Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HORMON GIBERELIN DAN APLIKASI DALAM PANGAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan yang dibina


oleh Prof.Dr. Ir, Noor Harini

Disusun oleh:

Taut Idam Adisti (201810220311011)


Mei Linda Nikma Nur Ulumi (201810220311020)
Fahmi Fathurrahman Ponamon (201810220311042)
Athaya Milda Putri Yuwana (201810220311050)
Tiara Ayu Paramita (201810220311055)
Unsy Yahya Dzualikha Dahlan (201810220311065)

FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
ISI ............................................................................................................................ 2
2.1 Definisi Giberelin .......................................................................................... 2
2.2 Peranan Fisiologi Giberelin ........................................................................... 4
2.3 Mekanisme Kerja Giberellin dan Pengaruhnya terhadap Perkecambahan .. 6
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Giberelin. ................................... 8
2.5 Aplikasi hormon giberelin pada pangan .................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi
hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan
dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan
istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen,
dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan
pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon
eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan
istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator). Hormon
tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai
prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula
tidak aktif akan mulai ekspresi.
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu
peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis
yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat
pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti
penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan
yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas
produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan
waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman
pembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya

1
BAB II
ISI

2.1 Definisi Giberelin


Giberelin (GAs) merupakan senyawa diterpenoid tetrasiklik dengan rangka
ent-gibberalene yang disebut ent-kaurene (Gambar 9). Ada 2 tipe utama GAs
yaitu yang mempertahankan kerangka entkaurene disebut C20-GAs atau punya
atom carbon penuh yaitu 20 C dan yang kehilangan C20 disebut ent20 non-
gibberelane (C19-GAs) atau atom carbon yang ke 20 hilang dalam metabolisme.
Saat ini telah ditemukan 89 jenis GAs, diberi nomor dari GA1-GA89. Zat ini
memiliki sifat-sifat antara lain: berbentuk kristal, sedikit larut dalam air, larut
dengan bebas alam methanol, ethanol, aseton, dan larut sebagian dalam etil asetat

Giberelin adalah zat kimia yang dikelompokan kedalam terpinoid.


Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5 atom
karbon.

Unit Isoprene (5-C)

Unit-unit isoprene ini dapat bergabung sehingga menghasilkan monoterpene (C-


10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20) dan triterpene (C-30). Semua molekul
giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan mejadi
dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom C
dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hydroksil dapat dibedakan
menjadi gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13.

2
Struktur GA1 Struktur GA3

Struktur Ent-Gibberellane (gibbal skeleton)

Giberelin merupakan hormon yang mempercepat perkecambahan biji,


kuncup tunas, pemanjangan batang, pertumbuhan daun, mempengaruhi
pertumbuhan dan deferensiasi akar (Campbell, 2005). Giberelin bukan hanya
memacu perpanjangan batang saja, tapi juga pertumbuhan seluruh tumbuhan,
termasuk daun dan akar. Bila giberelin diberikan di tempat yang dapat
mengangkut ke apek tajuk, peningkatan pembelahan sel dan pertumbuhan sel
tampak mengarah kepada pemanjangan batang dan (pada beberapa spesies)
perkembangan daunnya berlangsung lebih cepat, sehingga terpacu laju fotosintesis
menghasilkan peningkatan keseluruhan pertumbuhan, termasuk akar (Salisbury
dan Ross, 1995).

Giberelin berperan dalam pembelahan sel dan mendukung pembentukan


RNA sehingga terjadi sintesis protein.Pembelahan sel distimulasi oleh aktifnya
amylase menghidrolisis pati menjadi gula tereduksi sehingga konsentrasi gula
meningkatkan akibatnya tekanan osmotik juga meningkat. Peningkatan tekanan
osmotik di dalam sel menyebabkan air mudah masuk ke dalam sel, sehingga dapat
mentriger segala proses fisiologis dalam sel tanaman. Efek nyata giberelin dalam
mendorong pertumbuhan adalah sebagai akibat meningkatnya kecepatan
pembelahan sel.

3
2.2 Peranan Fisiologi Giberelin
Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh pada
sifat genetik (genetic dwarfism), pembuangan, penyinaran, partohenocarpy,
mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi
lainnya. Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell
elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta
sintesa protein.

a. Genetic dwarfism.

Giberelin dapat mengatasi gejala genetic dwarfism karena fungsi giberelin


dalam pemanjangan sel, sehingga tanaman yang kerdil bisa menjadi lebih tinggi.
Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi.
Gejala ini terlihat dari memendeknya internodus (ruas batang). Terhadap Genetic
dwarfism ini, Giberelin mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi.
Penggunaan giberelin akan mendukung pembentukan enzym protolictic yang akan
membebaskan tryptophan sebagai asal bentuk dari auxin. Hal ini berarti bahwa
kehadiran giberelin tersebut akan meningkatkan kandungan auxin. Mekanisme
lain menerangkan bahwa giberelin akan menstimulasi cell elengation, karena
adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari giberelin, akan mendukung
terbentuknya aamilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula
meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi naik,
sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.

b. Pembungaan (flowering)
Gibberelin sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman, mempunyai
peranan dalam pembungaan. Umumnya giberelin tinggi menyebabkan tanaman
terhambat berbunga, sebaliknya tenaman terinduksi berbunga apabila kandungan
giberelinnya menurun. Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku umum untuk
semua tanaman karena pada berbagai tanaman pembungaanya justru memerlukan
kandungan giberelin tinggi.

4
c. Parthenocarpy dan fruit-set
Giberelin dapat Merangsang terbentuknya buah partenokarpi seperti
anggur dan tomat, sebab GA dapat merangsang pembuahan tanpa melelui
penyerbukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa gibberellic acid (GA3) lebih
efektif dalam terjadinya parthenocarpy dibanding dengan auxin yang dilakukan
pada blueberry. Hasil 11 eksperimen lain menunjukan pula bahwa GA3 dapat
meningkatkan tandan buah (fruit set) dan hasil.

d. Peranan Giberelin dalam pematangan buah (fruit ripening)


Pematangan (ripening) adalah suatu proses fisiologis, yaitu terjadinya
perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan ke suatu kondisi yang
menguntungkan, ditandai dengan perubahan tekstur, warna, rasa dan aroma.
Dalam proses pematangan ini, giberelin mempunyai peran penting yaitu mampu
mengundurkan pematangan (repening) dan pemasakan (maturing) suatu jenis
buah. Dari hasil penelitian menunjukan aplikasi giberelin pada buah tomat dapat
memperlambat pematangan buah, sedangkan gibberellic acid yang diterapkan
pada buah pisang matang, pemasakannya dapat ditunda.

e. Mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan (germination)


Biji cerealia terdiri dari embrio dan endosperm. Didalam endosperm
terdapat masa pati (starch) yang dikelilingi oleh suatu lapisan "aleuron".
Sedangkan embrio itu sendiri merupakan suatu bagian hidup yang suatu saat akan
menjadi dewasa. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada
persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperm. Untuk keperluan
kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu
terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio
sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Dari hasil penelitian menunjukan
bahwa giberelin berperan penting dalam proses aktivitas amilase. Hal ini telah
dibuktikan dengan menggunakan GA yang mengakibatkan aktivitas amilase
miningkat. Aktivitas enzym α-amilase dan protease di dalam 12 endosperm juga
didukung oleh GA melalui de-novo synthesis. Hal ini ada hubungannya dengan
terbentuknya DNA baru yang kemudian menghasilkan RNA.

5
f. Stimulasi aktivitas cambium dan perkembangn xylem
Giberelin mempunyai peranan dalam aktivitas kambium dan perkembangn
xylem. Weaver (1972) menjelaskan bahwa aplikasi GA3 dengan konsentrasi 100,
250, dan 500 ppm mendukung terjadinya diferensiasi xylem pada pucuk olive.
Begitu pula dengan mengadakan aplikasi GA3 + IAA dengan konsentrasi masing-
masing 250 dan 500 ppm, maka terjadi pengaruh sinergis pada xylem.

g. Pemecahan Dormansi
Fungsi penting giberelin yang lain adalah dalam hal mematahkan
dormansi/mempercepat perkecambahan, dengan cara GA yang dihasilkan di
embrio masuk ke lapisan aleuron dan disana menghasilkan enzim amylase. Enzim
ini kemudian masuk ke endosperm, disana merubah pati menjadi gula dan energi.
Selain itu GA juga dapat menyebabkan kulit lebih permeabel terhadap air dan
udara. Dormansi adalah masa istirahat bagi suatu organ tanaman atau biji. Bisa
juga diartikan sebagai adalah kemampuan biji untuk mengundurkan fase
perkecambahannya hingga saat dan tempat itu menguntungkan untuk tumbuh.
GA3 dapat memecakan dormansi karena menstimulasi terbentuknya -amilase
dan enzim hidrolitik. Prosesnya adalah GAs di transfer ke aleuron, disana
menstimulir terbentuknya - amilase dan enzim hidrolitik . Enzim itu
disekresikan ke endosperm mendorong hidrolisis cadangan makanan (pati menjadi
gula). Jadi GAs mendorong pertumbuhan biji dengan meningkatkan plastisitas
dinding sel diikuti hidrolisis pati menjadi gula. Proses-proses tersebut
menyebaknan potensial air sel turun, air masuk ke sel dan akhirnya sel
memanjang.

