Anda di halaman 1dari 3

Kasih Persaudaraan Yang Sejati (Roma 12:9-11)

Bukan kebetulan apabila Paulus meletakkan pembahasan tentang kasih di sini tepat sesudah ia
menguraikan tentang pelayanan rohani (12:3-8). Ia ingin mengajarkan bahwa penggunaan
karunia rohani harus didasarkan pada kasih. Tidak cukup bagi seseorang untuk melayani sesuai
dengan karunia masing-masing (12:3-8a). Tidak cukup hanya melayani dengan cara tertentu
sesuai dengan karunia tersebut (12:8b). Yang paling penting adalah motivasi di balik semua
tindakan itu, yaitu kasih.
Tanpa kasih, pelayanan hanya akan menjadi ajang aktualisasi diri untuk kepentingan diri
sendiri. Tanpa kasih, pelayanan hanyalah sebuah keterpaksaan dan rutinitas yang
membosankan. Yang paling parah, semua upaya dalam pelayanan akan menjadi sia-sia tanpa
kasih (1Kor 13:1-3).
Kasih seperti apa yang seharusnya ditunjukkan dalam pelayanan dan kepada sesama saudara di
dalam Kristus? Apa saja wujud dari kasih itu?

1. Kasih yang tidak berpura-pura (ayat 9a)


Dalam teks Yunani sebenarnya tidak ada kata kerja di ayat 9a. Secara hurufiah bagian ini
berbunyi: "kasih itu tidak pura-pura." Walaupun demikian, banyak terjemahan Alkitab
menambahkan kata "hendaklah". Penambahan ini menyiratkan sesuatu yang aktif.
Dilihat dari sisi konteks, penambahan di atas memang sesuai. Di mata Paulus, kasih memang
bukan sekadar perasaan belaka. Kasih harus diwujudkan dalam tindakan tertentu yang konkrit.
Bukan perasaan belaka, tetapi tindakan nyata. Bukan pasif, namun aktif.
Ketidakadaan kata kerja di ayat 9a menyiratkan bahwa bagian ini mungkin berguna sebagai
judul atau topik yang memayungi ayat-ayat selanjutnya. Semua yang dibicarakan di ayat 9b-21
menjelaskan bagaimana kasih yang tidak berpura-pura itu. Struktur kalimat yang berbeda (jika
dibandingkan dengan ayat 9b-11) juga memberi dukungan ke arah sana.
Paulus di sini tidak membicarakan tentang sembarang kasih. Kasih yang dibicarakan adalah
kasih yang tertentu. Penerjemah LAI:TB dengan tepat memilih "kasih itu" (hē agapē). Para
penafsir Alkitab meyakini bahwa kasih ini merujuk pada kasih yang dicurahkan ke dalam hati
orang percaya melalui karya Roh Kudus (Rm 5:5). Ini adalah kasih Kristus yang diberikan pada
kita walaupun kita masih berdosa, lemah, dan sebagai seteru Allah (Rm. 5:5-7). Orang-orang
percaya tidak akan dapat dipisahkan dari kasih ini (Rm. 8:35-39).
Poin yang ditekankan Paulus di Roma 12:9b bukan pada tindakan kasih. Hal itu sudah
sedemikian jelas: orang Kristen harus mengasihi. Fokus perhatian di sini adalah kualitas kasih
yang harus ditunjukkan, yaitu kasih yang tidak berpura-pura. Kata anypokritos berkaitan
dengan topeng yang biasa digunakan dalam pertunjukan teater Yunani-Romawi kuno. Para
pemain teater seringkali harus memerankan tokoh yang sangat berbeda dengan karakter
mereka sehari-hari. Ini adalah anypokritos. Kasih orang Kristen tidak boleh seperti ini. Apa
yang ada di luar harus sama dengan apa yang ada di dalam. Kasih bukan pertunjukan. Kasih
bukan kemunafikan. Kasih adalah perwujudan apa yang ada dalam hati.

2. Perwujudan kasih yang tanpa kepura-puraan (ayat 9b-11)


Apa saja bukti dari kasih yang tulus? Pertama, menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik.
Terjemahan LAI:TB “menjauhi” terkesan terlalu lemah. Hampir semua versi Inggris memilih
“membenci”. Sesuai teks Yunani, kata yang muncul di sini adalah apostygeō, yang berarti
"sangat membenci." Kita harus sunguh-sungguh membenci kejahatan, bukan sekadar
menjauhinya.
Terjemahan LAI:TB "melakukan" juga masih kurang tegas. Kata dasar kollaomai seringkali
digunakan untuk sesuatu yang melekat (Lk. 10:11) atau relasi yang dekat (Kis. 9:26), bahkan
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan (1Kor. 6:16)). Karena itu, berbagai versi
Inggris memilih terjemahan "berpaut" (KJV "cleave"; NASB/NIV "cling" atau RSV/ESV "hold
fast"). Kita tidak hanya melakukan hal-hal yang baik, tetapi kita terikat pada perbuatan itu.
Dengan kata lain, perbuatan baik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita.
Kedua, mengasihi sebagai saudara (ayat 10a). Dalam teks Yunani, bagian ini berbunyi: "dalam
kasih persaudaraan, hendaklah kalian saling mengasihi dengan sungguh-sungguh". Kata "kasih"
muncul dua kali: philadelphia (kasih persaudaraan) dan philostorgoi (mengasihi dengan
sangat). Pengulangan semacam ini jelas bersifat menegaskan. Beberapa versi menangkap
penekanan ini dan mengungkapkannya dalam kaitan dengan "hasrat" (KJV "Be kindly
affectioned"; RSV/ESV "brotherly affection"). Bukan sekadar mangasihi, tetapi ada unsur
kehangatan atau kesungguhan di dalamnya.
Kasih kita kepada sesama orang percaya adalah kasih persaudaraan, karena kita semua adalah
anak-anak Allah (Rm. 8:14-17). Perbedaan etnis, usia, status ekonomi, dan status sosial
dilarutkan bersama-sama dalam satu status: kita semua adalah anak-anak Allah. Kita
bersaudara.
Ketiga, saling mendahului dalam memberikan hormat (ayat 10b). Sesuai struktur teks Yunani,
bagian ini seharusnya diterjemahkan: "dalam hormat, hendaklah saling mendahului".
Kata proēgeomai bisa berarti "mendahului" atau "menganggap sesuatu lebih baik". Sebagian
besar versi Inggris memilih alternatif kedua. Jika ini diambil, maka yang dipentingkan bukan
waktu (saling mendahului), tetapi status (orang lain lebih tinggi daripada kita).
Mengasihi berarti rela menempatkan diri di bawah orang lain dan bersukacita jika orang lain
lebih terhormat daripada kita. Kasih sejati akan mendorong seseorang untuk mendukung dan
mengapresiasi kesuksesan orang lain. Kasih sejati bersukacita dengan orang lain yang
bersukacita, dan menangis bersama orang lain yang menangis (12:15).
Nasihat ini perlu digarisbawahi. Sebagian orang telah tergoda untuk menyombongkan diri dan
memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang seharusnya (12:3). Perbedaan karunia
rohani (12:4-6a) bisa memicu persaingan di dalam gereja. Di tengah situasi seperti ini,
menempatkan orang lain di atas diri sendiri akan menjadi tindakan yang sukar dilakukan.
Keempat, tidak kendor dalam kerajinan (ayat 11). Secara hurufiah bagian ini berarti "dalam
kerajinan, jangan malas". Penggunaan kontras antara "rajin" dan "malas" jelas menyiratkan
penekanan. Kita bukan hanya dilarang untuk malas. Kita juga harus melakukan segala sesuatu
dengan rajin.
Paulus sebelumnya sudah menasihati jemaat Roma untuk melakukan pelayanan dengan rajin
(12:8). Kata yang digunakan di ayat 8 sama persis dengan di ayat 11 (spoudē). Memulai
pelayanan kadangkala tidak sukar. Persoalannya, sesudah kita mengambil keputusan untuk
melayani, apakah kita mau melakukannya dengan rajin?
Kata "malas" (oknēros) muncul di Matius 25:26 dan ditujukan pada hamba yang malas untuk
mengembangkan talenta yang ia terima dari tuannya. Hamba ini hanya menyimpan apa yang
sudah dia terima dari tuannya. Walaupun dia tetap menghamba kepada tuannya, tetapi
kemalasannya membuat sang tuan marah besar.
Banyak hal bisa membuat kita enggan melayani Tuhan: tantangan, persaingan, perselisihan,
tidak ada apresiasi dari orang lain, dsb. Beberapa orang bahkan sudah meninggalkan
pelayanan. Kasih yang tulus akan menolong kita untuk tetap rajin dalam pelayanan.
Ayat 11b menerangkan cara menjaga kerajinan di ayat 11a. Kita harus menyala-nyala dalam
roh. Teks Yunani tidak memberi petunjuk apakah pneuma di sini merujuk pada roh manusia
(mayoritas versi "roh") atau Roh Kudus (RSV "Roh"). Tidak ada perbedaan antara huruf besar
dan kecil dalam teks Yunaninya. Jika alternatif pertama benar, ayat 11b akan menjadi identik
dengan ayat 11a. Hal ini rasanya tidak diperlukan. Alternatif kedua bersifat menjelaskan: kita
dapat melayani dengan rajin, karena roh kita dikobarkan oleh Roh Kudus. Pilihan terakhir ini
tampaknya lebih baik.
Kita memang tidak boleh memadamkan Roh (1Tes. 5:19) atau melalaikan karunia Allah dalam
diri kita (1Tim. 4:14). Sebaliknya, kita harus mengobarkannya (2Tim. 1:6). Apabila ini terjadi,
kita akan melayani Tuhan dengan rajin. Tidak ada kata "malas" dalam kamus pelayanan kita!
Kiranya firman Tuhan ini tidak hanya menghangatkan hati kita. Kiranya kita semua
bersemangat untuk mengekspresikan perasaan itu dalam bentuk tindakan yang konkrit. Mulai
sekarang, kasihilah sesama saudara di dalam Tuhan secara nyata. Soli Deo Gloria.
Hidup Dalam Kasih (Roma 12: 9-21)

