Baik golongan Kharismatik, maupun golongan anti Kharismatik, sering menggunakan ayat-
ayat dari 1Kor 14 untuk mendukung pandangannya masing-masing.
Dalam penggunaan ayat-ayat dalam 1Kor 14 ini oleh orang-orang Kharismatik, sering sekali
terjadi bahwa kontexnya tidak dipedulikan. Dengan kata lain, banyak orang Kharismatik
menggunakan ayat-ayat dalam 1Kor 14 terlepas dari kontexnya. Ini tentu saja merupakan
penggunaan / cara penafsiran yang keliru! Ayat Kitab Suci tidak pernah boleh ditafsirkan
terlepas dari kontexnya! Karena itu perlu sekali kita mempelajari exposisi dari seluruh 1Kor 14
supaya kita bisa menafsirkan setiap ayat sesuai dengan kontexnya! Untuk itu, sebelum
saudara membaca exposisi ayat per ayat di bawah ini, bacalah seluruh 1Kor 14 sedikitnya
satu atau dua kali.
Ay 1-5: “(1) Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh,
terutama karunia untuk bernubuat. (2) Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak
berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti
bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia. (3) Tetapi siapa yang bernubuat, ia
berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur. (4) Siapa yang
berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia
membangun Jemaat. (5) Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi
lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari
pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya,
sehingga Jemaat dapat dibangun”.
b) Kasih memang adalah buah Roh Kudus (Gal 5:22), tetapi itu tidak berarti bahwa
dengan berdiam diri / bersikap pasif kita bisa menjadi orang yang penuh kasih. Karena
itu Paulus berkata ‘kejarlah kasih itu’!
Penerapan:
Boleh jadi saudara mengejar Firman Tuhan, tetapi apakah saudara mengejar kasih?
c) Ada beberapa hal yang harus saudara lakukan kalau saudara mau menjadi orang yang
penuh kasih:
mendekatlah dan banyaklah bersekutu dengan Tuhan. Ini akan menyebabkan
saudara ‘ketularan’ kasih Tuhan. Alegori pokok anggur dengan rantingnya dalam
Yoh 15:1-8 menunjukkan bahwa kalau kita mempunyai persekutuan yang baik
dengan Yesus, barulah kita bisa berbuah banyak! Karena itu banyaklah bersekutu
dengan Tuhan!
buanglah segala dosa, baik besar maupun kecil, karena dosa memisahkan /
menjauhkan saudara dari Tuhan, dan membuat kasih saudara kepada Tuhan
menjadi hambar! Terhadap jemaat Efesus yang kehilangan kasih yang semula,
Tuhan memerintahkan supaya mereka bertobat (Wah 2:5).
janganlah mengasihi uang / dunia, karena itu akan menyebabkan saudara tidak
mungkin mengasihi Tuhan (Mat 6:24 Yak 4:4 1Yoh 2:15).
seringlah merenungkan cinta Tuhan bagi saudara, khususnya yang Ia tunjukkan
dengan mati di atas kayu salib bagi saudara! Saudara tidak akan bisa mengasihi
Tuhan kalau saudara tidak lebih dahulu menyadari bahwa Tuhan betul-betul
mengasihi saudara.
d) Sekalipun kasih itu penting, tetapi kita tidak boleh menekankan kasih sehingga
mengorbankan kebenaran!
Bandingkan dengan:
Wah 2:2 dan 2Kor 11:4 dimana pada waktu ada pengajar sesat / rasul palsu,
ketidaksabaran justru dipuji sedangkan kesabaran justru dikecam!
Yak 3:17 yang berbunyi sebagai berikut: “Tetapi hikmat yang dari atas adalah
pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan
dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik”.
Perhatikan bahwa yang dinomer-satukan adalah ‘murni’, dan baru setelah itu
‘pendamai’.
Thomas Manton: “If the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in
truth’s quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should be
blended together in confusion than one jot of truth perish” (= Jika perhatian yang paling
utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran
kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih baik
langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran binasa).
Pada waktu Martin Luther melihat adanya begitu banyak ketidak-benaran dalam
bentuk ajaran dan praktek yang salah dari gereja Roma Katolik pada saat itu,
apakah ia tetap memelihara perdamaian? Tidak, tetapi sebaliknya ia memakukan 95
thesisnya di pintu gereja Wittenberg, dan ini akhirnya menimbulkan perpecahan
dalam gereja! Beranikah saudara menyalahkan Martin Luther dan menganggapnya
sebagai orang yang tidak cinta damai?
Calvin, dalam komentarnya tentang Ef 5:11, berkata: “But rather than the truth of God
shall not remain unshaken, let a hundred worlds perish” (= dari pada kebenaran Allah
tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).
Calvin (tentang ay 33): “if we are called to contend against wicked doctrines, even though
heaven and earth should come together, we must, nevertheless, persevere in the contest. We
must, indeed, in the first place, make it our aim, that the truth of God may, without contention,
maintain its ground; but if the wicked resist, we must set our face against them, and have no
fear, lest the blame of the disturbances should be laid to our charge. For accursed is that
peace of which revolt from God is the bond, and blessed are those contentions by which it is
necessary to maintain the kingdom of Christ” (= ) - hal 466.
a) ‘Usahakanlah ... memperoleh’ (bdk. ay 39 dan 12:31 yang menggunakan kata Yunani
yang sama).
Kata Yunani yang digunakan adalah ZELOUTE yang arti sebenarnya adalah ‘be
zealous for’ (= bersemangatlah / berkobar-kobarlah untuk). Kata sifatnya adalah ZELOS
(Gordon Fee / NICNT, hal 623, footnote), dari mana kata bahasa Inggris ‘zelous’ (=
bersemangat) diturunkan.
Ini menunjukkan secara jelas bahwa karunia yang terpenting / terhebat bukanlah
karunia bahasa Roh, tetapi karunia bernubuat.
Calvin: “he commends prophecy above all other gifts, as it was the most useful of them
all” (= ) - hal 434.
Penerapan:
kalau selama ini saudara menganggap karunia bahasa Roh sebagai karunia
yang terutama dan terpenting / terhebat, baca dan renungkan ay 1 ini dan
bahkan seluruh 1Kor 14, dan janganlah bersikap tegar tengkuk, tetapi
sesuaikanlah pikiran / pengertian saudara yang salah itu dengan Firman Tuhan!
kalau saudara berjumpa dengan orang yang menganggap / mengajarkan bahwa
karunia bahasa Roh adalah karunia yang terpenting, ajaklah orang itu membaca
ay 1 ini dan bahkan seluruh 1Kor 14, supaya ia melihat sendiri bahwa apa yang
ia percayai / ajarkan itu tidak sesuai dengan Firman Tuhan.
Kalau kita membaca seluruh 1Kor 14 maka terlihat bahwa karunia nubuat ini
dipentingkan bukan karena melihat cara orang itu mendapatkan beritanya (dengan
belajar Kitab Suci atau mendapatkan langsung dari Tuhan), tetapi karena melihat
penyampaian Firman Tuhan yang ia lakukan, karena inilah yang membangun
jemaat.
Jadi saya berpendapat bahwa semua karunia pemberitaan Firman Tuhan adalah
karunia yang terutama / terpenting.
Satu hal yang harus ditekankan tentang kata ‘bernubuat’ ini adalah bahwa itu tidak
harus berhubungan dengan ramalan tentang masa depan. Bernubuat berarti
mengajar / memberitakan kehendak Allah.
Bdk. Kis 6:1-4 - “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah
sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-
orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan
sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid
berkumpul dan berkata: ‘Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah
untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu,
yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka
untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan
pelayanan Firman.’”.
3) Ay 2: “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia,
tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia
mengucapkan hal-hal yang rahasia”.
Bagian ini seringkali dijadikan dasar dari doa menggunakan bahasa Roh.
Keberatan: kalimat ay 2b ini jelas tidak bisa diartikan seperti itu, karena banyak
bagian Kitab Suci yang menunjukkan bahwa pada saat seseorang berbahasa Roh,
ia bukan berbicara kepada Allah, tetapi ia menyampaikan berita dari Allah kepada
manusia, dan kita tidak boleh menafsirkan satu ayat Kitab Suci sehingga
bertentangan dengan ayat Kitab Suci yang lain.
Contoh:
Kis 2:4-13 jelas menunjukkan bahwa pada waktu rasul-rasul berbahasa Roh
pada hari Pentakosta, mereka menyampaikan berita dari Allah untuk manusia.
Ay 5 menunjukkan bahwa bahasa Roh yang disertai penafsiran / penterjemahan,
menjadi sama seperti nubuat. Sedangkan bernubuat adalah menyampaikan
sesuatu dari Allah kepada manusia.
Ay 6 mengatakan bahwa bahasa Roh tidak berguna kalau tidak menyampaikan
penyataan Allah, pengetahuan, nubuat, atau ajaran. Jadi jelas bahwa bahasa
Roh harus ditujukan kepada manusia.
Ay 13,27,28 menunjukkan bahwa bahasa Roh harus disertai penafsiran /
penterjemahan. Ini jelas menunjukkan bahwa bahasa Roh itu ditujukan kepada
manusia, karena kalau ditujukan kepada Allah, apa gunanya penterjemahan?
Arti sebenarnya dari kalimat ini adalah: tidak ada orang yang mengerti kata-katamu
kecuali Allah.
Ada yang menganggap bahwa ini adalah suatu sindiran bagi mereka. Jadi Paulus
menyindir mereka: ‘apakah kamu mau berkhotbah kepada Allah?’.
Calvin: “The reason why he does not speak to men is - because no one heareth, that is, as
an articulate voice. For all hear a sound, but they do not understand what is said” (= ) -
hal 435.
Ini lagi-lagi sering dijadikan dasar untuk mengatakan adanya bahasa Roh yang
bukan bahasa manusia.
Keberatan:
kata ‘bahasanya’ dalam ay 2c itu sebetulnya tidak ada.
NIV: ‘no one understands him’ (= tidak seorangpun mengerti dia).
NASB: ‘no one understands’ (= tidak seorangpun mengerti).
kata-kata ‘tidak seorangpun’ dalam ay 2c ini jelas bukan menunjuk pada semua
orang di dunia, tetapi pada orang-orang yang hadir dalam kebaktian tersebut.
Charles Hodge: “This, however, does not imply that the sounds uttered were in
themselves unintelligible, so that no man living (unless inspired) could understand
them. ... The meaning is, not that no man living, but that no man present, could
understand. ... The difficulty was in the language used, not in the absence of meaning,
or in the fact that inarticulate sounds were employed” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal
279,280.
Ada penafsir yang menganggap bahwa kata ‘Roh’ menunjuk pada ‘roh manusia’
(Catatan: ingat bahwa dalam bahasa Yunaninya, kata ‘Roh’ ini tidak dimulai dengan
huruf besar), tetapi kebanyakan penafsir menganggap bahwa kata ‘Roh’ ini
menunjuk kepada ‘Roh Kudus’.
Calvin: “He ‘speaketh in the Spirit’ - that is, ‘by spiritual gift’” (= ) - hal 435.
Tetapi kata ‘hal-hal yang rahasia’ ini (dalam bahasa Inggrisnya: ‘mysteries’) berasal
dari kata bahasa Yunani MUSTERION. Dan dalam Kitab Suci, kata MUSTERION itu
hanya muncul dalam ayat-ayat di bawah ini:
Mat 13:11 / Mark 4:11 / Luk 8:10.
Roma 11:25 16:25.
1Kor 2:7 4:1 13:2 14:2 15:51.
Ef 1:9 3:3,4,9 5:32 6:19.
Kol 1:26-27 2:2 4:3.
2Tes 2:7.
1Tim 3:9,16.
Wah 1:20 10:7 17:5-7.
Bacalah semua ayat-ayat tersebut di atas, dan saudara akan melihat bahwa kata
‘rahasia’ (MUSTERION) ini pada umumnya bukan menunjuk pada sesuatu yang
tidak dapat diketahui / tidak dapat dimengerti, tetapi sebaliknya menunjuk pada:
suatu kebenaran yang bisa diketahui.
suatu kebenaran yang dulunya tersembunyi, tetapi sekarang sudah dinyatakan /
diberitakan sehingga bisa diketahui / dimengerti.
Dengan demikian, kalau ay 2 ini mengatakan bahwa orang yang berbahasa Roh itu
mengucapkan hal-hal yang rahasia, maka artinya adalah: orang yang berbahasa
Roh itu menyampaikan kebenaran ilahi (yang dulunya tersembunyi, tetapi sekarang
sudah dibukakan).
Bisa juga kata MUSTERION ini diartikan ‘hal yang tidak dimengerti’ (tetapi ini tetap
tidak bisa dijadikan dasar untuk melakukan doa dengan bahasa Roh). Lalu ay 2
digabungkan dengan ay 3, maka kelihatan dengan jelas bahwa di sini dikontraskan
antara bahasa Roh (ay 2) dan nubuat (ay 3). Sehingga mungkin saja artinya
hanyalah: bahasa Roh itu tidak dimengerti manusia, dan karena itu sia-sia;
sedangkan nubuat itu dimengerti manusia sehingga bisa membangun, menasehati
dan menghibur.
Calvin: “He speaketh mysteries and hidden things, and things, therefore, that are of no
profit.’ Chrysostom understands ‘mysteries’ here in a good sense, as meaning - special
revelations from God. I understand the term, however, in a bad sense, as meaning - dark
sayings, that are obscure and involved, as if he had said, ‘He speaks what no one
understands.’” (= ) - hal 435-436.
Charles Hodge: “‘Mysteries’ mean divine truths; things which God has revealed” (= ) - ‘I
& II Corinthians’, hal 280.
Calvin: “‘Prophecy,’ says he, ‘is profitable to all, while a foreign language is a treasure hid in the
earth. What great folly, then, it is to spend all one’s time in what is useless, and, on the other
hand, to neglect what appears to be most useful!’” (= ) - hal 436.
5) Ay 4: “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi
siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat”.
a) Ay 4a: ‘siapa yang berkata-kata dengan bahasa Roh, ia membangun dirinya sendiri’.
Ada bermacam-macam tafsiran tentang bagian ini:
2. Orang yang berbahasa Roh itu sendiri mengerti apa yang ia katakan, tetapi orang
lain tidak. Karena itu hanya ia sendiri yang dibangun imannya.
Charles Hodge: “The speaker with tongues did not edify the church, because he was not
understood; he did edify himself, because he understood himself. This verse, therefore,
proves that the understanding was not in abeyance, and that the speaker was not in an
ecstatic state” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 281.
Catatan: saya berpendapat bahwa pandangan Hodge ini agak aneh. Kalau memang
orang yang berbahasa Roh pasti mengerti apa yang ia katakan, lalu mengapa
Paulus menyuruh orang yang mempunyai karunia bahasa Roh untuk meminta
karunia untuk menafsirkan bahasa Roh (ay 13)?
3. Ini cuma suatu irony (= sindiran / ejekan), dan arti sebenarnya adalah bahwa
bahasa Roh itu tidak membangun siapapun juga.
Ingat bahwa surat Korintus mengandung banyak irony, misalnya:
1Kor 4:8,10 - “(8) Kamu telah kenyang, kamu telah menjadi kaya, tanpa kami
kamu telah menjadi raja. Ah, alangkah baiknya kalau benar demikian, bahwa
kamu telah menjadi raja, sehingga kamipun turut menjadi raja dengan kamu. ...
(10) Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah,
tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina”.
2Kor 10:1,12 - “(1) Aku, Paulus, seorang yang tidak berani bila berhadapan muka
dengan kamu, tetapi berani terhadap kamu bila berjauhan, aku memperingatkan
kamu demi Kristus yang lemah lembut dan ramah. ... (12) Memang kami tidak
berani menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan orang-orang
tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka mengukur dirinya dengan ukuran
mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah
bodohnya mereka!”.
2Kor 11:1,5 - “(1) Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang
kecil itu. Memang kamu sabar terhadap aku! ... (5) Tetapi menurut pendapatku
sedikitpun aku tidak kurang dari pada rasul-rasul yang tak ada taranya itu”.
2Kor 12:13 - “Sebab dalam hal manakah kamu dikebelakangkan dibandingkan
dengan jemaat-jemaat lain, selain dari pada dalam hal ini, yaitu bahwa aku sendiri
tidak menjadi suatu beban kepada kamu? Maafkanlah ketidakadilanku ini!”.
Alasan penafsiran ini: suatu karunia diberikan oleh Tuhan kepada seseorang,
selalu dengan tujuan untuk membangun jemaat / gereja, bukan diri orang itu
sendiri (ay 5b,12,17,26 12:7), sehingga tidak mungkin karunia bahasa Roh itu
membangun iman sendiri.
Calvin: “In place of what he had said before - that he speaketh unto God, he now says
- he speaketh to himself. But whatever is done in the Church, ought to be for the
common benefit. Away, then, with that misdirected ambition, which gives occasion for
the advantage of the people generally being hindered! ... when ambition makes use of
such empty vauntings, there is inwardly no desire of doing good; but Paul does, in
effect, order away from the common society of believers those men of mere show, who
look only to themselves” (= ) - hal 436.
Kalau memang ay 4 ini adalah suatu irony, maka ay 4 ini menunjukkan betapa
rendahnya karunia bahasa Roh itu dibandingkan dengan karunia bernubuat.
Karunia bernubuat membangun jemaat, tetapi karunia bahasa Roh membangun
dirimu sendiri (artinya: tidak membangun siapa-siapa).
6) Ay 5: “Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada
itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang
yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga
Jemaat dapat dibangun”.
a) Ay 5a: ‘Aku suka supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa Roh, tetapi lebih dari
pada itu, supaya kamu bernubuat’.
1. Orang Kharismatik sering memotong bagian ini dan hanya melihat kata-kata ‘Aku
suka supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa Roh’, dan lalu
menggunakannya sebagai dasar untuk mengharuskan orang kristen berbahasa
Roh.
Keberatan terhadap pandangan ini:
kalau bagian ini diartikan sebagai sesuatu yang menunjukkan keharusan
berbahasa roh, maka jelaslah bahwa ay 5a ini (baca seluruh ay 5a!) juga
mengharuskan, atau bahkan lebih mengharuskan, orang kristen untuk
bernubuat! Bdk. Bil 11:29 (baca mulai Bil 11:26).
Tetapi kenyataannya, saya tidak pernah mendengar ada orang Kharismatik yang
mengharuskan orang kristen bernubuat. Ini menunjukkan penafsiran yang tidak
konsekwen!
Keharusan mempunyai suatu karunia tertentu jelas bertentangan dengan
1Kor 12:7,8-10,28-30, yang jelas menunjukkan bahwa tiap orang kristen
menerima karunia yang berbeda-beda, ada yang menerima karunia ini dan ada
yang menerima karunia itu. Jelas bahwa tidak ada karunia apapun yang harus
dimiliki oleh setiap orang kristen.
2. Bagian ini menunjukkan bahwa sekalipun karunia bernubuat itu adalah karunia yang
terpenting, dan karena itu harus ditempatkan pada tempat pertama, tetapi karunia
bahasa Roh tidak boleh diabaikan, karena Tuhan tidak memberikan karunia tanpa
ada gunanya (Calvin, hal 436-437).
b) Ay 5b: ‘Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata
dengan bahasa Roh, kecuali kalau orang itu dapat menafsirkannya’.
‘Sebab’.
Kata ‘sebab’ pada awal ay 5b ini menunjukkan bahwa ay 5b ini adalah alasan dari
kata-kata Paulus dalam ay 5a. Jadi, Paulus lebih senang orang bernubuat dari pada
berbahasa Roh karena orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang
berbahasa Roh.
‘kecuali orang itu dapat menafsirkannya’.
Kalau orang yang berbahasa Roh itu bisa menafsirkan bahasa Rohnya, maka
bahasa Roh itu menjadi sesuatu yang bisa dimengerti, sehingga menjadi sama
berharganya dengan nubuat.
Tetapi kalau ada seorang yang berbahasa Roh, lalu ada seorang lain yang
menafsirkannya, kita tetap harus berhati-hati, karena bagaimana kita tahu bahwa itu
memang penafsiran yang benar? Bagaimana kalau 2 orang itu ternyata cuma
bersandiwara supaya dianggap hebat / rohani / penuh Roh Kudus dsb? Ingat bahwa
pada akhir jaman ada banyak nabi-nabi palsu yang tidak akan segan-segan menipu
jemaat, supaya mereka diikuti banyak orang!
1. Bagian ini menunjukkan bahwa tujuan karunia / pelayanan adalah supaya jemaat
dapat dibangun!
Memang tujuan utama / tertinggi kita dalam hidup / pelayanan kita adalah untuk
memuliakan Allah (1Kor 10:31), tetapi untuk mencapai hal itu, maka kita harus
membangun jemaat / gereja, yaitu dengan:
mempertobatkan orang yang belum percaya.
menumbuhkan iman orang yang sudah percaya.
