Anda di halaman 1dari 189

COAL & ASH HANDLING

SYSTEM

IKA YULIYANI., ST. MT

1
 Pendahuluan
 Batubara
 Penanganan Batubara
 Stockpile Manajemen
 Ash Handling system
COAL HANDLING DI PLTU

 Pada PLTU batubara : Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar


batubara yang relatif besar jumlahnya diperlukan suatu penanganan
khusus yang dinamakan Coal Handling System.
Coal Handling System berfungsi menangani mulai dari pembongkaran
batubara dari kapal/ tongkang (unloading area) sampai ke area
penimbunan/ penyimpanan di stock area ataupun langsung pengisian
ke bunker (powerplant), yang selanjutnya digunakan untuk pembakaran
di Boiler.
Sistim Penanganan Batubara
Sistim Penanganan Batubara
Sistim Penanganan Batubara

Reclaiming Stacking
2000 4000

1A 1B 1C 1D 1E
Pengertian batubara (Coal)

Batubara adalah bahan bakar fosil (fossil fuel).

Bahan bakar fosil adalah bahan bakar yang jika


terbakar (combustible), maka akan
menghasilkan panas.
Unsur pada bahan bakar yang menghasilkan
panas utamanya terdiri dari carbon C,
hydrogen H dan oxygen O; serta sulphur S dan
nitrogen N.
Penggunaan Batubara

Metallurgical (coking) coals :


untuk arang kokas
(coke) digunakan dalam proses pembuatan
baja

Steaming coals :
untuk pembangkit tenaga
dan/atau pabrik semen

Conversion and special coals :


untuk produksi
gas/bahan bakar cair dan produk turunan
dari batubara
Classification of Coals
Scientific classification

Coalification High Low

Anthracite Bituminous Lignite Brown-Coal Peat


Commercial classification

Utilization Coking coal for coke and gas


Steam coal for power generation
Anthacite for briquetting
PENGGOLONGAN DAN KLASIFIKASI BATUBARA

Penggolongan batubara berbeda-beda dan akan tergantung pada


negaranya masing-masing.
• Australia membagi batubara-nya menjadi dua golongan besar: Black
Coal dan Brown Coal. Batas antara kedua golongan batubara itu ialah
nilai specific energy-nya yaitu: 5700 Kcal/kg dalam basis d.a.f.
• Inggris dan ISO menggolongkan batubara menjadi hard coal dan soft
coal (termasuk pada soft coal adalah brown coal dan lignit)
• Dalam standar Amerika (ASTM) menggolongkan batubara dan
sekaligus mengklasifikasikan batubara berdasarkan rank menjadi 4
golongan besar yaitu:

antrasit, batubara bitumen, batubara sub-bitumen


dan lignit. Dan dibawahnya, ada gambut (peat)
JENIS-JENIS BATUBARA

Batubara dikelompokkan menjadi empat


kategori atau ranks, yaitu:

1. anthracite
2. bituminous
3. subbituminous
4. lignite

Peat tidak termasuk sebagai batubara


Scientific Classification
Low rank coal:
- lignite
- subbituminous

Karakteristik low rank coal:

• Inherent Moisture tinggi


• Total Moisture tinggi
• Calorific Value rendah
• Hardgrove Index tinggi
• Volatile Matter tinggi
KARAKTERISTIK BATUBARA
Sifat Batubara (Coal Properties)

• Coal properties dievaluasi dengan methods


berbeda-beda

• Metoda yang umum digunakan adalah Proximate


Analysis dan Ultimate Analysis.

• Proximate analysis menyajikan Moisture, Ash and


Volatile matter, sedangkan Fixed Carbon
diperoleh dengan metoda lain.

• Ultimate Analysis menyajikan komposisi


elemental dari batubara.
KUALITAS BATUBARA

Parameter Kualitas Batubara


 Total Moisture
 Proximate
 Total Sulfur
 Calorific Value
 HGI
 Ultimate Analysis
 Ash Fusion Temperature
 Ash Analysis

24
Penanganan Batubara

Penanganan masalah dalam batubara antara lain :


 Batubara dapat terbakar sendiri.
 Batubara dapat menimbulkan ledakan
 Batubara dapat menimbulkan pencemaran,
kalau ada angin kencang debunya beterbangan
kemana-mana
Combustion ” triangle “

 Bahan bakar harus ada dalam juml


ah dan konsentrasi yang cukup. Bis
a berupa zat cair, uap atau debu y
ang dapat terbakar.
 Suplai oksigen. Kondisi atmosfir
ledakan, udara sekitar mengandun
g oksigen 20%.
 Sumber penyulutan (energi listrik,
percikan / gesekan, reaksi kimia, Sumber Bahan Bakar
tekanan gas dll)
Sebab-Sebab Terbakar Sendiri

 Batubara merupakan bahan bakar organic dan apabila


bersinggungan langsung dengan udara dalam keadaan
temperature tinggi (misalnya musim kemarau yang
berkepanjangan) akan terbakar sendiri.
 Keadaan ini akan dipercepat oleh :
Rekasi eksothermal (uap dan oksigen diudara), hal ini
yang paling sering terjadi.
Bacteria
Aksi katalis dari benda-benda anorganik
Penanggulangan Batubara
Yang Terbakar Sendiri

 Bila batubara ditimbun ditempat penimbunan yang


tertutup (indoor storage) maka tempat penyimpanan
tersebut bersih dari endapan-endapan debu batubara,
terutama yang ditemukan dipermukaan alat-alat.
 Perlu ada perawatan yang terus menerus dan konstan.
 Bila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage)
maka sebaiknya dipilihkan tempat yang rata dan tidak
lembab, hal ini untuk menghindari penyusupan
kotoran-kotoran (impurities).
Penanggulangan Batubara
Yang Terbakar Sendiri

 Untuk batubara yang berzat terbang tinggi perlu


dipergunakan siraman air (sprinkler).
 Penyimpanan batubara yang terlalu lama juga
membahayakan, paling lama sebaiknya 1 bulan.
 Tingginya onggokan tumpukan batubara memang
sulit untuk ditentukan sebab masing-masing
tempat penimbunan memiliki kondisi sendiri-
sendiri antara lain iklim, kelembaban, penyinaran.
Pengecekan Temperatur

 Untuk mengetahui temperatur maksimum dari


onggokan batubara dapat ditentukan 1-2 m di
bawah permukaan dari tumpukan.
 Caranya : buat lubang vertikal dibantu dengan pipa
berperforasi.
 Kegunaan pipa agar lubang tidak tertimbun
batubara lagi sedang kegunaan perforasi agar
temperatur di dalam lubang sama dengan
temperatur dalam onggokan.
 Pada timbunan terbuka, penggunaan siraman air
dengan menggunakan sprinkler system yang
otomatis akan sangat membantu dalam usaha
mencegah kebakaran batubara
Ledakan Batubara
Ledakan debu batubara disebabkan oleh :
1. Ukuran partikel debu : <20 mesh (=0,833 mm)
2. Terdapat hubungan antara zat terbang dan derajat peledakan

Volatile _(%)
Volatite _ Ratio 
Volatile _(%)  Fixed _ Carbon _(%)

 Apabila volatile ratio >0,12 maka kemungkinan terjadinya ledakan


debu batubara selalu ada.
 Bila komponen abu dalam debu batubara >70-80% maka tidak
perlu takut bahaya ledakan.
 Kondisi untuk meledak akan terjadi bila partikel-partikel halus
cukup waktu mengembangnya (floating time).
 Juga adanya gas-gas pembakar dalam udara dapat membantu
terjadinya peledakan.
Ledakan

 Bahan bakar
 Oksigen
 Sumber Panas
 Tahanan/hambatan
 Ruang terisolasi
Cara Penanggulangan Ledakan

1. Gunakan gas inert (gas N2). Gas ini cukup mahal


harganya, selain itu juga cepat menguap sehingga
selalu harus diperiksa valve pressurenya.
Tempatkan tabung gas N2 ini didalam tempat
penyimpanan batubara gerus (pulverized coal bin),
juga dibagian filter (B/F).
2. Dilakukan pembersihan secara periodik untuk
menghindari pembentukan endapan debu batubara
3. Menghilangkan kemungkinan sumber tercapainya
titik sulut batubara (ignition point) didalam
instalasi
Cara Penanggulangan Ledakan

4. Perhatikan, dicari dan temukan sumber kebakaran


sedini mungkin
5. Dalam hal timbunan batubara ditutupi dengan
plastic usahakan agar konsentrasi O2 kurang dari
12%.
.
Cara Penanggulangan Ledakan

 Control operator panel (CPO) di pipa ditaruh


didalam timbunan batubara kemudian distel pada
temperatur tertentu.
 Apabila temperatur timbunan batubara
meningkat dan melebihi temperatur yang distel di
CPO, maka sprinkler otomatis akan bekerja
sendiri menyirami timbunan batubara tersebut.
Penanganan Debu Batubara
 Lembaran plastik penutup timbunan batubara adalah
yang terbaik, diusahakan tidak menggunakan plastik
berwarna gelap.
 Timbunan dipadatkan dengan bulldozer untuk
mengurangi hadirnya oksigen di dalam sela-sela
batubara.
 Pada timbunan batubara terbuka permukaan
timbunan sebaiknya disemprot dengan cairan yang
mengeraskan permukaan.
 Cairan ini adalah produk tambahan dari pengilang
minyak.
Penyimpanan dan Penjagaan yang Aman dari
Batubara

Batubara harus dalam penyimpanan dan penjagaan


yang aman untuk mencegah pembakaran spontan
batubara, tersapu oleh hujan, bahkan tertiup oleh angin
yang kuat yang menyebabkan kerugian ekonomi yang
tidak perlu. Untuk menghindari terjadinya situasi di
atas, kita harus memperkuat penyimpanan batubara
dan manajemen kerja.
1. Pelapukan Batubara
Untuk zat organic yang terkubur lapisan batubara, karena peran
faktor alam dalam waktu yang lama sebelum penambangan, sifat
fisik, kimia dan karakteristik proses telah mengalami perubahan
yang signifikan, fenomena ini dikenal sebagai pelapukan. Secara
umum, pelapukan batubara mengacu pada batubara yang telah
lapuk di stok area batubara. Ketika menumpuk dan menyimpan
batubara, batubara lapuk tidak dapat ditumpuk bersama-sama
dengan batubara buruk sehingga tidak mempengaruhi kualitas
batubara mentah.
2. Oksidasi Batubara
Karena peran oksigen di udara, batubara yang ditambang keluar
kehilangan kilau permukaan dan menghasilkan warna merah atau
karat putih, meningkatkan kadar air, bongkahan batubara pecah
menjadi serbuk, fenomena ini dikenal sebagai oksidasi batubara.
Setelah oksidasi, kadar karbon batubara berkurang cepat dan
bahkan menghilang, kandungan oksigen batubara naik serta
kandungan karbon, hidrogen, nitrogen dan sulfur organik turun.
Komponen volatile batubara yang teroksidasi adalah tinggi dan
peningkatan karbondioksida. Kadar karbon batubara teroksidasi
menurun, setelah oksidasi, kadar karbon batubara akan menurun
lebih cepat.
3. Pembakaran Spontan Batubara

Jika panas yang dilepaskan dalam oksidasi batu bara tidak bisa
dilepaskan keluar dan menumpuk dalam penyimpanan batubara, maka
suhu penyimpanan batubara akan naik dan mencapai titik pengapian,
yang akan menyebabkan pembakaran spontan.

Batubara dengan tingkat metamorf rendah memiliki titik pengapian


rendah dan lebih mudah teroksidasi dan masuk ke pembakaran spontan.
Singkatnya, titik pengapian adalah salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pembakaran spontan.

Oleh karena itu, kita harus mengetahui kisaran titik pengapian batubara
yang digunakan sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat
sebanyak mungkin untuk mencegah pembakaran spontan.
Penyimpanan Batubara
Untuk menurunkan tingkat oksidasi dan untuk mencegah pembakaran
spontan batubara dalam penyimpanan, poin-poin berikut harus
diperhatikan ketika batubara disimpan di stok area batubara.

 Batubara dalam penyimpanan harus tidak terlalu banyak atau terlalu


sedikit, umumnya sangat cocok untuk menyimpan jumlah yang dapat
memenuhi pembangkit bekerja selama 7-15 hari.
 Simpan secara terpisah sesuai dengan jenis batubara.
 Perhatikan lingkungan penyimpanan batubara. Batubara tidak dapat
ditumpuk di tempat dekat uap, pemanas atau pipa air panas, dan harus
jauh dari sumber panas dan listrik.
 Stok area batubara yang terbaik adalah tanah yang di semen, harus
kering dan datar dengan drainase alam yang baik.
 Memantau suhu penyimpanan batubara secara berkala untuk mencegah
pembakaran spontan.
• Ketinggian maximum dari tumpukan batu bara kira-kira 13,3 m, ini
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya api yang disebabkan oleh
beroksidasinya udara yang terjebak dalam timbunan batu bara.
Permukaan luar dipadatkan sebisa mungkin dengan cara menjalankan
kendaraan diatasnya.
Pengambilan Timbunan

Hal yang perlu diperhatikan ketika akan mengeruk batu bara


dan memasukannya ke boiler adalah kondisi batu bara yang
jelek akan dapat mengakibatkan fluktuasi beban dan efisiensi.

 Batu bara yang basah, lengket akan menyumbat chute,


bunker dan belt feeder atau bahkan akan menurunkan
beban akibat gangguan mill.
 Kandungan air dapat berpengaruh besar pada unjuk kerja
mill serta efisiensi pembakaran yang disebabkan oleh
penguapan sejumlah besar air pada ruang bakar dan keluar
ke cerobong.
 Cara pengerukan bertahap sepanjang lintasan penimbunan
pada umumnya lebih disukai karena akan menjamin bentuk
dari timbunan tetap terjaga.
 Hal yang perlu diperhatikan adalah tetap menjaga pinggiran
timbunan batubara selalu dalam keadaan baik.
 Bila terjadi kerusakan/ kelongsoran harus segera diperbaiki
agar selalu permukaan timbunan batubara yang
bergelombang akibat pergerakan harus segera diratakan
kembali.
 Ini bisa dilakukan dengan menggunakan mobil scraper
dengan cara menurunkan penyendok untuk meratakan
permukaan timbunan batubara.
 Permukaan yang berombak akan terpotong pada bagian
yang tinggi oleh penyendok dan kemudian dicurahkan pada
daerah yang rendah.
 Dalam pengerukan timbunan dapat digunakan teknik yang
sama dengan teknik penimbunan dengan cara memilih
jalur-jalur pergerakan sehingga dalam langkah pengerukan
sekaligus juga akan diperoleh langkah pemadatan.
 Selama melakukan pengerukan, kendaraan hendaknya
dijalankan dengan kecepatan lambat.
 Permukaan yang bergelombang akan menyebabkan erosi
akibat angin dan menimbulkan alur-alur bila turun hujan
lebat.
Bentuk Timbunan
 Untuk keperluan pemeliharaan, penyimpanan dan
operasi dari mesin-mesin, maka kemiringan sisi
timbunan dibuat 1 banding 3.

