Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

ACARA I
ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR
INDUSTRI PERIKANAN

Oleh:
Nur Afidah Bekti Ardiasih
13/353832/PN/13509
Teknologi Hasil Perikanan

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Meningkatnya industrialisasi dan aktifitas manusia, khusunya di bidang


perikanan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat dan memberikan
peningkatan nilai sektor industri perikanan. Dampak negatif juga terjadi karena industri
pengolahan ikan belum semua menerapkan pengolah lingkungan yang baik. Hal ini
mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan khususnya di perairan,
pada konsentrasi tertentu limbah dapat memberikan dampak negatif bagi kualitas air
dan kelangsungan hidup organisme yang ada di perairan (Wibowo et al., 2013)

Limbah industri perikanan berpotensi menimbulkan pencemaran karena


mengandung protein dan lemak yang bersifat terlarut, tersuspensi, dan mudah terurai.
Bentuk pencemaran yang timbul dan dikeluhkan masyarakat akibat limbah industri
perikanan adalah pencemaran air tanah dan air permukaan, pencemaran udara berupa
bau busuk dan debu/partikel, perubahan peruntukan badan air (terutama air sungai
untuk kebutuhan minum, mandi, dan budidaya biota air), kematian masal biota air
budidaya (ikan dan udang), konflik kepentingan, dan bentuk pencemaran lainnya
(Sahubawa, 2011).
Limbah perikanan berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada
yang berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi,
mulai beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram. Beberapa limbah padatan
masih dapat dimanfaatkan dan sisanya tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi sebagai
pencemar lingkungan. Kualitas limbah sangat ditentukan oleh volume, kandungan
bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah. Volume limbah berkaitan dengan
kemampuan alam untuk mendaur ulangnya. Peningkatan volume limbah akan
meningkatkan beban siklus alami, terutama peningkatan yang berlangsung secara cepat.
Bahan pencemar yang terkandung didalam limbah berpengaruh terhadap kualitas
limbah. Bahan pencemar berupa bahan organik relatif tidak berbehaya dibandingkan
dengan logam berat. Demikian pula bahan pencemar yang berupa senyawa beracun
(Soeparman, 2000).
Permasalahan pencemaran limbah yang tidak dikelola dengan baik tidak hanya
disebabkan oleh industri besar namun oleh industri kecil atau UKM yang belum
mempunyai fasilitas pengolah limbah. Mengingat jumlah industri kecil yang sangat

2
banyak dan lokasi yang menyebar, sehingga limbah yang tidak terolah dapat
mempengaruhi lingkungan. Fasilitas pengolah limbah untuk industri kecil sangat
memberatkan karena membutuhkan biaya yang tidak kecil (Arsawan et al., 2007).
Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-
masing jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis
limbah yang satu dengan limbah lainnya. Teknik penanganan dan pengolahan limbah
dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan
biologis. Salah satu penanganan dan pengolahan limbah yang dilakukan dalam
praktikum yaitu dengan cara bioremediasi. Bioremediasi merupakan pengembangan
dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam
mengendalikan pencemaran (Sugiharto, 1987).

B. Tujuan
1. Mengidentifikasi parameter fisika dan kimia dari limbah cair industri perikanan.
2. Menghitung kuantitas tiap parameter hasil penanganan limbah cair industri
perikanan.
3. Menganilisis dan memprediksi hasil beban pencemaran dari limbah cair industri
perikanan.
4. Mengetahui dan menerapkan cara penanganan limbah secara biologis meliputi
fitoremediasi, aerob, dan anaerob.

C. Manfaat

1. Mahasiswa mendapatkan suatu keterampilan dalam melakukan pengukuran


parameter fisika, kimia, dan biologi pada hasil penanganan limbah cair industri
perikanan.
2. Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan aplikasi metode bioremediasi
sederhana untuk mendegradasi limbah cair industri perikanan.
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara menghitung debit limbah dan bahan
pencemar limbah industri perikanan.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Industri Perikanan


Limbah adalah konsekuensi logis dari setiap pendirian pabrik meskipun tidak
semua pabrik menghasilkan limbah. Limbah berdasarkan nilai ekonominya
dikelompokkan menjadi limbah ekonomis dan limbah non ekonomis. Limbah ekonomis
yaitu limbah dengan proses lanjut dapat memberikan nilai tambah sedangakan limbab
non ekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses apapun tidak memberikan nilai
tambah namun mempermudah sistem pembuangan (Gintings, 1992).
Limbah memiliki karakter khas. Berdasarkan karakter tersebut limbah dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah yang masih dapat dimanfaatkan dan sudah
tidak dapat dimanfaatkan. Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau
gas. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran
pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian
ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena
adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton (Jenie et al., 1993).
Berbagai produk telah dihasilkan dari limbah yang berkualitas baik, seperti
surimi, produk fermentasi dan kerupuk. Sedangkan dari limbah yang kualitasnya telah
menurun dapat dihasilkan tepung ikan, tepung tulang, dan silase. Masih banyak
peluang yang dapat diperoleh dari pemanfaatan limbah tersebut. Limbah yang sudah
membusuk tidak dapat dimanfaatkan dengan cara apapun. Limbah demikian harus
ditangani secara baik agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan
(Soeparman, 2000).

B. Parameter Pencemaran
Pada pengolahan air limbah industri dikenal tiga parameter utama yaitu
parameter kimia, fisika, dan biologi. Parameter kimia terdiri atas oksigen terlarut atau
Dissolved Oxygen (DO) Kebutuhan Oksigen Biologis atau Biologycal Oxygen Demand
(BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia atau Chemical Oxygen Demand (COD) serta
pH. Parameter fisika yang diamati terdiri dari TSS, kekeruhan, bau, warna. Parameter
biologi yang biasa diamati adalah jenis dan deskripsi mikrobia secara morfologis. Pada
praktikum ini parameter yang diuji untuk kimia adalah DO, BOD, dan pH. Parameter
fisik yang diamati yaitu TSS, kekeruhan dan bau (Kordi, 2005).

4
Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah
antara lain: (Kusnoputranto, 1985)
1. DO
Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal
dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat
berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup yang berada dalam air.
Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati
beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO
(Dissolved Oxygen) maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang
terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang
mungkin saja terjadi. Tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak
belakang dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan
meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu
(Fujaya, 2000). Kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas,
pH, dan kadar 𝐶𝑂2 (Effendi, 2003).
2. BOD
BODadalah kebutuhan oksigen yang terlarut dalam air yang dipergunakan
untukmenguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada
kondisitertentu (Jenie et al., 1993). Kebutuhan oksigen biokimia adalah ukuran
kandungan bahan organik dalam limbah cair. Kebutuhan oksigen biokimia ditentukan
dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya
mikroorganisme selama periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur
tertentu, umumnya 20°C (Kordi, 2005).
3. pH
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan
menunjukkan suasana air tersebut bereaksi asam atau basa. Ion hidrogen ini selalu
dalam keadaan seimbang yang dinamis dengan air yang membentuk suasana untuk
semua reaksi kimia. pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan
senyawa bersifat asam. Fitoplankton dan tumbuhan air akan mengambil karbondioksida
dalam air selama proses fotosintesis sehingga pH akan naik pada siang hari dan
menurun pada malam hari. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter dengan
cara memasukan bagian ujung pH meter yang sudah dikalibrasi ke dalam sampel air

5
maka di screen pH meter akan menunjukan nilai pH dari sampel air yang diuji. Jika pH
dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0
pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan
mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2005).
4. TSS
TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan
yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan anorganic yang dapat
disaring dengan kertas millipore berpori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai
dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam
badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi
organisme produser. Padatan tersuspensi terdiri atas lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad
renik, terutama disebabkan oleh kikisan atau erosi tanah yang terbawa ke dalam
perairan (Effendi, 2003).
5. Kekeruhan
Kekeruhan merupakan kandungan bahan organik maupun anorganik yang
terdapat di perairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di
perairan tersebut. Apabila di dalam air terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan
oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk
kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan/fitoplankton tidak dapat
melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen. Kekeruhan didalam air
disebabkan oleh adanya zat tersuspensi, seperti lempung, lumpur, zat organik, plankton,
dan zat-zat halus lainnya (Effendi, 2003).
6. Bau
Senyawa utama yang menimbulkan bau adalah hidrogen sulfida, senyawa –
senyawa lain seperti indol, skatol, cadaverin dan mercaptan yang terbentuk pada
kondisi anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat menusuk hidung dari pada bau
hidrogen sulfida (Mellor, 1996).
7. Suhu
Suhu Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tapi
lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air.
Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan
dalam badan-badan air (Kusnoputranto, 1985).

6
Kualitas limbah menunjukan spesifikasi limbah yang diukur dari kandungan
pencemar dalam limbah. Kandungan pencemar dalam limbah terdiri dari berbagai
parameter. Semakin sedikit parameter dan semakin kecil konsentrasi menunjukkan
peluang pencemar terhadap lingkungan semakin kecil (Gintings, 1992).

C. Debit Limbah Cair


Debit limbah cair adalah ukuran banyaknya volume limbah cair yang dapat
lewat dalam suatu tempat atau yang dapat ditampung dalam suatu tempat tiap satu
satuan waktu. Beban organik pada limbah perikanan terbesar secara berurutan adalah
industri pengalengan, industri pengolahan fillet ikan salmon dan industri krustasea
dengan perbandingan 74,3%, 21,6% dan 4,1% (Veranita, 2001). Debit maksimum
adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup. Beban
pencemaran maksimum adalah beban pencemaran tertinggi yang masih diperbolehkan
dibuang ke lingkungan hidup. Baku mutu limbah cair industri perikanan adalah batas
maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup dari suatu
industri perikanan.Mutu limbah cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan
dengan debit,kadar dan beban pencemar (PP RI No. 82, 2001). Limbah cair yang
dikeluarkan oleh beberapa industri peikanan memiliki nilai yang tidak sama setiap
harinya. Hal tersebut sesuai tindak berapa banyak atau berapa besar skala kegiatan yang
dilakukan. Beban limbah cair berbeda-beda tergantung jenis pengolahannya
(Veranita, 2001).
Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke
lingkungan (Kepmen LH No. 51 tahun 2009). Metode analisis dari perhitungan debit
limbah cair yaitu debit limbah cair maksimum (DM) dan debit limbah cair sebenarnya
(DA) dengan metode volumetric berdasarkan baku mutu limbah cair industri, yaitu
(Sahubawa, 2009):
DM = Dm x Pb

7
Keterangan:
DM = debit limbah cair maksimum yang diperbolehkan bagi industri bersangkutan
(m3/bulan)
Dm = debit limbah cair maksimum sesuai industri yang bersangkutan (m3/satuan
produk)
Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan

D. Beban Pencemaran Limbah


Beban pencemaran menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pengolahan Hasil Perikanan adalah jumlah suatu unsur pencemar dalam air atau air
limbah. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa suatu limbah dapat dikatakan
limbah apabila terdapat bermacam-macam unsur yang berlebih, sifatnya pencemar,
seperti protein dan lemak yang pekat. Beban pencemaran limbah industri perikanan
dapat dilihat pada Tabel.1 di bawah ini:

8
Nilai BOD dan COD berbanding terbalik dengan DO. Semakin tinggi nilai
BOD dan COD suatu perairan maka kandungan atau nilai DO perairan tersebut akan
rendah. Nilai BOD tertinggi pada adalah pengolahan kerang konvensional dengan nilai
18,7 satuan kg/t.
Beban pencemaran limbah merupakan nilai konsentrasi parameter pencemaran
yang terdapat dalam air limbah. Beban Pencemaran Maksimum adalah beban tertinggi
yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan (Kepmen LH No. 51 tahun 1995).
Metode analisis dari perhitungan beban pencemaran limbah yaitu beban pencemaran
maksimum (BPM) dan beban pencemaran sebenarnya (BPA) berdasarkan baku mutu
limbah cair industri, yaitu: (Sahubawa, 2009)

BPM = (CM)j x Dm x F

Keterangan:
BPM = beban pencemaran maksimum
(CM)j = kadar maksimum unsur pencemar-j (mg/l)
Dm = limbah cair maksimum sesuai industri yang bersangkutan (m3/satuan produk)
F = faktor konversi = (1000/m3) x (1Kg / 1.000.000 mg) = 0,001

Rumus analisis lain yaitu:


BPA = (CA)j x (DA/Pb) x F
Keterangan:
BPA = beban pencemaran sebenarnya (Kg parameter per satuan produk)
(CA)j = kadar sebenarnya unsur pencemar-j (mg/l)
DA = debit limbah cair sebenarnya
Pb = produksi sebenarnya dalam sebulan
F = 0,001

E. Baku Mutu Limbah Industri Perikanan

Limbah industri perikanan yang dibuang ke lingkungan harus memenuhi


standar baku mutu limbah industri perikanan. Tujuannya agar tidak menyebabkan

9
pencemaran lingkungan. Standar baku mutu limbah industri perikanan berdasarkan
Peraturan Menteri No.6 Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel. 2 dan Tabel. 3:
a. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan
yang melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Perikanan


Parameter Satuan Kadar
pH - 6-9
TSS mg/L 100
Sulfida mg/L 1
Amonia mg/L 5
Klor Bebas mg/L 1
BOD mg/L 100
COD mg/L 200
Minyak-Lemak mg/L 15
Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)
b. Baku mutu limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang
melakukan satu jenis kegiatan pengolahan dapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Baku Mutu Limbah Industri Perikanan
Pembekuan Ikan Pengalengan Ikan Tepung Ikan

Beban Pencemaran Beban Pencemaran Beban


(kg/ton bahan baku) (kg/ton bahan baku) Kadar Pencemaran
Parameter Kadar Kadar (mg/l) (kg/ton

(mg/l) (mg/l) produk)

Lain- Lain
Ikan Udang Ikan Udang
lain -lain

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

pH 6-9

TSS 100 1 3 1,5 100 1,5 3 2 100 1,2

Sulfida - - - - - 0,01 0,03 0,02 1 0,012

10
5

Amoniak 0,07
10 0,1 0,3 0,15 5 0,15 0,1 5 0,06
5

Klor 0,01
1 0,01 0,03 0,015 1 0,03 0,02 - -
Bebas 5

BOD5 1,12
100 1 3 1,5 75 2,25 1,5 100 1,2
5

COD 200 2 6 3 150 2,25 4,5 3,0 300 3,6

Minyak- 0,22
15 0,15 0,45 0,225 15 0,45 0,3 15 0,18
lemak 5

Debit Air
Limbah - 10 30 15 - 15 30 20 - 12
3
(m /ton)

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

F. Mekanisme Reduksi Limbah


Jaringan pengolahan air limbah pada dasarnya dikelompokkan menjadi tiga
tahap yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder dan pengolahan tersier
(Sunu, 2001). Pengertian dari ketiga pengolahan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Pengolahan primer
Pengolahan primer semata-mata mencakup pemisahan kerikil, lumpur,
dan penghilangan zat padat yang terapung (Sugiharto,1987). Hal ini biasa
dilakukan dengan penyaringandan pengendapan di kolam-kolam pengendapan.
Buangan daripengolahan primer biasanya akan mengandung bahan organik yang
lumayan banyak dan BOD-nya relatif tinggi.
b. Pengolahan sekunder
Pengolahan sekunder mencakup pengolahan lebih lanjutdari buangan
pengolahan primer. Hal ini menyangkut pembuangan bahan organik dan sisa-
sisa bahan terapung dan biasanya dilaksanakan dengan proses biologis

11
mempergunakan filter, aerasi, kolam oksidasi dan cara-cara lainnya
(Tchobanoglous,1991). Buangan dari pengolahan sekunder biasanya mempunyai
BOD5 yang kecil dan mungkin mengandung beberapa mg/L oksigen terlarut.
c. Pengolahan lanjutan (tersier)
Pengolahan lanjutan dipergunakan untuk membuang bahanbahanterlarut
dan terapung yang masih tersisa setelah pengolahan biologis yang normal
apabila dibutuhkan untuk pemakaian air kembali atau untuk pengendalian
etrofikasi di air penerima (Tchobanoglous,1991).
Bioaugmentasi merupakan metode pengolahan limbah dengan
menginokulasikan mikroba pendegradasi ke daerah tercemar untuk melengkapi populasi
mikroba yang telah ada. Proses bioaugmentasi dilakukan dengan menambahkan
sejumlah besar mikroorganisme yang telah diisolasi, diseleksi dan ditumbuhkan ke
dalam lingkungan yang terkontaminansi. Mikroba tresebut akan bertahan hidup dengan
mengkonsumsi hidrokarbon sampai polutan tersubstrasi. Salah satu bakteri
pendegradasi protein adalah Bacillus sp. yang bekerja dengan cara spesifik dalam
memotong ikatan senyawa organik. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum
untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan hal tersebut
sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair (Stowell et al., 2000). Proses
penyerapan zat-zat yang terdapat dalam limbah ini dilakukan oleh ujung-ujung akar
dengan jaringan meristem terjadi karena adanya gaya tarik menarik oleh molekul-
molekul air yang ada pada tumbuhan. Zat-zat yang telah diserap oleh akar akan masuk
ke batang melalui pembuluh pengangkut (xylem) yang kemudian diteruskan ke dalam
akar (Reed et al., 2005).
Menurut Gossalam (1999), fitoremediasi merupakan pemanfaatan tumbuhan
untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan, strategi remediasi ini cukup
penting, karena tanaman berperan menyerap logam dan mineral yang tinggi atau
sebagai fitoakumulator dan fitochelator. Konsep pemanfaatan tumbuhan untuk
meremediasi tanah yang terkontaminasi polutan adalah pengembangan terbaru dalam
teknik pengolahan limbah. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa di tanah yang
ditanami tumbuhan hijau kandungan senyawa kimia organiknya lebih sedikit
dibandingkan di sekitar tanah yang tidak ditanami tumbuhan hijau. Fitoremediasi dapat
diaplikasikan ada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas.

