MODUL
RDE - 07: DASAR-DASAR PERENCANAAN
DRAINASE JALAN
2005
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari
segi materi sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam
rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini.
LEMBAR TUJUAN
NOMOR : RDE-07
DAFTAR ISI
Halaman
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
DAFTAR MODUL
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 RDE – 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK, dan UU Jalan
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
Waktu : 10 menit
Waktu : 30 menit
Waktu : 80 menit
Waktu : 60 menit
BAB I
PENGERTIAN UMUM
Sistem yang terakhir ini adalah yang termurah, akan tetapi mengandung risiko
tanah terkontaminasi air limbah atau polusi lainnya.
Drainase bawah permukaan adalah drainase yang dibuat untuk mengatasi
pengaruh rembesan air, baik yang berasal dari air tanah maupun air hujan yang
merembes ke dalam tanah yang kemungkinan dapat menaikkan permukaan air
tanah sehingga mempengaruhi kadar air subgrade.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa baik drainase permukaan maupun
drainase bawah permukaan dibuat dengan maksud untuk menyelamatkan lapis-
lapis perkerasan jalan dan subgrade dari pengaruh air yang merugikan.
BAB II
DRAINASE PERMUKAAN
Secara umum dikenal ada 2 jenis bangunan drainase permukaan yaitu selokan
samping dan gorong-gorong. Fungsi kedua jenis bangunan ini adalah sebagai
“jalan air” agar air hujan segera keluar dari permukaan jalan untuk menghindarkan
perkerasan jalan dari kerusakan-kerusakan akibat genangan air. Proses
terbuangnya air (hujan) dari lapis permukaan ke areal di luar badan jalan atau ke
selokan samping kemudian melalui gorong-gorong dibuang keluar dari badan
jalan atau ke tempat buangan air yang telah ditentukan, semuanya diupayakan
didasarkan atas hukum gravitasi. Air bergerak ke tempat yang lebih rendah,
prinsip inilah yang digunakan dalam mendesain drainase jalan. Kecepatan
bergerak dari air tersebut akan tergantung dari seberapa besar grade (%) yang
harus dilalui, makin tinggi grade yang harus dilalui, jika bangunan drainase terbuat
dari tanah, akan makin mudah bangunan drainase tersebut digerus oleh air.
Lined side ditch digunakan apabila kecepatan aliran air yang melaluinya akan
mengakibatkan tanah tergerus, sedangkan unlined side ditch digunakan apabila
kecepatan aliran air yang melaluinya tidak akan mengakibatkan selokan tanah
tergerus.
Berapa kecepatan aliran air maksimum agar selokan samping yang terbuat dari
tanah tidak tergerus? Bagaimana dengan batasan kemiringan selokan samping?
Tergantung dari jenis tanah, berikut ini diberikan tabel dari berbagai sumber yang
memberikan batasan kecepatan aliran air yang diijinkan maupun kemiringan
selokan samping :
- Selokan samping
7
tertutup (untuk daerah
perkotaan)
Return Period adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan jangka waktu
dan intensitas tertentu dianggap bisa terjadi. Kemungkinan terjadinya adalah ”satu
kali” dalam batas periode (tahun) yang ditetapkan. Penetapan return period
sebenarnya tergantung pada pertimbangan faktor risiko yang perlu diambil oleh
perencana. Belum ada standar return period yang ditetapkan untuk perencanaan
selokan samping. Jika diambil referensi dari ”Guide to Hydro Meteorological
Practice”, hubungan antara return period dan faktor risiko adalah sebagai berikut:
Td = N (1/U - 0.5)
Faktor risiko U biasanya diambil = 1/3, dengan asumsi apabila terjadi kerusakan
pada bangunan drainase, tidak sampai membahayakan kehidupan manusia
secara langsung. Umur proyek N tentu tergantung dari jenis proyek jalan yang
ditangani. Untuk proyek peningkatan, biasanya umur proyek ditentukan 10 tahun,
sedangkan untuk pemeliharaan berkala jalan umur proyek ditentukan = 5 tahun.
Dengan mengambil pendekatan bahwa produk peningkatan rata-rata mempunyai
umur pelayanan efektif = 6 tahun (cukup dirawat dengan pemeliharaan rutin)
sedangkan produk pemeliharaan berkala mempunyai umur pelayanan efektif = 3
tahun (cukup dirawat dengan pemeliharaan rutin), maka perhitungan return period
menjadi sebagai berikut :
- Untuk peningkatan jalan : Td = 6 ((1 : 1/3) – 0.5) = 6 (3 – 0.5) = 6 x 2.5 = 15
tahun
- Untuk pemeliharaan berkala jalan: Td = 3 ((1 : 1/3) – 0.5) = 3 (3 – 0.5) = 3 x 2.5
= 7.5 tahun
Jika faktor risiko diambil = ½, maka return period untuk peningkatan jalan = 9
tahun, sedangkan untuk pemeliharaan berkala jalan = 4.5 tahun. Dari contoh-
contoh di atas, sementara belum ada ketentuan yang mengikat tentang return
period untuk perencanaan drainase, perencana dapat menentukan sendiri dengan
pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya kondisional. Misalnya, untuk
perencanaan selokan samping pada jalan di perkotaan yang padat penduduk,
diambil Td = 15 tahun untuk pekerjaan peningkatan dan Td = 8 tahun untuk
2.1.2 Gorong-gorong
Penempatan
culvert mengikuti
sumbu saluran air
Penempatan
culvert tidak
mengikuti sumbu
saluran air karena
pertimbangan
memperpendek
panjang culvert
a. Lingkaran (circular)
- Bentuk ini paling sering dipakai
- Ditinjau dari segi struktur, relative efisien untuk kebanyakan kondisi muatan
- Bisa dibuat dari beton tulang (antara lain 60 cm, 80 cm, 100 cm, 120 cm,
140 cm) atau dari baja (corrugated metal pipe < 2.00 m)
- Penampang melintang :
b. Ellips (elliptical)
- Biasanya dipakai sebagai pengganti bentuk circular jika terdapat
keterbatasan tinggi timbunan.
- Dibandingkan dengan bentuk circular, bentuk pipa lengkung maupun ellips
lebih mahal (pada kondisi debit yang harus ditampung sama).
- Potongan melintang :
c. Box (rectangular)
- Direncanakan untuk menampung debit yang relative besar
- Bentuk ini biasanya paling cocok digunakan jika posisi tinggi muka air yang
diijinkan (allowable headwater depth) rendah.
- Penampang melintang :
d. Lengkung (arch)
- Bentuk ini dipakai jika kondisi tanah cukup baik.
- Potongan melintang :
e. Multiple barrels
- Dipakai pada kondisi kanal yang agak lebar melintasi jalan
- Terdiri dari 2 (dua) atau lebih barrels
- Barrels bisa berupa circular atau box
Potongan melintang :
Multiple circulars
Multiple boxes
harus tetap dijadikan acuan. Berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan
berkaitan dengann pembuangan air dari permukaan jalan :
Penampang normal pada permukaan jalan dibuat miring keluar dimulai dari as
jalan (disebut cross fall), dimaksudkan agar air hujan dapat segera mengalir dan
terbuang dari permukaan jalan. Air yang tertahan di permukaan jalan kalau tidak
segera terbuang keluar akan dimungkinkan meresap ke dalam perkerasan jalan,
menempati pori-pori yang ada pada material perkerasan jalan. Fungsi aspal
sebagai perekat bisa terganggu, lapis perkerasan bisa rusak, beban lalu lintas
diatasnya akan semakin menambah rusaknya perkerasan jalan yang terendam
air.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cross fall untuk berbagai jenis lapis
permukaan. Tabel berikut hanyalah merupakan referensi, penetapan cross fall
sepenuhnya ditentukan oleh perencana dengan berbagai pertimbangan antara
lain: air hujan cepat terbuang, cross fall tidak mengakibatkan permukaan jalan
tanah cepat terkikis, mengurangi rembesan air hujan ke dalam perkerasan dan
lain-lain.
Pada tikungan yang berbentuk S curve, terdapat arah kemiringan tikungan yang
berubah dari plus ke minus. Berarti secara teoritis ada bagian dari kemiringan
melintang jalan yang bernilai 0%. Secara praktis, guna mempercepat
pembuangan air hujan, pada transition curve untuk curve yang berbentuk S, perlu
diberikan longitudinal grade sebesar 0.5%.
Kadang-kadang debit air yang harus ditampung oleh selokan samping, berasal
dari catchment area di sebelah luar badan jalan, terlalu besar. Kasus seperti ini
bisa terjadi pada jalan yang terletak di daerah-daerah perbukitan atau
pegunungan. Untuk mendapatkan dimensi selokan samping yang masih cukup
wajar, maka tidak seluruh air yang berasal dari catchment area ditampung ke
dalam selokan samping kiri – kanan jalan, akan tetapi dicegat dulu oleh saluran
pencegat yang dibuat di sebelah atas selokan samping. Air yang sudah terkumpul
di saluran pencegat kemudian dibuang ke tempat lain.
c. Run off (limpasan) dari daerah aliran, data ini diperlukan untuk menentukan
koefisien run off yang merupakan salah satu faktor atau besaran dalam
menghitung debit aliran. Yang perlu dicatat dalam pengumpulan data untuk
keperluan menghitung koefisien run off adalah jenis permukaan yang akan
dialiri air hujan yang nantinya akan ditampung oleh selokan samping. Jadi
yang diperlukan adalah data ”land use” sepanjang trase jalan, dari jenis land
use yang dicatat ini akan dapat ditentukan berapa besarnya koefisien run off.
d. Air tanah, yang dimaksudkan disini adalah tinggi muka air tanah, untuk bisa
mengambil pertimbangan apakah jalan yang akan dibuat memerlukan drainase
permukaan saja atau pada lokasi-lokasi tertentu perlu dibuat drainase bawah
permukaan atau bisa jadi diperlukan drainase untuk mengamankan lereng
jalan sebagai upaya menjaga stabilitas lereng di sebelah luar selokan samping
agar tidak runtuh menimpa jalan.
Pengumpulan Data :
Data Curah Hujan - Curah hujan
(mm/24 jam) - Catchment Area
- Run off daerah aliran
- Tinggi muka air tanah
Analisa Frekwensi
A
N
A Tempat Kedudukan
L Extreme Rainfall Depth Return Period
I (mm/24 jam)
S
Gumbel’s Extreme Probability Paper
A
H
I
D Rainfall Depth Pada
R Return Period Tertentu
O (mm/24 jam)
L
O
G Mean Raifall Intensity
I (mm/24 jam)
Duration
Rainfall
Raifall Intensity
(mm/jam)
Duration-Frequency-Curve
- Peta topografi
- Karakteristik daerah
pengaliran
DEBIT ALIRAN
Rumus Rational
PERHITUNGAN HIDROLIKA
UNTUK PENETAPAN DIMENSI
SELOKAN SAMPING DAN
Kecepatan Aliran
pada Selokan
Luas Penampang
Selokan samping
Pilih Bentuk
Penampang
Selokan samping
Dimensi sementara
selokan samping Koeffisien
Kekasaran (n)
Jari-jari Hidrolik
Kemiringan
Selokan samping
(it)
Tetapkan : Selokan
Check it samping tidak
terhadap it ivg memerlukan
vertical grade pematah arus
alinyemen ivg
it ivg
Dimensi dan
Tetapkan : Selokan
samping memerlukan Kemiringan
pematah arus Selokan samping
memenuhi
Kecepatan Aliran
pada Culvert
Luas Penampang
Culvert
Pilih Bentuk
Penampang
Culvert
Dimensi
Sementara Culvert Koeffisien
Kekasaran (n)
Jari-jari Hidrolik
Kemiringan
Culvert (it) Tentukan :
Rumus Manning HW dan AHW
Check dimensi
culvert dng Perhitungan HW
menggunakan chart pada kondisi Inlet
yang tersedia Control
Check, apakah HW
< AHW baik pada
Perhitungan HW kondisi inlet control
maupun outlet OK
pada kondisi Outlet Dimensi culvert
Control control dan outlet
velocity < velocity memenuhi
yang diijinkan! persyaratan teknis
yang ditentukan
TIDAK
HW = Headwater Depth
AHW = Allowable Headwater Depth
Besarnya debit aliran yang ditampung dan dibuang oleh selokan samping dan
gorong-gorong dihitung berdasarkan analisa hidrologi. Oleh karena bangunan
drainase dibuat untuk menampung dan membuang air hujan, maka masukan data
pokok yang harus pertama-tama diolah adalah data curah hujan yang masih
berupa data mentah. Data mentah ini diolah dengan analisa hidrologi untuk
menetapkan besarnya intensitas hujan. Dengan diketahuinya intensitas hujan
dapat dihitung besarnya debit aliran dengan menggunakan Rumus Rational atau
rumus-rumus lainnya tergantung dari luas ”catchment area”. Selanjutnya debit
aliran yang diperoleh dari analisa hidrologi tersebut dipakai sebagai bahan
masukan untuk menghitung dimensi bangunan drainase dengan menggunakan
perhitungan-perhitungan hidrolika.
Data curah hujan yang diperlukan untuk perhitungan intensitas hujan diperoleh
dari stasion pengamat hujan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Rekaman data curah hujan di seluruh stasion pengamat biasanya dapat dicari di
buku ”Pemeriksaan Hujan di Indonesia” yang diterbitkan oleh Badan Meteorologi
dan Geofisika, Departemen Perhubungan. Untuk suatu lokasi rencana jalan perlu
dipilih sejumlah stasion pengamat yang lokasinya paling mendekati trase jalan
yang direncanakan. Dengan demikian diharapkan bahwa pemilihan data curah
hujan yang akan diolah adalah yang paling mendekati kondisi lapangan, dalam arti
dapat memberikan hasil extreme rainfall yang paling teliti. Baru kemudian diambil
harga rata-ratanya setelah dari setiap stasion pengamat diketahui harga extreme
rainfall-nya.
Dari tiap stasion pengamat hujan dapat diperoleh besarnya curah hujan maximum
dalam setahun (disebut xi mm/24 jam) dalam N tahun pengamatan. Jadi harga i
menyatakan angka tahun ke 1 s/d tahun ke N. Angka-angka curah hujan tersebut
adalah angka kuantitatif yang dihasilkan dari penghitungan atau penjumlahan.
Dalam bahasa statistik angka-angka yang mewakili kuantitas disebut ”frekwensi”,
U x 1 .Y N
1 X
N
iN
x i
x i 1
N
iN
x x
2
i
x i 1
probability paper (Gumbel’s type, lihat lampiran). Akan diperoleh suatu garis lurus
yang menyatakan hubungan antara return period dengan extreme rainfall.
Setelah return period ditetapkan, berdasarkan grafik garis regresi yang telah
dibuat dapat dibaca nilai extreme hujan harian yang disebut rainfall intensity
(intensitas hujan). Angka yang diperoleh menunjukkan extreme rainfall dalam
mm/24 jam untuk masing-masing stasion pengamat pada return period yang
dipilih.
Selain cara grafis seperti di atas, dapat juga dilakukan perhitungan analitis untuk
menentukan extreme rainfall (rainfall depth) pada return period tertentu sebagai
berikut:
Mean rainfall intensity adalah angka rainfall intensity yang dinilai mewakili rainfall
intensity yang telah dihitung untuk sejumlah stasion pengamat. Angka tersebut
merupakan harga rata-rata yang dihitung dengan:
- Metode Arithmatic
- Metode Thiessen
- Metode Isohyet
Metode Arithmatic
Metode ini dipakai untuk daerah datar dimana stasion pengamat hujan tersebar
dengan merata dan masing-masing memberikan hasil pengamatan yang tidak
jauh berbeda dengan hasil rata-ratanya. Persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
in
Ird i
Ird rata rata i 1
n
dimana:
(Ird) rata-rata = mean rainfall intensity, dalam mm/24 jam
(Ird)i = rainfall intensity untuk masing-masing stasion pengamat, dalam mm/24
jam
(kode i = index nomor stasion pengamat)
n = banyaknya stasion pengamat
Metode Thiessen
Metode ini dipakai apabila distribusi dari lokasi stasion pengamat hujan tidak
tersebar rata. Pada perhitungan dengan metode ini pertama-tama harus
ditetapkan batas-batas daerah pengaliran. Kemudian kedudukan stasion-stasion
pengamat diplot di atas peta dan ditarik garis-garis penghubungnya sehingga
terbentuk rangkaian-rangkaian segitiga. Garis-garis yang tegak lurus garis-garis
penghubung tersebut akan membentuk polygon yang mengelilingi tiap-tiap
stasion. Sisi-sisi dari garis polygon dan batas daerah pengaliran yang dipotongnya
akan merupakan wilayah pengaliran yang langsung di bawah pengaruh stasion
pengamat hujan yang berada di dalamnya. Luas wilayah tersebut kemudian
dihitung dengan planimeter dan dinyatakan dalam prosen terhadap luas total
A, B, C, D, E adalah stasion
pengamat hujan
Total luas daerah pengaliran = L
Dibuat garis-garis hubung stasion
pengamat sehingga membentuk
rangkaian segitiga serta garis-garis
tegak lurus dari tengah-tengah sisi
segitiga yang membentuk polygon.
Extreme Rainfall
Komponen
Luas Wilayah Depth Untuk Return
Stasion % Terhadap Luas Average Rainfall
Yang Reriod Yang
Pengamat Total Depth
Dipengaruhi Ditentukan
(mm/24 jam)
(mm/24 jam)
A L1 (L1/L) x 100% = l1% (xr)A l1%.(xr)A
B L2 (L2/L) x 100% = l2% (xr)B l2%.(xr)B
C L3 (L3/L) x 100% = l3% (xr)C l3%.(xr)C
D L4 (L4/L) x 100% = l4% (xr)D l4%.(xr)D
E L5 (L5/L) x 100% = l5% (xr)E l5%.(xr)E
Average rainfall depth =
Total = L Total = 100% l1%.(xr)A + l2%.(xr)B + l3%.(xr)C + l4%.(xr)D
+ l5%.(xr)E
Metode Isohyet
Metode ini meskipun hasilnya paling teliti akan tetapi dianggap kurang praktis
untuk kepentingan perencanaan drainase jalan. Oleh karena itu metode ini tidak
diuraikan dalam modul ini.
Hasil terakhir dari analisa data curah hujan adalah kurva yang menunjukkan
hubungan antara rainfall intensity (mm/24 jam), duration (jam) dan frequency atau
return period (tahun). Kesulitan yang paling pokok dalam membuat kurva tersebut
adalah:
a. Data yang tersedia hanyalah berupa curah hujan maximum dalam mm/24 jam
pada suatu tahun pengamatan.
b. Yang diperlukan selain butir a di atas adalah catatan lapangan yang
menunjukkan hubungan antara lamanya hujan (duration) dengan total daily
rainfall pada kondisi butir a tersebut.
Untuk mengatasi hal di atas diambil pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
Pengamatan yang dilakukan oleh Ir. JP der Weduwen (1937) untuk daerah
Jakarta memberikan hubungan antara duration(dalam jam) dengan prosentase
total daily rainfall sebagai berikut:
Prosentase terhadap
Duration (dalam jam)
24 jam curah hujan
1 40
2 56
3 67.5
4 76
5 81.5
6 83.5
9 87.5
12 89
15 90
21 92
24 100
Hasil pengamatan di atas tentunya hanya berlaku untuk Jakarta dan sekitarnya
pada waktu itu. Pada umumnya stasion pengamat curah hujan di Indonesia tidak
mempunyai catatan tentang hubungan antara “duration” dengan prosentase
terhadap 24 jam curah hujan seperti contoh dalam tabel di atas. Sehingga sebagai
24t
2
It R 24
24
3
dimana
It = Rainfall Intensity (mm/24 jam)
R24 = 24 hours rainfall
t = duration time (jam)
Berdasarkan rumus di atas diperoleh tabel sebagai berikut:
Prosentase terhadap
Duration (dalam jam)
24 jam curah hujan
1 34.7
2 43.6
3 50.1
4 55.04
5 59.3
6 72.2
9 79.4
12 85.5
15 94
21 95.6
24 100
Hasil pengolahan data curah hujan pada akhirnya digambarkan di atas grafik semi
logaritmis yang menunjukkan hubungan antara duration (jam), rainfall intensity
(mm/jam) dan return period (tahun). Angka-angka yang diplot sebagai grafik
diperoleh dari garis regresi (menggunakan Gumbel’s Extreme Probability Paper)
dan tabel Duration - Prosentase terhadap 24 jam curah hujan.
Rumus yang dipakai untuk mengitung debit aliran tergantung pada besarnya
catchment area, pada umumnya ditentukan sebagai berikut:
- Untuk catchment area < 25 km2 dipakai Rumus Rational
- Untuk catchment area 25 - 100 km2 dipakai Cara Weduwen
- Untuk catchment area > 100 km2 dipakai Cara Melchior
Q = 0,00278 C.Cf.I.A
dimana :
Berikut ini diberikan bagan alir prosedur pemakaian rumus methoda Rasional.
WAKTU KONSENTRASI
Air hujan yang jatuh pada suatu daerah aliran, pada saat menyentuh permukaan
daerah aliran (DAS) yang paling jauh lokasinya dari muara, maka waktu
konsentrasi mulai dihitung. Air hujan akan mengalir menuju saluran yang terdekat,
waktu ini disebut to yaitu waktu limpas permukaan. Dari sini air mengalir menuju
muara DAS, dan waktu yang diperlukan untuk mengalir didalam saluran drainase
sampai muara daerah aliran disebut waktu limpas saluran atau td. Penjumlahan
waktu tersebut merupakan waktu konsentrasi atau tc.
tc = to + td
Setelah melimpas pada permukaan daerah aliran, maka aliran air masuk kedalam
saluran drainase dan mengalir menuju muara daerah aliran. Waktu limpas saluran
ini tergantung pada : ukuran, jenis, bentuk, kemiringan dasar dan bahan saluran.
Sebagai prakiraan sementara dapat dipakai pedoman berikut ini :
Kecepatan aliran saluran berdinding tanah : 0,70 – 1,10 m/det.
Kecepatan aliran saluran pasangan batu : 1,00 – 1,50 m/det.
Waktu konsentrasi tc
Untuk daerah aliran kecil dengan pola drainase sederhana, lama waktu
konsentrasi bisa sama dengan lama waktu pengaliran dari tempat yang terjauh.
Inilah salah satu sebab rumus rasional hanya dapat digunakan untuk daerah-
daerah aliran kecil.
0,77
L
t c 0,0195 menit
s
dimana :
KOEFISIEN PENGALIRAN
Berkurangnya volume air yang berhasil melewati muara daerah aliran disebabkan
oleh :
Aliran tertahan oleh akar dan daun dari tanaman, dan tertahan diantara
rerumputan atau semak belukar yang lebat.
Air meresap kedalam lapisan tanah.
Tertahan dalam bentuk genangan air, bilamana permukaan daerah aliran tidak
rata / banyak cekungan.
Dalam prakteknya terdapat berbagai tipe tata guna lahan bercampur baur dalam
sebuah daerah aliran. Oleh karena itu, untuk mendapatkan Koefisien pengaliran
gabungan Cw dapat mempergunakan rumus komposit berikut :
A 1 .C 1 A 2 .C 2 A n .C n
Cw
A1 A 2 A n
dimana :
Sebagai acuan, koefisien pengaliran dapat diambil dari sumber referensi sebagai
berikut :
BINKOT, Bina Marga : Tabel 7.
Drainase perkotaan, Ir. S. Hindarko : Tabel 8.
Hidrologi, Imam Subarkah : Tabel 9.
KOEFISIEN FREKUENSI
Tr (tahun) Cf
2 – 10 1,00
25 1,10
50 1,20
100 1,25
Analisa hidrolika dilakukan untuk menganalisa type, dimensi dan posisi selokan
samping maupun gorong-gorong sehubungan dengan pengaliran sejumlah
volume air tertentu dalam waktu tertentu.
0 - 0,5 1,0
0,5 - 1,0 1,5
1,0 - 1,5 2,0
1,5 - 3,0 2,5
3,0 - 4,5 3,0
4,5 - 6,0 3,5
6,0 - 7,5 4,0
7,5 - 9,0 4,5
9,0 - 11 5,0
Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, Binkot, Bina Marga, Dep. PU, 1990.
F
R meter
O
dimana :
Dinding Kondisi n
saluran
A. Pipa tertutup
1. Berdinding baja 0,013 – 0,017
2. Berdinding baja galvanis 0,021 – 0,030
bergelombang
3. Beton pracetak 0,011 – 0,013
4. Berdinding tanah liat masak dibakar 0,011 – 0,013
B. Saluran terbuka
1. Dasar dan dinding diplester semen 0,011 – 0,015
2. Dasar dan dinding beton 0,014 – 0,019
3. Dasar dan dinding pasangan bata 0,012 – 0,018
4. Dasar dan dinding pasangan batu 0,017 – 0,030
kali
5. Dasar dan dinding tanah asli bersih 0,016 – 0,020
6. Dasar dan dinding tanah rumput 0,025 – 0,033
7. Dasar dan dinding batu padas 0,025 – 0,040
8. Dasar dan dinding tanah tak dirawat 0,050 – 0,140
9. Saluran alam 0,075 – 0,150
Sumber : Drainase Perkotaan, Ir. S. Hindarko, 2000.
I. SALURAN BUATAN :
1. Saluran tanah, lurus teratur 0,017 0,020 0,023 0,025
2. Saluran tanah, yang dibuat dengan excavator 0,023 0,028 0,030 0,040
3. Saluran pada dinding batuan, lurus, teratur 0,023 0,030 0,033 0,035
4. Saluran pada dinding batuan, tidak lurus, tidak teratur 0,035 0,040 0,045 0,045
5. Saluran batuan yg diledakkan, ada tumbuh-tumbuhan 0,025 0,030 0,035 0,040
6. Dasar saluran dari tanah, sisi saluran berbatu 0,028 0,030 0,033 0,035
7. Saluran lengkung, dengan kecepatan aliran rendah 0,020 0,025 0,028 0,030
II. SALURAN ALAM :
8. Bersih, lurus, tidak berpasir, tidak berlubang 0,025 0,028 0,030 0,033
9. Seperti No. 8, tapi ada tumbuhan, atau kerikil 0,030 0,033 0,035 0,040
10. Melengkung, bersih, berlubang dan berdinding, pasir 0,033 0,035 0,040 0,045
11. Seperti No. 10, dangkal, tidak teratur 0,040 0,045 0,050 0,055
12. Seperti No. 10, berbatu dan ada tumbuh-tumbuhan 0,035 0,040 0,045 0,050
13. Seperti No. 11, sebagian berbatu 0,045 0,050 0,055 0,060
14. Aliran pelan, banyak tumbuhan dan berlubang 0,050 0,060 0,070 0,080
15. Banyak tumbuh-tumbuhan 0,075 0,100 0,125 0,150
III. SALURAN BUATAN, BETON ATAU BATU KALI :
16. Saluran pasangan batu, tanpa finishing 0,025 0,030 0,033 0,035
17. Seperti No. 16 tapi dengan finishing 0,017 0,020 0,025 0,030
18. Saluran beton 0,014 0,016 0,019 0,021
19. Saluran beton halus dan rata 0,010 0,011 0,012 0,013
20. Saluran beton pracetak dengan acuan baja 0,013 0,014 0,014 0,015
21. Saluran beton pracetak dengan acuan kayu 0,015 0,016 0,016 0,018
Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, Binkot, Bina Marga, Dep. PU, 1990.
P .n1,5
P2 .n 21,5 PN .nN1,5
2
3
1 1 1
nKomposit 2
2
P 3 P 3
nKomposit = Koef. kekasaran Manning untuk sal. dengan jenis bahan dinding
dan dasar berbeda.
PN = Keliling basah bagian saluran dengan jenis bahan 1 sampai N.
nN = Koefisien kekasaran Manning untuk bagian saluran dengan jenis
bahan 1 sampai N.
P = Keliling basah total tampang saluran.
Kecepatan aliran air ditentukan oleh sifat hidrolis penampang saluran, salah
satunya adalah kemiringan saluran (lihat tabel 1).
F Q
V
dimana
F = Luas penampang basah (m2)
Q = Debit air yang melalui selokan samping (m3/det)
V = Kecepatan Aliran (m/det)
Qc = V. Fsd Q = 0,00278.C.Cf.I.A
Elevasi air atas (HW) adalah tinggi permukaan air pada “entrance point” aliran air
(hulu) ke dalam gorong-gorong, dihitung terhadap dasar gorong-gorong. Elevasi
HW ini diperhitungkan dengan menggunakan “chart” yang telah disediakan baik
pada kondisi inlet control maupun outlet control, apabila hasilnya menunjukkan
HW < AHW (allowable headwater depth), maka pemilihan dimensi gorong-gorong
memenuhi salah satu persyaratan teknis.
