Anda di halaman 1dari 2

Krisis Petani Muda

Ironi memang akrab dengan Indonesia. Salah satu contoh yang paling nyata terjadi di sektor
pertanian. Sayangnya, Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris kini sedang risau
karena gagal melakukan regenerasi petani. Penyegaran petani mandek.

Petani di Republik ini didominasi struktur usia tua dan lanjut lantaran anak-anak muda kini
tak punya minat terjun ke sektor pertanian. Survei yang dilakukan seorang peneliti LIPI di
sejumlah desa di Jawa Tengah pada awal tahun ini mungkin bisa menggambarkan betapa
tua dan merananya nasib pertanian di masa mendatang.

Hasil survei tersebut menyatakan hampir tidak ada anak petani yang ingin menjadi petani.
Hanya terdapat sekitar 4% pemuda usia 15-35 tahun yang bekerja dan berminat untuk
menjadi petani. Sisanya sebagian besar tergiring industrialisasi.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman bulan lalu juga sempat memaparkan data bahwa setiap
tahun negeri ini kehilangan rumah tangga petani sekitar 2% karena beralih profesi ke sektor
lain. Lebih rumit lagi, dari jumlah petani yang ada, sekitar 65% sudah berusia di atas 45
tahun.

Alangkah rentanya pertanian kita. Jika kondisi ini terus dibiarkan, barangkali umur pertanian
kita tinggal 20-25 tahun lagi. Target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai
lumbung pangan dunia pada 2045 boleh jadi hanya akan menjadi mimpi kosong bila
kerentaan terus dibiarkan.

Yang terjadi mungkin justru sebaliknya, pada tahun itu Indonesia bakal mengalami krisis
pangan. Ironi itu juga yang kini tengah membuat resah Presiden Joko Widodo. Sindiran
yang ia lemparkan pada Sidang Terbuka Dies Natalis Ke-54 IPB di Kampus Institut
Pertanian Bogor (IPB), kemarin, pun tak lepas dari kegelisahannya melihat masa depan
pertanian di Indonesia.

Ia menyindir mengapa perguruan tinggi berbasis ilmu pertanian yang paling top di negeri ini
justru banyak menghasilkan lulusan yang bekerja di perbankan dan bidang lain
nonpertanian. "Lantas yang ingin jadi petani siapa?" tanya Jokowi dengan nada retorik.
Sindiran dan pertanyaan Presiden itu mewakili kegundahan masyarakat pada umumnya
yang memang sudah sangat gamblang melihat begitu memprihatinkannya sektor pertanian
kita karena ditinggalkan pelaku-pelaku mudanya.

Kampus sebetulnya diharapkan mampu membuat sektor pertanian punya daya tarik lagi,
terutama bagi anak muda. Kampuslah yang mestinya menjadi lokomotif perubahan
paradigma bahwa pertanian sejatinya merupakan sektor yang menjanjikan jika dikelola
dengan sungguh-sungguh dan strategi yang tepat.

Dari kampus juga diharapkan berkembang riset-riset berkualitas untuk menghasilkan


teknologi pertanian modern yang bisa meningkatkan produktivitas serta nilai tambah sektor
agraris ini. Akan tetapi, pada saat yang sama, pemerintah juga perlu introspeksi bahwa
pihaknya telah melalaikan sektor itu terlalu lama.

Krisis petani muda mungkin hanya satu dari banyak masalah di bidang pertanian. Lahan
pertanian yang semakin tergerus oleh gelombang konversi lahan, terlalu berkutatnya
pertanian kita di sektor budi daya dan melupakan proses agrobisnis, minimnya riset, serta
panjangnya rantai distribusi, semuanya berkorelasi menciptakan krisis sektor pertanian.

Saatnya pemerintah segera menyetop itu semua. Jangan sampai kelambanan respons kita
akan membuat Indonesia terperosok menjadi consumer country dalam memenuhi pangan
penduduknya. Itu ialah seburuk-buruknya ironi.

Anda mungkin juga menyukai