Penerapan:
Apakah saudara mempunyai pelayanan yang cukup berarti dalam gereja? Kalau
tidak, perhatikan kata-kata Pulpit Commentary (hal 479): “The useless members of a
Church are those who are satisfied to get, not to give” (= Anggota-anggota yang tidak
berguna dari sebuah Gereja adalah mereka yang puas untuk mendapat, bukan untuk
memberi).
Dan kalau saudara sudah mempunyai pelayanan yang cukup berarti, maka
renungkanlah: apakah pelayanan itu saudara maksudkan untuk membangun jemaat
/ gereja? Atau saudara melayani hanya karena dipaksa oleh orang lain, atau hanya
untuk ramai-ramai saja? Atau saudara punya tujuan yang lebih egois lagi, yaitu
untuk kepentingan diri saudara sendiri?
2. Ini juga menunjukkan bahwa jemaat / gereja bisa dibangun hanya dengan
menambah pengertian Firman Tuhan.
Bahasa Roh yang tidak diterjemahkan tidak bisa memberikan pengertian, sehingga
tidak bisa membangun jemaat. Tetapi nubuat, ataupun bahasa Roh yang
diterjemahkan, memberikan pengertian Firman Tuhan kepada jemaat, sehingga
jemaat bisa dibangun.
Penerapan:
Dalam pelayanan, usahakanlah supaya seluruh jemaat bisa dibangun dalam
pengertian Firman Tuhan. Kalau saudara sekedar mengajak jemaat untuk
memasang pohon Natal / menghias gereja, atau datang dalam pesta-pesta yang
diadakan oleh gereja, tetapi saudara tidak pernah mengajak / mendorong jemaat
untuk rajin ke Kebaktian / Pemahaman Alkitab, maka mungkin sekali saudara
sedang giat menuju ke arah yang salah!
Kalau saudara melayani Tuhan dalam bentuk puji-pujian, gunakanlah nyanyian
dalam bahasa yang bisa dimengerti jemaat. Kalau toh harus menyanyikan lagu
dalam bahasa asing, jelaskan lebih dulu arti kata-kata lagu itu. Kalau tidak
demikian, pada hakekatnya saudara tidak berbeda dengan orang yang
menggunakan bahasa Roh tanpa penterjemahan.
Jaman sekarang juga sering ada pengkhotbah yang menggunakan bahasa asing
di mimbar, tanpa menterjemahkannya. Apa tujuannya? Untuk pamer
kepandaian? Lagi-lagi hal ini sebetulnya tidak berbeda dengan orang yang
menggunakan bahasa Roh tanpa penterjemahan.
Ay 6-12: “(6) Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan
bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan
Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran? (7) Sama halnya dengan alat-alat yang
tidak berjiwa, tetapi yang berbunyi, seperti seruling dan kecapi - bagaimanakah orang dapat
mengetahui lagu apakah yang dimainkan seruling atau kecapi, kalau keduanya tidak
mengeluarkan bunyi yang berbeda? (8) Atau, jika nafiri tidak mengeluarkan bunyi yang terang,
siapakah yang menyiapkan diri untuk berperang? (9) Demikianlah juga kamu yang berkata-kata
dengan bahasa roh: jika kamu tidak mempergunakan kata-kata yang jelas, bagaimanakah orang
dapat mengerti apa yang kamu katakan? Kata-katamu sia-sia saja kamu ucapkan di udara! (10)
Ada banyak - entah berapa banyak - macam bahasa di dunia; sekalipun demikian tidak ada
satupun di antaranya yang mempunyai bunyi yang tidak berarti. (11) Tetapi jika aku tidak
mengetahui arti bahasa itu, aku menjadi orang asing bagi dia yang mempergunakannya dan dia
orang asing bagiku. (12) Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk
memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha
mempergunakannya untuk membangun Jemaat”.
1) Ay 6: “Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa
roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah
atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?”.
a) Orang Korintus pernah mendapatkan berkat dari pengajaran Paulus. Karena itu,
sekarang Paulus seakan-akan berkata: ‘Seandainya aku dulu datang kepadamu
dengan menggunakan bahasa Roh, apa gunanya itu bagimu? Aku berguna bagimu,
karena aku datang untuk menyampaikan penyataan Allah atau pengetahuan atau
nubuat atau pengajaran’.
b) Ayat ini juga menunjukkan bahwa bahasa Roh yang tidak bisa dimengerti adalah sia-sia
(perhatikan kata-kata ‘apakah gunanya itu bagimu’). Bahasa Roh seharusnya
menyampaikan penyataan Allah / revelation, pengetahuan (dalam hal rohani / Firman
Tuhan), nubuat, pengajaran, dan jelas bahwa kalau hal-hal itu disampaikan dalam suatu
bahasa yang tidak dimengerti, maka semua itu akan sia-sia belaka.
c) Ayat ini menunjukkan juga bahwa bahasa Roh seharusnya menyampaikan berita dari
Allah kepada manusia, dan bukan dari manusia kepada Allah (doa dengan bahasa
Roh).
Alasannya:
adanya kata ‘kepadamu’ dalam ay 6 ini.
keempat hal yang disebutkan dalam ay 6 ini, yaitu penyataan Allah / revelation,
pengetahuan, nubuat, pengajaran, merupakan hal-hal yang berguna bagi manusia
dan diberikan oleh Allah kepada manusia, bukan sebaliknya.
2) Ay 7-9: “(7) Sama halnya dengan alat-alat yang tidak berjiwa, tetapi yang berbunyi, seperti
seruling dan kecapi - bagaimanakah orang dapat mengetahui lagu apakah yang dimainkan
seruling atau kecapi, kalau keduanya tidak mengeluarkan bunyi yang berbeda? (8) Atau, jika
nafiri tidak mengeluarkan bunyi yang terang, siapakah yang menyiapkan diri untuk
berperang? (9) Demikianlah juga kamu yang berkata-kata dengan bahasa roh: jika kamu
tidak mempergunakan kata-kata yang jelas, bagaimanakah orang dapat mengerti apa yang
kamu katakan? Kata-katamu sia-sia saja kamu ucapkan di udara!”.
a) Ay 7 menggambarkan bahasa Roh yang tidak dimengerti itu sebagai alat musik yang
tidak bisa mengeluarkan bunyi-bunyi / nada-nada yang berbeda. Kalau suatu alat musik
bisa mengeluarkan bunyi-bunyi / nada-nada yang berbeda, maka alat musik itu bisa
digunakan untuk mengeluarkan suatu lagu. Tetapi kalau tidak, alat musik itu hanya bisa
mengeluarkan suara yang tidak berguna.
Calvin: “as though he had said - ‘A man cannot give life to a harp or flute, but he makes it
give forth a sound that is regulated in such a manner, that it can be distinguished. How
absurd then it is, that even men, endowed with intelligence, should utter a confused,
indistinguishable sound!’” (= ) - hal 439.
Bandingkan dengan orang-orang Kharismatik yang kalau ‘berbahasa Roh’ hanya
mengatakan satu atau dua kata yang sama terus menerus!
3) Ay 10: “Ada banyak - entah berapa banyak - macam bahasa di dunia; sekalipun demikian
tidak ada satupun di antaranya yang mempunyai bunyi yang tidak berarti”.
Lit: ‘no voice / voiceless’ (= tidak ada suara / bunyi).
Calvin: ‘dumb’ (= bisu).
Calvin: “He uses the term ‘dumb’ here, to mean ‘confused’ - as opposed to an articulate voice; for
the barking of dogs differs from the neighing of horses, and the roaring of lions from the braying
of asses. Every kind of bird, too, has its own particular way of singing and chirping. The whole
order of nature, therefore, as appointed by God, invites us to observe a distinction” (= ) - hal 441.
Ayat ini menunjukkan kemustahilan adanya suatu bahasa yang menggunakan bunyi-bunyi
yang tidak ada artinya. Semua bahasa di dunia pasti menggunakan bunyi-bunyi / kata-kata
yang ada artinya. Karena itu, bahasa Rohpun harus demikian!
Kesimpulannya: bahasa Roh itu haruslah betul-betul suatu bahasa, yang mempunyai
grammar (= tatabahasa), dan perbendaharaan kata / kata-kata yang berbeda-beda.
Ayat ini jelas bertentangan dengan praktek bahasa Roh yang jaman ini banyak terdapat,
dimana orangnya hanya menggunakan satu atau dua kata yang tidak ada artinya dan yang
diulang terus-menerus. Ini jelas bukan bahasa (karena tidak adanya tata bahasa maupun
perbendaharaan kata), dan juga bukan bahasa Roh!
Orang Kharismatik memberikan penjelasan dengan mengibaratkan bahasa Roh seperti itu
sebagai suatu telegram, yang sekalipun pada pihak pengirim mengeluarkan bunyi-bunyi
yang sama, tetapi pada pihak penerima mendapatkan pesan dalam bentuk kata-kata yang
bisa dimengerti.
4) Ay 11-12a: “(11) Tetapi jika aku tidak mengetahui arti bahasa itu, aku menjadi orang asing
bagi dia yang mempergunakannya dan dia orang asing bagiku. (12) Demikian pula dengan
kamu”.
Charles Hodge: “If a man utters incoherent, inarticulate sounds, which no man living could
understand, that would not make him a foreigner. It might prove him to be deranged, but not a
stranger” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 285.
Jadi ay 11 ini menyatakan bahwa pembicara dan pendengar menjadi seperti orang asing
satu terhadap yang lain, kalau mereka tidak saling mengerti. Dan kata-kata ‘demikian pula
dengan kamu’ (ay 12a) menerapkan hal itu dalam persoalan bahasa Roh. Jadi, pembicara
bahasa Roh itu menjadi seperti orang asing bagi pendengarnya, kalau bahasa Rohnya
tidak dimengerti. Ini lagi-lagi menekankan kesia-siaan bahasa Roh yang tidak bisa
dimengerti oleh pendengarnya.
Calvin: “The tongue ought to be an index of the mind ... How foolish then it is and preposterous
in a man, to utter in an assembly a voice of which the hearer understands nothing - in which he
perceives no token from which he may learn what the person means! It is not without good
reason, therefore, that Paul views it as the height of absurdity, that a man should be a ‘barbarian’
to the hearers, by chattering in an unknown tongue, and at the same time he elegantly treats with
derision the foolish ambition of the Corinthians, who were eager to obtain praise and fame by this
means” (= ) - hal 441-442.
Ay 11 ini secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa bahasa Roh yang tidak
dimengerti itu merusak persekutuan dalam gereja.
Calvin: “By these words he intimates, that to speak in an unknown tongue, is not to hold
fellowship with the Church, but rather to keep aloof from it, and that he who will act this part,
will be deservedly despised by others, because he first despised them” (= ) - hal 442.
5) Ay 12b,c: “Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih
dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat”.
c) Jadi, kalau ay 12b dan ay 12c dihubungkan, maka artinya adalah: adalah sesuatu yang
bagus kalau kamu bersemangat / berkobar-kobar dalam hal karunia-karunia rohani,
tetapi arahmu harus benar, yaitu untuk pendidikan gereja.
Dari sini bisa didapatkan beberapa hal:
semua karunia harus digunakan untuk membangun jemaat / mendidik gereja!
Calvin: “‘If spiritual gifts,’ says he, ‘delight you, let the end be edification. Then only may
you reckon, that you have attained an excellence that is true and praiseworthy - when the
Church receives advantage from you.’” (= ) - hal 442.
bahasa Roh tidak boleh dipakai untuk sombong-sombongan, pamer dsb! Ini tidak
membangun jemaat / mendidik gereja!
semangat yang berkobar-kobar hanya baik kalau arahnya benar, dan arah
seseorang tidak mungkin benar kalau ia tidak mempunyai pengetahuan Firman
Tuhan! Bdk. Amsal 19:2 yang berkata: ‘tanpa pengetahuan, kerajinanpun tidak baik’.
Dalam terjemahan NIV bunyinya adalah: “It is not good to have zeal without
knowledge” (= Adalah tidak baik mempunyai semangat tanpa pengetahuan).
makin seseorang membaktikan dirinya untuk pendidikan gereja, makin ia harus
dihargai / dinilai tinggi.
Calvin: “He would have a man to be held in higher estimation, in proportion as he devotes
himself with eagerness to promote edification” (= ) - hal 442-443.
pendidikan adalah sesuatu yang harus diutamakan dalam gereja.
Penerapan:
gereja-gereja yang mengutamakan puji-pujian dan / atau bahasa Roh lebih dari
pengajaran Firman Tuhan, jelas merupakan gereja-gereja yang salah arah!
gereja yang tidak mempunyai Pemahaman Alkitab, atau yang mempunyai
Pemahaman Alkitab yang ‘hidup segan mati tak mau’, adalah gereja yang tidak
beres!
dalam gereja, acara Pemahaman Alkitab tidak boleh ditabrak oleh acara-acara
lain seperti rapat, bezoek, latihan koor / vocal group dsb! Mengapa? Supaya
jemaat bisa hadir semua dalam acara Pemahaman Alkitab itu, sehingga gereja
betul-betul maju dalam pendidikan!
Ay 13-17: “(13) Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya
kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. (14) Sebab jika aku berdoa dengan
bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. (15) Jadi, apakah
yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal
budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji
juga dengan akal budiku. (16) Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja,
bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan ‘amin’ atas
pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan? (17) Sebab sekalipun
pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya”.
1) Ay 13: “Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya
kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya”.
Kata-kata ‘karena itu’ pada awal dari ay 13, menunjuk pada ay 12c di atas.
Jadi maksud dari ay 13 adalah: karena kamu harus berlimpah-limpah dalam hal pendidikan
gereja (ay 12c), sedangkan bahasa Roh yang tidak dimengerti tidak ada gunanya (bdk.
ay 6-9), maka orang yang berbahasa Roh harus meminta karunia untuk menafsirkannya /
menterjemahkannya (ay 13).
Editor dari Calvin’s Commentary: “... every language is intelligible to some nation or other; ...
The very use of the term ‘interpret’ and ‘interpretation’, as applied to this subject, also proves that
he could only have intelligent language in view: it being a contradiction in terms to speak of
interpreting that which has no meaning” (=) - hal 440-441 (footnote).
2) Ay 14: “Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal
budiku tidak turut berdoa”.
b) Kata ‘jika’ pada awal ay 14 menunjukkan bahwa ini adalah suatu pengandaian. Jadi
ay 14 ini tidak berarti bahwa Paulus betul-betul pernah berdoa dalam bahasa Roh.
Bahkan dari ay 15a terlihat bahwa Paulus tidak senang dengan suatu doa dimana
pikiran tidak terlibat, dan ini menunjukkan bahwa ia tidak mau dan tidak pernah berdoa
dalam bahasa Roh.
Calvin: “Paul here, for the sake of illustration, makes a supposition, that had no reality, ... Let
us therefore keep is in view, that things that are connected with each other are here disjoined
for the sake of illustration - not on the ground that it either can, or usually does, so happen. ...
Let us take notice, that Paul reckons it a great fault if the mind is not occupied in prayer. And
no wonder; for what else do we in prayer, but pour out our thoughts and desires before God?
Farther, as prayer is the spiritual worship of God, what is more at variance with the nature of
it, than that it should proceed merely from the lips, and not from the inmost soul?” (= ) - hal
446.
Editor dari Calvin’s Commentary: “It must be observed, however, that the Apostle is here
only supposing a case, such as that which frequently presented itself in the Church at
Corinth; not that he would have it to be believed that it ever occurred in his own experiences.
On the contrary, he avers that, whenever he engaged either in prayer or praise, it was in a way
that was intelligible, and consequently profitable both to himself and others” (= ) - hal 445
(footnote).
c) Ada bermacam-macam penafsiran / arti yang diberikan oleh para penafsir tentang kata
‘my spirit’ / ‘rohku’:
itu menunjuk pada ‘Roh Kudus’.
Keberatan: dalam Kitab Suci, Roh Kudus tidak pernah disebut ‘rohku’.
kata ‘roh’ bisa diterjemahkan ‘nafas’. Jadi bagian ini menjadi ‘nafasku berdoa’.
Maksudnya, pada saat ia berdoa, maka hanya nafas dan organ yang berhubungan
dengan suaralah yang bekerja (sedangkan otaknya tidak).
itu menunjuk pada ‘karunia rohani yang diberikan kepadaku’ (Calvin, hal 445).
Charles Hodge: “‘my spirit’ means ... the Holy Spirit as a manifestation; it is the way in
which the Spirit manifests himself in me. In other words, it is my spiritual gift” (= ) - ‘I & II
Corinthians’, hal 288.
Hodge (hal 288-289) juga mendukung pandangannya ini dengan menunjuk pada
ay 32 dimana kata ‘roh-roh nabi-nabi’ juga menunjuk pada Roh Kudus yang
bermanifestasi dalam diri nabi tersebut (Catatan: kata-kata ‘karunia nabi’ dalam
ay 32 salah terjemahan; seharusnya adalah ‘roh-roh nabi-nabi’).
itu menunjuk pada ‘perasaan dan kehendak’, yang dikontraskan dengan pikiran /
pengertian.
d) Kata-kata ‘my mind is unfruitful / pikiranku tidak berbuah’ juga ditafsirkan secara
beraneka ragam:
otakku tidak mengerti apa yang aku doakan.
otakku tidak bekerja / tidak berdoa (seperti Kitab Suci Indonesia).
doa itu tidak berbuah dalam diri orang yang mendengar.
Charles Hodge: “It may mean, My understanding is not profited, gains no fruit; that is, I
do not understand what I say. Though the words in themselves may have this meaning,
this interpretation contradicts all those passages which teach that the speaker with tongues
did understand himself. The words, therefore, must be understood to mean, ‘my
understanding produces no fruit,’ i.e. it does not benefit others. ... Paul had, from the
beginning, been urging his readers to have regard to the edification of the church, and he
here says, that if he prayed in an unknown tongue, though he acted under the guidance of
the Spirit, his prayer could not profit others. This interpretation is confirmed by vs. 16,17,
as remarked above, where the same idea is expressed by saying, the unlearned could not
say ‘Amen’ to such prayer. By his understanding being unfruitful is therefore meant, that
others did not understand what he said” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 287-288.
e) Dari semua ini terlihat dengan jelas bahwa ay 14 ini adalah ayat yang sangat sukar.
Tetapi sebetulnya penekanan dari ay 14 ini jelas yaitu: doa bahasa Roh adalah doa
tanpa menggunakan otak, dan itu adalah salah!
Charles Hodge: “Though the general meaning of this verse is thus plain, it is the most
difficult verse in the whole chapter” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 287.
3) Ay 15: “Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan
berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi (dan memuji) dengan rohku, tetapi aku
akan menyanyi (dan memuji) juga dengan akal budiku”.
a) Pembetulan terjemahan.
Ayat ini terjemahannya kurang tepat dalam 2 hal:
2 x kata-kata ‘dan memuji’ yang saya letakkan dalam tanda kurung, sebetulnya
tidak ada.
2 x kata ‘rohku’ sebetulnya adalah ‘roh’.
NASB / Lit: ‘I shall pray with the spirit and I shall pray with the mind also; I shall sing
with the spirit and I shall sing with the mind also’ (= Aku akan berdoa dengan roh
dan aku akan berdoa dengan pikiranku; aku akan menyanyi dengan roh dan aku
akan menyanyi dengan pikiranku juga).
Jadi, kalau dalam ay 14 memang dikatakan ‘my spirit / rohku’, maka pada ay 15
hanya dikatakan ‘the spirit / roh’ [kata ‘my’ (= ku) tidak ada].
d) Ayat ini jelas sekali menunjukkan perlunya penggunaan otak, baik dalam berdoa
maupun dalam menyanyi! Otak harus betul-betul mengikuti kata-kata dalam doa /
nyanyian yang dinaikkan. Hal ini jelas tidak mungkin terjadi pada waktu orang berdoa
atau menyanyi dalam bahasa Roh, karena mereka tidak mengerti apa yang mereka
ucapkan.
Penerapan: Jaman sekarang kita bisa melihat dengan jelas bahwa ada banyak
pemimpin liturgi, orang yang melakukan sharing, pemimpin doa, dan bahkan
pengkhotbah yang sama sekali tidak menggunakan otak. Dari cara bicaranya dan apa
yang mereka katakan, terlihat dengan jelas bahwa mereka hanya menuruti
perasaannya dan mereka membuang pikirannya. Ini jelas tidak sesuai dengan ajaran
Paulus dalam bagian ini!
4) Ay 16-17: “(16) Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah
orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan ‘amin’ atas pengucapan
syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan? (17) Sebab sekalipun
pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya”.
b) Ay 16-17 ini menunjukkan alasan mengapa orang memuji Tuhan / bersyukur kepada
Tuhan dengan bahasa Roh itu adalah salah.
Catatan: pada saat itu orang itu berfungsi sebagai pemimpin doa dalam gereja.
