Anda di halaman 1dari 9

Konsep Dasar Tunagrahita

1. Pengertian Anak Tunagrahita


Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut
pula dengan keterbelakangan mental, lemah ingatan, febleminded, mental
subnormal, tunagrahita. Semua makna dari nama tersebut sama, yakni
menunjukan kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal.
Di antara istilah tersebut, istilah yang akan digunakan dalam kajian berikut ini
mental subnormal atau tunagrahita. Keduanya digunakan secara bergantiaan
maupun bersama-sama Mohammad Efendi(2009:88). Tunagrahita mengacu pada
fungsi intelek umum yang nyata berada dibawah rata-rata bersamaan dengan
kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung dalam masa
perkembangan American Association on Mental Deficiency atau AAMD yang
dikutip dari Astati dan Lis Mulyati (2011:9).
2. Klasifikasi
Banyak pengarang dan para ahli mengklasifikasikan anak tunagrahita
berbeda-beda sesuai dengan ilmu dan pandangannya masing-masing. Ada
berdasarkan etiologinya, ada yang berdasarkan kemampuannya belajar, ciri-ciri
klinis dan sebagainya Astati dan Lis Mulyati (2011:9).
1. Klasifikasi Anak Tunagrahita menurut tingkat Intelegasinya.
Menurut Grosman(1983) dikutip dari Astati dan Lis Mulyati (2011:12).
Berdasarkan ukuran tingkat intelegasinya dengan menggunakan sistem skala
Binet membagi ketunagrahitaan dalam Klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Tunagrahita menurut Grosman
TERM IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mentel Reterdation 50-55 to Aporox,70
Moderate Mental Reterdation 35-40 to 50-55
Sevare Mental Reterdation 20-25 to 55
Profound Mental Reterdation Below 20 or25
Unspecified

Tidak begitu berbeda dengan klsifikasi di atas, Habert(1977) yang


mengunakan skala sistem penilaian WISC Paye&Patton (1981) dikutip dari Astati
dan Lis Mulyati (2011:13) mengelompokan ketunagrahitaan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi Tunagrahita Menurut WISC Paye&Patton
TERM IQ RANGE FOR LEVEL
Mild (Ringan) 50-55 to Aporox,70
Moderate ( Sedang) 35-40 to 50-55
Serve-Profound ( berat- sangat berat) 20-25 to 35-40

Klasifikasi diatas memisahkan masing-masing memiliki sedikit perbedaan,


yaitu : Grossman memisahkan katergori severe dan profound, sedangkan Hebert
menyatukan antara severe dan profound.

2. Klasifikasi Leo Kanner


Selanjutnya klasifikasi yang dikembangkan oleh Leo Kenner dikutip
dalam Astati dan Lis Mulyati (2011:13) yaitu:
1) Absolute Mentally Retarded ( Tunagrahita absolut)
Yaitu seorang anak tunagrahita dimana pun ia berada. Maksudnya anak
tersebut jelas-jelas tunagrahita baik dia tinggal di pedesaan ataupun di perkotaan.
Tipe ini pada umumnya adalah penyandang tunagrahita sedang, berat dan sangat
berat
2) Relative Mentally Retarded
Yaitu anak tunagrahita hanya dalam masyarakat tertentu saja. Misalnya di
sekolah ia termasuk tunagrahita namun di keluarga ia bukan anak tunagrahita.
Tunagrahita tipe ini pada umumnya dalah penyandang tunagrahita ringan.
3) Pseudo Mentally Retarded
Yaitu anak yang menunjukan performance sebagai penyandang tunagrahita
tetapi ia memiliki kapasitas kemampuan yang normal.

3. Etiologi Anak Tunagrahita


Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun
waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar
seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen) Mohammad Efendi(2009:
91). Menurut Krik (1970) dikutip dalam Mohammad efendi (2009: 91)
ketunagrahitaan karena faktor endogen, yaitu faktor ketidaksempurnaan
psikobiologis dalam memindahkan gen. Sedangkan faktor eksogen, yaitu faktor
yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi
pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport
dapat dirinci melalui jenjang berikut:
2.3.3.1 Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma.
2.3.3.2 Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur.
2.3.3.3 Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi.
2.3.3.4 Kelainan atau ketunaan yang timbul akibat embrio.
2.3.3.5 Kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran.
2.3.3.6 Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin.
2.3.3.7 Kelainan dan ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-
kanak.
Kirk & Johnson (1951) dikutip dalam (Mohammad Efendi 2009: 93)
menyebutkan selain sebab-sebab di atas, ketunagrahitaan pun dapat terjadi karena:
1) Radang otak.
2) Gangguan fisiologis.
3) Faktor hereditas.
4) Pengaruh kebudayaan.
Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi
saat kelahiran. Radang otak ini terjadi karena adanya pendarahan dalam otak
(intranial haemorhage). Pada kasus yang ekstrem, peradangan akibat pendarahan
pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental. Sebab-sebab yang pasti
sekitar pendarahan yang terjadi dalam otak belum dapat diketahui. Hidrocepbalon
misalnya, keadaan hidrocephalon diduga karena peradangan pada otak. Gejala
yang tampak pada hidrocephalon yaitu membesarnya tengkorak kepala
disebabkan bertambahnya cairan cerebrospinal. Tekanan yang terjadi pada otak
menyebabkan kemunduran fungsi otak.
Gangguan fisiologis berasal dari virus yang dapat menyebabkan
ketunagrahitaan diantaranya rubella (campak jerman). Virus ini sangat berbahaya
dan berpengaruh sangat besar pada tri semester pertama saat ibu mengandung,
sebab akan memberi peluang timbulnya ketunagrahitaan terhadap bayi yang
dikandung.
Faktor hereditas atau keturunan diduga sebagai penyebab terjadinya
ketunagrahitaan masih sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli sendiri
mempunyai formulasi yang berbeda mengenai keturunan sebagai penyebab
ketunagrahitaan.
4. Karakteristik anak Tunagrahita
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa anak tunagrahita adalah anak
yang mengalami keterbelakangan kecerdasan / mental dan terhambat dalam
adaptasi perilaku terhadap lingkungan sedemikian rupa dan terjadi selama
perkembangan.
Di bawah ini akan diuraikan lagi beberapa karakteristik, yaitu :
1. Karakteristik Anak Tunagrahita pada Umumnya
Katarteristik anak tunagrahita pada umumnya dikemukakan oleh James D.
Page dikutip dalam Astati dan Lis Mulyati (2011: 15) dalam hal: kecerdasan,
sosial, fungsi-fungsi mental lain, dorongan dan emosi, kepribadian, dan organisme
secara singkat dan diuraikan sebagai berikut:
1) Kecerdasan, kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang
abstrak.
2) Sosial, dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara dan
memimpin diri.
3) Fungsi-fungsi mental lain, mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan
perhatian. Jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga
kurang sungguh dalam menghadapi tugas.
4) Dorongan dan emosi, perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita
berbeba-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing.
5) Organisme, baik struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari
anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih
tua dari anak normal.
2. Karakteristik / ciri-ciri Khusus pada Masa Perkembangan

Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting artinya karena segera


dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapa ciri yang
dapat dijadikan indikator adanya kecurigaan berbeda dengan anak pada umumnya
menurut Triman Prasadio (1982) dikutip dalam Astati dan Lis Mulyati (2011: 18)
adalah sebagai berikut:
1) Masa Bayi
Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli
mengemukakan bahwa tunagrahita adalah tampak mengantuk saja, apatis tidak
pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk,
bicara, dan berjalan.
2) Masa Kanak-kanak
Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada
tuanagrahita ringan. Oleh karena tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-
ciri klinis, seperti mongoloid, kepala besar, dan kepala kecil. Tetapi anak
tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri: sukar mulai dengan
sesuatum sukar umtuk melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang,
tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong, melamun, ekspresi muka
tanpa ada pengertian.
3) Masa Sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya anak
tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa.
4) Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama dengan remaja biasa.
Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan
kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam
peragulan dan pengendalian diri.
5. Manifestasi Klinik
Anak tuna grahita dapat dikenali dari tanda sebagai berikut (Muttaqin, 2008):
a. Penampilan fisik tidak seimbang: kepala terlalu kecil/terlalu besar, mulut
melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk
b. Kecerdasan terbatas
c. Tidak mampu mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia
d. Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal yang terbatas dan sederhana saja
e. Perkembangan bahasa/bicara lambat
f. Tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap lingkungannya (pandangan
kosong) dan perhatiannya labil, sering berpindah-pindah
g. Koordinasi gerakan kurang, gerakan kurang terkendali
h. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis, dan acuh tak
acuh terhadap sekitarnya
i. Sering ngiler/keluar cairan dari mulut

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
- Radiologi
- Pemeriksaan EEG
- CT scan
- Thoraks AP/PA
- Laboratorium: SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein, IgG/IgM

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
- Konsultasi bidang: THT, jantung, paru, mata, rehabilitasi medis
- Program terapi: gizi seimbang, multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta

8. Masalah Keperawatan (NANDA)


i. Kecemasan keluarga
ii. Koping keluarga tidak efektif
iii. Hambatan komunikasi verbal
iv. Hambatan interaksi sosial
v. Risiko cidera

9. Diagnosa Keperawatan
i. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terlambat
ii. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan pertumbuhan
dan perkembangan anak yang terlambat
iii. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri
(disfungsi otak)
iv. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri
(disfungsi otak)
v. Risiko cidera berhubungan dengan disfungsi otak
(Santosa, 2005 dan Muttaqin, 2008)

10. Intervensi Keperawatan NOC dan NIC (terlampir)


Diagnosa Tujuan/ Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Kecemasan keluarga NOC: NIC:
berhubungan dengan - Kontrol agresi Pengurangan ansietas
keadaan pertumbuhan - Kontrol ansietas
dan perkembangan - Koping
anak yang terlambat - Kontrol impuls

Koping keluarga NOC: NIC:


tidak efektif Akan dikembangkan Dukungan keluarga:
berhubungan dengan - Tentukan batasan prognosis
keadaan pertumbuhan psikologis untuk keluarga
dan perkembangan - Adakan respite care yang
anak yang terlambat terus menerus, bila
diindikasikan dan diinginkan
- Tingkatkan harapan yang
realistis
- Dengarkan keluhan, perasaan,
dan pertanyaan keluarga
- Fasilitasi pengkomunikasian
keluhan/perasaan antara
pasien dan keluarga atau
antara anggota keluarga
Terapi keluarga

Hambatan NOC: NIC:


komunikasi verbal - Kemampuan Pendengar aktif
berhubungan dengan komunikasi 1-5: Pencapaian komunikasi, defisit
atrofi hemisfer kiri ekstrem, berat, wicara:
(disfungsi otak) sedang, ringan, - Gunakan penerjemah, sesuai
dan tidak dengan kebutuhan
- Komunikasi: - Bimbing pada komunikasi
kemampuan satu arah, dengan tepat
ekspresif - Dengarkan dengan penuh
- Komunikasi: perhatian
kemampuan
reseptif

Hambatan interaksi NOC: NIC:


sosial berhubungan - Partisipasi Peningkatan sosialisasi:
dengan atrofi bermain 1-5: - Anjurkan bersikap jujur dalam
hemisfer kiri tidak ada, sedikit, berinteraksi dengan orang lain
(disfungsi otak) sedang, banyak, - Anjurkan menghargai hak
atau adekuat orang lain
banyak - Anjurkan sabar dalam
- Penampilan peran membangun hubungan baru
- Keterampilan - Gunakan teknik bermain
interaksi social 1- peran untuk meningkatkan
5: tidak ada, keterampilan dan teknik
terbatas, sedang, berkomunikasi
banyak, atau luas
- Keterlibatan sosial

Risiko cidera NOC: NIC:


berhubungan dengan - Menjadi orang tua: Mencegah jatuh
disfungsi otak keamanan social
- Pengendalian
risiko 1-5: tidak
pernah, jarang,
kadang-kadang,
sering, dan
konsisten
- Perilaku
keamanan:
pencegahan jatuh
DAFTAR PUSTAKA

Astati, Mulyani Lis. (2011). Pendidikan Anak Tunagrahita. Bandung: Ammanah

Offset.

Astuti, Puji. (2014). Mengenal Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Menuju

Layanan Belajar. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Efendi, Mohammad. (2009). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai