Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lebih dari 90% usaha peternakan domba di Indonesia merupakan usaha


peternakan rakyat dengan skala usaha kepemilikan 2-5 ekor (Sodiq dan
Abidin, 2002). Pada masa mendatang, diharapkan pergeseran skala tipe usaha
peternakan rakyat kearah industri peternakan yang lebih besar skala kepemilikan
dombanya.
Daging merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam
pemenuhan gizi berupa protein hewani, namun penyediaan daging belum mencukupi
kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah laju
pertumbuhan perkembangan populasi domba tidak sejalan dengan meningkatnya
permintaan akan domba dan perkembangan populasi penduduk. Daging domba
seperti halnya daging ayam, dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat,
berbeda halnya dengan daging sapi (Sudarmono dan Sugeng, 2003). Hal ini
diketahui bahwa laju permintaan daging domba meningkat rata-rata 2,7% per tahun,
tetapi tidak diikuti dengan ketersediaan ternak domba dalam negri (Mulyono dan
Sarwono, 2004).
Kemampuan produksi ternak domba di Indonesia dapat tingkatkan bila tata
cara pemeliharaan secara ekstensif diubah ke semiintensif atau intensif ( Mulyono
dan Sarwono, 2004). Bila ditinjau dari aspek produksi, domba lokal mempunyai
daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang beriklim tropis
termasuk pakan yang sangat jelek (Sodiq dan Abidi, 2003). Usaha penggemukan
domba akan berhasil jika manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan sesuai
dengan kebutuhan sehingga akan diperoleh petambahan berat badan harian yang
optimal.
Ternak Domba mempunyai nilai ekonomis yang tinggi seperti dapat
berkembang biak dengan cepat, mudah beradaptasi pada lingkungan yang berbeda,
serta kebutuhan pakan absolute per ekornya lebih rendah dibandingkan ruminansia
besar. Di samping itu, memelihara domba memerlukan biaya yang sangat minimal
termasuk memanfaatkan sisa tanaman sebagai pakan, selalu tersedia pasarnya dan
dapat menghasilkan uang tunai pada saat dibutuhkan (Soedjana, 2005; Budisatria
2006).
1
Dengan melihat permintaaan akan konsumsi daging yang terus meningkat
maka ini merupakan salah satu motivasi untuk terjun kedunia peternakan, tetapi jika
melihat akan jumlah lahan pertanian dan lahan peternakan semakin tidak
memungkinkan lagi terdapatnya kawasan berumput sebagai sumber hijauan bagi
hewan ternak ruminansia. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah
membuat pakan ternak yang berasal dari sumber hijauan dengan bahan lain ( ransum
komplit/ complete feed) yang dapat memenuhi kebutuhan ternak. Pakan tersebut
dapat dibuat dengan memanfaatkan limbah industri pertanian, diantaranya yaitu
limbah perkebunan sagu. Dari limbah tersebut yang dapat dimanfaatkan adalah
Ampas Sagu. Fermentasi ampas Sagu (limbah sagu) pun dapat juga sebagai pakan
ternak. Limbah sumber serat dari sagu dapat digunakan sebagai komponen pakan
ternak bila disertai beberapa perlakuan untuk menaikkan kecernaan dan konsumsi
oleh ternak, dan/atau suplementasi dengan bahan lain untuk menyeimbangkan
ketersediaan zat-zat makanan di dalam rumen maupun untuk tujuan produksi.
Indonesia merupakan negara utama penghasil sagu di dunia. Indonesia
memiliki hutan sagu liar yang luas (>700.000 ha). Beberapa daerah penghasil sagu,
di antaranya Irian Jaya terdapat sekitar 6 juta dan daerah Pidie di pantai timur Aceh
memiliki 2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu
(McClatchey et al. 2006).