Alasan 1:
Tradisi saat itu dalam melakukan persekutuan doa adalah: satu orang saja yang
berdoa dengan suara yang keras, sedangkan jemaat mendengar dan mengikuti doa
itu dalam hati / pikiran, lalu pada akhirnya mengaminkan doa itu.
Calvin: “there is no fellowship in prayer, unless when all with one mind unite in the same
desires” (= tidak ada persekutuan dalam doa, kecuali pada waktu semua dengan satu
pikiran bersatu dalam keinginan-keinginan yang sama) - hal 448
Calvin: “Paul’s expression, however, intimates (and presupposes), that some one of the
ministers uttered or pronounced prayers in a distinct voice, and that the whole assembly
followed in their minds the words of that one person, until he had come to a close, and
they all said ‘Amen’ - to intimate, that the prayer offered up by that one person was that of
all of them in common” [= ungkapan Paulus menunjukkan (dan mensyaratkan) bahwa
salah seorang pendeta menaikkan doa dengan suara yang jelas dan seluruh jemaat
mengikuti dalam pikiran mereka kata-kata dari orang itu, sampai ia selesai, dan
mereka semua berkata ‘Amin’ - untuk menunjukkan bahwa doa yang dinaikkan oleh
satu orang itu adalah doa mereka semua] - hal 448.
Penerapan:
ini menunjukkan bahwa ‘doa bersuara’ (‘persekutuan’ doa dimana semua orang
berdoa sendiri-sendiri dengan suara keras) adalah sesuatu yang bukan
merupakan ajaran Kitab Suci!
Dalam memilih orang yang berdoa, kita harus memilih orang yang mempunyai
suara cukup keras, dan juga orang yang bisa berdoa dengan terarah (bukan
yang doanya mbulet tidak karuan), supaya doanya bisa diikuti oleh semua
jemaat.
Dengan tradisi seperti ini, maka kalau pemimpin doa menaikkan doa dengan
menggunakan bahasa Roh, maka jemaat jelas tidak bisa mengaminkan, karena
mereka tidak mengerti apa yang didoakan.
Charles Hodge: “the very thing here prohibited is praying in public in a language which
the people do not understand” [= hal yang dilarang di sini adalah berdoa di depan
umum dalam suatu bahasa yang tidak dimengerti oleh orang-orang (yang hadir)] - ‘I &
II Corinthians’, hal 291.
Penerapan:
jangan menyuruh misionaris / orang asing yang tidak bisa menggunakan bahasa
setempat untuk memimpin doa dalam gereja! Ini menyebabkan jemaat tidak bisa
mengikuti doanya.
penggunaan doa dalam bahasa Latin dalam gereja Katolik juga merupakan
sesuatu yang salah. Demikian juga penggunaan macam-macam bahasa seperti
Arab, Ibrani, Yunani, dan Aram, dalam Gereja Orthodox Syria. Demonstrasi
penggunaan macam-macam bahasa tanpa penterjemahan dalam kebaktian,
jelas merupakan sesuatu yang bertentangan dengan text ini.
gereja-gereja yang khotbahnya diterjemahkan (Tionghoa-Indonesia atau Jawa-
Indonesia dsb) seringkali tidak menterjemahkan doanya, sehingga doa dalam
kebaktian dinaikkan dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh banyak jemaat. Ini
jelas juga salah.
Alasan 2:
Ay 17 menunjukkan bahwa sekalipun pengucapan syukur dari orang yang berdoa itu
sangat baik, tetapi itu tidak membangun jemaat, karena mereka tidak mengerti.
Ay 18-19: “(18) Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa
roh lebih dari pada kamu semua. (19) Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka
mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada
beribu-ribu kata dengan bahasa roh”.
1) Ay 18: “Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh
lebih dari pada kamu semua”.
Ayat ini sering dipakai oleh orang-orang Kharismatik untuk mengatakan bahwa bahasa
Roh adalah karunia yang sangat penting / istimewa. Buktinya Paulus bersyukur karena ia
berbahasa Roh lebih dari semua orang Korintus.
Arti yang benar adalah: dalam ayat-ayat sebelum ay 18 ini, Paulus sudah banyak kali
merendahkan karunia bahasa Roh dibandingkan dengan karunia bernubuat. Andaikata
Paulus sendiri tidak pernah bisa berbahasa Roh, maka besar kemungkinannya orang-
orang Korintus akan menganggap bahwa Paulus ‘menyerang’ karunia bahasa Roh karena
ia sendiri tidak mempunyai karunia itu, dan ia iri kepada orang-orang Korintus yang
mempunyai karunia itu. Tetapi karena Paulus sendiri mempunyai karunia bahasa Roh,
bahkan ia lebih banyak berbahasa Roh dari pada semua orang Korintus, maka tentu tidak
ada alasan bagi orang-orang Korintus untuk mengatakan bahwa Paulus iri hati kepada
mereka. Karena itulah maka Paulus bersyukur bahwa ia mempunyai karunia itu.
2) Ay 19: “Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat
dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh”.
c) Ayat ini menunjukkan bahwa sekalipun Paulus sendiri banyak berbahasa Roh, tetapi
dalam kebaktian / gereja ia lebih suka mengucapkan 5 kata yang bisa dimengerti untuk
mengajar orang, dari pada 10.000 kata dalam bahasa Roh yang tidak dimengerti orang.
Mengapa? Karena mengucapkan 5 kata yang bisa dimengerti (bahkan kurang dari 5
kata sekalipun) bisa mempertobatkan / membangun / menguatkan / menasehati orang,
misalnya:
Bertobatlah, Kerajaan Surga sudah dekat!
Allah mengasihi orang berdosa.
Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus.
Yesus mati untuk menebus dosamu!
Sebaliknya, mengucapkan 10.000 kata dalam bahasa Roh yang tidak dimengerti oleh
para pendengarnya, tidak akan berguna / membangun siapapun juga!
Catatan:
perlu saudara ketahui bahwa dibutuhkan waktu yang cukup lama yaitu kira-kira 90
menit untuk mengucapkan 10.000 kata!
Calvin menganggap bahwa ‘mengucapkan lima kata’ merupakan gaya bahasa
Hyperbole (= gaya bahasa yang melebih-lebihkan). Ini mungkin benar, tetapi belum
tentu benar, karena seperti sudah saya katakan di atas, menggunakan 5 kata untuk
memberitakan Firman Tuhan merupakan sesuatu yang memungkinkan.
Karena itu adalah sesuatu yang aneh dan tidak alkitabiah kalau ada:
pengkhotbah atau pemimpin liturgi (chairman) yang sebentar-sebentar
menggunakan bahasa Roh di mimbar!
pendeta / pengkhotbah yang sering menggunakan bahasa asing (Inggris, bahkan
Ibrani / Yunani), tanpa diterjemahkan! Ini tidak terlalu berbeda dengan mengajar
menggunakan bahasa Roh!
Pulpit Commentary: “We want to make men understand Divine truths; we should then
assuredly use ‘great plainness of speech.’ Our speech has been lost because it was too ornate,
or high-flown, or expressed in incomprehensible language! The ability to speak so that no one
can understand us is a gift which should be earnestly desired by fools only. Some men are so
profound that they are quite unfathomable, even to themselves. They dig the well so deep that
they drown themselves in it. Possibly some avoid plainness intentionally, because they want no
one to perceive the poverty of the portion which they are dealing out. They place nothing in
many wrappers, with the fond expectation that it may pass for something amongst the
ignorant. But such trickery is unworthy of the servants of the Most High, and would be called
knavery if it were practised by a pedlar” (= ) - hal 475.
Ay 20: “Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-
anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!”.
1) Pembetulan terjemahan:
Dalam Kitab Suci Indonesia ada 2 x kata ‘anak-anak’ (sama seperti KJV menggunakan 2 x
kata ‘children’). Tetapi kata ‘anak-anak’ yang ke 2 seharusnya adalah ‘bayi-bayi’.
NIV: ‘Brothers, stop thinking like children. In regard to evil be infants, but in your thinking be
adults’ (= Saudara-saudara, berhentilah berpikir seperti anak-anak. Dalam hal kejahatan
jadilah bayi-bayi, tetapi dalam pemikiranmu jadilah dewasa).
2) Arti / penjelasan:
a) Dalam hal kejahatan, kita tidak boleh menjadi dewasa (karena orang dewasa banyak
berbuat jahat), bahkan tidak seperti anak-anak (karena anak-anakpun sudah bisa
berbuat jahat), tetapi seperti bayi.
Ada beberapa hal yang bisa dibahas disini:
Ini tidak bertentangan dengan Mat 18:3 dimana Yesus menyuruh kita menjadi
seperti ‘anak-anak’ (bukan seperti ‘bayi-bayi’), karena:
ini merupakan ilustrasi / perumpamaan yang berbeda / terpisah.
Dua perumpamaan ini mempunyai arah yang sama, karena ‘anak’ maupun ‘bayi’
secara relatif lebih suci / baik dari orang dewasa.
Contoh: Kalau saya melihat sesuatu yang terang, lalu saya mengatakan bahwa
benda itu seperti ‘lampu halogen’, dan sebentar lagi saya mengatakan bahwa
benda itu bersinar seperti ‘matahari’, maka itu tentu tidak bertentangan.
Kata ‘bayi’ itu dalam bahasa Yunaninya adalah NEPIAZETE, yang berasal dari 2
kata bahasa Yunani yaitu:
NE, yang berarti ‘not’ (= tidak).
EIPO, yang berarti ‘I speak’ (= aku berkata / berbicara).
Jadi, kata NEPIAZETE itu menunjuk pada ‘one that can not speak’ (= orang yang
tidak / belum bisa berbicara).
Jadi, Paulus memaksudkan bayi berusia di bawah 6 bulan.
b) Tetapi dalam pemikiran, kita justru tidak boleh seperti bayi (tidak berpikir dan tidak
berpengetahuan), tidak juga seperti anak-anak (kurang bisa berpikir dan kurang
berpengetahuan), tetapi harus seperti orang dewasa (banyak pengetahuan dan bisa
berpikir dengan baik).
Yesus sendiri dikatakan ‘makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya’ (Luk 2:52).
Juga bandingkan dengan ayat-ayat ini:
Amsal 4:7 - “Permulaan hikmat ialah: perolehlah hikmat dan dengan segala yang
kauperoleh perolehlah pengertian”.
Amsal 16:16 - “Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan
mendapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak”.
Maz 49:21 - “Manusia, yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai
pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan”.
Yes 5:13a - “Sebab itu umatKu harus pergi ke dalam pembuangan, oleh sebab mereka
tidak mengerti apa-apa”.
