Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS KANDUNGAN STEVIOL GLIKOSIDA DARI EKSTRAK,

FRAKSI DAN BEBERAPA PRODUK DI PASARAN


MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Rizka Fauzia Fajri


21121240

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


PROGRAM STUDI STRATA 1 FARMASI

BANDUNG
2016

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, kebutuhan manusia akan bahan pemanis semakin meningkat seiring
dengan peningkatan produksi pangan di dunia. Gula merupakan salah satu
kebutuhan paling penting bagi masyarakat. Selain memberikan rasa manis, gula
merupakan penyumbang kalori yang baik karena mengandung gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Pemanis merupakan senyawa kimia yang ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia,
mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi
kerusakan gigi, serta sebagai bahan subtitusi pemanis utama (Cahyadi, 2009).
Pemanis adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis
buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan. Pemanis buatan
(Artificial Sweetener) adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa
tersebut tidak terdapat di alam. Diantara berbagai jenis pemanis buatan, hanya
beberapa saja yang diizinkan penggunannya sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 033 Tahun 2012, diantaranya sakarin, aspartam, dan siklamat. Senyawa
tersebut secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar
antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan pemanis alami.
Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam
produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga dapat dikatakan
rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan pemanis
buatan untuk memproduksi minuman atau makanan jauh lebih murah. Namun,
Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Antara lain
dapat menyebabkan kanker kandung kemih dan migrain. Efek samping akan
muncul jika pemanis buatan dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan (Cahyadi,
2009). Pemanis alami menjadi pilihan kedua karena dapat ditemukan dalam bahan
alam. Salah satunya adalah steviol glikosida yang berasal dari daun Stevia
Rebaudiana Bertoni.

Stevia rebaudiana Bertoni merupakan tanaman herba dari keluarga Asteraceae.


Tanaman ini adalah pemanis alami yang dikenal sebagai rumput manis, daun
manis, herba manis, dan daun madu. Tanaman ini merupakan tanaman asli
dari Paraguay Timur dan banyak digunakan di Amerika Latin. Tanaman ini
tumbuh dengan mudah di daerah tropis dan subtropis. Dilaporkan efek terapeutik
dalam tubuh manusia di beberapa Negara, termasuk Amerika Latin, Kanada, Cina,
Jepang, Indonesia dan USA, Paraguay, Brazil, Mexico, Australia, Norway,
Russian Federation, New Zealand and Singapore (Kumari dan Chandra., 2015).
Daun Stevia rebaudiana ini merupakan penghasil diterpen glikosid, stevioside dan
rebaudioside (Yoshida, 1986). Kandungan stevioside dalam daun bervariasi dari
3,17 sampai 9,94% dan dalam batang dari 1,54 sampai 3,85%. Dalam daun stevia,
ditemukan empat steviol glikosida utama yaitu 5-10% stevioside, 2-4%
rebausioside A, 1-2 % rebaudioside C dan 0,5 -1 % dulcoside A (Brahmachari et
al., 2011). Stevioside 110 270 kali lebih manis dibandingkan dengan sukrosa,
rebaudioside A 150 320 kali, rebaudioside C 40 60 kali dan dulcoside A 30
kali lebih manis dibandingkan dengan sukrosa (Tanaka, 1997). Daun stevia juga
mengandung banyak sekali zat alami yang membantu dalam mengatur gula darah
termasuk kromium, magnesium, mangan, seng, kalium, selenium, dan vitamin B3
(Niasin) (Kumari dan Chandra., 2015).
Untuk mendapatkan steviol glikosida (stevioside dan rebaudioside A), pertama
dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut air kemudian ekstrak yang sudah
dipekatkan direfluks selama 2- 4 jam. Refinat kemudian di ekstraksi dengan
metode eksraksi cair-cair (ECC) menggunakan etil asetat. Didapatkan fraksi air
dan fraksi etil asetat. Fraksi air digunakan kembali untuk direfluks aseton. Refinat
diekstraksi dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut aseton,
kemudian dilakukan hal yang sama hingga didapatkan 3 fraksi yaitu fraksi etil
asetat, fraksi aseton dan fraksi butanol. Fraksi butanol dilakukan isolasi karena
kandungan steviol glikosida (stevioside dan rebaudioside A paling banyak).
Selanjutnya isolasi dengan kromatografi kolom dengan fase gerak etanolkloroform-air (4:4:2), penampak bercak yang digunakan untuk steviol glikosida
(stevioside dan rebaudioside A) yaitu -naftol (Deshmukh dan Kedari, 2014).