 Bila ada lereng yang menjadi curam, jalan masuk


melalui jalur yang lebih panjang harus dibuat untuk
mendapatkan rute`yang aman. Selain itu harus juga
diperhatikan bahwa pemadatan bagian tepi jalur rute
kendaraan harus benar-benar baik.
Untuk membuat timbunan dengan lereng yang curam, perlu
diperhatikan beberapa faktor seperti :

 Kunci keberhasilan pemeliharaan penimbunan yang baik


adalah mengetahui dengan baik adalah mengetahui
dengan baik cara pemadatan sehingga memperkecil
timbulnya panas dan menjaga longsornya lereng–lereng
timbunan.
 Setiap penimbunan terutama pada timbunan yang tinggi
dengan lereng yang terjal, bila ada hujan besar akan
terbentuk alur aliran air yan dapat menimbulkan keruntuhan
timbunan.
 Air yang masuk ketimbunan batubara akan menambah
gangguan timbunan.
Pemeliharaan Timbunan
Pengalaman telah menunjukan bahwa resiko terbesar dari
kerusakan penyimpanan batubara terjadi pada bulan-bulan dari
waktu penimbunan. Bila pemanasan tidak terjadi pada periode
ini, pada umunya timbunan akan aman dari api. Tetapi
pengawasan yang terus-menerus tetap perlu dilakukan.

Pemeriksaan harus meliputi :


1. Mengenali daerah yang panas.
2. Daerah batu bara yang berkurang / diambil.
3. Bentuk penimbunan yang jelek dan rusak.
4. Permukaan batu bara yang tidak rata.
5. Erosi akibat angin dan hujan.
MANAJEMEN STOCKPILE
BATUBARA

51
MANAJEMEN
Manajemen merupakan suatu proses :
PERENCANAAN
PENGORGANISASIAN
PENGKOORDINASIAN
DAN
PENGONTROLAN SUMBER DAYA

untuk mencapai sasaran


secara efektif dan efesien

Dimana efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan rencana,
dan efesien berarti bahwa tugas yang telah ada dilaksanakan secara benar,
terorganisir dan sesuai dengan perencanaan.
STOCKPILE
Pengertian Stockpile adalah merupakan
tempat penyimpanan/ penumpukan
batubara.

Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara penerimaan


dan proses pengiriman ke coal bunker,sebagai persediaan
strategis terhadap gangguan yang bersifat jangka pendek
atau jangka panjang.

Stockpile juga berfungsi sebagai proses homogenisasi dan


atau pencampuran batubara untuk menyiapkan kualitas
yang dipersyaratkan.
Manajemen Stockpile

Dalam Manajemen Stockpile Ada 3


Point yang harus diperhatikan :

1.Storage Management
2.Quality & Quanitity Management
3.Blending Management
1.Storage Management
Pengaturan penyimpanan batubara sangat penting
karena hal ini berkaitan dengan masalah
pemeliharaan kuantitas dan kualitas batubara
yang ditumpuk di stockpile.

Manajemen penumpukan dimulai dari


pembuatan desain stockpile yang
berorientasi terhadap pemeliharaan
kuantitas dan kualitas serta pada
lingkungan.
Dalam mengatur penyimpanan batubara di stockpile,
hal hal yang perlu diperhatikan adalah:

Desain Stockpile

Sistem Penumpukan
1.1 Desain Stockpile

Desain dari suatu stockpile ditentukan oleh


beberapa hal berikut ini :

1. Kapasitas penyimpanan batubara.

2. Banyaknya jenis product yang akan


Dipisahkan di stockpile.

3. Fasilitas dan sistem penumpukan


dan Pemuatan
1.1.1 Kapasitas penyimpanan Batubara

Kapasitas penyimpanan batubara di stockpile


menentukan desain suatu stockpile.

Stockpile yang berkapasitas kecil dengan batubara


dengan kapasitas besar mungkin berbeda khususnya
dalam penyiapan lahan dan preparasi lahan tersebut.
Pada stockpile dengan kapasitas yang besar, dasar
stockpile harus benar-benar kuat dan kokoh menahan
beban yang besar.

Kalau tidak, base stockpile tersebut akan turun di bagian


tengah, dan juga akan ikut menurunkan batubara yang
ada di atasnya. Dalam kondisi seperti itu akan terjadi
kehilangan batubara di stockpile.
Desain Suatu Stockpile Batubara

Base stockpile dibuat benar-benar padat dan kuat


disesuaikan dengan berat beban yang akan ditopang

Permukaan dasar stockpile harus dibuat agak cembung

Sekeliling stockpile dibuatkan paritan atau saluran air


yang semuanya menuju settling pond
Kapasitas penyimpanan
Batubara

Dozer akan Dasar


mendorong Bagian base Stockpile
Dengan level yang turun batubara
lurus Dan akan terisi
batubara

61
Desain Suatu Stockpile Batubara

Di sekeliling stockpile dipasang instalasi spraying.

Di sekeliling stockpile dibuatkan windshield atau


penangkal angin.

Stockpile dibuat memanjang searah dengan arah angin


dominan
Proses penyimpanan dapat dilakukan di dekat
pelabuhan and di tempat pengguna batubara.

Untuk proses penyimpanan diharapkan jangka waktunya


tidak terlalu lama, karena akan berakibat pada penurunan
kualitas batubara, proses penurunan kualitas tersebut
biasanya lebih dipengarugi oleh oksidasi dan alam.
Barikut beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam management stockpile:

1. Monitoring quantity
(inventory) dan movement
batu bara di stockpile, meliputi
recording batubara yang masuk
(coal in) dan recording batu
bara yang keluar (coal out) di
stockpile, termasuk recording
batu bara yang tersisa (
remnant of coal ).
2.Menghindari batubara terlalu lama di stockpile,
dapat dilakukan dengan penerapan aturan FIFO
(first in fist out), dimana batu bara yang terdahulu
masuk harus dikeluarkan (loading) terlebih dahulu.
Hal ini dengan maksud mengurangi resiko
degradation dan pemanasan batu bara.

3. Mengusahakan pergerakan batu bara sekecil


mungkin di stockpile, termasuk diantaranya mengatur
posisi stock dekat dengan reclaime, monitoring
effectivitas dozing di stockpile dengan maksud
mengurangi degradasi batu bara.
4. Monitoring quality batu bara yang masuk dan yang
keluar dari stockpile, termasuk diantara control
temperatur untuk mengantisipasi self heating dan
spontaneous combustion.

5. Pengawasan yang ketat terhadap kontaminasi,


meliputi :

• Pelaksanaan housekeeping, tidak


diperkenankan membuang sampah
sembarangan di area stockpile.

• Inspeksi langsung adanya kotoran yang


terdapat di stockpile. Menentukan sumber
kontaminasi dan kemudian melaporkan
kepada pihak yang berkompeten untuk
tindakan preventive.
6. Perhatian terhadap faktor lingkungan yang bisa
ditimbulkan, dalam ini mencakup usaha :

• Control dust, penerapan dan pengawasan penggunaan


spraying & dust supressant.

• Adanya tempat penampungan khusus (fine coal trap) untuk


buangan / limbah air dari drainage stockpile.

• Penanganan Waste Coal ( remnant & spillage coal )

7. Tidak dianjurkan menggunakan area stockpile untuk parkir


dozer, baik untuk keperluan maintenance dozer atau overshift
operator. Kecuali dalam keadaan emergency dan setelah itu
harus diadakan housekeeping secara teliti.
8. Menanggulangi batubara terbakar di stockpile. Dalam hal ini
penanganan yang diajurkan adalah sebagai berikut :

• Melakukan spreading / penyebaran untuk mendinginkan batu bara.


Bila kondisi cukup parah, maka bagian batu bara yang terbakar dapat
dibuang.

• Memadatkan (kompaksi) batu bara yang mengalami self heating atau


spontaneous combustion.

• Tidak diperbolehkan menggunakan air dalam memadamkan batubara


yang mengalami spontaneous combustion.

• Batu bara yang mengalami spontaneous combustion tidak diperboleh


langsung diangkut ke conveyor sebelum dilakukan pendinginan
terlebih dahulu.
• Untuk penyetokan yang relatif lama bagian atas stockpile harus
dipadatkan (kompaksi), guna mengurai resapan udara dan air ke dalam
stockpile.
9. Sebaiknya tidak membentuk stockpile dengan
bagian atas yang cekung, hal ini untuk menghindari
swamp di atas stockpile.

10.
Mengusahakan kontur
permukaan basement berbetuk
cembung atau minimal datar, hal ini
berkaitan dengan kelancaran system
drainage.
Manajemen yang efisien dari lapangan penumpukan:

• Menyediakan akses yang mudah untuk penyimpanan material.


• Memaksimalkan faktor jarak muatan yang efisien.
• Mencapai tumpukan yang diinginkan dengan sedikit pergerakan
penumpukan.
• Kemiringan penumpukan yang dapat dijangkau peralatan.
• Memperoleh keseragaman dan campuran yang diinginkan.
• Mengatur keseragaman, integritas dan kualitas batubara yang
disimpan.
• Meminimalisasi kebutuhan tenaga manusia.
• Memaksimumkan perlatan dan ketersediaan peralatan.
Menyediakan sistem yang aman.
• Dapat mengatasi potensi timbulnya api pada batubara.
• Mengurangi biaya penyediaan batubara per-ton nya.
• Mengoptimumkan penggunaan lahan dengan efisiensi
perbandingan ton per hektar yang tinggi dengan penyimpanan
dan permintaan lingkungan.
Banyaknya jumlah product yang
akan dipisahkan menentukan
luasan stockpile yang diperlukan

Semakin banyak jumlah


product yang dipisahkan
semakin besar areal yang
diperlukan
1.1.3 Fasilitas Penumpukan

.
Alat yang digunakan dalam sistem penumpukan dan
pemuatan batubara di stockpile juga mempengaruhi
desain atau areal stockpile yang digunakan.

Penggunaan stacker-reclaimer dalam sistem penumpukan


dan pemuatan, membuat desain dan sistem penumpukan
memanjang.

Stacker-reclaimer juga mempermudah dalam pemisahan


batubara yang memiliki kualitas yang berbeda dan
sekaligus juga mempermudah dalam blending batubar-
batubara tersebut.
Stackers (coal handling)
Stackers (coal handling)
Scraper Reclaimers
Stacking Methods

reclaiming
Typical Storage Arrangements
Power Plant Stacking 1100 t/h
Gersteinwerk
Reclaiming 1125 t/h
Germany

Blending Bed
of Longitudinal Shape
Scraper Reclaimers (coal handling)

First Cantilever Reclaimers for power plant


coal yard KW Scholven in 1968
Scraper Reclaimers (coal handling)

Cantilever Reclaimer
(discharge via drag trough)
Scraper Reclaimers (lignite
handling)

Worldwide largest single boom Portal


Scraper Rail Span 62,5m, Reclaim
Capacity 2.400t/h
1.2 Sistem Penumpukan

Dalam penumpukan Batubara harus memenuhi Syarat sebagai


berikut :
• Sekeliling tumpukan batubara harus dapat diakses oleh unit
maintenance seperti Wheel Loader atau Excavator.

• Penumpukan harus memanjang searah dengan prevailing


wind (arah angin dominan)

• Setiap penumpukan harus dipastikan ditrimming agar tidak


terdapat puncak-puncak kecil diatas tumpukan batubara

• Slope permukaan stockpile yang menghadap ke arah angin


harus dilandaikan sudutnya, bila perlu dipadatkan.
Syarat Teknis Penimbunan

Pelaksanaan penimbunan dan pembongkaran


yang dilakukan harus dapat dilakukan pengaturan
penimbunan atau pembongkaran yang baik. Hal ini
untuk menghindari terjadinya penimbunan yang
melebihi kapasitas penimbunan.

Dalam hal ini perlu


diperhatikan teknis
penimbunannya.
Typical Storage Arrangements

Buffer Storage of Longitudinal Shape


Keadaan Tempat Penimbunan
Keadaan tempat timbunan yang berpengaruh
terhadap syarat teknis penimbunan adalah sebagai
berikut:

a) Persiapan Lantai Timbunan


b) Area Penimbunan yang Bersih
c) Penangkal Angin atau Wind Sield
d) Sumber Air Bertekanan Tinggi
e) Saluran Air di Sekeliling Stockpile
f) Posisi Timbunan
Pemadatan pada Permukaan Menghadap
ke Arah Angin
Pola Penimbunan

Sistem penimbunan memiliki dua metode yaitu:

• metode penimbunan terbuka (open stockpile)


• metode penimbunan tertutup (coverage storage).

Penimbunan yang umum dilakukan dengan


metode penimbunan terbuka (open stockpile).

Open stockpile adalah tempat penumpukan


material diatas permukaan tanah secara
terbuka dengan ukuran sesuai tujuan dan
proses yang digunakan.
Pola penimbunan antara lain sebagai berikut:

a) Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu
ujungnya sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan
dilanjutkan menurut panjang stockpile. Pola ini menggunakan
alat curah, seperti stacker reclaimer.
b) Chevron merupakan pola dengan menempatkan timbunan satu
baris material, sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara
bolak balik hingga mencapai ketinggian yang diinginkan. Pola ini
baik untuk alat curah seperti belt conveyor atau stacker reclaimer.
c) Chevcon merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara
pola penimbunan chevron dan pola penimbunan cone ply.
d) Windrow merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar
sepanjang lebar stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang
dikehendaki tercapai. Umumnya alat yang digunakan adalah
backhoe, bulldozer, dan loader.
Macam-macam pola penimbunan

Chevron Chevcon

Cone Shell Windrow


Penanganan Timbunan Batubara

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penanganan


timbunan batubara diantaranya yaitu:

a) Mengurangi Ketinggian Stockpile


b) Pemadatan Timbunan
c) Mengurangi Sudut Timbunan Batubara
d) Menambahkan Additive Pada Saat Pembongkaran
e) Pemantauan Suhu Timbunan pada Stockpile
f) Melakukan Manajemen FIFO (First In First Out)
Sistem FIFO ( First In First Out )
Volume Timbunan Batubara

Syarat memenuhi target produksi


yang direncanakan maka diperlukan
area stockpile yang
luas dengan kapasitasnya mampu
menampung rencana
produksi batubara yang diinginkan.

Geometri timbunan batubara di


stockpile terdiri dari tinggi,
sudut kemiringan, panjang dan lebar,
namun tergantung dari bentuk
bangun atau dimensinya
Circular Stacker / Reclaimers (coal handling)

High Capacity Circular Blending Bed


dia. 120m
Typical Storage Arrangements

 Less space required as with storages of longitudinal shape


 Large storage capacities on small base area
 Stockpile built up by Slewing Stacker
 Reclaiming from the inner side slope of the pile by slewing/luffing scraper
boom
 Automatic operation ( also simultaneously )
Buffer Storage of Circular Shape
Circular Stacker / Reclaimers (coal handling)

Circular Coal Storage, 4000 t/h stacking


2000 t/h reclaiming
Circular Stacker / Reclaimers (coal handling)

Stacker (slewing)
with Reclaimer Boom (slewing and luffing)
Circular Stacker / Reclaimers (coal handling)

Stacker (slewing)
with Reclaimer Boom (slewing and
luffing)
Circular Stacker / Reclaimers (salt handling)

Stacker (slewing)
with Reclaimer Boom (slewing and luffing)
Circular Stacker / Reclaimers (coal handling)

Stacker (slewing) with Semi-Portal


Reclaimer (slewing and luffing)
Circular Stacker / Reclaimers (coal handling)

Stacker (slewing) with Semi-Portal


Reclaimer (slewing and luffing)
Typical Storage Arrangements

9 SCHADE Circular Storages at the FPC


– Mai Liao Plant in Taiwan
2. QUALITY & QUANTITY
MANAGEMENT

Quality dan Quantity Management adalah


proses yang paling penting dalam suatu
stockpile management.

Karena Quality dan quantity management


bersifat terus menerus dan berjalan seiring
dengan jalannya perusahaan.

Quality & Quantity Management pada suatu


perusahaan biasa dipegang oleh Departement
Fuel Handling.

QQM mengelolah Fuel Handling System &


Quality Control
Quality Control
Beberapa tugas dari Quality Control:

Tugas dari Quality Control adalah memonitor kualitas mulai dari


pemesanan,pembongkaran sampai coal bunker.

Quality Control melakukan kontrol terhadap batubara dengan melakukan


sampling pada batubara .

Quality Control juga bertugas membuat rencana setiap pemesanan batubara


dan mengatur agar kualitas batubara yang dikirim ke coal bunker sesuai
dengan spesifikasi.

Quality Control membuat evaluasi perkembangan kualitas mulai dari


pemesanan-pembongkaran-coal bunker

Quality Control juga bertugas mengevaluasi atau mengontrol process


operasional yang dapat mempengaruhi kualitas batubara, sehingga dapat
menyimpang dari planning.
3. BLENDING MANAGEMENT

Dalam suatu blending management,


hal yang paling diutamakan adalah:

o Pencampuran kualitas sehingga


menghasilkan kualitas batubara hasil
campuran sesuai dengan yang
ditargetkan.

o Cara Blending atau pencampuran


itu sendiri yang harus baik.
3.1 Pencampuran Kualitas

Sebelum Blending dilakukan, yang perlu diperhatikan


adalah target kualitas yang harus dicapai dari blending
tersebut. Hanya satu target parameter yang dapat
dicapai dengan tepat dalam suatu blending. Parameter
lainnya mengikuti sesuai dengan proporsi blendingnya.
Diantara parameter kualitas batubara, ada yang bersifat
addictive (dapat dikalkulasi secara kuantitatif pada saat
blending). Dan ada pula paramter yang bersifat tidak
addictive atau tidak dapat dihitung secara kuantitatif
berdasarkan proporsi blendingnya.
3.2 Kalkulasi Kualitas Blending
(𝑄1 𝑥 𝑊1)+(𝑄2 𝑥 𝑊2)
Qb =
(𝑊1+ 𝑊2)

Qb = Kualitas hasil Blending


Q1 = Kualitas batubara 1
Q2 = Kualitas batubara 2
W1 = Berat batubara 1
W2 = Berat batubara 2
3.3 Sistem Blending
Dalam suatu blending sistem pencampuran atau blending
merupakan yang terpenting. Blending harus dilakukan
dengan proporsi unit pencampuran yang terkecil untuk
mendapatkan batubara hasil blending yang homogen.
Berikut ini adalah beberapa sistem pencampuran dengan
tingkat homogenitas yang meningkat. (Semakin homogen)

o Blending Barge By Barge

o Blending DT By DT

o Blending Bucket Loader By Bucket loader

o Blending conveyor.
Hasil suatu blending yang
homogen sangat diperlukan
terutama bagi end user.
Ketidak homogenan dalam
suatu blending akibatnya akan
terasa langsung oleh end user
pada saat batubara tersebut
digunakan. Kesempurnaan
dari suatu blending adalah
ketepatan dalam pencapaian
target kualitas hasil blending
dan homogenitas hasil
pencampuran.
JUDUL

Ika Yuliyani,ST.,MT
LATAR BELAKANG

 Ash/Abu adalah material padat yang tersisa setelah


terjadinya proses pembakaran. Dalam jumlah banyak, abu
menjadi salah satu polutan yang sangat berbahaya jika
bercampur dengan atmosfer.
 Salah satu penghasil polusi abu yang cukup tinggi adalah
boiler. Setiap boiler yang menggunakan bahan bakar fosil
(kecuali gas alam) pasti menghasilkan emisi abu.
 Bahan bakar fosil yang paling banyak mengandung abu
adalah batubara. Kandungan abu di dalam batubara
berkisar antara 5-30% tergantung dari jenisnya serta
proses penambangannya.
What is Ash Handling System?
• Ash Handling system adalah suatu sistem peralatan bantu
dari sebuah PLTU berbahan bakar batubara untuk
menangani masalah ash atau abu.
• Ash Handling system berada dalam sistem aliran gas buang,
memiliki peralatan penangkap abu yang dibangun menyatu
dengan aliran bahan bakar/ gas buang.
ASH HANDLING SYSTEM
What is Ash?

Ash atau Abu dikenal juga sebagai bara atau


klinker di definisikan sebagai powder residu
yang tersisa setelah terjadinya proses
pembakaran.
Umumnya, ini menunjukkan sebagai kandungan
mineral yang sebagian besar tersisa setelah
proses pembakaran.
Types of Ash
Bottom Ash

 Batu bara yang tidak terbakar.


 Bagian dari redisu pembakaran yang tidak mudah
terbakar dalam ruang bakar/tungku
 Limbah abu yang ukurannya lebih besar dari pada fly
ash.
 Yang digolongkan sebagai bottom ash adalah:
1. Abu dari eco hopper
2. Pyrite reject yg tidak bisa dihauskan di mill
karena terlalu keras.
3. Slag yang jatuh dari boiler akibat dari sootblowing.
Fly Ash

Flyash adalah abu yang berukuran cukup kecil,


sehingga ia bercampur dengan gas-gas hasil
pembakaran (flue gas) dan akan keluar melalui
cerobong asap boiler.
Sebagian dari abu yang dihasilkan dari proses
pembakaran akan menempel pada dinding-
dinding pipa boiler, terakumulasi, memadat, dan
suatu saat ia akan jatuh ke bagian bawah boiler
Ash
 Kuantitas terbentuknya kedua jenis abu ini tergantung dari
jenis batubara yang digunakan, serta jenis boiler itu sendiri.
 Boiler yang menggunakan pulverizer batubara, 70-90% abu
akan keluar bersamaan dengan gas buang dan sisanya
berupa bottom ash. Fluidized bed sekitar 90-95 % abu fly
ash.
 Boiler kecil berjenis stoker-fired, 40% abu akan keluar
sebagai fly ash. Pada boiler dengan tipe pembakaran
tangensial, akan menghasilkan fly ash hanya 15-40% dari
keseluruhan abu.
 Boiler yang menggunakan sistem fluidized-bed,
keseluruhan abu akan ikut terbawa oleh flue gas tanpa
terjadi pembentukan bottom ash
Ash

Jenis boiler yang digunakan juga mempengaruhi


bentuk serta ukuran dari abu yang dihasilkan boiler.
Boiler dengan pulverizer menghasilkan abu yang
halus dengan ukuran 7-12 mikron.
Pada boiler dengan metode pembakaran
tangensial, akan dihasilkan bentuk abu yang bulat.
Boiler tipe stoker-fired akan menghasilkan abu
dengan ukuran yang paling besar jika dibandingkan
dengan boiler tipe lain.
Ash

