Handy Talky, Radio Komunikasi, Radio Rig 28 February 2014 24 February 2015 admin
Oleh Drs. Made Wiguna, M.Ag
Seiring majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya sarana komunikasi dan
informasi yang semakin meluas. Dewasa ini banyak sekali penemuan alat-alat komunikasi berupa
perangkat radio dua arah yang semakin canggih, baik dari kekutan daya pancarnya, ukuran atau
bentuknya yang semakin kecil dan menarik maupun aksesoris dan perlengkapan lainnya yang semakin
dalam kapasitas sebagai : pemancar yang tak bisa bergerak, pemancar yang bisa bergerak, dan
pemancar yang bisa dibawa-bawa pergi.
Yang dimaksud pemancar yang tak bisa bergerak adalah perangkat radio komunikasi dua arah yang
dibangun di rumah atau daerah perkantoran dengan antena yang agak tinggi dan menggunakan tiang
pancang. Antena yang lazim digunakan saat ini adalah jenis : telex lokal, f-23, Assler. Agar pancarannya
menjadi lebih bagus dan dapat diputar sesuai arah atau lokasi lawan bicara biasanya ditambah dengan
antena pengarah. Sedangkan perangkat yang digunakan umumnya adalah jenis ‘ Rig ‘ bukan HT. Karena
kemampuan Handy-Talky agak terbatas kecuali ditambahkan penguat daya (Booster). Untuk stasiun
bergerak (Mobile Trasceiver) perangkat yang biasa mudah dibawa, baik yang dapat digantung di bagian
dada. Maupun yang digantung di pinggang. Yang inilah disebut seperti ring (ada icom, kenwood, alinco,
jaezu, motorola, dan sekarang ini sudah banyak beredar HT made in cina dan korea dengan merek :
starcom, suicom, dan werway, dengan daya pancarnya lebih kuat serta memiliki beberapa fasilitas
tambahan lainnya). Antena yang lazim digunakan adalah jenis Super – Stik atau super – sky , yakni
antena yang dapat ditarik/diperpanjang jika sedang dipergunakan untuk berkomunikasi dan dapat
dipendekkan jika sedang dinonaktifkan, namun dengan kemajuan teknologi sekarang ini para
”Breakeran” (para pengguna radio dua arah) lebih suka menggunakan antena elical (ekor babi) saja
berhubungan sudah merebaknya didirikan stasiun radio pemancar ulang (RPU) atau Repeater, hampir di
setiap wilayah kabupaten , kecamatan bahkan sampai di pelosok pedesaan, seperti misalnya :
karangasem pada frekuensi 14.3300 MHz (RX) – 14.0300 MHz (TX), Klungkung pada frekuensi 14.3520
MHz (RX) – 14.0120 MHz (TX), Denpasar pada frekuensi 14.3480 MHz (RX) – 14.0480 (TX). Untuk wilayah
kecamatan sukawati kabupaten gianyar sudah didirikan beberapa RPU seperti pada frekuensi 14.3200
MHz (RX) – 14.0 MHz (TX) ada di desa Batuan, di wilayah desa sukawati pada frekuensi 14.0840 MHz (
RX) – 15. 3200 MHz (TX), DESA KEMENUH PADA FREKUENSI 14.6680 MHz (RX) – 14.9380 MHz (TX), DESA
GUWANG PADA FREKUENSI 15.5420 MHz (RX) – 15.0510 MHz (TX), dan banyak lagi frekuensi yang
digunakan oleh ” warga Breakeran” dalam berkomunikasi untuk memberi dan menerima informasi
secara terbuka.
Dalam berkomunikasi radio dua arah sebenarnya oleh pemerintah RI di ijinkan dua organisasi radio
amatir untuk menggunakan frekuensi yang ditangani soal izin amatir radionya oleh Departemen
Perhubungan melalui Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor : KM, 77 Tahun 2003, yaitu: ORARI
(Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia), dan RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia), untuk ORARI
ijinnya disebut dengan IPPRA (Ijin Penguasaan Perangkat Radio Amatir) dan untuk RAPI disebut dengan
IPPKRAP (Ijin Penguasaan Perangkat Komunikasi Radio Antar Penduduk).
Sekitar tahun 80an hanya ORARI yang menggunakan frekuensi VHF (Very High Frequency) yang disebut
dengan istilah : ”Dua – Meteran”, sedangkan RAPI saat itu masih menggunakan frekuensi HF (High
Frekuency) yang istilahnya : ”Sebelas Meteran” dan setelah terbitnya KM. 48/PT.307/MPPT-85, ada
perubahan hak pakai baru frekuensi dari HF (26.965MHz s.d 37. 405MHz) menjadi UHF (Ultra High
Frequency) yakni 476,425MHz s.d 477.400MHz, namun pada era 2000an malah RAPI Sudah di ijinkan
menggunakan frekuensi VHF pada 14.0000MHz ke bawah dan ORARI dari 14.000 Mhz ke atas.
Penggunaan perangkat Radio dua arah , Handy – Talky (HT) dulunya hanya dipakai oleh pihak kepolisian
RI atau petugas keamanan/satpam , tetapi kini sudah dipakai oleh semua anggota ORARI dan RAPI
hampir diseluruh wilayah indonesia, karena disamping biayanya lebih murah , juga tidak usah membeli
pulsa seperti hand phone (HP) namun para penggemar ” breakeran” tetap diwajibkan membayar ijin
penggunaan frekuensi yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan provinsi di wilayah masing – masing.
Ijin amatir radio (IAR) atau call sign (nama panggilan) biasanya berlaku selama tiga tahun dan dapat
diperpanjang lagi, yang besar biayanya selama tiga tahun sekitar tiga ratus ribu rupiah, untuk RAPI
memakai nama panggilan : JZ……. dan ORARI memakai: YD…/YC./YB……
Untuk warga ”Brekeran” pada saat – saat tertentu seperti ada peristiwa bencana alam, acara
keagamaan di desa pakraman di bali, pilpres, pilgub, pilbup hingga pilkel biasanya diikut sertakan untuk
membantu dalam memperlancar / mempercepat penyampaian informasi dan iktu menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat melalui udara. Dalam menyampaikan informasi setiap anggota RAPI
diharapkan sudah menguasai Ten Code (kode -10), seperti tertera berikut ini :
10 – 3 = Berhenti mengudara/memancar
10 – 4 = Benar/dimengerti
10 – 9 = Mohon diulangi
10 – 14 = Informasi
10 – 15 = Informasi sudah disampaikan
10 – 20 = Lokasi/posisi
10 – 23 = Menunggu/stand by
10 – 27 = Pindah kejalur/frekuensi/channel…
10 – 33 = Keadaan darurat/Emergency
10 – 35 = Informasi Rahasia
10 – 40 = Perlu dokter
10 – 46 = Memerlukan montir
10 – 50 = Mohon dikosongkan jalur/frekuensi/channel
10 – 70 = Kebakaran di…..
10 – 74 = Tidak/negatif
10 – 75 = Menyebabkan/penyebab pengguna
10 – 77 = Belum/tidak kontak
10 – 84 = Nomor telepon
10 – 85 = Alamat
10 – 90 = Gangguan pesawat TV
Sedangkan untuk menyampaikan informasi bagi ORARI diharapkan setiap anggota dapat menguasai
Kode Q, seperti beberapa yang penting-penting saja antara lain
Untuk memulai memasuki frekuensi dipakai kata : BREAK/CONTACK/CHECK IN, masuk lagi dengan
mengucapkan : CHECK BACK, dan pada setiap penerimaan awaal menjawab dipakai kata : ROGER (
artinya diterima dengan jelas ).