Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai Negara kepulauan mempunyai potensi yang cukup besar

sebagai sumberdaya perikanan. Luas wilayah perairan toritorial Indonesia saat ini

sekitar 3,1 juta km2 dengan potensi sumberdaya lestari sebesar 4,5 juta ton/tahun.

Dengan diakunya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dalam Koverensi Hukum Laut

1982 serta diterbitnya undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia,

maka luas perairan Indonesia menjadi sekitar 5,8 juta km2 dengan potensi

sumberdaya lestari sebesar 6,6 juta ton/tahun (Achmad dkk,1988). selanjutnya

dinyatakan bahwa Indonesia memiliki garis Pantai sepanjang 81.000 km atau

14% dari garis pantai dunia. Laut ini memisahkan laut dan daratan yang luas

berbanding sekitar 3:1. Di wiliyah ini, baik ke arah darat maupun ke arah laut,

tersedia sumberdaya yang besar bagi kegiatan perikanan. Kearah darat tersedia

hutan mangrove (bakau) seluas 4,25 juta hektar yang tidak saja penting bagi

perikana n, namun juga bagi sektor lain seperti kehutanan. Kearah laut tersedia

sumberdaya perikanan laut dengan potensi lestari sebesar 4,5 juta ton atau 6,6

juta ton bila diperhitungkan dengan potensi perikanan ZEE komoditi, perikanan

ini tidak saja bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat, namun

juga penting dalam peningkatan penerimaan devisa Negara.

Nusa Tenggara timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 1.192 pulau-pulau besar maupun

pulau kecil, 432 pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan sisanya 946

pulau belum mempunyai nama, 44 pulau telah berpenghuni sedangkan

selebihnya belum berpenghuni. Diantara pulau yang sudah bernama terdapatat 3

1
(tiga) pulau besar yaitu Pulau sumba, Pulau Flores dan Pulau Timor selebihnya

adalah pulau-pulau kecil. Terdapat 5 (lima) pulau kecil terluar/pulau terdepan

diantaranya Pulau Alor, Pulau Batek, Pulau Dana (Kabupaten Kupang), Pulau

Ndana (Kabupaten Rote Ndao) dan Pulau Mengudu yang berbatasan langsung

dengan Negara tetangga seperti Australia dan Timor Leste. Luas wilayah dataran

yang meliputi pulau tersebut adalah 48.718,10 km2 (2,49%) luas Indonesia dan

luas wilayah perairan kurang lebih 200.000 km2 diluar perairan Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia (ZEEI). Beragam potensi sumberdaya kelautan dan

perikanan yang dimiliki oleh Provinsi NTT antara lain garis pantai 5.700 km,

Produksi perikanan pada tahun 2007 sebesar 103.825,5 ton atau sekitar 101.217,1

ton (97,49%) diantaranya merupakan hasil tangkapan laut dan lebihnya sekitar

2,51% merupakan hasil perikanan darat. Selain itu memiliki sumberdaya alam

laut seperti ikan dan non ikan, sumberdaya mineral dan jasa-jasa lingkungan.

Potensi sumberdaya ikan yang dimilikinya terdiri dari ikan pelagis besar seperti

tuna, cangkalang, tenggiri, tongkol dll, ikan pelagis kecil seperti, layang, lemuru,

sardine, kembung, dll.

Kabupaten Manggarai Barat sebagai salah satu kabupaten dikawasan yang

terdapat di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 dan 573 diperhitungkan

memiliki kekayaan sumberdaya perikanan, yang hingga saat ini sangat

berlimpah. Selain itu, Kabupaten Manggarai Barat yang masuk kedalam kawasan

segitiga Terumbu karang (Coral Triangle) sebua kawasan dengan tingkat

keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia juga menjadi faktor pentingnya

perlindungan dan pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir kabupaten ini.

Perairan Komodo merupakan salah satu lokasi berkembangnya perikanan

tradisional di wilayah Kabupaten Manggarai Barat, hal ini ditunjukkan dengan

beragamnya alat tangkap yang digunakan untuk menangkap berbagai macam

jenis ikan termasuk di dalamnya adalah ikan pelagis besar dan ikan kecil.

2
Kawasan Komodo merupakan daerah kepulauan yang dikelilingi oleh perairan

yang memiliki berbagai macam potensi sumberdaya perikanan ditandai dengan

beragamnya kegiatan pemanfaatan, diantaranya adalah perikanan tangkap,

budidaya dan pariwisata. Hal ini mengakibatkan terjadinya upaya reklamasi

pantai dan buangan limbah domestik ke Perairan Komodo. Keadaan ini

mengakibatkan terganggunya habitat ikan sehingga berdampak terhadap kegiatan

penangkapan ikan yang dilakukan nelayan, yang diindikasikan dengan

menurunnya hasil tangkapan. Keadaan ini berakibat pada penurunan pendapatan

sehingga kemiskinan menjadi hal yang biasa terjadi di kalangan masyarakat

nelayan tradisional.

Mini purse seine merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan

oleh nelayan di Perairan Komodo. Aktivitas-aktivitas yang ada di kawasan PPI

Komodo, sebagian besar didominasi oleh para pedagang ikan dari jasa para

nelayan mini purse seine sebagai mana besar hasil tangkapan potesi ikan Tongkol

(Euthynnus Affinis) berdasarkan data primer pada tahun 2011-2015 adalah

sebesar 30% dari hasil tangkapan ikan. Berdasarkan latar belakang tersebut oleh

karena itu, penulis mengambil penelitian dengan judul “Potensi Hasil

Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis) pada Alat Tangkap Mini Purse

Seine Di Perairan Komodo Kabupaten Manggarai Barat ”

1.2 Perumusan Masalah

Kurang ketatnya penerapan aturan kegiatan penangkapan ikan tongkol di

Perairan Komodo disebabkan karena informasi mengenai potensi sumberdaya

ikan tersebut belum tersedia. Rumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah

“Seberapa besar potensi hasil tangkapan ikan Tongkol berdasarkan alat tangkap

mini purse seine di perairan Komodo kabupaten Manggarai Barat selama lima

tahun terakhir yaitu tahun 2011-2015”.

3
1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya berbatas pada banyaknya hasil tangkapan ikan tongkol

berdasarakan alat tangkap mini purse seine di perairan Komodo kabupaten

Manggarai Barat selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2011-2015.

1.4 Tujuan dan Kegunaan

 Tujuan

- Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui “Seberapa besar

potensi hasil tangkapan ikan Tongkol berdasarkan alat tangkap mini

purse seine di Perairan Komodo kabupaten Manggarai Barat selama

lima tahun terakhir yaitu tahun 2011-2015”.

 Kegunaan

- Pengembangan ilmu dan pengetahuan tentang pengelolaan

sumberdaya perikanan tangkap.

- Kegunaan Penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hasil

tangkapan ikan tongkol berdasarkan alat tangkap mini purse seine di

Perairan Komodo kabupaten Manggarai Barat selama lima tahun

terakhir yaitu tahun 2011-2015”.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna

kecil. Badannya memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk. Sirip

punggung pertama berjari-jari keras 15, sedang yang kedua berjari-jari lemah 13,

diikuti 8-10 jari-jari sirip tambahan (fin ilet). Ukuran asli ikan tongkol cukup

besar, bisa mencapai 1 meter dengan berat 13,6 kg. Rata-rata, ikan ini berukuran

sepanjang 50-60 cm (Auzi, 2008). Ikan Tongkol memiliki kulit yang licin

berwarna abu-abu, dagingnya tebal, dan warna dagingnya merah tua (Bahar,

2004).

Menurut Saanin (1984), klasifikasi Ikan tongkol adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub Class : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Family : Scombridae

Genus : Euthynnus

Species : Euthynnus affinis

Gambar 1. Ikan Tongkol Euthynnus affinis (Sumber : Chaerudin 2008)

5
Ikan Tongkol Komo Euthynnus affinis, juga dikenal sebagai tuna kecil, dari

family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan

Tongkol Euthynnus affinis, memiliki bentuk tubuh fusiform, memanjang dan

penampang lintangnya membundar. Bentuk tubuh yang demikian memungkinkan

ikan berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan

miring ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut

terminal. Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang

ekor ikan terdapat 3 buah-rigiyang bagian “keel” tengahnya mempunyai

(rigipuncak yang tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi

dibandingkan dengan dua keel lain yang mengapitnya (Fishbase, 2014).

Ikan Tongkol Euthynnus affinis adalah tuna kecil khas bergaris-garis gelap

dengan pola pada punggung dan bintik-bintik gelap 2-5 di atas sirip ventral. Ini

dapat dibedakan dari spesies yang sama dengan pola bergaris dengan bintik-

bintik dan jika dibedakan dengan Tongkol krai/tongkol abu (Auxis thazard),

kurangnya ruang antara sirip dorsal. Ikan Tongkol Euthynnus affinis dapat

tumbuh dengan panjang cagak (FL) 100 cm dan sekitar 20 kg bobot badan tetapi

lebih sering sekitar 60 cm dan 3 kg. Makanan mereka adalah ikan kecil,

khususnya clupeids (ikan haring, pilchards) dan silversides, serta cumi-cumi,

krustasea dan zooplankton. Predator mereka termasuk billfish dan hiu (NSW

Government, 2008).

Ikan Tongkol Euthynnus affinis mempunyai sirip lengkap yaitu sepasang sirip

dada, sepasang sirip perut, dua sirip punggung, satu sirip anal dan satu sirip ekor.

Warna daerah punggung biru tua, kepala agak hitam, terdapat belang-belang

hitam pada daerah punggung yang tidak bersisik di atas garis sisi. Perut berwarna

putih, pewarnaan tubuh yang demikian ini, dimana warna bagian dorsal gelap

6
dan bagian vertikal terang, dinamakan counter shading sebagai salah satu upaya

penyamaran (Fishbase, 2014).

2.2 Habitat dan Distribusi

Ikan Tongkol Euthynnus affinis merupakan ikan pelagis, spesies yang

mendiami perairan neritik suhu berkisar 18–29°C Seperti scombridae lainnya,

Euthynnus affinis cenderung membentuk gerombolan multispesies berdasarkan

ukuran, yaitu dengan Thunnus albacares, Katsuwonus pelamis, Auxis sp, dan

Megalaspis cordyla (carangidae), yang terdiri dari 100 sampai lebih dari 5000

spesies. Meskipun ikan matang secara seksual mungkin ditemui sepanjang tahun,

ada puncak pemijahan musiman bervariasi sesuai dengan daerah: contohnya

Maret-Mei di perairan Filipina; selama periode Monsun Timur Laut (Northeast

Monsoon) (Oktober-November-April-Mei) sekitar Seychelles; dari tengah

periode Monsun Timur Laut (Northeast Monsoon) ke awal Monsun Tenggara

(Southeast Monsoon) (Januari-Juli) dari Afrika Timur; dan dari bulan Agustus

sampai Oktober di Indonesia (FAO, 2014).

Ikan Tongkol Euthynnus affinis merupakan spesies tuna pelagis yang

bermigrasi secara luas di perairan tropis dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik.

Di bagian barat Samudra Pasifik, spesies ini didistribusikan di sepanjang benua

Asia dari Malaysia timur laut melalui daratan Cina, Taiwan, dan ke selatan

Jepang (Yesaki, 1994). Kondisi oseanografi yang mempengaruhi migrasi ikan

tuna yaitu suhu, salinitas, kecerahan, arus, oksigen terlarut, kandungan fosfat,

dan ketersediaan makanan. Sedangkan faktor-faktor oseanografi yang langsung

mempengaruhi penyebaran tuna besar dan tongkol adalah suhu, arus, dan

salinitas (Hela dan Laevastu, 1961).

Satu-satunya informasi yang tersedia untuk Samudera Hindia: 1,4 kg betina

(48 cm panjang cagak), sedangkan betina dengan bobot 4,6 kg (65 cm panjang

cagak). Rasio jenis kelamin pada ikan dewasa adalah sekitar 1:1, sedangkan laki-
7
laki mendominasi dalam tahap dewasa. Euthynnus affinis adalah predator yang

sangat oportunistik makan tanpa pandang bulu pada ikan, udang dan cumi. Pada

gilirannya, ada saatnya dimangsa oleh marlins dan hiu (FAO, 2014).

2.3 Alat Tangkap Mini Purse Seine

Mini Purse seine adalah alat penangkapan ikan berbentuk kantong,

dilengkapi dengan cincin dan purse line yang terletak dibawah tali risbawah,

berfungsi menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara

menarik purse line tersebut sehingga jaring membentuk kantong. Disebut sebagai

pukat cincin karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin (Sudirman dan

Mallawa, 2004). Mini purse seine juga disebut pukat kolor (Sadhori, 1985;

Nedelec, 2000).

Gambar 4. Cara Kerja Alat Tangkap Pukat cincin (Dirjen KKP, 2015)

Subani (1990), menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukan bahwa

mini purse seine termasuk yang paling produktif untuk menangkap ikan

pelagis kecil. Menurut Ayodhyoa (1981), ikan yang menjadi tujuan penangkapan

mini purse seine adalah ikan-ikan “pelagic shoaling species” yang berarti ikan-

8
ikan tersebut haruslah membentuk shoal, berada dekat dengan permukaan air

(sea surface), dan diharapkan pula densitas shoal tersebut tinggi, yang berarti

jarak ikan dengan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Prinsip penangkapan

ikan dengan mini purse seine ialah melingkar gerombolan ikan dengan jaring,

sehingga jaring tersebut membentuk dinding vertikal. Hal ini dimaksudkan agar

gerakan ikan ke arah horizontal dapat dihalangi. Setelah itu, bagian bawah jaring

dikerutkan untuk mencegah ikan lari kea arah bawah jaring (Mallawa dan

Sudirman, 2004).

Konstruksi mini purse seine menurut Subani dan Barus (1989), terdiri atas:

1. Bagian jaring, terdiri atas jaring utama, jaring sayap, dan jaring kantong.

2. Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring, berfungsi

memperkuat jaring sewaktu dioperasikan, terutama saat penarikan jaring.

3. Tali temali, terdiri atas tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, tali

pemberat, tali kolor, dan tali selambar.

4. Pelampung.

5. Pemberat.

6. Cincin.

2.4 Klasifikasi Mini Purse Seine

Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa pada dasarnya mini purse seine

dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu mini purse seine dengan kantong

di bagian ujung jaring dan purse seine dengan kantong di bagian tengah. Mini

purse seine dengan kantong diujung jaring biasanya dioperasikan oleh nelayan

kecil dengan alat tangkap besar.

Menurut Sadhori (1985). Mini purse seine dibedakan berdasarkan empat

bagian besar yaitu:

1. Berdasarkan bentuk jaring utama

9
a. Persegi atau segi empat.

b. Trapesium atau potongan.

c. Lekuk.

2. Berdasarkan jumlah kapal yang digunakan pada waktu operasi

a. Tipe satu kapal (one boat system).

b. Tipe dua kapal (two boat system).

3. Berdasarkan spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan

a. Mini purse seine tongkol.

b. Mini purse seine layang.

c. Dan lain sebagainya.

4. Berdasarkan waktu operasi dilakukan

a. Mini murse seine siang hari.

b. Mini purse seine malam hari.

2.5 Pengoperasian Mini Purse Seine

a. Penurunan Alat Tangkap (Setting)

Menurut Ayodhyoa,1996 penurunan alat tangkap dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

 Mula-mula ujung tali kolor yang diberi pelampung tanda dan disatukan

dengan ujung tali ris atas dan bawah dilemparkan keposisi yang telah

ditentukan (bila operasi dengan menggunakan dua kapal pelampung ini

dapat diambil oleh kapal yang tidak membawa jaring).

 Selanjutnya kapal penangkap segera melingkar gerombolan ikan sambil

menurunkan jaring dan peralatannya (jaring, pelampung, pemberat dan

ring) menuju ke ujung tali kolor yang telah dilemparkan pada permulaan

operasi.

10
 Setelah jaring membentuk satu lingkaran penuh maka pelampung yang

pertama dilemparkan diangkat keatas kapal selanjutnya tali kolor segera

ditarik sampai bagian bawah jaring terkumpul menjadi satu sambil

menaikan sebagian alat (bagian sayap/wing). Dengan demikian ikan-ikan

yang terkurung tidak dapat meloloskan diri lagi baik kearah samping atau

ke arah bawah.

b. Pengangkatan Alat Tangkap (Hauling)

Menurut Sadhori, 1985 pengangkatan alat tangkap adalah dengan cara

sebagai berikut :

 Setelah tali kolor tertarik semua, maka sedikit demi sedikit bagian-bagian

jaring dinaikan keatas kapal yang dimulai dari ujung sayap.

 Setelah sebagian jaring dinaikan ketas kapal ikan-ikan yang terkurung

dapat mulai diambil dan dinaikan keatas kapal dengan menggunakan

serok.

Kemudian jaring dapat dinaikan keatas kapal sambil disusun pada tempat yang

telah ditentukan seperti pada waktu mulai opersi dengan tujuan agar jaring dapat

langsung dipergunakan untuk operasi selanjutnya.

11
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan direncanakan di Perairan Komodo Kecamatan Komodo

Kabupaten Manggarai Barat, yang berlangsung selama 2 (dua) di mulai dari

bulan, dari April-Juni 2017.

3.2 Alat

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

- Alat tulis menulis

- Kalkulator

- Kamera

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif.

Metode deskriptif kualitatif adalah metode yang dilakukan untuk mengetahui dan

mengumpulkan fakta atau keadaan yang terjadi dilapangan dan mengungkapkan

apa adanya baik dalam nilai variabel mandiri atau lebih (independen) tanpa

membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang

lain.(Sugiyono, 2003).

3.4 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya data penelitian dapat dikelompokan dalam dua jenis

data, yaitu data primer dan data skunder. Kedua data tersebut dapat dilihat dalam

jenis data sebagai berikut.

12
3.4.1 Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang di kumpul dan diolah sendiri oleh

seseorang atau suatu organisasi lansung dari objeknya sebagai

kumpulan informasi atau nilai yang diperoleh dari pengamatan

(observasi) suatu objek dan dipercaya kebenaranya.(webster, 1998).

b. Data Skunder

Data skunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Manggarai Barat selama

lima tahun terakhir. Data skunder juga dapat diperoleh dari berbagai

sumber seperti, buku, laporan, jurnal, dan lain sebagainya (Sugiyono,

2003).

3.4.2 Sumber Data

a. Data Primer

Data primer diambil langsung dari lokasi penelitian yakni

Perairan Komodo Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat.

b. Data Skunder

Data skunder diambil dari instansi terkait yang berhubungan

dengan penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

 Observasi

Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data

yang dilakukan dengan mengamati perilaku dan lingkungan, baik

13
sosial dan material dari induvidu atau kelompok yang diamati. (Gall

dkk, 1998).

 Wawancara

Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan yang

dilakukan melalui tanya jawab langsung antara pengumpul data

maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data. (Nazir, 1988).

 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu

baik dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya seseorang dalam

mengumpulkan data.(Sugiono, 2003).

3.6 Analisis Data

Analisis untuk mengetahui potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya oleh

alat tangkap bagan menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan

oleh Schaefer. Model surplus produksi ini dapat diterapkan bila diketahui dengan

baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan atau hasil tangkapan

per unit upaya (catch per unit effort atau CPUE) per spesies dan atau CPUE

berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Sparre

dan Venema, 1999).

Rumus yang digunakan untuk mengetahui CPUE adalah sebagai berikut

(Gulland, 1983):

CPUE = Catch/Effort

Keterangan: :

CPUE : Hasil tangkapan per upaya penangkapan (ton/trip)

Catch : Hasil tangkapan per tahun (ton)

Effort : Upaya penangkapan per tahun (trip)

14
Tingkat upaya optimum (fmsy) dan nilai potensi maksimum lestari (MSY) dari

unit penangkapan dapat diketahui melalui persamaan berikut:

1. Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan(f), CPUE = a-bf

2. Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya penangkapan (f), C =

af-bf 2

3. Pada keadaan maksimum, maka perubahan tangkapan terhadap effort

adalah sama dengan nol, sehingga :

C = af - bf 2

Menjadi :

C’ = a - 2bf

C’= 0

a = -2bf fmsy = -a/2b

4. Maximum sustainable yield (MSY) merupakan nilai potensi maksimum

lestari atau hasil tangkapan optimum diperoleh dengan mensubtitusikan

nilai upaya penangkapan optimum, (fmsy) ke persamaan pada butir 2 di

atas,

C = af - bf 2

Copt = (a) fmsy - (b) fmsy 2

MSY = -a2/4b

a. Intersep (titik perpotongan garis regresi dengan sumbu y)

b. Slope (kemiringan garis regresi)

Nilai inididapat menggunakan program Kurva Expert dengan rumus persamaan

Y = ax + bx2. Nilai yang dimasukan yaitu nilai X berupa upaya penangkapan

(effort) dan nilai y merupakan hasil tangkapan (ton).

15
Analisis surplus produksi juga dapat menentukan jumlah tangkapan yang

diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan

sumberdaya ikan (TP). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80%

dari potensi maksimum lestarinya (MSY) (FAO, 1995). Tingkat pemanfaatan

sumberdaya ikan dapat diketahui setelah didapatkan MSY.

16

Anda mungkin juga menyukai