Ampas sagu merupakan limbah produksi industri sagu, mempunyai peluang


dan potensi untuk digunakan sebagai salah satu alternatif sumber bahan pakan
berserat, karena mempunyai kandungan bahan organik tinggi yang sangat potensial
sebagai sumber energi. Namun demikian, sampai saat ini ampas sagu dikenal
sebagai pakan berserat yang berkualitas rendah. Fermentasi merupakan salah satu
upaya dalam peningkatan kualitas bahan pakan yang telah banyak dilakukan. Proses
fermentasi dilakukan dengan menambahkan starter mikroorganisme (kapang atau
bakteri) yang sesuai dengan substrat dan tujuan proses fermentasi.
Fermentasi dapat meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan melalui
peningkatan daya cerna, konsumsi, kandungan protein kasar, dan memungkinkan
penyimpanan bahan pakan berkadar air tinggi. Oleh karena itu hasil sampingan
limbah pertanian ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung
peningkatan produktivitas ternak. Dari latar belakang masalah diatas maka dapat di
rumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana performans ternak lokal
yang diberi pakan berbasis ampas sagu (limbah pertnian).
2
1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk Mengetahui tingkat kelayakan produksi dan


biaya produksi Domba Lokal Jantan terhadap pemberian pakan komplit fermentasi
berbahan dasar Ampas Sagu.

1.3 Hipotesis Penelitian

H0 = Pemberian Pakan Komplit Fermentasi berbahan dasar Ampas Sagu


sebagai pakan tidak layak terhadap kelayakan produksi dan biaya produksi.
H1 = Pemberian Pakan Komplit Fermentasi berbahan dasar Ampas Sagu
sebagai pakan layak terhadap tingkat keuntungan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Daging Di Indonesia

Dengan perkembangan populasi ternak potong yang relatif masih rendah


tersebut, maka jumlah produksi daging yang dapat diproduksi dari dalam negeri juga
sangat terbatas. Pada tahun 2004 produksi daging hanya meningkat 7,9% dari tahun
2003, yaitu dari 1,9 juta ton menjadi 2,0 juta ton dan pada tahun 2005 sedikit
meningkat menjadi 2,1 juta ton. Peningkatan produksi daging berasal dari daging
sapi, kambing, babi dan daging ayam (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan Produksi Daging (ribu ton)

No Jenis 2003 2004 2005*)


1 Sapi 369,7 447,6 463,8
2 Kerbau 40,6 40,2 40,8
3 Kambing 63,9 57,1 58,9
4 Domba 80,6 66,1 66,5
5 Babi 177,1 194,7 198,2
6 Kuda 1,6 1,6 1,7
7 Ayam Buras 298,5 296,4 310,0
8 Ayam Ras Petelur 48,2 48,4 51,2
9 Ayam Ras Pedaging 771,1 846,1 883,4
10 Itik 21,3 22,2 38,7
Jumlah 1.872,6 2.020,4 2.113,2
Sumber : Statistik Pertanian 2004
Keterangan : *) Angka Sementara

2.2 Deskripsi Domba

Domba lokal lebih dikenal oleh masyarakat sebagai domba kampung atau
lokal. Domba jenis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial, karena
karkas (daging) yang dihasilkan sangat rendah. Demikian pula, bulunya kurang
mempunyai mutu baik. Jenis domba ini banyak juga diusahakan oleh masyarakat
4
dipedesaan sebagai sampingan saja. Ciri-ciri domba lokal/kacang/kampung
Indonesia adalah ukuran badan kecil, pertumbuhannya lambat, bobot badan domba
jantan 30 kg - 40 kg dan domba betina 15 kg - 20 kg, warna bulu dan tanda –
tandanya sangat beragam, bulunya kasar dan agak panjang, telinganya kecil dan
pendek, domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk dan
ekornya kecil dan pendek (Cahyono, 1998).