Ini perlu direnungkan oleh orang-orang kristen yang sekalipun tidak banyak mengerti
tentang Firman Tuhan, tetapi tetap tidak mau berusaha untuk belajar Firman Tuhan!
Dalam kalangan Kharismatik, bahkan ada banyak orang yang menganggap bahwa
belajar banyak Firman Tuhan membuat seseorang menjadi ahli Taurat, dan mereka
sendiri bangga akan kebodohan mereka dalam persoalan pengertian Firman Tuhan.
Calvin: “Hence we infer how shameless a part (of?) those act, who make Christian simplicity
consist in ignorance” (= Karena itu kami berpendapat / menyimpulkan betapa tidak tahu
malunya tindakan sebagian dari mereka, yang membuat kesederhanaan kekristenan
terdiri dari ketidak-tahuan / kebodohan) - hal 453.
Calvin menambahkan lagi: “The Pope, inasmuch as it is easier to govern asses than men,
gives orders, under pretext of simplicity, that all under him shall remain uninstructed” (=
Paus, karena lebih mudah untuk memerintah / menguasai keledai-keledai dari pada orang-
orang, memerintahkan, di bawah kepura-puraan kesederhanaan, supaya semua yang ada
di bawahnya tetap tinggal tidak diajar) - hal 453.
Catatan: jaman sekarang juga banyak pendeta-pendeta dalam kalangan Kristen, yang
mempunyai sikap yang sama. Mereka senang kalau jemaatnya bodoh, karena dengan
demikian mereka bisa menguasai mereka dengan lebih mudah, dan mereka bisa
bertindak apa saja. Sebaliknya jemaat yang mengerti Firman Tuhan akan menjadi kritis,
sehingga akan memprotes, dsb, dan ini pasti menyulitkan mereka.
Dan dalam komentarnya tentang Mat 4:18-22, dimana Yesus memilih nelayan-nelayan
yang bodoh untuk menjadi murid-muridNya, Calvin berkata: “When our Lord chose
persons of this description it was not because he preferred ignorance to learning: as some
fanatics do, who are delighted with their ignorance, and fancy that, in proportion as they hate
literature, they approach the nearer to the apostles” (= Pada waktu Tuhan kita memilih
orang-orang seperti ini itu bukanlah karena Ia lebih senang orang bodoh dari pada yang
terpelajar, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang fanatik, yang senang dengan
kebodohan mereka, dan berkhayal bahwa makin mereka membenci literatur makin
mereka mirip dengan rasul-rasul).
Dalam persoalan pemanggilan orang bodoh / tak terpelajar ini, kita perlu mengingat
bahwa pada waktu Yesus memanggil orang bodoh / tak berpendidikan, Ia bukannya lalu
membiarkan mereka bodoh / tak berpendidikan terus. Sebaliknya Yesus mengajar
mereka sehingga menjadi pandai (dalam hal rohani).
Perlu juga diingat bahwa dalam Kitab Suci orang kristen sering disebut dengan istilah
‘murid’. Mengapa? Karena ‘murid’ adalah seorang yang belajar!
Jadi, keadaan bodoh / tak berpendidikan memang bukan merupakan halangan untuk
melayani Tuhan, tetapi bagaimanapun ia harus mau belajar!
Sikap fanatik yang bodoh seperti yang dikatakan oleh Calvin di atas, bertentangan
frontal dengan kata-kata Paulus dalam ay 20 ini, yang dalam persoalan pemikiran
melarang untuk menjadi seperti anak-anak, dan mengharuskan untuk menjadi seperti
orang dewasa.
Supaya kita bisa menjadi dewasa dalam pemikiran, maka jelas bahwa kita harus belajar
Firman Tuhan dengan rajin dan tekun (bdk. Ef 4:11-14), termasuk bagian-bagian yang
adalah ‘makanan keras’ (bdk. 1Kor 3:1-2 Ibr 5:11-14).
c) Kebalikan dari kata-kata Paulus ini terdapat dalam Yer 4:22 - “‘Sungguh, bodohlah
umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak
mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik
mereka tidak tahu.’”.
Ay 21-25: “(21) Dalam hukum Taurat ada tertulis: ‘Oleh orang-orang yang mempunyai bahasa
lain dan oleh mulut orang-orang asing Aku akan berbicara kepada bangsa ini, namun demikian
mereka tidak akan mendengarkan Aku, firman Tuhan.’ (22) Karena itu karunia bahasa roh
adalah tanda, bukan untuk orang yang beriman, tetapi untuk orang yang tidak beriman;
sedangkan karunia untuk bernubuat adalah tanda, bukan untuk orang yang tidak beriman, tetapi
untuk orang yang beriman. (23) Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-
tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang
yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? (24) Tetapi kalau semua
bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh
semua dan diselidiki oleh semua; (25) segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan
menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: ‘Sungguh, Allah ada di
tengah-tengah kamu.’”.
1) Ay 21: “Dalam hukum Taurat ada tertulis: ‘Oleh orang-orang yang mempunyai bahasa lain
dan oleh mulut orang-orang asing Aku akan berbicara kepada bangsa ini, namun demikian
mereka tidak akan mendengarkan Aku, firman Tuhan.’”.
Hodge kelihatannya memilih penafsiran ini, dan ia lalu berkata: “The meaning is, that
when a people are disobedient, God sends them teachers whom they cannot understand; when
they are obedient, he sends them prophets speaking their own language. This is the natural
conclusion from the premises contained in v. 21. When the Hebrews were disobedient God
sent foreigners among them; when obedient, he sent them prophets. ‘Wherefore,’ i.e. hence it
follows, that unintelligible teachers are for the unbelieving; those who can be understood are
for the believing” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 296.
3) Ay 23-25: “(23) Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang
berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang
tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? (24) Tetapi kalau semua
bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh
semua dan diselidiki oleh semua; (25) segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan
menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: ‘Sungguh, Allah ada
di tengah-tengah kamu.’”.
a) Ay 23 (bdk. Kis 2:13): “Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-
tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-
orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?”.
Kalau tadi dalam ay 22a dikatakan bahwa bahasa Roh adalah tanda untuk orang yang
tidak beriman, lalu mengapa ay 23 mengatakan bahwa pada waktu orang-orang tidak
beriman itu melihat orang-orang kristen berbahasa Roh, mereka menganggap orang-
orang kristen itu gila?
Ada 2 kemungkinan jawaban:
Sekalipun bahasa Roh merupakan tanda untuk orang tidak beriman, tetapi itu tidak
berarti bahwa bahasa Roh itu akan mempertobatkan mereka.
Sekalipun bahasa Roh itu adalah tanda untuk orang tidak beriman, tetapi karena
orang Korintus menggunakan bahasa Roh itu secara salah (tanpa penterjemahan),
maka orang tidak beriman itu akhirnya menganggap mereka gila.
Saya lebih condong pada pandangan kedua ini.
Catatan: satu hal yang menarik dari ay 23 ini ialah: kalau ada suatu gereja penuh
dengan bahasa roh, lalu ada orang luar yang masuk dan menganggap mereka gila,
maka yang disalahkan oleh Paulus bukanlah orang luar itu, tetapi gerejanya!
Calvin: “the Corinthians would be justly convicted of madness by the unbelieving and
unlearned, however much they might please themselves” (= ) - hal 455.
Tetapi anehnya, jaman sekarang kalau hal itu terjadi, maka sikap orang Kharismatik
pada umumnya adalah:
mereka merasa bahwa mereka menderita / dihina karena Kristus, dan mereka
mengatakan ‘Puji Tuhan’ / ‘Haleluya’.
mereka menganggap bahwa orang luar itu yang salah karena ia menghujat Roh
Kudus!
b) Ay 24-25: “ (24) Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau
orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua; (25) segala rahasia
yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud
menyembah Allah dan mengaku: ‘Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kamu.’”.
kata-kata ‘semua bernubuat’ (ay 24a) tentu tidak berarti bahwa semua bernubuat
pada saat yang sama (bdk. ay 29-31).
kata-kata dalam ay 24-25 seperti ‘diyakinkan oleh semua’, ‘diselidiki oleh semua’,
dsb, tidak perlu diartikan satu per satu. Seluruhnya jelas menunjukkan bahwa orang
itu lalu menjadi sadar dan bertobat.
Catatan: tentu Paulus tidak memaksudkan bahwa pertobatan ini selalu terjadi!
Maksudnya: ini adalah hal yang seharusnya terjadi, atau hal yang diharapkan untuk
terjadi, atau hal yang bisa terjadi.
kalau tadi dalam ay 22b dikatakan bahwa nubuat bukanlah tanda untuk orang tak
beriman, mengapa sekarang dalam ay 24-25 nubuat itu justru berguna dan
mempertobatkan orang yang tidak beriman? Mungkin yang dimaksud dengan ‘orang
tak beriman’ dalam ay 22b adalah ‘orang tak beriman yang bukan termasuk orang
pilihan’, sedangkan ‘orang tak beriman’ dalam ay 24-25 adalah ‘orang tak beriman
yang adalah orang pilihan’ / orang pilihan yang belum bertobat (Calvin, hal 457).
c) Sekalipun ay 23-25 ini adalah bagian yang sangat sukar, tetapi tetap ada satu hal yang
sangat jelas disini, yaitu: dalam bagian ini Paulus lagi-lagi merendahkan karunia
berbahasa Roh dan meninggikan karunia bernubuat.
ay 23: bahasa Roh hanya menyebabkan orang kristen dianggap gila. Ini jelas
merendahkan bahasa Roh!
Catatan: kalau suatu gereja dimana semua orangnya berkata-kata dalam bahasa
Roh saja sudah dianggap gila, apalagi kalau seluruh gereja terkena Toronto
Blessing!
ay 24-25: nubuat mempertobatkan orang. Ini jelas meninggikan nubuat.
Dalam ay 2-5 sudah ditunjukkan bahwa nubuat lebih penting dan lebih berguna dari
bahasa Roh, tetapi dalam ay 2-5 hal itu ditekankan untuk orang-orang yang sudah
percaya. Sekarang dalam ay 23-25 hal itu ditekankan untuk orang-orang yang belum
percaya.
