Anda di halaman 1dari 33

BAB I

DASAR TERNAK POTONG

Ternak potong merupakan ternak yang dipelihara dan diambil dagingnya dan

digunakan sebagai sumber pangan hewani. Ternak yang dapat dikategorikan sebagai ternak

potong yaitu ternak yang memiliki produksi daging tinggi. Beberapa ternak seperti sapi,

kambing, domba, ayam dan babi merupakan ternak yang sering dimanfaatkan dagingnya

untuk di konsumsi. Ternak yang banyak digunakan untuk penggemukan adalah sapi. Sapi

potong merupakan komoditas sub sektor peternakan yang sangat potensial, karena tingginya

permintaan daging sapi di pasaran (Rianto dan Purbowati, 2009).

Tujuan penggemukan ternak potong diantaranya untuk meningkatkan pertambahan

bobot badan harian (PBBH) sehingga didapatkan bobot potong yang tinggi. Beberapa cara

yang bisa dilakukan dalam pengemukan sapi potong yaitu secara feedlot. Feedlot yaitu cara

pemeliharaan ternak potong dengan pemberian pakan yang tepat sesuai kebutuhan ternak.

Peraturan budidaya penggemukan sapi potong diatur dalam Peraturan Menteri, (2015) yang

diantaranya bertujuan untuk :

a. meningkatkan populasi, produksi, dan produktivitas;

b. meningkatkan mutu dan keamanan hasil budi daya;

c. meningkatkan ketersediaan bahan pangan asal hewan;

d. mewujudkan budi daya sapi potong yang sehat dan ramah lingkungan;

e. meningkatkan daya saing; dan

f. meningkatkan pendapatan peternak, perusahaan peternakan, dan masyarakat.


BAB II

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TERNAK POTONG

Pakan

Pakan merupakan suatu bahan yang diberikan pada ternak terdiri dari bahan tunggal
atau campuran yang mengandung energi dan zat-zat gizi dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dan produksi ternak dimana ternak akan mengonsumsi secara sukarela.
Bahan pakan yang diberikan pada ternak harus memenuhi syarat, diantaranya :
a. Mudah diperoleh
b. Mengandung nutrisi yang dibutuhkan ternak
c. Kontinyuitas terjaga
d. Harga bahan pakan murah
e. Tidak bersaing dengan kebutuhan manusia
f. Tidak bersifat toksik (meracuni ternak)
Menurut Hartadi dkk. (1986) kelas bahan pakan Internasional yang dapat diberikan kepada
ternak terdiri dari 8 kelas, yaitu:
1. Hijauan kering dan jerami
Contoh: hay, jerami, fooder, stover, sekam dan kulit biji polongan.
2. Hijauan segar atau pasture
Contoh: semua hijauan yang diberikan dalam keadaan segar.
3. Silase
Contoh: silase rumput, silase jagung, silase alfafa.
4. Sumber energi
Contoh: biji bijian, limbah kacang kacangan, umbi-umbian dan akar-akaran
5. Sumber protein
Contoh: bungkil, bekatul.
6. Sumber mineral
Contoh: tepung tulang dan bahan-bahan hasil pertambangan
7. Sumber vitamin
Contoh: proses ensilasi ragi
8. Additives
Contoh: antibiotik, hormon
Pakan yang diberikan untuk ternak sapi dapat berupa pakan complete feed (pakan
komplit) dan konsentrat. Complete feed yaitu pakan yang sudah dihitung berdasarkan
kebutuhan nutrisi ternak baik untuk hidup pokok dan produksi sehingga dijadikan sebagai
satu-satunya pakan yang diberikan, sedangkan konsentrat merupakan pakan yang diberikan
berdampingan dengan bahan pakan yang lain untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan
nutrisinya. Kebutuhan pakan untuk sapi potong menurut Kearl (1982) :
Bobot Badan PBBH BK TDN PK
------------------------------- kg -------------------------- g
0,50 4,2 2,3 513
150 0,75 4,4 2,7 552
1,00 4,5 2,1 623
0,50 5,6 2,8 577
200 0,75 5,5 3,3 639
1,00 5,6 3,8 707
0,50 6,2 3,3 564
250 0,75 6,5 3,9 644
1,00 6,6 4,5 724
0,50 7,1 3,8 604
300 0,75 7,4 4,5 717
1,00 7,6 5,2 764

Penggemukan sapi dapat menggunakan pakan dengan imbangan hijauan dan


konsentrat. Pemberian dapat dilakukan dengan rasio 70% : 30% atau 60%:40%. Pemberian
pakan disesuaikan dengan kebutuhan ternak. peningkatan jumlah pakan yang diberikan
diharapkan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan produksi
ternak.
Rata-rata bobot Jenis pakan (%)
Bangsa Sapi PBBH (kg)
badan awal (kg) Hijauan Konsentrat
70 30 0,44
Jawa Brebes
270 50 50 0,51
(Jabres)*
30 70 0,64
Sumba Ongole 35 65 1,187
219
(SO)** 30 70 1,190
50 50 0,58
Sapi Pesisir*** 147,5
25 75 0,79
Sumber: *Yuliantonika dkk. 2013
**Bata dkk. 2016
***Khasrad dkk. 2011
Genetik

Genetik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ternak sebesar
30%. Performa ternak dapat tergambar dari genetiknya, sehingga pemilihan bakalan yang
tepat dapat kita lakukan berdasarkan tetuanya.