Elevasi air bawah (TW) adalah tinggi permukaan air di bagian hilir dari gorong-
gorong, dihitung terhadap dasar gorong-gorong . Elevasi TW ini merupakan factor
yang penting dalam perencanaan hidrolik gorong-gorong mengingat:
Inlet Control
Pada kondisi inlet control, flow capacity pada entrance tergantung pada HW (Head
water Depth), geometri entrance, b entuk gorong-gorong, luas penampang serta
ujung inlet.
Outlet Control
Pada kondisi outlet control flow capacity tergantung pada factor-faktor HW (Head
water Depth), geometri entrance, bentuk gorong-gorong, luas penampang, ujung
outlet, kemiringan gorong-gorong, kekasaran dinding gorong-gorong serta panjang
gorong-gorong. Lihat sketsa pada halaman berikutnya:
HW = H + h0 – L.S0
h0 dipilih dari harga terbesar Tw atau ½(dc + D), lihat sketsa berikutnya:
Kondisi I
Kondisi II
Yang dimaksudkan sebagai konfigurasi entrance dalam hal ini adalah adalah luas
penampang melintang, bentuk gorong-gorong, dan jenis ujung inlet. Jika gorong-
gorong bekerja dalam kondisi inlet control maka maka head water depth (HW) dan
konfigurasi entrance akan mempengaruhi kapasitas gorong-gorong, sementara itu
gorong-gorong biasanya hanya sebagian diairi. Menentukan dengan tepat
geometri entrance dapat dipertimbangkan untuk mengurangi kontraksi aliran air
pada inlet dan menaikkan kapasitas gorong-gorong tanpa harus menaikkan tinggi
HW. Seberapa jauh menentukan dengan tepat geometri entrance, akan
tergantung pada :
- Kemiringan gorong-gorong
- Koeffisien Kekasaran dinding gorong-gorong
- Kontrol elevasi HW
- Elevasi air bawah (TW)
- Debit banjir rencana
- Risiko kerusakan
- Biaya konstruksi
- Faktor keamanan yang digunakan dalam perencanaan
Dalam kaitannya dengan perbaikan inlet, ada 2 hal yang harus diperhatikan:
- Jika gorong-gorong bekerja dalam kondisi outlet control, maka pada umumnya
gorong-gorong dipenuhi aliran air dengan laju kecepatan sama dengan
kecepatan rencana. Dengan demikian, perbaikan inlet pada gorong-gorong ini
hanya berupa pengurangan koeffisien entrance loss ke yang hanya
menghasilkan sedikit pengurangan elevasi HW.
- Perbaikan inlet hanya dapat mencapai kondisi aliran air di dalam gorong-
gorong bergerak mendekati kapasitas rencana, namun di posisi outlet elevasi
HW akan naik dengan cepat.
BAB III
DRAINASE BAWAH PERMUKAAN
Drainase bawah permukaan dibuat dengan maksud untuk melindungi tanah dasar
atau pondasi jalan dari pengaruh air tanah agar perkerasan jalan dapat terjaga
fungsinya dengan baik, selain itu juga berfungsi mempertahankan dinding
penahan tanah atau lereng agar tetap stabil. Jika drainase bawah permukaan
tidak dipersiapkan dengan baik, maka pada kondisi tertentu, daya dukung tanah
dasar maupun pondasi jalan akan menurun. Daya dukung tanah dasar akan
menurun apabila tanah dasar tersebut jenuh dengan air akibat naiknya air kapiler
dari permukaan air tanah ke tanah dasar. Bagaimana dengan daya dukung lapis-
lapis pondasi jalan? Lapis pondasi jalan, baik lapis pondasi bawah maupun lapis
pondasi atas terdiri dari bahan berbutir kasar, fungsinya akan menurun apabila
rongga-ronga kosong (voids) yang ada di dalamnya kemasukan butir-butir halus
yang berasal dari tanah dasar. Proses masuknya butir-butir halus ke dalam lapis
pondasi dapat dimulai dari terjadinya ”pumping action” oleh beban lalu lintas yang
akan mendorong air tanah dan lumpur (dari tanah dasar yang sudah mulai jenuh
dengan air karena naiknya air kapiler) masuk ke sambungan-sambungan, celah-
celah yang ada di dalam lapis pondasi, atau melalui tepi perkerasan yang
akhirnya akan menyebabkan rusaknya perkerasan jalan.
Air higroskopis menyerupai zat yang sifatnya semi padat dan melekat dengan
kuat pada permukaan butir-butir tanah karena tenaga electro-chemical. Air
tersebut tidak dapat dikeluarkan dari butir-butir tanah kecuali dengan pemanasan
yang tinggi.
Air kapiler tertahan dan bergerak dalam tanah dengan tenaga kapiler dari rongga-
rongga tanah dan gaya gravitasi. Air kapiler dapat naik dari permukaan air tanah
ke tanah dasar dan pondasi jalan dan akan menurunkan daya dukung maupun
kuat geser dari material-material tersebut.
Berikut ini sketsa yang menggambarkan keberadaan 3 jenis air di dalam tanah:
Air tanah biasanya diklasifikasikan ke dalam 2 type yaitu air tanah dengan
permukaan air bebas dan air tanah pada kondisi sumur artesis.
Berikut ini diberikan skema yang menggambarkan hubungan antara air tanah,
tekanan air pori dan derajat kejenuhan.
w .h2
Air
h2 kapiler
Tekanan air pori
Permukaan air tanah
Air
h1 tanah
Tekanan air tanah bebas
w .h1
100%
Tekanan air tanah / air pori Derajat kejenuhan
Air bergerak mengikuti hukum gravitasi yaitu menuju ke tempat yang lebih rendah.
Air hujan yang bergerak sebagai aliran permukaan, dalam perjalanan menuju ke
tempat yang lebih rendah mempunyai beberapa kemungkinan:
- Menguap, bergabung menjadi awan untuk kemudian jika ”persyaratannya”
sudah dipenuhi akan turun kembali ke bumi menjadi hujan.
- Meresap ke dalam tanah karena melewati tanah yang koefisien
permeabilitasnya memungkinkan bagi aliran air permukaan untuk infiltrasi ke
dalam tanah.
- Melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih rendah karena tidak mempunyai
kesempatan menguap atau merembes ke dalam tanah karena melewati
lapisan-lapisan tanah yang impermeabel, namun setelah mencapai tempat
yang lebih rendah juga mempunyai kemungkinan menguap dan infiltrasi.
Siklus tersebut berulang, namun yang akan kita garisbawahi adalah aliran air
permukaan yang mempunyai kesempatan infiltrasi ke dalam tanah. Apa yang
terjadi setelah air permukaan tersebut merembes ke dalam tanah? Jawabannya
adalah tergantung dari stratifikasi tanah yang dilaluinya, air infiltrasi ini bisa
mengumpul menjadi air tanah dengan permukaan air bebas atau air tanah yang
menjadi sumur artesis, mengalir ke permukaan sebagai mata air.
Tinggi muka air tanah dapat berubah karena pengaruh musim, karena adanya
galian atau timbunan, kalau dekat dengan sungai atau danau juga bisa terjadi
karena turun atau naiknya permukaan air sungai danau. Jadi tinggi permukaan
air tanah mempunyai sifat fluktuatif, kalau kebetulan jenis tanahnya mempunyai
tenaga kapiler yang tinggi, air dari sekitarnya akan bergerak menuju ke tanah
tersebut. Jika tanah tersebut dalam keadaan kering, maka tenaga kapiler akan
menyedot air yang ada di bawahnya. Pada umumnya tanah yang berbutir halus
mempunyai tenaga kapiler yang lebih besar dari pada tanah yang berbutir kasar,
sehingga tanah yang berbutir halus akan mempunyai kadar air yang lebih tinggi
dari pada tanah berbutir kasar. Lihat grafik tersebut di bawah:
Kadar air di atas permukaan air tanah akan dipengaruhi oleh cuaca. Meskipun
demikian, karena penguapan dari permukaan tanah akan diimbangi oleh suplai
dari air kapiler, maka kadar air tanah pada umumnya tidak menunjukkan fluktuasi
yang besar kecuali pada lapisan yang langsung di bawah permukaan tanah.
Jika kadar air pada tanah dasar naik sampai kadar air optimum, maka nilai
kerapatan kering maksimum juga naik. Artinya daya dukung tanah dasar akan
naik seiring dengan kenaikan kadar air namun hal ini hanya terjadi sampai pada
kadar air optimum. Jika kadar air tanah dasar tadi ditambah lagi sehingga
melebihi kadar air optimum, maka nilai kerapatan kering maksimum akan turun,
artinya daya dukung tanah dasar akan semakin turun jika kadar air yang
ditambahkan semakin jauh melewati kadar air optimum. Lihat grafik yang
menunjukkan hubungan antara kerapatan kering maksimum dengan kadar air
tersebut di bawah:
Mengacu pada Spesifikasi, tanah dasar yang dipersiapkan sebagai badan jalan
harus dipadatkan terlebih dahulu sebelum diatasnya dipasang lapis-lapis
perkerasan. Apakah yang dimaksud dengan tanah dasar pada pekerjaan jalan
tersebut? Tanah dasar dapat dibentuk dari timbunan biasa, timbunan pilihan, lapis
pondasi agregat, atau tanah asli di daerah galian. Tanah dasar harus dipadatkan
hanya pada kondisi bilamana kadar air material berada dalam rentang 3% di
bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum. Kadar air
optimum harus didefinisikan sebagai kadar air pada kepadatan kering maksimum
yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
Lihat skema di atas, pada kondisi I beban roda P diterima oleh bidang yang lebih
luas dibandingkan dengan kondisi II q1 < q2.
Jadi permasalahan daya dukung tanah dasar menjadi krusial apabila elevasi
permukaan air tanah dekat dengan elevasi permukaan tanah dasar. Pada kondisi
tertentu akibat air kapiler, air tanah akan tersedot naik ke tanah dasar sehingga
kadar air di dalam tanah dasar melebihi batas kadar air optimum, berarti daya
dukungnya menjadi turun. Hal inilah yang harus diatasi dengan menyiapkan
drainase bawah permukaan agar permukaan air tanah tidak semakin mendekat
ke permukaan tanah dasar.
Debit yang berasal dari aliran air permukaan akan ditampung oleh selokan
samping dan gorong-gorong dan kemudian dibuang keluar. Jika perencanaan
selokan samping dan gorong-gorong memenuhi syarat-syarat teknis dan
pemeliharannya baik, maka aliran air permukaan akan cepat terbuang keluar
begitu hujan selesai. Berbeda dengan aliran air permukaan, maka air infiltrasi
justru tidak segera terbuang keluar setelah hujan selesai, akan tetapi
kemungkinan tertahan atau terperangkap ke dalam lapisan-lapisan perkerasan
akan lebih besar, tergantung pada permeabilitas bahan perkerasan, bahann bahu
jalan maupun adqa atau tidaknya drainase bawah permukaan.
Debit aliran air permukaan A dan B tergantung pada berbagai faktor yaitu run off
coefficient, rainfall intensity, dan catchment area. Kita ambil contoh paved roads
dengan run off cofficient antara 0.70 – 0.95. Ini artinya adalah pada aliran B, 70%
- 95% dari volume air hujan yang jatuh di permukaan jalan terbuang langsung
sebagai aliran air permukaan. Sisanya sebesar 5% - 30% akan merembes
(infiltrasi) ke dalam lapisan perkerasan melalui lapisan permukaan serta sebagian
kecil menguap. Ditinjau dari segi prosentase, air infiltrasi relatif sedikit, akan tetapi
jika ditinjau dari kecepatan mengalirnya untuk keluar dari lapis-lapis perkerasan
relatif sangat kecil dibandingkan dengan kecepatan terbuangnya aliran
permukaan. Oleh karena itu, secara kumulatif air infiltrasi akan bisa merusak
ikatan antara butir-butir material perkerasan dan bitumen sebagai bahan pengikat.
Pada gambar (a) perkerasan diletakkan di atas timbunan, sedangkan bahu jalan
(shoulder) sebelah kanan terdiri dari material yang impervous. Air yang
menggenang di dalam sub base, base, maupun surface tertahan oleh shoulder,
tidak bisa mengalir keluar. Pada shoulder sebelah kiri, meskipun permeability-nya
lebih besar dari pada sebelah kanan, belum berfungsi membuang air yang
menggenang di dalam perkerasan dengancepat.
Pada gambar (b) perkerasan diletakkan di atas galian. Oleh karena subgrade
maupun shoulder terdiri dari material yang permeabiliti-nya rendah, sistem
drainasenya juga sangat jelek. Pada kasus ini, air tetap terperangkap di dalamm
lapis-lapis perkerasan.
Pada gambar (c) perkerasan diletakkan di atas impermeable subgrade,
sedangkan shoulder terdiri dari material yang permeabilitinya juga rendah.
Apabila perkerasan dan shoulder berada dalam kondisi jenuh dengan air, maka
akan terjadi bleeding pada tepi perkerasan.
Akibatnya subbase, base, dan surface makin lama akan makin jenuh dengan air,
yang berarti potensial untuk menimbulkan kerusakan pada perkerasan.
Prinsip utama yang disarankan adalah menjaga agar lapis perkerasan dan
subgrade relatif tetap kering. Sketsa di atas menggambarkan keadaan dimana
permukaan air tanah berada di bawah subbase.
Air infiltrasi relatif tidak sempat masuk ke dalam subbase, karena sesuai dengan
sifatnya yang ”high permable” open graded dapat mengalirkan air kesamping,
ditampung oleh collector pipe. Dari sini air dibuang melalui outlet pipe. Dengan
sistem demikian, air infiltrasi tidak akan sempat tergenang dalam lapisan-lapisan
perkerasan untuk jangka waktu lama. Jadi perkerasan tidak akan berada dalam
kondisi jenuh dengan air.
Pada gambar (a) jalan dibuat di suatu lereng sehingga sebagian di atas galian
dan sebagian lagi di atas timbunan. Permukaan air tanah diturunkan dengan cara
memasang longitunal drain pada sebelah kiri tepi perkerasan.
Pada gambar (b) jalan dibuat pada daerah galian, padahal posisi semula
permukaan air tanah berada di atas permukaan jalan. Untuk menurunkan
permukaan air tanah di tepi kiri-kanan dipasang longitudinal drain.
Pada gambar (c) dijumpai kasus jalan raya 4 (empat) jalur dengan posisi semula
permukaan air tanah di atas permukaan jalan. Oleh karena jarak antara
longitudinal kiri dan kanan agak jauh, untuk menurunkan permukaan air tanah
masih diperlukan longitudinal drain lagi di tengah-tengah.
Pada gambar (d) diperlihatkan kondisi dimana longitudinal drain saja belum cukup
mampu untuk menghindari rembesan air tanah, padahal bagian jalan tersebut
terletak pada perpindahan dari daerah galian ke daerah timbunan. Yang
dikhawatirkan adalah air juga akan merembes ke daerah timbunan. Untuk
Berikut ini adalah contoh-contoh lain cara membuang air tanah yang dinilai
mengganggu daya dukung subgrade :
Filter material
Harus mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi agar dapat membuang
dengan cepat air tanah yang mengganggu tanah dasar.
Terdiri dari pasir, kerikil atau batu pecah yang gradasinya terkontrol.
Bersih dari pelapukan dan mempunyai pembagian butir yang memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu sebagai berikut :
D15 filter D15 filter D15 filter
< 5; >5; > 2
D85 subgrade D15 subgrade Dlobang
Sumber : Subsoil Drainage, The Post Graduate Program on Highway Engineering, ITB-DPUT-JICA, 1976
RANGKUMAN
5. Menjelaskan bagan alir analisa hidrologi untuk perhitungan debit aliran yang
harus ditrampung oleh selokan samping maupun gorong-gorong (rumus
rasional) , serta analisa hidrolika untuk perhitungan dimensi selokan samping
dan gorong-gorong.
6. Menjelaskan sifat-sifat air di dalam tanah (air higroskopis, air kapiler, air
tanah grafitasi) dan pengaruhnya terhadap kadar air subgrade serta
akibatnya terhadap bearing capacity dari subgrade.
7. Penjelasan tentang perlu atau tidaknya dibuat base drainage layer pada
kondisi tertentu, kemudian penjelasan tentang komposisi dari filter material.
DAFTAR PUSTAKA
10. Direktorat Jenderal Bina Marga, Central Quality Control & Monitoring unit,
Manual Supervisi Lapangan untuk Pengendalian Mutu pada Kontrak
Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan, Agustus 1988.
11. Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Pedoman
Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan, No.
010/BNKT/1990.
12. Direktorat Jenderal Bina marga, Bina Program Jalan, Dokumen Rujukan RD
3.1.2., Pedoman untuk Pengumpulan Rutin Data Untuk Disain, Oktober
1989.
13. Direktorat Jenderal Bina Marga, Bina Program Jalan, Design Parameters
and Models for the Roadworks Design System.
14. Direktorat Jenderal Bina Marga, Bina Program Jalan, Sistim Perhitungan
Lalu Lintas Rutin, Petunjuk Pelaksanaan thn 1984/1985 ; Jakarta, Maret
1984.
18. Konferensi Tahunan Teknik Jalan ke 4, Jakarta 19-21 Nopember ’90, Volume
4, Teknik Lalu Lintas dan Transportasi.
LAMPIRAN