Jadi kesimpulannya: baik untuk orang percaya maupun tidak percaya, orang yang ada di
dalam atau di luar gereja, nubuat tetap lebih penting dan lebih berguna dari bahasa Roh!
a) Calvin mengatakan (hal 458) bahwa ay 26 ini menunjukkan bahwa setiap karunia harus
mempunyai tempatnya masing-masing, tetapi semua itu harus dilakukan untuk
membangun / mendidik gereja.
b) Kata-kata ‘bilamana kamu berkumpul’ menunjukkan bahwa hal-hal ini hanya berlaku
untuk suatu kebaktian / persekutuan.
c) Sekalipun kata ‘hendaklah’ dalam ay 26 ini sebetulnya tidak ada, tetapi ayat ini tetap
menunjukkan bahwa dalam kebaktian, setiap orang kristen harus menggunakan
karunianya untuk untuk memberikan suatu sumbangsih / pelayanan yang ditujukan
untuk membangun gereja / jemaat.
1Pet 4:10 - “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah
diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah”.
Ro 12:6-8a - “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih
karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat
baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah
kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk
menasihati, baiklah kita menasihati”.
Penerapan:
Apakah sampai saat ini saudara datang ke gereja hanya untuk menerima Firman
Tuhan saja? Memang, keinginan untuk menerima Firman Tuhan adalah sesuatu
yang baik dan harus dipertahankan, tetapi juga harus ditambah dengan keinginan
memberi dan keinginan untuk bisa berguna bagi gereja / jemaat. Janganlah puas
menjadi orang kristen yang tidak bisa berguna untuk gereja / jemaat.
Juga jangan merasa puas kalau saudara sudah memberikan persembahan dalam
kebaktian, karena hal itu belum cukup. Ay 26 ini, dan juga 1Pet 4:10 dan Ro 12:6-
8a, menunjukkan bahwa setiap orang kristen harus memberikan sesuatu dalam hal
penggunaan karunia untuk melayani! Jadi, carilah karunia apa yang saudara miliki,
dan gunakanlah untuk membangun gereja saudara!
d) Ay 26 ini jelas menunjukkan bahwa tidak setiap / semua orang kristen harus
mempunyai karunia bahasa Roh, karena ayat ini mengatakan bahwa yang seorang
memberikan mazmur, yang lain memberikan pengajaran, yang lain lagi memberikan
bahasa Roh dst. Jadi jelas bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang mempunyai
karunia bahasa Roh itu! Yang tidak punya karunia itu pasti mempunyai karunia yang
lain sehingga tetap bisa berguna untuk gereja.
2) Ay 27: “Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-
banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk
menafsirkannya”.
a) Kata ‘jika’ pada awal ay 27 menunjukkan bahwa dalam suatu kebaktian / persekutuan,
tidak selalu harus ada orang yang berbahasa Roh!
c) Adanya peraturan tentang penggunaan bahasa Roh dalam kebaktian ini menunjukkan
bahwa orang yang berbahasa Roh, bukanlah orang yang tidak terkendali.
Gordon D. Fee (NICNT): “The regulations for its use in 14:27-28 make it clear that the
speaker is not in ‘ecstasy’ or ‘out of control.’” [= Peraturan-peraturan untuk
penggunaannya dalam 14:27-28 membuat jelas bahwa sang pembicara (dalam bahasa
Roh) tidak berada dalam ‘ecstasy’ / ‘kegembiraan yang meluap-luap’ atau ‘di luar
kontrol’] - hal 598.
3) Ay 28: “Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri
dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada
Allah”.
Ayat ini mengatakan bahwa kalau tidak ada orang yang bisa menafsirkan bahasa Roh itu
(artinya: dalam kebaktian itu tidak ada orang yang telah diketahui mempunyai karunia
penafsiran bahasa Roh), maka orang yang mau berbahasa Roh itu:
harus ‘berdiam diri’.
Charles Hodge: “the influence of the Spirit under which he acts, is not irresistible, he should
not exercise his gift where it can do no good to others” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 287.
dan ‘hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah’. Apa artinya kali-
mat ini? Ada beberapa penafsiran:
a) Mereka boleh berdoa dengan bahasa Roh, secara pribadi / diam-diam.
Charles Hodge: “He may pray in silence” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 287.
b) Mereka boleh berbahasa Roh (bukan berdoa dengan bahasa Roh) pada waktu
mereka sendirian. Jadi mereka harus menunggu sampai mereka sendirian, barulah
mereka boleh berbahasa Roh.
Saya setuju dengan arti kedua ini.
c) Calvin: “‘Let him enjoy,’ says he, ‘his gift in his own conscience, and let him give thanks
to God.’ For in this way I explain the expression - to ‘speak to himself and to God,’ as
meaning - to recognize in his own mind with thanksgiving the favour conferred upon him,
and to enjoy it as his own, when there is not an opportunity for bringing it forward in a
public manner” (= ) - hal 459.
Ay 29-33: “(29) Tentang nabi-nabi - baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan
yang lain menanggapi apa yang mereka katakan. (30) Tetapi jika seorang lain yang duduk di situ
mendapat penyataan, maka yang pertama itu harus berdiam diri. (31) Sebab kamu semua boleh
bernubuat seorang demi seorang, sehingga kamu semua dapat belajar dan beroleh kekuatan. (32)
Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. (33) Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi
damai sejahtera”.
1) Ay 29: “Tentang nabi-nabi - baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang
lain menanggapi apa yang mereka katakan”.
a) Sama seperti dalam menggunakan bahasa Roh, maka orang yang bernubuatpun juga
dibatasi sebanyak 2-3 orang. Tetapi dalam ay 29 ini tidak ada kata ‘sebanyak-
banyaknya’ seperti dalam ay 27.
Calvin: “As to prophecy, too, he prescribes limits, because ‘multitude,’ as they commonly say,
‘breeds confusion.’” (= ) - hal 460.
2) Ay 30: “Tetapi jika seorang lain yang duduk di situ mendapat penyataan, maka yang pertama
itu harus berdiam diri”.
Ayat ini menunjukkan bahwa sama seperti dalam penggunaan karunia bahasa Roh, maka
karunia nubuatpun harus digunakan secara bergiliran. Jadi, orang yang mau bernubuat
harus menunggu sampai yang sedang bernubuat selesai.
Penerapan: Ini sebetulnya bukan hanya berlaku untuk orang bernubuat dalam kebaktian,
tetapi juga kalau orang berbicara dalam rapat! Jangan bicara selagi ada orang yang
sedang bicara! Mengapa? Demi menghargai orang yang sedang berbicara itu, dan juga
demi keteraturan (bdk. ay 33,40). Bandingkan dengan acara di Fox News!
3) Ay 31: “Sebab kamu semua boleh bernubuat seorang demi seorang, sehingga kamu semua
dapat belajar dan beroleh kekuatan”.
a) ‘Kamu semua’.
Ini tidak menunjuk kepada semua jemaat, tetapi hanya menunjuk kepada orang-
orang yang mempunyai karunia bernubuat (Calvin, hal 462). Hanya merekalah yang
boleh bernubuat dalam gereja!
Dalam persoalan menentukan siapa yang boleh berkhotbah dalam gereja, maka
banyak gereja jatuh dalam salah satu dari 2 extrim yang salah di bawah ini:
seadanya orang boleh berkhotbah.
Extrim ini banyak terdapat dalam kalangan gereja Pentakosta / Kharismatik.
Dasarnya: setiap orang bisa dipimpin oleh Roh Kudus dalam menyampaikan
firman Tuhan.
Keberatan: kalau Tuhan mau memakai seseorang untuk berkhotbah, maka
Tuhan pasti akan memberikan karunia untuk berkhotbah kepada orang itu. Jadi,
kalau Tuhan tidak memberikan karunia berkhotbah kepada orang itu, maka itu
berarti bahwa Tuhan tidak menghendaki orang itu berkhotbah!
hanya orang yang mempunyai gelar Sarjana Theologia (atau lebih tinggi dari itu)
yang boleh berkhotbah. Extrim ini banyak terdapat dalam gereja Protestan.
Terhadap extrim ini perlu dikatakan bahwa ada orang-orang yang mempunyai
karunia berkhotbah, tetapi tidak mempunyai kesempatan untuk sekolah
theologia, atau mempunyai kesempatan sekolah hanya sebentar saja, atau
mempunyai kesempatan sekolah di sekolah theologia yang tidak mengeluarkan
gelar, sehingga orang itu tidak mempunyai gelar. Kalau kita melarang orang
seperti ini berkhotbah, maka itu berarti kita ‘mengubur talenta’ orang itu (bdk. Mat
25:18)!
Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang yang mempunyai karunia bernubuat boleh
bernubuat dalam satu kebaktian.
Dalam ay 29 tadi telah kita pelajari bahwa dalam satu kebaktian hanya boleh 2-3
orang saja yang bernubuat. Jadi, kalau dalam suatu gereja ada 10 orang yang
mempunyai karunia bernubuat, maka bisa saja dalam kebaktian minggu ini 3
diantaranya bernubuat, dan minggu depan 3 orang yang lain, dst.
c) ‘Beroleh kekuatan’.
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘kekuatan’ mempunyai arti yang luas yang mencakup:
exhortation (= desakan).
encouragement (= pengobaran semangat).
consolation (= penghiburan).
admonition (= nasehat).
4) Ay 32: “Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi”.
Kata ‘karunia’ ini salah terjemahan; seharusnya adalah ‘roh-roh’. Bandingkan dengan
terjemahan-terjemahan di bawah ini:
KJV: ‘And the spirits of the prophets are subject to the prophets’ (= Dan roh-roh dari nabi-
nabi tunduk kepada nabi-nabi).
NIV: the spirits of prophets are subject to the control of prophets (= roh-roh dari nabi-nabi
tunduk pada kontrol nabi-nabi).
NASB: the spirits of prophets are subject to prophets (= roh-roh dari nabi-nabi tunduk
kepada nabi-nabi).
Charles Hodge: “The spirits of the prophets means the Holy Ghost as manifested in the
prophets, or the spiritual influence of which they were the subjects” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal
289.
Charles Hodge: “The word ‘spirit’ is used here ... for the divine influence under which the
prophets spoke. That influence was not of such a nature as to destroy the self-control of those
who were its subjects. It did not throw them into a state of frenzy analogous to that of a heathen
pythoness. The prophets of God were calm and self-possessed” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 303.
Charles Hodge: “When men pretended to be influenced by the Spirit of God in doing what God
forbids, whether in disturbing the peace and order of the church, by insubordination, violence or
abuse, or in any other way, we may be sure that they are either deluded or impostors” (= ) - ‘I & II
Corinthians’, hal 304.
Pulpit Commentary: “Mantic inspirations, the violent possession which threw sibyls and
priestesses into contortions - the foaming lip and streaming hair and glazed or glaring eye - have
no place in the self-controlling dignity of Christian inspiration. ... the genuine inspiration in
Christian ages never obliterates the self-consciousness or overpowers the reason. It abhors the
hysteria and simulation and frenzy which have sometimes disgraced revivalism and filled lunatic
asylums” (= ) - hal 460.
Artinya adalah: seorang nabi harus bisa menguasai diri dalam bernubuat dan ini harus
diwujudkan dengan tidak menyela / memotong nabi lain yang sedang bernubuat.
Jadi, baik bagi orang yang bernubuat maupun bagi orang yang berbahasa Roh (ay 27-28),
penguasaan diri harus tetap ada! Orang yang bernubuat ataupun yang berbahasa Roh
tidak boleh out of control (= tak terkontrol), menjadi histeris, berteriak-teriak tanpa
terkendali dsb.
Tetapi pada jaman ini justru ada banyak orang yang kalau berbahasa Roh lalu betul-betul
menjadi tidak terkendali. Matanya terbeliak, mulutnya berbuih, teriakan-teriakannya tidak
karuan, tangisannya histeris, badannya bergetar tanpa terkendali dsb. Lebih-lebih dengan
adanya Toronto Blessing, maka sikap tak terkontrol itu makin menjadi-jadi. Dan anehnya,
ini sering dianggap sebagai tanda kepenuhan Roh Kudus dan dikuasai oleh Roh Kudus.
Tetapi Roh Kudus tidak mungkin bekerja dengan cara yang bertentangan dengan
firmanNya sendiri! Bdk. juga dengan Ef 5:18 yang mengkontraskan orang yang penuh Roh
Kudus (ada penguasaan diri yang baik) dengan orang yang mabuk oleh anggur (tak ada
penguasaan diri)!
Karena itu kalau ada orang yang bernubuat / berbahasa Roh dalam keadaan tak terkontrol
seperti itu, maka hanya ada 2 kemungkinan:
Ia sedang kepenuhan roh jahat, bukan Roh Kudus.
Setan memang sering membuat orang menjadi kehilangan kontrol seperti itu (Mark
9:18,20,22,26).
Ia memang merupakan pekerjaan Roh Kudus, tetapi pastilah ada sesuatu yang tidak
beres dalam hidup orang itu, sehingga Roh Kudus melakukan hal itu dengan tujuan
untuk menghajar orang itu.
Contoh: Saul bernubuat dengan telanjang semalam-malaman (1Sam 19:23-24).
Catatan: kalau saudara ingin tahu lebih banyak tentang pandangan saya tentang Toronto
Blessing, bacalah buku saya yang berjudul ‘Toronto Blessing, Alkitabiahkah?’.
Ay 34-35: “(34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan
harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan
untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum
Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada
suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan
Jemaat”.
1) Kata-kata ‘Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus’ (ay 34a), dalam Kitab Suci
bahasa Inggris ditempatkan pada ay 33b. Di samping itu:
Oleh NASB/KJV/NKJV bagian ini dihubungkan dengan ay 33.
NASB: ‘for God is not a God of confusion but of peace, as in all the churches of the
saints’ (= karena Allah bukanlah Allah dari kekacauan tetapi dari damai, seperti dalam
semua gereja orang-orang kudus).
Oleh NIV/RSV bagian ini dihubungkan dengan ay 34 (ini sama seperti Kitab Suci
bahasa Indonesia).
Saya menganggap inilah yang benar. Kalau memang demikian, maka ini menunjukkan
bahwa peraturan tentang perempuan dalam ibadah ini, dimana orang perempuan harus
berdiam diri dalam pertemuan jemaat, adalah sesuatu yang bersifat tradisi dan karena
itu tidak harus dilaksanakan pada saat ini.
2) Dalam bagian ini dikatakan bahwa dalam kebaktian, perempuan harus diam, tidak boleh
berbicara, harus tunduk (kepada pria / suami), bahkan tidak boleh bertanya (kalau mau
bertanya, harus bertanya kepada suami di rumah). Juga dikatakan bahwa perempuan
berbicara dalam kebaktian adalah sesuatu yang ‘tidak sopan’. Tetapi kata-kata ‘tidak
sopan’ itu sebetulnya kurang tepat terjemahannya.
KJV: ‘a shame’ (= sesuatu yang memalukan).
NASB: ‘improper’ (= tidak benar).
NIV: ‘disgraceful’ (= memalukan).
RSV/NKJV: ‘shameful’ (= memalukan).
Kata Yunani yang dipakai adalah AISCHROS yang digunakan untuk menunjuk pada
sesuatu yang menimbulkan kejijikan.
Calvin berkata (hal 469) bahwa karena tidak semua suami mampu memberikan
penjelasan, maka istri / perempuan boleh saja bertanya kepada sang nabi sendiri, tetapi
tetap harus bertanya secara pribadi, bukan di muka umum.
Matthew Henry: “Here the apostle, 1. Enjoins silence on their women in public assemblies, and
to such a degree that they must not ask questions for their own information in the church, but ask
their husbands at home. They are to learn in silence with all subjection; but, says the apostle, I
suffer them not to teach, 1 Tim. 2:11-12. ... here he seems to forbid all public performances of
theirs. They are not permitted to speak (v. 34) in the church, neither in praying nor prophesying”
(= ).
Matthew Henry: “for a woman to prophesy in this sense were to teach, which does not so well
befit her state of subjection. A teacher of others has in that respect a superiority over them, which
is not allowed the woman over the man, nor must she therefore be allowed to teach in a
congregation: ‘I suffer them not to teach.’ ... if difficulties occurred, ask their own husbands at
home. Note, As it is the woman’s duty to learn in subjection, it is the man’s duty to keep up his
superiority, by being able to instruct her; if it be her duty to ask her husband at home, it is his
concern and duty to endeavour at least to be able to answer her enquiries; if it be a shame for her
to speak in the church, where she should be silent, it is a shame for him to be silent when he
should speak, and not be able to give an answer, when she asks him at home” (= ).
Matthew Henry: “We have here the reason of this injunction: It is God’s law and commandment
that they should be under obedience (v. 34); they are placed in subordination to the man, and it is
a shame for them to do any thing that looks like an affectation of changing ranks, which speaking
in public seemed to imply, at least in that age, and among that people, as would public teaching
much more: so that the apostle concludes it was a shame for women to speak in the church, in the
assembly. Shame is the mind’s uneasy reflection on having done an indecent thing. And what
more indecent than for a woman to quit her rank, renounce the subordination of her sex, or do
what in common account had such aspect and appearance? ...For this reason women must be
silent in the churches, not set up for teachers; for this is setting up for superiority over the man”
(= ).
Ayat yang pro: 1Tim 2:11-12 yang berbunyi: “Seharusnya perempuan berdiam diri dan
menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak
mengizinkannya memerintah laki-laki”.
Ay 36: “Atau adakah firman Allah mulai dari kamu? Atau hanya kepada kamu sajakah firman
itu telah datang?”.
1) Ini terpisah dari ay 34-35, jadi tidak lagi berhubungan dengan perempuan dalam ibadah.
Dasarnya: tadi dalam ay 34-35 Paulus menggunakan kata ganti orang ‘mereka’, tetapi
sekarang dalam ay 36 Paulus menggunakan kata ganti orang ‘kamu’, yang jelas tidak lagi
menunjuk kepada ‘perempuan’ tetapi kepada ‘orang Korintus’.
Ay 37-38: “(37) Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia
rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan. (38) Tetapi
jika ia tidak mengindahkannya, janganlah kamu mengindahkan dia”.
Charles Hodge: “Here, as in 1John 4:6, ... submission to the infallible authority of the apostles
is made the test of a divine mission and even of conversion. ... The inference which Protestants
draw from the fact in question is, that as we have the infallible teaching of the prophets and
apostles in the Bible, therefore any man who does not conform in faith and practice to the
Scriptures cannot be of God. ... He that heareth not the Scriptures, is not of God” (= ) - ‘I & II
Corinthians’, hal 306.
Charles Hodge: “if any man be ignorant or refuses to acknowledge the divine authority of my
instructions, let him be ignorant. Paul would neither attempt to convince him, nor waste time in
disputing the point. Where the evidence of any truth is abundant and has been clearly presented,
those who reject it should be left to act on their own responsibility. Further disputation can do no
good” (= ) - ‘I & II Corinthians’, hal 307.
Jadi seluruh ay 39 ini jelas menunjukkan bahwa Paulus jauh lebih mementingkan karunia
bernubuat dibandingkan dengan karunia bahasa Roh!
2) Ay 40: “Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (bdk. ay 33).
Ini menunjukkan bahwa kita harus mengatur sedemikian rupa sehingga suatu kebaktian
berjalan dengan tertib dan teratur.
Ini bukan hanya kewajiban pendeta saja, tetapi juga majelis, pengurus dan jemaat!
Penerapan:
penggunaan bahasa Roh dalam kebaktian dengan mengabaikan peraturan
penggunaan bahasa Roh dalam ay 27-28, jelas merupakan suatu praktek yang
bertentangan dengan ay 40 ini.
Toronto Blessing jelas juga bertentangan dengan ay 40 ini.
pemilihan pengkhotbah dan chairman yang jelek bisa membuat kebaktian jadi kacau
dan karena itu hal ini harus dihindarkan.
adanya anak-anak kecil yang berlari-lari dan ribut dalam kebaktian jelas merupakan
sesuatu yang tidak bisa dibiarkan!
doa yang dilakukan bersama dengan alat musik / puji-pujian, jelas merupakan suatu
kekacauan. Pikirkan: dalam Kitab Suci bagian mana ada doa yang diiringi alat musik?
Pada waktu Yesus berdoa Ia mencari ketenangan (Mark 1:35), lalu bagaimana mungkin
orang kristen jaman sekarang sengaja membuat musik dalam doa? Disamping itu hal
ini membuat pemain musik itu tidak bisa ikut berdoa!
‘doa bersuara’ (doa dimana semua orang sama-sama berdoa dengan mengeluarkan
suara) jelas juga merupakan suatu kekacauan! Kalau Paulus melarang lebih dari satu
orang berbahasa Roh / bernubuat dalam waktu bersamaan, maka adalah sesuatu yang
aneh kalau banyak orang boleh berdoa bersama-sama (Catatan: sekalipun thema yang
didoakan sama, tetapi kata-katanya jelas berbeda satu sama lain!).
seruan keras ‘Amin’, ‘Haleluyah’, dsb dari orang-orang tertentu di tengah-tengah doa /
khotbah, jelas juga bertentangan dengan ay 40 ini! Kalau mau mengaminkan, lakukan
itu dalam hati saudara, supaya tidak mengganggu orang lain / mengacaukan ketertiban!
-o0o-
Pulpit Commentary, Clarke, Hodge, Calvin selesai.