 Berdasarkan penelitian, komponen abu boiler tersusun atas


berbagai senyawa oksida beracun diantaranya silikon
oksida, titanium oksida, ferit oksida, aluminium oksida,
kalsium oksida, magnesium oksida, sodium oksida,
potasium oksida, sulfur trioksida, difosfor pentoksida, serta
beberapa senyawa lain.
 Proporsi jumlah dari senyawa-senyawa penyusun abu
dapat bervariasi tergantung dari jenis dan lokasi
penambangan batubara yang digunakan.
Ash
Ash

Ada beberapa jenis teknologi yang dapat digunakan


untuk mengontrol fly ash, diantaranya
adalah electrostatic precipitator, sistem filter,
kolektor abu mekanik, dan venturi scrubbers.
Masing-masing jenis teknologi tersebut memiliki ciri
khas dan fungsi sendiri-sendiri.
Namun yang paling umum digunakan pada boiler di
dunia industri adalah electrostatic precipitator (ESP)
tipe kering
Ash Volume and proferties
Ash Handling
System
Ash Handling System
Bottom Ash System

 Bottom Ash System adalah system Ash


Handling Plant yang khusus
menangani/menyalurkan abu sisa
pembakaran dari bagian bawah ruang
baker.
 Selain menangani dan menyalurkan abu
dari dalam furnace Bottom Ash System
juga menyalurkan abu yang berasal dari
Ruang Economizer dan coal reject dari
Pulverizer
Bottom Ash System
Wet Ash Handling System

 Abu yang jatuh bebas dari tungku boiler dikumpulkan dan


disimpan dalam hopper abu dasar berbentuk air 'W' yang
disediakan di bawah tungku boiler .

 Abu Panas dari tungku akan padam karena masuk ke


dalam air meminimalkan pembentukan klinker.

 Campuran Abu dan Air (KEBAKARAN) yang disimpan


dalam hopper dibuang melalui gerbang umpan ke
penggiling klinker untuk menghancurkan klinker ukuran
lebih besar menjadi 25mm dan di bawah
Wet Ash Handling System

Sistem tipe basah memiliki hopper dan pompa jet


air yang diisi untuk pemindahan yang terputus-
putus.
Abu dasar jatuh ke dalam hopper penyimpanan
abu tipe-W yang diisi air .
Abu yang disimpan dihilangkan dengan
menggunakan pompa jet dan diangkut dalam
saluran pipa lumpur ke tempat pembuangan abu
untuk pembuangan selanjutnya
Scrapper Chain
Conveying System

 Belt conveyor digunakan untuk membuang bottom ash dari


conveyor chain scraper ke bottom ash silo.
 Gunakan konveyor sabuk yang beroperasi atau terendam
secara terus-menerus yang berjalan di bawah tungku boiler.
 Sistem SCC menerima klinker panas, kerak dan abu yang jatuh
dari boiler, melalui saluran transisi ke bak yang diisi air.
 Palung berisi konveyor diisi dengan air untuk pendinginan abu
dasar.
 Abu dasar dibuang ke conveyor chain scraper, di mana ia
diumpankan ke grinde yang menghancurkannya ke ukuran
25mm.
 Abu dasar yang dihancurkan disampaikan ke silo abu dasar
dengan konveyor sabuk.
Clinker Grinders
Penggiling klinker adalah
komponen yang berguna dalam
sistem pengangkutan abu di
mana abu dasar kasar atau
bahan berukuran kasar lainnya
harus dikurangi ukurannya agar
sesuai untuk pengangkutan
pneumatik atau cara lain
penanganan abu.

Construction details
Coarse Ash (Economizer Ash)
handling System

 Abu kasar dari gerbong Economizer diekstraksi secara


terus menerus dan dicampur dengan air dalam kotak
pembilasan yang disediakan di bawah setiap hopper.
 Ini kemudian dibuang ke Ash Slurry Sump.
 Air yang dibutuhkan untuk mencampur economizer Ash
disediakan melalui Pompa Air FAHP terpisah.
 Bubur Economizer yang dihasilkan terus menerus
diumpankan oleh gravitasi ke masing-masing pipa hopper
abu dasar dengan kemiringan yang diperlukan
Posisi Bottom Ash System di PLTU

gas flow

Superheater econo
reheater mizer

Coal
bunker EP

Coal Boiler

furnace
AIR HEATER
DDCC Transporter

ID Fan STACK

SDCC

mill reject
PULVERIZER
FD Fan

PA Fan
Bottom Ash System

Bottom Ash System meliputi:

 SDCC / SSC system


 DDCC System
 Cooling Water system
 Mill Reject System
SDCC / SSC system

 SDCC / SSC adalah peralatan yang berfungsi sebagai


penampung (bak SDCC) dan penyaluran abu sisa pembakaran
yang berasal dari dalam ruang bakar, Boiler Economizer
Hopper dan coal reject
 SDCC / SSC menampung dan menyalurkan / memindahkan
abu ke pembuangan terakhir melalui Vibrating Screen
(penyaring), Crusher (penghancur) dan menggunakan alat
angkut ban-ban berjalan ataupun menggunakan truck. Bak
SDCC / SSC diisi air yang berasal dari discharge CWP, selain
berfungsi sebagai pendingin abu yang jatuh dari ruang bakar air
dalam bak juga berfungsi sebagai perapat ruang bakar agar
udara luar tidak masuk (ruang bakar bertekanan negative)
SDCC / SSC system

 VibratingScreen adalah sebuah alat yang tak terpisahkan dari


SDCC dan system, yang berfungsi sebagai penyaring abu
bottom ash yang datang dari SDCC yang akan menuju ke
Conveyor, Vibrating Screen memisahkan material-material (abu
Bottom ash) yang berukuran besar untuk diarahkan ke Crusher
(penghancur) maupun material-material asing non abu
sehingga tidak merusak Belt Conveyor.

 Crusher juga sebuah alat yang dapat mempengaruhi lancar


tidak nya system SDCC, yang berfungsi sebagai penghancur
abu yang berukuran besar yang tidak lolos oleh penyaring
(Vibrating Screen)
Jalur Abu dari SDCC ke Ash Valley
Vibrating Screen
SDCC # 5
Crusher
Diverter Gate
or 15
C o n ve y
Chute #6 #7

or 16
C o n ve y Conveyor 7B

Conveyor 8B # 3-4

C o n ve y
# 1-2 or 7 A

C o n ve y
or 8 A
Con
ve y
Em or 7
erge Line Emergency
n cy
Con
ve y
or
Con
ve y
or 8
Dump Truck
Mo b
ile C
onv
ey or
Ash Valley

Line SDCC ke Ash Valley


DDCC System
 DDCC (Dry Drag Chain Conveyor) system adalah bagian
dari Bottom Ash System yang menyalurkan abu dari ruang
Economizer. Abu dari ruang Economizer disalurkan
menggunakan chain-chain bersayap yang saling
menyambung (DDCC) menuju ke bak SDCC
 Untuk mencapai bak SDCC diperlukan beberapa DDCC
yang saling menyambung satu sama lain mengikuti ruang
yang ada dalam rumah Boiler. DDCC tersebut adalah :
 Removal DDCC
 Collecting DDCC
 First Transfer DDCC
 Second Transfer DDCC
BOILER ECONOMIZER
HOPPER

Posisi DDCC REMOVAL DDCC 1 - 4

System COLLECTING DDCC

FIRST T.DDCC

SECOND T.DDCC

SPROCKET
FURNACE

HEADER

UNIT BISNIS SURALAYA


SURALAYA STEAM POWER PLANT #567
ASH AND DUST HANDLING PLANT #567
DDCC
SUDIRMAN MARET 2007
Removal DDCC 4

DDCC boiler eco


hopper
Removal DDCC 3

1 2 Removal DDCC 2
pintu chute

Removal DDCC 1

Collecting DDCC

First T DDCC

Second T. DDCC

ke bak
SDCC
Cooling Water system
 Cooling Water system adalah bagian dari Bottom Ash
System yang berfungsi mensirkulasikan dan menjaga level
dan temperartur air dalam bak SDCC / SSC.
 Bak SDCC / SSC disupply air laut dari CWP, air dari Bak
SDCC / SSC mengalir (over flow) ke Settling Tank. Air di
bagian bawah Settling Tank (berlumpur) dihisap oleh
Sludge Pump dan dialirkan kembali ke bak SDCC / SSC,
pada bagian atas Settling Tank dihisap oleh Transfer Pump
dan dibuang ke kanal (bersih)
MILL
REJECT Boiler Eco. Hopper
BOILER
HOPPER

DDCC

JET furnace
PUMP

SEA WATER SUPPLY


DISCHARGE OVER Settling Tank
CWP FLOW
SLUICE
TANK Chain Bak SDCC
spray

SLUICE PUMP
Seal bearing Seal bearing
Sludge Pump

Transfer Pump

SLUICE PUMP
SERVICE WATER
SUPPLY

kanal

Gambar 25 : Cooling Water System


Mill Reject System
 Mill Reject System bagian dari system Bottom Ash
System yang berfungsi menyalurkan coal reject dari
Pulverizer.
 Coal reject disalurkan ke bak SDCC dengan bantuan air
yang ditekan oleh Sluice Pump dengan system Jet
Pump
ke SDCC

MILL REJECT MILL REJECT


HOPPER HOPPER

SLUICE TANK

ke
mill reject
hopper lain

SLUICE PUMP SDCC


Sea water
supply dari
DISCHARGE
CWP

SLUICE PUMP

Gambar 26 : Mill Reject System


Fly Ash
System
Fly Ash System

 Fly Ash system adalah peralatan Ash Handling yang berfungsi


menyalurkan abu sisa pembakaran yang berasal dari ruang
bakar.
 Bahan bakar (batubara) yang sudah dihaluskan dimasukan ke
dalam ruang bakar dengan cara dihembus oleh PA Fan dan
dihisap oleh ID Fan untuk selanjutnya dibuang ke Atmosfir
melalui cerobong asap (stack).
 Sisa pembakaran yang mengandung partikel-partikel abu
dialirkan ke Atmosfir melalui ruang yang telah dipasang ESP
(Electrostatic Precipitator).
 Partikel abu yang terdapat dalam sisa pembakaran akan
ditangkap oleh ESP dan disalurkan ke pembuangan melalui
Transporter-Transporter / Conveyor-Conveyor
Metoda penangkapan fly ash bermacam-macam
diantaranya :
1. Dust Collector
2. Debris Filter
3. Bag Filter
4. Electrostatic Precipitator
1. Dust Collector adalah metoda penangkapan abu secara mekanis,
dengan gaya Centrifugal,volume penangkapan terbatas. Aplikasi
penggunaan di Primary & Scondary Air Heater pada PLTU
Batubara.
2. Debris Filter & Bag Filter Metoda penangkapan menggunakan
filter-filter yang Tersusun sedemikian rupa searah dengan gas
flow. Efektif untuk PLTU batu bara dalam skala kecil, karena
volume penangkapan sebanding dengan luas area yang
dibutuhkan.
3. Electrostatic Precipitator (EP) adalah peralatan yang berfungsi
menangkap abu Sisa pembakaran yang berada dalam gas
buang yang akan dibuang ke Atmosfir melalui stack, sehingga gas
buang yang akan dibuang tidak Mengandung partikel-partikel abu
yang dapat mencemari lingkungan.
Posisi Ash Handling Plant di PLTU
gas flow

Superheater econo
reheater mizer

Coal
bunker EP

Coal Boiler ash


EP
Air hopper
furnace heater
AIR HEATER
DDCC
Transporter
ash ID Fan
dryer STACK
Transfer 250 m3
SDCC Bin
AIR HEATER
udara Compressor
masuk Silo
mill reject 2x2500m3
PULVERIZER Jumbo
screen Transporter
Truck
capsole
crusher DUST
DRY
CONDITIONING 1
UNLOADING
PA Fan

DUM TRUCK TRUCK CAPSULE


CONVEYOR CO DUST
N VE CONDITIONING 2
FD Fan YOR
ASH VALLEY
ASH VALLEY
Peralatan Fly Ash System

ESP (Electrostatic Precipitator)


Transporter / Transmitter dan Jumbo
Transporter
Transfer Bin / Buffer Hopper / Silo
ElectroStatic Precipitator (ESP)

ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu


alternatif penangkap debu dengan effisiensi tinggi
(diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat cukup
besar. Dengan menggunakan electrostatic precipitator
(ESP) ini, jumlah limbah debu yang keluar dari
cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16% (dimana
efektifitas penangkapan debu mencapai 99,84%).
Prinsif Kerja ESP
 Electrostatic Precipitator (ESP) adalah sebuah teknologi untuk
menangkap abu hasil proses pembakaran dengan jalan
memberi muatan listrik padanya.
 Prinsip kerja ESP yaitu dengan memberi muatan negatif
kepada abu-abu tersebut melalui beberapa elektroda (biasa
disebut discharge electrode).
 Jika abu tersebut dilewatkan lebih lanjut ke dalam sebuah
kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan lebih positif
(biasa disebut collecting electrode), maka secara alami abu
tersebut akan tertarik oleh plat-plat tersebut.
 Setelah abu terakumulasi pada plat tersebut, sebuah
sistem rapper khusus akan membuat abu tersebut jatuh ke
bawah dan keluar dari sistem ESP
 Ketika debu telah cukup menumpuk, para kolektor
terguncang untuk mengeluarkan debu, menyebabkannya
jatuh dengan gaya gravitasi ke hopper di bawah ini. Debu
kemudian dihilangkan oleh sistem konveyor untuk
dibuang atau didaur ulang
Cara Kerja ElectroStatic Precipitator

1. Melewatkan gas buang (flue gas) melalui suatu medan listrik yang
terbentuk antara discharge electrode dengan collector plate, flue
gas yang mengandung butiran debu pada awalnya bermuatan
netral dan pada saat melewati medan listrik, partikel debu tersebut
akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut menjadi bermuatan
negatif (-).
2. Partikel debu yang sekarang bermuatan negatif (-) kemudian
menempel pada pelat-pelat pengumpul (collector plate),
3. Debu yang dikumpulkan di collector plate dipindahkan kembali
secara periodik dari collector plate melalui suatu getaran (rapping).
4. Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash hopper), dan
ditransport (dipindahkan) ke flyash silo dengan cara di vakum atau
dihembuskan.
Electrostatic Precipitator
Prinsip Kerja Elctrostatic Precipitator
ELECTROSTATICPRECIPITATOR
ELECTROSTATIC PRECIPITATOR
+ +