2.3 Nutrisi Pakan Dan Kebutuhan Nutrisi Pada Domba

Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk


hewan yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu
memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain
kecuali air (Hartadi Etal., 2005;Purbowati Et Al., 2008).
Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang
meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrien setiap ternak bervariasi antar
jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan, dan aktivitas fisik
ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrien ternak dapat dikelompokkan menjadi
komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan
tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Kebutuhan harian zat-zat
makanan untuk ternak domba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba


ENERGI PROTEIN
BB BK Ca P
ME TDN Total DD
(Kg) (Kg) (%BB) (Mcal) (Kg) (g) (g) (g)
5 0,14 0,6 0,61 51 41 1,91 1,4
10 0,25 2,5 1,01 1,28 81 68 2,3 1,6
15 0,36 2,4 1,37 0,38 115 92 2,8 1,9
20 0,51 2,6 1,8 0,5 150 120 3,4 2,3
25 0,62 2,5 1,91 0,53 160 128 4,1 2,8
30 0,81 2,7 2,44 0,67 204 163 4,8 2,3
Sumber : NRC (1995)
5
2.4 Biaya Produksi/Total Cost

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya
produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat
dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban
yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang
atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap
dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada
atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja
bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.
Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan
jumlah produksi ayam pedaging yang diusahakan. Semakin banyak ayam
semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan
secara total (Rasyaf, 1995).
Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang
berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya
produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap.

2.5 Pendapatan/Total Revenue

Pendapatan adalah jumlah nilai yang diterima dan diperoleh dari hasil usaha.
Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen. Penerimaan
dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang
dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990).
Nuraini (2003) mengatakan, besarnya pendapatan total akan tergantung
kepada banyaknya penjualan produk atau jasa. Dengan demikian maka besarnya
penerimaan pendapatan akan tergantung kepada dua variabel, yaitu variabel harga
dan variabel jumlah yang dijual.

6
2.6 Analisis B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Efisiensi usaha ditentukan dengan menggunakan konsep Benefit Cost Ratio


(BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (Output) dengan total biaya
(Input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin
besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).
Benefit/Cost ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan
dengan total biaya. Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula
keuntungan yang diperoleh petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih
efiisien (Soekartawi,2003). B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari
setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara
membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran.
B/C Ratio > 1 : Layak
B/C Ratio = 1 : Impas
B/C Ratio < 1 : Tidak layak

Total hasil produksi (pendapatan)


B/C-Ratio = Total biaya produksi (pengeluaran)

2.7 Analisa Laba-Rugi

Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika


jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada
jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin
meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau
ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau
kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan
biaya agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang
usaha (Murtidjo, 1995).
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang
diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba
konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika
perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk
yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen et al.,
2006).
7
Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
K = TR-TC

Ket : K = Keuntungan
Total Revenue = Total penerimaan
Total Cost = Total pengeluaran
Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh
pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-
jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama
(Kasmir et al, 2005).

2.8 Ampas Sagu

Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan sumber daya hayati


pertanian, baik jenis maupun jumlah yang sangat melimpah. Salah satu sumber daya
hayati tersebut adalah sagu. Indonesia merupakan negara utama penghasil sagu di
dunia. Indonesia memiliki hutan sagu liar yang luas (>700.000 ha). Beberapa daerah
penghasil sagu, di antaranya Irian Jaya terdapat sekitar 6 juta dan daerah Pidie di
pantai timur Aceh memiliki 2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas
produksi 527 ton sagu (McClatchey et al. 2006).

Ampas sagu dapat dijadikan sebagai pakan ternak sumber energi karena
kandungan BETNnya cukup tinggi yaitu 70,35%, namun kurang baik untuk dipakai
sebagai pakan tunggal karena ampas sagu berdasarkan bahan kering mengandung
protein kasar rendah yaitu 3,15% oleh karena itu diperlukan penambahan pakan
sumber protein seperti ampas tahu yang mengandung protein kasar sebesar 27,55%
(Nuraini dkk, 2009).
Ampas mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar,
protein kasar, lemak, dan abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu
lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar 20% dan
sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung
selulosa (57%) dan lignin yang lebih banyak (38%) daripada ampas sagu. Kiat
(2006),

8
2.9 Dedak

Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi

beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian

penutup beras. Hasil yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila

dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi

(Rasyaf, 1992).

Tabel 3. Kandungan nilai nutrisi dedak padi

Zat Nutrisi Kandungan (%)


Berat kering 89,6
Protein kasar 13,8
Lemak kasar 7,2
Serat kasar 8
TDN 67
Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)

2.10 Bungkil Kelapa

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk jenis tanaman palma yang
memiliki multi fungsi karena hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat
dimanfaatkan. Tanaman ini banyak dijumpai di Indonesia yang merupakan penghasil
kopra terbesar kedua di dunia, sesudah Phillipina. Usaha budi daya tanaman kelapa
melalui perkebunan terutama dilakukan untuk memproduksi minyak kelapa yang
berasal dari daging buahnya dengan hasil samping berupa ampas kelapa (Miskiah,
2006).
Pada proses pembuatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil), daging
kelapa segar yang telah diparut kemudian dikeringkan dan dipres hingga minyaknya
terpisah. Hasil samping dari proses pembuatan minyak kelapa murni ini adalah
ampas kelapa. Ampas kelapa hasil samping pembuatan minyak kelapa murni masih
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan ampas kelapa
berpotensi untuk dimanfaatkan dan diolah menjadi pakan ternak. Protein kasar yang
terkandung pada ampas kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah
dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan ampas kelapa

9
sebagai bahan pakan pedet (calf), terutama untuk menstimulasi rumen (Miskiah,
2006). Hasil analisis proksimat terhadap bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Bungkil Kelapa (dalam bahan kering).

Komposisi Kadar (%)


Protein kasar 21,6
Serat Kasar 12,10
Lemak kasar 10,20
Abu 6,40
BETN 49,70
Sumber : Wahyuni (2008).

2.11 Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Kandungan

protein bungkil kedelai sekitar 48% dan merupakan sumber protein yang amat bagus

sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan

tinggi. Wahyu (1992), kandungan zat nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel

5.

Tabel 5. Kandungan Zat Nutrisi Bungkil Kedelai

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi


Protein Kasar (%) 48
Lemak Kasar (%) 0,51
Serat Kasar (%) 0,41
Kalsium (%) 0,41
Posfor (%) 0,67
Energi Metabolisme (kkal/kg) 2290
Sumber: Scott (1982).

2.12 Kulit Ari Kedelai

Kulit ari kacang kedelai (ampas tempe) mempunyai kandungan zat nutrisi cukup
tinggi yaitu mengandung protein 11,45-12,44%, serat kasar 34,74-42,29%, lemak kasar
2,67-4,03% dalam bahan kering. Selain itu mengandung asam amino metionin sebesar
0,4% dan lisin 0,2%. Kandungan proteinnya hampir sama dengan dedak padi, tetapi
serat kasarnya cukup tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan faktor
pembatas untuk menggunakan kulit ari kedelai dalam jumlah besar (Suci dan Sumiati,
10
1995). Lebih lanjut Wiryani (1991) menyatakan hasil analisis kulit ari kacang kedelai
berdasarkan bahan kering terdiri dari protein 11,58%, lemak 2,10%, serat kasar 50,80%
dan abu 2,61%.
2.13 Urea

Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi.

Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan

konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea bila diberikan kepada ruminansia akan

melengkapi sebagian dari kebutuhan protein bagi ternak, karena dapat membantu

kerja mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1984). Urea sebagai pakan ternak

berfungi sebagai sumber NPN (Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih

kurang 45% unsur Nitrogen sehigga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas

rumput yang diberikan kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea

terlalu tinggi konsentrasinya dalam rumen dapat menimbulkan keracunan.

Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering dan

lebih dari 2 g untuk setiap bobot badan 100Kg ternak (Basri, 1990).

2.14 Mollases

Molases merupakan hasil samping pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk


fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat,
protein dan mineral cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun
sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasa,
sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum
(Widayati dan Widalestari, 1996).
Keuntungan penggunaan molasses untuk pakan ternak adalah kadar
karbohidrat tinggi (48 – 60 persen sebagai gula) dan sangat disukai oleh ternak.
Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur - unsur mikro yang penting
bagi ternak, sedangkan kelemahannya ialah apabila dikonsumsi secara berlebihan
dapat menyebabkan diare. (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nilai gizi molases
dapat dilihat pada tabel 6.

