Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEBUDAYAAN FLORES

OLEH:
KELOMPOK 2:
 ANGELICA RAMA
 ALIF ABDILLAH
 AGUSTIANI RAHAYU
 MUH. AWAL RAMADHANI
 ADITYA PRASETYA

SMKN 7 BONE
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kebudayaan Flores” ini dengan baik,
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kebudayaan Flores yang ada di
Indonesia.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di
waktu yang akan datang.

Watampone, November 2017

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Makalah..............................................................................3
C. Tujuan ...............................................................................................3

BAB II

PEMBAHASAN......................................................................................... 4

A. Sejarah kebudayaan Flores................................................................4


B. Adat istiadat kebudayaan Flores.......................................................5
- Upacara kelahiran........................................................................5
- Upacara menjelang dewasa..........................................................5
- Upacara perkawinan.....................................................................5
- Upacara kematian.........................................................................8
- Religi............................................................................................8
C. Kesenian...........................................................................................13
- Tarian adat..................................................................................13
- Pakaian adat................................................................................16
- Alat tradisional............................................................................18
D. Sistem kekerabatan..........................................................................21
E. Sistem kemasyarakatan...................................................................24
F. Sistem kepercayaan.........................................................................28

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................30

A. Kesimpulan......................................................................................30
B. Saran................................................................................................30

Daftar pustaka............................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah bangsa yang memiliki begitu banyak


kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan tersebut ada yang perlahan-lahan
mulai hilang ditelan zaman namun ada juga yang tetap mempertahankan
eksistensinya sampai saat ini. Budaya-budaya di Indonesia tersebut
berkembang banyak sesuai dengan daerahnya masing-masing. Budaya-
budaya di Indonesia juga sudah ada yang melesat menuju ke dunia
internasional.

Seperti yang kita ketahui budaya-budaya yang berkembang di


Indonesia adalah budaya daerah, budaya nasional dan budaya
internasional.

Salah satu budaya yang ada di Indonesia yaitu Budaya Flores.


Flores berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Flores
termasuk dalam gugusan Kepulauan Sunda Kecil bersama Bali dan NTB,
dengan luas wilayah sekitar 14.300 km². Daerah ini termasuk daerah yang
kering dengan curah hujan rendah, memiliki potensi bidang pertanian
yang rendah. Meskipun potensi di bidang pertanian rendah, Flores
memiliki potensi di bidang lain yang cukup menjanjikan. Tetapi sayang,
tidak banyak yang tahu mengenai potensi tersebut. Potensi pariwisata dan
budaya Flores dianggap akan dapat memakmurkan perekonomian daerah
Flores.

1
Daerah Flores yang indah sangat mendukung untuk
dikembangkannya pariwisata disana. Ada banyak tempat-tempat indah di
Flores yang bisa dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan luar negeri
maupun dalam negeri, misalnya Air Terjun Kedebodu/Ae Poro, Kebun
Contoh Detu Bapa, Air Panas Ae Oka Detusoko, Air Panas Liasembe dan
sebagainya. Tetapi pengembangan atas bidang ini masih sangat kurang.

Budaya Flores yang beraneka ragam juga dapat menjadi daya tarik
tersendiri bagi para wisatawan. Aneka tarian, lagu daerah, alat musik dan
berbagai produk budaya lainnya merupakan kekayaan Flores yang
menuntut warganya untuk selalu melestarikannya. Upacara-upacara adat
yang unik juga dapat memberikan ciri khas bagi daerah Flores. Apabila
potensi-potensi di bidang budaya ini dikembangkan, akan dapat
memajukan dan meningkatkan perekonomian Flores di masa depan.
Pembelajaran, pendalaman, pengembangan dan pelestarian terhadap
budaya-budaya Flores harus mulai dilakukan sekarang, terutama oleh
masyarakat Flores sendiri.

2
B. Rumusan Masalah
- Menjelaskan sejarah Flores
- Menjelaskan adat istiadat kebudayaan flores
- Menjelaskan kesenian kebudayaan flores
- Menjelaskan sistem sistem kebudayaan flores

C. Tujuan
- Untuk mengetahui sejarah dari suku Flores
- Untuk mengetahui adat istiadat yang masih berlaku pada kebudayaan
flores
- Untuk mengetahui kesenian kebudayaan flores
- Untuk mengetahui sistem sistem kebudayaan flores

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Flores
Nama Pulau Flores mulanya berasal dari bahasa Portugis “Cabo de
Flores” yang berarti “Tanjung Bunga”. Nama ini semula diberikan
oleh S. M. Cabot untuk menyebut wilayah paling timur dari pulau
Flores. Nama ini kemudian dipakai secara resmi sejak tahun 1636 oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hendrik Brouwer. Nama Flores
yang sudah hidup hampir empat abad ini sesungguhnya tidak
mencerminkan kekayaan flora yang dikandung oleh pulau ini. Karena
itu, lewat sebuah studi yang cukup mendalam, Orinbao (1969)
mengungkapkan bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa yang
artinya Pulau Ular.
Dari sudut Antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena
mengandung berbagai makna filosofis, kultural dan ritual masyarakat
Flores.
Sejarah kependudukan masyarakat Flores menunjukkan bahwa
pulau ini di huni oleh berbagai kelompok etnis yang hidup dalam
komunitas-komunitas yang hampir eksklusif sifatnya. Masing-masing
etnis menempati wilayah tertentu lengkap dengan paranata sosial
budaya dan ideologi yang mengikat anggota masyarakat secara utuh
(Barlow, 1989; Taum, 1997b)
Heterogenitas penduduk Flores terlihat dalam sejarah asal-usul,
suku, bahasa, filsafat dan pandangan dunia.

4
Suku bangsa Flores dianggap merupakan percampuran etnis antara
Melayu, Melanesia, dan Portugis. Dikarenakan lokasi yang berdekatan
dengan Timor, yang pernah menjadi Koloni Portugis, maka interaksi

dengan kebudayaan Portugis pernah terjadi dalam kebudayaan


Flores, baik melalui Genetik, Agama, dan Budaya.

B. Adat Istiadat
1. Upacara Kelahiran
Kelahiran Pada masa kehamilan di Tetum, merupakan upacara
yang bertujuan agar si ibu tetap sehat dan tidak dianggap sebagai roh
jahat upacara ini disebut upacara Keti Kebas Metan(mengikat dengan
tali benang kitan). Pada peristiwa kelahiran, dukun beranak
memegang peranan penting pada peristiwa tersebut ada dua upcara
yang penting yaitu pengurusan ari-ari dan pemberian nama bayi.

2. Upacara Menjelang Dewasa


Upacara ini diadakan serangkaian peristiwa upacara yaitu cukuran
rambut pada masa remaja dan sunat bagi laki-laki dan potong gigi
untuk wanita yang biasa disebut Koa Ngll. Koa Ngll merupakan
upacara potong gigi massal untuk gadis memasuki usia remaja.
Upacara ini menandakan gadis-gadis yang telah mengikuti upacara ini
telah dewasa dan boleh dipinang untuk membangun rumah tangga.

3. Upacara Perkawinan
Di dalam adat pernikahan suku flores, terdapat 3 sistem pernikahan
yaitu:
Cangkang
Perkawinan antar suku atau perkawinan di luar suku. Dalam
perkawinan ini yang ditekankan adalah calon mempelai pria harus
memilliki status sosial yang tinggi untuk meminang pengantin
perempuannya.

Tungku
Perkawinan untuk mempertahankan hubungan Woe Nelu (kerabat).
Perkawinan antara anak laki-laki dari ibu, kawin dengan anak
perempuan dari saudara ibu atau om.
Cako
Perkawinan dalam suku sendiri. Perkawinan cako biasanya dapat
dilakukan pada lapisan ketiga atau lapisan keempat dalam daftar
silsilah keluarga.

Berikut ini kami sajikan beberapa upacara adat perkawinan dari


beberapa daerah antara lain :

 Wanita dan Perkawinan di Flores Timur.


Kehidupan wanita dalam adat istiadat Lamaholot sangat tinggi
nilainya. Wanita merupakan pusat kehidupan masyarakat karena
itu harus diperhatikan oleh yang mengelilinginya. Nilai seorang
wanita terdapat pada mas kawin yang dikonkritkan dalam
jumlah dan ukuran gading gajah yang sulit diperoleh.
 Wanita dan Adat Perkawinan di Sikka.
Urusan perkawinan antara pria dan wanita merupakan pertalian
yang tidak dapat dilepaskan. Hubungan yang menyatu itu
terlukis dalam ungkapan Ea Daa Ribang, Nopok, Tinu daa koli
tokar (Pertalian kekerabatan antara kedua belah pihak akan
berlangsung terus menerus dengan saling memberi dan
menerima sampai kepada turun-temurun. Norma-norma yang
mengatur perkawinan ini dalam bahasa hukum adat yang
disebut Naruk dua - moang dan kleteng latar yang tinggi nilai
budayanya.

 Perkawinan Adat Masyarakat Ngada.


Perkawinan di wilayah kabupaten Ngada berbentuk patriachat
(Nagekeo, Soa,dan Riung, sebagian masyarakat Ngada di
Todabelu). Perkawinan ini dilakuakan tanpa belis, seluruh biaya
perkawinan ditanggung oleh klen perempuan, pola pemukiman
pasca nikah pun dirumah wanita, karena yang akan mewarisi
harta kekayaan adalah klen wanita, apalagi kalau putri tunggal.
Perkawinan patriachat selalu didahului oleh peminangan bere
tere/nio manu/idiweti/ masuk minta. Masuk minta dilakukan
oleh klen laki-laki ditemani bibinya membawa tempat siri
pinang atau kepe oka. Acara ini biasanya dilakukan pada saat
pesta reba, puru witu. Jika hantaran kepe oka ditolak oleh klen
wanita artinya lamarannya ditolak. Seluruh rangkaian acara
pinangan disebut Beret ere oka pale, bheku mebhu tana tigi, idi
tua manu.
 Perkawinan Adat Masyarakat Manggarai.
Secara garis besar di Manggarai dikenal beberapa jenis
perkawinan antara lain:
1. Perkawinan antar pelapisan social tingkat atas, didasarkan
atas kesepakatan orang tua untuk melanjutkan kekuasaan.
Besarnya belis tidak merupakan lambang pembayaran wanita
tetapi penghargan kepada orang tua wanita yang telah
membesarkannya.
2. Perkawinan pelapisan menengah, biasanya diputuskan oleh
pemuda dan pemudi itu sendiri tanpa (kadang-kadang)
mengikuti sertakan orang tua dalam pemilihan jodoh.
3. Perkawinan tungku salang, perkawinan yang terjadi karena
memiliki hubungan darah misalnya anak laki-laki dari tante
dapat dinikahkan dengan anak perempuan dari om.
4. Perkawianan tungku kala, adalah jenis perkawinan yang
dilakukan tidak berdasarkan hubungan darah.
5. Perkawinan silih tikar ganti tikar, ialah jenis perkawinan
sororat dan levirat.

4. Upacara Kematian
Kematian adalah berpindahnya dari dunia ramai ke
kehidupan gaib. Untuk pesta kematian ini dikorbankan sajian
berpuluh-puluh ekor sapi, kerbau dan babi.
Rangkaian upacara meliputi beberapa tahap :
 Adat meratap, yaitu menangis dimuka mayat yang dilakukan
oleh wanita.
 Adat memakan mayat, yaitu memakan mayat selama beberapa
hari sebelum dikubur.
 Merawat mayat, yaitu sebelum dikubur mayat dimandikan
terlebih dahulu, kemudian diberi pakaian yang bagus atau
pakaian kebesaran.
 Upacara waktu penguburan, tempatnya didekat rumah, untuk
laki disebelah barat dan perempuan disebelah timur.
 Upacara setelah penguburan, malam harinya diadakan pesta
besar-besaran dengan membunyikan bunyi-bunyian dan tari-
tarian.
5. Religi
Keyakinan (religi) terhadap 'Yang Maha Tinggi' merupakan
unsur maha penting dalam berbagai kehidupan sehari-hari. Mulai
dari bercocok tanam (berladang) hingga perkawinan.
Kristianitas, khususnya Katolik, sudah dikenal penduduk
Pulau Flores sejak abad ke-16. Tahun 1556 Portugis tiba pertama
kali di Solor. Tahun 1561 Uskup Malaka mengirim empat
misionaris Dominikan untuk mendirikan misi permanen di sana.
Tahun 1566 Pastor Antonio da Cruz membangun sebuah benteng
di Solor dan sebuah Seminari di dekat kota Larantuka. Tahun 1577
saja sudah ada sekitar 50.000 orang Katolik di Flores (Pinto, 2000:
33-37). Kemudian tahun 1641 terjadi migrasi besar-besaran
penduduk Melayu Kristen ke Larantuka ketika Portugis
ditaklukkan Belanda di Malaka. Sejak itulah kebanyakan penduduk
Flores mulai mengenal kristianitas, dimulai dari Pulau Solor dan
Larantuka di Flores Timur kemudian menyebar ke seluruh daratan
Flores dan Timor. Dengan demikian, berbeda dari penduduk di
daerah-daerah lain di Indonesia, mayoritas masyarakat Pulau
Flores memeluk agama Katolik.
Meskipun kristianitas sudah dikenal sejak permulaan abad
ke-16, kehidupan keagamaan di Pulau Flores memiliki pelbagai
kekhasan. Bagaimanapun, hidup beragama di Flores –sebagaimana
juga di berbagai daerah lainnya di Nusantara (lihat Muskens,
1978)-- sangat diwarnai oleh unsur-unsur kultural yaitu pola tradisi
asli warisan nenek-moyang. Di samping itu, unsur-unsur historis,
yakni tradisi-tradisi luar yang masuk melalui para misionaris turut
berperan pula dalam kehidupan masyarakat. Kedua unsur ini diberi
bentuk oleh sistem kebudayaan Flores sehingga Vatter (1984: 38)
menilai di beberapa tempat di Flores ada semacam percampuran
yang aneh antara Kristianitas dan kekafiran.
Untuk dapat mengenal secara singkat gambaran agama-
agama di Flores, Tabel 1 mendeskripsikan 'wujud tertinggi' orang
Flores. Tabel itu menunjukkan bahwa orang Flores memiliki
kepercayaan tradisional pada Dewa Matahari-Bulan-Bumi.
Kepercayaan yang bersifat astral dan kosmologis ini berasal dari
pengalaman hidup mereka yang agraris, yang hidup dari kebaikan
langit (hujan) dan bumi (tanaman) (Fernandez, 1990). Lahan
pertanian yang cenderung tandus membuat orang Flores sungguh-
sungguh berharap pada penyelenggaraan Dewa Langit dan Dewi
Bumi.

Tabel 1 Wujud Tertinggi Orang Flores

NO KABUPATEN WUJUD MAKNA


TERTINGGI
1. Flores Timur Lera Wulan Tanah Matahari-Bulan-Bumi
Ekan
2. Lembata Matahari-Bulan-Bumi
Lera Wulan Tanah
3. Sikka Bumi-Matahari-Bulan
Ekan
4. Ende/Lio Bulan-Matahari-Bumi
Ina Niang Tana
5. Ngadha Wawa// Ama Lero Langit-Bumi
Wulang Reta
6. Manggarai Tanah di bawah,
Wula Leja Tana Watu langit di atas

Deva zeta-Nitu zale


Mori Kraeng,
bergelar: Tana wa
awang eta//Ine wa
ema eta

Selain itu, hampir semua etnis masyarakat Flores memiliki


tempat-tempat pemujaan tertentu, lengkap dengan altar
pemujaannya yang melambangkan hubungan antara alam manusia
dengan alam ilahi. Tabel 2 menunjukkan altar tempat upacara ritual
orang Flores.
Tabel 2 Altar/Tempat Pemujaan Orang Flores

NO KABUPATEN NAMA TEMPAT KETERANGAN

1. Flores Timur Nuba Nara [1] Menhir dan Dolmen

2. Lembata Nuba Nara Menhir dan Dolmen

3. Sikka Watu Make Menhir dan Dolmen

4. Ende/Lio Watu Boo Dolmen

5. Ngadha Vatu Leva - Vatu Menhir dan Dolmen


Meze
6. Manggarai Menhir
Compang – Lodok

Altar yang disebutkan dalam Tabel 2 di atas merupakan


tempat dilaksanakannya persembahan hewan korban dalam
upacara ritual formal, misalnya: upacara panen, pembabatan hutan,
pendirian rumah, perkawinan adat, dan sebagainya. Upacara ritual
itu sendiri menduduki posisi penting sebagai sarana pembentukan
kohesi sosial dan legitimasi status sosial. Ritual persembahan di
altar tradisional itu mempengaruhi berbagai struktur dan proses
sosial di Flores.
Sedangkan di masyarakat Ngada, ditemukan beberapa
menhir. Fungsi menhir ini sebagai petunjuk kubur dan pada batu
tersebut diabadikan nama – nama mereka yang menunjukkan
sekumpulan menhir yang berasosiasi dengan dolmen. Di samping
itu fungsi menhir juga digunakan sebagai tanda jumlah musuh yang
terbunuh dalam peperangan. Keberadaan bangunan-bangunan
pemujaan sangatlah terkait dengan kehidupan religi dan
kepercayaan masyarakat Ngada walaupun pada umumnya
masyarakat Ngada pada waktu sekarang sebagian besar memeluk
agama Katolik. Dengan masuknya ajaran Katolik yang membawa
pengaruh pada kehidupan religi mereka, terjadilah akulturasi
budaya tanpa meninggalkan dogmatis ajaran Katolik. Kepercayaan
terhadap gunung sebagai tempat suci dimana bersemayam arwah
nenek moyang, direfleksikan dengan adanya bangunan berundak,
tetapi pada saat ini adanya akulturasi budaya yang tercermin dari
arah hadap tanda salib pada kubur orang katolik yang
memperlihatkan kearah gunung.
C. Kesenian
1. Tarian
Tarian adat yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
sangat beragam, hal ini disebabkan karena jumlah suku yang
mendiami wilayah ini sangat beragam serta ditambah dengan wilayah
yang terdiri dari kepulauan.
- Tari Hopong
Asal tarian : Helong
Hopong adalah sebuah upacara tradisional masyarakat Helong
yang mengijinkan para petani untuk menuai atau panen di ladang
pertanian. Upacara Hopong adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh
para petani dalam bentuk doa bersama sebagai ungkapan rasa syukur
dan terima kasih kepada Tuhan dan nenek moyang.
Upacara Hopong dilakukan pada masa panen disuatu rumah yang
ditentukan bersama dan dihadiri oleh tua-tua adat serta lapisan
masyarakat. Tarian ini juga menggambarkan kehidupan bersama nilai
religius, gotong royong. Musik pengiring gendang, tambur, gong
- Tari Likurai
Asal tarian : Kabupaten Belu
Dalam masyarakat Belu tari Likurai merupakan tari yang
dibawakan oleh gadis-gadis/ibu-ibu untuk menyambut tamu-tamu
terhormat atau pahlawan yang pulang dari medan perang.
- Tari Leke
Asal tarian : Kabupaten Sikka
Tari ini mengambarkan pesta para masyarakat etnis Sikka Krowe
sebagai ungkapan syukur atas keberhasilan. Biasanya ditarikan pada
waktu malam hari yang diiringi musik gong waning dengan lantunan
syair-syair adat.
- Tari Poto Wolo
Asal tarian : Kabupaten Ende
Fungsi tari ini biasa digunakan untuk menjemput para tamu agung,
atau seorang kepala suku yang diangkat secara adat. Poto artinya
mengangkat atau menjunjung kebesarannya; Wolo artinya gunung
atau bukit.
- Wasa Wojorana
Asal tarian : Kabupaten Manggarai
Tarian ini biasanya dilaksanakan pada upacara adat menjelang padi
lading menguning.
Wasa Wojarana menggambarkan luapan rasa gembira , dengan
melihat bulir-bulir padi lading yang menjanjikan dan sebagi ungkapan
terima kasih kepada pencipta dan sekaligus memohon agar panen
tidak gagal akibat bencana alam dan ancaman hama. Tarian ini
ditampilkan ditampilkan dengan irama pelan dan cepat .
- Tari Togadu
Asal tarian : Kabupaten Ngada
Todagu menggambarkan keperkasaan pemuda Nage Keo dalam
berperang dan membangkitkan semangat patriotisme. Tarian ini
diiringi oleh bambu dan tambur.
- Tari Hedung Buhu Lelu
Asal tarian : Kabupaten Lembata
Suatu kegiatan kekerabatan penghalusan kapas yang telah
dipisahkan dari bijinya. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh
perempuan, baik itu ibu-ibu maupun gadis-gadis dan aktivitas ini
merupakan suatu kerajinan rumah tangga.
- Tarian Sagoalu
Tarian sagoalu merupakan tarian yang biasa ditarikan tarikan untuk
bersukur atas hasil panen.
- Tarian Ja'I
Tarian Ja'I merupakan tarian perang, tarian ini dilakukan setelah
menyelesaikan peperangan.tarian ini berasal dari daerah Ngada.
- Tari Perang
Tarian perang ialah tarian yang menunjukkan sifat-sifat perkotaan
dan kepedulian mempermainkan senjata.
- Tari Garong Lameng
Sebuah tarian yang dipertunjukan pada upacara Khitanan.
- Tari Cerana
Tari Cerana merupakan tarian upacara penyambutan tamu dengan
membawa tempat sirih.
- Tarian Topeng Bobu
Tarian Bobu adalah salah satu dari sedikit tarian adat Sikka yang
para penarinya mengenakan topeng wajah yang memperlihatkan aneka
ekspresi. Pada awalnya Tarian Bobu ditari sebagai tarian perang, yang
ditarikan untuk menggelorakan semangat tempur para prajurit dan
ketika menyambut para pahlawan sekembali dari medan laga.
Dalam perkembangannya kemudian, Tari Bobu mendapatkan
pengaruh dari budaya bangsa Portugis. Saat ini, Tarian Bobu dianggap
khas dari Desa Sikka dan kerap ditampilkan untuk menyambut tamu.
- Tari Higimitan
Sebuah tari yang menggambarkan rasa kasih sayang antara dua
ikatan pria dan wanita.
- Tari Kataga
Tari Kataga merupakan tarian bagian dari upacara ritus, yaitu
upacara penyambutan terhadap arwah nenek moyang.
- Tarian di Daerah Ende
Seni tari yaitu mengekspresikan rasa lewat tatanan gerak dalam
irama musikdan lagu. Dilihat dari tata gerak dan bentukya, tarian Ende
Lio dapat dibagikan beberapa jenis diantaranya yaitu :
Toja ialah kelompok Penari menarikan sebuah tarian yang telah
ditatar dalam bentuk ragam dan irama musik / lagu untuk suatu
penampilan yang resmi
Wanda ialah Penari dengan gayanya masing-masing, menari
mengikuti irama musik / lagu dalm suatu kelompok atau perorangan.
Wedho ialah Menari dengan gaya bebas dengan mengandalkan gerak
kaki seakan -akan melompat sedangkan Woge merupakan Gerak tari
dengan mengandalkan kelincahan kaki dengan penuh energi dan
dinamis , dilengkapi dengan sarana mbaku dan sau atau perisai dan
pedang /parang.
Gawi ialah Gerak tari dengan menyentakkan kaki pada tanah. Untuk
istilah Toja dan Wanda sebenarnya sama arti yaitu menari, hanya cara
dan fungsinya berbeda dan kata wanda unuk suku Lio berari Toja.

2. Pakaian Adat Suku Flores


 Witihama (Witihama Kab. Flores Timur,NTT)
Pria menggunakan Nowing dan selendang. Wanita
menggunakan. Kwatek dan selendang.
Aksesoris dengan ronggot (bulu ayam) , sue, kalbala, sidok,
anting,gelang. Properti dengan
pedang.
 Solor Selatan (Solor, Kab. Flores Timur,NTT)
Pria menggunakan Nowing. Wanita menggunakan Kwatek.
Aksesoris dengan kenobo. Properti
dengan beletu,wayak.
 Solor Timur (Solor Kab.Flores Timur,NTT)
Pria menggunakan nowing. Wanita menggunakan kwatek dan
selendang. Aksesoris menggunakan nite dan kalabala. Properti
dengan kenube,gala.
 Solor Barat(Solor Barat,Kab.Flores Timur, NTT)
Pria menggunakan senai dan selendang. Wanita menggunakan
kwatek, temodol, dan selendang.
Properti dengan wayak.
 Adonara Timur (Adonara Timur, Kab.Flores Timur,NTT)
Pria menggunakan senai. Wanita menggunakan kwatek.
Asesoris menggunakan pastipo, kemobo,
kalabale, nile. Properti dengan pedang, gala, dopi,
rakakleya,wayak,tenure.
 Ile boleng (Boleng, Kab.Flores Timur, NTT)
Pria menggunakan senai dengan met. Wanita menggunakan
kwatek,tenapi, dan selendang.
Asesoris menggunakan kenobo,kalabale,nile. Properti dengan
pedang, gala, dopi, rekakleya,
wayak, tenure.
 Tanjung Bunga (Tanjung Bunga,Kab.Flores Timur, NTT)
Pria menggunakan senoi dan baju senuji. Wanita menggunakan
kwatek, baju senuji. Aksesoris
menggunakan met, topi, bulu ayam, kalabala,nile. Properti
dengan keris.
3. Alat Tradisional
1. FOY DOA
Kabupaten Ngada Flores yang beribukota Bajawa
mempunyai banyak ragam kesenian daerah. antara lain musik
Foy Doa. Seberapa lama usia musik Foy Doa tidaklah diketahui
dengan pasti karena tidak ada peninggalan- peninggalan yang
dapat dipakai untuk mengukurnya.
Foy Doa berarti suling berganda yang terbuat dari
buluh/bamabu keil yang bergandeng dua atau lebih. Mungkin
musik ini biasanya digunakan oleh para muda-mudi dalam
permainan rakyat di malam hari dengan membentuk lingkaran.
2. FOY PAY
Alat musik tiup dari bambu ini dahulunya berfungsi untuk
mengiringi lagu-lagu tandak seperti halnya musik Foy Doa.
Dalam perkembangannya waditra ini selalu berpasangan dengan
musik Foy Doa. Nada-nada yang diproduksi oleh Foy Pai : do,
re, mi, fa, sol.
3. NUREN
Alat musik ini terdapat di Solor Barat. Orang Talibura di
Sikka Timur menyebut alat musik ini dengan nama Sason,
apabula disebut seara puitis menjadi Sason Nuren. Secara
etimologi Sason berarti jantan, dan Nuren berarti perempuan.
Sason Nuren merupakan dua buha suling yang dimainkan oleh
seorang sendirian, merupakan sebutan keramat, sakral,
kesayangan, alat hiburan.
4. SUNDING TONGKENG
Nama alat musik tiup ini berhubungan dengan bentuk serta
ara memainkannya, yaitu seruas bambu atau buluh yang
panjangnya kira-kira 30 cm. Buku salah satu ujung jari dari ruas
bambu dibiarkan. Lubang suara berjumlah 6 buah dan bmbu
berbuku. Sebagian lubang peniutp dililitkan searik daun tala.
Cara memainkan alat musik ini seperti memainkan flute.
Karena posisi meniup yang tegak itu orang Manggarai
menyebutnya Tongkeng, sedangkan sunding adalah suling.,
sehingga alat musik ini disebut dengan nama Sunding
Tongkeng.
Alat musik ini bisanya digunakan pada waktu malam hari
sewaktu menjaga babi hutan di kebun. Memainkan alat musik
ini tidak ada pantsngan, keuali lagu memanggil roh halus yaitu
Ratu Dita
5. PRERE
Alat bunyi-bunyian dari Manggarai ini terbuat dari seruas
bamboo keil sekeil pensil yang panjangnya kira-kira 15 cm.
Buku ruas bagian bawah dibiarkan tertutup, tetapi bagian
atasnya dipotong untuk tempat meniup. Buku ruaw bagian
bawah dibelah untuk menyaluirkan udara tiupan mulut dari
tabung bambu bagian atas, sekaligus bagian belahan bambu itu
untuk melilit daun pandan sehingga menyerupai orong terompet
yang berfungsi memperbesar suaranya.
6. SULING BAMBU
Umumnya seluruh kabupaten yang ada di NTT memiliki
instrument suling bambu. Kalau di Kabupaten Belu terdapat
orkes suling dengan jumlah pemain ( 40 orang. Orkes suling ini
terdiri dari suling pembawa melodi (suling keil), dan suling
pengiring yang berbentuk silinder yaitu, suling alto, tenor, dan
bass.
Suling pengiring ini terdiri dari 2 bambu yang berbentuk
silinder yaitu, bambu peniup berukuran keil dan bambu
pengatur nada berbentuk besar. Suling melodi bernada 1 oktaf
lebih, suling pengiring bernada 2 oktaf.
7. GAMBUS
Alat musik diperkirakan masuk ke Flores Timur sejak
masuknya agama Islam sekitar abad 15. Alat musik ini terbuat
dari kayu, kulit hewan, senar, dan paku halus. Alat musik petik
ini merupakan instrumen berdawai ganda yaitu, setiap nada
berdawai dua/double snar. Dawai pertama bernada do, dawai
kedua bernada sol. Dan dawai ketiga bernada re, atau dawai
pertama bernada sol, dawai kedua bernada re, dan dawai ketiga
bernada la. Fungsi alat musik ini untuk mengiringi lagu-lagu
padang pasir.
8. SOWITO
Alat musik pukul dari bambu dari Kabupaten Ngada. Seruas
bamboo yang dicungkil kulitnya berukuran 2 cm yang
kemudian diganjal dengan batangan kayu kecil. Cungkilan kulit
bambu ini berfungsi sebagai dawai.
Cara memainkan dipukul dengan sebatang kayu sebesar jari
tangan yang panjangnya kurang dari 30 cm. Sertiap ruas bambu
menghasilkn satu nada. Untuk keperluan penggiringan, alat
musik ini dibuat beberapa buah sesuai kebutuhan.
9. REBA
Alat musik ini berdawai tunggal ini, terbuat dari tempurung
kelapa/labu hutan sebagai wadah resonansi yang ditutupi
dengan kulit kambing yang ditengahnya telah dilubangi.
Dawainya terbuat dari benang tenun asli yang telah digosok
dengan lilin lebah.
Penggeseknya terbuat dari sebilah bambu yang telah diikat
dengan benang tenun yang juga telah digosok dengan lilin
lebah.
10.THOBO
Alat musik tumbuk dari bamboo ini berasal Kabupaten
Ngada. Seruas Bambu betung yang buku bagian bawahnya
dibiarkan, sedangkan bagian atasnya dilubangi. Ara
memainkannya ditumbuk ke lantai atau tanah (seperti
menumbuk padi). Alat musik ini berfungsi sebagai bass dalam
mengiringi musik Foy doa.

D. Sistem Kekerabatan
Klen (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar.
Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan
kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klen adalah
sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama
umumnya terjadi pada masyarakat unilateral.Pada Masyarakat Flores
menganut klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) di mana
klennya disebut Fam antara lain : Fernandes, Wangge, Da Costa,
Leimena, Kleden, De- Rosari, Paeira.
Kelompok kekerabatan di Manggarai yang paling kecil dan yang
berfungsi paling intensif sebagai kesatuan dalam kehidupan sehari-
sehari di dalam rumah tangga atau di ladang dan kebun, adalah
keluarga luas yang virilokal (kilo). Pada orang Ngada suatu keluarga
luas virilokal serupa itu disebut sipopali
Sejumlah kilo biasanya merasakan diri terikat secara patrilineal
sebagai keturunan dari seorang nenek moyang kira-kira lima sampai
enam generasi ke atas. Suatu klen kecil atau minimal lineage memiliki
beberapa nama lain, diManggarai disebut panga dan di Ngada disebut
ilibhou.
Warga suatu panga atau ilibou tidak selau terikat oleh hubungan
kekerabatan yang nyata. Hal itu karena sering sekali ada panga-panga
atau ilibhou-ilibhou yang menjadi kecil, akibat kematian,
manggabungkan diri dengan panga atau ilibhou yang lain. Suatu
panga atau ilibhou dulu merupakan kesatuan dalam hal melakukan
upacara-upacara berkabung atau upacara pembakaran mayat nenek
moyang, atau upacara mendirikan batu tiang penghormatan roh nenek
moyang. Sekarang kesatuan kekerabatan itu hampir tidak berfungsi
lagi, kecuali sebagai pemberi nama kepada warga-warganya.
Panga dan ilibhou menjadi bagian dari klen-klen yang lebih besar,
ialah wa’u di Manggarai dan woe di Ngada. Dulu wa’u an woe
membanggakan diri akan adanya suatu complex unsur-unsur adat
istiadat dan sistem upacara yang khas, yang saling pantang bagi yang
lain, sedangkan banyak diantara wa’u-wa’u atau woe-woe yang
terkenal ada yang memiliki lambang binatang atau totem yang mereka
junjung tinggi. Sekarang sebagian besar dari unsur-unsur adat istiadat,
upacara-upacara dan lambang-lambang totem yang khusus itu sudah
hilang atau dilupakan
Masyarakat Ngada terdiri dari empat kesatuan adat (kelompok
etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan yang berbeda.
Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung,
(4) Soa. Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri
kekerabatannya dengan mendukung semacam tanda kesatuan
mereka. Arti keluarga kekerabatan dalam masyarakat Ngada
umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti Sao maka
keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu (satu Peo, satu
Ngadhu, dan Bagha).
Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu. Contoh
setiap anggota kekerabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat
kepada kepala suku, terutama atas tanah. Setiap masyarakat
pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah adat) dengan
seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu.
Suku Ngadha mengenal beberapa kelompok kekerabatan dari
yang terkecil berupa keluarga inti sampai pada kelompok klen besar.
Pembagian kelas pada struktur masyarakatnya hampir sama
sebagaimana masyarakat lain di tanah air. Penggolongan suku
Ngadha berdasarkan keluarga batih ( primary family ) yang terdiri
dari ayah,ibu, anak-anak yang belum menikah disebut dengan sa"o.
Beberapa keluarga inti membentuk keluarga gabungan yang
disebut sippopali. Sippopali (kesatuan keluarga) terdiri dari satu
rumah pokok (sao puu) dan didampingi oleh rumah cabang (sao
dhoro) yang berasal dari rumah pokok. Dikarenakan keterkaitan
dengan sistem kekerabatan patrilineal, beberapa sippopali
membentuk klen kecil (illibhou) dari klen besar yang dipimpin oleh
seorang pemimpin dengan status ulu woe.
Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya
pada mula dari keluarga batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana
(anak-anak) kemudian diperluas sesudah menikah maka anak laki-laki
tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk. Rumah
sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun
rumbia maupun alang-alang.
Pada masyarakat manggarai, pembentukan keluarga batih terdiri
dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan
Cak Kilo membentuk klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga
dan klen besar Wau.
Beberapa istilah yang dikenal dalam sistem kekerabatan Manggarai
antara lain Wae Tua (turunan dari kakak), Wae Koe (turunan dari
adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina (turunan
keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang
(saudara perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua
(kakak dari bapak), Ende Koe (adik dari mama), Ende Tua (kakak dari
mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase (adik), Nana
(saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).

E. Sistem Kemasyarakatan
Dalam masyarakat sub-sub-suku-bangsa di Flores yang kuno ada
suatu sistem stratifikasi sosial kuno, yang terdiri dari tiga lapisan.
Dasar dari pelapisan-itu adalah keturunan dari klen-klen yang
dianggap mempunyai sifat keaslian atau sifat senioritet. Biasanya ada
tiga lapisan sosial. Pada orang Manggarai misalnya terdapat tiga
lapisan diantaranya :
1. Lapisan orang kraeng,
2. Lapisan orang ata lehe
3. Lapisan orang budak
Pada orang Ngada misalnya terdapat tiga lapisan juga seperti :
1. Lapisan orang gae meze
2. Lapisan orang gae kiss
3. Lapisan orang budak (azi ana)
Lapisan kraeng. raerij. dan gae meze, adalah lapisan orang
bangsawan yang secara khusus terbagi-bagi dalarn beberapa sub-
lapisan, tergantung kepada sifat keaslian dari klen-klen tertentu, yang
dianggap secara historis atau menurut dongeng-dongeng rnitologi,
telah menduduki suatu daerah yang tertentu lebih dahulu dari klen-
klen yang lain. Demikian juga warga dari klen-klen . yang berkuasa
dalam dalu-dalu atau glaring-glarang pada orang Manggarai,
termasuk lapisan kraeng.
Lapisan ata leke dan gae kiss adalah lapisan orang biasa, yang
bukan keturunan klen-klen senior. Orang ata leke biasanya bekerja
sebagai petani, tukang-tukang atau pedagang,,walau banyak dari orang
bangsawan ada juga yang dalam kehidupan sehari-hari juga hanya
menjadi petani saja.
Lapisan budak yang pada zaman sekarang tentu sudah tidak ada
lagi. Akan tetapi pada zaman dahulu para budak diambil dari berbagai
tempat dan melalui berbagai proses. Dalam hal ini proses tersebut
antara lain :
1. Orang-orang yang ditangkqp dalam peperangan, baik dari sub-
suku-bangsa sendiri, maupun dari suku bangsa lain atau pulau lain
2. Orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu ampu
mem bayar kembali hutang mereka
3. Akhirnya orang-orang yang dijatuhi hukuman untuk menjadi
budak, karena pelanggaran adat.
Secara lahir perbedaan antara gaya hidup dari warga lapisan-
lapisan sosial itu tidak ada, tetapi dalam sopan santun pergaulan antara
mereka ada perbedaan, sedangkan para bangsawanpun mempunyai
hak-hak tertentu dalam upacara-upacara adat.
Berbagai persoalan yang terjadi juga dapat diselesaikan dengan
cara adat ataupun kebiasaan di tiap-tiap suku. Sebagai contoh, kita
dapat mengambil tata cara orang Manggarai dalam menyelesaikan
masalahnya melalui suatu wadah bernama Mbaru Gendang. Mbaru
Gendang (rumah adat Manggarai) pada dasarnya merupakan simbol
dari keselarasan hidup masyarakat setempat. Ia menjadi inspirasi bagi
terciptanya tatanan sosial yang merepresentasikan nilai kekerabatan
sosial antara berbagai suku yang ada dalam masyarakat Manggarai. Ia
pun berfungsi sebagai lambang keterbukaan masyarakat setempat
terhadap kehadiran orang atau suku lain. Sebagai contoh, tersedia
sebuah upacara penerimaan terhadap warga luar yang menjadi warga
masuk kampung/dusun melalui ritual perkawinan. Mbaru Gendang
memiliki ruangan luas di mana tinggal beberapa keluarga yang dibagi
dalam biliknya masing-masing, namun hanya memiliki satu dapur
bersama. Mbaru Gendang hampir bisa ditemukan di setiap desa
masyarakat Manggarai. Segala permasalahan yang ada dalam
masyarakat kampung itu selalu dibicarakan dan diselesaikan di Mbaru
Gendang ini dengan melibatkan Tua Golo (ketua adat untuk seluruh
warga dusun). Dengan demikian Mbaru Gendang menjadi legitimasi
moral dan sosial bagi masyarakat Manggarai yang bersifat komunal,
terbuka, dan transparan.
Pada masa sekarang pendidikan sekolah telah menyebabkan
timbulnya suatu lapisan sosial baru, yang terdiri dari orang-orang
pegawai, guru, atau pendeta. Sedangkan akhir-akhir ini terdapat juga
putra Flores dengan pendidikan universitas yang tergolong dari
lapisan sosial yang baru itu. Di sini prinsip-prinsip stratifikasi sosial
yang bersifat nasional mulai mempengaruhi stratifikasi sosial di
daerah.
Melihat dampak tersebut, mungkin saja perubahan mampu
memecahkan masalah yang terjadi. Karena, walau bagaimanapun juga,
pendidikan zaman dahulu dengan sekarang memilki perbedaan.
Apabila kita meninjau pola pendidikan zaman sekarang, tentu saja erat
kaitannya dengan perkembangan zaman sekarang. Wajar saja apabila
timbullah suatu lapisan masyarakat yang seolah-olah memberi
gebrakan baru dalam suatu generasi untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Mereka mungkin menganggap pola-pola
pendidikan dan kebiasaan-kebiasaan yang terkandung dalam adat turut
menjadi penghambat bagi perkembangan kualitas hidup mereka dan
tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Kita selaku pengamat
bukanlah sebagai pendukung atau penentang bagi suatu perubahan.
Akan tetapi, hendaknya menjadi penengah diantara keduanya agar
nilai-nilai yang terkandung tersebut mampu dijadikan suatu inovasi
dan tentu saja menjadi solusi terbaik. Jadi, perubahan suatu kebiasaan
juga tidak ada ruginya apabila perubahan tersebut tetap mampu
menyimpan dalam-dalam nilai-nilai dari suatu kebiasaan adat masa
lalu sekalipun bentuk-bentuk fakta ataupun objeknya sosialnya sudah
mengalami perubahan

F. Sistem Kepercayaan
Masyrakat Flores sudah menganut beberapa ajaran agama modern, seperti
Islam, Kristen dan lain sebagainya. Namun masih terdapat tradisi unsur
pemujaan terhadap leluhur. Salah satunya adalah tradisi megalitik di beberapa
sub etnis Flores. Misalnya, tradisi mendirikan dan memelihara bangunan-
bangunan pemujaan bagi arwah leluhur sebagai wujud penghormatan (kultus)
terhadap para leluhur dan arwahnya berawal sejak sekitar 2500 - 3000 tahun
lalu dan sebagian diantaranya masih berlangsung sampai sekarang.

Dampak pendirian monumen-monumen tradisi megalitik itu begitu luas


mencakup aspek simbolisme, pandangan terhadap kosmos (jagat raya), asal
mula kejadian manusia, binatang dan sebagainya. Upacara doa dan mantra, serta
berbagai media untuk mengekspresikan simbol-simbol secara fisik dalam
kebersamaan. Tradisi megalitik yang berkembang di Pulau Flores awal
pemunculannya, tampak pada sisa-sisa peninggalan seperti rancang rumah adat
dan monumen-monumen pemujaan terhadap arwah leluhur, termasuk seni
ragam hiasnya.
Selain itu, tampak juga pada upacara pemujaan termasuk prosesi doa
mantra, pakaian, pelaku seni, seni suara dan tari serta perlengkapan-
perlengkapan upacara (ubarampe) dan sebagainya.Tradisi megalitik pun tampak
pada tata ruang, fungsi, konstruksi sertastruktur bangunan. Tak ketinggalan
pada upacara siklus hidup mulai dari lahir, inisiasi, perkawinan dan pola
menetap setelah perkawinan dan kematian, penguburan serta perkabungan.
Sudah tentu juga berkaitan dengan upacara untuk mencari mata pencarian,
seperti pembukaan lahan, penebaran benih, panen, berburuan, pengolahanlogam
dan sebagainya, serta pembuatan benda-bendagerabah, tenun dan senjata.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Budaya Flores yang beraneka ragam menuntut semua pihak untuk
ikut serta dalam usaha pengembangan dan pelestarian budaya Flores.
Dalam hal ini, masyarakat Flores sendirilah yang diharapkan memberikan
sumbangan yang paling besar terhadap upaya pengembangan dan
pelestarian budayanya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
masyarakat Flores yang seharusnya paling tahu dan paham terhadap
budayanya.

B. Saran
Setelah mengetahui kebudayaan suku flores semoga pembaca dapat
memahami apa yang dipaparkan dalam makalah ini. Kebudayaan flores
sangatlah kental dengan tradisi keagamaanya. Demikian makalah yang
saya sajikan, semoga bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi
kita semua. Saya mohon maaf atas kekurangan yang ada dalam makalah
ini. Saya menyadari dalam makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif.Semoga
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diperlukan dalam rangka perbaikan.
Daftar Pustaka

http://maxroph.blogspot.co.id/2008/08/kebudayaan-flores.html

http://www.academia.edu/10007303/BUDAYA_FLORES

http://rifkiandriantono.blogspot.co.id/2015/08/makalah-tentang-7-unsur-
kebudayaan-suku.html

https://thatsmekrs.wordpress.com/2010/06/17/masyarakat-flores/

http://maxroph.blogspot.co.id/2008/08/kebudayaan-flores.html

piusadryanusclaudioora.blogspot.co.id/2015/02/coret2an-ini-terdiri-atas-4-
bagian-1.html

http://ikimystyle16.blogspot.co.id/2016/10/pakaian-adat-flores.html

Anda mungkin juga menyukai