SKRIPSI
BANDUNG
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, kebutuhan manusia akan bahan pemanis semakin meningkat seiring
dengan peningkatan produksi pangan di dunia. Gula merupakan salah satu
kebutuhan paling penting bagi masyarakat. Selain memberikan rasa manis, gula
merupakan penyumbang kalori yang baik karena mengandung gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Pemanis merupakan senyawa kimia yang ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia,
mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi
kerusakan gigi, serta sebagai bahan subtitusi pemanis utama (Cahyadi, 2009).
Pemanis adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis
buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan. Pemanis buatan
(Artificial Sweetener) adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa
tersebut tidak terdapat di alam. Diantara berbagai jenis pemanis buatan, hanya
beberapa saja yang diizinkan penggunannya sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 033 Tahun 2012, diantaranya sakarin, aspartam, dan siklamat. Senyawa
tersebut secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar
antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan pemanis alami.
Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam
produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga dapat dikatakan
rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan pemanis
buatan untuk memproduksi minuman atau makanan jauh lebih murah. Namun,
Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Antara lain
dapat menyebabkan kanker kandung kemih dan migrain. Efek samping akan
muncul jika pemanis buatan dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan (Cahyadi,
2009). Pemanis alami menjadi pilihan kedua karena dapat ditemukan dalam bahan
alam. Salah satunya adalah steviol glikosida yang berasal dari daun Stevia
Rebaudiana Bertoni.
Saat ini steviol glikosida sudah banyak ditambahkan pada beberapa produk
makanan dan minuman seperti minuman coca-cola, alergon, dan steviagrow.
Produksi steviol glikosida (stevioside dan rebaudioside A) di industri akan
memerlukan tahapan atau proses yang cukup panjang untuk mendapatkan steviol
glikosida (stevioside dan rebaudioside A) sebagai pemanis, setiap tahapan
produksi akan menggunakan pelarut yang tidak sedikit. Dalam prosesnya, yang
digunakan untuk mendapatkan steviol glikosida hanya fraksi butanol saja,
sedangkan fraksi etil dan fraksi aseton dibuang begitu saja. Hal ini dapat
meningkatkan biaya produksi sehingga dapat menimbulkan kerugian.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar steviol glikosid
(stevioside dan rebaudioside A) pada ekstrak, fraksi etil asetat, fraksi aseton,
fraksi butanol sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal dan juga mengetahui
kadar steviol glikosid (stevioside dan rebaudioside A) pada beberapa produk
seperti jingocha, alergon, dan steviagrow menggunakan metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Batasan Penelitian
Penentuan kadar steviol glikosida (stevioside, rebaudioside A) menggunakan
KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) yang terkandung dalam daun stevia
(Stevia rebaudiana Bertoni.) dari ekstrak, fraksi dan beberapa produk yang ada di
pasaran.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar steviol glikosida (stevioside,
rebaudioside A) yang terkandung dalam daun stevia dari ekstrak, fraksi dan
beberapa produk yang ada dipasaran.
Waktu Dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Juli, sedangkan untuk
tempat penelitian yaitu bertempat di Labolatorium Fitokimia Sekolah Tinggi
Farmasi Bandung.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan meliputi beberapa tahap, yaitu penyiapan
bahan, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, fraksinasi dan
penetapan kadar menggunakan KCKT.
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan baku dan pengolahan. Pengolahan
bahan yang dilakukan mencakup sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi
kering dan penggilingan hingga diperoleh serbuk simplisia.
Karakterisasi simplisia meliputi karakterisasi makroskopik, penetapan kadar air,
penetapan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, kadar
sari larut air, kadar sari larut etanol dan susut pengeringan.
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap berbagai golongan senyawa,
seperti
alkaloid,
flavonoid,
saponin,
kuinon,
tanin,
glikosida
dan
steroid/triterpenoid.
Ekstraksi dilakukan dengan cara panas refluks menggunakan pelarut air.
Kemudian ekstrak dipekatkan menggunakan rotary vaporator hingga didapatkan
ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian difraksinasi dengan menggunakan
metode Ekstraksi Cair-Cair (ECC) menggunakan pelarut etil asetat, aseton dan
butanol masing-masing sebanyak 3 kali. Selanjutnya dilakukan pemantauan
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam silika gel
F254 dengan menggunakan pengembang etil asetat-metanol-asam asetat (6:3:1).
Penetapan kadar steviol glikosida menggunakan KCKT dengan mengatur
beberapa kondisi analisis, seperti kolom yang akan digunakan yaitu C18, suhu
kolom pada 25 C, fase gerak menggunakan campuran asetonitril dan air (80 : 20)
dengan laju alir 1,0 mL / menit dan detektor yang akan digunakan yaitu detektor
UV pada panjang gelombang 210 nm.
PROSEDUR KERJA
Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari penyiapan bahan, determinasi tanaman,
pembuatan simplisia daun stevia, karakterisasi simplisia dan penapisan fitokimia,
ekstraksi, fraksinasi dan pemantauan fraksi serta uji kuantitatif menggunakan
metode KCKT.
Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, determinasi dan pengolahan bahan
hingga menjadi simplisia.
Pengumpulan Bahan Tanaman
Bahan berupa daun Stevia rebaudiana Bertoni rencananya diperoleh dari kebun
stevia di daerah Ciwidey.
Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman Stevia rebaudiana Bertoni rencananya akan dilakukan di
Herbarium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.
Proses determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman yang akan
digunakan sebagai bahan penelitian.
Pengolahan Simplisia
Daun Stevia rebaudiana Bertoni dikeringkan dengan cara di oven dengan suhu 50
C dilakukan sampai benar-benar kering. Kemudian bahan dihaluskan dengan
blender hingga menjadi serbuk dan kemudian diayak dengan mesh. Hasil
pengayakan disimpan pada wadah yang tertutup.
Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi
simplisia
meliputi,
pemeriksaan
mikroskopik,
pemeriksaan
makroskopik, penetapan kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam,
kadar abu larut air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan penetapan susut
pengeringan.
Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik
Pemeriksaan makroskopik meliputi bentuk, warna, ukuran daun dan bunga Stevia
rebaudiana Bertoni. Pemeriksaan dilakukan pula dengan membuat foto bagian
tanaman yang digunakan dalam penelitian. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik
dengan cara meletakan serbuk daun stevia diatas object glass yang diteteskan oleh
kloralhidrat 70 % untuk melihat komponen selain pati dan air : gliserin (1:1)
untuk melihat komponen pati dalam stevia.
Penetapan Kadar Air
Sejumlah 200 mL toluen dan 2 mL air dimasukkan kedalam labu destilasi. Labu
dipanaskan hingga larutan mendidih selama dua jam, kemudian didinginkan
selama 30 menit dan volume air dibaca pada skala dengan ketelitian 0,05 mL.
Hasil yang diperoleh disebut volume destilasi pertama.
Sejumlah zat uji yang diperkirakan mengandung 2-3 mL air ditimbang seksama
dan dimasukkan ke dalam labu destilasi, dimasukan juga beberapa batu didih.
Labu dipanaskan perlahan selama 15 menit. Saat larutan mulai mendidih,
penyulingan dimulai dengan kecepatan 2 tetes per detik. Setelah air tersuling
seluruhnya, bagian dalam kondensor dibilas dengan toluen jenuh air. Destilasi
dilanjutkan selama kurang lebih lima menit lalu pemanasan dihentikan. Tabung
penerima didinginkan pada suhu kamar. Air yang masih menempel pada dinding
tabung penerima dilepaskan dengan mengetuk-ngetuk tabung. Lapisan air dan
toluen dibiarkan memisah dan volume yang terbaca disebut volume destilasi
kedua. (FHI, 2008)
Kadar air dinyatakan dalam persen menurut rumus :
Kadar air (%) = 100 x
n1n
w
Dengan w = berat zat uji dalam gram, n = volume destilasi pertama atau volume
air setelah penyulingan dalam mL, dan n1= volume destilasi kedua atau volume
total air dalam mL.
Sejumlah lima gram serbuk yang sudah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dengan 100 mL etanol (95%) menggunakan labu bersumbat sambil
sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Kemudian disaring dengan cepat untuk menghindari penguapan etanol (95%) dan
sebanyak 20 mL filtrate diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal yang
berdasar rata yang telah ditara kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105 oC
hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut etanol (95%) dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara (Farmakope Herbal Indonesia, 2008).
Penetapan Susut Pengeringan
Digunakan alat moistur balance, dimasukkan 2 gram serbuk dalam pinggan
berlapis aluminium foil yang telah ditara terlebih dahulu kemudian diukur kadar
susut pengeringannya pada suhu 105oC hingga diperoleh bobot tetap ditandai
dengan munculnya angka % MC (Moisture Contens) pada display (Agoes., 2012).
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, kuinon, tanin, glikosida, dan steroid/triterpenoid.
Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan amonia 25 % v/v dan ditambahkan 20 mL
kloroform, lalu digerus. Campuran disaring dan filtrat yang terdiri dari larutan
organik digunakan untuk percobaan selanjutnya dan disebut larutan A. Larutan A
diekstraksi dua kali dengan asam klorida 10 % v/v dan ekstrak yang diperoleh
disebut larutan B. Larutan A diteteskan pada kertas saring kemudian disemprotkan
dengan pereaksi Dragendorff. Pengamatan untuk reaksi positif adalah
terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring. Kedalam masingmasing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan beberapa tetes pereaksi
Dragendorff dan pereaksi Mayer pada tabung yang lain. Reaksi positif jika
penambahan Dragendorff terbentuk endapan merah bata atau endapan putih pada
penambahan pereaksi Mayer (Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 1 gram sampel dalam 100 mL air panas dididihkan selama 5 menit dan
disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk penapisan senyawa golongan
saponin, kuinon dan tanin, selanjutnya disebut larutan C. Kedalam 5 mL larutan C
ditambahkan serbuk magnesium dan 2 mL asam klorida-etanol (1:1), kemudian
dikocok dengan 10 mL amil alkohol. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna jingga, kuning, atau merah pada lapisan amil alkohol
(Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL larutan C dalam tabung reaksi dikocok secara vertikal selama 10
detik dan didiamkan. Pengamatan dilakukan terhadap busa yang terbentuk.
Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil, ketika
ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N (Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Kuinon
Sebanyak 5 mL larutan C ditambahkan beberapa tetes larutan natrium hidroksida
1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya kuinon. Namun dapat
terjadi reaksi positif palsu dengan tanin. Maka pemeriksaan dilanjutkan dengan
penambahan gelatin kemudian endapannya disaring dan filtratnya ditambahkan
natrium hidroksida 1 N. Bila tetap terbentuk warna merah maka menunjukkan
adanya kuinon (Farnsworth., 1966).
Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 5 mL larutan C direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 1%. Jika
terbentuk warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin. Kemudian 5 mL
larutan C ditambahkan larutan gelatin, jika terbentuk endapan putih menunjukkan
adanya tanin. Selanjutnya 5 mL larutan C ditambahkan pereaksi Steasny (2 bagian
formaldehid : 1 bagian asam klorida) dan dipanaskan dalam tangas air, jika
terbenuk endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekat. Endapan
disaring, lalu filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat dan ditambahkan besi (III)
klorida. Jika terbentuk warna biru hitam menunjukkan adanya tanin galat
(Farnsworth.,1966).
Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
10
12
Deskripsi
Daun : lonjong bergerigi halus panjang 3 cm
Warna
Bau
Rasa
Berdasarkan tabel V.2 dapat dilihat bahwa dari hasil karakterisasi, kadar air yang
terkandung dalam simplisia daun stevia adalah sebesar 3 %. Nilai kadar air
berkaitan dengan penurunan mutu simplisia dimana syarat untuk kadar air
13
simplisia yang baik adalah kurang dari 10 %, dengan kadar tersebut pertumbuhan
mikroba dari reaksi enzimatis dapat dicegah sehingga akan berpengaruh pada
daya simpan simplisia (MMI., 1989).
Tabel V.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Parameter
Abu total
Abu tidak larut
Hasil ( % b/b )
10,75
0,62
asam
Abu larut air
Sari larut air
Sari larut etanol
Kadar air
Susut pengeringan
Ket : *(% v/b)
1,98
36,00
18,00
3*
10,17
Pada pemeriksaan kadar abu total didapatkan hasil sebesar 10,75 %. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memberikan gambaran adanya kandungan mineral baik
internal maupun eksternal dari suatu bahan. Selain pemeriksaan kadar abu total,
ditentukan juga kadar abu larut air dan kadar abu tidak larut asam. Dari hasil yang
didapat menunjukkan bahwa nilai kadar abu larut air lebih besar dari nilai kadar
abu tidak larut asam, sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
kandungan mineral internal lebih besar daripada kandungan eksternalnya. Dengan
demikian simplisia daun stevia memiliki kualitas yang baik dengan jumlah
pengotor yang sedikit. Tingginya kadar abu yang didapat menunjukkan tingginya
kandungan senyawa anorganik atau mineral dalam simplisia.
Pemeriksaan kadar sari bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa
dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Nilai kadar sari larut air
yang didapat yaitu 36,00 %. Nilai tersebut ternyata lebih tinggi dibanding kadar
sari larut etanol yang didapat yaitu 18,00 %. Hal tersebut menunjukkan tingginya
kandungan senyawa yang larut dalam air dibanding senyawa yang larut dalam
etanol dari daun stevia.
Pada susut pengeringan didapat nilai sebesar 12,97 %. Nilai tersebut lebih besar
daripada kadar air yang menunjukkan bahwa adanya komponen yang menguap
14
selain air pada saat proses pengukuran yaitu pada suhu 105C seperti minyak
atsiri.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui golongan besar
senyawa kimia yang terkandung di dalam simplisia daun stevia. Hasil yang
diperoleh dapat digunakan sebagai informasi awal untuk mengetahui senyawa
kimia apa saja yang terkandung dalam simplisia tanaman stevia.
Tabel V.3 Hasil Penapisan Fitokimia
Golongan
Hasil
senyawa
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tanin
Kuinon
Steroid/
pengamatan
+
+
+
+
+
Triterpenoid
Glikosida
Ket :
15
Pemilihan air sebagai pelarut dikarenakan air merupakan pelarut polar yang
murah serta mudah didapatkan. Selain itu stevioside merupakan senyawa yang
mudah larut dalam air. Hal tersebut didasarkan pada sifat dari komponen senyawa
manis terutama stevioside dalam tanaman stevia yang merupakan senyawa alami
golongan terpen yang pada umumnya memiliki sifat larut dalam pelarut nonpolar,
akan tetapi stevioside dan komponen steviol glikoside lainnya memiliki sifat larut
dalam pelarut polar karena senyawa diterpen pada stevioside merupakan aglikon
yang berikatan dengan -glukosa sebagai glikonnya. Sehingga kelarutannya
dalam pelarut polar meningkat bahkan memiliki kelarutan yang hampir sama
dengan sukrosa (Chatsudthipong., 2009).
Ekstrak yang diperoleh selanjutnya disaring dan dipekatkan dengan alat penguap
berputar hampa udara (rotary vaporator) sehingga didapatkan ekstrak kental
sebanyak 65,73 g dengan rendemen 26,3 %.
Selanjutnya dilakukan fraksinasi mengunaan metode ECC dengan tiga pelarut
yaitu etil asetat, aseton, dan butanol hingga didapatkan dua fase. Fraksinasi
dilakukan untuk memisahkan komponen senyawa yang ada dalam ekstrak
berdasarkan perbedaan kepolarannya.
Pemantauan
Pemantauan KLT dilakukan terhadap ekstrak kental, fraksi etil asetat, fraksi
aseton & endapannya, fraksi butanol, sediaan stevia seperti alergon,
stevigrow, dan jinkocha dengan menggunakan fase diam silika gel F 254 dan
dengan pengembang etil asetat metanol asam asetat (6:3:1). Pemantauan ini
bertujuan untuk menganalisa secara kualitatif adanya suatu senyawa tertentu.
Senyawa yang dimaksud yaitu steviol glikosida (stevioside dan rebaudioside A).
16
(a)
(b)
(c)
(A)
(a)
(b)
(c)
(B)
(a)
(b)
(C)
17
(c)
(a)
(b)
(c)
(D)
Gambar VI.1 :
Kromatografi lapis tipis ekstrak air daun stevia (Stevia rebaudiana), fraksi
etil asetat, fraksi aseton, endapan aseton, fraksi butanol, stevioside,
alergon, stevigrow dan jinkocha, fase diam silika gel F 254 dan
pengembang etil asetat-metanol-asam asetat (6:3:1). (A) 1. ekstrak air daun
stevia, 2. fraksi etil asetat, 3. fraksi aseton, 4. endapan aseton, 5. stevioside,
6. fraksi butanol, dengan penampak bercak H2SO4 10% (B) 1. ekstrak air
daun stevia, 2. fraksi etil asetat, 3. fraksi aseton, 4. endapan aseton, 5.
stevioside, 6. fraksi butanol, dengan penampak bercak LB (C) 1. alergon
50%b/v, 2. stevigrow 50%b/v, 3. jinkocha 50%b/v, 4. stevioside, 5. fraksi
butanol, dengan penampak bercak H2SO4 10% (D) 1. alergon 50%b/v, 2.
stevigrow 50%b/v, 3. jinkocha 50%b/v, 4. stevioside, 5. fraksi butanol,
dengan penampak bercak LB (a) sebelum disemprot penampak bercak
dilihat pada 254nm, (b) sebelum disemprot penampak bercak dilihat pada
365nm, (c) setelah menggunakan penampak bercak.
fraksi
butanol
positif
mengandung
senyawa
stevioside
karena
18
(A) 254nm
(A) 365nm
(B)254 nm
(B)365nm
19
Gambar VI.2 :
20
sampel hal yang dilakukan adalah sampel ditimbang sebanyak 25 mg. kemudian
sampel dilarutkan ke dalam labu takar 10 mL dengan pelarut air p.i hingga tanda
batas (Kadar sampel menjadi 2500 ppm atau 2500 g/mL).
Pada saat akan melakukan uji kesesuaian sistem dilakukan tes terlebih dahulu
untuk mengecek apakah standar terbaca atau tidak. Ternyata seelah di tes standar
tidak terbaca, hal ini bisa saja terjadi kemungkinan karena adanya kesalahan pada
saat pembacaan kromatogram yang berasal dari instrumennya.
21
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan yang didapat adalah :
1. Uji kualitatif yang dilakukan menunjukkan adanya steviosid dilihat dari Rf
masing-masing.
2. Kadar yang didapat dari ekstrak, fraksi, dan produk belum bisa
ditunjukkan
SARAN
Perlu adanya pengulangan HPLC untuk diketahui kadar dari masing- masing
sampel
22
23