Anda di halaman 1dari 9

PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM BAHAN PANGAN

DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

I. Tujuan
Mampu menetapkan kadar aspartam dalam bahan pangan dengan
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi.

II. Dasar Teori


1. Bahan Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
serta memperbaiki sifat-sifat makanan. Rasa manis dihasilkan oleh berbagai
senyawa organik, termasuk alkohol, glikol, gula, dan turunan gula. Sukrosa adalah
bahan pemanis pertama yang digunakan secara umum karena pembuatannya
paling ekonomis.
Bahan pemanis golongan karbohidrat maupun senyawa sintetis atau yang
dikenal dengan pemanis buatan merupakan bahan tambahan pangan yang tidak
memiliki nilai gizi. Bahan pemanis buatan adalah hasil rekaan manusia, pemanis
sintetis ini hanyalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau mempertajam
penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya
jauh lebih rendah dari pada gula (Wisnu, 2005). Bahan tambahan pangan pemanis
buatan merupakan senyawa yang secara substansiial memiliki tingkat kemanisan
yang lebih tinggi, yaitu berkisar anatara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis
dibandingkan sukrosa (Fitriana, 2013).
Pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan
(sintetis). Contoh pemanis alam sebagai berikut : 1) Berasal dari tanaman yaitu :
gula tebu (sukrosa) yang diekstrak dari tebu (Saccharum officinarum L.) dan gula
bit (sukrosa) yang diekstrak dari Bit (Beta vulgaris). 2) Berasal dari penguraian
(hidrolisis) karbohidrat, antara lain :glukosa, dekstrosa, laktosa, fruktosa,
galaktosa, sorbitol, manitol, gliserol,dan glisina (Wisnu, 2005). Pemanis buatan
(sintetis) seperti sakarin, siklamat, dan aspartame (Hadju, 2012).
2. Aspartam
Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun
1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul atau borok. Aspartam senyawa
metil ester dipeptida yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus
C14H16N2O5 memiliki daya kemanisan 250 kali sukrosa (Wisnu, 2005), yang
dihasilkan dari asam amino essensial fenilalanin yang banyak digunakan sebagai
pemanis non nutritif (Fitriana, 2013).

Struktur Aspartam

Tiga senyawa aspartame dihidrolisis dalam saluran pencernaan yaitu metal


alkohol, asam aspartat dan fenilalanin. Aspartam digunakan sebagai pemanis
intens, dengan tingkat kemanisan sekitar 180 sampai 200 kali sukrosa. Aspartam
digunakan dalam makanan, minuman dan obat – obatan. Setiap gram dari
aspartam terdapat sekitar 17 kJ (4 kkal) (Sweetman, 2009). Sehingga
penggunaannya kurang dari 1 persen daripada penggunaan gula biasa. Itu
sebabnya aspartam dikatakan aman bagi penderita diabetes melitus dan
kegemukan. (Buckle, dkk,. 1985).
Saat ini aspartam telah ada dalam berbagai bentuk, seperti
cair, granular, enkapsulasi dan juga tepung. Dengan demikian, aspartam dapat
digunakan dalam berbagai bentuk dan jenis makanan maupun minuman. Bentuk
enkapsulasi bersifat tahan panas sehingga dapat digunakan untuk produk-produk
yang memerlukan suhu tinggi dalam pembuatannya. (Winarmo, 1991)
3. Efek Aspartam Terhadap Kesehatan
Di Indonesia penggunaan bahan tambahan pangan pemanis, baik jenis
maupun jumlahnya diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Menurut Permenkes tersebut, pemanis
pada pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi (Depkes RI,
1988). Bahan pemanis sintetis yang diperbolehkan menurut Permenkes tersebut
adalah sakarin, siklamat dan aspartam (Wisnu, 2005).
Dampak aspartam bagi kesehatan akan menimbulkan keluhan secara
spontan dari konsumen yang sering terjadi adalah sakit kepla, neuropsikiatri atau
gejala perilaku, kijang, dan hipersensitivitas atau gejala dermatologis hal tersebut
akan terjadi jika yang mengonsumsi aspartam memiliki sensitivitas yang tidak
biasa (Sweetman, 2009). Pemanis sintesis di dalam makanan maupun minuman
tidak dapat dipungkiri selain harganya yang murah, pemanis sintesis memilki
tingkat kemanisannya yang tinggi. Namun penggunaan pemanis sintetis dalam
jumlah besar dapat bersifat karsinogenik.
4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia.
KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan
fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini
jika dibandingkan dengan metode lainnya (Snyder dan Kirkland, 1979; Johnson
dan Stevenson, 1978).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) sering digunakan untuk
menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-
asam nukleat, mementukan kadar senyawa aktif obat dan produk degradasi dalam
sediaan farmasi. KCKT merupakan teknik dimana suatu zat terlarut terpisah oleh
perbedaan kecepatan elusi.Hal ini dikarenakan zat-zat terlarut tersebut
terdistribusi secara berbeda pada saat melewati suatu kolom kromatografi.
Pemisahan zat terlarut ini diatur oleh distribusi masing-masing zat terlarut tersebut
dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair terhadap suatu
masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai
macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang diameter
kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel
(Sastrohamidjojo, 2007).
Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat
digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis
kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar.
Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel kurang
menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar.
Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi.

