Pembuatan larutan :
~ Larutan titer Ce(IV) sulfat 0.1 N dibuat dengan cara ditimbang 5 gram serium (IV)
ammonium nitrat dalam piala gelas. Kemudian ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 31
ml, dan dicampurkan. Lalu dibubuhi air dengan hati-hati tiap kali 20 ml, hingga larutan
sempurna. Kemudian ditutup dan dibiarkan 1 malam. Lalu disaring dengan cawan kaca
masir berpori halus, diencerkan saringan dengan air secukupnya hingga volume larutan
mencapai 1 liter dan dicampurkan.
~ Larutan titer Cerium (IV) sulfat dapat dibuat dengan jumlah Cerium (IV) sulfat, Cerium
(IV) ammonium nitrat, Cerium (IV) hidroksida atau ammonium tetrasulfatoserat (IV)
dalam H2SO4 pekat, kemudian diencerkan dengan air.
~ Serium (IV) sulfat
Timbang dengan kasar 33 gram contoh. Tambahkan zat padat ini sambil diaduk pada
larutan asam sulfat yang dibuat dengan penambahan 28 ml H2SO4 pekat dalam 500 ml
air. Aduk sampai larut dan encerkan larutan sampai 1 liter dalm botol yang bersih dan
beri label.
* Bila Cerium (IV) oksida yang dipakai, timbang 21 gram zat padat
tersebut,
masukkan dalam piala 1500 ml. Tambahkan larutan H2SO4 panas yang dibuat dengan
penambahan 78 ml H2SO4 pekat dalam 300 ml air. Setelah oksida larut, encerkan larutan
sampai 1 liter, pindahkan dalam botol yang bersih.
* Bila larutannya keruh, sebelum dipakai harus disaring. Pengendapan Cerium (IV)
fosfat dalam larutan asam lambat sekali dan bila segera dipakai setelah dibekukan,
penyaringan dapat dihapuskan.
~ Serium (IV) ammonium nitrat
Timbang 54.83 gram contoh yang murni. Masukkan dalam piala 1 liter. Tuangkan 56
ml H2SO4, aduk kira-kira 2 menit. Tambahkan 100 ml air dan aduk. Lanjutkan
penambahan air sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai volumenya 600 ml. Pindahlan
larutan ke dalam labu ukur 1 liter dan encerkan sampai tanda tera, homogenkan.
~ Metoda I : Dilarutkan kira-kira 28 gram Ammonium Ce (IV) Nitrat proanalisis
(ekivalen = 548.23) dalam 100 ml air, tambahkan larutan ammonia encer perlahan-lahan
dan sambil diaduk sampai terdapat sedikit kelebihan (kira-kira 60 ml larutan ammonia
sekitar 2,5 N diperlukan). Saring Ce (IV) Hidroksida yang mengendap dengan kaca masir
dan cuci denganlima porsi air 50 ml untuk menghilangkan ammonium nitrat ; biarkan
endapan di atas pompa air selama kira-kira 30 menit untuk menghilangkan air sebanyak
mungkin. Pindahkan endapan kembali ke wadah semula sebanyak mungkin, dan
pindahkan hidroksida yang tersisa di atas saringan dari kaca masir dalam membilas
dengan empat porsi dan 50 ml asan sulfat 2 M yang sebelumnya telah dipanaskan sampai
kira-kira 60C. Tambahkan cairan cucian pada endapan dalam wadah dan panaskan
sampai endapan melarut lengkap. Dinginkan dan pindahkan larutan ke dalam sebuah labu
ukur 500 ml, dan encerkan sampai tanda tera dengan air suling. Larutan Ce (IV) Sulfat
yang dihasilkan kira-kira 0.1 N, dan memerlukan standardisasi sebelum digunakan.
~ Metoda II : Uapkan 55.0 gram Ammonium Ce (IV) Nitrat proanalisis sampai hamper
kering dengan asam sulfat pekat berlebih (48 ml) dalam sebuah pinggan penguap.
Larutan Ce (IV) Sulfat yang dihasilkan dalam asam sulfat 1 M (28 ml asam sulfat pekat
ke dalam 500 ml air), pindahkan ke dalam sebuah labu ukur 1 liter. Tambahkan asam
sulfat 1 M sampai dekat tanda tera, dan encerkan sampai tanda tera dengan air suling,
homogenkan.
~ Metoda III : Timbang 35-36 gram Ce (IV) Sulfat murni, tambahkan 56 ml asam sulfat 1
: 1 dan aduk, dengan sering penambahan air dan memanaskan perlahan-lahan sampai
garam melarut. Pindahkan ke sebuah labu ukur 1 liter yang bersumbat kaca dan ketika
dingin encerkan sampai tanda tera sampai air suling. Homogenkan.
~ Metoda IV : Simpan kira-kira 21 gram Ce (IV) Hidroksida dan tambahkan 100 ml asam
sulfat sambil diaduk rata. Teruskan pengadukan dan masukkan 300 ml air suling dengan
perlahan-lahan dan hati-hati. Diamkan semalaman, dan jika ada suatu residu tertinggal,
saring larutan ke dalam sebuah labu ukur 1 liter dan encerkan sampai tanda tera.
b) Bahan Baku Primer ( Standardisasi )
Larutan tersebut dapat distandardisasi dengan menggunakan Arsen trioksida merupakan
yang terbaik, besi murni, natrium oksalat, atau besi (II) ammonium sulfat
( Katolisosmium (IV) oksida atau OsO4).
~ Standardisasi larutan Cerium (IV) sulfat 0.1 N dilakukan sebagai berikut ( dengan
As2O3 ).
Ditimbang 200 mg As2O3 pekat yang dikeringkan pada suhu 100C selama 1 jam,
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Cuci dengan 25 ml larutan natrium
hidroksida pekat (8 % W/V), lalu dikocok hingga larut dan ditambahkan 100 ml air
suling. Tambahkan H2SO4 (33.3 % W/V) sebanyak 10 ml dan 2 tetes larutan 0Phenantrolin pekat dan larutan Osmium tetraoksida pekat (0.25 % W/V) dalam H2SO4
0.1 N. Titrasi perlahan-lahan dengan larutan Ce(IV) sulfat hingga warna merah muda
berubah menjadi biru sangat pucat. Tiap ml Ce(IV) sulfat setara dengan 4.946 mg As2O3.
Reaksinya lambat kecuali kalau Osmium tetraoksidasi OsO4, atau iodium monoklorida
ICl, digunakan sebagai katalis. Dengan katalis OsO4, titrasi dapat dilakukan pada suhu
kamar. Feroin merupakan indikator yang cocok. Dengan katalis ICl larutan dipanaskan
sampai 50C. Swift telah menemukan bahwa titrasi dapat dilakukan pada suhu kamar
dengan menggunakan ICl sebagai katalis, jika larutan adalah 4 M asam klorida. ICl
bekerja juga sebagai indikator.
~ Dengan Natrium Oksalat
Reaksi dengan ion Ce (IV) lambat dalam H2SO4 pada suhu kamar dan baik dengan
OsO4 atau ICl merupakan katalis yang paling cocok. Siapkan larutan ammonium besi (II)
sulfat kira-kira 0.1 N dalam asam sulfat ener, dan titrasi dengan larutan Ce (IV) Sulfat
dengan memakai indikator feroin. Timbang kira-kira 0.2 gram natrium oksalat p.a,
masukkan ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 25-30 asam sulfat 1 M. Panaskan larutan
sampai kira-kira 60C dan tambahkan 30 ml larutan Ce (IV) yang akan distandarkan itu
setetes demi setetes, denganmenambahkan larutan secepat mungkinselaras dengan
pembentukan tetes. Panaskan ulang larutan sampai 60C lalu tambahkan 10 ml larutan
Ce(IV). Diamkan selama 3 menit lalu dinginkan dan titrsi balik kelebihan Ce (IV) dengan
larutan besi (II) dengan memakai feroin sebagai indikator. Akan tetapi, jika dengan
larutan asam perklorat 2 M, reaksi berlangsung cepat pada suhu kamar.
~ Besi kawat murni dapat dipergunakan sebagai standar primer, reaksi berlangsung cepat
pada suhu kamar. Cara kerjanya adalah dengan menimbang 0.15-0.20 gram kawat besi
p.a. Masukkan sumbat karet yang pas yang dilengkapi dengan sebuah pipa penghantar
yang bengkok, dalam sebuah Erlenmeyer 300 m; dan jepit labu pada statif labu suling,
dalam kedudukan miring, di mana tabung membengkok sedemikian sehingga mecelup ke
dalam sebuah piala kecil yang mengandung larutan natrium hidrogen karbonat jenuh atau
larutan kalium hidrogen karbonat 20% (dibuat dari zat-zat padat pa-nya). Taruh 100 ml
asam sulfat 3 N ke dalam labu dan tambahkan 0.1-1 gram natrium hidrogen karbonat p.a
dalm 2 porsi; karbondioksia yang dihasilakan akan mengusir keluar udara. Sementara itu,
hasil penimbangan kawat besi p.a taruh cepat-cepat ke dalam labu, masukkan kembali
sumbat beserta pipa bengkok, dan panaskan perlahan-lahan sampai besi larut sempurna.
Dinginkan labu dengan cepat di bawah aliran air yang dingin, lalu tambahkan larutan Ce
(IV) Sulfat setelah ditambahkab indicator yang sesuai. Feroin merupakan indikator yang
baik.
c)
K2Cr2O7 ( Kalium Dikhromat )
Kalium dikhromat dalam keadaan asam mengalami reduksi menjadi Cr3+. Reaksi :
Cr2O72- + 14 H+ + 6 e 2Cr3+ +7 H2O
E = 1.33 Volt
Karena daya oksidasinya lebih kecil dibandingkan dengan KMnO4 dan Ce(IV). Maka hal
ini menyebabkan reaksinya sangat lambat. Akan tetapi, sifat dari K2Cr2O7 larutannya
sangat stabil, tidak bereaksi dengan ( inert terhadap ) Cl-, dengan kemurnian yang tinggi,
mudah diperoleh dan murah.
Proses analisis untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat, dengan
mengukur volume larutan pereaksi yang diperlukan untuk reaksi sempurna disebut
analisis volumetri. Analisis ini juga menyangkut pengukuran volume gas.
Proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam
larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna disebut titrasi.
Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan standard. Proses penentuan
konsentrasi larutan standard disebut menstandardkan atau membakukan. Larutan
standard adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada
analisis volumetrik. Ada cara dalam menstandardkan larutan yaitu:
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat
tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat.
Larutan ini disebut larutan standard primer, sedangkan zat yang digunakan
disebut standard primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat
kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat
distandardkan dengan larutan standard primer, disebut larutan standard sekunder.
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh:
AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2. Zat yang dapat digunakan untuk larutan baku sekunder,
biasanya memiliki karakteristik seperti di bawah ini:
1. Tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya.
2. Zatnya tidak mudah dikeringkan, higrokopis, menyerap uap air, menyerap CO2
pada waktu penimbangan
3. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
4. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
5. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri
(cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan
dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun
iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri
digunakan larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium
tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat
atau kalium iodidat.
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. larutan
tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu
yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium
tiosulfat ( Day & Underwood, 2002 ).
Kita telah mengenal jamur dalam kehidupan sehari-hari meskipun tidak sebaik tumbuhan
lainnya. Hal itu disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada
kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya terbatas. Sebagai contoh, jamur
banyak muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah, maupun tumpukan
jerami. namun, jamur ini segera mati setelah musim kemarau tiba. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah mampu membudidayakan
jamur dalam medium buatan, misalnya jamur merang, jamur tiram, dan jamur kuping.
1. Struktur Tubuh
Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Ada jamur yang satu sel, misalnyo
khamir, ada pula jamur yang multiseluler membentuk tubuh buah besar yang ukurannya
mencapai satu meter, contohnyojamur kayu. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar
yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun
jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah.
Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa.
Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya
mengandung organel eukariotik.
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar
yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir
dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik.
Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti
dengan pembelahan sitoplasma.
Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria
yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus
jaringan substrat.
a. Parasit obligat
merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya,
sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia
carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS).
b. Parasit fakultatif
adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang yang
sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang yang
cocok.
c. Saprofit
merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup
bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat
tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman
dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan
atau pada liken.
Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi.
Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua
individu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan
sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami
terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk
dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu
beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid
yang segera melakukan pembelahan meiosis.
4. Peranan Jamur
Peranan jamur dalam kehidupan manusia sangat banyak, baik peran yang merugikan
maupun yang menguntungkan. Jamur yang menguntungkan meliputi berbagai jenis
antara lain sebagai berikut.
a. Volvariella volvacea (jamur merang) berguna sebagai bahan pangan
berprotein tinggi.
b. Rhizopus dan Mucor berguna dalam industri bahan makanan, yaitu
dalam pembuatan tempe dan oncom.
c. Khamir Saccharomyces berguna sebagai fermentor dalam industri
keju, roti, dan bir.
d. Penicillium notatum berguna sebagai penghasil antibiotik.
e. Higroporus dan Lycoperdon perlatum berguna sebagai dekomposer.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Kelompok-kelompok alga
o 1.1 Alga prokariotik
o 1.2 Alga eukariotik
2 Pranala luar
Diagram yang menggambarkan teori mengenai evolusi alga (dan tumbuhan) masa kini
yang banyak didukung.
Jenis-jenis alga lainnya memiliki struktur sel eukariotik dan mampu berfotosintesis, entah
dengan klorofil maupun dengan pigmen-pigmen lain yang membantu dalam asimilasi
energi.
Dalam taksonomi paling modern, alga-alga eukariotik meliputi filum/divisio berikut ini.
Perlu disadari bahwa pengelompokan semua alga eukariotik sebagai Protista dianggap
tidak valid lagi karena sebagian alga (misalnya alga hijau dan alga merah) lebih dekat
kekerabatannya dengan tumbuhan daripada eukariota bersel satu lainnya.
DEFINISI
Alga merupakan protista yang bertalus memiliki pigmen dan klorofil. Tubuhnya terdiri
atas satu sel (uniseluler) dan ada pula yang banyak sel (multiseluler). Yang Uniseluler
umumnya sebagai Fitoplankton sedang yang multiseluler dapat hidup sebagai Nekton,
Bentos atau. Habitat alga adalah air atau di tempat basah, sebagai Epifit atau sebagai
Endofit.
Klasifikasi alga didasarkan pada morfologi sel-sel reproduksin, pigmen dalam plastida
dari sel vegetatif, dan macam ,makanan cadangan .Semua alga mengandung klorofil
tetapi ada pigmen lain yang ,menyusun yang terkandung dalam plastida.
Ada dua macam plastida pada alga (kecuali Cyanophyta)
a. Kloroplas : mengandung klorofil dan dapat juga terkandung pigmen lain yaitu xantofil
dan karotin.
b. Kromoplas (kromatofor ) pembawa zat warna lain dari krorofil seperti pigmen xantofil
dan karotin.
Dengan demikian alga dapat berfotosintesis.Ganggang berkembang biak dengan cara
vegetatif dan generatif.