Manusia adalah mahkluk sosial, artinya tidak bisa hidup sendiri tanpa memiliki
hubungan dengan orang lain. Itu berarti seseorang akan menikmati dan menjalani kehidupanya
sebagai manusia yang wajar jika ia memiliki hubungan dengan orang lain. Inilah yang
membedakan antara manusia dan binatang.

1. Hidup dan Melayani dengan kasih yang tulus. “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura!” (ay
9).
Rasul Paulus sadar, ternyata ada yang pura-pura. Ia dengan tegas berkata “jangan pura-
pura” tetapi harus tulus dan tidak munafik.
Ia menggunakan kata Philadelphia yang berarti ikatan kasih yang terjadi di dalam
keluarga.
Kasih orangtua kepada anak-anaknya, kasih yang muncul dengan sendirinya tanpa
dipaksa dan tanpa mengharapkan imbalan.
Ini yang harus terjadi di dalam gereja Tuhan! Kasih kekeluargaan! Dikatakan “saling
mengasihi sebagai saudara” dan “saling mendahului memberi hormat” (ay 10).
Sebagai saudara karena begitulah kehendakNya, kita adalah saudara di dalam nama
Tuhan Yesus, “Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu
laki-laki … perempuan … ibuKu” (Mat 12:50).
Bukti kasih dinyatakan, “kenakanlah kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan
menyempurnakan” (Kol 3: 14) jadi jika belum ada persatuan maka belum ada kasih dan kita
tidak akan mampu menyapa atau mendahului memberi hormat.
Betapa banyaknya orang yang menghindar atau pura-pura tidak tahu jika bertemu
dengan orang lain yang dikenalnya dan segereja.

2. Memperhatikan kebutuhan jemaat.


“Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakan dirimu untuk selalu
memberi tumpangan!” (ay 13).
Siapa yang dimaksud orang kudus? Jemaat Tuhan, “jemaat Allah di Korintus yaitu
mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus”
(1 Kor 1:2).
Kewajiban kita adalah membantu orang-orang kudus yang di dalam kekurangan. Rasul
Paulus berkata, “Marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada
kawan-kawan kita seiman” (Gal 6:10).
Di dalam jemaat mula-mula, “Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan” (Kis
4:34). Sejauh apa kita diminta oleh Tuhan untuk memenuhi kebutuhan saudara kita? Tuhan
Yesus menyatakan tentang hari penghakiman, “…lapar … haus …asing kamu memberi Aku
tumpangan … telanjang … sakit … di dalam penjara…” (Mat 25: 35-36).
Mereka yang memperhatikan kebutuhan tersebut dinyatakan “terimalah Kerajaan yang
telah disediakan bagimu …” (Mat 25:34). KehendakNya adalah kemurahan hati kita dan ini
merupakan bukti kasih yang ada dalam kehidupan, “kasih itu murah hati” (1 Kor 13:4).
Dengan hidup saling mengasihi, umat Allah dapat menjalankan berbagai tugas
panggilannya dengan baik dan “menghasilkan buah” bagi kemuliaan Allah dan kebahagian
kehidupannya.
Jemaat sebagai umat Allah, mesti menempatkan hal saling mengasihi sebagai ciri khas
kehidupan. Jikalau tidak, maka sebenarnya kita sedang merusak Gereja-Jemaat itu sendiri.
Bukankah banyak Gereja-Jemaat yang kalau berbicara tentang kasih begitu bersemangat
tetapi untuk melaksanakannya begitu berat? Akibatnya banyak yang kehilangan jati dirinya,
bahkan tidak berbeda dengan organisasi-organisasi lain dalam masyarakat.
Ketika kita berusaha untuk memahami dan mengerti apa yang disampaikan Paulus
tentang hidup dalam kasih, di sini, tentu lebih mudah dari melaksanakannya.
Sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, kita tidak punya pilihan lain
kita harus hidup dalam kasih.

Semoga kita tidak hanya pandai berbicara tentang kasih atau memahaminya saja tetapi
lebih dari itu kita juga harus tinggal di dalam kasih itu.

Anda mungkin juga menyukai