Tabel klasifikasi sapi berdasarkan keturunannya yang ada di Indonesia

Bangsa Contoh Sapi Kelebihan Kekurangan


Bos Taurus - Aberdeen - sapi tipe besar (BB - rentang terhadap penyakit
Angus mencapai 650–1000 kg) - rentang terhadap suhu panas
- Hereford - memiliki perkembangan - memiliki penulangan yang
- Shorthorn tubuh yang cepat besar
- Simmental - ADG yang tinggi (1-2
- Limousin kg/hari)
- fertilitas reproduksi yang
baik
Bos Indicus - Ongole - tahan terhadap panas - fertilitas reproduksi yang
- Peranakan - tahan terhadap ekto dan kurang
Ongole endoparasit - bertanduk
- Brahman - pertumbuhan tetap baik - Daya adapatasi terhadap
walaupun dengan pakan pakan kurang baik
yang jelek
Bos - Sapi Bali - Tahan terhadap pakan yang - Ukuran tubuh relatif kecil
Sondaicus - Sapi Madura jelek - Pertumbuhan anak sapi
- Sapi Jawa - Daya adaptasi yang baik lambat (produksi susu
- Sapi Sumatra - Mudah dikendalikan rendah)
- Daya cerna terhadap - Angka kematian anak tinggi
makanan bererat yang baik pada pemeliharaan secara
- Tidak selektif terhadap ekstensif
pakan - Mudah terserang penyakit
- khusus (contoh: Sapi bali
rentan penyakit jembrana
dan ingusan)

Jenis Kelamin

Jenis kelamin yang dipilih untuk penggemukkan adalah jantan karena laju
pertumbuhan sapi jantan pada umumnnya lebih tinggi daipada sapi betina. Keunggulan sapi
jantan yang lain adalah perlemakan yang lebih rendah dari pada betina.
Sumber: Karnaen, 2007 Sumber : Gomes, 2011

Sumber: Andersen, 1984

Pada grafik diatas terlihat bahwa pertumbuhan sapi jantan lebih cepat dari pada sapi betina
pada umur muda. Pada tabel diatas diketahui bahwa petambahan bobot badan, bobot badan
akhir dan FCR sapi jantan lebih baik dari pada sapi betina.

Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas ternak


dengan persentase sebesar 70% dan 30% sisanya adalah faktor genetik. Temperatur,
kelembaban dan sinar matahari adalah faktor lingkungan yang berpengaruh langsung
terhadap potensi produksi ternak. temperatur lingkungan merupakan ukuran dari intensitas
panas dalam unit standar dimana ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologis dapat
berfungsi dengan normal. Kelembaban merupakan jumlah uap air dalam udara yang
mempengaruhi kecepatan hilangnya panas dari tubuh ternak. Temperatur dan kelembaban
yang terlalu tinggi akan menyebabkan stress pada ternak sehingga dapat mempengaruhi
tingkat konsumsi pakan ternak. Temperatur optimal untuk pemeliharaan sapi potong berada
pada kisaran 20-27°C (Ahmad dan Sugiharto, 2014) dan pertumbuhan sapi potong
dapatoptimal ketika dipelihara pada daerah dengan kelembaban 60-80% (Abidin, 2008).
Kandang dan sanitasi merupakan faktor pendukung dalam pemeliharaan ternak.
Kandang merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk memelihara ternak yaitu untuk
pemberian pakan dan minum, pencegahan penyakit dan pemantauan pemeliharaan ternak
untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan ternak. pendirian kandang untuk ternak
harus memenuhi syarat-syarat yang baik diantaranya adalah :
a. Memiliki arus lalu lintas yang lancar untuk seluruh kegiatan transportasi dan
pemeliharaan
b. Mudah dilakukan pengembangan untuk pembangunan dan perluasan kandang
c. Aman dari predator ternak
d. Memiliki sirkulasi udara yang baik
e. Memiliki saluran pembuangan untuk mendukung sanitasi
Ternak dapat dipelihara dalam kandang tunggal ataupun koloni. Kandang individu atau
tunggal merupakan suatu tempat untuk pemeliharaan ternak diarea terbatas yang dibatasi oleh
skat sehingga ruang gerak ternak menjadi terbatas, sedangkan kandang koloni merupakan
satu bangunan dengan ukuran luas dimana didalamnya dipeliara ternak dalam jumlah banyak
dan sapi dapat bergerak dengan bebas selama masiih berada dalam kandang. Kontruksi
kandang terdiri atas dinding, atap, dan lantai kandang dimana semua itu harus diperhatikan
secara teliti dan baik untuk keberlangsungan hidup ternak (Sugeng, 2007). Perlengkapan
kandang yang digunakan untuk menunjang proses produksi terdiri atas tempat makan dan
minum, peralatan kandang (ember, sekop, kereta dorong, sikat, sapu lidi), dan listrik
(Yulianto dan Saparinto, 2011).

Penanganan ternak datang

Penanganan ternak datang merupakan tata cara untuk menangani ternak yang baru

datang di perternakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan kembali keadaannya

setelah menempuh perjalanan jauh yang membuat ternak kehilangan energi dan stress (Fikar

dan Ruhyadi, 2012). Penanganan bertujuan untuk mempercepat proses adaptasi ternak

terhadap lingkungan yang baru, saat dikarantina ternak diberi pakan dan minum yang cukup,

pemberian vitamin dan obat cacing dan pemberian identitas ternak (Yulianto dan Saparinto,
2011). Ternak saat transportasi akan mengalami stress yang berdampak terhadap perubahan

fisiolagis antara lainnya naiknya suhu tubuh, frekuensi nafas, denyut nadi, maka dari itu perlu

adanya langkah untuk menghindari kegagalan pertumbuhan setelah mengalami stress

pertumbuhan. Salah satu langkah yaitu dengan cara pemberian air gula maupun larutan

elektrolit dan pakan dengan kandungan nutrisi yang berkualitas baik (Santosa dkk., 2012).

Setelah masa adaptasi berjalan dengan baik, maka akan dilanjutkan penimbangan bobot

badan awal yang nantinya dapat digunakan sebagai evaluasi, dan dikelompokkan sesuai

bobot badannya (drafting), kemudian dilanjutkan pemberian identitas ternak untuk

memudahkan prose rekording.

Manajemen pemeliharaan Sapi

Manajemen dalam penggemukan (fattening) dalam skala besar seperti perusahaan

biasanya menggunakan sistem intensif dan semi intensif. Sedangkan lama waktu

pemeliharaan biasanya berkisar antara 3-4 bulan, sehingga pertumbuhan ternak harus cepat

dengan manajemen yang baik dan benar. Beberapa terknis pemeliharaan secara intensif yaitu

sapi memperoleh perlakuan yang lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, sanitasi

kandang memandikan sapi, penimbangan ternak, mengendalikan penyakit dan sebagainya

(Sugeng, 1998). Pemberian pakan dapat dilakukan sebanyak 2 – 3 kali sehari, yaitu pagi,

siang, dan malam. Sanitasi kandang dan memandikan ternak dilakukan pagi hari sebelum

pakan diberikan agar tidak menggangu kenyamanan ternak. Penimbangan ternak dapat

dilakukan pada saat pertengahan pemeliharaan yaitu 1 – 1,5 bulan sekalian dilakukan

pengelompokan ternak dengan pertumbuhan yang cepat yang ditandai dengan bobot badan

yang lebih berat (drafting) sehingga ternak lain tidak tertinggal pertumbuhan yang dapat

disebabkan persaingan perebutan pakan. Selain itu biasanya dilakukan juga sebelum

mendekati masa panen dan juga dilakukan pengelompokan kualitas ternak (grading).
Daftar Pustaka:

Rianto, Edy, E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurnaen. 2007. Model kurva pertumbuhan pra sapih dari sapi madura betina dan jantan.
Jurnal Ilmu Ternak 7(1) : 48-51.
Gomes, R. D. Costa, R. F. D. Siqueira, M. A. Ballou, T. R. Stella, dan P. R. Leme. 2011.
Hematological profile of beef cattle with divergent residual feed intake, following
feed deprivation. Pesq. Agropec. Bras., Brasilia 46 (9) : 1105-1111.
BAB III

3.1. Pemilihan Bakalan

Keberhasilan suatu usaha peternakan terutama sapi potong bisa dilihat dari

jumlah sapi yang dapat dipasarkan. Beberapa aspek yang mempengaruhi tingginya

jumlah sapi yang dipasarkan antara lain yaitu pemilihan bakalan yang baik dan

berkualitas. Pemilihan bakalan merupakan suatu usaha yang dilakukan peternak yang

bertujuan untuk menjaga ketersediaan sapi potong untuk digemukkan. Pemilihan

bakalan bisa dilakukan dengan memilih bakalan yang masuk dalam kriteria

penggemukkan. Kriteria tersebut antara lain bobot badan, umur, Body Condition Scor

(BCS), kesehatan sapi dan jenis bangsa sapi tersebut. Secara teoritis umur sapi

bakalan yang baik untuk digemukkan adalah 1,5-2,5 tahun atau gigi seri tetap sudah

1-2 pasang (poel 1 dan 2) karena umumnya sapi bakalan yang berumur demikian

memiliki laju pertumbuhan yang optimal, efisiensi pakan yang tinggi (Ngadiyono,

2007). OFAC (2010) menambahkan, sapi bakalan yang baik untuk digemukkan

adalah sapi dengan nilai BCS 2,5 (kurus) – 3 (sedang).

Pemilihan bakalan secara tepat diharapkan dapat memiliki pertumbuhan yang

maksimal untuk dijadikan sapi potong. Apabila pemilihan dilakukan secara baik,

benar dan disiplin maka akan memaksimalkan target berat badan dan juga nilai jual

yang didapat tinggi. Oleh karena itu pemilihan bakalan merupakan salah satu faktor

penting yang harus dilakukan dalam usaha penggemukan ternak khususnya sapi

potong. Kriteria pemilihan bakalan sapi ini bertujuan untuk menghasilkan ternak sapi

potong yang sehat, tidak cacat dan mempunyai harga jual tinggi sehingga nantinya

dapat memberikan keuntungan kepada para peternak (Budiharjo dkk., 2011).


Tabel dibawah menunjukkan besarnya bobot badan berdasarkan jenis yang

dapat dipilih sebagai bakalan sapi potong dengan potensi berat badannya pada CV.

Restu Bumi Bantul Yogyakarta.

Bobot Badan (kg)


Bangsa (breed) Jenis Kelamin
<300 >300 Total
LimPO Jantan 9 66 75
Betina 0 22 22
PO Jantan 26 28 54
Betina 25 49 74
SimPO Jantan 40 59 199
Betina 9 67 76
Total 109 391 500
Sumber : Pawere dkk. (2012).

Meningkatkan dan memaksimalkan konsumsi

Peternak dapat memaksimalkan proses pertumbuhan dengan pakan yang pallatable

(disukai ternak) serta kandungan nutrisi yang cukup untuk ternak sehingga nantinya dapat

meningkatkan konsumsi pakannya. Semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka

pertumbuhan dapat lebih maksimal sesuai dengan potensi genetiknya. Konsumsi pakan sapi

dapat dihitung menggunakan kebutuhan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total

digestible nutrients (TDN). Nutrisi yang dikonsumsi ternak akan digunakan tubuh untuk

hidup pokok dan setelah hidup pokok terpenuhi selanjutnya nutrisi digunakan untuk

pertumbuhan dan produksi (daging). Menurut Owen dkk. (1998) kurva pertumbuhan,

terbentuknya masa atau pertambahan berat badan dan dibedakan berdasarkan umur, yaitu

sigmoid, yang dimulai dari pra pubertas (fase percepatan) dan pasca pubertas (fase

perlambatan). Kurva ini dapat menggambarkan fungsi dari pematangan otot, fraksional

pertumbuhan rata rata dan umur.


Ilustrasi 1. Kurva Pertumbuhan (Lawrence dan Fowler, 2002).

Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan organ dalam, kemudian pembentukan

kerangka yaitu pertumbuhan tulang, kemudian pertumbuhan jaringan otot, dan lemak.

Pertumbuhan domba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun faktor yang paling

dominan yaitu konsumsi pakan, semakin besar bobot badan maka kebutuhan akan konsumsi

pakan juga akan meningkat (Owen dkk., 1998). Semakin besar bobot badan maka akan

membutuhkan pakan yang semakin banyak juga.

Selain pakan hal yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan adalah lingkungan.

Beberapa ternak seperti ternak lokal (Sapi PO, Madura, Bali, Jawa, Sumatera, Banteng,

Kerbau) merupakan ternak yang tahan terhadap suhu panas (sampai 35°c) di iklim tropis,

sedangkan ternak silangan (Sapi Peranakan Limousin, Simental, Fresian Holstein) memiliki
kecenderungan nyaman dengan suhu yang tidak terlalu panas. Lingkungan yang nyaman

dapat mempengaruhi konsumsi, semakin panas suhu lingkungan maka konsumsi pakan akan

menurun dan semakin dingin suhu lingkungan akan meningkatkan konsumsi pakan.

Tabel Thermoneutral zone berdasarkan suhu dan ketinggian tempat berbagai jenis

bakalan sapi potong.

Sumber : Hutasuhut (2015)

Hutasuhut, Ulina. 2015. Pengaruh Ketinggian Tempat Berbeda Terhadap

Responfisiologis, Produktivitas Dan Reproduksi Sapi Potong. Fakultas Pertanian. Program

Magister Ilmu Peternakan. Universitas Sumatera Utara. (Tugas).

Kecernaan

Kecernaan pakan dapat dilihat dari berapa jumlah nutrisi pakan yang tidak dikeluarkan lagi

melalui feses. Semakin besar nilai kecernaan pakan menggambarkan semakin tingginya

nutrisi yang dapat dicerna oleh saluran pencernaan.


Ilustrasi : www.agric.wa.gov.au

Artinya apabila jumlah nutrisi yang dapat disimpan dalam tubuh semakin banyak dari yang

dikeluarkan melalui feses, semakin tinggi nilai kecernaannya. Sehingga dalam pembuatan

ransum pakan maka perlu dicari bahan pakan yang memiliki kecernaannya tinggi dan saling

melengkapi. Pembuatan pakan komplit merupakan sebuah cara untuk meningkatkan

konsumsi nutrien bahan pakan dan dapat meningkatkan kecernaan pakan.

Salah satu cara untuk meningkatkan kecernaan yaitu dengan pemberian probiotik.

Pemberian probiotik dapat mengontrol kondisi anaerob dalam rumen, sehingga meningkatkan

populasi dan aktivitas mikroba rumen. Pemberian mineral mikro bagi mikroba rumen dapat

meningkatkan aktivitas fermentasi di dalam rumen dan penambahan enzim dalam pakan

dapat menstimulasi degradasi pakan. Meningkatnya populasi dan aktivitas mikroba rumen

dapat meningkatkan kecernaan, meningkatkan konsumsi pakan dan akhirnya meningkatkan

produktivitas ternak. Sehingga ketika nilai kecernaan pakan yang semakin tinggi dapat

meningkatkan produktivitas sapi potong. Sedangkan untuk meningkatkan kecernaan serat

dapat menggunakan teknologi pengolahan terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak.

Sementara itu, yang kita kenal sebagai serat kasar (SK) itu sendiri tidak lain adalah

polisakarida struktural yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan xylan, yang merupakan
komponen dari karbohidrat. Oleh karena itu, pakan dengan kandungan selulosa dan

hemiselulosa maupun xylan yang tinggi dikategorikan sebagai pakan dengan serat kasar

tinggi sehingga pakan seperti ini dapat juga disebut pakan serat. Serat merupakan kandungan

pakan yang sulit dicerna oleh mikroba rumen. Bioproses di dalam rumen dapat kita

manipulasi selama kebutuhan nutrien dari mikroba rumennya tercukupi, sebaliknya defisiensi

nutrien tertentu yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan mengurangi biomasa dan akan

berakibat menurunnya daya cerna pakan terutama pakan berserat (Preston dan Leng, 1987).

Puastuti (2009)

Dey dkk. (2004) dalam Puastuti (2009)


3.4. Efisiensi Aktivitas Ternak

Aktivitas ternak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

produktivitas ternak tersebut baik secara bobot badan maupun konsumsi. Aktivitas

ternak bisa mempengaruhi peningkatan atau penurunan bobot badan dan konsumsi.

Aktivitas ternak bisa dipengaruhi dari beberapa faktor antara lain dari pakan,

perkandangan dan lingkungan. Pakan dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan

konsumsi dan energi untuk aktivitasnya dapat terpenuhi.

Faktor yang lain yang dapat langsung berdampak pada efisiensi aktivitas

ternak khususnya sapi potong adalah lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara.

Lingkungan yang ekstrim baik terlalu panas maupun terlalu dingin dapat menurunkan

produktivitas sapi potong khususnya daging. Oleh karna itu perlu dilakukannya

manipulasi lingkungan untuk menjaga agar ternak tersebut nyaman dan tetap dalam

kondisi temonetran. Termonetral yaitu kondisi dimana ternak merasa nyaman dengan

suhu maupun kelembaban lingkungan.

Suhu lingkungan yang ekstrim akan berdampak ternak yang cepat mengalami

stres dan akan mengalami penurunan produktifitasnya. Suhu lingkungan ekstrim bisa

diatasi dengan manipulasi lingkungan. Manipulasi lingkungan bisa dilakukan dengan

cara menanam naungan berupa pohon disekitar kandang. Webster dan Wilson (1980)

mengatakan bahwa bila suhu lingkungan berada di atas atau di bawah comfort zone

maka ternak akan mengalami cekaman panas, daya tahan ternak terhadap panas

menurun, ternak akan banyak mengeluarkan keringat dan akumulasi dari kondisi

tersebut suhu tubuh ternak akan tinggi.


BAB IV

EVALUASI PRODUKSI

Pbbh dan Konversi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan manajemen

penggemukan yang dilakukan. Keberhasilan usaha penggemukan dapat dilihat dari

pertambahan bobot badan harian ternak (pbbh). Pertambahan bobot badan harian adalah

jumlah peningkatan bobot badan ternak dari awal pemeliharaan sampai dengan akhir

pemeliharaan. Secara umum pemberian pakan yang baik akan menghasilkan pbbh yang lebih

besar. Pemberian pakan pada sapi disesuikan dengan kebutuhan dan target pbbh yang ingin

dicapai. Hasil penelitian Eramus dkk (2010) pbbh sapi yang diberi suplemen probiotik lebih

tinggi dari pada yang tidak diberi suplemen. Pbbh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

jenis sapi, jenis kelamin, umur, pakan dan manajemen pemeliharaan. Dengan melihat

konversi pakan, peternak dapat mengevaluasi usaha yang dijalankan.

Konversi pakan merupakan perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak untuk

menghasilkan 1 kg bobot badan. Konversi pakan dipengaruhi oleh kondisi ternak (sakit/

tidak), daya cerna ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan serta kondisi

lingkungan. Semakin kecil nilai konversi menandakan manajemen pakan yang diberikan

sudah baik. Cara menghitung konversi pakan digunakan rumus konsumsi pakan dibagi

dengan pbbh.

konsumsi pakan (kg)


konversi pakan=
kg
pbbh ( hari )

bb awal (kg) – bb akhir (kg)


pbbh (kg /hari) =
lama penelihaaraan (hari)
Menurut Siregar (2008) konversi pakan untuk sapi yang baik adalah 8,56 – 13,29.

Rataan pbbh (kg/ekor/hari) dan konversi pakan ternak sapi potong

Rata-rata bobot Konversi


Bangsa Sapi Perlakuan PBBH (kg) pakan
badan awal (kg)
P1 1,07 9,62
Limousin* 371,4 ± 9,6 P2 1,18 9,13
P3 1,25 9,20
Peranakan
Konsentrat (70%)
Ongole (PO)** 228,17 ± 14,77 0,21 15,86
dan Hay (30%)
Konsentrat (70%) 0,22
PFH** 196,34 ± 7,64 12,86
dan Hay (30%)
Brahman Cross 1,03
436,82 ± 34,71 - 9,74
merah***
Brahman Cross 1,08
449,92 ± 34,28 - 9,58
putih***

Sumber: *Amien dkk. 2009

**Adiwinarti dkk. 2010

***Pitono dkk.2012

Efisensi Pakan dan Feed Cost Per Gain

Evaluasi selain melihat dari pbbh dan konversi juga dilihat dari efisiensi pakan dan

feed cost per gain nya, karena konsumsi merupakan 70% dari biaya yang dikeluarkan untuk

usaha penggemukan, sehingga efisiensi dan FC/G secara ekonomi harus dilakukan dengan

teliti supaya kontinyuitas usaha terjaga. Efisiensi pakan merupakan perbandingan pbbh yang

dihasilkan dengan jumlah konsumsi pada ternak. Nilai efisiensi yang dihasilkan semakin

tinggi akan semakin bagus karena menunjukkan bahwa konsumsi sedikit akan menghasilkan

pbbh yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah konsumsi, manajemen
pemeliharaan, kondisi lingkungan, fisiologis ternak dan umur ternak. Efiensi pakan dihitung

dengan rumus :

pbbh (kg /hari)


efisiensi pakan=
konsumsi (kg)

Feed cost per gain adalah biaya pakan yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 kg

bobot badan. Feed cost per gain dipengaruhi oleh harga pakan yang diberikan. Semakin

tinggi nilai FC/G menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya yang

dikeluarkan sehingga perlu perbaikan manajemen pemeliharaannya agar tidak terjadi

kerugian. Rumus FC/G dihitung dengan :

(Biaya hijauan x konsumsi hijauan) + (biaya konsentrat x konsumsi konsentrat)


Feed Cost per Gain(Rp/Kg) =
PBBH

Rataan efisiensi dan FC/G ternak sapi potong

Rata-rata bobot FC/G


Bangsa Sapi Perlakuan Efisiensi (kg)
badan awal (kg)

PO, Simpo, Rumput, legum,


292,25 0,02 46.166,61,-
Limpo* limbah pertanian
Brahman Cross
Konsentrat (70%)
merah** 436,82 ± 34,71 0,21 24.835,-
dan Hay (30%)
Brahman Cross Konsentrat (70%) 0,22
449,92 ± 34,28 24.136,-
putih** dan Hay (30%)
Rumput + legum -
2.888,-
+bioplus
Madura *** 136,62 ± 21,61
Rumput + legum +
3.237,-
bungkil kelapa

Sumber: *Nurdiati dkk. 2012

** Pitono dkk.2012

***Ngadiyono dkk. 2000

Evaluasi produksi merupakan sebuah metode yang digunakan dalam sistem


pemeliharaan ternak terutama pada usaha penggemukan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah usaha yang dilakukan mengalami keuntungan atau kerugian. Evaluasi produksi dapat
dilakukan dengan menghitung konsumsi pakan, mengetahui bobot ternak, pertambahan bobot
badan harian ternak (PBBH), konversi pakan, efisiensi pakan, feed cost per gain dan evaluasi
karkas.
4.1. Konsumsi pakan
Konsumsi merupakan jumlah pakan yang dapat dimakan oleh ternak guna memenuhi
kebutuhan dasar ternak dan menentukan produksi ternak. Tingkat konsumsi perlu
dimaksimumkan guna memperoleh produksi yang maksimal. Menurut Parakkasi (1999)
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seekor sapi pedaging diantaranya
yaitu:
a. Faktor ternak itu sendiri
b. Makanan yang diberikan
c. Lingkungan tempat hewan dipelihara
Pakan dapat diberikan pada ternak setiap pagi dan siang atau sore hari. Pemberian pakan
dapat dilakukan dengan perhitungan sesuai dengan kebutuhan ternak atau ad libitum.
Pemberian pakan pada ternak didasarkan pada kebutuhan bahan kering (BK) ternak yang
kemudian dikonversikan dalam bentuk segar.
Konsumsi pakan dapat dihitung dalam bentuk segar dan BK. Konsumsi pakan
dihitung berdasarkan jumlah pakan yang diberikan pada ternak dan sisa pakan yang ada.
Konsumsi pakan ternak dapat dihitung menggunakan rumus:
a. Konsumsi pakan (segar) = Konsumsi pakan segar
Lama pemeliharaan
Kadar BK Pakan
b. Konsumsi pakan (BK) = X Konsumsi pakan (segar)
100
Konsumsi BK pakan pada sapi mampu mencapai 2,8 – 3,17% dari BB dengan rata-rata bobot
badan terendah sebesar 153 kg dan tertinggi sebesar 253 kg (Syuhada dkk. 2009)

4.2. Bobot Ternak


Bobot ternak merupakan salah satu aspek penting dalam perhitungan evaluasi
produksi. Bobot ternak meliputi bobot badan awal pemeliharaan dan bobot akhir
pemeliharaan. Bobot awal ternak sangat penting untuk menentukan kebutuhan pakan ternak
yang didasarkan bobot badan. Selama masa penggemukan perlu diketahui perkembangan
bobot badan ternak melalui pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang diperoleh dengan
perhitungan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi lama pemeliharaan. Bobot
badan ternak dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin dan pakan yang diberikan.
Perolehan bobot ternak dapat menggunakan proses penimbangan namun dapat melalui
perhitungan menggunakan rumus Schoorl (Winarti dkk. 2013) :
(Lingkar dada (cm) + 22)2
BB =
100
Grafik hubungan antara konsumsi pakan dengan bobot badan ternak sapi (Syuhada dkk.
2009)

Karkas

Evaluasi produksi karkas penting untuk dilakukan karena karkas merupakan hasil
utama produk pemotongan ternak. Karkas diperoleh setelah proses penyembelihan kemudian
pemotongan kepala, pemisahan keempat kaki bagian bawah, ekor, pengulitan dan
pengeluaran organ dalam (Forrest dkk., 1975). Pada umumnya persentase karkas sapi
berkisar antara 50-60%, anak sapi (calf) dan veal 46-64% (Soeparno, 2015). Menurut Fikar
dan Ruhyadi (2005) sapi Bali merupakan sapi dengan persentase karkas yang tinggi
dibandingkan dengan sapi lain yang dikembangkan di Indonesia yaitu sekitar 56,9%,
selanjutnya sapi Perankan Ongole (PO) yang berkisar 55,3%, selanjutnya sapi Madura, sapi
Brahman, sapi Limousin serta simental yang rata-rata persentase karkasnya sekitar 50% dari
bobot sapi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bobot karkas diantaranya adalah bangsa
ternak, jenis kelamin, bobot potong dan umur pemotongan. Semakin tinggi bobot potong
maka semakin tinggi pula bobot karkas yang diperoleh (Rianto dkk, 2006 dan Soeparno,
2015).
Evaluasi karkas dapat dilakukan dengan menetahui seberapa banyak bobot karkas
yang dihasilkan, tebal lemak punggung (12th rib), REA (Rib Eye Area) pada (12th rib) dan
karkas grade karena berhubungan dengan nilai ekonomis yang tentunya membawa
keuntungan dalam usaha penggemukan. Untuk mengetahui karkas yang dihasilkan tentu
harus dilakukan proses pemotongan namun dapat dilakukan dengan pendugaan karkas yaitu
melalui penilaian BCS, muscle score, dan rumus pendugaan karkas.
Penilaian kualitas karkas dapat melalui Yield grade dan Quality grade. Yield grade
digunakan untuk menentukan jumlah daging pada karkas terutama pada daging paha (round),
loin, bahu (chuck) dan rusuk (rib). Ada 5 tingkatan penilaian skor yield grade yaitu 1,2,3,4,5
dimana skor 1 dengan ciri-ciri lemak tidak ada, marbling tidak ada, daging jumlah nya
banyak, ada perdagingan ganda, biasanya sapi mempunyai fertilitas rendah. Yield grade
dipengaruh oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Tebal lemak punggung (TLP) yang diukur pada rusuk ke 12 dalam inchi
b. Persentase lemak PGJ (Pelvis, ginjal dan Jantung) atau KPH (Kidney, pelvic and
heart)
c. Luas urat daging (Rib eye area) yang diukur pada rusuk ke 12 dalam inchi kuadrat
d. Bobot karkas panas (Kg)
Yield grade dapat dihitung dengan menggunakan rumus (USDA):
YG = 2,5 + (2,5 x TLP) + (0,2 x % lemak KPH) + (0,0038 x Bobot karkas panas) – (0,32
x REA)
Hasil perhitungan kualitas YG dibulatkan ke bawah, misalnya 1,65 dibulatkan menjadi 1.
Jumlah daging diestmasi ke dalam skor 1 – 5. Karkas dengan skor kualitas hasil terendah
menghasilkan danging dengan jumlah tertinggi.
Ilustrasi 1. Gambar pengukuran Luas urat daging (REA) dengan milimeter blok
BAB V

PENANGANAN PENDUKUNG

Kastrasi

Kastrasi/kebiri adalah tindakan menghilangkan fungsi kelamin pada ternak jantan.


Pada penggemukkan ternak potong kastrasi sering dilakukan pada industri skala besar.
Tujuan kastrasi antara lain :
- Menghindarkan dari perkawinan yang tidak diinginkan
- Meningkatkan lemak pada tubuh ternak (deposisi lemak sebagai cadangan energi)
- Meningkatkan kualitas daging
- Membuat ternak lebih jinak
- Menghambat sifat kelamin jantan (fisik dan tingkah laku)
Kastrasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara terbuka dan cara tertutup. Cara tertutup
dilakukan tanpa operasi yaitu menggunakan elastrator atau tangurdizzo atau tang burdizo
(emasculator) atau cincin karet (elastrator).
Tipe Kastrasi Kelebihan Kekurangan Umur Cara
Kastrasi - Tidak perlu operasi - Perlu waktu Minimal pedet Menggunakan
Tertutup - Tidak menyebabkan lama umur 7 hari elastrator/cincin karet
pendarahan Atau tang burdizo
Kastrasi - Poses dan - Membutuhkan Minimal pedet Operasi
Terbuka penyembuhan cepat tenaga bedah umur 4-10
- Perlu tempat minggu
dan alat steril

Dehorning

Dehorning adalah tindakan menghilangkan/memotong tanduk untuk keperluan


ekonomis dan keamanan. Tanduk dihilangkan karena dapat menimbulkan resiko keamanan
terhadap manusia, ternak lain dan ternak itu sendiri. Waktu yang tepat untuk melakukan
dehorning adalah saat umur 10 minggu. Dehorning dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
pencegahan tumbuhnya tanduk (dishorning) dan pemotongan tanduk yang sudah tumbuh.

Drafting

Drafting adalah kegiatan mengelompokkan sapi berdasarkan bobot badannya.

Sapi dengan bobot badan yang sama akan disatukan agar tidak ada sapi yang kalah berebut

pakan. Drafting sebaiknya dilakukan saat ternak datang di peternakan. Drafting dapat

sekaligus dilakukan recording atau pencatatan dan pemberian tanda pada ternak. Ternak yang
datang langsung masuk dalam jalur drafting samai pada drafting pound. Pada drafting pound

ternak akan diarahkan pada kandang yang berisi ternak dengan bobot yang sama.

Ilustrasi Contoh lahan grading

Sumber: https://www.kurraglenindustries.com.au/

Hoof Trimming/Pemotongan Kuku

Hoof Trimming merupakan kegiatan memotong kuku sapi. Pemotongan kuku sapi
biasa dilakukan pada sapi yang sering dikandangkan, karena kuku yang panjang akan
mengganggu pergerakan sapi dan menyebabkan sapi mudah terpeleset. Kuku yang terlalu
panjang juga dapat menyebabkan terkumpulnya kotoran di antara kedua belah kuku sehingga
beresiko timbulnya infeksi.

DAPUS:

https://www.kurraglenindustries.com.au/images/cattle-yards/180-head-cattle-yard/180-head-

cattle-yard.jpg

BAB VI

Metode Pendukung

Bahan Kering

Penentuan kebutuhan ternak dihitung menggunakan standar kebutuhan bahan kering.

Bahan kering (BK) adalah total zat-zat pakan selain air dalam suatu bahan pakan. Bahan

kering dijadikan standar karena kadar air pada setiap bahan pakan berbeda-beda sehingga

dikhawatirkan apabila pakan diberikan dalam keaadan segar (dengan kadar air yang berbeda-

beda) nutrisi di dalam bahan pakan akan berbeda karena belum di hitung kadar airnya,

sehingga yang terserap tubuh ternak juga akan berbeda. Bahan kering diperoleh dengan cara

mengitung kadar air yang hilang ketika di oven. Bahan kering dihitung menggunakan rumus :

(A+B) -C
Bahan kering = 100% -( x 100%)
B

Keterangan :

A = Berat loyang sebelum di oven

B = Berat sampel sebelum di oven

C = Berat loyang + sampel setelah di oven


Berikut contoh standar BK bahan pakan menurut Hartadi (0000) :

Bahan Pakan Kadar BK Bahan Pakan Kadar BK

Rumput gajah Dedak padi

Rumput BB Wheat Brand

Jerami padi Gaplek

Bungkil kedelai Molases

Pendugaan Bobot Badan

Bobot badan ternak dapat diketahui dengan cara menimbang, namun cara tersebut dinilai
kurang praktis dan tidak semua tempat mempunyai timbangan sapi. Selain dengan penimbangan,
mengetahui bobot badan bisa dilakukan dengan cara menghitung bobot badan berdasarkan ukuran-
ukuran tubuh tertentu melalui beberapa rumus. Tingkat akurasi dengan perhitungan rumus kurang
akurat, namun lebih mudah untuk diaplikasikan dan lebih praktis.

Menduga bobot badan dengan rumus memerlukan ukuran ukuran lingkar dada, panjang badan
dan tinggi pundak. Ingkar dada diukur menggunakan pita ukur melingkari dada sapi tepat dibelakang
siku. Panjang badan diukur secara lurus dengan menggunakan tongkat ukur, mulai dari siku
(humerus) sampai benjolan tapis (tuber ischii). Tinggi pundak diukur dengan menggunakan tongkat
ukur, mulai dari permukaan tanah tegak lurus sampai titik tertinggi pundak.

Rumus Schoorl:

{lingkar dada (cm) + 22}2


Bobot badan (kg) =
100

Rumus Winter

lingkar dada2 (inci) x panjang badan


Bobot badan ((lbs) =
300

Bobot badan (kg) = Bobot badan (lbs) x 0,453592


Pendugaan Umur Ternak Sapi

Umur merupakan faktor penting yang harus diketahui karena dengan mengetahui
umur dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan pakan ternak. pada masa peridoe
pertumbuhan ternak membutuhkan pakan yang berbeda-beda. Kebutuhan pakan ternak akan
meningkat seiring dengan pertambahan umur. Dalam usaha penggemukkan perlu diketahui
umur ternak yang akan dipelihara, pada peternakan yang memadai terdapat rekording yang
bisa memberikan catatan mengenai umur ternak, namun apabila tidak terdapat rekording
maka dapat dilakukan pendugaan untuk mengetahui umur ternak. metode pendugaan umur
ternak sapi dapat dilakukan melalui 3 macam, yaitu:

1. Melihat tali pusar


Pendugaan umur dapat dilakukan dengan melihat tali pusar yang terdapat pada pedet
yang baru lahir. Metode ini haya dapat digunakan pada anak sapi yang baru lahir.
Penentuan umur menggunakan perabaan pada tali pusar dimana apabila diraba terasa
lunak maka dapat diduga bahwa anak sapi tersebut baru beberapa hari lahir, pada
umur 4-5 hari kondisi tali pusar apabila diraba mulai terasa mengering dan setelah
berumur 7 hari tali pusar sudah mulai lepas dan bulu sudah mulai tumbuh.

2. Melihat cincin tanduk


Pendugaan umur ternak dapat dilakukan dengan melihat pertumbuhan cincin tanduk
(lekukan tanduk yang cukup nyata). Pendugaan umur dapat dilakukan dengan cara
memegang bagian tanduk sapi kemudaia dilakukan perabaan pada bagian tanduk sapi
untuk melihat ada tidaknya cincin atau lingkar tanduk. Jika ditemukan cincin atau
lingkar tanduk maka dihitungkah berapa jumlah cincin atau lingkar tanduk.
Pendugaan umur ternak dapat dihitung melalui rumus berikut :
Hasil pengamatan Umur
Tempat tanduk akan tumbuh agak 1 bulan
keras
Tanduk agak kelihatan ± 3 cm 5 bulan
Tanduk ± 10 cm 1 tahun
Tanduk ± 15 cm 16-17 bulan
Banyaknya cincin tanduk (X+2) tahun
3. Melihat pertumbuhan gigi
Pendugaan umur ternak ruminansia dapat dilihat berdasarkan gigi yang terdapat pada
ternak. dasar penentuan umur ternak dilihat pada pertumbuhan gigi yaitu poel gigi.
Gigi pada ternak ruminansia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti
halnya pada gigi manusia. Metode pendugaan umur ternak dapat dilakukan melalui
langkah-langkah berikut:
a. Membuka mulut sapi dengan cara hidung atau cungur sapi dipegang dengan
tangan kiri dan diangkat ke atas.
b. Mengamati gigi yang poel atau gigi permanen. Gigi permanen dapat diketahui
dengan membedakan dengan gigi susu yaitu berdasarkan ukurannya yang lebih
besar. Selain itu gigi permanen pada terak muda dan tua dapat dibedakan
berdasarkan kelengkapan dan jarak antara gigi satu dengan gigi yang lainnya.
Gambar perkembangan gigi pada ternak sapi:
DAFTAR PUSTAKA

Rianto, Edy, E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurnaen. 2007. Model kurva pertumbuhan pra sapih dari sapi madura betina dan jantan.
Jurnal Ilmu Ternak 7(1) : 48-51.
Gomes, R. D. Costa, R. F. D. Siqueira, M. A. Ballou, T. R. Stella, dan P. R. Leme. 2011.
Hematological profile of beef cattle with divergent residual feed intake, following
feed deprivation. Pesq. Agropec. Bras., Brasilia 46 (9) : 1105-1111.
Amien, I., M. Nasich., Marjuki. 2009. Pertambahan bobot badan dan konversi pakan
Limousin Cross dengan pakan tambahan Probiotik. Universitas Brawijaya.
Malang.

Adiwinarti, R., I. P. Kusuma., C. M. S. Lestari. 2010. Penampilan produksi sapi PO dan


PFH jantan yang mendapat pakan konsentrat dan hay rumput gajah. Sains
Peternakan. 8 (1) : 1-7.

Pitono, A. R., H. Nugroho., Kuswati., T. Susilowati. 2012. Performan sapi Brahman


Cross Steer warna merah dan putih pada fase finisher. Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya. Malang.

Ngadiyono, N., H. Hartadi., M. Winugroho. 2000. Pengaruh pemberian bioplus terhadap


kinerja sapi Madura di Kalimantan Tengah. Fakultas Peternakan Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.

Nurdiati, K., E. Handayanta., Lutojo. 2012. Efisiensi produksi sapi potong pada musim
kemarau di peternakan rakyat daerah pertanian lahan kering kabupaten
Gunungkidul. Jurnal Tropical Animal Husbandary. 1 (1) : 52- 58.

Syuhada, T.R., E. Rianto, E. Purbowati, A. Purnomoadi dan Soeparno. 2009. Produktivitas


sapi Peranakan Ongole pada berbagai tingkatan bobot badan. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 21 – 23 Agustus 2007.
Puslitbang Peternakan, Bogor. Halaman 163-173

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.

Rianto, E., E. Haryono dan C.M.S. Lestari. 2006. Produktivitas Domba Ekor Tipis jantan
yang diberi pollard dengan aras berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2006. Puslitbang Peternakan,
Bogor. Halaman 431-439.

Soeparno. 2015. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi Kedua Cetakan Keenam. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta..

Fikar, S. dan Ruhyadi, D. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick,. M.D. Judge and R.A. Merkel. 1975. Principles of
Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Fransisco.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tilman. 1986. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yulianto, P dan Saparinto, C. 2011. Penggemukan Sapi Potong Hari per Hari 3 Bulan Panen.
Penebar Swadaya. Jakarta

Sugeng, Y. B. 2007. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Bata, M., S. Rahayu dan N. Hidayat. 2016. Performan sapi Sumba Ongole (SO) yang diberi
jerami padi amoniasi dan konsentrat yang disuplementasi dengan tepung daun waru
(Hibicus tiliaceus). J. Agripet. 16 (2): 106-113

Khasrad dan Rusdimansyah. 2011. Pengaruh imbangan konsentrat-jerami padi amoniasi dan
lama penggeukan terhadap bobot badan dan kualitas fisik daging sapi Pesisir. JITV 17
(2): 152-160

Yuliantonika, A.T., C.M.S. Lestari dan E. Purbowati. 2013. Produktivitas sapi Jawa yang
diberi pakan basal jerami padi dengan berbagai level konsentrat. Animal Agriculture
Journal 2 (1): 152-159

Kearl, L.C. 1982. Nutrien Requirements of Ruminants in Developing Countries. International


Feedstuff Institute, Utah State University, Logan.

Budiharji. K., M. Handayani dan G. Sanyoto. 2011. Analisis profitabilitas usaha


penggemukan sapi potong di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. J. Analsi
Profitabilitas. Vol: 7 (1):1-9. Semarang.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Ontario Farm Animal Council (OFAC). 2010. Body conditioning score of beef cattle.
Available at http://www.ofac.org/pdf/body%20condition %20score.pdf. Accession
date: 2nd March 2012.
Pawere F. R., E. Baliarti dan S. Nurtitni. 2012. Proporsi bangsa, umur, bobot badan awal da
skor kondisi tubuh sapi bakalan pada usaha penggemukan. Buletin Peternakan. Vol.
36 (3): 193-198. Yogyakarta.
Webster dan Wilson . 1980. Agriculture in the Tropics. Longman. London.

Anda mungkin juga menyukai