12
Saat ini pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi fitoremediasi mulai
digabungkan dengan biologi dan teknik untuk mengoptimalkan fitoremediasi sehingga
terbagi menjadi: (Gossalam, 1999)
1. Fitoekstraksi : pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi polutan untuk memindahkan
logam berat atau polutan organik dari tanah dengan cara mengakumulasikannya di
bagian tumbuhan yang dapat dipanen.
2. Fitodegradasi : pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk
mendegradasi polutan organik.
3. Rhizofiltrasi : pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap polutan, terutama
logam berat, dari air dan aliran limbah.
4. Fitostabilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi polutan dalam
lingkungan.
5. Fitovolatilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan polutan. Pemanfaatan
tumbuhan untuk memindahkan polutan dari udara.
Tanaman meremediasi polutan organik melalui tiga cara, yaitu menyerap secara
langsung bahan kontaminan, mengakumulasi metabolisme non fitotoksik ke sel-sel
tanaman, dan melepaskan eksudat dan enzim yang dapat menstimulasi aktivitas
mikroba, serta menyerap mineral pada daerah rhizosfer. Tanaman juga dapat
menguapkan sejumlah uap air. Tanaman melepaskan eksudatnya yang dapat membantu
bioremediasi bahan organik oleh mikroba agar bahan organik tersebut dapat diserap dan
dimetabolisme dalam tubuh tanaman. Penyerapan polutan berupa bahan organik
dibatasi oleh mekanisme penyerapan oleh tanaman dan jenis tanaman
(Steven dan Marc, 1996).

13
III. HIPOTESIS
Metode bioremediasi secara fitoremediasi yaitu
fitoremediasi, aerob, anerob dan aerasi dapat mereduksi beban pencemaran dengan
intensitas tertentu pada limbah cair industri perikanan.

14
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat
Alat yang digunakan terdiri atas alat isolasi dan identifikasi mikrobia, alat
pengukuran parameter fisika dan kimia, dan alat perlakuan bioremediasi. Alat isolasi
terdiri dari pipet tetes, tabung mikrotube, drigalski, bunsen, ose bulat, tabung reaksi,
autoklaf, dan mikroskop. Alat pengukuran parameter fisika dan kimia terdiri dari toples,
timbangan analitik, kertas saring, corong, botol oksigen, botol film, kempot, kertas
indikator pH, pipet ukur, pipet tetes, erlenmeyer. Alat perlakuan bioremediasi terdiri
dari aerator, ember plastik, plastik hitam penutup, dan selang.

B. Bahan
Bahan persiapan isolate terdiri dari atas media Luria Bertani, aquadest, bacto
agar, Tryotone Soya Broth (TSB), NaCl 0,85%, dan phenol blue. Bahan pengukuran
parameter fisika dan kimia terdiri atas MnSO4, reagen oksigen, H2SO4 pekat, indikator
amilum, 1/80 Na2S2O3 untuk penentuan kadar DO (Disolved Oksigen). H2SO4 4N, 0,1N
kalium permanganat, 0,1 N amonium oksalat, MnSO4, reagen oksigen, H2SO4 pekat,
1/80 Na2S2O3 untuk pengukuran BOD (Biologycal Oxygen Demand). Bahan untuk
perlakuan terdiri atas limbah cair UKM Mina Tayu tanaman air dan bakteri proteolitik
yaitu Lactobacillus acidophilus dan Bacillus licheriformis.

C. Tata Laksana
Pembuatan Medium LB (Luria Bertani) cair

Bahan:
Tryptone : 10g/L  2,5g
NaCl (Sodium Chloride) : 5g/L  1,25g
Yeast Extract : 10g/L  2,5g
Aquadest : 50 ml

Stirer tanpa panas hingga homogen

a. Enrichment I
Autoklaf 15 menit pada 121°C

15
Ambil 1 ose kultur bakteri Bacillus licheriformis

Masukkan dalam medium LB (7 ml) secara aseptis

Inkubasi 24 jam, 35 ± 2°C dalam inkubator shaker

b. Enrichment II

Ambil 0,1 ml biakan bakteri dari 7 ml medium LB

LB 10 ml

Inkubasi 24 jam, 35 ± 2°C dalam inkubator shaker

c. Bioremediasi

Limbah cair disaring

1 2 3 4 5

Treatment:
1. Perlakuan kontrol
2. Perlakuan fitoremediasi + aerasi
3. Perlakuan kultur bakteri + aerasi (aerob)
4. Perlakuan kultur bakteri tanpa aerasi (anerob)
5. Perlakuan fitoremediasi + kultur bakteri + aerasi

Inkubasi air limbah selama 7 hari

Amati parameter DO, BOD, BOD5, TSS, pH, kekeruhan, dan bau

Bandingkan dengan baku mutu

Hitung beban pencemaran limbah cair per hari debit limbah cair

16
Pengukuran BOD

1 ml H2SO4 4 N

2 tetes KMnO4 0,1 N; gojok


(bening)

1 tetes amonium oksalat


0,1N (bening)

1 ml MnSO4
1 ml reagen oksigen

H2SO4pekat
(gojok)