Saat ini steviol glikosida sudah banyak ditambahkan pada beberapa produk
makanan dan minuman seperti minuman coca-cola, alergon, dan steviagrow.
Produksi steviol glikosida (stevioside dan rebaudioside A) di industri akan
memerlukan tahapan atau proses yang cukup panjang untuk mendapatkan steviol
glikosida (stevioside dan rebaudioside A) sebagai pemanis, setiap tahapan
produksi akan menggunakan pelarut yang tidak sedikit. Dalam prosesnya, yang
digunakan untuk mendapatkan steviol glikosida hanya fraksi butanol saja,
sedangkan fraksi etil dan fraksi aseton dibuang begitu saja. Hal ini dapat
meningkatkan biaya produksi sehingga dapat menimbulkan kerugian.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar steviol glikosid
(stevioside dan rebaudioside A) pada ekstrak, fraksi etil asetat, fraksi aseton,
fraksi butanol sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal dan juga mengetahui
kadar steviol glikosid (stevioside dan rebaudioside A) pada beberapa produk
seperti jingocha, alergon, dan steviagrow menggunakan metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Batasan Penelitian
Penentuan kadar steviol glikosida (stevioside, rebaudioside A) menggunakan
KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) yang terkandung dalam daun stevia
(Stevia rebaudiana Bertoni.) dari ekstrak, fraksi dan beberapa produk yang ada di
pasaran.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar steviol glikosida (stevioside,
rebaudioside A) yang terkandung dalam daun stevia dari ekstrak, fraksi dan
beberapa produk yang ada dipasaran.
Waktu Dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Juli, sedangkan untuk
tempat penelitian yaitu bertempat di Labolatorium Fitokimia Sekolah Tinggi
Farmasi Bandung.

METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan meliputi beberapa tahap, yaitu penyiapan
bahan, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, fraksinasi dan
penetapan kadar menggunakan KCKT.
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan baku dan pengolahan. Pengolahan
bahan yang dilakukan mencakup sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi
kering dan penggilingan hingga diperoleh serbuk simplisia.
Karakterisasi simplisia meliputi karakterisasi makroskopik, penetapan kadar air,
penetapan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, kadar
sari larut air, kadar sari larut etanol dan susut pengeringan.
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap berbagai golongan senyawa,
seperti

alkaloid,

flavonoid,

saponin,

kuinon,

tanin,

glikosida

dan

steroid/triterpenoid.
Ekstraksi dilakukan dengan cara panas refluks menggunakan pelarut air.
Kemudian ekstrak dipekatkan menggunakan rotary vaporator hingga didapatkan
ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian difraksinasi dengan menggunakan
metode Ekstraksi Cair-Cair (ECC) menggunakan pelarut etil asetat, aseton dan
butanol masing-masing sebanyak 3 kali. Selanjutnya dilakukan pemantauan
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam silika gel
F254 dengan menggunakan pengembang etil asetat-metanol-asam asetat (6:3:1).
Penetapan kadar steviol glikosida menggunakan KCKT dengan mengatur
beberapa kondisi analisis, seperti kolom yang akan digunakan yaitu C18, suhu
kolom pada 25 C, fase gerak menggunakan campuran asetonitril dan air (80 : 20)
dengan laju alir 1,0 mL / menit dan detektor yang akan digunakan yaitu detektor
UV pada panjang gelombang 210 nm.

ALAT DAN BAHAN


Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat refluks, rotary
vaporator, beaker glass, timbangan analitik, spatel, pipet tetes, cawan penguap,
vial, botol, kromatografi lapis tipis (KLT), alat KCKT, sonikator, dan alat-alat
yang umum digunakan di laboratorium.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun tanaman Stevia
rebaudiana Bertoni, metanol, asetonitril grade pro HPLC, aqua destilata pro
HPLC, aqua bidestilata, etil asetat, butanol, asam asetat, aseton, etanol, asam
klorida, kertas saring, toluen, amonia 25 %, serbuk magnesium, besi (III) klorida,
gelatin, kloralhidrat 70%, asam asetat, NaOH, pereaksi Dragendorff, pereaksi
Mayer, pereaksi dan penampak bercak Liebermann-Burchard, produk (alergon ,
steviagrow, jingocha, sweet Black Tea, sweet Green Tea).

PROSEDUR KERJA
Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari penyiapan bahan, determinasi tanaman,
pembuatan simplisia daun stevia, karakterisasi simplisia dan penapisan fitokimia,
ekstraksi, fraksinasi dan pemantauan fraksi serta uji kuantitatif menggunakan
metode KCKT.
Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, determinasi dan pengolahan bahan
hingga menjadi simplisia.
Pengumpulan Bahan Tanaman
Bahan berupa daun Stevia rebaudiana Bertoni rencananya diperoleh dari kebun
stevia di daerah Ciwidey.
Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman Stevia rebaudiana Bertoni rencananya akan dilakukan di
Herbarium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.
Proses determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman yang akan
digunakan sebagai bahan penelitian.
Pengolahan Simplisia
Daun Stevia rebaudiana Bertoni dikeringkan dengan cara di oven dengan suhu 50
C dilakukan sampai benar-benar kering. Kemudian bahan dihaluskan dengan
blender hingga menjadi serbuk dan kemudian diayak dengan mesh. Hasil
pengayakan disimpan pada wadah yang tertutup.
Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi

simplisia

meliputi,

pemeriksaan

mikroskopik,

pemeriksaan

makroskopik, penetapan kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam,
kadar abu larut air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan penetapan susut
pengeringan.
Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik

Pemeriksaan makroskopik meliputi bentuk, warna, ukuran daun dan bunga Stevia
rebaudiana Bertoni. Pemeriksaan dilakukan pula dengan membuat foto bagian
tanaman yang digunakan dalam penelitian. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik
dengan cara meletakan serbuk daun stevia diatas object glass yang diteteskan oleh
kloralhidrat 70 % untuk melihat komponen selain pati dan air : gliserin (1:1)
untuk melihat komponen pati dalam stevia.
Penetapan Kadar Air
Sejumlah 200 mL toluen dan 2 mL air dimasukkan kedalam labu destilasi. Labu
dipanaskan hingga larutan mendidih selama dua jam, kemudian didinginkan
selama 30 menit dan volume air dibaca pada skala dengan ketelitian 0,05 mL.
Hasil yang diperoleh disebut volume destilasi pertama.
Sejumlah zat uji yang diperkirakan mengandung 2-3 mL air ditimbang seksama
dan dimasukkan ke dalam labu destilasi, dimasukan juga beberapa batu didih.
Labu dipanaskan perlahan selama 15 menit. Saat larutan mulai mendidih,
penyulingan dimulai dengan kecepatan 2 tetes per detik. Setelah air tersuling
seluruhnya, bagian dalam kondensor dibilas dengan toluen jenuh air. Destilasi
dilanjutkan selama kurang lebih lima menit lalu pemanasan dihentikan. Tabung
penerima didinginkan pada suhu kamar. Air yang masih menempel pada dinding
tabung penerima dilepaskan dengan mengetuk-ngetuk tabung. Lapisan air dan
toluen dibiarkan memisah dan volume yang terbaca disebut volume destilasi
kedua. (FHI, 2008)
Kadar air dinyatakan dalam persen menurut rumus :
Kadar air (%) = 100 x

n1n
w

Dengan w = berat zat uji dalam gram, n = volume destilasi pertama atau volume
air setelah penyulingan dalam mL, dan n1= volume destilasi kedua atau volume
total air dalam mL.