11
Tabel 6. kandungan nilai gizi molases (dalam Bahan kering).
Kandungan Nilai Gizi (%)
Protein Kasar 3,94
Serat Kasar 0,40
Lemak Kasar 0,30
Abu 11,00
BETN 84,40
Sumber : Fahmi (2013)

2.15 NaCL

Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva.


Terlalu banyak garam akan mengakibatkan retensi air sehingga menimbulkan
udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivore daripada hewan
lainnya. Menurut Parakkasi (1995), kebutuhan domba akan garam sebanyak 9%
dalam pakan.

2.16 Mineral

Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun
berperan penting agar proses biologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral
digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pemebntukan darah,
pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang
berperan dalam proses metabolisme di dalam sel (Setiadi dan Inouno, 1991).

Tabel 7. Kebutuhan mineral esensial pada domba

Nutrien Kebutuhan Level Maksimum


Mineral Makro % BK % BK
Kalsiam (Ca) 0,20-0,80 -
Fosfor (P) 0,16-0,36 -
Kalium (K) 0,50-0,80 -
Natrium (Na) 0,09-0,18 -
Khlor (Cl) 0,16 -
Sulfur (S) 0,14-0,26 -
Magnesium (Mg) 0,12-0,18 -
Mineral Mikro Ppm/Kg BK Ppm/Kg BK
Seng (Zn) 30-40 750
Besi (Fe) 30-50 500
Tembaga (Cu) 07-11 25
12
Mangan (Mn) 20-40 1000
Mineral Langka Ppm/Kg BK Ppm/Kg BK
Iodium (I) 0,10-0,80 50
Kobalt (Co) 0,10-0,20 10
Molibdenum (Mo) 0,50 10
Selenium (Se) 0,10-0,20 2
Sumber : NRC (1985)

2.17 Sauce Burger Pakan

Saus Burger Pakan (SBP) merupakan sebuah produk yang mengandung


multi-mikroba seperti mikroba asam laktat dan mikroba baik lainnya serta asam
asam bahan bahan alami yang memberikan zat-za untuk pertumbuhan dan kesehatan.
Pemaka penyiraman, penyemprotan pada pakan at minuman ternak. Untuk pakan
ternak rumin domba, “Saus Burger Pakan” pakan dapat d (jerami, rumput, tebon,
jagung) sebaga digunakan dedak padi, pollard, tepung j kedelai, atau sejenisnya.

2.18 Probion

Probion adalah bahan pakan aditif ternak yang dapat digunakan secara
langsung sebagai campuran pakan konsentrat atau untuk meningkatkan kualitas
pakan melalui proses fermentasi. Probion merupakan konsorsia mikroba dari rumen
ternak ruminansia yang diperkaya dengan mineral esensial untuk pertumbuhan
mikroba tersebut. Bentuk fisik Probion adalah berupa serbuk sehingga dapat
disimpan dalam jangka waktu lama. Penggunaan Probion sebagai campuran pakan
konsentrat sebanyak 0,3%, atau digunakan dalam proses fermentasi pakan dengan
takaran 3 kg probion dan 3 kg urea untuk setiap satu ton pakan berserat (Haryanto,
2001).

2.19 EM-4

Larutan effective microorganisms 4 yang disingkat EM 4 ditemukan pertama


kali oleh Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Kurang lebih 80 genus
mikroorganisme fermentasi yang terkandung di dalam EM4. Dari sekian banyak
mikroorganisme, ada lima golongan utama penyusun EM4 yaitu bakteri fotosintetik,
lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi, dan Actinomycetes (Indriani, 1999).
Djuarnani et al. (2005) menyatakan bahwa EM4 dapat menekan pertumbuhan
13
mikroorganisme patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur
dan budidaya tanaman sejenis secara terus-menerus (continous cropping). EM4
dapat memfermentasikan sisa pakan dan kulit udang atau ikan di tanah dasar tambak,
sehingga gas beracun dan panas di tanah dasar tambak menjadi hilang. EM4 dapat
digunakan untuk memproses bahan limbah menjadi kompos dengan proses yang
lebih cepat dibandingkan dengan pengolahan limbah secara tradisional

14
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kebun percobaan (Field Lab) jurusan


Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yang berlokasi di Desa
Rukoh Darussalam Banda Aceh dari Bulan Desember sampai Februari.