2.3 Mekanisme Kerja Giberellin dan Pengaruhnya terhadap Perkecambahan


Perkecambahan adalah aktifitas pertumbuhan yang sangat singkat suatu
embrio dalam perkecambahan dari biji menjadi tanaman muda (Abidin, 1987).
Sedangkan menurut Kamil (1987) perkecambahan merupakan pengaktifan
kembali embrionik axis biji yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit
(seedling). Pada benih yang kering, giberelin endogen berkonjugasi dengan

6
gula membentuk glukosida dan dalam keadaan tidak aktif. Hormon ini
menjadi aktif setelah menghibibisi air.

Mekanisme produksi a-amilase pada benih secara umum dalam hubungannya


dengan metabolisme perkecambahan dapat dilihat pada gambar. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa setelah mengimbibisi air giberelin disintesis di
dalam embrio:
a. Giberelin berdifusi melalui endosperm menuju lapisan alueron.
b. Pada lapisan aleuron, giberellin merangsang sintesis enzim-enzim yang
berhubungan dengan hidrolisis, terutama a-amilase yang kemudian
dilepaskan ke endosperm kembali.
c. Enzim a-amilase melalui proses hidrolisis merombak cadangan makanan
pati.
Maltosa dan glukosa yang terbentuk melalui proses amilolisis, dirombak
menjadi sukrosa dan dipindah ke poros embrio.
Atau dapat diserap langsung melalui skutelum dimana proses sintesis
sukrosa terjadi (Trenggono, 1990).

Bila produksi gula berlebihan dan tidak seimbang dengan penggunaan


pada poros embrio akan terjadi akumulasi pada endosperm, gula berdifusi
kembali ke alueron dan berperan menghentikan produksi enzim a-amilase
lebih lanjut Jadi metabolisme sel-sel embrio mulai setelah menyerap air, yang
meliputi reaksi-reaksi perombakan (metabolisme) dan sintesis komponen-
komponen sel untuk pertumbuhan (anabolisme). Proses metabolisme ini akan
berlangsung terus dan merupakan pendukung dari pertumbuhan kecambah
hingga dewasa

7
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Giberelin.
a. Konsentrasi giberelin
Proses imbibisi air ke dalam biji guna mengawali perkecambahan,
memerlukan waktu tertentu. Oleh karena itu, dapat dikatakan lama
perendaman di dalam suatu larutan hormone tumbuh turut berpengaruh
terhadap perkecamhan biji. Giberelin dengan konsentrasi tinggi (sampai
1000 ppm) dapat menghambat pembentukan akar. Sedangkan giberelin pada
konsentrasi rendah mendorong pertumbuhan akar adventif seperti pada
batang kacang kapri, dan mempercepat pembelahan serta pertumbuhan sel
hingga tanaman cepat menjadi tinggi. Dalam hal konsentrasi giberelin,
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mulyana (1993) bahwa dari
perlakuan dengan giberelin 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, dan 100 ppm
terhadap benih kopi arabika (Coffea Arabic L), ternyata memberikan waktu
munculnya kotiledon terbaik apabila digunakan konsentrasi 100 ppm.

b. Faktor lama perendaman

Faktor lama perendaman di dalam larutan giberellin berkaitan dengan


pemberian kesempatan kepada larutan giberelin untuk melakukan imbibisi
ke dalam biji yang akan berpengaruh terhadap perkecambahan biji. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan Lakitan (1996) bahwa untuk terjadinya
proses imbibisi air ke dalam biji guna mengawali perkecambahan,
memerlukan waktu tertentu. Oleh karena itu, dapat dikatakan lama
perendaman di dalam suatu larutan hormone tumbuh turut berpengaruh
terhadap perkecamhan biji.

2.5 Aplikasi hormon giberelin pada pangan

Telah dilakukan penelitian oleh Aslih Srilillah tentang pemberian


hormon giberelin terhadap mutu buah manggis yang dihasilkan bahwa
Perlakuan giberelin 100 ppm, 200 ppm dan 400 ppm pada buah yang dipanen
dapat meningkatkan ketahanan simpan buah manggis dari 16 HSP hingga 20

8
HSP, hal tersebut dikarenakan giberelin dapat menghambat kerusakan buah
manggis yang secara alami diakibatkan oleh proses pemasakan (senescence) pada
buah manggis itu sendiri. Proses pemasakan yang dihambat oleh giberelin itu
diantaranya adalah penundaan penuaan warna kulit buah manggis dan yellowing
pada warna cupat manggis serta menunda proses mengerasnya buah manggis
sehingga tidak dapat dibuka.

Perlakuan pemberian giberelin 400 ppm menghasilkan warna hijau segar


hingga hijau kecoklatan dapat dipertahankan hingga 16 HSP. Hal tersebut
disebabkan giberelin mampu menunda kehilangan klorofil pada cupat buah
manggis. Menurut Arteca (1996) pemberian giberelin dapat memperlambat
degradasi klorofil di daun, tangkai daun, buah, dan kotiledon.

Perlakuan pemberian giberelin 100 ppm, 200 ppm dan 400 ppm memiliki
pengaruh yang baik dalam mempertahankan warna kulit buah manggis yaitu
warna kuning kemerahan hingga ungu tua sampai 12 HSP. pemberian giberelin
dapat mempertahankan kandungan warna pada kulit buah manggis hingga waktu
tertentu. Pantastico (1989) mengemukakan bahwa perlakuan giberelin dapat
menunda perubahan warna pada buah manggis, tomat, jambu biji dan pisang.

Berdasarkan uji lanjut Duncan, pengaruh pemberian giberelin pada


konsentrasi 100 ppm berbeda nyata terhadap pengaruh pemberian giberelin pada
konsentrasi 200 ppm pada jam ke-30. Nilai laju repirasi tertinggi adalah pada
buah manggis dengan perlakuan giberelin pada konsentrasi 100 ppm yaitu
sebesar 161.26 mg CO2/kg/jam. Sedangkan buah dengan perlakuan giberelin 200
ppm pada jam ke-30 memiliki nilai laju respirasi sebesar 106.46 mg CO2/kg/jam.
Menurut Pantastico (1986) perlakuan pasca panen dengan giberelin secara nyata
menghambat pematangan beberapa jenis buah. Pengaruh terhadap kematangan
terlihat dari penurunan laju respirasinya, terhambatnya klimakterik dan
penundaan perubahan warna.

Buah manggis yang tanpa diberi perlakuan giberelin memiliki nilai


kekerasan yang terus meningkat dan lebih tinggi daripada buah manggis yang
diberi perlakuan giberelin 100 ppm, 200 ppm dan 400 ppm (Gambar 9). Selain
itu, buah manggis yang tanpa diberi perlakuan giberelin sudah tidak dapat dibuka

9
lagi pada 24 HSP ketika penetrometer menunjukkan angka 0.95 kg/detik. Hal
tersebut dikarenakan giberelin dapat menghambat pengerasan buah manggis.
Menurut Arteca (1996) aplikasi GA3 dapat menghambat proses kematangan.
Dimana pengaruh terhadap kematangan pada buah manggis adalah terhambatnya
pengerasan pada buah.

Pada 12 HSP buah manggis dengan perlakuan giberelin 100 ppm


memiliki nilai TAT paling tinggi dibandingkan dengan buah manggis tanpa
perlakuan giberelin dan buah manggis dengan perlakuan giberelin 200 ppm dan
400 ppm. Namun nilai tersebut terus menurun seiring dengan lamanya waktu
simpan. Menurut Pantastico (1989) total asam pada buah-buahan akan mencapai
maksimum selama pertumbuhan dan perkembangan, kemudian menurun selama
penyimpan. Namun, perlakuan giberelin 100 ppm ternyata dapat menghambat
penurunan nilai total asam pada buah manggis.
Pada 12 HSP buah manggis dengan perlakuan giberelin 100 ppm memiliki
nilai TAT paling tinggi dibandingkan dengan buah manggis tanpa perlakuan
giberelin dan buah manggis dengan perlakuan giberelin 200 ppm dan 400 ppm.
Namun nilai tersebut terus menurun seiring dengan lamanya waktu simpan.
Menurut Pantastico (1989) total asam pada buah-buahan akan mencapai
maksimum selama pertumbuhan dan perkembangan, kemudian menurun selama
penyimpan. Namun, perlakuan giberelin 100 ppm ternyata dapat menghambat
penurunan nilai total asam pada buah manggis.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Bandung: PT. Angkasa.

Campbel, N. A. et al. 2005. Biologi. Jakarta Erlangga.

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang: Angkasa Raya.

Nurlatifah. 2016. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Giberelin (GA3) dan Pemangkasan
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanman Rami (Boehmeria nivea,L. Gaud). Skripsi.
UIN Sunan Gunung Jati.

Salisbury, FB. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3. Bandung: PT. ITB Press.

Srililah, Aslih. 2008. Pengaruh Cara Panen Dan Pemberian Giberelin Terhadap
Mutu Buah Dan Pertumbuhan Trubus Baru Manggis (Garcinia mangostana
L.). Skripsi. Departemen Agronomi Dan Hortikultura. Fakultas Pertanian.
IPB. Bogor

Trenggono, R. M. 1990. Biologi Benih. Bogor: ITB Press.

Wiraatmaja. Bahan Ajar Zat Pengatur Tumbuh Giberelin Dan Sitokinin.


Denpasar: Program Studi Agroek

oteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Udayana

11
12

Anda mungkin juga menyukai