Penetapan Kadar Abu Total


Sebanyak tiga gram sampel ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam krus
platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan.
Kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian dipijarkan
dalam oven hingga bobot tetap, dan ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara. (Farmakope Herbal Indonesia, 2008)
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan abu total dididihkan dengan 25 mL asam
klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring
menggunakan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan pada
suhu 450C hingga bobot tetap kemudian ditimbang. Kadar abu tidak larut asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Farmakope Herbal
Indonesia, 2008).
Penetapan Kadar Abu Larut Air
Abu yang diperoleh pada penetapan abu total dididihkan dengan 25 mL air selama
5 menit, bagian yang tidak larut dikumpulkan, disaring melalui kertas saring
bebas abu, lalu dicuci air panas dan dipijarkan pada suhu 450 oC hingga bobot
tetap kemudian ditimbang. Kadar abu larut air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (MMI, 1989).
Penetapan Kadar Sari Larut Air
Sejumlah lima gram serbuk yang sudah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dengan 100 mL air-kloroform menggunakan labu bersumbat sambil sekalikali dikocok pada 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian
disaring dan 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot
tetap. Kadar sari yang larut air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Farmakope Herbal Indonesia, 2008).
Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Sejumlah lima gram serbuk yang sudah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dengan 100 mL etanol (95%) menggunakan labu bersumbat sambil
sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Kemudian disaring dengan cepat untuk menghindari penguapan etanol (95%) dan
sebanyak 20 mL filtrate diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal yang
berdasar rata yang telah ditara kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105 oC
hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut etanol (95%) dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara (Farmakope Herbal Indonesia, 2008).
Penetapan Susut Pengeringan
Digunakan alat moistur balance, dimasukkan 2 gram serbuk dalam pinggan
berlapis aluminium foil yang telah ditara terlebih dahulu kemudian diukur kadar
susut pengeringannya pada suhu 105oC hingga diperoleh bobot tetap ditandai
dengan munculnya angka % MC (Moisture Contens) pada display (Agoes., 2012).
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, kuinon, tanin, glikosida, dan steroid/triterpenoid.
Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan amonia 25 % v/v dan ditambahkan 20 mL
kloroform, lalu digerus. Campuran disaring dan filtrat yang terdiri dari larutan
organik digunakan untuk percobaan selanjutnya dan disebut larutan A. Larutan A
diekstraksi dua kali dengan asam klorida 10 % v/v dan ekstrak yang diperoleh
disebut larutan B. Larutan A diteteskan pada kertas saring kemudian disemprotkan
dengan pereaksi Dragendorff. Pengamatan untuk reaksi positif adalah
terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring. Kedalam masingmasing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan beberapa tetes pereaksi
Dragendorff dan pereaksi Mayer pada tabung yang lain. Reaksi positif jika
penambahan Dragendorff terbentuk endapan merah bata atau endapan putih pada
penambahan pereaksi Mayer (Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 1 gram sampel dalam 100 mL air panas dididihkan selama 5 menit dan
disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk penapisan senyawa golongan
saponin, kuinon dan tanin, selanjutnya disebut larutan C. Kedalam 5 mL larutan C
ditambahkan serbuk magnesium dan 2 mL asam klorida-etanol (1:1), kemudian
dikocok dengan 10 mL amil alkohol. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna jingga, kuning, atau merah pada lapisan amil alkohol
(Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL larutan C dalam tabung reaksi dikocok secara vertikal selama 10
detik dan didiamkan. Pengamatan dilakukan terhadap busa yang terbentuk.
Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil, ketika
ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N (Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Kuinon
Sebanyak 5 mL larutan C ditambahkan beberapa tetes larutan natrium hidroksida
1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya kuinon. Namun dapat
terjadi reaksi positif palsu dengan tanin. Maka pemeriksaan dilanjutkan dengan
penambahan gelatin kemudian endapannya disaring dan filtratnya ditambahkan
natrium hidroksida 1 N. Bila tetap terbentuk warna merah maka menunjukkan
adanya kuinon (Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 5 mL larutan C direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 1%. Jika
terbentuk warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin. Kemudian 5 mL
larutan C ditambahkan larutan gelatin, jika terbentuk endapan putih menunjukkan
adanya tanin. Selanjutnya 5 mL larutan C ditambahkan pereaksi Steasny (2 bagian
formaldehid : 1 bagian asam klorida) dan dipanaskan dalam tangas air, jika
terbenuk endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekat. Endapan
disaring, lalu filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat dan ditambahkan besi (III)
klorida. Jika terbentuk warna biru hitam menunjukkan adanya tanin galat
(Farnsworth.,1966).
Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
10

Sebanyak 1 gram sampel dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam, lalu


disaring. Filtrat sebanyak 5 mL diuapkan dalam cawan penguap. Kedalam residu
ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard, yaitu 2 tetes asam asetat anhidrat dan
1 tetes asam sulfat pekat. Jika terbentuk warna merah-ungu menunjukkan adanya
triterpenoid dan terbentuk warna hijau-biru menunjukkan adanya steroid
(Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Glikosida
Metode Liebermanns : ekstrak dicampurkan dengan 2 mL kloroform dan 2 mL
asam asetat dalam penangas es. Kedalam campuran ditambahkan H 2SO4 pekat.
Jika terbentuk warna dari ungu menjadi hijau menandakan adanya senyawa
glikosida.
Metode Salwoskis : ekstrak dicampur dengan 2 mL kloroform dan ditambahkan
H2SO4 pekat. Jika terbentuk warna coklat kemerahan menandakan adanya
senyawa glikosida (Dhawale., 2015).
Ekstraksi dan Fraksinasi
Metode ekstraksi yang digunakan adalah refluks menggunakan pelarut air.
Kemudian ekstrak tersebut dipekatkan dengan menggunakan rotary vaporator
hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental di fraksinasi menggunakan 3
pelarut dengan urutan yang berbeda berturut-turut adalah etil asetat, aseton, dan
butanol masing masing 3 kali. Kemudian dilakukan pemantauan dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam silika gel F 254
menggunakan pengembang etil asetat-metanol-asam asetat dengan perbandingan
6:3:1. Penampak bercak yang digunakan adalah Liebermann-Burchard.
Preparasi Sampel
Pembuatan Larutan Induk
Ditimbang dengan seksama standar steviosid sebanyak 0,001 g, masukkan
kedalam labu ukur 5 mL, dilarutkan dengan metanol-air (8:2) kocok hingga larut.
Konsentrasi yang dibuat 200 ppm.
Pembuatan Larutan Sampel
11

Terlebih dahulu sampel di preparasi, 25 mg sampel yang telah dihaluskan


ditambahkan dengan 10 mL aquabidest, kemudian di sonikasi selama 10 menit.
Saring dengan saringan Millipore.
Uji Kesesuaian Sistem
Uji kesesuaian sistem dilakukan dengan cara mencari pelarut yang tepat, fase
gerak dengan konsentrasi yang tepat, dan panjang gelombang yang tepat.
Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dengan membuat larutan dengan seri konsentrasi yang
digunakan adalah 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm. Kemudian
dilihat linearitas, batas deteksi dan batas kuantisasi.
Validasi Metode
Validasi metode dilakukan dengan metode adhisi, yaitu untuk membuktikan
bahwa metode KCKT merupakan teknik yang tepat untuk analisis steviol
glikosida.
Penetapan Kadar Steviol Glikosida
Penentuan kadar steviol glikosida dilakukan dengan menggunakan kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT). Sampel dan standar dilarutkan dalam methanol-air
dengan perbandingan volume 8 : 2 dan diinjeksikan sebanyak 5 L larutan sampel
dan larutan standar dengan mengikuti kondisi analisis seperti kolom
menggunakan C18, fase gerak menggunakan campuran asetonitril dan air (80 :
20), laju alir yang akan digunakan sebesar 1 mL/menit, detektor menggunakan
sinar lampu UV, yang di set pada 210 nm, suhu kolom yang akan digunakan 25
C.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penyiapan Bahan
Pada penyiapan bahan dilakukan dengan pengumpulan bahan baku simplisia
untuk melakukan tahapan proses lebih lanjut. Tanaman stevia diperoleh dari
kebun stevia di daerah Cibodas Kecamatan Pasirjambu Ciwidey Kabupaten
Bandung. Kebenaran jenis spesies telah dibuktikan dengan adanya surat
keterangan mutu benih dari Dinas Perkebunan UPTD Balai Pengawasan dan
Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Tanaman Perkebunan Jawa Barat. Hasil dari
sertifikasi benih membenarkan bahwa tanaman yang diteliti merupakan stevia
dengan jenis Stevia rebaudiana Bertoni varietas CM3 .
Daun stevia yang diperoleh dibersihkan dari kotoran-kotoran dan kemudian
dikeringkan di dalam oven pada suhu 50 C hingga didapat simplisia kering dan
selanjutnya diblender dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan sampel
yang akan mempermudah pengeluaran senyawa saat diekstraksi. Serbuk tanaman
stevia kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat untuk mencegah masuknya
pengotor lain dan menjaga agar tidak lembab.
Karakterisasi simplisia
Karakterisasi merupakan salah satu parameter untuk standarisasi simplisia yang
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dan mutu simplisia yang
digunakan.
Tabel V.1 Makroskopik Tanaman Stevia
Karakteristik
Bentuk

Deskripsi
Daun : lonjong bergerigi halus panjang 3 cm

Warna
Bau
Rasa

Batang : bulat lonjong


Hijau agak tua
Bau khas
Manis agak pahit diujung

Berdasarkan tabel V.2 dapat dilihat bahwa dari hasil karakterisasi, kadar air yang
terkandung dalam simplisia daun stevia adalah sebesar 3 %. Nilai kadar air
berkaitan dengan penurunan mutu simplisia dimana syarat untuk kadar air
13

simplisia yang baik adalah kurang dari 10 %, dengan kadar tersebut pertumbuhan
mikroba dari reaksi enzimatis dapat dicegah sehingga akan berpengaruh pada
daya simpan simplisia (MMI., 1989).
Tabel V.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Parameter
Abu total
Abu tidak larut

Hasil ( % b/b )
10,75
0,62

asam
Abu larut air
Sari larut air
Sari larut etanol
Kadar air
Susut pengeringan
Ket : *(% v/b)

1,98
36,00
18,00
3*
10,17

Pada pemeriksaan kadar abu total didapatkan hasil sebesar 10,75 %. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memberikan gambaran adanya kandungan mineral baik
internal maupun eksternal dari suatu bahan. Selain pemeriksaan kadar abu total,
ditentukan juga kadar abu larut air dan kadar abu tidak larut asam. Dari hasil yang
didapat menunjukkan bahwa nilai kadar abu larut air lebih besar dari nilai kadar
abu tidak larut asam, sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
kandungan mineral internal lebih besar daripada kandungan eksternalnya. Dengan
demikian simplisia daun stevia memiliki kualitas yang baik dengan jumlah
pengotor yang sedikit. Tingginya kadar abu yang didapat menunjukkan tingginya
kandungan senyawa anorganik atau mineral dalam simplisia.
Pemeriksaan kadar sari bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa
dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Nilai kadar sari larut air
yang didapat yaitu 36,00 %. Nilai tersebut ternyata lebih tinggi dibanding kadar
sari larut etanol yang didapat yaitu 18,00 %. Hal tersebut menunjukkan tingginya
kandungan senyawa yang larut dalam air dibanding senyawa yang larut dalam
etanol dari daun stevia.
Pada susut pengeringan didapat nilai sebesar 12,97 %. Nilai tersebut lebih besar
daripada kadar air yang menunjukkan bahwa adanya komponen yang menguap

14

selain air pada saat proses pengukuran yaitu pada suhu 105C seperti minyak
atsiri.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui golongan besar
senyawa kimia yang terkandung di dalam simplisia daun stevia. Hasil yang
diperoleh dapat digunakan sebagai informasi awal untuk mengetahui senyawa
kimia apa saja yang terkandung dalam simplisia tanaman stevia.
Tabel V.3 Hasil Penapisan Fitokimia
Golongan

Hasil

senyawa
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tanin
Kuinon
Steroid/

pengamatan
+
+
+
+
+

Triterpenoid
Glikosida
Ket :

+ = mengandung senyawa yang diuji


= tidak mengandung senyawa yang diuji

Hasil penapisan fitokimia menunjukkan simplisia daun stevia mengandung


flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/triterpen, dan glikosida. Sedangkan
untuk penapisan golongan alkaloid menunjukkan hasil yang negatif.
Pembuatan Ekstrak dan Fraksinasi
Proses ekstraksi simplisia daun stevia dilakukan dengan metode refluks
menggunakan pelarut air. Banyak pustaka menggunakan metode refluks untuk
ekstraksi karena sifat tanaman stevia sendiri tahan akan pemanasan sehingga
cocok menggunakan cara panas, selain itu dengan pemanasan diharapkan proses
ekstraksi senyawa dapat menjadi lebih optimal.

15

Pemilihan air sebagai pelarut dikarenakan air merupakan pelarut polar yang
murah serta mudah didapatkan. Selain itu stevioside merupakan senyawa yang
mudah larut dalam air. Hal tersebut didasarkan pada sifat dari komponen senyawa
manis terutama stevioside dalam tanaman stevia yang merupakan senyawa alami
golongan terpen yang pada umumnya memiliki sifat larut dalam pelarut nonpolar,
akan tetapi stevioside dan komponen steviol glikoside lainnya memiliki sifat larut
dalam pelarut polar karena senyawa diterpen pada stevioside merupakan aglikon
yang berikatan dengan -glukosa sebagai glikonnya. Sehingga kelarutannya
dalam pelarut polar meningkat bahkan memiliki kelarutan yang hampir sama
dengan sukrosa (Chatsudthipong., 2009).
Ekstrak yang diperoleh selanjutnya disaring dan dipekatkan dengan alat penguap
berputar hampa udara (rotary vaporator) sehingga didapatkan ekstrak kental
sebanyak 65,73 g dengan rendemen 26,3 %.
Selanjutnya dilakukan fraksinasi mengunaan metode ECC dengan tiga pelarut
yaitu etil asetat, aseton, dan butanol hingga didapatkan dua fase. Fraksinasi
dilakukan untuk memisahkan komponen senyawa yang ada dalam ekstrak
berdasarkan perbedaan kepolarannya.
Pemantauan
Pemantauan KLT dilakukan terhadap ekstrak kental, fraksi etil asetat, fraksi
aseton & endapannya, fraksi butanol, sediaan stevia seperti alergon,
stevigrow, dan jinkocha dengan menggunakan fase diam silika gel F 254 dan
dengan pengembang etil asetat metanol asam asetat (6:3:1). Pemantauan ini
bertujuan untuk menganalisa secara kualitatif adanya suatu senyawa tertentu.
Senyawa yang dimaksud yaitu steviol glikosida (stevioside dan rebaudioside A).

16

(a)

(b)

(c)

(A)

(a)

(b)

(c)

(B)

(a)

(b)
(C)

17

(c)

(a)

(b)

(c)

(D)
Gambar VI.1 :

Kromatografi lapis tipis ekstrak air daun stevia (Stevia rebaudiana), fraksi
etil asetat, fraksi aseton, endapan aseton, fraksi butanol, stevioside,
alergon, stevigrow dan jinkocha, fase diam silika gel F 254 dan
pengembang etil asetat-metanol-asam asetat (6:3:1). (A) 1. ekstrak air daun
stevia, 2. fraksi etil asetat, 3. fraksi aseton, 4. endapan aseton, 5. stevioside,
6. fraksi butanol, dengan penampak bercak H2SO4 10% (B) 1. ekstrak air
daun stevia, 2. fraksi etil asetat, 3. fraksi aseton, 4. endapan aseton, 5.
stevioside, 6. fraksi butanol, dengan penampak bercak LB (C) 1. alergon
50%b/v, 2. stevigrow 50%b/v, 3. jinkocha 50%b/v, 4. stevioside, 5. fraksi
butanol, dengan penampak bercak H2SO4 10% (D) 1. alergon 50%b/v, 2.
stevigrow 50%b/v, 3. jinkocha 50%b/v, 4. stevioside, 5. fraksi butanol,
dengan penampak bercak LB (a) sebelum disemprot penampak bercak
dilihat pada 254nm, (b) sebelum disemprot penampak bercak dilihat pada
365nm, (c) setelah menggunakan penampak bercak.

Pengujian kualitatif senyawa stevioside dilihat dengan menggunakan penampak


bercak Liebermann-Burchard akan terlihat spot berwarna merah kecoklatan
setelah disemprotkan dan dibakar. Ekstrak air daun stevia, fraksi aseton, endapan
aseton,

fraksi

butanol

positif

mengandung

senyawa

stevioside

karena

menunjukkan spot yang sejajar dengan pembanding yang digunakan, sedangkan


pada etil asetat sebenarnya terdapat spot yang sejajar hanya saja kurang terlihat.
Pengujian kualitatif dilakukan terhadap beberapa sediaan yaitu (Alergon,
Stevigrow, Jinkocha, Sweet Black Tea, Sweet Green Tea) dengan
menggunakan beberapa konsentrasi yaitu 10 %b/v, 20 %b/v , 30 %b/v , 40 %b/v , 50
%b/v.

18

(A) 254nm

(A) 365nm

(B)254 nm

(B)365nm
19

Gambar VI.2 :

Kromatografi lapis tipis stevioside, alergon, stevigrow, jinkocha,


sweet blacktea, dan sweet greentea, fase diam silika gel F 254 dan
pengembang etil asetat-metanol-asam asetat (6:3:1). (A) Dengan penampak
bercak H2SO4 10% A1.Alergon konsentrasi 10%, A2.Alergon konsentrasi
20% , A3. Alergon konsentrasi 30%, A4. Alergon konsentasi 40%, A5.
Alergon konsentrasi 50%, 6. Stevioside, 7. Fraksi butanol, B1. Stevigrow
konsentrasi 10%, B2. Stevigrow konsentrasi 20% , B3. Stevigrow
konsentrasi 30%, B4. Stevigrow konsentasi 40%, B5. Stevigrow konsentrasi
50%, 6. stevioside, 7. Fraksi butanol, C1. Jinkocha konsentrasi 10%, C2.
Jinkocha konsentrasi 20%, C3. Jinkocha konsentrasi 30%, C4.
Jinkocha konsentasi 40%, C5. Jinkocha konsentrasi 50%, 6. stevioside,
7. Fraksi butanol, D1. Sweet blacktea konsentrasi 10%, D2. Sweet
blacktea konsentrasi 20% , D3. Sweet blacktea konsentrasi 30%, D4.
Sweet blacktea konsentasi 40%, D5. Sweet blacktea konsentrasi 50%, 6.
stevioside, 7. Fraksi butanol, E1. Sweet greentea konsentrasi 10%, E2.
Sweet greentea konsentrasi 20% , E3. Sweet greentea konsentrasi 30%,
E4. Sweet greentea konsentasi 40%, E5. Sweet greentea konsentrasi
50%, 6. stevioside, 7. Fraksi butanol. (B) dengan penampak bercak LB, (A)
Dengan penampak bercak H2SO4 10% A1.Alergon konsentrasi 10%,
A2.Alergon konsentrasi 20% , A3. Alergon konsentrasi 30%, A4. Alergon
konsentasi 40%, A5. Alergon konsentrasi 50%, 6. Stevioside, 7. Fraksi
butanol, B1. Stevigrow konsentrasi 10%, B2. Stevigrow konsentrasi 20% ,
B3. Stevigrow konsentrasi 30%, B4. Stevigrow konsentasi 40%, B5.
Stevigrow konsentrasi 50%, 6. stevioside, 7. Fraksi butanol, C1. Jinkocha
konsentrasi 10%, C2. Jinkocha konsentrasi 20%, C3. Jinkocha
konsentrasi 30%, C4. Jinkocha

konsentasi 40%, C5. Jinkocha

konsentrasi 50%, 6. stevioside, 7. Fraksi butanol, D1. Sweet blacktea


konsentrasi 10%, D2. Sweet blacktea konsentrasi 20% , D3. Sweet
blacktea konsentrasi 30%, D4. Sweet blacktea konsentasi 40%, D5.
Sweet blacktea konsentrasi 50%, 6. stevioside, 7. Fraksi butanol, E1.
Sweet greentea konsentrasi 10%, E2. Sweet greentea konsentrasi 20% ,
E3. Sweet greentea konsentrasi 30%, E4. Sweet greentea konsentasi
40%, E5. Sweet greentea konsentrasi 50%, 6. stevioside, 7. Fraksi butanol.

Penetapan Kadar Steviol Glikosida


Penetapan kadar dilakukan terhadap ekstrak air daun stevia, fraksi etil asetat,
fraksi aseton, endapan aseton, fraksi butanol, alergon, stevigrow, jinkocha,
sweet greentea, dan sweet blacktea menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

20

Tinggi (KCKT) dengan metode analisis yang sudah ditentukan yaitu


digunakannya kolom C18, fase gerak metanol-air (80:20), detektor UV pada 210
nm, suhu kolom 40C, laju alir 1 mL/menit.
Pembuatan Larutan Baku Standar Steviosid : Larutan standar steviosid dibuat
dengan melarutkan standar steviosid dengan metanol-air (8:2) dan disonikator
selama 10 menit, laau disaring dengan membran filter 0,22 m. Hasil pembuatan
larutan standar steviosid mendapatkan hasil yang larut dan siap digunakan untuk
analisis ke dalam sistem KCKT.
Preparasi sampel : Untuk preparasi standar hal yang pertama dilakukan adalah
standar steviosid ditimbang sebanyak 2,4 mg. Kemudian standar tersebut
dilarutkan ke dalam labu takar 10 mL dengan pelarut metanol-air (8:2) hingga
tanda batas (Kadar steviosid menjadi 240 ppm atau 240

/mL). Untuk preparasi

sampel hal yang dilakukan adalah sampel ditimbang sebanyak 25 mg. kemudian
sampel dilarutkan ke dalam labu takar 10 mL dengan pelarut air p.i hingga tanda
batas (Kadar sampel menjadi 2500 ppm atau 2500 g/mL).

Pada saat akan melakukan uji kesesuaian sistem dilakukan tes terlebih dahulu
untuk mengecek apakah standar terbaca atau tidak. Ternyata seelah di tes standar
tidak terbaca, hal ini bisa saja terjadi kemungkinan karena adanya kesalahan pada
saat pembacaan kromatogram yang berasal dari instrumennya.

21

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan yang didapat adalah :
1. Uji kualitatif yang dilakukan menunjukkan adanya steviosid dilihat dari Rf
masing-masing.
2. Kadar yang didapat dari ekstrak, fraksi, dan produk belum bisa
ditunjukkan
SARAN
Perlu adanya pengulangan HPLC untuk diketahui kadar dari masing- masing
sampel

22

23

Anda mungkin juga menyukai