GAS
FLOW CLEAN
GAS
FLOW - - - - - GAS
BUANG
GAS
BERSIH
EXIT

+ +
DISCHARGE
DISCHARGE
ELECTRODE
ELECTRODE

COLLECTING
COLLECTING PLATE
PLATE
Prinsip Kerja Elctrostatic Precipitator
Proses Pembentukan Medan Listrik
1. Terdapat dua jenis electrode, yaitu discharge electrode yang
bermuatan negatif dan collector plate electrode bermuatan positif.
2. Discharge electrode diletakkan diantara collector plate pada jarak
tertentu (memiliki jarak antara discharge electrode dengan collector
plate).
3. Discharge electrode diberi listrik arus searah (DC) dengan muatan
minus, pada level tegangan antara 55 – 75 KvDC (sumber listrik
awalnya adalah 380 volt AC, kemudian dinaikkan oleh transformer
menjadi sekitar 55 – 75 Kv dan dirubah menjadi listrik DC oleh
rectifier, diambil hanya potensial negatifnya saja).
4. collector plate ditanahkan (di-grounding) agar bermuatan positif.
5. Dengan demikian, pada saat discharge electrode diberi arus DC
maka medan listrik terbentuk pada ruang yang berisi tirai-tirai
electrode tersebut dan partikel-partikel debu akan tertarik pada pelat-
pelat tersebut, Gas bersih kemudian bergerak ke cerobong asap.
Beberapa masalah yang mempengaruhi efektifitas
proses penangkapan abu di ESP adalah sbb :
1. Jarak antara Discharge electrode dengan Collecting plate.
Jarak minimum yang diizinkan adalah 15 Cm, pengaturan
jarak / alignment perlu dilaksanakan pada saat unit
overhoule.
2. Kondisi batu bara & pola operasi Boiler. Spek batu bara
yang ada saat ini sangat bermacam-macam pada ahirnya
akan mempengaruhi pola operasi sehingga komposisi abu
yang dihasilkan juga berfariasi.
3. Terjadi deposit / penumpukan abu di Collecting plate dan
discharge electrode hal ini disebabkan karena terjadi
kegagalan operasi rapper system, maupun kondisi abu itu
sendiri.
Bila hal ini TR beroperasi dalam waktu yang berlangsung
lama akan berdampak :
• Terjadi pemanasan setempat pada ahirnya discharge
electrode bengkok / patah.
• Collecting plate akan rusak /bolong.

Indikator yang terlihat adalah : Tegangan DC output ( KV )


pada posisi maksimal sementara arus ( mA ) rendah.
Terjadi deposit / penumpukan abu di Hopper. Bila terjadi
kegagalan pada sistim transportasi abu di Ash Handling,
sehingga abu tertahan di Hopper dan berlangsung cukup
lama sampai level abu menyentuh / merendam discharge
electrode dan Collecting plate akan berdampak :
• Terjadi pemanasan setempat pada ahirnya discharge
electrode bengkok / patah.
• Collecting plate akan rusak /bolong.
Indikator yang terlihat adalah : Tegangan DC output ( KV )
pada posisidilengkapi
EP Hopper minimumproteksi
sementara
Higharus
Level( :mA ) tinggi.
pada kondisi ini TR
akan segera trip dan jangan dioperasikan lagi sebelum yakin
bahwa abu di Hopper telah kososng
Bagian utama dari Electrostatic Precipitator :

 Transformer Rectifier
 Collecting Plate
 Electroda Wire
 Collecting Rapper Motor
 Discharge Rapper Motor
 Gas Distribution System
 Control Power
 Hopper
Transformer Rectifier
 Adalah peralatan utama EP yang berfungsi
mencatu daya sehingga EP bisa bekerja.
Tegangan input : 0- 380 Volt output :40- 70 KV
DC.
 Transformer dan Rectifier diletakkan dalam
satu tanki dan terendam minyak pendingin
trafo, sehingga dinamakan Transformer
Rectifier
Collecting Plate
 Pelat
baja yang dipasang sejajar berfungsi sebagai
penangkap abu
Electroda Wire
 Berfungsi sebagai pemberi kontribusi arus yang diberikan
kepada abu dari boiler yang belum bermuatan, yang
selanjutnya ditangkap oleh Collecting Plate
Discharge electrode / emyting
Electrode yang mempunyai kutub negative yang berfungsi
untuk mengionisasi partikel abu / fly ash.
Discharge electrode terpasang secara paralel searah dengan
gas flow dan Collecting plate di kedua permukaannya. Jarak
antara discharge electrode dengan permukaan collecting
plate sekitar 15 Cm. Macam-macam model discharge
electrode adalah sbb :
 Star wire
 Isodyne wire
 Spiral / spring
 Squirel wire with sharp corner twisted
Collecting Rapper Motor

Berfungsi untuk memukul/merapping Collecting


Plate secara periodik agar abu yang menempel
pada Collecting jatuh ke Hopper.
Apabila Collecting Plate bersih maka proses
penangkapan abu di dalam EP akan lebih baik
Discharge Rapper Motor
Berfungsi untuk memukul/merapping Electroda
Wire secara periodic agar abu yang menempel
pada Electroda Wire jatuh ke Hopper.
Apabila Electroda Wire bersih maka kontribusi
Arus yang diberikan oleh Electroda Wire pada
Collecting Plate akan lebih baik
Untuk mendapatkan effsiensi EP yang optimal Gas
Distribution System mempunyai peranan yang
sangat penting yaitu untuk mendistribusikan fly ash
ke seluruh field area.
 Gas distribution system terdiri dari plat-plat baja
yang tersusun sedemikian rupa searah dengan
gas flow, sehingga fly ash dapat tersebar ke
seluruh field area
Rapper
Gas Distribution System
Untuk mendapatkan effsiensi EP yang optimal Gas
Distribution System mempunyai peranan yang
sangat penting yaitu untuk mendistribusikan fly ash
ke seluruh field area.
Gas distribution system terdiri dari plat-plat baja
yang tersusun sedemikian rupa searah dengan
gas flow, sehingga fly ash dapat tersebar ke
seluruh field area
Gas Distribution System
EP HOPPER
PERALATAN EP HOPPER
 1. AERATION PAD
 2. HIGH LEVEL SWITCH
 3. TRACE HEATING
 4. VIBRATOR / AIR KNOCKER
 5. MAN HOLE
 6. ISOLATION VALVE
 7. EMERGENCY VALVE
SISTEM PEMBUANGAN ABU
 Level minyak pelumas kompresor cukup
 Katup air pendingin masuk dan keluar kompresor
(Intercooler dan Aftercooler) posisinya benar
 Katup udara keluar kompresor terbuka
 Saringan udara masuk kompresor sudah
terpasang& bersih
 Tangki Receiver dan katup-katupnya sudah siap
 Kompresor dalam keadaan siap (pasok listrik dan
belt)
 Sistem pengering udara (air dryer) siap
Transporter / Transmitter
Transporter / Transmitter adalah tabung yang
berfungsi sebagai pemindah abu hasil
tangkapan EP, abu dipindah ke penampung
(Silo) dengan cara dihembus oleh udara yang
berasal dari Compressor yang dikeringkan
terlebih dahulu
Transporter / Transmitter dan
Jumbo Transporter
Transporter / Transmitter berfungsi sebagai
pemindah abu hasil tangkapan ESP (electrostatic
Precipitator), dari ESP Hopper ke Transfer Bin yang
selanjutnya di pindahkan lagi ke Penampung yang
lebih besar (Silo)
Jumbo Transporter berfungsi seperti Transporter /
Transmitter namun mempunyai kapasitas lebih
besar.Media pemindah abu adalah udara
transporting yang berasal dari Compressor
Tabung
 Tabung transporter berada tepat di bawah ESP Hopper yang
berfungsi sebagai penampung abu yang berasal dari ESP
Hopper yang selanjutnya dipindahkan (transfer) ke Transfer
Bin.Di dalam tabung Transporter terdapat membrane (aramid)
sebagai pemisah antara abu dan udara transporting.
 Tabung Transporter yang berada pada barisan depan
biasanya berukuran lebih besar dari pada tabung pada
barisan belakang, karena abu hasil tangkapan ESP pada
bagian depan lebih banyak dari bagian belakang.Tabung
Transporter dilengkapi manhole dan safety valve
189

Anda mungkin juga menyukai