50 ml ke erlenmeyer

3 tetes amilum

Titrasi dengan 1/80 N


Na2SO3 (bening)

17
Pengukuran DO Pengukuran pH

airdalambotol
oksigen Kertas pH
indikator
Dicelup ke limbah
1 mLMnSO4
Dibaca dari
perubahan warna
pH indikator
1 mL
reagenoksigen
Pengukuran TSS

diamkan 10 menit
timbangkertassaringa
wal (a mg)

1 mL H2SO4pekat,
gojok saring 100 mL sampel air

keringkan 24 jam
50 mL
larutansampelkeerlenmeyer
timbangkertassaringakhir
(b mg)

3-4 tetes indicator


amilum
TSS= (b-a)x10x1000x1/1liter=Xmg/L

titrasi Na2S2O3 1/80


N

(bening)

DO=1000/50x V Na2S2O3x0,1 mg/L

18
 Penentuan kandungan protein terlarut (Lowry-Follin)
a. Bahan :
 Sampel
 BSA
 Larutan A (larutkan 2,8598 g NaOH dan 14,3084 g Na2CO3
dalam aquadest hingga mencapai volume 500 ml)
 Larutan B (larutkan 1,4232 g CuSO4.5H2O dalam aquadest
hingga mencapai volume 100 ml)
 Larutan C (larutkan 2,85299 g Na2-tartrat.2H2O dalam aquadest
hingga mencapai volume 100 ml (larutan A, B, dan C dapat
disimpan)
 Larutan D (campur larutan A, B, dan C dengan perbandingan
100:1:1 kemudian digojog hingga homogen)
 Larutan E (mencampuran 5 ml reagen Follin-Ciocalteau 2 N
dengan 6 ml aquadest lalu digojog)
b. Alat :
 Kuvet
 Spektrofotometer
 Vortex
 Labu ukur
 Gelas ukur
 Pipet ukur
 Tabung sentrifuge
 Kempot
 Rak tabung reaksi

19
c. Cara kerja
Pembuatan larutan standar

Penentuan protein dengan cara Lowry-Follin

20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Data bioremediasi hasil praktikum dapat dilihat pada Tabel 1.
Setelah Perlakuan
Parameter Sebelum Kontrol Kontrol
I II III IV V
(+) (-)
Suhu 27 28 29 28 30 30 21 24
TTS (mg/l) 0.5 0.74 0.75 0.72 0.72 0.71 0.66 0.73
pH 7 7 7 7 8 8 8 8
Kekeruhan ++++ +++ ++ + ++++ ++++ +++ ++++
Bau ++++ +++ ++ + +++++ +++++ ++++ +++++
DO (mg/l) 5 7 9 15 6 4 3 2
BOD (mg/l) 2.8 2.1 2.3 2.1 0 0 1.3 0
Protein Terlarut
60,07 4,36 16,5 22,93 58,64 54,36 9,36 14,36
(mg/L)

Keterangan :

 Bau : + = Netral
: ++ = Agak Bau
: +++ = Bau
: ++++ = Sangat Bau
: +++++ = Sangat Bau Sekali

 Kekeruhan : + = Bening
: ++ = Agak Bening
: +++ = Keruh
: ++++ = Sangat Keruh
: +++++ = Sangat keruh Sekali

Keterangan :
I .Fitoremidiasi (Tanaman air)
II. Fitoremidiasi + Bakteri A
III. Fitoremidiasi + Bakteri B
IV. Bakteri A (Lactobacillus acidophilus)
V. Bakrteri B (Bacillus licheriformis)

21
B. Pembahasan

Praktikum analisis dan prediksi beban pencemaran limbah cair industri


perikanan menggunakan 6 perlakuan yang berbeda yaitu tanaman air dan aerasi,
tanaman air + bakteri A (Lactobacillus acidophilus) + aerasi, tanaman air + bakteri B
(Bacillus licheriformis), bakteri A (Lactobacillus acidophilus) + aerasi, bakteri B
(Bacillus licheriformis) + aerasi dan kontrol.
Limbah cair industri perikanan yang digunakan berasal dari UKM Mina Tayu,
tahap awal yang dilakukan adalah persiapan media LB dan TSB, fungsi dari medium
LB (Luria Bertani) yaitu sebagai media pertumbuhan bakteri dengan bahan berupa
tryptopane, NaCl, yeast extract dan aquadest serta berfungsi mengisolasi bakteri A
(Lactobacillus acidophilus). Sedangkan untuk medium TSB (Tryptone Soya Broth),
berfungsi untuk mengisolasi bakteri B (Bacillus licheriformis). Media TSB
mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan substansi
nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam-macam
mikroorganisme.
Dalam pembuatan medium mula-mula distirer tanpa panas hingga homogen, lalu
di autoklaf pada suhu 121oC untuk agar bahan steril. Kemudian dilakukan Enrichment I
untuk memperkaya biakan bakteri dengan cara mengambil 1 ose kultur bakteri bakteri
A dan dimasukkan ke dalam larutan LB, sedangkan medium TSB untuk bakteri B yang
masing-masing sudah dibuat secara aseptis agar tidak ada kontaminasi lingkungan dan
tak memungkinkan masuknya bakteri selain Lactobacillus acidophilus
dan Bacillus licheriformis. Selanjutnya inkubasi selama 24 jam dengan suhu 35 ± 2 °C
dalam incubator shaker. Inkubasi berfungsi untuk menumbuhkan bakteri dalam suhu
optimum. Kemudian Enrichment II yang dilakukan dengan mengambil 0.1 mL biakan
bakteri dari 7 mL medium kemudian dimasukkan kedalam medium LB 10 mL, setelah
itu inkubasi selama 24 jam dengan suhu 35 ± 2 °C dalam incubator shaker.
Bioremediasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu fitoremediasi (degradasi polutan
dengan bantuan tanaman), penanganan biologis yakni secara aerob dan anaerob.
Kemudian siapkan 6 ember kaca untuk 6 perlakuan yang diberikan dan diberi
perlakuan bioremidiasi. perlakuan yang diberikan adalah tanaman air dan aerasi,
Tanaman air + bakteri A (Lactobacillus acidophilus) + aerasi, tanaman air + bakteri B
(Bacillus licheriformis), bakteri A (Lactobacillus acidophilus) + aerasi, bakteri B

22
(Bacillus licheriformis) + aerasi dan kontrol. Bioremidiasi ini dilakukan dengan
menyaring limbah cair yang berasal dari UKM Mina Tayu kemudian limbah dilakukan
pengamatan dengan beberapa parameter yaitu DO, BOD, TSS dan pH.
Tanaman air yang diberikan berfungsi sebagai fitoremidiasi. Fitoremidiasi
adalah suatu konsep yang memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh tumbuhan untuk
menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang telah terkontaminasi
(Handayanto dan Hairiyah, 2007). Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai
penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau
menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik (Priyanto
dan Prayitno, 2006) Bakteri A dan bakteri B yang digunakan berfungsi sebagai
pendegradasi polutan bahan organik, setiap perlakuan diberi aerasi sebagai penyuplai
oksigen untuk pengolahan secara biologi oleh bakteri aerob dalam menurunkan kadar
COD dalam limbah cair yang digunakan. Ke-6 perlakuan di inkubasi selama 7 hari
untuk melihat perubahan dari masing-masing perlakuan tersebut dan dilakukan
pengamatan setiap hari untuk parameter kekeruhan dan bau serta BODH5 yang berfungsi
untuk melihat kebutuhan oksigen bagi bakteri dalam mendegradasi limbah. Setelah 7
hari diamati parameter DO, TSS, pH, kekeruhan dan bau untuk kemudian dibandingkan
dengan baku mutu dan dihitung beban pencemaran perhari dan debit limbah cair.
Rumus pengukuran beban pencemaran :
Beban pencemaran limbah bulanan

Lmix = C x Qmix

Ket:
Lmix: beban pencemaran kegiatan (kg)
C : kadar parameter air limbah (mg/L)
Qmix: kuantitas air limbah gabungan (m3)

Qmix =Ʃi (Qi . Pi)

23
Ket:
Qi = kuantitas air limbah yang berlaku bagi masing-masing jenis bahan baku
(m3/ton)
Pi = Jumlah bahan baku yang digunakan (ton)

Data dari UKM Mina Tayu


Qi = 70 L perhari x 30 hari = 2100 L  2.100.000 m3 2.100.000 m3/6 ton =
350.000 m3/ton
Pi = tuna 50 kg per hari dan bandeng 150 kg perhari = 200 kg x 30 hari = 6 ton
Qmix= Ʃi (Qi . Pi)
= 350.000 m3/ton x 6 ton = 2.100.000 m3

Contoh perhitungan kel. 2


a) TTS
Lmix, TSS = 100 x 1.750.000 x 0,001

= 175.000 kg  baku mutu

Lmix, TSS = 0,75 x 1.750.000 x 0.001

= 1312,5 kg  sebenarnya

Jadi, 1312,5 kg (sebenarnya) < 175.000 kg (baku mutu)

b) BOD
Lmix, BOD = 75 x 1.750.000 x 0,001

= 131.250 kg  baku mutu

Lmix, BOD = (BOD – BOD5 ) x 1.750.000 x 0.001

= (2,3 – 0) x 1.750.000 x 0.001

= 4025 kg  sebenarnya

Jadi, 4025 kg (sebenarnya ) < 131.250 kg (baku mutu)

24
Parameter yang diujikan dalam praktikum ini antara lain parameter fisik dan
kimia. Parameter fisik yang dinilai yaitu kekeruhan, TSS dan bau. Parameter kimia yang
diujikan yaitu BOD5 (Biologycal Oxygen Demand (hari kelima), DO (Dissolved
Oxygen) dan pH (derajad keasaman).
Berdasarkan hasil pengukuran parameter maka didapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Pengukuran DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat atau tingkat kekotoran
limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut menunjukkan tingkat kekotoran
limbah yang semakin kecil atau dapat menguraikan limbah. Jadi ukuran DO berbanding
terbalik dengan BOD (Sugiharto, 1987). Hasil pengamatan DO awal sebesar 5 mg/L,
pada perlakuan fitoremediasi sebesar 7 mg/L, fitoremediasi + bakteri A sebesar 9 mg/L,
fitoremediasi + bakteri B sebesar 15 mg/L, anaerob + bakteri A dan anaerob +bakteri B
sebesar 0 mg/L. Hal ini diasumsikan bahwa kadar oksigen terlarut dalam limbah pada
awal analisis didapatkan 3 mg/L telah digunakan oleh organisme untuk mengurai
bahan-bahan organik. Selain itu, kadar DOnya bertambah dikarenakan faktor perlakuan
aerasi. Oleh karena itu, sebelum limbah memperoleh perlakuan maka terlebih dahulu
dilakukan aerasi sehingga dapat dilakukan pengukuran BOD. Fitoremediasi
menggunakan tanaman air dan yang digunakan pada praktikum ini yaitu eceng gondok
karena dapat berfungsi untuk transfer oksigen bagi mikroorganisme dan dapat
menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi dan fungsi ini biasanya
dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya bersifat ready degraded (Syakti, 2005).
2. Pengukuran pH
Data pH awal yaitu 7 pada kontrol dan pH optimum untuk proses penguraian
bahan organik adalah 5-8 (Sunu, 2001). Nilai pH sebelum perlakuan adalah 7 dan
sesudah perlakuan adalah 7-8. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa bahan organik
optimum melakukan penguraian. Selain itu, hasil tersebut memperlihatkan bahwa kadar
pH dari perlakuan dan kontrol masih dalam ambang batas baku mutu limbah industri
pengolahan yaitu antara 6 – 9. Hal ini mengindikasikan bahwa limbah tersebut masih
dalam pH normal. Air yang memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam,
sedangkan air yang memilki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa.
Perubahan pH air tergantung pada polutan air tersebut.

25
3. Pengukuran BOD
Berdasarkan pengukuran BOD, sampel fitoremidiasi memiliki kadar BOD awal
(BODH0) 2,8 mg/l. Sedangkan kadar BOD pada hari ke 5 (BODH5) pada kontrol sebesar
7 mg/l; perlakuan fitoremidiasi memiliki kadar BODH5 sebesar 2,1 mg/l. Setelah masa
inkubasi selama 5 hari maka dapat dihitung kadar oksigen yang digunkan oleh bakteri
untuk mendegradasi bahan-bahan organik (BOD5). Baku mutu limbah untuk parameter
BOD adalah 75 mg/L, dari hasil tersebut nilai BOD nya dibawah baku mutu limbah
yang berarti adanya reaksi biologis yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam
mereduksi beban pencemaran. BOD5 adalah ukuran kandungan oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme yang hidup di perairan untuk menguraikan bahan
organik yang ada di dalamnya dan apabila kandungan oksigen dalam air turun, maka
kemampuan mikroorganisme aerob untuk menguraikan bahan organik tersebut juga
menurun. BOD5 ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang digunakan oleh
mikroorganisme selama kurun waktu dan pada temperatur tertentu.
4. Pengukuran TSS
Data TSS didapat hasil pangamatan awal sebesar 0,5 mg/l dan fitoremediasi
0,74 mg/l; maka dapat disimpulkan perlakuan sudah memenuhi standar baku mutu
dengan kata lain kandungan TSS yang dimiliki dibawah dari 100 mg/l. Kadar TSS
berkaitan dengan BOD. Hal ini dikarenakan semakin banyak bahan organik yang dapat
didegradasi atau diuraikan maka akan semakin mengurangi kadar bahan terlarut dari
suatu perairan atau limbah. Sehingga semkin banyak zat organik yang diuraikan akan
mengurangi kadar TSS. Ada penurunan kadar TSS perlakuan fitoremidiasi dari kontrol,
hal ini terjadi karena tidak ada oksigen yang mendegradasi bahan buangan, dan
akhirnya mengendap. TSS merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak
terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung dan dapat membuat penurunan kejernihan
air dan dapat menghalangi sinar matahari yang masuk sehingga dapat berpengaruh
terhadap organisme di dalamnya (Puspita, 2008).
5. Pengukuran Kekeruhan
Data kekeruhan awal didapat keruh (++++) dan fitoremediasi keruh agak
bening. Kekeruhan dilihat berdasarkan intensitas warna yang dihasilkan dan
dipengaruhi oleh TSS. Tingkat kekeruhan yang menurun diakibatkan karena
pengendapan sebagian partikel yang tersuspensi dalam sampel telah berkurang

26
(Nasution, 2004). Tingkat kekeruhan ini berhubungan dengan jumlah bahan-bahan
organik yang diuraikan oleh organisme. Semakin banyak bahan organik yang diurai
maka akan semakin mengurangi tingkat kekeruhan limbah. Hal ini dikarenakan bahan-
bahan organik biasanya merupakan penyebab utama dari kekeruha suatu limbah
ataupun perairan.
6. Pengamatan Bau
Data pengamatan bau untuk awal yaitu sangat bau (++++) dan fitoremediasi
yaitu bau (+++). Bau dapat diakibatkan oleh campuran pada limbah yang telah
mengalami aktivitas enzim yang diakibatkan oleh tanaman air yang dapat memecah
lemak dan protein, sehingga mengurangi bau yang menyengat. Hal ini dikarenakan
adanya penguraian bahan-bahan organik dapat mereduksi bau suatu limbah.
7. Suhu
Suhu yang terdapat pada limbah cair perikanan setelah dilakukan perlakuan
fitoremidiasi mengalami perubahan setelah 7 hari dari 27 oC menjadi 28 oC. Hal ini
disebabkan oleh kandungan kadar karbondioksida yang berpengaruh naik atau turunnya
suhu pada limbah cair perikanan tersebut.
8. Kandungan Protein Terlarut
Nilai kandungan protein terlarut setelah dilakukan perlakuan fitoremidiasi, 7
hari kemudian mengalami penurunan menjadi 4,36 ppm yang pada hari pertama
perlakuan awal nilainya 60,07 ppm. Penurunan ini menunjukkan protein yang ada di
limbah cair telah dimanfaatkan oleh tanaman air sebagai sumber energi dalam bertahan
hidup.
Dari hasil data pengamatan yang didapat nilai beban pencemaran berdasarkan
TSS pada semua perlakuan reduksi limbah cair industri perikanan yaitu kurang dari 420
kg. Hasil tersebut maka masih dibawah standar beban pencemaran yaitu 210000 kg.
Selain itu, pada nilai BOD diperoleh nilainya kurang dari 6720 kg dan nilai beban
pencemaran nya adalah 157500 kg. Dengan demikian, limbah cair UKM Mina Tayu
masih dalam batas aman karena nilainya masih dibawah standar beban pencemaran.
Berdasarkan hasil data dari keenam perlakuan yang dilakukan, perlakuan yang
terbaik yaitu ada pada perlakuan fitoremediasi aerob + bakteri B (Bacillus licheriformis)
dengan nilai absorbansinya terkecil. Hak ini menandakan bahwa selama inkubasi
kekeruhan air limbah paling banyak berkurang, begitu juga pada parameter protein

27
terlarutnya yang menunjukkan kadar protein terlarut paling banyak berkurang selama
proses inkubasi. Secara teoritis, mengingat bahwa bakteri aerob yang membutuhkan
oksigen bebas, maka dengan perlakuan aerasi secara kontinyu proses pengolahan
limbah menjadi lebih optimal. Oleh karena itu berkembang biaknya mikroorganisme,
penguraian senyawa polutan menjadi lebih efektif (Jasmiati et al, 2010).

28
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengukuran parameter fisika limbah cair industri perikanan dilakukan dengan
mengukur TSS, suhu, kekeruhan dan bau. Pengukuran parameter kimia
dilakukan dengan mengukur pH, DO, BOD H0, BOD H5 dan BOD5
2. Kuantitas tiap parameter pencemaran limbah cair industri perikanan berbeda
sesuai dengan perlakuan :
a. BODH0 tiap perlakuan 2.8 mg/L.
b. BODH5 tiap perlakuan mulai dari 0 sampai 2.3 mg/L.
c. DO tiap perlakuan berkisar antara 0 sampai 15 mg/L.
d. pH tiap perlakuan berkisar 7 dan 8.
e. TSS tiap perlakuan berkisar antara 0.71 sampai 0.75.
3. Beban pencemaran dari semua perlakuan jika dibandingkan dengan beban
pencemaran standar adalah TSS <210000 kg dan BOD <157500 kg
4. Penanganan limbah secara biologis dengan fitoremediasi dilakukan dengan
menggunakan tanaman air, secara aerob dilakukan menggunakan kultur bakteri
yang diberi aerasi dan akan lebih efektif jika menggabungkan ketiganya.

B. Saran
Sebaiknya sumber limbah cair industri perikanan berasal dari UKM yang
bervariasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

Arsawan, M., I.W.B. Suyasa. dan W. Suarna. 2007. Pemanfaatn metode aerasi
dalam pengolahan limbah berminyak. Ecothropic 2: 1-9.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Fujaya, Y., 2000, “Fisiologi Ikan Dasar. Pengembangan Teknik Perikanan”, Rineka
Cipta, Jakarta.
Gintings, P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri, Sinar Harapan,
Jakarta.
Gossalam. 1999. Kemampuan Degradasi Hidrokarbon Minyak Bumi oleh Isolat Bakteri
dari Lingkungan Hutan Magrove. Tesis. Magister ITB, Bandung
Handayanto dan Hairiyah, K. 2007. Biologi Tanah. Pustaka Adipura, Yogyakarta.
Jasmiati, Sofia Anita, Thamrin. 2010 . Bioremidiasi Limbah Cair Industri Tahu
Menggunakan Efektif Mikroorganisme (EM4). Pascasarjana Ilmu Lingkungan
dan FMIPA Universitas Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. 2 (4)
Jenie, Betty dan Winiaty. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius,
Yogyakarta.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1995. Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kesehatan Industri. KEP-51/MENLH/10/1995
Kordi, K. M. G. H. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka
Cipta, Jakarta.
Kusnoputranto, H. 1985. Kesehatan Lingkungan. FKM UI, Jakarta.
Mellor, E., Landin P, O’Donovan C., Connor, D. 1996. Microbiology og in situ
bioremediation. Environ Scu Technol. 12: 60-64
Nasution, D.Y. 2004. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit yang Berasal dari
Kolam Akhir (Final Pond) dengan Proses Koagulasi Melalui Elektrolisis. Jurnal
Sains Kimia Vol. 8, No.2, 2004: 38-40. Pedoman Design Teknik IPAL
Agroindustri, Bogor.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 6 tahun 2007. Baku Mutu Air Limbah
Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001. Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Priyanto B, dan Prayitno J. 2006. Fitoremidiasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan
Pencemaran, Khususnya Logam Berat. Melalui
http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora.htm
Puspita, D. 2008. Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) Pada Limbah
Laundry dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter Disertai dengan Reaktor
Activated Carbon. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan. UII. Yogyakarta. Tugas Akhir.
Reed, S.C., E.J. Midlebrooks dan R.W. Crites. 2005. Natural System WasteManagement and
Treatment. McGraw Hill Book Company, New York.
Sahubawa, L. 2009. Analisis dan Prediksi Beban Pencemaran Limbah Cair Industri
Kayulapis PT. Jati Dharma Indah, Serta Dampaknya Terhadap Perairan Laut.
Jurnal Manusia dan Lingkungan. 15 (2) : 70-78

30
Sahubawa, L. 2011. Analisis dan Beban Pencemaran Limbah Cair Pabrik Pengalengan
Ikan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 18 (1) : 9 - 18
Soeparman. 2000. Pengelolaan Limbah Cair. Buku Kedokteran, Jakarta.
Steven, B dan Marc, K. 1996. In situ Bioremediation Of Petroleum Aromatic
Hydrocarbon. Ground Water Polution. Down loading, available at
http:www.cee.vt.edu/program_areas/enviromental/teach/gwprimer/group1/ind/e
x/html. Diakses tanggal 18 April 2013 pukul 14.55 WIB.
Stowell, RR., J.C. Ludwig dan G. Thobanogmus. 2000. Towad the rational design ofaquatic treatments
of wastewater. University of California, California.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press, Jakarta.
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit
PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Syakti, A., 2005. Multi-Proses Remediasi Didalam Penanganan Tumpahan Minyak (Oil
Spill) Di Perairan Laut Dan Pesisir. Seminar Bioremediasi. http-
www.pksplipb.or.id
Tchobanoglous, G.1991. Edisi ketiga Teknik Sumber Daya Air. Erlangga, Jakarta.
Veranita, D. 2001. Studi Tentang Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Tuna
Beku di PT. Indomaguro Tunas Unggul, Jakarta. Skripsi. Jurusan THP FKIP-
IPB. Bogor.
Wibowo, T.S., Purwanto dan B. Yulianto. 2013. Pengelolaan lingkungan industri
pengolahan limbah fillet ikan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

31

Anda mungkin juga menyukai