Allahlah yang menjadi laki-laki dan perempuan. Allah membentuk lembaga keluarga. Sebab itu,
utamakan Tuhan dalam keluarga. Jadikan Tuhan sebagai pemimpin dalam keluarga. Jika Tuhan
ada di tampuk pimpinan dalam keluarga, maka keluarga akan berlayar ke arah yang sesuai
dengan rencanaNya yang indah.
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan tugas dan kewajiban yang berbeda
namun saling melengkapi.
Laki-laki dan wanita yang dipersatukan dalam pernikahan masing-masing berasal dari
lingkungan yang berbeda, latar belakang yang berbeda, kepribadian yang berbeda. Wajarlah
jika kemudian akan ditemukan 'kejutan-kejutan' yang ketika dalam proses perkenalan belum
terlihat.
Sikapi 'kejutan-kejutan' tersebut sebagai anugerah untuk saling melengkapi, saling
mendukung, saling memahami, saling menolong untuk bertumbuh semakin kuat dalam
iman dan percaya kepada Kristus.
3. Keluarga Mandiri - ayat 7
Ketika dua orang dipersatukan Tuhan dalam pernikahan, mereka membangun keluarga baru.
Bukan berarti mereka meninggalkan dan melupakan orang tua masing-masing. Disini
maksudnya adalah agar mereka mandiri -- mandiri dalam keuangan, dalam pengelolaan
keluarga, dan dalam pengambilan keputusan. Tentu saja pasangan ini bisa saja mendengarkan
masukan yang positif dari orang tua. Namun, keputusan harus didoakan dan didiskusikan
bersama antara suami dan isteri dengan memohon hikmat dari Tuhan.
Pernikahan Kristen bukanlah sebuah 'kontrak perjanjian', melainkan merupakan 'penyatuan' dua
insan dalam kasih Kristus dalam sebuah lembaga keluarga. Kontrak bisa dibatalkan secara
hukum, namun pernikahan Kristen tidak bisa dibatalkan atau dipisahkan.
Suami dan isteri dalam pernikahan Kristen menjadi satu kesatuan dalam semua aspek
kehidupan: dalam pikiran, keputusan, mendidik anak-anak, mengelola rumah tangga, rencana
dan cita-cita yang terkait dengan rumah tangga. Keduanya harus menjalani kehidupan sebagai
'satu keluarga' - saling mengasihi, saling menghargai, saling memberi dan saling mendukung
dan membantu untuk makin bertumbuh dalam kasih dan iman percaya pada Kristus.
Tidak mudah untuk menyatukan dua pribadi yang berbeda dalam satu kasih.
a. Minta pimpinan Roh Kudus dan kekuatan dari Tuhan untuk tetap bersatu dalam kasih-Nya.
b. Teladani pernikahan-pernikahan Kristen dari anak-anak Tuhan yang ada disekitar kita.
c. Miliki komitmen untuk tetap bersatu dalam Kristen. Teguhkan dan senantiasa perbaharui
komitmen tersebut.
d. Miliki keterbukaan karena keterbukaan adalah awal dari pemulihan. Keterbukaan
memerlukan komunikasi dan rasa saling percaya.
Memang tidak mudah, tapi apa yang sudah disatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan manusia.
Jika Tuhan sudah mempersatukan anda, dia pasti juga akan melengkapi anda untuk memiliki
kemampuan untuk tinggal dalam kesatuan kasihNya.
Tuhan adalah Kasih. Tuhan mempersatukan dua orang dalam satu lembaga keluarga dengan
dasar kasih. Dengan demikian KASIH haruslah merupakan dasar dari setiap keluarga Kristen.
Kasih yang menyatukan pernikahan memiliki tiga pilar:
1. CINTA KASIH
Kasih yang menjadi dasar dari pernikahan Kristen terbatas pada kasih Eros yaitu kasih antara
pria dan wanita, namun harus bertumbuh dan semakin kokoh dipersatukan dalam kasih
AGAPE, yaitu kasih yang ilahi, kasih murni, dan mencerminkan kasih Kristus.
2. KOMITMEN
Kasih akan menumbuhkan pilar kedua, yaitu komitmen untuk saling mengasihi, saling percaya
dan saling berbagi.
Pada saat kita mengakui bahwa pernikahan Kristen mempersatukan kita dalam sebuah
kenyataan “satu daging”, maka kita perlu meminta kemampuan untuk menjaga agar pernikahan
kita tidak dinodai dengan perzinahan dan perceraian yang melanggar kenyataan “satu daging”
dan menghancurkan kesejahteraan pasangan masing-masing.
Efesus 5: 21
Rendahkan dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus
Rasul Paulus menggaris bawahi pentingnya prinsip saling merendahkan diri dalam hubungan
keluarga.
Kita perlu meneladani kerendahan diri seperti yang dilakukan Kristus dengan kasih
pengorbanan.
3. KOMUNIKASI
Pilar ketiga yang perlu makin disempurnakan dalam sebuah pernikahan adalah komunikasi.
Komunikasi bisa mempersatukan atau menghancurkan pernikahan. Untuk itulah kita perlu
berdoa agar Roh Kudus memampukan kita untuk membangun komunikasi yang efektif dalam
kasih Kristus.
Jika ada masalah, jangan diselesaikan dari ‘jauh’ (dengan sms, email, surat, lewat orang lain),
tapi segera selesaikan, jangan tunda, dan lakukan dengan bertatap muka.
2 Yohanes 1: 12
1:12 Sungguhpun banyak yang harus kutulis kepadamu, aku tidak mau melakukannya dengan
kertas dan tinta, tetapi aku berharap datang sendiri kepadamu dan berbicara berhadapan
muka v dengan kamu, supaya sempurnalah sukacita kita.
Pilar Komunikasi dalam pernikahan ini akan dibahas kemudian dalam topik yang terpisah.
Sebisa mungkin, sesibuk apapun kita, usahakan waktu dan tempat untuk saling berkomunikasi
dengan pasangan, dengan anak-anak.
Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah
sesama anggota.
Sikap jujur memerlukan kerendahan hati (untuk mengampuni dan menghargai orang pendapat
orang lain), keberanian (untuk mengakui kesalahan) dan pengendalian diri (untuk berkata benar
dan bersikap terbuka).
Bisa jadi apa yang ingin kita sampaikan secara jujur menyakitkan atau tidak menyenangkan
pasangan kita. Untuk itu, berdoalah dan mintalah hikmat dari Tuhan agar kita bisa
menyampaikannya dengan baik dangan motivasi yang benar dan dengan kata-kata yang
membangun.
Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu,
bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang. (Kolose 4:6)
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam,
sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.
Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat
tidurmu, tetapi tetaplah diam.
Marah sesungguhnya adalah energi yang diberikan oleh Tuhan untuk membereskan suatu
masalah.
Tidak ada yang salah dengan “marah”. Yang penting dalam hal ini adalah pengendalian diri.
Bagaimana di dalam setiap komunikasi yang kita jalin, kita selalu bisa mengendalikan diri,
walaupun pada saat itu kita disalahmengerti atau dikritik secara tidak benar dan tidak sopan.
Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya. (Amsal
25:28)
Lalu, ketika terjadi konflik, siapakah yang harus mengambil langkah awal untuk berdamai?
Orang yang berbuat salahkah atau orang yang menjadi korban? Mari lihat apa kata Yesus:
Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat
akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di
depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk
mempersembahkan persembahanmu itu. (Matius 5:23-24)
Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan
nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah
seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak
disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat.
Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak
mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. (Matius 18:15-17)
Jawabannya adalah KEDUANYA. Kedua belah pihak harus memiliki paradigma yang sama
untuk meminta maaf secepat mungkin. Mengapa orang yang menjadi korban juga Yesus
tekankan untuk meminta maaf? Terasa tidak adil bukan? Well, keadilan siapa dulu yang kita
maksud, keadilan manusia, atau keadilan Tuhan?Karena Yesus memandang bahwa keutuhan
umatNya jauh lebih penting dibanding gengsi pribadi manusia untuk meminta maaf kepada
orang yang berbuat salah kepada dirinya.
Intinya:
Jangan menuntut kesempurnaan dari pasangan, tetapi bersiaplah dan tulus untuk menerima
kelemahan pasangan dan membantu pasangan untuk mengatasi kelemahan tersebut bersama-
sama.
Ketika kita sedang marah, atau sakit hati, kita cenderung untuk mengeluarkan kata-kata yang
mungkin sekali sebenarnya tidak kita kehendaki. Namun, karena emosi yang meluap, kata-kata
tersebut terucapkan, yang akhirnya kita sesali. Untuk itulah, kita diingatkan kembali untuk
mengucapkan kata-kata yang membangun.
Kalau memang ada hal yang perlu diperbaiki, kita juga perlu menyampaikannya, tapi dengan
hikmat dari Tuhan. Bagaimana caranya?
Rasul Paulus mengatakan, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang
mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar,
semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah
kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang
telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai
kamu" (Flp. 4:8-9).
Jika emosi sedang tinggi, tunggulah sejenak, tenangkan diri dan berdoa agar Tuhan
memberikan hikmat untuk berkata-kata.
Melalui kata-kata yang berhikmat, semua masalah bisa terselesaikan dengan baik dan kita
bisa dipakai Tuhan untuk mendatangkan damai sejahtera dalam keluarga.
Nyatakan ketidaksetujuan atau perbedaan pendapat tanpa harus terjerat dalam pertengkaran
atau omelan (Amsal 17: 24, Roma 13: 13, Efesus 3: 31)
Salah satu keterampilan dalam berkomunikasi yang sangat penting namun sering dilupakan
adalah keterampilan mendengar. Seringkali kita ingin didengar, tapi kita tidak mau mendengar.
Banyak manfaatkan dari ‘mendengar dengan kasih’. Kita bisa memahami pasangan kita: apa
yang menjadi masalahnya, apa yang menjadi kekhawatirannya, apa yang menjadi
kebutuhannya. Dengan demikian kita bisa meresponi dengan tepat tanpa harus bertengkar. Kita
bisa memberikan kesempatan pada kita sendiri untuk berpikir dan mencerna solusi yang terbaik
untuk bersama.
Mendengar juga menunjukkan kerendahan hati kita, dan membuat pasangan lebih berempati
dan merasa diapresiasi karena pendapat dan keluhannya didengar.
Mendengar harus dilakukan dengan kasih, bukan untuk tujuan mencari kesalahan, tapi
mendengar untuk memahami, mengampuni dan untuk memikirkan jalan keluar untuk
kepentingan bersama. (Efesus 4: 31)
Yang paling penting adalah rasa saling menghormati, dan jangan lupa melibatkan Tuhan dalam
segala hal.
Matius 19 : 5 - 6
5 “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan
satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia,"
Yohanes 15:5
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan
Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa
Roma 11:36
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan
sampai selama-lamanya!”
Dari tiga (3) bagian Firman Tuhan diatas bisa kita bahas paling tidak 4 hal pokok yang perlu
diingat.
1. Pernikahan Kudus
Pernikahan dalam Kristus merupakan pernikahan kudus yang berpusat pada Pokok Anggur yang
benar, yaitu Kristus sendiri. Kekudusan akan menjamin adanya damai sejahtera dalam keluarga.
Damai sejahtera inilah yang menjadi target yang ingin dirusak oleh Iblis.
Agar kita bisa mempertahankan kekudusan, suami dan isteri perlu meletakkan Kristus sebagai
pusat kehidupan pernikahan mereka.
Asas Keluarga kekal merupakan bagian dalam rencana besar Bapa bagi anak-anakNya. Kita
berasal dari keluarga kerajaan Surga bersifat kekal, untuk itulah kita juga perlu menghidupi
prinsip keluarga kekal tersebut.
Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada … Sebab kita ini dari Keturunan Allah
juga.
Tuhan Yesus menasehatkan kita untuk membangun fondasi rumah (kehidupan keluarga dan
pribadi) diatas batu yang teguh. Keluarga yang bijaksana diibaratkan seperti membangun
rumahnya di atas batu, bukan diatas pasir. Batu yang dimaksud adalah batu karang yang teguh
atau Kristus sendiri (1 Korintus 10: 4).
Akan banyak angin badai pencobaan yang mencoba meruntuhkan kekekalan keluarga baik dari
dalam (misalnya: perbedaan kepribadian, kebiasaan, latar belakang keluarga dan budaya)
ataupun dari luar (misalnya: pergaulan, lingkungan, pekerjaan). Namun bersama Yesus, kita
akan dimampukan untuk tetap saling mengasihi dan membangun iman serta melakukan banyak
perkara yang luar biasa untuk kebesaran dan kemuliaanNya. Bersama Yesus kita juga bisa
membangun dan mengembangkan keluarga kekal dan penuh kasih.
Keluarga Kristen adalah, persekutuan antara suami-isteri dan anak [anak-anak] yang terbentuk
ikatan kasih TUHAN Allah (1 Kor 13: 4-7; Kol 3: 14-15; 1 Petrus 4: 8), serta membangun
hidup dan kehidupan bersama yang berpusat pada Kristus dan sesuai dengan Firman TUHAN
(dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia).
Pernikahan yang berpusat pada Kristus adalah pernikahan yang menjadikan amanat agung
menjadi pusat kegiatan keluarga mereka.
Pernikahan yang berpusat pada Kristus merupakan lembaga yang penting untuk pertumbuhan
iman, tempat Kristus diwartakan, dimuliakan, dan tempat kasih Kristus dibagikan.
Keluarga yang berpusat pada Kristus, menjadikan Kristus sebagai pusat kegiatan misi imamat
dan pertumbuhan iman anggota keluarga: mewartakan tetang Kristus, memuridkan anggota
keluarga untuk bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih Kristus, menumbuhkan mezbah
doa dalam keluarga.
INTINYA:
Kebahagiaan dalam kehidupan pernikahan paling mungkin dicapai bila didasarkan dan
berpusat pada Tuhan Yesus Krsitus.
Tuhan Yesus memberkati.
Tujuan utama dari Tuhan membentuk lembaga keluarga adalah untuk mendatangkan kebaikan
dalam keluarga.
Kejadian 2: 18
TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.
Dari Kejadian 2: 18 yang menunjukkan tujuan Tuhan membentuk lembaga keluarga, bisa kita
pahami bahwa keluarga dibentuk untuk ‘saling menolong’. Suami menolong isteri, dan
sebaliknya. Orang tua menolong anak-anak, dan sebaliknya.
Ada banyak cara Tuhan membantu keluarga untuk menjalankan rencananya yang indah, salah
satunya adalah dengan menganugerahkan anak-anak dalam pernikahan. Hal ini bukan berarti
pernikahan tanpa anak adalah pernikahan yang tidak bahagia.
Seperti Tuhan memberikan panggilan khusus untuk tiap orang, demikian pula Tuhan
memberikan panggilan khusus untuk tiap orang yang dipanggil membangun keluarga, baik
keluarga dengan anak-anak, ataupun tanpa anak, semuanya dikasihi Tuhan dan mempunyai
tugas yang sama (Amanat Agung).
Kami tidakhendak menyembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan menceritakan
kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatannNya dan perbuatan-
perbuatan ajaib yang telah dilakukanNya.
Ceritakan disini bisa melalui banyak cara: membacakan cerita dari Alkitab dalam saat teduh
bersama, berdoa bersama, ataupun melalui tindakan dan ucapan kita.
Apakah ada contoh lain yang bisa Anda berikan tentang cara orang tua menceritakan kebaikan
dan perbuatan ajaib Allah?
Amsal 22: 6
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak
akan menyimpang dari jalan itu”
Efesus 6: 4
“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”
Jika anak salah, orang tua perlu memberi tahu, tetapi jangan memberi tahu dengan membentak
atau membangkitkan amarah. Anak-anak, terutama yang berusia pra sekolah dan sekolah
memiliki perasaan yang sensitive dengan emosi yang masih sangat rapuh. Mereka belum bisa
mengelola emosi negative yang bisa sangat membekas, bahkan sampai mereka dewasa.
Jadi, mintalah hikmat kepada Tuhan dan minta pengurapan Roh Kudus untuk berkata-kata bijak
dan membangun kepada anak-anak.
3. Kasih
Satu ciri penting yang membedakan pengikut Kristus dengan orang lain adalah KASIH. Tidak
heran jika Tuhan memerintahkan umatNya untuk mengajarkan dan mempraktikkan Hukum
Kasih, juga ketika kita membimbing dan mendidik anak-anak.
Ulangan 6: 4-7
6:4Dengarlah, hai orang Israel 1 : TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu
esa 2 ! y 6:5Kasihilah z TUHAN, Allahmu 3 , dengan segenap hatimu a dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. b 6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari
ini haruslah engkau perhatikan 4 , c 6:7haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu 5 dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. d
Salah satu cara efektif untuk mengajarkan kasih adalah dengan mempraktekkannya dalam
kehidupan kita: ketika kita berbicara dengan orang-orang disekitar kita -- anggota keluarga,
dengan teman dan tetangga. Dari perbuatan dan perkataan kita, anak-anak belajar tentang
perbuatan kasih dan perbendaharaan kata yang mengungkapkan kasih.
Bisakah anda memberi contoh tentang perbuatan kasih yang bisa menjadi teladan untuk anak-
anak?
Bisakah anda memberi contoh tentang perkataan dan ungkapan ‘kasih’, bahkan ketika kita
sedang ‘marah’ atau ‘melihat kesalahan’ yang perlu diperbaiki?
4. Damai Sejahtera
Tuhan menjanjikan damai sejahtera dan masa depan yang cerah bagi Anda, keluarga yang akan
Anda bentuk dan juga anak-anak yang dianugerahkan dalam keluarga.
Yeremia 29: 11
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,
demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Jadi, jika anda terpanggil untuk membentuk keluarga, lakukan yang terbaik untuk membangun
keluarga yang penuh damai sejahtera untuk membantu rencana Tuhan untuk anak-anak agar
mendapatkan hari depan yang penuh harapan sesuai dengan rencana Tuhan.
Berikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak. Doakan mereka setiap hari untuk mendapat
berkat dan perlindungan dari Tuhan Yesus. Lakukan yang terbaik agar mereka mendapatkan
damai sejahtera dan masa depan yang penuh harapan.
5. Amanat Agung
Amanat Agung adalah kewajiban bagi setiap orang Kristen, yaitu orang yang mengaku dengan
mulut dan iman bahwa Yesus adalah Tuhan dan juru selamat. Amanat Agung untuk
memberitakan Firman dan mengabarkan kasih Kristus yang menyeleamatkan bukan saja harus
dilakukan bagi orang lain, tetapi TERUTAMA harus dimulai dari orang-orang terdekat kita
(mulai dari Yerusalem)
Lukas 24: 47
Bisakah Anda memberikan contoh bagaimana kita bisa menjalankan AMANAT AGUNG dalam
keluarga?
PENUTUP
Sebagai orang tua tentu kemampuan kita sangat terbatas. Namun kita memiliki Tuhan yang
tidak terbatas. Yang penting disini adalah kesungguhan kita untuk melakukan yang terbaik
untuk TUHAN, maka TUHAN Yesus akan melengkapi kita dengan Hikmatnya yang terbatas
untuk menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anak kita.
Kolose 3: 23
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan
bukan untuk manusia.