Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

PERFORMAN PRODUKSI AYAM KAMPUNG YANG DIBERI TEPUNG


KULIT BUAH NAGA ( Hylocereus undatus) FERMENTASI

oleh

MUHAMAD RAJAB
LIA1 16 039

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah di setiap tahunnya.

Dampaknya adalah kebutuhan akan protein hewani semakin meningkat. Salah satu

penghasil protein hewani yaitu ayam. Ayam kampung merupakan salah satu

penghasil protein hewani yang mudah dipelihara dan dikembangbiakkan.

Ayam kampung mudah beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki daya

tahan tubuh yang lebih besar dibandingkan ayam ras. Rendahnya produktivitas ayam

kampung disebabkan oleh genetik dan pemeliharaan yang masih bersifat tradisional,

jumlah ransum yang diberikan tidak mencukupi dan belum memperhitungkan

kebutuhan zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi.z

Rendahnya produktivitas ayam kampung umumnya diakibatkan oleh pakan

yang diberikan belum mencukupi kebutuhan nutrisi tahap perkembangan ternak. Hal

tersebut disebabkan karena system pemeliharaan yang masih bersifat tradisional

sehingga peternak tidak memberikan pakan yang berkualitas baik. Selain itu harga

pakan yang tinggi menyebabkan peternak untuk mencari alternatif lain dalam

penyediaan bahan pakan untuk ransum.

Upaya yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan pakan lokal dengan

tetap memperhatikan beberapa hal antara lain: jumlah ketersedian kandungan

gizi/kualitas, kuantitas harga, dan kandungan zat anti nutrisi. Alternative yang dapat

digunakan dengan pemanfaatan pakan local adalah memanfatkan kulit buah naga
(dragon fruit) dimana kulit buah naga merupakan limbah pertanian yang belum

banyak dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya di Indonesia. Kulit buah naga

memiliki kandungan nutrien yang cukup baik yaitu protein 8,76%, serat kasar

25,09%, lemak 1,32%, energi 2887 Kkal/kg, kalsium 1,75% dan fosfor 0,30%. Selain

itu pada beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa kulit buah naga mengandung

antioksidan yang cukup tinggi.

Rendahnya protein serta tingginya kandungan serat kasar merupakan kendala

dalam pemanfaatan kulit buah naga sebagai pakan ternak terutama ternak

unggas (ayam kampung). Upaya peningkatan nilai nutrien kulit buah naga dapat

dilakukan dengan teknologi fermentasi memanfaatkan effective microorganisme

untuk meningkatkan kandungan nutrient dan menurunkan kandungan serat kasar.

Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai

pemanfaatan kulit buah naga fementasi terhadap peforman produksi ayam kampung.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peforman produksi

ayam kampung yang diberi tepung kulit buah naga fementasi.

I.3. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui peforman produksi ayam

kampung yang diberi tepung kulit buah naga fementasi. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi masyarakat dalam memelihara ayam

kampung. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

referensi bagi peneliti selanjutnya.


I.4. Kerangka Pikir

Ayam kampung merupakan unggas dengan produksi telur yang sangat

digemari masyarakat. Rendahnya produktivitas ayam kampung dipengaruhi oleh

pakan yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan nutrisi pada setiap perkembangan

ternak dan harga pakan yang cukup tinggi. Dengan demikian, peternak harus mencari

alternatif guna mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan memanfaatkan bahan

pakan yang memiliki harga murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Salah satu bahan limbah yang dapat dimanfaatkan adalah kulit buah naga yang

pemberiannya diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pakan, Pertambahan bobot

badan, dan konversi pakan. Kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan pada

Gambar 1. berikut:

Ayam kampung

Potensi Produktivitas Tinggi

Pakan mahal

Bahan pakan alternatif

Kulit buah naga fermentasi

Konsumsi Pertambahan
Konversi
pakan bobot badan
pakan
1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotetis dalam penelitian ini adalah diduga penggunaan tepung kulit buah

(Hylocereus undatus) fermentasi dalam ransum dapat meningkatkan performans

produksi ayam kampung.


II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori

II.1.1. Ayam Kampung

Ayam kampung yang merupakan salah satu jenis ternak yang telah

memasyarakat dan peternakannya sudah tersebar diseluruh pelosok Nusantara. Ayam

kampung telah banyak diternakan untuk diambil telurnya dan memiliki kandungan

gizi yang baik untuk manusia (Nangoy, dkk 2017).

Gambar.2

Suprijatna (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung di dalam

duniahewan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Subclass : Neornithes
Ordo : Galliformes
Genus : Gallus Spesies
Gallus domesticus
Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang kehidupannya sudah

lekat dengan masyarakat, juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras)

atau ayam sayur yang telah mengalami domestikasi (Dewi et al., 2017). Ayam

kampung sangat popular di seluruh dunia dan penting sebagai sarana budaya dan

upacara (Aho, 2004). Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitu pula sifat

genetiknya, penyebarannya sangat luas karena populasi ayam buras dijumpai di

kota maupun di desa. Ayam White Gold dengan Lancy adalah ayam kampung

keturunan dari ayam "betet” yang telah menyebar di Bali. Ayam jenis ini banyak

diminati oleh masyarakat penggemar ayam hias dan aduan, dimana secara

ekonomis sangat menguntungkan karena harganya yang lebih mahal berkisar Rp

100.000 – Rp 300.000/ ekor umur ayam 10 minggu.

2.1.1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung

Pakan yang berkualitas tidak saja dilihat dari aspek protein namun juga sejauh

mana pakan bisa dikonsumsi oleh ternak (Nusantoro, dkk 2016). Zat- zat makanan

yang dibutuhkan ayam terdiri dari protein, lemak, karbohidrat vitamin, mineral dan

air. Kebutuhan tersebut harus proporsional pada pakan yang diberikan. Ayam

kampung atau buras fase starter umur 0-4 minggu membutuhkan protein sekitar 19-

20%, energy 2,850 kkal/kg, Ca 1% dan P 0,45% (Djunu, 2015)

Rusdiansyah (2014), mengemukakan bahwa kebutuhan nutrisi ayam buras

fase layer yaitu untuk energi 2.400 kkal dan protein 14%. Akan tetapi, pada penelitian
ini akan diberikan imbangan level protein dan energi yang berbeda yaitu 14% - 2.400

kkal, 15% - 2.600 kkal, 16% - 2.700 kkal, dan 17% - 2.700 kkal.

Kebutuhan protein pada umur 0-12 minggu sebanyak 15-17%, turun menjadi

14% pada umur 12-22 minggu dan >22 minggu. Pola penurunan ini diikuti oleh

kebutuhan fosfor (P) untuk ayam kampung. Sebaliknya, kebutuhan energi, lisin,

metionin, dan kalsium (Ca) tinggi pada umur 0-12 minggu, turun pada umur 12-22

minggu dan naik lagi pada umur >22 minggu setelah ayam kampung mulai bertelur.

Kenaikan kebutuhan Ca pada ayam kampung pada umur >22 minggu tersebut, karena

dibutuhkan lebih banyak Ca untuk pembentukan kerabang telur (Ketaren, 2010).

Kebutuhan nutrisi ayam kampung fase starter, grower, dan layer dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung


Umur (minggu)
Gizi
Starter 0-12 Grower 12-22 Layer>22
Protein (%) 1
18-19 16-17 15-16
EM (Kkal/kg)1 2900-3000 2900-3000 2750-2850
SK (%)1 7,5 10 10
Lisin (%)2 0,87 0,45 0,68
Metionin (%)2 0,37 0,21 0,22-0,30
Ca (%)2 0,90 1,00 3,40
P tersedia (%)2 0,45 0,40 0,34
Sumber: 1. Suprijatna (2010)
2. Sinurat (1999)

Keterangan:

EM : Energi metabolis
Ca : Kalsium
P : Fosfor
SK : Serat kasar
Pakan merupakan factor yang sangat menentukan dalam usaha peternakan

unggas, karena 60-70% biaya produksi adalah biaya pakan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pelatihan manajemen pakan dan formulasi pakan yang berkualitas dan

efisien. Menyusun ransum untuk ayam kampung super harus memperhatikan

kebutuhan nutrisi ayam yaitu protein kasar (PK) sebesar 14-17%, energi metabolis

(EM) sebesar 2600-2700 Kkal/kg, Ca 0,9% P 0,45% dan dilengkapi dengan mineral

lain serta vitamin yang mencukupi kebutuhan. Selain kualitas nutrisinya, penting

diperhatikan jumlah pakan yang diberikan, yang disesuaikan dengan umur ayam.

Rata-rata jumlah pakan yang diberikan untuk ayam kampung super adalah seperti

Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Pakan yang Diberikan untuk Ayam Kampung Berdasarkan


Umur
Umur (Minggu) Jumlah Pakan yang Diberikan (gram/ekor/hari)
1 7
2 19
3 34
4 47
5 58
6 66
7 72
8 74
Sumber: Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.

1.2.3. Kulit Buah Naga

Kulit buah naga merupakan limbah dari proses pembuatan sirup atau sari

buah, jus, selai atau bahan makanan lainnya dengan bahan baku utama buah naga.

Tetapi masih jarang atau bahkan belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan dan

seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Kulit buah naga memiliki kandungan
nutrien yang cukup baik yaitu protein 8,76%, serat kasar 25,09%, lemak 1,32%,

energi 2887 Kkal/kg, kalsium 1,75% dan fosfor 0,30%. Selain itu pada beberapa

penelitian telah dilaporkan bahwa kulit buah naga mengandung antioksidan yang

cukup tinggi (Astuti et. al., 2016).

Kulit buah naga merah ditemukan mengandung pigmen antosianin berjenis

sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida Selain mengandung antosianin, pengujian

dengan metode fitokimia Fourier Transform Infrared (FTIR), kulit buah naga merah

ditemukan positif mengandung senyawa alkaloid, steroid, saponin, dan tanin serta

vitamin C. Alkaloid adalah senyawa basa bernitrogen yang dihasilkan tumbuhan atau

bahan tumbuhan yang mengandung nitrogen dan larut dalam air. Alkaloid sering kali

bersifat optis aktif, dan kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa

cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Alkanoid berfungsi untuk untuk memacu

sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah, dan melawan infeksi

mikrobia. Steroid merupakan penyusun antosianin yang berfungsi sebagai zat warna

alami. Sementara saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan pada

tumbuhan (Wahida. A, 2018).

a. Buah Naga b. Kulit Buah Naga


2.1.4. Fermentasi dengan Effective Microorganism (EM-4)

Fermentasi merupakan salah satu teknologi pengolahan bahan pakan secara

biologis yang melibatkan aktifitas mikroorganisme guna memperbaiki gizi bahan

berkualitas rendah. Biasa bahan produk fermentasi relatif bisa bertahan lama.

Fermentasi dapat meningkatkan kualitas nutrisi bahan pakan, karena proses

fermentasi terjadi perubahan kimiawi senyawa-senyawa organik (karbohidrat, lemak,

protein, serat kasar dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob maupun

anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba (Ali et al., 2019).

Rendahnya protein serta tingginya kandungan serat kasar merupakan kendala

dalam pemanfaatan kulit buah naga sebagai pakan ternak terutama ternak

unggas (ayam kampung super). Ayam kampung super merupakan ternak

monogastrik yang kurang mampu mencerna serat kasar yang tinggi (Dewi et. al.,

2012 dan 2015). Upaya peningkatan nilai nutrien kulit buah naga dapat

dilakukan dengan teknologi fermentasi memanfaatkan effectivie microorganism

(EM-4) untuk meningkatkan kandungan nutrient dan menurunkan kandungan serat

kasar. Kompiang, (2002) menggunakan rumput laut dengan effectivie microorganism

(EM-4) didalam pakan ayam mendapat meningkatnya bobot badan.

Mikroorganisme utama dalam larutan EM-4 terdiri dari bakteri fotosintetik

(bakteri fototropik), bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur fermentasi.

Penambahan EM-4 pada proses fermentasi berfungsi untuk meningkatkan

pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada padatan sehingga dapat bekerja

secara maksimal dalam memecah sel-sel yang belum terpecah dan meningkatkan
kandungan protein kasar akibat terjadi aktivitas mikroorganisme pada padatan kering

lumpur organik unit gas bio (Fajarudin et. al., 2018).

Effective Microorganisme merupakan inokulum yang dapat dipakai dalam

proses fermentasi. EM-4 sangat berpengaruh terhadap penguraian zat yang akan

menjadikan bahan fermentasi tersebut lebih berkualitas (Taufik, 2014). Penambahan

EM-4 merupakan langkah yang bertujuan untuk merombak sel-sel yang belum

terpecah pada fermentasi didalam unit gas bio sehingga dapat meningkatkan

kandungan protein kasar. Aktivitas mikroorganisme yang terkandung pada EM-4

memacu pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada padatan untuk merombak

sel-sel yang belum terurai pada saat fermentasi didalam unit gas bio (Fajarudin et al.,

2018).

2.1.6. Performans Produksi Ayam Kampung

2.1.6.1. Konsumsi Pakan

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak

apabila ransum tersebut diberikan secara ad-libitum selama 24 jam. Jumlah konsumsi

ransum merupakan faktor terpenting dalam menentukan jumlah nutrien yang didapat

oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1999). Konsumsi

ransum yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan yang dibutuhkan

ternak dan akibatnya akan menghambat pertumbuhan lemak dan Pertambahan Bobot

Badan daging. Apabila kebutuhan untuk hidup pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi

yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi,

1995).
Menurut Piliang (2000), konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis

kelamin, suhu lingkungan, keseimbangan hormonal, dan fase pertumbuhan. Suhu

yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan meningkatnya

konsumsi air minum. Hal ini mengakibatkan otot-otot daging lambat membesar

sehingga daya tahannya juga menurun.

2.1.6.2. Pertumbuhan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan merupakan selisih dari bobot akhir (panen)

dengan bobot badan awal pada saat tertentu. Kurva pertumbuhan ternak sangat

tergantung dari pakan yang diberikan, jika pakan mengandung nutrisi yang tinggi

maka ternak dapat mencapai bobot badan tertentu pada umur yang lebih muda

Pertambahan bobot badan diperoleh melalui perbandingan antara selisih

bobot akhir (panen) dan bobot awal dengan lamanya pemeliharaan. Bobot awal

didapat dengan cara penimbangan DOC sedangkan bobot akhir (panen) didapat dari

rata-rata bobot badan ayam pada saat dipanen.

Faktor utama yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah jumlah

konsumsi ransum ayam serta kandungan energi dan protein yang terdapat dalam

ransum, karena energi dan protein sangat penting dalam mempengaruhi kecepatan

pertambahan bobot badan. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot

badan pada unggas adalah spesies, strain, tipe produksi, jenis kelamin, suhu

lingkungan, musim, mutu dan jumlah ransum, manajemen pemeliharaan, bentuk

ransum, sistem pemberian ransum dan bobot awal (Santosa, 2012).


2.1.6.3. Konversi Pakan

Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah konsumsi pakan dengan

pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu (Anggarodi, 1985). Semakin

kecil nilai konversi pakan maka semakin efisien ternak tersebut dalam

mengkonversikan pakan ke dalam bentuk daging. Banyaknya pakan yang dikonsumsi

selama masa rata-rata pemeliharaan 63 hari mulai dari DOC sampai dipanen yaitu

1846,68 gram per ekor per 63 hari. Nilai rata-rata konversi pakan yang diperoleh dari

perhitungan yaitu 2,30 sedangkan untuk nilai minimal dan maksimal adalah 1,79 dan

3,42. Husmaini (2000) menyatakan konversi pakan pada ayam kampung umur 8

minggu menggunakan pakan yang kandungan proteinnya 17% dan 20% yaitu sebesar

2,84 dan 4,32.

Lacy dan Vest (2000), menyatakan beberapa faktor utama yang

mempengaruhi konversi pakan adalah genetik, kualitas ransum, penyakit, temperatur,

sanitasi kandang, ventilasi, pengobatan, dan manajemen kandang. Faktor pemberian

ransum, penerangan juga berperan dalam mempengaruhi konversi ransum, laju

perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik pakan dan komposisi nutrisi

pakan.

Rasyaf (1994) berpendapat bahwa semakin kecil konversi pakan berarti

pemberian pakan semakin efisien, namun jika konversi pakan tersebut membesar,

maka telah terjadi pemborosan. Menurut Anggorodi (1985) konversi pakan

dipengarui beberapa faktor seperti umur ternak, bangsa, kandungan gizi pakan,

keadaan temperatur dan keadaan ternak, tatalaksana dan penggunaan bibit yang baik.
2.1.4 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian berjudul Performan broiler yang diberi ransum

mengandung tepung kulit buah naga tanpa dan dengan aspergillus niger terfermentasi

oleh Astuti. dkk (2016), bahwa penggunaan tepung kulit buah naga tanpa fermentasi

dan dengan terfermentasi dalam ransum memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05)

terhadap konsumsi pakan antar level, sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan

level penambahan tepung kulit buah naga tanpa fermentasi dan dengan terfermentasi

yang diberikan pada ayam memberikan efek yang sama terhadap konsumsi ransum.

Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa

kandungan zat makanan dalam pakan yang relatif sama menyebabkan tidak adanya

perbedaan konsumsi pakan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh besar dan bangsa

ayam, suhu lingkungan, kesehatan ternak, dan imbangan zat-zat pakan (Rasyaf,

2007). Jenis kelamin, aktivitas dan kualitas pakan dapat mempengaruhi konsumsi.

Ayam yang diberikan ransum dengan tambahan 4% tepung kulit buah naga tanpa

fermentasi (P3) mengkonsumsi ransum paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan

lainya. Hal ini diduga terjadi karena pengaruh bahan yang terkandung di dalam

tepung kulit buah naga. Sesuai dengan pernyataan (Anggorodi, 1995) bahwa

komposisi zat makanan dalam pakan dapat mempengaruhi konsumsi. Jaafar (2009)

dan Woo et al. (2011) menyatakan bahwa kulit buah naga mengandung berbagai

macam senyawa seperti golongan flavonoid, thiamin, niacin, pyridoxine, kobalamin,

fenolik, polyphenol, karoten, phytoalbumin, dan betalain.


Mustika et al. (2014) menyatakan tepung kulit buah naga memiliki catechin

yang berfungsi sebagai antioksidan. Zin et al. (2003) menyatakan bahwa catechin

merupakan suatu flavonoid bersifat antioksidan dan antibakteri. Menurut Weiss and

Hogan (2007) bahwa pemberian bahan yang memiliki kandungan antioksidan pada

ternak dapat mengurangi efek radikal bebas yang dapat meningkatkan konsumsi

pakan. Mustika etal. (2014) menyatakan kulit buah naga merah memiliki kandungan

saponin yang dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Susanti et al. (2012) yang melaporkan bahwa kulit buah naga

mengandung alkaloid, flavonoid, dan saponin. Kandungan saponin menyebabkan rasa

pahit sehingga akan menurunkan palatabilitas. Tetapi pada penelitian ini kulit buah

naga telah mengalami proses pemanasan dan fermentasi sehingga menghilangkan

kandungan saponin yang terkandung di dalamnya sehingga menyebabkan pengaruh

yang tidak nyata pada konsumsi pakan.

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan

untuk mengukur pertumbuhan. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang

nyata (P>0,50) terhadap pertambahan bobot badan ayam. Pertambahan bobot badan

pada penelitian P3 atau dengan pemberian 4% tepung kulit buah naga tanpa

fermentasi menghasilkan pertambahan bobot badan paling tinggi dibandingkan

dengan penambahan tepung kulit buah naga lainya. Hal ini dikarenakan pada

perlakuan P3 mengkonsumsi ransum yang tinggi pula. Fadilah (2005) menambahkan

bahwa salah satu yang mempengaruhi besar kecilnya pertambahan bobot badan ayam

pedaging adalah konsumsi pakan dan terpenuhinya kebutuhan zat makanan ayam
pedaging, maka konsumsi pakan seharusnya memiliki korelasi positif dengan

pertambahan bobot badan.

Konversi pakan digunakan untuk melihat efisiensi penggunaan pakan oleh

ternak atau dapat dikatakan efisiensi pengubahan pakan menjadi produk akhir yakni

pembentukan daging. Secara numerik nilai konversi ransum pada penelitian ini

terendah diperoleh pada perlakuan P0 atau kontrol. Hasil analisis statistik

menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05 terhadap konversi pakan.

Penurunan nilai konversi pakan pada pemberian ransum perlakuan dapat disebabkan

karena penyerapan zat makanan yang optimal di dalam saluran pencernaan. Pada

penelitian ini perlakuan (P6) pemberian 6% tepung kulit buah naga terfermentasi

memiiki nilai yang lebih rendah dari penambahan tepung kulit buah naga lainya. Hal

ini karena pengaruh catechin yang terkandung di dalam kulit buah naga. Menurut

Mustika e .al. (2014) menyatakan bahwa kandungan catechin dapat berfungsi sebagai

antibakteri sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih optimal. Hal ini sesuai

dengan pendapat Miguel, Neves and Antunes (2010) yang menyatakan bahwa

catechin merupakan salah satu senyawa polyphenol yang berpotensi sebagai

antimikroba. Sinurat et al. (2003) menyatakan bahwa mekanisme kerja bioaktif dalam

meningkatkan efisiensi penggunaan pakan pada unggas adalah dengan cara

menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen di dalam saluran pencernaan

atau dapat juga dikatakan sebagai antibakteri. North (1992) menambahkan bahwa

angka konversi pakan yang kecil maka pakan semakin efisien karena konsumsi

pakannya digunakan secara optimal untuk pertumbuhan ayam. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi konversi pakan yaitu temperatur lingkungan, potensi genetik,

pemberian pakan yang memadai selama pemeliharaan dan tingkat energi


III. METODE PENELTIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 40 Hari yang bertempat di kandang

pembibitan Laboratorium Unit Ternak Unggas Jurusan Peternakan Fakultas

Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Materi Penelitian

Materi yang digunakan adalah 16 ekor ayam kampong berumur ± 4 bulan, jagung

kuning, dedak halus, kosentrat BP-11, EM-4, kulit buah naga (Hylocereus Undatus),

air minum, desinfektan (antisep), kapur, dan sekam.

Alat yang akan digunakan adalah timbangan digital, tempat pakan, tempat

minum dan kandang yang berukuran 30 x 40 cm sebanyak 16 petak.

Tabel 3.1 Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penelitian


Komposisi (%)
Bahan Protein Lemak Serat EM
Kasar Kasar Kasar
BP-11 222 52 52 30002
Dedak 101 6,71 161 18504
Jagung Kuning 8,51 3,81 2,21 33561
Tepung kulit buah naga fermentasi 10,833 1,333 15,883 25003
Keterangan :
1. NRC, (2001)
2. PT Charoen Pokphan Indonesia (2005)
3. Astuti et al., (2016)
4. Wahju (2004)
Tabel 3.2. Formulasi Ransum Ayam Percobaan
Bahan Pakan (%) P0 P1 P2 P3
Pakan komplit BP11 40 40 40 40
Jagung 40 40 40 40
Dedak 20 16 14 12
Tepung Buah Naga Fermentasi 0 4 6 8
Total 100 100 100 100
Kandungan nutrisi pakan
Energi metabolisme (Kkal/kg) 2910,0 2936,0 2949,0 2962,0
Protein kasar (%) 14,2 14,2 14,2 14,3
Serat kasar 6,1 6,1 6,1 6,1
Lemak kasar 4,9 4,6 4,5 4,4

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan Kandang

Kandang sebagai tempat untuk memelihara ternak percobaan, berukuran 30 x

40 cm sebanyak 16 petak, yang dilengkapi dengan peralatan tempat pakan, minum,

lampu pijar 60 watt. Sebelum digunakan kandang terlebih dahulu dibersihkan dan

disucihamakan menggunakan desinfektan. Setelah itu kandang didiamkan selama

satu minggu sebelum penelitian dilakukan.

3.3.2 Persiapan Ayam Percobaan

Ayam kampung yang digunakan ditempatkan didalam kandang batrai selama

40 hari, kemudian diberi pakan komersial dan air minum secara ad libitum Ayam

kampung diberikan pakan tanpa perlakuan sebanyak 2 kali sehari dan pemberian air

minum dilakuan secara ad libitum selama 1 minggu sebagai tahap adaptasi terhadap

pakan.
3.3.3 Proses Pembuatan Tepung Kulit Buah Naga Fermentasi

a. Pembuatan Larutan Em-4

Larutan EM-4 pekat disiapkan sebanyak 20 ml, kemudian dilarutkan

dengan 20 gr gula. Setelah itu ditambahkan dengan air sebanyak 200 ml.

dan diaduk hingga homogeny (Muhamad Irfan., 2017).

b. Proses Pembuatan Tepung Kulit Buah Naga Fermentasi

Proses fermentasi kulit buah naga mengacu pada metode yang digunakan

Astuti et al., (2016), yaitu kulit buah naga dicacah terlebih dahulu,

dikeringkan atau dijemur di bawah sinar matahari, setelah itu dimasukan ke

dalam plastik kedap udara. Selanjutnya dibasahi larutan fermentasi, ditutup

rapat. Setelah terbungkus, proses fermentasi terjadi selama kurun waktu 21

hari, kulit buah naga yang sudah terfermentasi dijemur dibawah sinar

matahari atau dioven, setelah kering digiling hingga menjadi tepung,

kemudian disimpan dalam toples atau wadah tertutup untuk nantinya

dipakai sebagai bahan pakan ayam kampung.

3.3.4. Pemeliharaan

Ayam kampung dipelihara selama 4 minggu yang terdiri dari masa adaptasi

selama 1 minggu dan masa perlakuan pakan selama 4 minggu. Pakan diberikan dua

kali sehari sesuai dengan bobot badan ternak. Air minum diberikan secara ad libitum.

Selama pemeliharaan, dicatat jumlah konsumsi harian setiap ternak dengan


menimbang jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan harian. Penimbangan

bobot badan ayam dilakukan sekali dalam seminggu yaitu pada pagi hari 4 minggu.

3.5 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

P0 = Pakan tanpa tepung kulit buah naga fermentasi


P1 = Pakan Po + 4 % tepung kulit buah naga fermentasi
P2 = Pakan Po + 6 % tepung kulit buah naga fermentasi
P3 = Pakan Po + 8 % tepung kulit buah naga fermentasi

3.7 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Konsumsi pakan

Konsumsi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Konsumsi pakan (g/ekor/hr) = Jumlah pakan beri (g/ekor/hr)-Jumlah pakan sisa

(g/ekor/hr)

b. Pertambahan bobot badan (PBB)

Pertambahan bobot badan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

bobot badan akhir (g/ekor)-bobot badan awal (g/ekor)


PBB (g/ekor/hari =
lama penelitian

c. Konversi pakan

Konversi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah konsumsi pakan (g/ekor/hari)


Konversi pakan =
Jumlah PBB (g/ekor/hari)
(Rasyaf, 2004).

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan anlisis ragam untuk mengetahui

pengaruh perlakuan terhadap variabel penelitian. Jika perlakuan berpengaruh nyata,

maka akan dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan.

Model matematika yang digunakan mengacu pada Hanafiah (2008), yaitu:

Yij= μ+ αi + Ɛij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada ulangan 1-4, pengaruh perlakuan pakan limbah kulit
buah naga fermentasi
μ = Nilai rata-rata umum pengaruh perlakuan
αi = Pengaruh perlakuan ke-i (i=1,2,3 dan 4)
Ɛij = Pengaruh galat perlakuan ke-i, pada ukangan ke-j (i=1,2,3 dan 4) dan (j=1,2,3
dan 4).
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan Sapi. Balai Pembibitan Ternak Unggul
Sapi Dwiguna dan Yam Sembawa. Sumatra Selatan .

Bakhtra, D.D.A Rusdi, dan A. Mardiah. 2016. Penetapan Kadar Protein dalam Telur
Unggas Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan Metode Kjeldahl. Jurnal
Farmasi Hiea.

Anggorodi, H.R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Ali, A. 2005. Degradasi Zat Makanan dalam Rumen dari Bahan Makanan Berkadar
Serat Kasar Tinggi yang Diamoniasi Urea. Jurnal Peternakan Vol. 2 Nomor 1.
Fakultas Peternakan UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kampus II Raja Ali Haji.
Pekanbaru.

Ammar, M. Z, W. Tanwiriiah, H. Indrijani. 2017. Performan Awal Produksi Ayam


Lokal Jimmy Farm Cipanas Cianjur Jawa Barat.

Anggorodi, R. 1985.Ilmu Makanan Ternak Unggas.Penerbit Universitas Indonesi

Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Astuti, I, I. M. Mastika dan G.A.M.K. Dewi. 2016. Performan Broiler yang Diberi
Ransum Mengandung Tepung Kulit Buah Naga Tanpa dan dengan
Aspergillus Niger Terfermentasi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas
Udayana Denpasar
.
Asanda, B. E. 2018. Perbandingan Karakteristik Sifat Fisik Telur Ayam Kampung.
Skripsi. Fakultas Pertanian Lampung. Bandar Lampung.

Awan. 2004. Terapkan EM4, Kematian Ayam Turun. Forum Indonesia. Jakarta.

Dewi, G.A.M. K, I G. Mahardika, I K.Sumadi, I M. Suasta, I Made Wirapartha , and


Y.L.Henuk. 2015. effect of dietary energy and protein level on Growth
Performans of  Native Chickens at the Starter Phase. Khon Kaen Agriculture.

Dewi, G.A.M. K, I G. Mahardika, I K.Sumadi, I M. Suasta, and I Made Wirapartha.


2012. The Effects of Different Energy-Protein Ration for Carcass of
Kampung  hickens. Proceedings 4th International Conference on Biosciences
and Biotechnology. P:366-370.

Dewi, G.A.M. K, I G. Mahardika, I M. Nuriyasa, and I W. Wijana. 2016. Effect of


Diet Containing Dragon Fruit Peel Meal Fermentation For Productivity of
Kampung Chickens. Proceeding , Vol 1. The 2 Nd International Conference
On Animal Nutrition And Invironment. P.25-29.

Djunu, S.S. 2015. Laporan Penelitian Kolaboratif Dosen dan Mahasiswa Fakultas
Pertanian Dana PNBP Tahun Anggaran 2015. Universitas Negeri Gorontalo.
Gorontalo.

Fadilah, R. 2005. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. PT.


Agromedia. Pustaka: Jakarta.

Jaafar, R.A., A. Ridhwan, dan N. Z. Mahmod. 2009. Proximate Analysis of Dragon


Fruit (Hylecereus Polyhizus). American Journal of Applied
Sciences 6 (7), 13411346.URL:Http://Www.Academia.Edu/3754947/Edia89
.[Diakses25 Maret 2015].

Hanafiah, K.A. 2008. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi, Edisi Ke Tiga. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hilmi, M, Prastujati, A.U, dan Khusnah, A. 2018. Penambahan Kulit Buah Naga
Merah (Hylocereus Undatus) dan Kunyit (Curcuma Domestica Rhizomes)
Sebagai Pigment Feed Additive Terhadap Kualitas Telur Puyuh (Cortunix
Cortunix Japonica). Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
Politeknik Negeri Banyuwangi.
Husmaini. 2000. Pengaruh peningkatan level protein dan energi ransum saat
Refeeding terhadap performans ayam buras. Jurnal Peternakan dan
Lingkungan. Vol.6(01).
Jaafar, R.A., A. Ridhwan, dan N.Z. Mahmod. 2009. Proximate analysis of dragon
Fruit (Hylecereus polyhizus). American Journal of Applied Sciences 6(7),
1341-1346. URL:http://www.academia.edu/3754947/Edia89.[ Diakses 25
Maret 2015].
Kestaria, H. Nur, dan B. Malik. 2016. Pengaruh Subtitusi Pakan Komersil Dengan
Tepung Ampas Kelapa Terhadap Performa Ayam Kampung. Jurnal
Peternakan Nusantara. Vol.2 (1):43-48.
Kompiang, I. P. 2002. Pengaruh Ragi Saccharomyces Cereviae dan Ragi Laut
Sebagai Pakan Imbuhan Probiotik Terhadap Kinerja Unggas. JITV 7(1) : 18-
21.

Kumprechtova, D., P . Zobac dan Kumprect. 2000 . The Effect of Saccharomyces


Cerevisae Sc 47 on Chiken Broiler Performance and Nitrogen out Put. Czech.
J. Animal Science. 45 : 169-77.

Lacy, M. dan Vest, L.R. 2000. Improving feed conversion in broiler : a guide for
growers.http://www.ces.uga.edu/pubed/c:793-W.html. [6 Januari 2007].

Lunar, A. M. 2012. Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang
(Ficus Iyrata) oleh Aspergillus Niger Terhadap Bahan Kering, Serat Kasar,
dan Energi Bruto. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
Bandung.
Miguel, M.G., M. A. Neves, and M. D. Antunes. 2010. Pomegranate (Punica
granatum L.): A medicinal plant with myriad biological properties - A Short
Review. Journal of Medicinal Plants Research. 4:2836-2847.
Muhammad Irfan Ansari, dkk. 2016. Pengaruh Penambahan EM-4 dalam Pembuatan
Pupuk Organic Berbahan Kotoran Ayam Terhadap Peryumbuhan Tanaman
Seledri. Politeknik Negeri Tanah Laut.Vol.05,No 2.
Mustika, A.I.C., O. Sjofjan., E. Widodo. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung Kulit
Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhyzus) dalam Pakan terhadap
Penampilan Produksi Burung Puyuh (Coturnix Japonica). Skripsi. Universitas
Brawijaya Malang.
Nangoy, M.M, Martina, E. R. Montong, W Utiah, Mursre. N, Regar. Pemanfaatan
Tepung Manure Hasil Degradasi Larva Lalat Hitam (Hermetia Illucens I )
Terhadap Performa Ayam Kampung Fase Layer. Jurnal Zootek. Vol. 370-377.
Noor, S.M dan Masniari, P. 2017. Pemakaian Probiotika Pada Ternak dan
Dampaknya Pada Kesehatan Manusia. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan
Produk Peternakan. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

North, M.O. 1992. Commercial Chicken Production Manual 3 th Edition. Avi


Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut.

Nurcahyo, E. dan Widyastuti, Y 2002. Usaha Pembesaran Ayam Kampung Pedaging.


Penebar Swadaya, Jakarta.
Nusantoro, S, E. Kustiawaan, Nurkholis, F Pinataanwar, A.D, Fitaloka, N. D,
Wulandari. 2016. Strategi Formulasi Pakan yang Tepat Bagi Performan Ayam
Kampung (Gallus Domesticus) Menggunakan Near Infra-Red Spectroscopy
(NIRS): Studi Regulasi Konsumsi Pakan. Seminar Nasional Hasil Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat. Jurusan Peternakan Politeknik Negeri Jember.
Jember.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung.
Piliang W.G. 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rasyaf, M. 1994. Beternak Itik Komersial.Yogyakarta : Kanisus
Rasyaf M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf M.

Rasyaf, M. 2007. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ratanaphadit, K., K. Kaewjan, and S.J. Plakan. 2010. Potential of Glycoamylase


and Cellulase Production Using Mixed Culture of Aspergillus Niger TISTR
3254 And Trikhoderma Reesei. TISTR 3081, KKU.Res.J, 15(9):2553.

Rusdiansyah, M. 2014. Pemberian Level Energy dan Protein Berbeda Terhadap


Konsumsi Ransum dan Air Serta Konversi Ransum Ayam Buras Fase Layer.
Skripsi. Universitas Hasanuddun. Makassar.

Saili, T., F. A.1 Auza, R. Aka dan A. M. Sari. 2018. Aplikasi Probiotik Herbal dan
Ekstrak Kerang Bakau (Polimesoda Erosa) dalam Pakan Berbasis Limbah
Pertanian dan Perikanan untuk Meningkatkan Produksi dan Reproduksi Ayam
Buras Di Sulawesi Tenggara. Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo.
(Unpublish).
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, M.H. Togatorop, dan T. Pasaribu. 2003. Pemanfaatan
Bioaktif Tanaman sebagai Feed Additive pada Ternak Unggas: Pengaruh
Pemberian Gel Lidah Buaya atau Ekstrak dalam Ransum Terhadap
Penampilan Ayam Pedaging. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 8(3): 139-
145.
Suprijatna, Umiyati dan Ruhyat. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya.
Cetakan Kedua, Jakarta.

Susanti, Elfi V. H., B.U. Suryadi, S. Yandi, dan R. Tri. 2012. Phytochemical
screening and analysis polyphenolic antioxidant activity of methanolic extract
of white dragon fruit (Hylocereus undatus). Indonesian Journal of
Pharmacology.
Taufik, D. 2014. Teori Praktis Fermentasi Pakan dan Bokashi. Http://Organichcs.Co
m/2014/03/10/Teori-Praktis-Fermentasi-Pakan-Dan Bokashi/.(Diakses Pada
Tanggal 5 April 2018).

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Ke-5. Gadjah Mada University. Press.
Yogyakarta.
Weiss, W. P., and J. S. Hogan. 2007. Effects of dietary vitamin c on neutrophil
function and responses to intramammary infusion of lipopolysaccharide in
periparturient dairy cows. Journal of Dairy Science. 90(2): 731-739.
Woo, K., F.F. Wong, dan H.C. Chua. 2011. Stability of the spray dried pigmentof red
dragon fruit [Hylocereus Polyrhizus (Weber) Britton and Rose] as a function
of organic acid additives and storage conditions. Philipp Agric Scientist Vol.
94 No. 3, 264-269.
Yusdja. Y., R. Sejati., I.S. Anugrah., I Sadikin dan B Winarso. 2005. Pengembangan
Model Kelembagaan Agribisnis Ternak Unggas Tradisional (Ayam Buras,
Itik, dan Puyuh). Laporan Akhir Pusat Penelitian dan Pengembangan Social
Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Zin, Z. M., A. Abdul-Hamid, and A. Osman. 2003. Antioxidative activity of extracts
from mengkudu (Morinda citrifolia L.) Root, Fruit and Leaf. Food Chemistry.
78: 227-23.

Anda mungkin juga menyukai