Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap industri baik industri kecil maupun industri besar akan selalu memiliki
reaktor untuk menghasilkan suatu produk. Dalam sebuah industri reaktor merupakan
hal yang sangat penting, karena jika reaktor dalam suatu industri terganggu maka
produksi pun akan terganggu. Oleh karena itu perancangan reaktor haruslah efisien.
Perancangan reaktor, baik batch maupun kontinyu sangat memerlukan persamaan
kinetika reaksi kimia.

Untuk merancang reaktor pada reaksi tertentu diperlukan adanya data kinetis
yang menyangkut; persamaan laju reaksi, mekanisme reaksi yang cocok, orde reaksi
(n) dan konstanta laju reaksi (k). Pada dasarnya data-data kinetik tersebut didapat
dengan melakukan serangkaian percobaan serta analisis kinetik atau analogi hidrolik.
Dan data-data kinetik tersebut didapat dengan melakukan serangkaian percobaan
secara analitis kinetik untuk mendapat data laboratorium, menduga persamaan laju
reaksi tersebut dari mekanisme yang diduga, menguji persamaan laju reaksi tersebut
melalui pencocokan data percobaan. Jika cocok, maka persamaan tersebut dapat
dipakai untuk menentukan konstanta laju reaksi. Untuk itu percobaan kinetika analog
ini dilakukan untuk dapat menganalogikan kinetika suatu reaksi dimana
percobaannya menggunakan alat yang lebih sederhana.

1.2 Tujuan Percobaan


Menentukan konstanta laju reaksi (k) dan orde reaksi (n) untuk reaksi seri
berdasarkan data percobaan yang diperoleh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persamaan Laju Reaksi

Laju reaksi kimia dapat dinyatakan sebagai banyaknya pembentukan suatu


produk atau banyaknya pengurangan reaktan persatuan waktu. Persamaan reaksi
secara umum dapat ditulis sebagai berikut :
aA + bB rR + sS

Laju reaksi juga dapat dinyatakan sebagai perubahan mol persatuan waktu.
Untuk menghitung laju reaksi ini dapat dengan melakukan percobaan dengan
melihat mekanisme reaksi yang terjadi .

Persamaan laju reaksi menurut hukum pangkat (Power Law)

-rA = K.CAn.CBm.................................................................................... (2.1)

Dimana :

k = Konstanta laju reaksi

n,m = Orde atau tingkatan reaksi (bisa nol , bulat , pecahan)

CA,CB = Konsentrasi (mol)

(rA) = Laju reaksi

Laju pembentukan komponen selalu berharga positif jika komponen tersebut


dibentuk oleh reaksi dan akan selalu berharga negatif jika komponen tersebut
terkonsumsi dalam sebuah reaksi.

Beberapa bentuk laju yang didapat dari persamaan reaksi:


a. Searah orde satu
A 
k1
P -rA = kCA ............................ (2.2)

b. Bolak balik orde satu


A   B
k 1, k 2
-rA = k1CA – k2 CB ............... (2.3)

c. Komplek searah orde satu

A 
k1
R - rA = (k1 + k2 ) CA ................. (2.4)

A 
k2
S

d. Seri Orde satu

A 
k1
R 
k2
S -rA = K1 CA – k2 CB ............. (2.5)

2.2 Jenis-jenis Reaksi


Jenis-jenis reaksi yang akan diamati pada percobaan ini, yaitu :

2.2.1 Reaksi Searah


Merupakan reaksi dimana pada saat waktu tak terhingga, zat A
habis bereaksi

Contoh : A  R

2.2.2 Reaksi parallel


Reaksi paralel atau reaksi samping adalah reaksi yang
menghasilkan dua macam produk yang berbeda dari reaktan yang
sama melalui jalur reaksi yang berbeda.

Contoh : A  R

AS
2.2.3 Reaksi seri
Merupakan reaksi yang teramati dua macam produk, yaitu R dan
S, dan pada waktu tertentu R pernah terbesar dan pada pengamatan
lebih lanjut harga R mengalami penurunan.

Contoh : A  R  S

2.2.4 Reaksi kesetimbangan


Reaksi kesetimbangan adalah suatu reaksi apabila produk yang
terbentuk sebagian kembali lagi berubah menjadi reaktan melalui jalur
reaksi yang berbeda. Laju reaksi kekanan belum tentu sama dengan
laju reaksi kekiri begitu juga nilai konstanta laju reaksi kekanan (k1)
belum tentu sama dengan laju reaksi kekiri (k2) dan orde reaksi
kekanan (n) juga belum tentu sama dengan orde reaksi kekiri (m).
Apabila laju reaksi kekanan (k1 CAn) sama dengan laju reaksi kekiri (k2
CRm) berarti reaksi mencapai kesetimbangan.

k1
Contoh : A R
k2

2.3 Orde Reaksi

Orde reaksi menunjukkan besar pengaruh konsentrasi terhadap laju


reaksi. Orde reaksi hanya dapat ditentukan secara eksperimen. Suatu reaksi
dikatakan berorde nol jika laju reaksi tidak bergantung pada konsentrasi.
Maksudnya, perubahan konsentrasi zat tidak mempengaruhi laju reaksi. Suatu
reaksi dikatakan memiliki orde pertama jika laju reaksi berbanding lurus dengan
konsentrasi salah satu reaktan. Jika konsentrasi reaktan dilipat duakan, maka laju
reaksi juga lipat dua kali. Suatu reaksi dikatakan memiliki orde kedua jika laju
reaksi berbanding lurus dengan kuadrat konsentrasi reaktan. Jika konsentrasi
reaktan dilipatduakan maka laju reaksi lipat 22= 4 kali.

2.3.1 Rangkaian Alat untuk Reaksi Orde Satu


Zhang Guai Tai menggunakan suatu rangkaian peralatan sederhana guna
mendapatkan data kinetik yang disebut dengan metoda analogi hidrolik.
Secara sederhana metoda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, data
kinetic dari suatu reaksi dekomposisi orde pertama A  B dapat dilakukan
dengan melakukan percobaan sebagai berikut :
Pipa kapiler gelas dihubungkan dengan buret,isi buret dengan air dan
waktu t = 0 diambil pada saat air mulai keluar dari pipa kapiler, kemudian
catat perubahan volumenya setiap saat.

Gambar 2.1 Skema Alat untuk Reaksi Berorde Satu


Dari prosedur sederhana di atas, dapat dibayangkan adanya reactor batch
dimana reaktan A terdekomposisi membentuk produk R. Tentu saja dengan
menetapkan bahwa volume yang terbaca di buret dalam cm3 menjadi mol/m3
oleh karena gambar di atas dapat diperlakukan seperti gambar di bawah ini
Gambar 2.2 Reaktor Batch dengan Reaksi Satu Arah
Kemudian dari data percobaan tersebut dapat dicari orde reaksi dan
konstanta laju reaksi dengan menggunakan salah satu dari kelima metoda
yang telah diuraikan sebelumnya. Apabila percobaan dilakukan dengan baik
akan didapatkan bahwa data percobaan tersebut cocok untuk analogi reaksi
kinetik orde pertama. Tentu panjang diameter pipa kapiler akan menetukan
harga dari konstanta laju reaksi tersebut.

2.3.2 Rangkaian Alat untuk Reaksi Orde Kurang dariSatu


Tentunya dengan menganggap pula bahwa erlemeyer adalah sebuah
reactor batch dengan reaktan A hilang menjadi produk E, serta volume air di
erlemeyer dalam cm3 konsentrasi reaktan dianggap mol/m3.

Gambar 2.3 Skema Alat untuk Reaksi Berorde Kurang dari Satu

Setelah percobaan didapat orde dan konstanta laju reaksinya,


ditentukan dengan menganggap orde reaksi tersebut adalah n. Persamaan laju
reaksi dapat ditulis:
dV dC A
  k V n atau  kV n
dt dt ………………………………. (2.6)

kemudian plot ln (  dC A / dt ) terhadap ln CA akan menghasilkan garis


lurus dengan slope n. Dari hasil tersebut orde dan konstanta laju dapat
ditentukan.

2.3.3 Rangkaian Alat untuk Reaksi Orde Lebih dari Satu

Bila erlemeyer dibalik seperti pada gambar di bawah ini, akan

menyebabkan orde reaksi menjadi semakin besar. Dengan catatan bahwa

besarnya sudut  menyebabkan orde reaksi semakin besar.

Gambar 2.4 Skema Alat untuk Reaksi Berorde Lebih dari Satu

Dari semua uraian di atas terlihat bahwa orde-orde lebih kecil, sama
dengan atau lebih besar dari nol, dalam memperoleh data kinetik dapat
menggunakan berbagai macam bentuk tabung (buret dan erlemeyer). Sudut
kerucut semakin besar akan memberikan bias yang lebih besar dari orde
pertama, dan sudut mendekati nol orde reaksi akan mendekati nol pula.
Gambar 2.5 Skema Sudut Kerucut pada Erlemeyer dan Buret

Penggunaan tabung seperti halnya buret, Erlenmeyer, corong, prisma


plastik dan sebagainya, dapat digunakan untuk mempelajari kinetika suatu
reaksi tertentu. Alat tersebut relatif lebih murah dibandingkan dengan suatu
percobaan reaksi kimia untuk mempelajari kinetiknya. Zhang Guai Tai
menggunakan suatu rangkaian peralatan sederhana guna mendapatkan data
kinetik yang disebut dengan Metodologi Analogi Hidrolik. Dari peralatan
yang digunakan dan ditinjau dari karakteristiknya maka diperoleh hubungan
antara bentuk tabung dengan orde reaksi, yaitu :

- untuk corong memberikan harga n < 1


- untuk buret memberikan harga n = 1
- untuk Erlenmeyer memberikan harga n > 1
Dalam melakukan percobaan tersebut digunakan pipa kapiler yang
tentu saja panjang dan diameter pipa kapiler akan menentukan harga dari
konstanta laju reaksi tersebut. Waktu t = 0, diambil pada saat air mulai keluar
dari pipa kapiler, kemudian dicatat perubahan volumenya setiap

2.4 Penentuan Data Kinetik

Ada beberapa metoda yang dikenal untuk menentukan data kinetik dari
suatu percobaan adalah :
1. Metode differensial
2. Metode integrasi
3. Metode waktu paruh (frational lifetime)
4. Metode isolasi
5. Metode laju awal
Namun yang paling sering digunakan adalah metode integrasi dan
metode differensial.

Untuk menentukan konstanta laju reaksi menggunakan metode


integrasi, yakni :

Pada reaksi : A 


k1
P

Maka –rA = k .CA

dimana :

𝑑𝐶𝐴
−𝑟𝐴 = = 𝑘. 𝐶𝐴 …………………………………........ (2.7)
𝑑𝑡

𝐶𝐴 𝑑𝐶𝐴 𝑡
∫𝐶𝐴𝑜 = 𝑘. ∫0 𝑑𝑡 .............................................................. (2.8)
𝐶𝐴

𝐶𝐴
ln 𝐶𝐴𝑜 = 𝑘. 𝑡 ......................................................................... (2.9)

y a x

Kemudian di plot ln (CA/CAo) terhadap t, dengan intersept nol, maka


gradien dari kurva ln(CA/CAo) terhadap t merupakan konstanta laju reaksi
(k).

Untuk menentukan orde reaksi (n) menggunakan metode differensial,


yakni dari persamaan :
𝑑𝑉
−𝑟𝐴 = = 𝑘 . 𝑉 𝑛 ............................................................. (2.10)
𝑑𝑖

𝑑𝐶𝐴
−𝑟𝐴 = = 𝑘 . 𝑉 𝑛 ........................................................... (2.11)
𝑑𝑡

𝑑𝐶𝐴
ln = ln 𝑘 + 𝑛 ln 𝑉 ........................................................ (2.12)
𝑑𝑡

y b a x

Kemudian di plot ln (dCA/dt) terhadap ln V, dengan intersept sebagai


ln k, maka gradien dari kurva ln (dCA/dt) terhadap V merupakan orde reaksi
(n).

2.5 Metode Waktu Paruh

Reaksi waktu paruh, t½, didefinisikan sebagai waktu reaksi yang


diperlukan oleh suatu reaksi supaya jumlah mol yang bereaksi setengah dari
jumlah mol mula-mula atau sisa jumlah mol reaktan setengah jumlah mol
reaktan mula-mula atau waktu reaksi yang diperlukan supaya konversi (XA)
yang dicapai sebesar ½. Waktu paruh pasti waktu reaksi, tetapi waktu reaksi
belum tentu waktu paruh.

-rA = k CAn …………………………………….…………….... (2.13)

Untuk reaksi irreversible


A  produk
sebuah neraca mol pada spesi A dalam sistem reaksi batch volume konstan
ditunjukkan sebagai berikut:
dC A
 = - rA = k CAn ………………………………………..... (2.14)
dt
Waktu paruh didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan jumlah mol untuk
berkurang dari nilai awalnya, karena jumlah mol merupakan turunan dari
konsentrasi maka:
t = t½ ketika CA = ½ CA

2.6 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Zat Terhadap Waktu Reaksi

Untuk mengetahui suatu reaktan apakah reaksi searah, reaksi parallel, reaksi
seri, reaksi bolak – balik maka harus dibuat grafik hubungan antara konsentrasi
zat yang terlibat didalam reaksi terhadap waktu reaksi misal:
Reaksi reaktan A berubah menjadi produk
1. Apabila pada waktu lama sekali A habis bereaksi maka kemungkinan
reaksinya adalah searah
A R

Gambar 2.6 Hubungan C terhadap t pada reaksi searah

2. Apabila pada waktu tertentu teramati dua macam produk dan pada waktu
reaksi tertentu misal zat S pernah tersebar dan pengamatan dilanjutkan ternyata
harga R tersebut tidak turun maka kemungkinan reaksi adalah reaksi parallel.
R
CAo
C
S

Gambar 2.7 Hubungan C terhadap t pada reaksi parallel

3. Apabila teramati ada dua macam produk (R dan S) dan pada waktu tertentu
zat R pernah tersebar dan pada pengamatan lebih lanjut zat R tersebut
mengalami penurunan, maka kemungkinan reaksinya adalah reaksi seri.

CAo S

L max t

Gambar 2.8 Hubungan C terhadap t pada reaksi seri-parallel

4. Apabila untuk waktu yang lama A tidak habis bereaksi reaksinya


kemungkinan reaksi bolak-balik
CAo

C
A

t
Gambar 2.9 Hubungan C terhadap t pada reaksi kesetimbangan

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


a. Sifat dan Ukuran Pereaksi
Semakin reaktif dari sifat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah
atau reaksi berlangsung semakin cepat. Semakin luas permukaan zat pereaksi
laju reaksi akan semakin bertambah, hal ini dapat dijelaskan dengan semakin
luas permukaan zat yang bereaksi maka daerah interaksi zat pereaksi
semakin luas juga. Permukaan zat pereaksi dapat diperluas dengan
memperkecil ukuran pereaksi. Jadi untuk meningkatkan laju reaksi, pada zat
pereaksi dalam bentuk serbuk lebih baik bila dibandingkan dalam bentuk
bongkahan (Petrucci, 1987).

b. Sifat Reaktan
Tergantung pada zat yang bereaksi, laju reaksi bervariasi.. Reaksi asam,
pembentukan garam, dan pertukaran ion adalah reaksi cepat. Ketika
pembentukan ikatan kovalen terjadi antara molekul-molekul dan ketika
molekul besar terbentuk, reaksi cenderung sangat lambat. Sifat dan kekuatan
obligasi dalam molekul reaktan sangat mempengaruhi tingkat
transformasinya menjadi produk. Reaksi yang melibatkan penataan ulang
obligasi lebih rendah melanjutkan lebih cepat dibandingkan dengan reaksi
yang melibatkan pengaturan kembali obligasi yang lebih besar.

c. Keadaan Fisik
Keadaan fisik ( padat , cair , atau gas ) dari reaktan adalah juga
merupakan faktor penting dari laju perubahan. Ketika reaktan dalam sama
fasaa , seperti pada air larutan, gerak termal membawa mereka ke dalam
kontak. Namun, ketika mereka berada di fase yang berbeda, reaksi terbatas
pada antarmuka antara reaktan. Reaksi hanya dapat terjadi di wilayah mereka
kontak, dalam kasus cair dan gas, pada permukaan cairan.

d. Konsentrasi
Konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam reaksi sesuai
dengan teori tabrakan reaksi kimia, karena molekul harus bertabrakan untuk
bereaksi bersama-sama. Sebagai konsentrasi reaktan meningkat, maka
frekuensi dari molekul bertabrakan meningkat menyebabkan tabrakan ini
terjadi lebih sering, meningkatkan laju reaksi.

e. Suhu
Suhu biasanya memiliki pengaruh besar pada laju reaksi kimia. Molekul
pada suhu yang lebih tinggi memiliki lebih energi panas . Walaupun
frekuensi tumbukan lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi,
memberikan kontribusi hanya sebagian yang sangat kecil untuk peningkatan
laju reaksi.

f. Katalis
Suatu katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu
tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri.
Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan
reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap
pereaksi.
g. Tekanan
Peningkatan tekanan dalam reaksi gas akan meningkatkan jumlah
tumbukan antara reaktan, meningkatkan laju reaksi. Hal ini karena aktivitas
gas berbanding lurus dengan tekanan parsial gas.
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Variabel Percobaan


1. Variabel tetap :
Konsentrasi Reaktan (mol/m3)
2. Variabel berubah :
Rangkaian alat percobaan

3.2 Alat Percobaan

Alat - alat yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah :

1. Buret 50 ml
2. Buret kinetik
3. Pipa kapiler panjang(15cm), pendek(10cm)
4. Pipa T
5. Stopwatch
6. Corong
7. Selang
8. Pipet tetes
9. Erlenmeyer
10. Aquadest
11. Botol semprot
12. Waterpass

3.3 Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah :


1. Air
2. Pewarna makanan

3.4 Prosedur Percobaan

1. Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan


2. Merangkai alat sesuai variasi percobaan sesuai dengan skema alat pada
gambar 3.6
3. Mengisi buret dengan air
4. Melakukan kalibrasi waktu pengosongan buret/corong/erlenmeyer
5. Membagi waktu dengan banyak data yang akan diamati pada percobaan
6. Melakukan percobaan
7. Mencatat perubahan volume pada buret/corong/erlenmeyer pada waktu
tertentu
8. Mengolah data hasil percobaan dengan metode Optimasi untuk Kinetika
Kompleks menggunakan program Matlab
9. Mendapatkan parameter k dan n

3.5 Prosedur Penentuan Parameter Kinetik dan Orde Reaksi

1. Membuka aplikasi matlab R2009a

2. Membuka folder kinetika dan laju reaksi yang sudah dalam dibuat dalam
sebuah m-file

3. Memasukan data percobaan yang telah dilakukan

4. Menebak nilai k dan n hingga data mendekati grafik untuk masing-masing


reaksi tertentu

5. Diperoleh data berupa nilai k dan n


3.6 Skema Alat

5
Skema Alat untuk Reaksi Satu Arah Skema Alat untuk Reaksi Parallel

Skema Alat untuk Reaksi Paralel Skema Alat untuk Reaksi


Kesetimbangan1

Skema Alat untuk Reaksi Skema Alat untuk Orde < 1


Kesetimbangan2

Skema Alat untuk Orde > 1 Skema Alat untuk kompleks seri paralel

Gambar 3.1 Skema Alat yang Digunakan Praktikum Kinetika Analog


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Nilai k dan n Pada Perubahan Konsentrasi Pada
Selang Waktu Tertentu

Laju reaksi Orde reaksi


N Sistem
o. Reaksi o
k1 k2 k3 N m
Searah pipa
1 0.0112 - - 0.9855 - -
kapiler 10cm
Searah pipa
2 0.0107 - - 0.9136
kapiler 15cm
Paralel pipa
3 0.0180 0.0190 - 0.9950 0.9950 -
kapiler 10cm
Paralel pipa
4 0.0111 0.0109 0.7694 0.9825
kapiler 15cm
5 Seri (modul 3) 0.0163 0.0114 - 0.9995 1.0099 -
Kompleks
0.0036
6 Seri-Paralel 0.0307 0.0315 0.8135 1.0767 0.8941
-
(modul 4)
Kesetimbanga
7 n 2 buret 0.0099 0.0513 - 0.9742 1.0348 -
(modul 8a)
Kesetimbanga
n2
8 0.0109 0.9674 - -
buret(modul
8b)
Orde Reaksi
9 0.0021 - - 0.9117 - -
Kurang dari 1
Orde Reaksi
10 0.0155 - - 0.2805 - -
Lebih dari 1
Tabel 4.1.2 Waktu Paruh pada Reaksi Orde Satu Searah

Ukuran Pipa t
No Alat
kapiler (waktu)

Buret
1 10 cm 61 detik
searah

Buret
2 15 cm 75 detik
searah

Pada reaksi searah reaktan akan terus berkurang sedangkan produk akan
semakin bertambah. Jumlah produk yang dihasilkan pun akan sama dengan jumlah
reaktan yang habis bereaksi. Pada percobaan modul pertama dilakukan dengan reaksi
searah pada pipa kapiler 10cm dan 15 cm. Pada pipa kapiler 10cm reaktan A pada
waktu 439 detik habis bereaksi menjadi produk R dan pada pipa kapiler 15cm reaktan
A pada waktu 528 detik habis bereaksi menjadi produk R. Dapat diamati bahwa
semakin bertambahnya waktu maka konsentrasi reaktan A semakin berkurang
sedangkan konsentrasi produk R meningkat. Hasil percobaan yang didapat adalah
harga laju reaksi pada pipa kapiler 10 cm n = 0.9855 dan orde reaksi k = 0.0112
sedangkan pada pipa kapiler 15cm n = 0,9136 dan orde reaksi k = 0.0107 .
Berdasarkan teori, harga orde reaksi untuk percobaan dengan menggunakan buret
adalah sama dengan 1 (n = 1). Nilai orde pada reaksi ini mendekati 1. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya hambatan berupa gelembung pada
saat fluida mengalir, ketidak akuratan penempatan pipa kapiler dengan skala 0 di
buret, menekuknya selang, dan kemungkinan adanya kebocoran disalah satu selang.
Untuk reaksi yang berorde 1 digunakan buret karena tidak adanya perubahan dari
diameter buret yang dilewati fluida. Konstanta laju reaksi dipengaruhi oleh panjang
pipa, semakin panjang pipa yang digunakan maka nilai k semakin besar, terbukti dari
hasil percobaan ini pada pipa kapiler 15cm memiliki harga k yang lebih besar
daripada pipa kapiler 10cm.

Pada percobaan modul 2 yaitu reaksi paralel, ada dua produk dari satu umpan,
sehingga CA akan terdistribusi menjadi CR dan CS. Percobaan dilakukan dengan dua
variasi yaitupipa kapiler 10cm dan 15cm. Dari hasil percobaan pada pipa kapiler
10cm diperoleh k1 = 0.0180 n1 = 0,9950 dan k2 = 0.0190 n2= 0.9950 sedangkan pada
pipa kapiler 15cm diperoleh hasil k1 = 0.0110 n1 = 0,7694 dan k2 = 0.0109 n2=
0,9825. Pada pipa kapiler 10cm diperoleh hasil bahwa harga k2 lebih besar daripada
k1. Hal ini bisa disebabkan karena adanya perbedaan sudut deviasi pada masing-
masing media dan tidak seimbangnya posisi pipa kapiler. Pada pipa kapiler 10cm
reaktan A habis bereaksi pada waktu 185 detik dan pada pipa kapiler 15cm reaktan A
habis bereaksi pada waktu 207 detik membentuk produk R dan S.

Pada percobaan modul 3 reaksi seri, reaktan A menghasilkan produk R dan


pada selang waktu tertentu R menjadi rekatan dan menghasilkan produk S. ini
menunjukkan bahwa reaktan A menghasilkan dua macam produk yaitu produk R dan
produk S namun melalui proses reaksi seri yang berkesinambungan. Waktu
pengosongan pada reaksi seri adalah 240 detik. Karena R merupakan produk
sekaligus reaktan, maka mengalami kenaikan hingga batas waktu tertentu kemudian
mengalami penurunan karena bertindak sebagai reaktan. Dari data percobaan didapat
tiga parameter k dan n yang berbeda. Perbedaan nilai k dan n ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal diantaranya posisi pipa kapiler kurang sejajar dengan angka nol
pada skala buret, pembacaan skala pada buret yang kurang tepat, dan adanya lipatan
pada selang. Dari data pengamatan perubahan konsentrasi reaktan maupun produk
didapatkan persamaan laju reaksi yang menunjukkan bahwa reaktan A bereaksi
menjadi produk R dengan laju reaksi 0.0163CA 0.9995 dan produk R bereaksi kembali
menjadi produk S dengan laju reaksi 0.0114CR 1.0099 .

Pada modul reaksi kompleks parallel-seri ini merupakan reaksi gabungan dari
reaksi seri dan paralel, dimana reaktan A akan menghasilkan produk R dan suatu saat
produk R tersebut akan menjadi reaktan yang menghasilkan produk baru yaitu T dan
S. Berdasarkan data percobaan, waktu pengosongan reaksi kompleks yaitu 219 detik.
Pada saat reaktan R membentuk produk T dan S, laju alir dari buret R ke buret S dan
gelas kimia T tidak sama, sehingga menghasilkan nilai k dan n yang berbeda. Produk
T memiliki laju alir yang lebih besar dibanding produk S. Adanya tahanan seperti
menekuknya selang, adanya gelembung udara dalam selang dan selang yang
digunakan pada k1 dan k3 tidak sama. Dilihat dari grafik 4.2.6 pun bahawa
konsentrasi A selalu berkurang, R terjadi kenaikan dan penurunan dan T serta S
selalu bertambah.

Pada percobaan modul 8.a yang merupakan reaksi kesetimbangan yang


menggunakan dua buret dengan ukuran yang berbeda. Reaktan A akan menjadi
produk R, dan suatu saat produk R tersebut akan menjadi reaktan A kembali. Baik
reaktan maupun produk dikatakan setimbang jika keduanya sudah tidak mengalami
kenaikan atau penurunan volume. Dari data percobaan, reaksi dikatakan setimbang
pada waktu 151 detik dengan volume A = 37,2 dan R= 12,8. Sehingga didapat nilai k1
dan k2 yang tidak terlalu jauh. Penempatan tinggi posisi buret 1 dan 2 mempengaruhi
nilai k dan n. sama halnya seperti pada percobaan sebelumnya, nilai n tidak sesuai
teori. Hal ini dikarenakan laju alir pada saat percobaan terhambat oleh gelembung,
menekuknya selang, dan penempatan pipa yang tidak tepat pada batas 0 buret.
Persamaan laju reaksi yang didapat adalah 0.0099CA0.9742 dan 0.0513CA1.0348 .

Pada percobaan modul 8.b yang sama seperti modul 8a, merupakan reaksi
kesetimbangan. Namun pada modul 8b hanya menggunakan satu buret kinetik dan
letak pipa kapiler berada diatas skala 0 buret. Persamaan laju reaksi yang didapatkan
adalah 0.0109CA0.9674.

Percobaan reaksi dengan orde kurang dari satu ini dilakukan dengan analogi
melalui perubahan volume dalam sebuah corong melewati pipa kapiler. Jika diamati
secara kinetika reaksi, laju reaksi dipengaruhi oleh sudut deviasi corong yang lancip
menunjukan adanya perlambatan laju alir dibandingkan dengan menggunakan buret
atau erlenmeyer. Orde reaksi yang dihasilkan sesuai dengan teori yaitu n < 1, orde
reaksi yang dihasilkan adalah 0.9117 dan nilai k adalah 0.0021. Dari hasil praktikum
didapat persamaan laju reaksi 0,0021CA0,9117.

Dari percobaan yang dilakukan dengan menggunakan Erlenmeyer yaitu


percobaan dengan orde reaksi > 1. Laju alir fluida pada Erlenmeyer lebih cepat
dibanding menggunakan corong hal ini dikarenakan sudut deviasi Erlenmeyer lebih
besar sehingga lajunya lebih cepat. Dari data percobaan didapat orde reaksi n sebesar
0.2805 dan laju reaksi k= 0.0155 sehingga persamaan laju reaksinya 0,0155CA0.2805 .
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan yaitu


sebagai berikut :

1. Besarnya konstanta laju reaksi (k) dipengaruhi oleh besarnya tahanan seperti
bukaan buret, panjang pipa kapiler dan selang.
2. Orde reaksi lebih dari satu lebih cepat dibandingkan dengan orde reaksi kurang
dari satu hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan luas permukaan antara
corong dengan erlenmeyer
3. Orde reaksi kurang dari satu dan orde reaksi lebih dari satu dipengaruhi oleh
sudut deviasi alat yang digunakan. Semakin besar sudut deviasinya maka laju
alirnya akan semakin cepat.
4. Semakin besar orde reaksinya maka harga dari konstanta laju alir semakin kecil
begitupun sebaliknya
5. Perbedaan waktu paruh pada corong lebih cepat dibandingkan dengan erlenmeyer
hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan luas penampang dari alat tersebut
6. Waktu paruh tidak mempengaruhi parameter k, hanya saja waktu
pengosongannya menjadi lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk Praktikum LAB 2, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas


Jenderal Achmad Yani, 2007.
2. Catatan kuliah Teknik Reaksi Kimia 1, Dr.Hendriyana, ST., MT. Universitas
Jenderal Achmad Yani, semester 5, 2006.
3. Fogler, H, Scott, Element Of Chemical Reaction Engineering, 2nd ed. New Jersey
L,Prentice-Hall, 1992.

Anda mungkin juga menyukai