya terdapat fasilitas penyimpanan sementara batubara yang terdiri dari stockpile 1 dan
stockpile 2. Stockpile pada Unit Penambangan Air Laya ini menggunakan sistem open
stockpile, dimana batubara yang di simpan berasal dari produksi Tambang Air Laya dengan
kualitas batubara yang berbeda disesuaikan dengan permintaan konsumen. Kegiatan
penimbunan batubara pada stockpile ini tidak mengikuti aturan yang baik yaitu batubara yang
pertama di timbun kemudian tidak di bongkar lebih dulu, sehingga pada stockpile terjadi
“spontaneus combustion” atau batubara terbakar dengan sendirinya dan juga timbul genangan
air yang bersifat asam pada sekitar stockpile. Pada stockpile I sistem penimbunan dan
pembongkaran batubara dengan metode coneply dan sudah mengikuti aturan yang baik
(FIFO) tetapi masih ditemukan pola penimbunan dengan LIFO batubara yang pertama
ditimbun tidak dibongkar terlebih dahulu. Dalam sehari jumlah batubara yang ditimbun
(11245.84 ton/hari) lebih besar daripada yang di bongkar (10831.56 ton/hari), kemudian pada
musim hujan masih terdapat genanganan air disekitar stockpile, ini dikarenakan kurangnya
perawatan landasan stockpile dan perawatan paritan sehingga bisa mengakibatkan timbulnya
genangan air asam. Pada stockpile II pola penimbunan dan pembongkaran menggunakan
metode chevron serta kurang baik dalam penanganannya karena masih dilakukan dengan cara
konvensional sehingga mengakibatkan batubara yang pertama di tumpuk tidak bisa diambil
pertama kali. Pada musim hujan juga kurang dilakukan perawatan landasan stockpile
sehingga sering terjadi genangan air di sekitar stockpile dan muncul gejala swabakar
dikarenakan saluran penirisan tidak berjalan lancar dan tertutup oleh batubara. Pemantauan
suhu juga tidak dilakukan. Pada stockpile ini metode penimbunan & pembongkaran batubara
tidak berjalan baik sehingga batubara yang ditimbun melebihi kapasitas dari batubara yang
dibongkar. Untuk itu perlu dilakukan upaya perbaikan terhadap sistem penimbunan yang
digunakan saat ini, sehingga kemungkinan terjadinya swabakar dan adanya genangan air
asam dapat dicegah atau dihambat sesegera mungkin, antara lain dengan cara : mengurangi
ketinggian timbunan batubara pada stockpile II mejadi 6 m, melakukan pemadatan timbunan
pada stockpile I dan stockpile II, memonitoring suhu dua kali sehari yaitu pada siang hari
antara pukul 11.30 – 12.30 dan pada sore hari antara pukul 15.00 – 16.00, penanganan segera
sistem penirisan terutama pada stockpile II dan serta perbaikan sistem pembongkaran
timbunan pada stockpile II menggunakan sistem FIFO. Dengan melakukan alternatif dan
upaya – upaya perbaikan terhadap sistem penimbunan di atas, maka diharapkan kemungkinan
terjadinya swabakar dan adanya genangan air asam dapat dicegah atau diperkecil.

Sekilas Mengenai Manajemen Stockpile Isya Ansyari di 12:38 a.m. Crusher Machine, Info
Tambang No Comments Stockpile Coalindo Adhi Nusantara Dokumentasi pribadi: Stockpile
batubara CPP Manajemen Stockpile (Stockpile Management) Batubara Manajemen
merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Dimana efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan rencana, dan efesien berarti bahwa tugas yang telah ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan perencanaan. Dalam kaitanya
dengan fungsi dari ROM stockpile batubara sebagai tempat penimbunan sementara maka
diperlukan sistem manajemen stockpile yang tepat. Penimbunan batubara merupakan salah
satu tahapan pentng dari kegiatan penanganan batubara. Apabila sistem penimbunan kurang
memadai maka dapat mengganggu kegiatan pembongkaran timbunan batubara di tempat
penimbunan, terutama bagi batubara yang mudah terbakar dengan sendirinya. Sehingga
dengan adanya upaya perbaikan manajemen timbunan, upaya menghindari gejala swabakar
dan upaya menghindari dan mengatasi timbulnya genangan air, proses terjadinya swabakar
dan genangan air pada penimbunan batubara dapat dicegah sekecil mungkin. Dalam proses
penyimpanan diharapkan jangka waktunya tidak terlalu lama, karena akan berakibat pada
penurunan kualitas batubara. Proses penurunan kualitas biasanya lebih dipengaruhi oleh
proses oksidasi dan faktor alam. Prinsif dasar pengelolan stockpile adalah penerapan sistem
FIFO ( First In First Out ), dimana batubara yang terdahulu masuk, harus dikeluarkan terlebih
dahulu. Disamping itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen stockpile
yaitu sebagai berikut : 1. Kontrol Temperatur dan Swabakar 2. Kontrol Terhadap
Kontaminasi dan Housekeeping 3. Kontrol Terhadap Aspek Kualitas Batubara 4. Kontrol
Terhadap Aspek Lingkungan Sistem FIFO ( First In First Out ) Sistem FIFO ( First In First
Out ) Fungsi Manajemen Stocpile Manajemen Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara
pengiriman dan proses. Juga sebagai persediaan strategis terhadap gangguan yang bersifat
jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga berfungsi sebagai proses homogenisasi
dan atau pencampuran batubara untuk menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan. Disamping
tujuan di atas stockpile juga digunakan untuk mencampur batubara supaya homogenisasi
yang bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe material dimana fluktuasi di dalam
kualitas batubara dan distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogenisasi ada dua tipe
yaitu blending dan mixing. Blending bertujuan untuk memperoleh produk akhir dari dua atau
lebih tipe batubara yang lebih dikenal dengan komposisi kimia dimana batubara akan
terdistribusi secara merata dan tanpa ada lagi jumlah yang cukup besar untuk mengenali salah
satu dari tipe batu bara tersebut ketika proses pengambilan contoh dilakukan. Dalam proses
blending batubara harus tercampur secara merata, sedangkan mixing merupakan salah satu
tipe batubara yang tercampur masih dapat dilokasikan dalam kuantitas kecil dari hasil
campuran material dari dua atau lebih tipe batubara. Proses penyimpanan, bisa dilakukan:
Dekat tambang, biasanya masih berupa lumpy coal Dekat Pelabuhan Ditempat Penggunaan
batubara Untuk proses penyiapan diharapkan jangka waktunya tidak lama, karena akan
berakibat pada penurunan kualitas batubara. Proses penurunan kualitas biasanya lebih
dipengaruhi oleh proses oksidasi dan alam. Kualitas Batubara menjelaskan mengenai
parameter-parameter kualitas yang biasa diujikan terhadap batubara dan interpretasinya serta
cara pengujiannya. Parameter kualitas batubara diantaranya adalah Basic Analysis (TM,
Proximate, Sulfur, dan calorific value).dan parameter lainnya seperti ultimate hardgrove
grindability index, ash analysis, dan ash fusion temperature. Manajemen Stockpile
menjelaskan mengenai bagaimana mengelola stockpile batubara dan mengontrolnya dengan
baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Manajemen stockpile adalah sebagai
berikut: 1. Pemantauan kuantitas (Inventory) dan movement batubara distockpile, meliputi
recording batubara yang masuk (coal in) dan recording batubara yang keluar (coal out) di
stockpile, termasuk recording batubara yang tersisa (coalbalance). 2. Menghindari batubara
yang terlalu lama di stockpile, dapat dilakukan dengan penerapan aturan FIFO (First in first
out) dimana batubara yang terdahulu masuk harus dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi resiko degradation dan pemanasan batubara. 3.
Mengusahakan pergerakan batubara sekecil mungkin di stockpile termasuk diantaranya
mengatur posisi stock dekat dengan reclaimer, Monitoring efektivitas dozing di stockpile
dengan maksud mengurangi degradasi batubara. 4. Pemantauan kuantitas batubara yang
masuk dan keluar dari stockpile termasuk diantara control temperatur untuk mengantipasi self
heating dan spocom. 5. Pengawasan yang ketat terhadap kontaminasi, meliputi pelaksanaan
housekeeping dan Inspeksi langsung adanya pengotor yang terdapat distockpile. 6. Perhatian
terhadap faktor lingkungan yang bisa ditimbulkan dalam hal ini mencakup usaha yaitu:
Control dust, penerapan serta pengawasan penggunaan spraying dan dust suppressant.
Adanya tempat penampungan khusus (fine coal trap) untuk buangan/limbah air dari drainage
stockpile. Penanganan limbah batubara (remnant & spilage coal). 7. Tidak dianjurkan
menggunakan area stockpile untuk parkir dozer, baik untuk keperluan Maintenance dozer
atau over shift operator. Kecuali dalam keadaan emergency dan setelah itu harus diadakan
house keeping secara teliti. 8. Menanggulangi batubara yang terbakar di stockpile. Dalam hal
ini penanganan yang dianjurkan sebagai berikut: Melakukan spreading atau penyebaran untuk
mendinginkan suhu batubara. Bila kondisi cukup parah, maka bagian batubara yang terbakar
dapat dibuang. Memadatkan batubara yang mengalami self heating atau sponcom. Batubara
yang mengalami sponcom tidak diperbolehkan langsung diloading ke tongkang sebelum
didinginkan terlebih dahulu. Untuk penyimpanan yang lebih lama bagian atas stockpile harus
dipadatkan guna mengurangi resapan udara dan air ke dalam stockpile. 9. Sebaiknya tidak
membentuk tumpukan batu bara kerucut dengan bagian atas yang cekung, hal ini
dimaksudkan untuk menghindari swamp di atas stockpile. 10. Mengusahakan bentuk
permukaan basement berbentuk cembung atau minimal datar, hal ini berkaitan dengan
kelancaran sistem drainage. Pengaturan penyimpanan (Storage Management) Pengaturan
penyimpanan batubara sangat penting karena hal ini berkaitan dengan masalah pemeliharaan
kuantitas dan kualitas batubara yang ditumpuk di stockpile. Manajemen penumpukan dimulai
dari pembuatan desain stockpile yang berorientasi terhadap pemeliharaan kuantitas dan
kualitas serta pada lingkungan. Berorientasi terhadap pemeliharaan kuantitas karena suatu
pengaturan penyimpanan harus mempertimbangkan faktor kapasitas stockpile yang dapat
semaksimum mungkin pada area yang tersedia tetapi tetap memperhatikan faktor kualitas dan
lingkungan, sedangkan berorientasi pada pemeliharaan kualitas karena desain suatu stockpile
harus mempertimbangkan faktor pengaturan kualitas yang effisien sehingga keperluan untuk
pengaturan kualitas seperti blending, segregasi penumpukan yang didasarkan pada kualitas
produk dan lain-lain. Kapasitas penyimpanan Batubara Kapasitas penyimpanan batubara di
stockpile menentukan desain suatu stockpile. Stockpile yang berkapasitas kecil dengan
batubara dengan kapasitas besar mungkin berbeda khususnya dalam penyiapan lahan dan
preparasi lahan tersebut. Pada stockpile dengan kapasitas yang besar, dasar stockpile harus
benar-benar kuat dan kokoh menahan beban yang besar. Kalau tidak, base stockpile tersebut
akan turun di bagian tengah, dan juga akan ikut menurunkan batubara yang ada di atasnya.
Dalam kondisi seperti itu akan terjadi kehilangan batubara di stockpile. Jumlah Produk yang
Dipisahkan Banyaknya jumlah produk yang akan dipisahkan menentukan luasan stockpile
yang diperlukan. Semakin banyak jumlah produk yang dipisahkan maka semakin pula besar
areal yang diperlukan. Fasilitas Penumpukan dan pemuatan Alat yang digunakan dalam
sistem penumpukan dan pemuatan batubara di stockpile juga mempengaruhi desain atau areal
stockpile yang digunakan. Penggunaan stacker-reclaimer dalam sistem penumpukan serta
pemuatan, membuat desain dan sistem penumpukan memanjang. Stacker-reclaimer juga
mempermudah dalam pemisahan batubara yang memiliki kualitas yang berbeda dan sekaligus
juga mempermudah dalam blending batubar-batubara tersebut. Tempat Produksi pada
Stockpile Digunakan untuk menyimpan hasil produksi batubara ( crushing ) dan selanjutnya
dimuat ke dalam tongkang. Produksi batubara tersebut sudah ter-sizing pada ukuran 1 sampai
50 mm. Ada 2 stockpile produksi yang mana masing-masing digunakan untuk setiap fasilitas
crushing dan loading barge. Kontrol Debu dan monitoring temperatur Envirocoal Secara
umum dust ( debu ) batubara berasal dari partikel yang berukuran – 0.5 mm ( fines ) yang
bersuspensi dengan udara, sehingga dalam usaha pencegahan debu adalah dengan melakukan
antisipasi terhadadap fines ( partikel halus ) tersebut. Penggunaan spray Air dapat dilakukan
untuk mengatisipasi debu, direkomendasikan spray yang digunakan adalah dalam bentuk fog
spray (kabut) karena lebih maksimal dalam menangkap debu. Untuk produk batubara
envirocoal, dalam proses penyemprotan air ditambahkan juga bahan surfactan yang
diproduksi oleh KAO disebut dengan PIC 103. Bahan surfactan ini dengan air akan terserap
dengan cepat kedalam batubara. Spray larutan ( Air + PIC 103 ) dengan dengan rate 5
ppm/ton batubara bisa dilakukan saat: – Dumping batubara di hopper – Memasuki screen /
divergator – Dibawah secondary crusher – Dibawah/dibagian belt conveyer Pemantauan
temperatur di stockpile dilakukan setiap hari ( daily basis ), menggunakan thermocouple.
Setiap pagi temperatur diukur dan dilihat trend-nya, juga dilihat adanya area-area stockpile
yang mempunyai potensial pemanasan.Bila ditemukan adanya titik pemanasan di area
stockpile, maka batubara di area tersebut akan diambil kemudian ditebar ( spreading ), setelah
dingin batubara tersebut dikembalikan ke stockpile dan selanjutnya dikompaksi. Kontrol
Terhadap Kontaminasi & Housekeeping Kontaminasi merupakan sesuatu yang hal sangat
tidak diinginkan dalam suatu proses produksi batubara selain dapat mempenagaruhi kualitas
batubara maupun performance daripada miner / penambang tersebut. Kontaminasi dapat
terjadi mulai dari tambang, proses rehandling, di stockpile maupun di vessel. Hal ini dapat
mengakibatkan claim atau complain dari suatu buyer. Kontaminasi di daerah tambang,
kontaminasi yang umum terbawa pada saat expose batubara antara lain overburden yang
berupa clay, tanah atau batuan lainnya. Hal ini berakibat akan meningkatnya kandungan abu (
ash content ) Kontaminasi proses rehandling, terjadi saat proses pengangkutan batubara.
Kontaminasi ini biasa berupa : – Terdapatnya sparepart kendaraat berat / potongan logam –
Kawat, besi, kayu, plastik, kaleng minuman, karet ban, dll – Kontaminasi di daerah stockpile.
Stockpile yang kurang bagus dapat menyebabkan suatu kontaminasi terhadap batubara itu
sendiri terutama dari basement / dasar dari stockpile akibat manuver-manuver dari suatu
dozer / traktor sehingga akan terangkat dasar stockpile yang berupa tanah, lempung atau batu
splite. Hal-hal yang perlu diperhatikan guna menghindari kontaminasi dari stockpile antara
lain : – Supervisi yang ketat semua aktivitas area stockpile – Pelaksanaan housekeeping –
Perawatan rutin peralatanyang digunakan, meliputi perawatan terhadap alat-alat plant
maupun terhadap alat berat yang digunakan di area stockpile. – Metal detector, berfungsi
untuk mencegah kontaminasi metal masuk ke stockpile maupun maupun batubara yang akan
dikeluarkan dari stockpile. Kontrol Aspek Kuality & Kuantity Kontrol aspek kuality batubara
di stockpile yang perlu dilakukan berupa : Penentuan / analisa kualitas batubara produksi
yang ada di stockpile, kemudian melakukan pengaturan stock sesuai type batubara produksi
di stockpile. Usaha mininimize resiko degradasi batubara ( pengaturan lama stocking,
aktitivitas alat berat distockpile, reclaime pit, dll ) Pengaturan blending ratio batubara.
Control dan monitoring semua faktor yang berdampak terhadap perubahan yang significan
terhadap nilai kualitas batubara selama di stockpile. Sedangkan terhadap aspek kuantity perlu
dilakukan sistem recording yang akurat terhadap inventory batubara dan pergerakan stock
batubara ( coal movement ) . Limbah padat & cair Selama pengelolaan stockpile batubara
limbah padat dan limbah cair merupakan resiko yang tidak bisa dihindari. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penangananan stockpile adalah perawatan basement stockpile,
pemukaan stockpile diusahakan bisa mengalirkan air ke arah sistem drainage yang tersedia.
Dalam hal ini bentuk yang ideal permukaan stockpile adalah sedikit cembung lebih tepatnya
seperti punggung kura-kura dan sistem Drainage, semua air dari stockpile dialirkan ke arah
sistem treatment limbah cair / padat serta memiliki sistem treament limbah yang memadai

read more~ http://learnmine.blogspot.co.id/2014/10/sekilas-mengenai-manajemen-


stockpile.html

Anda mungkin juga menyukai