Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BAHASA JEPANG

UPACARA PERNIKAHAN DI JEPANG

OLEH :

1. Ni Nyoman Dina Paramita (18)


2. Ni Nyoman Seri Wahyuni (19)
3. Ni Made Yuski Parwati (17)

SMA NEGERI 1 PENEBEL


TAHUN AJARAN
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul“Pernikahan Di Jepang”.

Dengan kehadiran makalah ini mudah-mudahan dapat membantu dalam proses belajar mengajar
dan bermakna bagi kita semuanya. Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada Sensei Galuh selaku guru
pembimbing mata pelajaran Bhs. Jepang kls XII IPA 2. Serta kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk pembuatan makalah kami ini.

Penebel, 10 februari 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Di Indonesia sendiri kita ketahui bahwa negara kita memiliki banyak pulau dan tradisi masing-masing.
Begitu juga dengan negara-negara lainnya. Salah satu yang akan dibahas yaitu tentang adat
pernikahannya. Tentang bagaimana dan apa saja yang dibutuhkan dalam pernikahannya sesuai adat
negara. Dalam makalah ini kami memilih negara jepang sebagai objek kami dikarenakan negara Jepang
adalah salah satu negara yang melestarikan budayanya seiring dengan perkembangan jaman. Di Jepang
sendiri yang sudah maju akan teknologinya yang canggih, masih tertanam tradisi-tradisi luhur yang sudah
lama sekali mereka jalani. Berawal dari ketertarikan inilah kami membahas tentang adat budaya
pernikahan di Jepang.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaiman perayaan pernikahan di Jepang

2. Bagaimana tata cara pernikahan adat di negara Jepang

3. Bagaiman tata cara pernikahan modern di jepang

4. Hal yang Perlu Diperhatikan Apabila Menerima Undangan Pernikahan di Jepang

C. Tujuan Penulisan

Untuk memberikan penjelasan mengenai adat pernikaan negara lain.


BAB II

ADAT PERNIKAHAN DI JEPANG

TRADISIONAL DAN MODERN

 Cara Perayaan Pernikahan di Jepang

Perayaan pernikahan di Jepang biasanya diadakan pada musim semi dan musim gugur, karena pada
saat musim semi dan musim gugur dianggap sebagai hari baik untuk melangsungkan upacara pernikahan.
Masyarakat Jepang masih percaya dengan kalender Jepang yang menerangkan hari baik dan buruk. Ada
dua cara perayaan pernikahan di Jepang, yaitu dengan cara tradisional (upacara Shinto / shinzen kekkon
shiki) dan dengan cara modern (pernikahan ala Barat / kirisuto-kyou shiki).

 Tata Cara Pernikahan Tradisional di Jepang

Pernikahan tardisional Jepang dilangsungkan di Kuil dengan sistem Budha atau biasa dikenal dengan
pernikahan Shinto. Dalam adat ini, pasangan pengantin memakai pakaian tradisional kimono. Pengantin
perempuan memakai kimono tradisional pernikahan (shiromuku/kimono putih), sedangkan pengantin
laki-laki memakai montsuki haori hakama (kimono resmi dengan hakama).

Pengantin perempuan biasanya akan diminta memilih antara dua topi pernikahan tradisional. Satu
adalah penutup kepala pernikahan berwarna putih yang disebut tsunokakushi (penutup dahi) yang
bermakna “menyembunyikan tanduk”. Tutup kepala ini dipenuhi dengan ornamen rambut kanzashi di
bagian atasnya dan mempelai perempuan mengenakannya sebagai tudung untuk menyembunyikan
“tanduk kecemburuan”, kekakuan dan egoisme dari ibu mertua yang sekarang akan menjadi kepala
keluarga.
Penutup kepala yang ditempelkan pada kimono putih pengantin perempuan, juga melambangkan
ketetapan hatinya untuk menjadi istri yang patuh dan lembut dan kesediannya untuk melaksanakan
perannya dengan kesabaran dan ketenangan.

Hiasan kepala tradisional lain yang dapat dipilih pengantin perempuan adalah wataboushi (tudung
pengantin). Jika menggunakan wataboushi, wajah pengantin perempuan benar-benar tersembunyi dari
siapapun kecuali pengantin pria. Hal ini menunjukkan kesopanan, yang sekaligus mencerminkan kualitas
kebijakan yang paling dihargai dalam pribadi perempuan.

Ibu sang pengantin perempuan menyerahkan anak perempuannya dengan menurunkan tudung sang
anak dan ayah dari pengantin perempuan mengikuti tradisi berjalan mengiringi anak perempuannya
menuju altar seperti yang dilakukan para ayah dalam pernikahan ala Barat.

Biasanya sebelum upacara dilaksanakan, sang pengantin wanita "diwarnai" dengan bedak putih dari
ujung kepala hingga ujung kaki sebagai simbol bahwa sang pengantin masih suci dihadapan para dewa.

Pernikahan Shinto bersifat sangat pribadi hanya dihadiri anggota keluarga dan kerabat dekat dan
pernikahan dipimpin oleh pendeta shinto.

Di awal upacara pernikahan, pasangan disucikan oleh pendeta Shinto. Kemudian pasangan
mengikuti sebuah ritual yang dinamakan san-sankudo. Selama ritual ini, pengantin perempuan dan laki-
laki bergiliran menghirup sake, masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga cangkir yang
disediakan. Saat pengantin perempuan dan laki-laki mengucap janji, keluarga mereka saling berhadapan
(umumnya kedua pengantin yang saling berhadapan). Setelah itu, anggota keluarga dan kerabat dekat dari
kedua pengantin saling bergantian meminum sake dan hal tersebut menandakan persatuan atau ikatan
melalui pernikahan.

Upacara ditutup dengan mengeluarkan sesaji berupa ranting Sakaki (pohon suci dalam agama
Shinto) yang ditujukan kepada Dewa Shinto. Tujuan dari ritual Shinto adalah untuk mengusir roh-roh
jahat dengan cara pembersihan, doa, dan persembahan kepada Dewa.

Prosesi dalam pernikahan Shinto ini berlangsung sangat singkat dan sederhana tetapi berjalan dengan
sangat khidmat. Prosesi tersebut memiliki makna untuk memperkuat janji pernikahan dan mengikat
pernikahan fisik kedua mempelai secara rohani.

Di akhir resepsi pernikahan, tandamata atau hikidemono seperti permen, peralatan makan, atau
pernak-pernik pernikahan, diletakkan dalam sebuah tas dan diberikan kepada para tamu untuk dibawa
pulang.

Selain itu juga ada tradisi setelah perkawinan dimana mereka minum-minuman yang dikenal sake
yang dituangkan oleh dua orang gadis ke dalam susunan tiga gelas satu diatas yang lainnya. Pengantin
laki-laki dan perempuan ini bergiliran yang mengindikasikan mereka membagi suka dan duka. Dan
setelah gelas ketiga, perantara mengumumkan bahwa mereka telah menikah sebagaimana mestinya pada
akhir perjamuan para laki-laki.
 Tata Cara Pernikahan Modern di Jepang

Pernikahan modern Jepang biasanya dilangsungkan di Gereja dengan sistem agama Kristen
walaupun ke dua pengantin tidak beragama Kristen. Pernikahan ini juga tetap dipimpin oleh seorang
pendeta. Dalam pernikahan modern, pasangan pengantin biasanya menggunakan baju / gaun pengantin
berwarna putih. Selain itu, ada juga upacara pemotongan kue, pertukaran cincin, dan prosesi-prosesi yang
ada di dalam pernikahan Barat.

 Hal yang Perlu Diperhatikan Apabila Menerima Undangan Pernikahan di Jepang

Di Jepang apabila menerima sebuah surat undangan pernikahan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:

1. Menjawab Undangan Pernikahan

Setelah undangan diterima, diharuskan segera membalas isi undangan tersebut, dengan
mengirimkan kartu pos apakah dapat hadir atau tidak.

Jika Tidak Dapat Hadir

a. Dalam kartu pos dituliskan ucapan selamat & alasan tidak bisa hadir.

b. Mengirimkan hadiah tanda ikut bergembira. Tetapi ada beberapa barang yang tidak bisa
diberikan karena dipercaya orang jepang dapat merusak kehidupan rumah tangganya yaitu :

- Pisau, gunting, dan barang-barang yang dapat memutuskan sesuatu, karena khawatir
akan memutuskan ikatan pernikahan.

- Barang pecah belah sepeti gelas kaca, keramik, karena khawatir akan memecah

belah kerukunan berumah tangga.

Jika Dapat Hadir

a. Dalam kartu pos dituliskan ucapan selamat & terima kasih atas undangan tersebut.
2. Pakaian Yang Digunakan

Pakaian yang digunakan, untuk pria stelan berwarna hitam, untuk wanita gaun, kimono, atau
pakaian daerah lainnya.

3. Mempersiapkan Hadiah Pernikahan Berupa Uang

Mempersiapkan uang yang disebut “Goshuugi” (hadiah ucapan selamat) yang dimasukan ke
dalam amplop khusus yang disebut “Shuugibukuro” (amplop yang berisi ucapan selamat) dan di
depannya bertuliskan nama pemberi uang. Kira-kira uang yang diberikannya adalah 20 ribu-30 ribu yen
jika yang menikah adalah teman kantor. Goshuugi diberikan kepada resepsionis yang berada di meja
penerima tamu.

4. Sambutan & Pembawa Acara (MC)

Jika diminta untuk memberikan sambutan atau sebagai pembawa acara, ada beberapa kata yang
tidak boleh diucapkan, yaitu:

Wakareru (berpisah), owaru (berakhir), hanareru (berjauhan), kiru (memotong) karena


dikhawatirkan hal tersebut akan terjadi dalam rumah tangga.

Misalnya:

- Ucapan penutup acara pernikahan

(X) Hiroen o owari ni shimasu (Kita akhiri upacara ini) diganti menjadi

(O) Hiroen o ohiraki ni shimasu (Kita tutup upacara ini).

- Ucapan ketika mempersilakan memotong kue

(X) Wedingu keeki o kiru ( silakan memotong kue) diganti menjadi


(O) Wedingu keeki ni naifu o ireru (silakan memasukan pisau ke kue pernikahan).

5. Pesta Lanjutan (Nijikai)

Setelah upacara pernikahan selesai, beberapa kerabat atau sahabat dekat akan diundang ke pesta
lanjutan yang disebut “Nijikai” (pesta resepsi).

6. Ucapan Perpisahan

Setelah upacara/ pesta pernikahan selesai, kemudian berpamitan pada pengantin dengan
mengucapkan salam perpisahan.

Walaupun ada beberapa cara untuk merayakan pernikahan di Jepang, tetapi kebanyakan
pasangan mengikuti ritual tradisi Shinto. Shinto (cara-cara Dewa) adalah kepercayaan tradisional
masyarakat Jepang dan merupakan agama yang paling populer di Jepang selain agama Budha. Hal
tersebut juga membuktikan bahwa kebanyakan masyarakat Jepang tidak meninggalkan kebudayaan
tradisional mereka.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara Jepang itu memiliki keunikan dalam pernikahan adatnya. Bahkan dari baju, tat arias
sampai kata-kata yang harus di ucapkan pun memiiki adat dan tata caranya.

B. Saran

1)hendaknya kita juga melestarikan budaya kita .

2) Budaya masing-masing daerah memiliki perbedaan. Sehingga akan terciptanya suatu wilayah satu
kesatuan Indonesia yang utuh

DAFTAR PUSTAKA

http://secretluckyclover.blogspot.com/2011/12/pernikahan-jepang.html

Paainder, Geoffrey.2005.Teologi Seksual.Yogyakarta: PT LKIS pelangu Aksara

Anda mungkin juga menyukai