III. Alat
Alat- alat yang digunakan adalah:
1. KCKT dengan kolom Oktadesilsilan (C18) pada partikel 100 μm; 150 x 4,60
mm atau kolom lain yang sesuai
2. Vial KCKT
3. Timbangan
4. Kertas Timbang
5. Sendok sungu
6. Cawan porselin + alu
7. Labu ukur 50 mL
8. Labu ukur 100 mL
9. Labu ukur 1000 mL
10. Pipet Tetes
11. Alat penghomogen
12. Gelas beaker 100 mL
13. Gelas beaker 250 ml
14. Suntikan dengan membrane PP
15. Sonifikasi

IV. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan:
1. Sampel yang akan di uji
2. Larutan dapar natrium dihidrogen fosfat.2H2O
3. Asetonitril
4. Baku standar aspartam
5. Membran PP/ 0,45 μm
V. Prosedur Kerja
1. Larutan uji
Ditimbang dengan seksama lebih kurang 0,3 gram contoh sirup; 1,3 gram
minuman ringan atau 0,5 gram minuman serbuk, dimasukan ke dalam labu ukur
50 mL, ditambah 25 mL fase gerak, kemudian dikocok dan ditambahkan fase
gerak hingga tanda batas, dikocok (untuk minuman serbuk, dipipet 1,0 – 5,0 mL,
ditambah fase gerak hingga 50 mL). disaring dengan penyaring membrane 0,45
μm dan diawaudarakan.
2. Larutan baku
Sejumlah lebih kurang 50 mg aspartam baku, ditimbang seksama
dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL fase gerak, dikocok sampai larut dan
diencerkan dengan fase gerak sampai tanda batas (A). Dipipet 0,5; 1,0; 1,5; 2,0;
2,5 mL larutan A. dimasukan ke dalam labu ukur 50 mL, masing – masing
ditambah fase gerak sampai tanda batas, dikocok, disaring dengan penyaring
membran 0,45 μm dan diawaudarakan dengan alat sonifikasi.
3. Cara penetapan
Larutan uji dan larutan baku disuntikan secara terpisah dan dilakukan
kromatografi cair kinerja tinggi dengan sebagai berikut:
Kolom : Oktadesil silan (C18) pada partikel 100 μm; 150 x 4,60 mm
atau kolom lain yang sesuai.
Fase gerak : larutan dapar Natriumdihidrogen fosfat.2H2O 10 mM (pH
2,6) – asetonitril (8,25 : 17,5)
Laju alir : 1,2 mL/menit
Detector : Ultraviolet pada panjang gelombang 210 nm
Vol. penyuntikan : 20 μL

VI. Data Pengamatan


Bobot (mg) Faktor
Waktu Respon
Nama Wadah Wadah Zat Pengen- Rasio
Retensi Puncak
+ zat + sisa ceran
Baku pembanding
Aspartam 17,080 7,078 10,002 10/1,20 2,79

Zat uji
I 1,0411 0,5124 0,5287 50
VII. Analisa Data
-

VIII. Pembahasan
Analisis aspartam dalam bahan pangan dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi bertujuan untuk mengetahui kadar aspartam yang terdapat pada
bahan pangan tersebut secara kualitatif maupun semi kuantitatif. Analsis
kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam
kromatogram sedangkan untuk analisis kualitatifnya untuk mengetahui ada atau
tidaknya senyawa tersebut.
Aspartam adalah bahan tambahan pangan yang tersusun dari dua macam
asam amino yaitu asam aspartat dan fenilalanin. Aspartame merupakan salah satu
pemanis sintetik yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk
olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis
berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik,
sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber
kalori bagi tubuh. Berdasarkan proses produksi pemanis sintetis dihasilkan
melalui proses kimia, seperti taumatin, alimat, siklamat, aspartam, dan sakarin.
Penentuan kadar aspartam di mulai dengan melakukan tahapan preparasi
sampel dan pembuatan larutan baku pembanding. Preparasi sampel dimulai
dengan menghaluskan sampel yang berbentuk padatan yang kemudian diekastrak
menggunakan larutan fase gerak yaitu larutan dapar natriumdihidrogen
fosfat.2H2O – asetonitril. Ekstraksi merupakan proses perlakuan satu atau
sejumlah penyusun atau campuran ke dalam pelarut sehingga penyusun-
penyususn tersebut terpisah dari pelarut lain yang tidak larut. Larutan yang
diekstraksi adalah larutan aspartam dengan pelarut natriumdihidrogen fosfat.2H2O
– asetonitril. Sebelum digunakan pelarut natriumdihidrogen fosfat.2H2O harus
dipastikan berada pada pH 2,6 karena aspartam dapat larut pada pH tersebut.
Sampel yang mengandung aspartam dilarutkan menggunakan larutan fase
gerak karena dapat mengelusi aspartam dan merupakan pelarut polar yang dapat
digunakan dalam kromatografi fasa balik. Kemudian sampel yang telah dilarutkan
menggunakan fase gerak dihomogenkan. Kemudian di lakukan penyaringan untuk
memisahkan antara residu dengan filtrat, selain itu berfungsi untuk memisahkan
pengotor – pengotor dari filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian dimasukan
kedalam vial KCKT dengan menggunakan injector dimana terdapat membran
yang berukuran 0,45 μm. Apabila filtrat yang dimasukan ke dalam vial masih
dalam keadaan keruh maka perlu dilakukan penyaringan menggunakan
membrane yang ukuran porinya lebih kecil lagi. Filtrat keruh tersebut
menandakan bahwa masih terdapatnya pengotor di dalamnya sehingga perlu
dilakukan penyaringan menggunakan membran yang ukuran porinya lebih kecil.
Selain itu filtrat yang kotor dan berwarna akan mudah membuat kolom mudah
kotor sehingga perlu pembersihan yang lebih maksimal dan dapat membuat kolom
lebih cepat rusak. Sampel maupun standar yang di injekan pada KCKT harus
terbebas dari gelembung – gelembung udara sehingga dilakukan penghilangan
menggunakan alat sonifikasi.
Langkah selanjutnya yaitu menyiapkan larutan baku pembanding aspartam
dengan cara menimbang baku pembanding aspartam kemudian dilarutkan
menggunakan larutan fase gerak. Selanjutnya dibuat deret larutan standar baku
pembanding dengan berbagai konsentrasi sesuai dengan daerah serapan kurva
kalibrasinya.
Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT,
dengan detector UV pada panjang gelombang 210 nm, kolom C-18 (n-oktadesil
silan), fase gerak larutan dapar natrium dihidrogen fosfat pH 2,6 : asetonitril (8,25
: 17,5). Dalam sistem ini analit yang lebih polar akan tertahan lebih lama pada
fasa diam sehingga akan keluar dari kolom lebih lama daripada analit lain yang
kurang polar. Aspartam terurai menjadi 2 asam amino dan methanol saat proses
analisis menggunakan KCKT.
Sebelum dilakukan pengujian pada sampel aspartam dilakukan uji
kesesuaian sistem dengan menggunakan larutan standar baku aspartame 10 ppm
yang telah ditambahkan dengan fase garak. Kondisi optimum KCKT diperoleh
pada sistem isokratik dari campuran fasa gerak larutan dapar natrium dihidrogen
fosfat pH 2,6 : asetonitril (8,25 : 17,5 dengan laju alir 1 ml/menit diperoleh
pemisahan dengan waktu analisis 5 detik dan waktu retensi 2,79 menit.
Aspartame merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan
sebagai pemanis sintetik. Penggunaan yang berlebih atau melampaui batas
maksimum akan menyebabkan beberapa gangguan pada kinerja tubuh manusia.
Aspartam dimetabolisme dan terurai secara cepat menjadi asam amino, asam
aspartat, fenilalanin, dan metanol, sehingga dapat meningkatkan kadar fenilalanin
dalam darah. Oleh karena itu, pada label perlu dicantumkan peringatan khusus
bagi penderita kelemahan mental (fenilketonuria).
Aspartam merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal
berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis. Aspartam tidak cocok
untuk produksi makanan kering, roti dan lain-lain. Kelarutannya dalam air
memberikan suasana asam cukup besar. Analisis kulitatif dan kuantitatif aspartam
dari sampel kembang gula keras menunjukan bahwa tidak terdapatnya bahan
tambahan pemanis aspartam. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985, dengan batas maksimum penggunaan zat
pemanis buatan Aspartam adalah 0-40 mg. Dengan diperoleh hasil ini, maka tidak
ditemukan Aspartam yang ditemukan pada sampel melewati batas maksimum
penggunaan yang diperbolehkan.

IX. Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam
kembang gula keras tidak mengandung bahan tambahan pangan pemanis
aspartame, sehingga memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
208/Menkes/Per/IV/1985
DAFTAR PUSTAKA

Buckle dkk. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. UI-
Press: Jakarta.
Depkes RI. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/MENKES/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan.
Jakarta
Fitriana, R. 2013. Studi Paparan (Exposure assesment) Benzoat dan Aspartam
Pada Siswa SMA Kemah Indonesia 2 dan SMK Bina Insan Mulia
Bandung Menggunakan Metode Food Records 24 Hours dan Food
Frequency Questionnaire. Thesis Sekolah farmasi ITB.
Hadju. A. Nuraini. 2012. Analisis Zat Pemanis Buatan pada Minuman Jajanan
yang Dijual Dipasar Tradisional Kota Manado. Jurusan Teknologi
Pertanian Universitas Sam Ratulangit.
Jonshon, E.L. dan Stevenson, R. 1978. Basic Liquid Cromatography. Varian,
California.
Sastrohamidjojo, 2007, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta, Hal.26-36.
Snyder, L.R dan Kirkland J.J. 1979. Introduction to Modern Liquid
Cromatography Second Edition. John Willy & Sons. Inc Newyork,
Chihester, Briebane, Toronto, Singapore.
Sweetman, S.C., 2009. Martindale: The Complete Drug Reference 36th Edition,
Pharmaceutical Press : London, P.986-994.
Winarmo, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
Wisnu, Cahyadi. 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
PT. Bumi aksar. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai