SEMESTER GANJIL
ANGGOTA:
Tiara Ayu Lestari (155070500111003)
Wanda Fenny Oktavianti (155070500111016)
Nur Ishmah (155070501111003)
Baiq Maulina Sri R. (155070501111011)
Luh Made Wulan R. (155070501111024)
Jovana Avioleza (155070501111037)
Luciana Manna C. (155070507111013)
1.1. Pendahuluan
Aspartam termasuk senyawa metil ester dipeptida dengan nama L-aspartil-
L-alaninmetil-ester. Aspartam memiliki tingkat kemanisan 200 kali lebih kuat
dari sukrosa, sehingga banyak digunakan pada berbagai industri makanan dan
minuman. Aspartam banyak ditambahkan dalam berbagai produk makanan
dan minuman yang beredar di pasaran, sehingga mudah dikonsumsi oleh
masyarakat luas. Aspartam sering ditambahkan dalam minuman, makanan,
cokelat, produk kedelai, makanan pencuci mulut, bahan pemanis, minuman
ringan serta susu fermentasi (Ahmad, 2006). Di dalam tubuh, aspartam dapat
mengalami metabolisme menjadi asam aspartat, fenilalanin, dan metanol.
Fenilalanin yang masuk ke dalam tubuh, dilaporkan dapat menyebabkan
gangguan fungsi otak seperti kanker otak dan kanker kelenjar getah bening.
Kadar aspartam yang diperbolehkan dalam tubuh adalah sebnyak 50 mg/kg
berat badan (Trocho et al., 1998).
Namun informasi mengenai dampak negatif yang dapat ditimbulkan
aspartam belum diketahui secara baik oleh konsumen. Mengingat dampak
negatif yang dapat ditimbulkan akibat konsumsi aspartam, maka analisis untuk
penentuan kadar aspartam sangat penting dilakukan. Hasil analisis aspartam
dapat memberikan informasi tentang keberadaan aspartam dalam makanan
dan minuman, sehingga para konsumen produk makanan dan minuman dapat
lebih berhati-hati (Siswanto dkk., 2016).
Analisis kandungan aspartam telah dilakukan dengan berbagai metode,
diantaranya kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan ninhydrin
sebagai reagen visualisasi dan dengan Spektrofotometer UV-Vis. Beberapa
metode capillary electrophoresis (CE) juga telah dilaporkan dapat digunakan
untuk analisis aspartam dengan deteksi UV pada panjang gelombang 254 nm.
Dari semua metode yang telah dilakukan untuk mendeteksi aspartam, High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah teknik yang paling
populer. Analisis aspartam menggunakan metode HPLC menunjukkan hasil
yang selektif dan dapat mendeteksi walaupun konsentrasi analit dalam sampel
kecil (Nantachit et al., 2008). Namun metode ini memiliki beberapa
kelemahan yaitu mahal dan memerlukan prosedur derivatisasi yang panjang
dan rumit. Maka digunakan metode HPLC yang mudah dalam pendeteksian
analit dan pemisahan karena dengan kesensitifan tinggi berdasar pada
derivatisasi pre-kolom dari aspartam menggunakan 2,4-dinitrofluorobenzena
dideteksi pada 332 nm. Selain itu, penggunaan metode ini untuk menentukan
aspartam dalam tablet pemanis buatan juga belum banyak dilaporkan.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode analisis kandungan aspartam pada tablet
pemanis buatan.
2. Untuk mengetahui kadar aspartam dalam tablet pemanis buatan berada
pada kadar yang diperbolehkan.
2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian kecil dari apapun atau salah satu dari sejumlah
yang dimaksudkan untuk menunjukkan kualitas dan sifat tertentu. Sampel
juga dapat berarti sebuah spesimen yang diambil untuk pengujian atau
analisis ilmiah. Sampel yang digunakan dalam analisis ini yaitu tablet
pemanis buatan dengan komponen matriks 2,4-dinitrofluorobenzena.
b. Filtrasi
Teknik filtrasi adalah metode untuk memisahkan dua
komponen yang berbeda sifatnya atau ukurannya melalui sebuah
membran permeabel yang berpori yaitu bisa dengan penyaringan.
Penyaringan lazim digunakan untuk memisahkan padatan dan
cairan yang bercampur menjadi satu dan tidak lazim untuk
memisahkan campuran dua macam cairan yang berbeda berat
jenisnya. Teknik ini dipilih karena umumnya pada analisis
aspartam, sampel yang digunakan berupa padatan yaitu tablet
pemanis sehingga diharapkan dapat dipisahkan dari pelarutnya
yang memiliki perbedaan sifat dan ukuran. Selain itu, hasil
filtratnya dibutuhkan untuk diuji analisis.
c. Sentrifugasi + Filtrasi
Tujuan utama sentrifugasi adaiah memisahkan partikel-
partikel padatan dari cairan yang bercampur menjadi terpisah satu
dengan yang lainnya. Jadi pada hakekatnya hampir mirip seperti
filtrasi, tetapi pemisahan dengan sentrifugasi didasarkan pada
perbedaan berat jenis partikel. Dalam hal ini gaya sentrifugasi
sangat berpengaruh pada hasil. Makin tinggi gaya sentrifugasi
maka pemisahan terjadi makin baik. Setelah disentrifugasi,
dilakukan filtrasi dengan penyaringan. Alasan pemilihan teknik
sentrifugasi adalah didasarkan pada tujuan memisahkan padatan
sampel yang telah bercampur dengan pelarutnya, sehingga dapat
diperoleh analit yang diinginkan. Kombinasi dua teknik tersebut
yang memiliki prinsip dasar yang hampir sama yakni pemisahan
dua senyawa, dimungkinkan dapat meningkatkan proses
pemisahan tersebut, sehingga dapat terjadi pemisahan yang lebih
akurat.
b. Spektrofotometri Kinetik
Pada (Ahmad et al., 2006), analisis aspartam pada sediaan
farmasetik dilakukan menggunakan spektrofotometri UV / Visible
model Pu 8770. Metode ini didasarkan pada oksidasi aspartam
dengan kalium permanganat menggunakan spektrofotometri dan
dilakukan pengukuran perubahan laju absorbansi pada panjang
gelombang 600 nm. Metode waktu tetap (dalam 48 menit)
digunakan untuk menentukan konsentrasi obat. Mulanya, nilai
absorbansi dicatat pada panjang gelombang 600 nm sebagai fungsi
waktu terhadap residu reagen. Lalu absorbansi diukur pada waktu
tetap (48 menit) dan diplot terhadap konsentrasi akhir (aspartam)
sehingga kandungan aspartam pada obat dapat dihitung dari grafik
kalibrasi atau persamaan regresi.
c. Bienzymatic Biosensor
Metode ini didasarkan pada imobilisasi kimiawi dari enzim
pada elektroda yang berbeda, seperti elektroda amonia, elektroda
hidrogen peroksida berbasis platina, elektroda oksigen, atau
elektroda komposit epoksi grafit. Selain itu, didasarkan pada
imobilisasi enzim ke dalam kolom yang terintegrasi dalam sistem
aliran. Dua kolom enzim yang mengandung peptidase dan aspartat
aminotransferase, masing-masing diimobilisasi pada aminopropyl
glass beads (APG) yang diaktivasi dan elektroda oksidase L-
glutamat atau sistem lain yang terdiri dari kolom yang
mengandung pronase dan elektroda oksidase asam amino L-amino.
Biosensor yang diusulkan diimplementasikan dalam sistem FIA
yang hanya membutuhkan intervensi operator minimum. Sistem
FIA digunakan untuk penentuan aspartam dalam formulasi farmasi
komersial dan minuman tanpa perlakuan apapun sebelumnya selain
solubilisasi / pengenceran dengan larutan penyangga (Radulescu et
al., 2014).
BAB III
Sweetener
Alami Buatan
Fase gerak
Optimasi Metode
Temperatur
Panjang gelombang
4.1 Bahan
a. Aspartam
b. 2,4-dinitrofluorobenzena (DNFB)
c. Kloroform
d. Etilasetat
e. Air suling
f. Aspartam
g. Heksana
h. Asam asetat 1%
i. Reagen analitis
j. Tablet pemanis buatan
4.2 Alat
Larutan stok aspartam (0,2 mg/mL) dilarutkan dalam air sebagai standar.
Untuk melihat linieritas, digunakan 5 konsentrasi berbeda dari larutan stok
yang diencerkan dengan air.
a. Linieritas
Larutan stok (0.2 mg/mL) yang telah diencerkan hingga konsentrasi 0.1
g/mL disuntikkan ke dalam HPLC dan grafik linier dapat digambar dari
hasil area peak dan konsentrasi.
b. Presisi
Presisi dapat dinilai dari aspartam dengan tiga konsentrasi yang berbeda
dianalisis pada rentang linieritas diulang sebanyak tiga kali.
c. Akurasi
Menggunakan metode adisi standar dimana tiga konsentrasi berbeda tiap
komponen dicocokkan dengan label yang tertera pada tablet pemanis
buatan untuk mendapat nilai recovery.
d. Repeatability
Konsistensi hasil dari sampel analit yang sama diperiksa dengan
mengulang percobaan 6 kali per hari (intraday) secara teratur selama 3 hari
(interday).
Aspartam terdiri dari dua asam amino yaitu asam L-aspartat dan metil
ester L-fenilalanin. Metode yang dilakukan didasarkan pada derivatisasi
aspartam dengan 2,4-dinitrofluorobenzena (DNFB). DNFB dapat bereaksi
dengan gugus amino aspartam untuk membentuk turunan dinitrofenil-
aspartam (DNP-ASP) yang dapat dianalisis melalui HPLC.
a. Linieritas
Tabel 2. Hasil presisi dan akurasi pada standar dan sampel tablet
pemanis buatan
Nilai presisi ditunjukkan pada hasil SD, dari tabel terlihat
bahwa nilai SD seluruhnya memenuhi syarat yaitu SD < 2, maka
dapat dikatakan bahwa metode ini telah presisi. Selain itu, akurasi
dapat dilihat dari nilai %recovery. Seluruh sampel sudah
memenuhi syarat yaitu 95-105%, maka bisa dikatakan metode ini
akurat.
c. LOD dan LOQ
Kesimpulan
Ahmad, A.M.K., Kameran, S.H., and Mostaa, R.A. 2006. A Comparative Study
for the Determination of Aspartame in Pharmaceutical Preparations by Kinetic
Spectrophotometric and Reverse Phase-High Performance Liquid
Chromatography Methods. Journal Science, Vol 1: 62-77.
Idris, M., Varshney, K.M., Sudhakar, P., Shukla, S.K., and Baggi, T.R. 2012.
HPLC Determination of Aspartame in Tabletop Sweeteners by Precolumn
Derivatization Using 2,4-Dinitrofluorobenzene. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol 4: 522-527.
Rowe, Raymon C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E. 2009. Handbook of
Pharmaceutial Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutial Press.
Siswanto, Agus., Achmad, F., Nugroho, A.K., dan Martono, S. 2016. Validasi
Metode HPLC untuk Penetapan Aspirin dan Asam Salisilat dalam Plasma
Kelinci (Lepus curpaeums) secara Simultan. Jurnal Analisis Farmasi, Vol 6
(2): 68-78.
Trocho, C., Pardo, R., Rafecas, I., Virgili, J., Remesar, X., Fernandez-Lopez, J.A.,
and Alemany, M. 1998. Formaldehyde Derived from Dietary Aspartame Binds
to Tissue Components In Vivo. Life Sciences, Vol 63: 337-349.