Ternak potong merupakan ternak yang dipelihara dan diambil dagingnya dan
digunakan sebagai sumber pangan hewani. Ternak yang dapat dikategorikan sebagai ternak
potong yaitu ternak yang memiliki produksi daging tinggi. Beberapa ternak seperti sapi,
kambing, domba, ayam dan babi merupakan ternak yang sering dimanfaatkan dagingnya
untuk di konsumsi. Ternak yang banyak digunakan untuk penggemukan adalah sapi. Sapi
potong merupakan komoditas sub sektor peternakan yang sangat potensial, karena tingginya
bobot badan harian (PBBH) sehingga didapatkan bobot potong yang tinggi. Beberapa cara
yang bisa dilakukan dalam pengemukan sapi potong yaitu secara feedlot. Feedlot yaitu cara
pemeliharaan ternak potong dengan pemberian pakan yang tepat sesuai kebutuhan ternak.
Peraturan budidaya penggemukan sapi potong diatur dalam Peraturan Menteri, (2015) yang
d. mewujudkan budi daya sapi potong yang sehat dan ramah lingkungan;
Pakan
Pakan merupakan suatu bahan yang diberikan pada ternak terdiri dari bahan tunggal
atau campuran yang mengandung energi dan zat-zat gizi dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dan produksi ternak dimana ternak akan mengonsumsi secara sukarela.
Bahan pakan yang diberikan pada ternak harus memenuhi syarat, diantaranya :
a. Mudah diperoleh
b. Mengandung nutrisi yang dibutuhkan ternak
c. Kontinyuitas terjaga
d. Harga bahan pakan murah
e. Tidak bersaing dengan kebutuhan manusia
f. Tidak bersifat toksik (meracuni ternak)
Menurut Hartadi dkk. (1986) kelas bahan pakan Internasional yang dapat diberikan kepada
ternak terdiri dari 8 kelas, yaitu:
1. Hijauan kering dan jerami
Contoh: hay, jerami, fooder, stover, sekam dan kulit biji polongan.
2. Hijauan segar atau pasture
Contoh: semua hijauan yang diberikan dalam keadaan segar.
3. Silase
Contoh: silase rumput, silase jagung, silase alfafa.
4. Sumber energi
Contoh: biji bijian, limbah kacang kacangan, umbi-umbian dan akar-akaran
5. Sumber protein
Contoh: bungkil, bekatul.
6. Sumber mineral
Contoh: tepung tulang dan bahan-bahan hasil pertambangan
7. Sumber vitamin
Contoh: proses ensilasi ragi
8. Additives
Contoh: antibiotik, hormon
Pakan yang diberikan untuk ternak sapi dapat berupa pakan complete feed (pakan
komplit) dan konsentrat. Complete feed yaitu pakan yang sudah dihitung berdasarkan
kebutuhan nutrisi ternak baik untuk hidup pokok dan produksi sehingga dijadikan sebagai
satu-satunya pakan yang diberikan, sedangkan konsentrat merupakan pakan yang diberikan
berdampingan dengan bahan pakan yang lain untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan
nutrisinya. Kebutuhan pakan untuk sapi potong menurut Kearl (1982) :
Bobot Badan PBBH BK TDN PK
------------------------------- kg -------------------------- g
0,50 4,2 2,3 513
150 0,75 4,4 2,7 552
1,00 4,5 2,1 623
0,50 5,6 2,8 577
200 0,75 5,5 3,3 639
1,00 5,6 3,8 707
0,50 6,2 3,3 564
250 0,75 6,5 3,9 644
1,00 6,6 4,5 724
0,50 7,1 3,8 604
300 0,75 7,4 4,5 717
1,00 7,6 5,2 764
Genetik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ternak sebesar
30%. Performa ternak dapat tergambar dari genetiknya, sehingga pemilihan bakalan yang
tepat dapat kita lakukan berdasarkan tetuanya.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin yang dipilih untuk penggemukkan adalah jantan karena laju
pertumbuhan sapi jantan pada umumnnya lebih tinggi daipada sapi betina. Keunggulan sapi
jantan yang lain adalah perlemakan yang lebih rendah dari pada betina.
Sumber: Karnaen, 2007 Sumber : Gomes, 2011
Pada grafik diatas terlihat bahwa pertumbuhan sapi jantan lebih cepat dari pada sapi betina
pada umur muda. Pada tabel diatas diketahui bahwa petambahan bobot badan, bobot badan
akhir dan FCR sapi jantan lebih baik dari pada sapi betina.
Lingkungan
Penanganan ternak datang merupakan tata cara untuk menangani ternak yang baru
datang di perternakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan kembali keadaannya
setelah menempuh perjalanan jauh yang membuat ternak kehilangan energi dan stress (Fikar
dan Ruhyadi, 2012). Penanganan bertujuan untuk mempercepat proses adaptasi ternak
terhadap lingkungan yang baru, saat dikarantina ternak diberi pakan dan minum yang cukup,
pemberian vitamin dan obat cacing dan pemberian identitas ternak (Yulianto dan Saparinto,
2011). Ternak saat transportasi akan mengalami stress yang berdampak terhadap perubahan
fisiolagis antara lainnya naiknya suhu tubuh, frekuensi nafas, denyut nadi, maka dari itu perlu
pertumbuhan. Salah satu langkah yaitu dengan cara pemberian air gula maupun larutan
elektrolit dan pakan dengan kandungan nutrisi yang berkualitas baik (Santosa dkk., 2012).
Setelah masa adaptasi berjalan dengan baik, maka akan dilanjutkan penimbangan bobot
badan awal yang nantinya dapat digunakan sebagai evaluasi, dan dikelompokkan sesuai
biasanya menggunakan sistem intensif dan semi intensif. Sedangkan lama waktu
pemeliharaan biasanya berkisar antara 3-4 bulan, sehingga pertumbuhan ternak harus cepat
dengan manajemen yang baik dan benar. Beberapa terknis pemeliharaan secara intensif yaitu
sapi memperoleh perlakuan yang lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, sanitasi
(Sugeng, 1998). Pemberian pakan dapat dilakukan sebanyak 2 – 3 kali sehari, yaitu pagi,
siang, dan malam. Sanitasi kandang dan memandikan ternak dilakukan pagi hari sebelum
pakan diberikan agar tidak menggangu kenyamanan ternak. Penimbangan ternak dapat
dilakukan pada saat pertengahan pemeliharaan yaitu 1 – 1,5 bulan sekalian dilakukan
pengelompokan ternak dengan pertumbuhan yang cepat yang ditandai dengan bobot badan
yang lebih berat (drafting) sehingga ternak lain tidak tertinggal pertumbuhan yang dapat
disebabkan persaingan perebutan pakan. Selain itu biasanya dilakukan juga sebelum
mendekati masa panen dan juga dilakukan pengelompokan kualitas ternak (grading).
Daftar Pustaka:
Rianto, Edy, E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurnaen. 2007. Model kurva pertumbuhan pra sapih dari sapi madura betina dan jantan.
Jurnal Ilmu Ternak 7(1) : 48-51.
Gomes, R. D. Costa, R. F. D. Siqueira, M. A. Ballou, T. R. Stella, dan P. R. Leme. 2011.
Hematological profile of beef cattle with divergent residual feed intake, following
feed deprivation. Pesq. Agropec. Bras., Brasilia 46 (9) : 1105-1111.
BAB III
Keberhasilan suatu usaha peternakan terutama sapi potong bisa dilihat dari
jumlah sapi yang dapat dipasarkan. Beberapa aspek yang mempengaruhi tingginya
jumlah sapi yang dipasarkan antara lain yaitu pemilihan bakalan yang baik dan
berkualitas. Pemilihan bakalan merupakan suatu usaha yang dilakukan peternak yang
bakalan bisa dilakukan dengan memilih bakalan yang masuk dalam kriteria
penggemukkan. Kriteria tersebut antara lain bobot badan, umur, Body Condition Scor
(BCS), kesehatan sapi dan jenis bangsa sapi tersebut. Secara teoritis umur sapi
bakalan yang baik untuk digemukkan adalah 1,5-2,5 tahun atau gigi seri tetap sudah
1-2 pasang (poel 1 dan 2) karena umumnya sapi bakalan yang berumur demikian
memiliki laju pertumbuhan yang optimal, efisiensi pakan yang tinggi (Ngadiyono,
2007). OFAC (2010) menambahkan, sapi bakalan yang baik untuk digemukkan
maksimal untuk dijadikan sapi potong. Apabila pemilihan dilakukan secara baik,
benar dan disiplin maka akan memaksimalkan target berat badan dan juga nilai jual
yang didapat tinggi. Oleh karena itu pemilihan bakalan merupakan salah satu faktor
penting yang harus dilakukan dalam usaha penggemukan ternak khususnya sapi
potong. Kriteria pemilihan bakalan sapi ini bertujuan untuk menghasilkan ternak sapi
potong yang sehat, tidak cacat dan mempunyai harga jual tinggi sehingga nantinya
dapat dipilih sebagai bakalan sapi potong dengan potensi berat badannya pada CV.
(disukai ternak) serta kandungan nutrisi yang cukup untuk ternak sehingga nantinya dapat
pertumbuhan dapat lebih maksimal sesuai dengan potensi genetiknya. Konsumsi pakan sapi
dapat dihitung menggunakan kebutuhan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total
digestible nutrients (TDN). Nutrisi yang dikonsumsi ternak akan digunakan tubuh untuk
hidup pokok dan setelah hidup pokok terpenuhi selanjutnya nutrisi digunakan untuk
pertumbuhan dan produksi (daging). Menurut Owen dkk. (1998) kurva pertumbuhan,
terbentuknya masa atau pertambahan berat badan dan dibedakan berdasarkan umur, yaitu
sigmoid, yang dimulai dari pra pubertas (fase percepatan) dan pasca pubertas (fase
perlambatan). Kurva ini dapat menggambarkan fungsi dari pematangan otot, fraksional
kerangka yaitu pertumbuhan tulang, kemudian pertumbuhan jaringan otot, dan lemak.
Pertumbuhan domba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun faktor yang paling
dominan yaitu konsumsi pakan, semakin besar bobot badan maka kebutuhan akan konsumsi
pakan juga akan meningkat (Owen dkk., 1998). Semakin besar bobot badan maka akan
Selain pakan hal yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan adalah lingkungan.
Beberapa ternak seperti ternak lokal (Sapi PO, Madura, Bali, Jawa, Sumatera, Banteng,
Kerbau) merupakan ternak yang tahan terhadap suhu panas (sampai 35°c) di iklim tropis,
sedangkan ternak silangan (Sapi Peranakan Limousin, Simental, Fresian Holstein) memiliki
kecenderungan nyaman dengan suhu yang tidak terlalu panas. Lingkungan yang nyaman
dapat mempengaruhi konsumsi, semakin panas suhu lingkungan maka konsumsi pakan akan
menurun dan semakin dingin suhu lingkungan akan meningkatkan konsumsi pakan.
Tabel Thermoneutral zone berdasarkan suhu dan ketinggian tempat berbagai jenis
Kecernaan
Kecernaan pakan dapat dilihat dari berapa jumlah nutrisi pakan yang tidak dikeluarkan lagi
melalui feses. Semakin besar nilai kecernaan pakan menggambarkan semakin tingginya
Artinya apabila jumlah nutrisi yang dapat disimpan dalam tubuh semakin banyak dari yang
dikeluarkan melalui feses, semakin tinggi nilai kecernaannya. Sehingga dalam pembuatan
ransum pakan maka perlu dicari bahan pakan yang memiliki kecernaannya tinggi dan saling
Salah satu cara untuk meningkatkan kecernaan yaitu dengan pemberian probiotik.
Pemberian probiotik dapat mengontrol kondisi anaerob dalam rumen, sehingga meningkatkan
populasi dan aktivitas mikroba rumen. Pemberian mineral mikro bagi mikroba rumen dapat
meningkatkan aktivitas fermentasi di dalam rumen dan penambahan enzim dalam pakan
dapat menstimulasi degradasi pakan. Meningkatnya populasi dan aktivitas mikroba rumen
produktivitas ternak. Sehingga ketika nilai kecernaan pakan yang semakin tinggi dapat
dapat menggunakan teknologi pengolahan terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak.
Sementara itu, yang kita kenal sebagai serat kasar (SK) itu sendiri tidak lain adalah
polisakarida struktural yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan xylan, yang merupakan
komponen dari karbohidrat. Oleh karena itu, pakan dengan kandungan selulosa dan
hemiselulosa maupun xylan yang tinggi dikategorikan sebagai pakan dengan serat kasar
tinggi sehingga pakan seperti ini dapat juga disebut pakan serat. Serat merupakan kandungan
pakan yang sulit dicerna oleh mikroba rumen. Bioproses di dalam rumen dapat kita
manipulasi selama kebutuhan nutrien dari mikroba rumennya tercukupi, sebaliknya defisiensi
nutrien tertentu yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan mengurangi biomasa dan akan
berakibat menurunnya daya cerna pakan terutama pakan berserat (Preston dan Leng, 1987).
Puastuti (2009)
produktivitas ternak tersebut baik secara bobot badan maupun konsumsi. Aktivitas
ternak bisa mempengaruhi peningkatan atau penurunan bobot badan dan konsumsi.
Aktivitas ternak bisa dipengaruhi dari beberapa faktor antara lain dari pakan,
perkandangan dan lingkungan. Pakan dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan
Faktor yang lain yang dapat langsung berdampak pada efisiensi aktivitas
ternak khususnya sapi potong adalah lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara.
Lingkungan yang ekstrim baik terlalu panas maupun terlalu dingin dapat menurunkan
produktivitas sapi potong khususnya daging. Oleh karna itu perlu dilakukannya
manipulasi lingkungan untuk menjaga agar ternak tersebut nyaman dan tetap dalam
kondisi temonetran. Termonetral yaitu kondisi dimana ternak merasa nyaman dengan
Suhu lingkungan yang ekstrim akan berdampak ternak yang cepat mengalami
stres dan akan mengalami penurunan produktifitasnya. Suhu lingkungan ekstrim bisa
cara menanam naungan berupa pohon disekitar kandang. Webster dan Wilson (1980)
mengatakan bahwa bila suhu lingkungan berada di atas atau di bawah comfort zone
maka ternak akan mengalami cekaman panas, daya tahan ternak terhadap panas
menurun, ternak akan banyak mengeluarkan keringat dan akumulasi dari kondisi
EVALUASI PRODUKSI
pertambahan bobot badan harian ternak (pbbh). Pertambahan bobot badan harian adalah
jumlah peningkatan bobot badan ternak dari awal pemeliharaan sampai dengan akhir
pemeliharaan. Secara umum pemberian pakan yang baik akan menghasilkan pbbh yang lebih
besar. Pemberian pakan pada sapi disesuikan dengan kebutuhan dan target pbbh yang ingin
dicapai. Hasil penelitian Eramus dkk (2010) pbbh sapi yang diberi suplemen probiotik lebih
tinggi dari pada yang tidak diberi suplemen. Pbbh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
jenis sapi, jenis kelamin, umur, pakan dan manajemen pemeliharaan. Dengan melihat
Konversi pakan merupakan perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak untuk
menghasilkan 1 kg bobot badan. Konversi pakan dipengaruhi oleh kondisi ternak (sakit/
tidak), daya cerna ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan serta kondisi
lingkungan. Semakin kecil nilai konversi menandakan manajemen pakan yang diberikan
sudah baik. Cara menghitung konversi pakan digunakan rumus konsumsi pakan dibagi
dengan pbbh.
***Pitono dkk.2012
Evaluasi selain melihat dari pbbh dan konversi juga dilihat dari efisiensi pakan dan
feed cost per gain nya, karena konsumsi merupakan 70% dari biaya yang dikeluarkan untuk
usaha penggemukan, sehingga efisiensi dan FC/G secara ekonomi harus dilakukan dengan
teliti supaya kontinyuitas usaha terjaga. Efisiensi pakan merupakan perbandingan pbbh yang
dihasilkan dengan jumlah konsumsi pada ternak. Nilai efisiensi yang dihasilkan semakin
tinggi akan semakin bagus karena menunjukkan bahwa konsumsi sedikit akan menghasilkan
pbbh yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah konsumsi, manajemen
pemeliharaan, kondisi lingkungan, fisiologis ternak dan umur ternak. Efiensi pakan dihitung
dengan rumus :
Feed cost per gain adalah biaya pakan yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 kg
bobot badan. Feed cost per gain dipengaruhi oleh harga pakan yang diberikan. Semakin
tinggi nilai FC/G menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya yang
** Pitono dkk.2012
Karkas
Evaluasi produksi karkas penting untuk dilakukan karena karkas merupakan hasil
utama produk pemotongan ternak. Karkas diperoleh setelah proses penyembelihan kemudian
pemotongan kepala, pemisahan keempat kaki bagian bawah, ekor, pengulitan dan
pengeluaran organ dalam (Forrest dkk., 1975). Pada umumnya persentase karkas sapi
berkisar antara 50-60%, anak sapi (calf) dan veal 46-64% (Soeparno, 2015). Menurut Fikar
dan Ruhyadi (2005) sapi Bali merupakan sapi dengan persentase karkas yang tinggi
dibandingkan dengan sapi lain yang dikembangkan di Indonesia yaitu sekitar 56,9%,
selanjutnya sapi Perankan Ongole (PO) yang berkisar 55,3%, selanjutnya sapi Madura, sapi
Brahman, sapi Limousin serta simental yang rata-rata persentase karkasnya sekitar 50% dari
bobot sapi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bobot karkas diantaranya adalah bangsa
ternak, jenis kelamin, bobot potong dan umur pemotongan. Semakin tinggi bobot potong
maka semakin tinggi pula bobot karkas yang diperoleh (Rianto dkk, 2006 dan Soeparno,
2015).
Evaluasi karkas dapat dilakukan dengan menetahui seberapa banyak bobot karkas
yang dihasilkan, tebal lemak punggung (12th rib), REA (Rib Eye Area) pada (12th rib) dan
karkas grade karena berhubungan dengan nilai ekonomis yang tentunya membawa
keuntungan dalam usaha penggemukan. Untuk mengetahui karkas yang dihasilkan tentu
harus dilakukan proses pemotongan namun dapat dilakukan dengan pendugaan karkas yaitu
melalui penilaian BCS, muscle score, dan rumus pendugaan karkas.
Penilaian kualitas karkas dapat melalui Yield grade dan Quality grade. Yield grade
digunakan untuk menentukan jumlah daging pada karkas terutama pada daging paha (round),
loin, bahu (chuck) dan rusuk (rib). Ada 5 tingkatan penilaian skor yield grade yaitu 1,2,3,4,5
dimana skor 1 dengan ciri-ciri lemak tidak ada, marbling tidak ada, daging jumlah nya
banyak, ada perdagingan ganda, biasanya sapi mempunyai fertilitas rendah. Yield grade
dipengaruh oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Tebal lemak punggung (TLP) yang diukur pada rusuk ke 12 dalam inchi
b. Persentase lemak PGJ (Pelvis, ginjal dan Jantung) atau KPH (Kidney, pelvic and
heart)
c. Luas urat daging (Rib eye area) yang diukur pada rusuk ke 12 dalam inchi kuadrat
d. Bobot karkas panas (Kg)
Yield grade dapat dihitung dengan menggunakan rumus (USDA):
YG = 2,5 + (2,5 x TLP) + (0,2 x % lemak KPH) + (0,0038 x Bobot karkas panas) – (0,32
x REA)
Hasil perhitungan kualitas YG dibulatkan ke bawah, misalnya 1,65 dibulatkan menjadi 1.
Jumlah daging diestmasi ke dalam skor 1 – 5. Karkas dengan skor kualitas hasil terendah
menghasilkan danging dengan jumlah tertinggi.
Ilustrasi 1. Gambar pengukuran Luas urat daging (REA) dengan milimeter blok
BAB V
PENANGANAN PENDUKUNG
Kastrasi
Dehorning
Drafting
Sapi dengan bobot badan yang sama akan disatukan agar tidak ada sapi yang kalah berebut
pakan. Drafting sebaiknya dilakukan saat ternak datang di peternakan. Drafting dapat
sekaligus dilakukan recording atau pencatatan dan pemberian tanda pada ternak. Ternak yang
datang langsung masuk dalam jalur drafting samai pada drafting pound. Pada drafting pound
ternak akan diarahkan pada kandang yang berisi ternak dengan bobot yang sama.
Sumber: https://www.kurraglenindustries.com.au/
Hoof Trimming merupakan kegiatan memotong kuku sapi. Pemotongan kuku sapi
biasa dilakukan pada sapi yang sering dikandangkan, karena kuku yang panjang akan
mengganggu pergerakan sapi dan menyebabkan sapi mudah terpeleset. Kuku yang terlalu
panjang juga dapat menyebabkan terkumpulnya kotoran di antara kedua belah kuku sehingga
beresiko timbulnya infeksi.
DAPUS:
https://www.kurraglenindustries.com.au/images/cattle-yards/180-head-cattle-yard/180-head-
cattle-yard.jpg
BAB VI
Metode Pendukung
Bahan Kering
Bahan kering (BK) adalah total zat-zat pakan selain air dalam suatu bahan pakan. Bahan
kering dijadikan standar karena kadar air pada setiap bahan pakan berbeda-beda sehingga
dikhawatirkan apabila pakan diberikan dalam keaadan segar (dengan kadar air yang berbeda-
beda) nutrisi di dalam bahan pakan akan berbeda karena belum di hitung kadar airnya,
sehingga yang terserap tubuh ternak juga akan berbeda. Bahan kering diperoleh dengan cara
mengitung kadar air yang hilang ketika di oven. Bahan kering dihitung menggunakan rumus :
(A+B) -C
Bahan kering = 100% -( x 100%)
B
Keterangan :
Bobot badan ternak dapat diketahui dengan cara menimbang, namun cara tersebut dinilai
kurang praktis dan tidak semua tempat mempunyai timbangan sapi. Selain dengan penimbangan,
mengetahui bobot badan bisa dilakukan dengan cara menghitung bobot badan berdasarkan ukuran-
ukuran tubuh tertentu melalui beberapa rumus. Tingkat akurasi dengan perhitungan rumus kurang
akurat, namun lebih mudah untuk diaplikasikan dan lebih praktis.
Menduga bobot badan dengan rumus memerlukan ukuran ukuran lingkar dada, panjang badan
dan tinggi pundak. Ingkar dada diukur menggunakan pita ukur melingkari dada sapi tepat dibelakang
siku. Panjang badan diukur secara lurus dengan menggunakan tongkat ukur, mulai dari siku
(humerus) sampai benjolan tapis (tuber ischii). Tinggi pundak diukur dengan menggunakan tongkat
ukur, mulai dari permukaan tanah tegak lurus sampai titik tertinggi pundak.
Rumus Schoorl:
Rumus Winter
Umur merupakan faktor penting yang harus diketahui karena dengan mengetahui
umur dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan pakan ternak. pada masa peridoe
pertumbuhan ternak membutuhkan pakan yang berbeda-beda. Kebutuhan pakan ternak akan
meningkat seiring dengan pertambahan umur. Dalam usaha penggemukkan perlu diketahui
umur ternak yang akan dipelihara, pada peternakan yang memadai terdapat rekording yang
bisa memberikan catatan mengenai umur ternak, namun apabila tidak terdapat rekording
maka dapat dilakukan pendugaan untuk mengetahui umur ternak. metode pendugaan umur
ternak sapi dapat dilakukan melalui 3 macam, yaitu:
Rianto, Edy, E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurnaen. 2007. Model kurva pertumbuhan pra sapih dari sapi madura betina dan jantan.
Jurnal Ilmu Ternak 7(1) : 48-51.
Gomes, R. D. Costa, R. F. D. Siqueira, M. A. Ballou, T. R. Stella, dan P. R. Leme. 2011.
Hematological profile of beef cattle with divergent residual feed intake, following
feed deprivation. Pesq. Agropec. Bras., Brasilia 46 (9) : 1105-1111.
Amien, I., M. Nasich., Marjuki. 2009. Pertambahan bobot badan dan konversi pakan
Limousin Cross dengan pakan tambahan Probiotik. Universitas Brawijaya.
Malang.
Nurdiati, K., E. Handayanta., Lutojo. 2012. Efisiensi produksi sapi potong pada musim
kemarau di peternakan rakyat daerah pertanian lahan kering kabupaten
Gunungkidul. Jurnal Tropical Animal Husbandary. 1 (1) : 52- 58.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Rianto, E., E. Haryono dan C.M.S. Lestari. 2006. Produktivitas Domba Ekor Tipis jantan
yang diberi pollard dengan aras berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2006. Puslitbang Peternakan,
Bogor. Halaman 431-439.
Soeparno. 2015. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi Kedua Cetakan Keenam. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta..
Fikar, S. dan Ruhyadi, D. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick,. M.D. Judge and R.A. Merkel. 1975. Principles of
Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Fransisco.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tilman. 1986. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yulianto, P dan Saparinto, C. 2011. Penggemukan Sapi Potong Hari per Hari 3 Bulan Panen.
Penebar Swadaya. Jakarta
Bata, M., S. Rahayu dan N. Hidayat. 2016. Performan sapi Sumba Ongole (SO) yang diberi
jerami padi amoniasi dan konsentrat yang disuplementasi dengan tepung daun waru
(Hibicus tiliaceus). J. Agripet. 16 (2): 106-113
Khasrad dan Rusdimansyah. 2011. Pengaruh imbangan konsentrat-jerami padi amoniasi dan
lama penggeukan terhadap bobot badan dan kualitas fisik daging sapi Pesisir. JITV 17
(2): 152-160
Yuliantonika, A.T., C.M.S. Lestari dan E. Purbowati. 2013. Produktivitas sapi Jawa yang
diberi pakan basal jerami padi dengan berbagai level konsentrat. Animal Agriculture
Journal 2 (1): 152-159