3.2 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekor Domba Lokal
Jantan.

3.3 Alat-Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempat pemberian
ransum, tempat pemberian air minum, timbangan, terpal tempat mengaduk
ransum, kandang individu, lampu, label kandang, ember, buku catatan.

3.4 Bahan-Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 4 ekor Domba Lokal


Jantan. pakan komplit fermentasi berbahan dasar ampas sagu dan Air.

3.5 Metode Penelitian

Tabel 8. rancangan penelitian

Ulangan P0 P1 P2 P3
(Kontrol) (0,3%) (0,6%) (0,9%)
1 1 1 1 1
2 1 1 1 1
3 1 1 1 1

15
4 1 1 1 1
Keterangan : P0 = Kontrol

P1 = perlakuan 0,3% SBP

P2 = perlakuan 0,6% probion

P3 = perlakuan 0.9% EM-4

Tabel 9. Susunan Ransum Penelitian Pemberian Pakan Fermentasi berbasis


Ampas Sagu Pada Ternak Domba Lokal Jantan
Ransum (%)
Bahan
No F0 F1(SBP) F2(Probion) F3(EM-4)
Bahan Pakan
(Kontrol)
1. Ampas sagu 40 40 40
40
2. Dedak Kasar 18,5 18,2 18,2 18,2

3. Bungkil Kelapa 18 18 18 18

4. Roti Kering 2,5 2,5 2,5 2,5

5. Bungkil Kedelai 8 8 8 8

6. Kulit Ari Kedelai 8 8 8 8

7. Urea 2 2 2 2

8. Molases 1,5 1,5 1,5 1,5

9. NaCl 0,5 0,5 0,5 0,5

10. Mineral* 1 1 1 1

11. Bahan 0 0,3 0,3 0,3


Fermentasi**
TOTAL 100 100 100 100

3.6 Prosedur Penelitian


 Proses Fermentasi Pakan Komplit
Bahan pakan dihomogenkan sesuai dengan persentase masing-masing
diatas terpal, Tambahkan garam dapur dalam air secukupnya, tambahkan urea
dengan air secukupnya. Setelah garam dapur dan urea telah larut. Kemudian baru
ditambahkan molasses dan probiotik. Jika diperlukan agar dapat menambahkan air

16
seperlunya. Semprotkan/percikan larutan garam dapur, urea, tetes tebu, dan
probitiok di atas hamparan bahan pakan berserat. Kemudian diaduk-aduk rata dan
bila diperlukan menambahkan air kembali, sehingga kandungan air mencapai
60%. Takarannya jika dipegang/dikepal bahan pakan basah di tangan, tapi air
tidak menetes. Kemudian masukkan bahan pakan ternak tersebut dalam silo, atau
tempat lainnya, ditekan agar padat, tidak ada udara(anaerob). Kemudian ditutup
rapat selama 3 minggu.

 Perlakuan pada Domba Lokal Jantan


Masing masing Domba ditempatkan dalam kandang individu yang
berlokasi di Kebun percobaan (Field Lab) jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala yang berlokasi di Desa Rukoh Darussalam. Semua
hewan coba terlebih dahulu di adaptasikan selama satu minggu. Selama masa
adaptasi Domba di beri pakan dan air minum diberikan secara adlibitum. Setelah
masa adaptasi Domba tersebut dibagi menjadi empat kelompok perlakuan.

3.7 Parameter yang Diamati

3.7.1 Biaya produksi


Biaya produksi dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh biaya faktor-
faktor produksi yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari
tempat pakan dan tempat air minum, lampu, terpal, kandang,label kandang,
ember. Sedangkan biaya tidak tetap terdiri dari biaya pembelian Domba,
pengeluaran untuk pembelian bahan-bahan pakan, vitamin, obat-obatan dan lain
sebagainya .

3.7.2 Nilai Pendapatan


Nilai pendapatan diperoleh dari hasil Produksi. Nilai pendapatan
merupakan penerimaan kotor yang diperoleh dari perkalian antara hasil produksi
ayam potong yang dihasilkan dengan harga yang berlaku.
3.7.3 Keuntungan
Keuntungan diperoleh dari hasil penjualan akhir dikurangi dengan total
biaya produksi.

17
3.8 Alur Penelitian
Persiapan kandang dan domba
Persiapan Pakan

Pemeliharaan dan Perlakuan

Minggu ke 12(Panen dan


persiapan sampel

Perhitungan Biaya Produksi


Penjualan
Keuntungan

Analisi Data

3.9 Analisis Data

Untuk mengetahui tingkat keuntungan pemeliharaan Domba dengan


pemberian fermentasi pakan komplit berbahan dasar ampas sagu dari masing-
masing perlakuan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sodiq dan Zainal Abidin. 2008. Sukses Penggemukan Domba.


Agro
Media. Jakarta. 51 ; 103-104.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
210. Bagus Harianto dan MT Farm. 2012. Bisnis Penggemukan Domba.
Agro Media.
Jakarta. 13-17 ; 45-50.

Dinas Peternakan Jawa Barat. 2013. Statistik Peternakan. Dinas


Peternakan
Jawa Barat. Jawa Barat.

Doll, J,P. and Orazem, F. 1984. Production Economics Theory with


Applications
2nd Edition. John Willey and Sons. Canada. 42 ; 80.

Erwansyah, T., Nugroho, B.A., dan Siswijono, S.B. 2013. Keragaan


Kinerja Finansial Usaha Penggemukan Domba Desa Sengon dan
Jarak Kulon di Kabupaten Jombang. Lembaga Penelitian
Universitas Brawijaya. Malang.

Hapsari, M,I. 2001. Penampilan Produksi Domba Lokal Jantan


dengan Pemberian Berbagai Tingkat Substitusi Kulit Ari
Kedelai Kering dalam Konsentrat. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Heriyadi, D. 2011. Pernak – Pernik dan Senarai Domba Garut. Unpad


Press.
Bandung. 8 ; 19.
Hernanto, F. 1991. Ilmu Usaha Tani Cetakan Kedua. Penebar Swadaya.
Jakarta. Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan
Pakan Ternak
Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta. 50-51

Mudrajad Kuncoro. 1997. Ekonomi Pembangunan, Teori,


Masalah, dan
Kebijakan. UPP AMD YKP. Yogyakarta.

Munawir, S. 1993. Analisa Laporan Keuangan Edisi Keempat.


Liberty.
Yogyakarta.

19
Murtidjo Bambang A. 1993. Memelihara Kambing sebagai Ternak
Potong dan
Perah. Kanisius. Yogyakarta.
Nur Baits, A. 2011. Kriteria Hewan Qurban.
[Online]. http://www.konsultasisyariah.com. (diakses 27 Juni 2015,
jam 20.45 WIB)

Prawirokusumo Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta.

Prawoto, J.A., S. Lestari, dan E. Purbowati. 2001. Keragaan dan


Kinerja Produksi Domba Lokal Jantan yang Dipelihara
Intensif dengan Memanfaatkan Ampas Tahu sebagai Pakan
Campuran. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro.
Semarang. 68-70.

Purbowati, E. 2007. Kajian Perlemakan Karkas Domba Lokal dengan


Pakan Komplit dari Jerami Padi dan Konsentrat pada Bobot
Potong yang Berbeda. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Disertasi.

. 2009. Usaha Penggemukan Domba. PT. Penebar


Swadaya.
Jakarta. 34 ; 41.

Sadono Sukirno. 2010. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.


PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 208-209.

Soeharjo dan Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Usahatani. Departemen


Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Soekartawi, 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan


Analisis Fungsi Cobb-Douglas, Edisi Revisi, Cetakan Ketiga. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai