Anda di halaman 1dari 66

BAB I

DEFINISI

Darah dan produk darah memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan.
Ketersedian, keamanan dan kemudahan akses terhadap darah dan produk darah harus dapat
dijamin. Terkait dengan hal tersebut, sesuai dengan World Health Assembly (WHA) on
Availability, safety and quality of blood products, menyatakan bahwa kemampuan untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri atas darah dan produk darah (self sufficiency in the supply of
blood and blood products) dan jaminan keamanannya merupakan salah satu tujuan pelayanan
kesehatan nasional yang penting.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya dalam
teknologi pelayanan darah, pengelolaan komponen darah dan pemanfaatannya dalam
pelayanan kesehatan harus memiliki landasan hukum sebagai konsekuensi asas negara
berlandaskan hukum. Oleh karena itu dalam rangka memberikan pelindungan kepada
masyarakat, pelayanan darah hanya dilakukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang
memiliki kompetensi dan kewenangan, dan hanya dilaksanakan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang memenuhi persyaratan. Hal ini diperlukan untuk mencegah timbulnya
berbagai risiko terjadinya penularan penyakit baik bagi penerima pelayanan darah maupun
bagi tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun lingkungan sekitarnya.

A. DEFINISI
1. PELAYANAN DARAH
Pelayanan Darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan
darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan
komersial.
2. PELAYANAN TRANFUSI DARAH
Pelayanan Transfusi Darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang meliputi
perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyediaan darah,
pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
3. PENYEDIAAN DARAH
Penyediaan darah adalah rangkaian kegiatan pengambilan darah dan pelabelan
darah pendonor, pencegahan penularan penyakit, pengolahan darah, dan penyimpanan
darah pendonor.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 1


4. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan atau masyarakat.
5. PENDONOR DARAH
Pendonor darah adalah orang yang menyumbangkan darah atau komponennya
kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
6. UNIT TRANFUSI DARAH

Unit Transfusi Darah, yang selanjutnya disingkat UTD, adalah fasilitas


pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pendonor darah, penyediaan darah, dan
pendistribusian darah.
7. BANK DARAH RUMAH SAKIT
Bank Darah Rumah Sakit, yang selanjutnya disingkat BDRS, adalah suatu
unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk
transfusi yang aman, berkualitas, dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung
pelayanan kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
8. PENDONOR DARAH
Pendonor Darah adalah orang yang menyumbangkan darah atau
komponennya kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.

B. TUJUAN
1. Sebagai acuan penyelenggaraan pelayanan transfusi darah di Bank Darah Rumah
Sakit/BDRS dalam rangka peningkatan mutu, keamanan, dan kemanfaatan pelayanan
darah.
2. Sebagai acuan bagi seluruh staff yang memberikan pelayanan pemberian darah dan
produk darah kepada pasien sehingga keamanan dan keselamatan pasien tetap terjamin.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 2


BAB II
RUANG LINGKUP

A. PELAYANAN DARAH DI RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA


Pelayanan Darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah
manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan
komersial. Ruang lingkup pelayanan darah dan komponen-komponennya di RSUD dr.
R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, Pelayanan Pemberian darah dan komponen-
komponennya meliputi perencanaan, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan
tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.

B. BANK DARAH RUMAH SAKIT


RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga memiliki Bank Darah Rumah
Sakit/ BDRS sebagai unit pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur rumah sakit dan
menjadi bagian dari Instalasi laboratorium rumah sakit. Bank Darah Rumah Sakit
melakukan perencanaan kebutuhan darah di rumah sakit setiap tahun. Kemudian
perencanaan kebutuhan tersebut harus dilaporkan kepada UTD di wilayahnya, yaitu
UTD Purbalingga.
1. TUJUAN
Pelayanan darah di Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) bertujuan untuk
menjamin tersedianya darah untuk transfusi yang aman, bermutu, dan dalam
jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. BDRS
menerima darah atau komponen darah siap pakai dan sudah dilakukan uji saring
IMLTD serta pengujian konfirmasi golongan darah dari UTD di wilayahnya sesuai
dengan permintaan yang diajukan oleh BDRS.
2. ALUR PELAYANAN BANK DARAH RUMAH SAKIT
Secara keseluruhan alur aktivitas pelayanan di BDRS dapat dijelaskan seperti
pada uraian berikut ini :
a. Permintaan darah dari Bank Darah Rumah Sakit ke Unit Tranfusi Darah
meliputi :
1) Permintaan Darah Rutin : Permintaan darah dibuat tertulis oleh BDRS
kepada UTD setempat yang mempunyai ikatan kerja sama.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 3


2) Pada keadaan khusus dan keadaan darurat : Permintaan darah dibuat
tertulis oleh BDRS kepada UTD walaupun tidak mempunyai ikatan kerja
sama.
b. Pemenuhan darah oleh UTD
Setelah ada permintaan darah dari BDRS, maka UTD akan Melakukan
Pemenuhan permintaan darah sebagai berikut :
1) Rutin: Harus memberikan darah siap pakai dalam jumlah yang cukup
dan aman.
2) Pada keadaan Khusus: Permintaan komponen darah tertentu, golongan
darah rhesus negatif atau golongan darah langka lainnya, harus
dipenuhi
3) Pada keadaan persediaan darah kosong, situasi gawat darurat dan
kejadian luar biasa (KLB): Harus memberikan darah siap pakai dalam
jumlah yang cukup dan aman dengan mencarikan darah tersebut ke
UTD lain.
c. Syarat Pengiriman Kebutuhan Darah
Pengiriman Darah dari Unit Tranfusi Darah/ UTD memenuhi beberapa
ketentuan sebagai berikut :
1) Memperhatikan sistem rantai dingin, suhu selama pengiriman untuk:
a. WB, PRC dan WE harus dijaga antara 2–100 C;
b. TC harus dijaga antara 20–240 C;
c. FFP dan Cryoprecipitate harus dijaga ≤ -250 C;
d. Waktu pengiriman paling lama adalah 24 jam
2) Darah bisa ditransportasikan oleh UTD ke BDRS atau BDRS yang
mengambil ke UTD, tergantung pada ikatan kerja sama yang dibuat atau
tergantung pada keadaan.
3) Harus tersedia Standar Prosedur Operasional permintaan darah yang
divalidasi dan disetujui.
d. Serah terima darah, simpan darah di blood bank
Setelah darah sampai ke BDRS, dilakukan serahterima kemudian darah
disimpan di Blood Bank dengan ketentuan:
1) Penyimpanan darah dan komponen darah di BDRS merujuk kepada
persyaratan penyimpanan darah dan komponen darah di UTD. Setelah
petugas BDRS menerima darah siap pakai dari petugas UTD setempat
sesuai permintaan, segera simpan darah dan komponen darah pada tempat

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 4


penyimpanan yang sesuai (Harus tersedia Standar Prosedur Operasional
penerimaan darah yang divalidasi dan disetujui).
2) Petugas UTD dan petugas BDRS bersama-sama menilai jumlah, jenis
darah, golongan darah, tanggal kedaluwarsa, dokumen, suhu minimal
maksimal saat transportasi, kondisi darah, label di kantong darah dan
kondisi kantong darah.
3) Pembuatan berita serah terima darah. Isi poin 2 harus tercantum dalam
berita serah terima darah, dikualifikasi dan disetujui. Penyimpanan darah
dan komponen darah di BDRS merujuk kepada persyaratan penyimpanan
darah dan komponen darah di UTD.
4) Penanganan Darah Kadaluwarsa :
 Darah kedaluwarsa adalah darah yang tidak dapat digunakan karena
sudah melewati tanggal kedaluwarsa.
 Tanggal kedaluwarsa darah atau komponen darah ialah tanggal
terakhir darah atau komponen darah yang masih dapat dipergunakan
untuk keperluan transfusi.
 Tanggal kedaluwarsa yang tercantum pada kantong unit darah
ditetapkan oleh UTD yang menyalurkan darah tersebut.
 Petugas BDRS memberikan keterangan tertulis yang divalidasi
terkait perubahan masa kedaluwarsa dari komponen darah (WE, FFP
dan Cryoprecipitate yang telah dicairkan) sesuai dengan ketentuan.
 Darah atau komponen darah yang sudah kedaluwarsa harus
dikeluarkan dari tempat penyimpanannya.
 Petugas BDRS mencatat darah kedaluwarsa dalam laporan darah
kedaluwarsa.
 Darah yang sudah kedaluwarsa dimusnahkan di RS atau
dikembalikan ke UTD sebagai limbah medis.
 BDRS harus mempunyai SPO pengendalian penggunaan darah stok
untuk menghindari peningkatan darah kedaluwarsa.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 5


C. DARAH DAN KOMPONEN DARAH SERTA INDIKASI PEMBERIANNYA
1. Darah Lengkap/Whole Blood/WB
TAHAP DATA PENDONOR YANG DIPERLUKAN
Indikasi Pengganti sel darah merah pada keadaan perdarahan akut /massif yang disertai
hipovolemia;Transfusi tukar; Pasien yang membutuhkan transfusi PRC, tapi di
tempat tersebut tidak tersedia PRC.
Kontra Indikasi Risiko overload pada pasien: Anemia kronik ; Gagal jantung tahap awal.

Dosis Pada anak: transfusi massif 15-20 mL/kgBB, bergantung keadaan umum saat
Pemberian itu.
Manfaat - Pada pasien dewasa, 1 unit WB (450 mL) akan meningkatkan kadar Hb
Pemberian sekitar 1 g/dL atau hematokrit sekitar 3-4%
- Pada pasien anak, pemberian WB 8 mL/kg akan meningkatkan kadar Hb
sekitar 1 g/dL
Cara Pemberian - Harus cocok golongan ABO dan Rhesus dengan pasien.
- Gunakan blood set baru dengan filter terintegrasi yang berukuran 170 – 200
µ.
- Darah harus mulai ditransfusikan dalam waktu paling lama 30 menit setelah
dikeluarkan dari suhu optimal.
- Jangan ditambah dengan obat lain ke dalam kantong darah.
- Selesaikan transfusi dalam waktu maksimal 4 jam setelah dimulai.
- Ganti blood set (transfusion set) setiap 12 jam atau setelah pemberian 4
kantong darah, bergantung mana yang lebih cepat.
Resiko Tranfusi Tidak disterilisasi, sehingga masih mempunyai kemungkinan untuk menularkan
infeksi yang ada di plasma atau sel darah yang tidak terdeteksi oleh uji saring
IMLTD, seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, virus hepatitis lainnya, Sifilis,
malaria, kontaminasi bakteri dan penyakit lainnya.

2. Packed Red Cells/ PRC


TAHAP DATA PENDONOR YANG DIPERLUKAN
Indikasi - Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin
(Hb) <7 g/dL terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien
asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas
kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima. (Rekomendasi A)
- Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dL apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium.(Rekomendasi C)
- Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkankapasitas transport oksigen
lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 6


jantung iskemik berat). (Rekomendasi A)
- Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11
g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti
pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau
yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen, batas untuk memberi
transfusi adalah Hb ≤13 g/dL.(Rekomendasi C)
Kontra Indikasi Risiko overload pada pasien:
- Anemia kronik
- Gagal jantung tahap awal
Dosis - Pada anak:
Pemberian o Jika Hb > 6 g/dL, 15 mL/kgBB/Hari
o Jika Hb < 5 g/dL , 1 jam pertama 5 mL/kgBB, kemudian sisa darah yang
masih ada pada kantong darah tersebut dihabiskan dalam 3 jam berikutnya,
- Pada neonatus 20 mL/kgBB, memakai kantong Pediatrik 50 mL.
Manfaat - Pada pasien dewasa, 1 unit PRC akan meningkatkan kadar Hb sekitar 1 g/dL
atau hematokrit sekitar 3%
- Pada pasien anak, pemberian WB 8-10 mL/kg akan meningkatkan kadar Hb
sekitar 2 g/dLatau hematokrit sekitar 6%.
- Sama dengan darah lengkap
- Untuk memperlancar aliran, dapat dimasukkan bersama larutan salin normal
(NaCl 0,9%) sebanyak 50–100 mlmenggunakan blood set sebelum transfusi
dilakukan sampai kantong darah datang.
- Larutan NaCl 0,9% dapat diberikan, tetapi hati2 bahaya kelebihan cairan.
Resiko Sama Seperti WB

3. Packed Red Cells Leukodepleted/PRC-LD


TAHAP DATA PENDONOR YANG DIPERLUKAN
Indikasi Rekomendasi pemberian sama seperti PRC
- Menurunkan risiko pembentukan imunisasi sel darah putih pada pasien yang
berulang kali mendapat transfusi, namun untuk mencapai hal ini, semua
komponen darah harus dikurangi jumlah leukositnya.
- Pada keadaan tertentu, dapat menurunkan risiko penularan (CMV).
- Pasien yang sebelumnya mengalami dua kali atau lebih reaksi demam akibat
transfusi
Kontra Indikasi Tidak akan mencegah terjadinya Graft Versus Host Disease/GvHD. Untuk
mencegahnya darah harus di-iradiasi dengan dosis 25 – 30 Gray.
Dosis - Sama dengan PRC
Manfaat - Sama dengan PRC
Cara Pemberian Sama dengan darah lengkap
- Untuk memperlancar aliran, dapat dimasukkan bersama larutan NaCl 0,9%
(50–100 mL) menggunakan blood set.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 7


- Pengurangan leukosit dapat juga dilakukan menggunakan filter leukosit saat
transfusi (bedside filter).
Resiko Sama seperti pemberian WB

4. Sel Darah Merah Cuci/Washed Erythrocyte/ WE)


TAHAP DATA PENDONOR YANG DIPERLUKAN

Deskripsi PRC yang dicuci dengan larutan NaCl 0,9% steril menggunakan alat tertentu.
PRC dilarutkan dalam larutan salin normal, biasanya mengandung nilai
hematokrit 70-80% dengan volume sekitar 180 mL. Pencucian menghilangkan
plasma sekitar 98%, menurunkan konsentrasi leukosit, trombosit dan debris
seluler.
Indikasi - Sama dengan PRC
- Pada pasien yang mengalami alergi atau demam pada transfusi sebelumnya
- Pasien dengan hiperkalemi
Kontra Indikais Sama dengan PRC

Dosis Sama dengan PRC


Pemberian
Manfaat - Pencucian akan menurunkan jumlah sel darah merah, oleh karena itu untuk
mendapatkan nilai hematokrit yang diinginkan pasien mungkin membutuhkan
tambahan transfusi.
Cara Pemberian - Sama dengan PRC.
- Untuk memperlancar aliran, dapat dimasukkan bersama larutan NaCl 0,9%
(50–100 mL) menggunakan blood set.
Resiko Sama seperti pemberian WB Perlu diingat bahwa PRC WE usianya lebih
pendek dari PRC biasa atau LD karena proses pencucian tersebut menjadi lebih
mudah lisis.

5. Trombosit Konsentrat/Concentrate Thrombocyte/TC


TAHAP DATA PENDONOR YANG DIPERLUKAN

Indikasi - Mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hitung


trombosit <50.000/uL, bila terdapat perdarahan mikrovaskular difus
batasnya menjadi <100.000/uL, atau berapapun jumlah trombosit dengan
perdarahan massif. Pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever dan
Disseminated Intravascular Coagulation merujuk pada penatalaksanaan
masing-masing. (Rekomendasi C)
- Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien yang
akan menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi
masif. (Rekomendasi C)
- Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 8


(Rekomendasi C)
- Pencegahan perdarahan akibat trombostipoenia, seperti yang terjadi pada
kegagalan sumsum tulang.

Kontra - INGAT: Bukan untuk menaikkan jumlah trombosit


- Umumnya tidak digunakan untuk mencegah perdarahan pada pasien yang
akan menjalani operasi, kecuali bila pasien dengan jumlah trombosit yang
kurang 50.000/uL sebelum operasi.
- Atau pada kasus dengan jumlah trombosit <50.000/uL dengan memakai alat
invasif (seperti memakai vena dalam, ventilator)
- Tidak diindikasikan untuk:
 Idiopathic autoimmune Thrombocytopenic Purpura (ITP) kecuali
dengan perdarahan mukosa aktif atau jumlah trombosit < 20.000/uL.
 Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP)
 Disseminated Intrvascular Coagulation (DIC) yang tidak diobati
 Trombositopenia yang berhubungan dengan septikemia, sampai
pengobatan dimulai atau dalam kasus hipersplenisme
Dosis - Pooled unit: satu kantong TC yang disiapkan dari 4-6 donor yang kemudian
dimasukkan dalam satu kantong.
- 1 kantong TC/10 kg BB, biasanya 5-7 kantong untuk pasien dewasa.
- Anak dan neonatus: 10-20 mL/kgBB/hari
Manfaat - 1 kantong pada pasien dengan berat badan 70 kg akan meningkatkan jumlah
trombosit 5.000/uL
- Peningkatan trombosit akan lebih rendah dari yang diperkirakan pada pasien
dengan:
 Splenomegali
 DIC
- Septikemia
Cara - Setelah dibuat pooled unit, TC harus segera ditransfusikan secepatnya,
umumnya masa kedaluwarsa menjadi 4 jam setelah pooling, karena adanya
risiko proliferasi bakteri.
- Tidak boleh disimpan dalam lemari pendingin (suhu 2 – 6⁰ C) karena
akanmenurunkan fungsi trombosit
- Diperlukan set transfusi khusus untuk trombosit (trombosit set), bila tidak
ada gunakan blood set baru.
- Harus ditransfusikan dalam waktu 20 menit, kecuali trombosit apheresis dan
pooling tidak melebihi 2 jam.
- Tidak perlu dilakukan uji silang serasi.
- TC yang diambil dari donor dengan Rhesus positif tidak boleh diberikan
kepada pasien wanita usia subur dengan golongan darah rhesus negative.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 9


Resiko Sama dengan darah lengkap, tapi untuk pooled unit mempunyai risiko terpapar
dari 4 – 6 donor.

7. Fresh Frozen Plasma (FFP)


TAHAP DATA PENDONOR YANG DIPERLUKAN
Indikasi - Mengganti defisiensi faktor IX (Hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi
baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik
atau kombinasi.(Rekomendasi C)
- Netralisasi hemostasis setelah terapi heparin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa. (Rekomendasi C).
- Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi masif atau operasi pintas jantung paru atau pada pasien dengan
penyakit hati.(Rekomendasi C)
- Penurunan faktor pembekuan karena pemberian transfusi dalam volume besar
Kontra Plasma tidak boleh digunakan sebagai pengganti volume darah atau sebagai
Indijkkais sumber protein untuk pasien yang kekurangan nutrisi oleh karena hal ini akan
membuat pasien terpapar terhadap risiko transfusi darah.
Dosis - Satuan saat pemberian: dalam mL/kgBB
- Dosis inisial 15 mL/kg BB (4-6 kantong untuk pasien dewasa).
- Anak dan neonatus: 10-20 mL/kgBB/hari
Manfaat Akan meningkatkan faktor koagulasi sebesar 20% segera setelah transfusi.
Cara - Harus cocok golongan darah ABO dan Rhesus untuk mencegah terjadinya
hemolisis sel darah merah pasien .
- Tidak perlu dilakukan uji silang serasi.
- Sebelum digunakan harus dicairkan dalam plasma thawer dengan suhu 30 -
37⁰C. Bila tidak memiliki plasma thawer dapat digunakan waterbath dengan
suhu 30-37⁰C dan sesuai standar prosedur operasional yang diberlakukan.
Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan rusaknya protein dan faktor
pembekuan.
- Bila sudah dicairkan dapat disimpan dalam suhu 2–6⁰C maksimal 24 jam.
Setelah 24 jam menjadi recovered plasma.
- Ditransfusikan menggunakan blood setdalam waktu 20 menit, selambat-
lambatnya 6 jam setelah proses pencairan karena faktor pembekuan labil akan
rusak.
Resiko - Sering terjadi reaksi alergi akut, terutama bila ditransfusikan dalam waktu
cepat.
- Beberapa pasien mengalami reaksi anafilaktik yang mengancam jiwa.
- Kontaminasi bakteri.
- Hipovolemia bukan merupakan indikasi pemberian FFP.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 10


8. Cryoprecipitate/Faktor Anti Hemofilik (Anti Hemophilic Factor/AHF)
TAHAP DATA PENDONOR YANG DIPERLUKAN

Indikasi - Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani
prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan.
(Rekomendasi C).
- Pasien dengan Hemofilia A dan penyakit Von Willebrand yang mengalami
perdarahan atau yang tidak responsif terhadap pemberian
desmopresin asetat atau akan menjalani operasi. (Rekomendasi C).
- Defisiensi faktor XIII.
KOntra Tidak boleh digunakan untuk mengobati pasien dengan kekurangan faktor
pembekuan selain fibrinogen dan faktor XIII.
Dosis - Satu kantong dari satu donor: 1 donasi yang juga disebut sebagai unit atau
kantong
- Pooled unit: satu kantong AHF yang berasal dari ≥ 6 donor
Manfaat Setiap kantong akan meningkatkan kadar fibrinogen 5-10 mg/dL. Tingkat
hemostatik adalah >100 mg/dL fibrinogen.
Cara - Jika memungkinkan, berikan produk yang cocok golongan darah ABO dan
Rhesus.
- Tidak perlu dilakukan pemeriksaan uji silang serasi.
- Setelah dicairkan harus segera ditransfusikan selambat-lambatnya 6 jam
setelah pencairan
- Transfusikan menggunakan blood set.
Resiko - Sama dengan plasma, tapi untuk pooled unit mempunyai risiko terpapar dari 6
donor atau lebih
Catatan:
 Pada tabel di atas, indikasi pemberian transfusi komponen darah dibedakan atas
Rekomendasi A, B atau C.
 Rekomendasi A, B dan C dibuat berdasarkan evidence-based medicine, yang
dibedakan atas beberapa tingkatan pembuktian (Level of evidence) sebagai
berikut:
No Rekomendasi Level of evidence Evidence-based medicine
1 A Ia Meta-analysis of randomized controlled trials
Ib Minimal satu randomized controlled trials
2 B IIa Minimal satu non-randomized controlled trials
IIb Cohort dan Case control studies
3 C IIIA Cross-sectional studies
IIIB Case series dan case report
IV Konsensus dan pendapat ahli

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 11


BAB III
TATA LAKSANA
PEMBERIAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH

Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan
sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam sistem kardiovaskular, tersusun dari
komponen korpuskuler atau seluler, dan komponen non korpuskuler atau non seluler. Darah
berfungsi sebagai organ transportasi (dilakukan oleh hemoglobin didalam sel darah merah),
sebagai organ pertahanan tubuh/imunologik (dilakukan oleh leukosit dan immunoglobulin)
dan dalam menghentikan perdarahan/ mekanisme homeostasis (dilakukan oleh mekanisme
fibrinolisis).
Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah
korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang
didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat
maka diperlukan penggantian dengan transfusi darah. Penggunaan darah untuk transfusi
dilakukan secara rasional dan efisien yaitu dengan memberikan hanya komponen darah yang
dibutuhkan. Hal ini didasarkan bahwa darah terdiri dari bermacam-macam elemen selular dan
protein plasma dengan fungsi yang berbeda-beda.

A. PERMINTAAN DARAH DARI RUANGAN


1. Persiapan Permintaan Darah Dari Ruangan
a. Instruksi permintaan darah :
1) Setiap permintaan darah harus disertai dengan formulir permintaan darah yang
telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) disertai sampel darah pasien.
2) Untuk permintaan darah persiapan harus dibuat maksimal tiga hari sebelum
rencana pelaksanaan transfuse
3) Untuk permintaan darurat harus dilengkapi dengan alasan permintaan darurat
menggunakan formulir khusus yang ditentukan Rumah Sakit
b. Pengisian formulir permintaan darah yang disediakan oleh Rumah Sakit. Harus
diisi dengan informasi:
1) Identitas pasien terdiri dari : nama lengkap (minimal nama depan dan
belakang), tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin.
2) Ruang perawatan.
3) Tanggal permintaan dan tanggal rencana transfuse

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 12


4) Diagnosis klinis
5) Indikasi transfusi
6) Jenis permintaan (elektif, rutin dan darurat)
7) Kadar hemoglobin atau trombosit pasien
8) Golongan darah pasien
9) Riwayat transfusi sebelumnya
10) Riwayat reaksi transfusi
11) Jenis dan volume komponen darah yang diminta
12) Nama dokter DPJP, dilengkapi tanda tangan DPJP atau dokter yang
meminta
13) Nama dan tanda tangan personil yang mengambil sampel darah
c. Pengambilan sampel darah pasien
Sampel darah pasien untuk pemeriksaan pratransfusi diambil langsung dari
pembuluh darah pasien dan harus ditampung di dalam tabung tersendiri.
d. Penyerahan formulir permintaan darah ke BDRS
Formulir permintaan darah diserahkan secara bersamaan dengan sampel
darah pasien ke BDRS oleh petugas Rumah Sakit yang telah dilatih rantai dingin
darah.
e. Penyerahan darah dari BDRS ke Ruang Perawatan
1) Pada tanggal rencana transfusi, perawat atau dokter mengkonfirmasi apakah
transfusi tetap berlangsung atau ditunda.
2) Bila transfusi ditunda lebih dari 3 x 24 jam, darah dapat diberikan kepada
pasien yang lebih membutuhkan
f. Dokumentasi
Harus ada sistem dokumentasi permintaan darah di ruang perawatan yang
disimpan didalam folder rekam medis pasien
2. Penerimaan permintaan darah dan/atau komponen darah serta sampel pasien
a. Pengecekan Identitas Pasien : Petugas BDRS harus memeriksa identitas pasien
pada formulir permintaan dan pada label sampel darah
b. Pengecekan sampel darah pasien :
1) Petugas BDRS harus memeriksa kondisi sampel.
2) Jika kondisi sampel tidak layak (lisis, menggumpal, volume kurang, label
tidak sesuai dengan formulir permintaan darah atau sampel tanpa label)
sampel darah dibuang dan harus dimintakan sampel darah yang baru
c. Pengecekan Pengecekan formulir permintaan darah

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 13


Apabila formulir permintaan darah tidak lengkap atau tidak terbaca, formulir
permintaan darah dikembalikan ke ruangan
d. Pengecekan Usia Sample Darah
Jenis sampel Suhu simpan Max usia sampel

Darah EDTA 18 – 25˚C 24 jam


Darah EDTA 4˚C 3 hari
Serum/Plasma 4˚C 1 minggu
Keterangan:
Yang dimaksud dengan usia sampel darah adalah waktu antara pengambilan sampel darah
dengan waktu pelaksanaan pemeriksaan uji pratransfusi.
e. Pengecekan volume Sampel
Jenis Pemeriksaan Usia Tipe Spesimen dan Volume

Golongan darah, ≥ 4 Bulan 3 mL dalam tabung EDTA


Uji saring antibodi dan < 4 bulan 1-2 mL dalam tabung EDTA (jika
uji silang serasi memungkinkan sampel darah ibu dan
bayi dikirimkan bersamaan)

B. PEMERIKSAAN PRATRANSFUSI
1. UJI KECOCOKAN ANTARA DARAH RESIPIEN DAN DARAH DONOR
Pemeriksaan pra transfusi adalah suatu rangkaian prosedur pemeriksaan
mencocokkan darah resipien dan darah donor yang diperlukan sebelum darah
diberikan kepada resipien. Tujuan pemeriksaan ini untuk memastikan ada tidaknya
aloantibodi pada darah resipien yang akan bereaksi dengan darah donor bila
ditransfusikan dan/atau sebaliknya.
a. Persyaratan
Pemeriksaan kecocokan antara darah resipien dan darah donor harus:
 Dapat mengidentifikasi hal-hal penting pada pemeriksaan pra transfusi seperti
tersebut di atas.
 Ada SPO pemeriksaan pra transfusi.
 Ada sistem dokumentasi untuk semua pemeriksaan yang dilakukan.
 Ada pemeriksaan kesesuaian formulir permintaan darah dan sampel darah serta
kondisi sampel darah pasien oleh petugas penerima di BDRS.
 Dilakukan oleh petugas laboratorium BDRS yang kompeten.
 Pemeriksaan rhesus pada pasien menggunakan anti-D monoklonal hanya
dengan metode direct agglutination, tidak perlu dilanjutkan ke pemeriksaan
indirect agglutination (indirect antiglobulin test untuk menentukan weak D).
Panduan Pemberian Komponen Darah Page 14
 Pemeriksaan Weak D dilakukan untuk: 1) Pasien neonatus rhesus negatif
dengan ibu rhesus negative, 2) Menyelesaikan bila ada perbedaan hasil
pemeriksaan sebelumnya.
 Untuk pemeriksaan pasien cukup menggunakan anti-D monoclonal IgM tetapi
untuk pendonor harus dapat mendeteksi weak D atau DVI varian sehingga
reagennya polyclonal atau blend dan metode pemeriksaannya dilanjutkan ke
indirect agglutination.
Polyclonal (blend) Monoclona(IgM) Kesimpulan
+ + Rh D pos
- - Rh D neg
- + Kemungkinan weak D
+ - Kemungkinan DVI variant

2. ALUR PEMERIKSAAN PRA TRANFUSI


a. Jika UTD Telah Melakukan UJi Saring Antibodi Pada Darah Donor. Uji
saring aloantibodi pada pasien dapat dilakukan pada BDRS yang sudah mampu
melaksanakan.

Space dikosongi

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 15


b. Jika UTD belum melakukan uji saring antibodi donor

Space dikosongi

3. Rangkaian Kegiatan uji kecocokan antara darah resipien dan darah donor
Uji kecocokan antara darah resipien dan darah donor meliputi pemeriksaan:
a. Pemeriksaan Golongan Darah Resipien
1) Pemeriksaan golongan darah ABO pasien
Walaupun telah diketahui, pemeriksaan golongan darah pasien tetap
harus dilakukan pada setiap permintaan darah. Lakukan pemeriksaan
golongan darah dengan metoda Bioplate atau tabung atau gel atau metoda lain
sesuai perkembangan teknologi terhadap: ABO secara sel grouping dan
serum grouping (lihat pemeriksaan uji konfirmasi golongan darah).
Ketidaksesuaian golongan darah harus diinformasikan ke ruangan dan
dimintakan sampel darah baru untuk pemeriksaan ulang sebelum darah
tersebut dikeluarkan untuk transfuse
2) Pemeriksaan golongan darah rhesus pasien.
Bila pasien bergolongan Rhesus positif (D+), pemeriksaan ulang Rhesus
(D) darah donor tidak dilakukan. Bila pasien bergolongan Rhesus negatif (D-),

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 16


pemeriksaan ulang golongan Rhesus (D) dan weak D darah donor harus
dilakukan atau pemeriksaan dirujuk ke UTD.
Hanya darah donor Rhesus negatif (D-), dengan weak D negatif yang
dapat diberikan pada pasien golongan darah Rhesus negatif (D-). Pasien
dengan weak D positif/DVI varian/Del harus dianggap sebagai Rhesus
negatif bila akan mendapat transfusi. Pasien weak D positif harus diberikan
darah donor rhesus negatif.
Pada kondisi darurat misalnya pada pasien yang sudah tua, laki-laki atau
perempuan yang sudah tidak produktif, atau keadaan lainnya atas persetujuan
dokter yang merawat, dapat diberikan golongan darah Rhesus positif (D+)
untuk transfusi kantong yang pertama, selanjutnya sebaiknya ditransfusi
dengan Rhesus negatif (D).
3) Pemeriksaan golongan darah pada pasien neonatus dengan HDN. Pemeriksaan
golongan darah dilakukan pada bayi dan ibu.

b. Pemeriksaan Ulang Golongan Darah Donor


1) Pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus donor
Walaupun golongan darah donor telah diketahui dan sudah berlabel
golongan darah yang sama dengan golongan darah resipien, pemeriksaan
ulang golongan darah ABO dan Rhesus donor tetap harus dilakukan pada
setiap permintaan darah.
 Pendonor dengan weak D positif /DVI varian/Del harus dianggap
sebagai Rhesus positif.
 Bila didapatkan kesulitan dalam menentukan golongan darah maka
harus ditindaklanjuti.
 Dalam keadaan darurat, bila kesulitan belum dapat diselesaikan dapat
diberikan golongan O terlebih dahulu
2) Sampel darah Donor
Sampel darah donor diambil dari potongan selang kantong darah
donor.
3) Pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus
Pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus dilakukan secara cell
groupingdan sero grouping dengan metoda Bioplate atau tabung atau gel
atau metoda lain sesuai perkembangan teknologi.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 17


Ketidaksesuaian golongan darah donor pada pemeriksaan ulang di
BDRS harus dilaporkan dan kantong darah dikembalikan pada UTD yang
mengirimkan darah darah tersebut dikeluarkan untuk transfuse.

c. Pemeriksaan Kecocokan Darah Donor dan Darah Resipien (Uji Silang Serasi).
1) Persyaratan Uji silang Serasi Secara Umum:
 Pemeriksaan uji silang serasi dilakukan untuk setiap permintaan darah yang
mengandung sel darah merah (WB, PRC, WE).
 Untuk setiap permintaan komponen darah yang tidak mengandung sel
darah merah (TC, FFP, Cryopracipitate), uji silang serasi yang dilakukan
hanya uji silang minor. Kecuali jika darah donor telah diperiksa uji saring
antibodi, maka pemeriksaan uji silang minor tidak perlu dilakukan.
 Walaupun golongan ABO dan Rhesus resipien dan donor telah diketahui,
uji silang serasi harus dilakukan terhadap darah resipien dan donor karena
masih mungkin terjadi ketidakcocokan.
 Reaksi silang Mayor, Minor maupun autokontrol harus dilakukan secara
bersamaan dalam 3 (tiga) fase:
i. Fase I fase suhu kamar di dalam medium salin (immediate-spin
crossmatch).
ii. Fase II fase inkubasi suhu 37°C di dalam medium Bovine Albumin
22%.
iii. Fase III, fase uji antiglobulin (AHG crossmatch).
 Untuk menggantikan pemeriksaan uji silang minor dapat dilakukan
pemeriksaan uji saring antibodi donor oleh UTD.
 Jika hasil pemeriksaan uji saring antibodi negatif maka uji silang serasi
dapat dilakukan dengan pemutaran singkat (immediately spin) antara sel
darah merah donor ditambah serum/plasma pasien. Bila hasil negatif maka
darah dapat diberikan.
2) Persyaratan Uji Silang Mayor
Mereaksikan serum/plasma resipien dengan sel darah merah donor.
Tujuannya untuk memeriksa kecocokan sel darah merah donor dengan
plasma/serum resipien.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 18


3) Persyaratan Uji Silang Minor
Mereaksikan plasma donor dengan sel darah merah resipien. Tujuannya
untuk memeriksa kecocokan serum (plasma) donor dengan sel darah merah
resipien.
4) Persyaratan Uji Silang Serasi Autokontrol
Mereaksikan antara sel darah merah resipien dengan serumnya. Tujuannya
untuk mengetahui apakah sel darah merah resipien bereaksi dengan serum
(plasma)nya sendiri, dapat juga untuk melihat reaksi otoimun.
5) Interpretasi hasil pemeriksaan uji silang serasi
 Hasil uji silang serasi dengan metode Tube test negatif harus dilanjutkan
dengan penambahan Coombs Control Cell (CCC).
 Hasil penambahan CCC harus positif.
 Jika hasil tetap negatif dinyatakan invalid dan uji silang serasi harus
diulang kembali.
 Hasil pemeriksaan uji silang serasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
MAYOR MINOR OTOKONTRO INTERPRETAS KETR
L I
Negatif Negatif Negatif Darah Darah dapat
kompatibel ditransfusikan

Positif Positif Positif Darah Darah tidak dapat


Inkompati bel ditransfusikan, kecuali
atas pertimbangan klinis
khusus
Negatif Positif Positif Darah Hanya sel darah merah
Inkompati bel pekat yang dapat
ditransfusikan dengan
catatan gradasi aglutinasi
minor sama dengan atau
lebih rendah daripada
gradasi otokontrol

d. Uji silang serasi terhadap lebih dari satu kantong darah Donor
1) Uji Silang Serasi Mayor
Uji silang serasi mayor harus dilakukan dengan mereaksikan serum/plasma
pasien dengan masing-masing sel darah merah donor (tidak boleh dipool).
2) Uji Silang Serasi Minor
Uji silang minor harus dilakukan dengan mereaksikan masing-masing plasma
donor dengan sel darah merah pasien (tidak boleh dipool).

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 19


3) Uji Silang Serasi Otokontrol Darah Resipien
Mereaksikan serum/plasma pasien dengan sel darah merahnya.
4) Uji Silang Auto Pool Darah Donor
Mereaksikan pool plasma donor dengan pool sel darah merahnya. Darah donor
dapat dipool maksimal 3 donor.
5) Uji Silang Antar Pool Donor
Mereaksikan plasma 1 donor dengan pool sel darah merah 2 donor. Uji silang
antar pool donor dilakukan apabila jumlah donor minimal 6 orang.
6) Interpretasi hasil :
o Bila hasil uji silang serasi mayor dengan salah satu kantong donor positif,
lakukan DCT darah donor tersebut. Bila hasil positif, kembalikan kantong
darah dan laporkan ke UTD. Bila hasil negatif, ada kemungkinan terdapat
antibodi pada pasien, beritahukan kepada dokter untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan.
o Bila hasil uji silang serasi minor dengan salah satu kantong donor positif
dan DCT pasien negatif, ulangi pemeriksaan dengan menghilangkan
kemungkinan ada fibrin pada sampel plasma donor, bila hasil tetap sama
lakukan uji saring antibodi pada plasma donor tersebut atau kembalikan
dan laporkan ke UTD.
e. Uji silang serasi yang dilakukan pada transfusi tukar untuk bayi lahir dengan
hemolitik (Hemolytic Disease of Newborn/HDN)
1) Uji silang serasi I
Mereaksikan serum/plasma ibu dengan sel darah merah donor.
2) Uji silang serasi II
Mereaksikan serum/plasma bayi dengan sel darah merah donorUji Direct
Coombs perlu dilakukan terhadap sel darah merah bayi. Pemilihan darah
untuk bayi baru lahir dan bayi yang memerlukan transfusi tukar karena HDN
Rhesus atau HDN ABO sesuai dengan tabel di bawah ini.
Golongan darah bayi Rh D HDN ABO HDN
O Rh positif O Rh D negatif -
A Rh positif A Rh negatif / O Rh negatif O Rh positif
A Rh negatif - O Rh negatif
B Rh positif B Rh neg/O Rh neg O Rh positif
B Rh negatif - O Rh negatif
AB Rh positif AB Rh neg/O Rh neg -

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 20


4. Uji Saring Antibodi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi antibodi pada darah
pasien. Standar Pengujian Uji Saring Antibodi :
a. Ruangan, Bahan dan Peralatan
Ruangan/Bahan/ Persyaratan
Peralatan
Area pengujian uji Harus memenuhi standar BDRS dan
saring antibodi disetujui.

Reagen  Spesifikasi memenuhi standar yang ditetapkan


 Stabil selama penyimpanan
 Masa kadaluarsa panjang
 Divalidasi sebelum digunakan

Peralatan (umum)  Telah dikualifikasi dan disetujui untuk dipakai


 Digunakan sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi dan
instruksi pabrik
 Dibersihkan teratur
 Dipelihara dan dikalibrasi secara teratur
 Diinstal dan diuji coba sesuai ketentuan

Peralatan pengujian uji  Memenuhi spesifikasi BDRS dan telah


saring antibodi  disetujui untuk dipakai
 Digunakan sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi dan
instruksi pabrik
 Dibersihkan teratur
 Dipelihara dan dikalibrasi secara teratur
 Diinstal dan diuji coba sesuai ketentuan

Tempat transportasi  Memenuhi spesifikasi BDRS


sampel  Jaga rentang suhu yang dinginkan oleh sampel dan jarak transportasi

b. Spesifikasi reagen pengujian uji saring antibody


Metode / Spesifikasi
Reagen
Sel Panel Kecil  Sekelompok sel darah merah dari individu berbeda bergolongan darah O
yang sudah diketahui antigen make up nya (memiliki / tidak antigen gol
darah).
 Komposisi antigen pada sel panel kecil sebagai berikut:
i. Salah satu sel harus R2R2, yang lainnya R1R1 (CCDee) atau R2R2
(ccDEE)

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 21


ii. Antigen make up minimal harus mengandung antigen K, k, Fya, Fyb,
Jka, Jkb, S, s, M, N, P1, Lea, Leb.
iii. Sel panel kecil harus memiliki susunan antigen homozigot untuk seperti
: Fya, Fyb, Jka, Jkb, M, S, s, karena hasil reaksinya dapat dipengaruhi
oleh dosis antigen (dosage effect).
 Minimal terdiri dari dua suspensi sel (tidak di pooling).
 Untuk uji saring antibody
 Telah dievaluasi, direkomendasikan, dan dilatihkan ke BDRS
Sel Panel Besar  Sekelompok sel darah merah dari individu berbeda bergolongan darah O
yang diketahui susunan antigen make up nya
 Perbedaan antigen satu dengan lainnya lebih jelas.
 Antigen make up minimal harus mengandung antigen : D, C, e, E, e, K, k,
Fya, Fyb, Jka, Jkb, S, s, M, N, P1, Lea, Leb.
 Beberapa antigen harus homozygot seperti D, C, c, E, Fya, Fyb, Jka, Jkb, M,
S, s.
 Minimal terdiri dari 8 sel (tidak di pooling).
 Untuk uji identifikasi antibody
 Telah dievaluasi, direkomendasikan, dan dilatihkan ke BDRS

c. Proses pengujian uji saring antibody


Tahap/ Kegiatan Persyaratan
Umum Kemampuan proses konsisten menghasilkan hasil pemeriksaan uji saring
antibodi yang akurat
Penanganan  Simpan pada suhu 2oC sampai 6oC apabila belum akan diperiksa
Sampel  Biarkan pada suhu kamar apabila pemeriksaan uji saring antibodi akan
dilaksanakan
 Lakukan validasi meliputi: wadah sampel, identitas, volume, mutu
sampel dilihat apakah terdapat tanda-tanda kontaminasi seperti keruh,
bau, dan perubahan warna, hemolisis, dll.
Persiapan Alat Divalidasi sebelum digunakan, meliputi: alat nyala atau tidak, kebersihan,
dan sebagainya.
Persiapan Reagen  Simpan pada suhu 2oC sampai 8oC apabila belum akan dipakai
 Biarkan pada suhu kamar apabila pemeriksaan uji saring antibodi akan
dilaksanakan
 Lakukan validasi meliputi: keutuhan kemasan luar, nama reagen, nomor
lot, masa kadaluarsa, kelengkapan reagen, masa kedaluwarsa masing-
masing komponen reagen.
Uji Saring 1. Metode Salin Pemeriksaan antibodi irreguler dengan melakukan
Antibodi inkubasi serum pasien dengan sel panel pada suhu 37°C selama 60
menit.
2. Metode Tabung Pemeriksaan ini dikerjakan untuk mendeteksi ada

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 22


tidaknya antibody irreguler dalam serum dengan menambahkan sel
panel kecil dan autokontrol. Pemeriksaan antibodi irreguler ini
dilakukan dengan menambahkan bovine albumin 22% pada serum
pasien dan sel panel kemudian diinkubasi 37°C selama 30 menit.
3. Metoda Low Ionic Strength/Column Agglutination Technic
Pemeriksaan antibodi ireguler dengan menggunakan Low Ionic
Strength Saline sebagai suspensi sel panel.
4. Metode lain sesuai perkembangan teknologi .
 Lakukan pemeriksaan sesuai instruksi pabrik.
 Uji saring antibodi dilakukan secara individual test.
 Lakukan pembacaan hasil sesuai instruksi pabrik
 Lakukan pembacaan sesuai instruksi pabrik
Hasil Yang Tidak  Penyebab harus diselidiki
Berkesuaian  Lakukan tindakan perbaikan dan pencegahan
d. Pencatatan
PENCATATAN PESYARATAN
Pemeriksaan  Proses pemeriksaan uji saring antibodi
 Peralatan dan bahan yang digunakan
 Petugas yang terlibat
Hasil pemeriksaan  Hasil pemeriksaan uji saring antibodi
uji saring antibodi  Petugas yang melakukan pemeriksaan dan pengeluaran hasil
yang dikeluarkan  Alasan pembuangan sampel jika dibuang
Catatan  Laporan validasi
penunjang  Hasil kendali mutu
 Pemeriksaan peralatan
 Pencatatan pembersihan
 Pencatatan pelatihan petugas

5. Penyimpanan sampel darah pasien dan darah donor


KEGIATAN PERSYARATAN

Penyimpanan 1. Dilakukan setelah darah donor diberi identitas/label kecocokan.


sampel darah 2. Sampel darah resipien dan donor (dari selang kantong darah donor yang
donor dan sudah dipotong) diikat menjadi satu
resipien 3. Sampel darah resipien dan donor disimpan dalam blood bank selama 7
(tujuh) hari.
4. Didalam blood bank penyimpanan, sampel darah donor dan resipien disusun
menurut hari.
5. Sampel darah ini dapat dipakai sebagai bahan pemeriksaan kalau ada laporan
reaksi transfusi

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 23


6. Prosedur pengeluaran darah yang terencana (darah titip)
a. Darah titip adalah darah yang sudah dilakukan pemeriksaan pratransfusi untuk
pasien tertentu namun belum didistribusikan ke pasien tersebut. Hal ini mungkin
disebabkan karena pasien belum waktunya ditransfusikan atau masih dalam
persiapan operasi yang kemungkinann membutuhkan darah dan darah ini untuk
sementara waktu dititipkan / disimpan ke Bank Darah.
b. Batas waktu lamanya darah yang sudah siap ditransfusikan boleh dititipkan adalah
maksimal 3 (tiga) hari dari tanggal rencana transfusi. Apabila sampai batas waktu
dititipkan darah belum diambil maka darah tersebut dapat digunakan untuk pasien
lain yang membutuhkan darah
7. Penanganan Darah Inkompatibel
a. Darah inkompatibel adalah darah resipien yang pada uji silang serasi memberikan
hasil ketidakcocokan dengan darah donor, dengan demikian darah donor tidak
dapat ditransfusikan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
penyebab reaksi inkompatibel.
b. Apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan lanjutan UTD/BDRS harus merujuk
ke UTD yang mampu melakukan pemeriksaan lanjutan.
c. Hal-hal yang dapat menyebabkan reaksi inkompatibel dapat dilihat pada bagan.
8. Hasil uji silang serasi yang tidak diinginkan dan tindak Lanjutnya
a. Uji silang dapat memberikan hasil negatif palsu, oleh karena:
1) NaCl 0,9% (saline) kotor, keruh, berwarna dan terkontaminasi dengan serum.
2) Suhu inkubator tidak 37ºC.
3) Waktu inkubasi tidak tepat.
4) Pencucian sel darah merah tidak bersih.
5) Jika terjadi hasil negatif, harus dilakukan kontrol dengan menggunakan
Coombs Control Cells.
b. Uji silang dapat memberikan hasil positip (inkompatibel) karena:
1) Antibodi inkomplit.
2) Autoantibodi dalam serum resipien.
3) Antibodi yang tidak termasuk dalam sistem golongan darah.
4) Tidak ditemukannya kelainan immunologi dalam serum resipien.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 24


c. Langkah lanjutan bila didapatkan hasil darah inkompatibel:
NO Hasil uji silang serasi Tindak Lanjut

1 Incompatibel pada mayor a) Darah donor tidak boleh diberikan pada resipien.
b) Lakukan pemeriksaan lanjutan skrining dan identifikasi
antibodi terhadap darah resipien.
c) Bila didapatkan aloantibodi iregular yang spesifik pada
serum pasien, maka dapat dicarikan darah donor yang
tidak melawan antibodi yang ada pada pasien (antigen
negatif)
2 Inkompatibel pada Minor Dalam keadaan darurat, pasien dapat diberikan darah donor
berupa Packed Red Cells (sel darah merah pekat), bila uji
silang mayor negatif dengan persetujuan dari dokter yang
merawat pasien
o Pada pasien penderita Auto Immune Hemolytic Anemia
(AIHA) tipe hangat, hasil uji silang serasi selalu
inkompatibel, maka dalam keadaan mendesak dapat
diberikan darah donor yang hasil reaksi uji silang
serasinya inkompatibel pada Mayor dan Minor yang hasil
reaksinya lebih lemah dibandingkan reaksi sel darah
merah pasien (otokontrol).
o Dalam pemberian transfusi harus berhati-hati, karena ada
reaksi aloantibodi yang tidak terdeteksi dalam
pemeriksaan skrining dan identifikasi antibodi. Oleh
karena itu pemberian transfusi harus di bawah
pengawasan dokter. Kadar Hb pasien pascatransfusi tidak
boleh melebihi 8 g/dl.
o Pada pasien penderita Auto Immune Hemolytic Anemia
(AIHA) tipe dingin, transfusi umumnya tidak diperlukan.
o Dalam keadaan mendesak, transfusi dapat diberikan
dengan cara: darah dihangatkan terlebih dahulu sebelum
ditransfusikan, agar sel darah merah donor tidak
disensitisasi atau dirusak oleh autoantibodi penderita.
o Pemberian transfusi harus dibawah pengawasan dokter.
o Washed Red Cell tidak dianjurkan, karena komplemen
dalam darah donor sudah tidak aktif lagi setelah
penambahan stabilisator ACD-A.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 25


D. PENYERAHAN DARAH KE BANGSAL
1. Prinsip Distribusi darah adalah proses transportasi dan penyerahan darah dari UTD
kepada BDRS, atau proses transportasi dan penyerahan darah dari BDRS atau UTDRS
kepada petugas Rumah Sakit untuk ditransfusikan pada pasien.
2. Persyaratan
a. Distribusi Darah
Distribusi Darah harus memenuhi prinsip rantai dingin serta sistem tertutup.
b. Penjagaan Rantai Dingin Darah
Upaya mempertahankan suhu darah sehingga darah tidak mengalami kerusakan
fisik maupun fungsi selama:
1) Transportasi atau distribusi dari BDRS/UTD RS ke Ruang Perawatan.
2) Persiapan transfusi di ruangan
c. Suhu Transportasi Darah
1) Merujuk pada persyaratan distribusi darah di UTD.
2) Untuk FFP dan Cryopracipitate yang sudah dithawing suhu transportasi
dijaga 1- 6 oC
d. Personil Yang Melakkuan Transportasi Darah
1) Sistem tertutup yakni sistem transportasi darah dilakukan hanya oleh petugas
yang kompeten.
2) Pengiriman darah dari BDRS ke ruang perawatan harus dilakukan oleh personil
BDRS atau ruang perawatan yang telah mendapatkan pelatihan
3) Transportasi darah tidak boleh melibatkan keluarga pasien.
3. PEMBERIAN DARAH KE PASIEN
Darah harus ditransfusikan dalam waktu maksimal 30 menit setelah keluar dari
BDRS.
a. Penelusuran Reaksi Tranfusi
Meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk menyiapkan komponen darah
secara aman, namun reaksi transfusi seringkali tidak dapat diprediksi sehingga harus
selalu dipersiapkan upaya untuk penatalaksanaan secara koordinatif di Rumah Sakit.
Dalam pelayanan darah dikenal istilah hemovigilance yaitu upaya untuk
mengumpulkan data-data terjadinya reaksi transfusi, melakukan analisis data
tersebut dan kemudian menggunakannya sebagai dasar peningkatan keamanan
pelayanan transfusi darah.
Dokter, perawat dan petugas lain harus memahami dan dapat mengenali gejala
dan tanda terjadinya reaksi transfusi. Gejala dan tanda yang sering muncul termasuk

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 26


berikut ini yaitu demam (biasanya berupa peningkatan suhu 1⁰C), menggigil,
gangguan pernafasan, hipertensi atau hipotensi, nyeri di tempat infus atau di bagian
tubuh lain misalnya abdomen atau dada, urtikaria dan manifestasi kulit lain, ikterik
atau hemoglobinuria, mual/muntah, perdarahan, oligouria/anuria. Pengenalan dini,
penatalaksanaan yang cepat dan tepat harus dilakukan untuk menghindari reaksi
yang lebih berat bagi pasien. Reaksi transfusi dapat terjadi secara akut yaitu terjadi
dalam 24 jam setelah transfusi, atau terjadi secara lambat (delayed) yaitu terjadi
setelah 24 jam pascatransfusi.
Tindak lanjut atas kecurigaan terjadinya reaksi transfusi dilakukan dengan
melakukan evaluasi klinis pasien dan melakukan verifikasi secara laboratorium.
BDRS harus melakukan penelusuran penyebab reaksi transfusi. Langkah
penelusuran reaksi transfusi di Bank Darah Rumah Sakit, meliputi:
1) Penerimaan keluhan reaksi transfusi secara tertulis dari petugas ruang
perawatan.
2) Penerimaan sisa kantong darah donor dan sampel pasien pasca transfusi dari
ruang perawatan disertai formulir pengiriman sampel untuk penelusuran
reaksi transfusi (Formulir 3.10).
3) Identifikasi kantong darah donor meliputi:
a) nomor kantong darah
b) golongan darah pada label kantong (ABO dan rhesus)
c) jenis komponen darah
d) perkiraan volume darah donor yang tersisa didalam kantong
e) uji saring IMLTD (hasil, waktu, metoda dan petugas pemeriksaan).
f) uji silang serasi (hasil, waktu, metoda dan petugas pemeriksaan)
4) Pengecekan silang semua informasi permintaan darah (dilihat dari arsip
formulir permintaan yang ada di BDRS) dengan identitas kantong darah
donor.
5) Pemeriksaan ulang atas golongan darah donor dan pasien meliputi golongan
darah ABO dan rhesus.
6) Pemeriksaan ulang uji silang serasi darah donor dengan darah pasien
menggunakan persediaan darah pasien pra transfusi di BDRS.
4. PENCATATAN DAN PELAPORAN REAKSI TRANFUSI
a. Pencatatan penelusuran reaksi transfusi meliputi:
1) Tanggal dan waktu diterimanya keluhan secara tertulis dari ruang perawatan.
2) Hasil identifikasi kantong darah donor .

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 27


3) Hasil pengecekan silang semua informasi permintaan darah pada arsip
permintaan darah dengan identitas kantong darah donor.
4) Hasil pemeriksaan ulang golongan darah donor dan pasien.
5) Hasil pemeriksaan ulang uji silang serasi.
6) Kesimpulan dugaan penyebab reaksi transfuse.
7) Pencatatan divalidasi dengan membubuhkan tanda tangan pemeriksa dan
penanggung jawab BDRS
8) Pencatatan didokumentasikan
b. Laporan penelusuran reaksi transfusi dikirimkan kepada tim keselamatan pasien di
Rumah Sakit.
5. PENGEMBALIAN DARAH KE UTD
Pengembalian darah ke UTD dilakukan sesuai kesepakatan dan tertuang dalam
Ikatan Kerja Sama yang memuat hal – hal apa saja yang berhubungan dengan darah
yang dapat dikembalikan ke UTD. Alasan pengembalian darah ke UTD misalnya:
a. Kelebihan stok di BDRS dengan syarat kondisi darah masih aman dan berkualitas.
b. Kantong darah kedaluwarsa atau masa kedaluwarsa darah tidak sesuai dengan
naskah perjanjian dengan UTD.
c. Kantong bocor.
d. Selang pada kantong tidak ada/putus.
e. Darah rusak.
f. Pengiriman darah tidak sesuai dengan permintaan dari Bank Darah.
g. Terdapat kesalahan penulisan pada label kantong darah (golongan darah, jenis
komponen, volume, dan lainnya).
h. Darah hanya dapat dikembalikan ke UTD jika terdapat bukti bahwa darah disimpan,
ditangani, ditransportasikan sesuai dengan pedoman CPOB untuk unit penyedia
darah.
6. RUJUKAN DARAH LANGKA
Untuk kebutuhan darah langka seperti golongan rhesus negatif atau golongan
darah langka lainnya dapat disampaikan kepada UTD setempat. Jika persediaan darah
langka tidak tersedia maka UTD setempat dapat menyampaikannya ke UTD Tingkat
Provinsi dan atau Tingkat Nasional. UTD Tingkat Provinsi dan atau Tingkat Nasional
akan mengkoordinasikan kebutuhan darah langka tersebut kepada UTD lainnya. Jika
diperlukan kebutuhan darah langka dapat disampaikan oleh UTD Tingkat Nasional
kepada UTD di negara lain.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 28


Dalam mengkoordinasikan kebutuhan darah langka diperlukan data sebagai
berikut:
a. Nama pasien (nama depan dan belakang)
b. Usia pasien/tanggal lahir
c. Jenis kelamin pasien
d. Alamat
e. Diagnosa
f. Kebutuhan darah: Golongan Darah, Jenis Komponen, Volume
g. Alamat UTD Setempat
h. Nama dan alamat RS yang merawat pasien
Golongan darah langka adalah golongan darah yang populasinya sedikit,
contohnya orang yang mempunyai golongan Rhesus (Rh) negatif karena golongan
darah Rhesus negatif hanya dimiliki oleh kurang lebih 1,2 % penduduk Indonesia.
Maka stok golongan darah langka ini lebih mudah didapatkan di UTD yang besar, oleh
karena itu bila di BDRS ada permintaan golongan Rhesus negatif, harus merujuk ke
UTD yang tersedia golongan Rhesus negatif.
Jika diperlukan mendadak, BDRS harus menghubungi UTD yang
bekerjasama untuk memastikan ketersediaan darah yang memiliki golongan Rhesus
negatif. Bila sudah pasti ada, kirim sampel darah pasien dan formulir permintaan
darah ke UTD tersebut. Oleh karena itu jika memungkinkan kebutuhan darah
golongan langka direncanakan, khususnya untuk kasus elektif seperti kasus
kebidanan, operasi elektif dan lainnya. Prosedur permintaan sama dengan
permintaan darah golongan lain.
7. RUJUKAN SAMPEL PEMERIKSAAN
a. Rujukan sampel pemeriksaan dilakukan pada beberapa kejadian/ kasus-kasus
seperti :
1) Inkompatibilitas
2) Kasus reaksi transfusi
3) Konfirmasi pemeriksaan golongan darah
4) Konfirmasi uji saring IMLTD
5) Skrining dan identifikasi antibodi darah resipien dan darah donor
6) Kasus lain yang pemeriksaannya tidak dapat dilakukan oleh UTD atau
BDRS yang bersangkutan
b. Alur rujukan sampel darah dapat dilakukan sebagai berikut:

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 29


1) Dari BDRS ke UTD setempat
2) Dari UTD tingkat kabupaten/kota ke UTD tingkat provinsi atau langsung ke
UTD tingkat nasional Dalam melakukan rujukan sampel, sampel
dipersiapkan, dikemas dan dikirimkan sebagaimana sampel untuk
pemeriksaan uji saring IMLTD atau pengujian serologi golongan darah.
Rujukan sampel pemeriksaan biasanya dilakukan oleh BDRS bila BDRS
tidak mampu melakukan pemeriksaan lanjutan pada saat mendapatkan hasil
inkompatibel pada pemeriksaan uji silang serasi. BDRS akan mengirimkan
sampel darah dan formulir rujukan yang berisikan identitas dan hasil
pemeriksaan uji silang serasi yang telah dilakukan di BDRS ke UTD yang
mampu mengerjakan pemeriksaan lebih lanjut. Bila ada riwayat transfusi
sebelumnya juga sebaiknya di tuliskan pada formulir rujukan tersebut.
Sebaiknya sekalian mintakan darah yang sesuai dengan hasil pemeriksaan
lanjutan ke UTD tersebut.

E. PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH KEPADA PASIEN


1. PENGGUNAAN DARAH RASIONAL
Setiap transfusi darah harus dilakukan atas dasar indikasi, pemilihan dan jenis
volume darah atau komponen darah, serta waktu transfusi yang tepat. Permintaan
yang berlebihan dapat menyebabkan:
a. Menurunnya stok darah sehingga pasien yang benar-benar membutuhkan tidak
mendapatkan darah.
b. Meningkatnya biaya pengganti pelayanan darah yang harus diganti oleh pasien
atau penjamin. Pemberian darah yang berlebihan juga dapat meningkatkan
risiko reaksi transfusi. Karena itu, sebelum meminta darah, dokter harus
menyiapkan dan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
1) Penggunaan darah sesuai indikasi klinis
Bahan Pertimbangan :
a) Perbaikan klinis yang ingin dicapai pada pasien.
b) Pengobatan lain yang dapat diberikan, seperti cairan pengganti atau
oksigen, untuk menurunkan kebutuhan transfusi pada pasien.
c) Indikasi klinis atau laboratoris spesifikpemberian darah pada pasien.
d) Pilihan lain yang dapat diberikan bila persediaan darah kosong.
e) Catatan keputusan dan alasan pemberian transfusi pada rekam medis.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 30


f) Jika pasien ini adalah keluarga atau diri saya sendiri, apakah saya akan
menyetujui pemberian darah dalam keadaan ini.
2) Penggunaan darah yang rasional
Bahan Pertimbangan :
a) Upaya meminimalkan perdarahan sehingga dapat menurunkan
kebutuhan transfusi pada pasien.
b) Jenis dan volume darah atau komponen darah.
3) Reaksi Tranfusi
Bahan Pertimbangan :
a) Kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular lewat transfusi,
seperti HIV, Hepatitis atau Sifilis pada pasien.
b) Reaksi akibat transfusi yang mungkin muncul mulai dari reaksi ringan
sampai berat
c) Keuntungan yang di dapat dibandingkan risiko transfusi (medis
ataupun non medis, seperti biaya).
d) Orang terlatih yang mengawasi keadaan pasien saat transfusi dan
memberikan respon dengan cepat bila terjadi reaksi transfusi.
Pertimbangan tersebut di atas ditujukan untuk melindungi dokter atas
keputusan dan tindakan transfusi yang dilakukan. Kejelasan atas dasar
diputuskannya transfusi harus tercatat di dalam rekam medis pasien.
4) Resiko Yang Mungkin Terjadi Pada Tindakan Pemberian Darah dan
Produk Darah
a) Pemberian WB dan komponen darah yang mengandung sel darah
merah (PRC, WE):
 Reaksi hemolisis
 Penularan infeksi menular lewat transfusi darah, seperti HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C, Malaria, Sifilis dan Penyakit lainnya
 Kontaminasi bakteri akibat proses produksi atau penyimpanan yang
tidak tepat
b) Pemberian komponen darah yang mengandung plasma (WB, FFP,
LP, TC, cryoprecipitate/AHF):
 Penularan infeksi menular lewat transfusi darah dan kontaminasi
bakteri

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 31


 Reaksi transfusi lain seperti alergi, Transfusion Related Acute
Lung Injury (TRALI), Transfusion Acute Cardiac Overload
(TACO).
Rumah Sakit harus mempunyai Standar Prosedur Operasional (SPO)
pemberian transfusi darah. Setiap petugas pelaksana transfusi darah harus
mendapatkan pelatihan dan menjalankan SPO tersebut.
2. PENGECEKAN IDENTITAS DARAH DONOR DAN PASIEN
Pengecekan Identitas Darah Donor dan Pasien harus selalu dilakuakn pada saat
sebelum tranfusi sebagai berikut :
a. Dokter atau perawat berwenang harus melakukan identifikasi kantong darah dan
identifikasi pasien sesuai Standar Prosedur Operasional transfusi darah yang
diberlakukan di Rumah Sakit.
b. Identifikasi kantong darah dilakukan oleh dua orang sebelum membawa kantong
darah ke sisi pasien, meliputi:
1) Jenis dan volume darah atau komponen
2) darah yang diminta dan diterima.
3) Kecocokan antara golongan darah ABO dan
4) Rhesus antara pasien dan kantong darah.
5) Nomor kantong darah.
6) Tanggal kedaluwarsa darah/komponen darah.
7) Hasil pemeriksaan uji pratransfusi.
8) Keadaan kantong darah saat diterima.
9) Jam keluar dari Bank Darah.
3. Identifikasi pasien dilakukan oleh dua orang, dilakukan di sisi pasien untuk
menjaga keselamatan pasien, meliputi:
a. Nama lengkap.
b. Tanggal lahir.
c. No rekam medis.
d. Jenis kelamin.
e. Golongan darah.
4. Bila terjadi perbedaan pada informasi yang didapat saat melakukan identifikasi
kantong darah dan pasien, maka darah tidak dapat ditransfusikan.
5. Insiden ini dilaporkan sebagai kejadian nyaris cedera dan diinvestigasi serta
dianalisis akar penyebab masalah untuk mencegah terulangnya kesalahan yang
sama.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 32


F. PERHATIAN KHUSUS PADA PEMBERIAN TRANSFUSI
1. Pemberian darah tidak perlu dihangatkan terlebih dahulu kecuali pada transfusi cepat,
transfusi masif, transfusi tukar atau ada cold agglutinin. Pada kondisi tersebut,
penghangatan dilakukan menggunakan blood warmer khusus.
2. Bila pasien mendapatkan transfusi lebih dari satu jenis darah atau komponen darah,
dan salah satunya merupakan komponen darah TC, maka untuk transfusi TC harus
diberikan dengan menggunakan trombosit transfusion set /blood set yang baru,
diberikan pertama kali dan dilanjutkan oleh komponen darah lainnya. Jika TC datang
lebih lama dari PRC, berikan PRC terlebih dahulu. Setelah PRC habis, pemberian TC
bisa dilakukan dengan mengganti blood set dengan trombosit set atau jika tidak ada bisa
digunakan blood set baru.
3. Pemberian darah melalui vena sentral hanya boleh dilakukan oleh perawat terlatih
dalam penggunaan central vein catheter (CVC).

G. MONITORING TRANSFUSI
1. Reaksi transfusi akut dapat terjadi pada 1 – 2% pasien yang mendapat transfusi darah.
Deteksi dan penanganan dini reaksi transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien. Karena
itu, pasien yang mendapat transfusi harus diawasi dengan baik.
2. Untuk setiap pemberian transfusi darah dianjurkan untuk mengawasi pasien:
a. Saat transfusi dimulai
b. 15 menit setelah transfusi dimulai
c. Saat selesai transfusi
d. 4 jam setelah transfusi kantong darah terakhir untuk pasien rawat inap atau untuk
pasien rawat jalan tidak boleh pulang selama 1 jam setelah transfusi .
3. Reaksi yang berat biasanya terjadi dalam 15 menit pertama pemberian transfusi setiap
kantong. Karena itu, pada 15 menit pertama transfusi, pasien harus diawasi dan
kecepatan transfusi diatur dengan kecepatan lambat kurang lebih 2 mL/menit.
Apabila tidak terjadi reaksi apapun maka transfusi dapat dipercepat sesuai target dan
sesuai keadaan pasien.
4. Pada saat mengakhiri tindakan transfusi, keadaan pasien dan tanda vital dicatat, kantong
darah beserta selangnya dibuang sesuai prosedur pembuangan limbah medis.
5. Informasi yang harus didokumentasikan dalam rekam medik mencakup:
a. Persetujuan pemberian darah dan produk darah.
b. Alasan transfusi dan target dari pemberian transfusi.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 33


c. Nama jelas dan tanda tangan dokter yang meminta darah.
d. Hasil verifikasi yang dilakukan sebelum transfusi terdiri dari:identitas pasien;
identitas dan keadaan kantong darah; nama jelas dua petugas yang melakukan
verifikasi; serta tanda tangan.
e. Transfusi yang dilakukan: jenis darah dan volume darah yang ditransfusikan; nomor
kantong darah; golongan darah ABO dan Rhesus ; waktu mulai transfusi dari setiap
kantong darah; nama jelas petugas yang memasang kantong darah untuk transfusi.
f. Pengawasan transfusi (disesuaikan dengan kondisi klinis), berupa pemeriksaan:
keadaan umum pasien; suhu tubuh; frekuensi nadi; tekanan darah; frekuensi nafas.
g. Waktu selesai transfusi dari setiap kantong.
h. Setiap reaksi transfusi yang timbul.
i. Penilaian kadar Hb setelah transfusi dapat dilakukan 1 jam setelah transfusi darah
untuk melihat dampak transfusi pada kenaikan Hb, namun demikian sebaiknya
penilaian Hb dilakukan setelah 24 jam setelah transfusi agar didapatkan hasil yang
lebih stabil.
j. Penilaian kadar trombosit setelah transfusi 10-60 menit setelah transfusi dan 18-24
jam setelah transfusi untuk menilai keberhasilan transfusi trombosit.
 Kegagalan berulang mencapai hemostasis atau mencapai jumlah trombosit yang
diharapkan disebut status refraktori.
 Refraktori trombosit imunologis umumnya berhubungan dengan antibodi terhadap
antigen HLA dan antigen spesifik trombosit, walaupun kejadian ini agak jarang.
 Refraktori trombosit klinis berhubungan dengan perdarahan, pemberian obat
amfoterisin, splenomegali, DIC, demam, sepsis atau transplantasi sel progenitor
hematopoetik.
 Refraktori trombosit seringkali dicurigai atas dasar respons klinis yang buruk berulang
terhadap transfusi trombosit dan posttransfusion platelet count increment yang buruk.
 Corrected count increment (CCI) diperhitungkan dari: CCI = (Post-tx plt ct) – (Pre-tx
plt ct) x BSA (Platelet transfused x 1011) Post-tx plt ct = jumlah trombosit setelah
transfusi Pre-tx plt ct = jumlah trombosit sebelum transfusi BSA = Body surface
area/luas permukaan tubuh (dalam meter persegi)CCI >7,5 hingga 10 x 109/L dari
sampel 10-60 menit setelah transfusi, atau CCI >4,5 x 109/L dari sampel 18-24 jam
setelah transfusi dianggap dapat diterima (bukan refrektori).- Pasien yang mengalami
refraktori karena aloantibodi terhadap HLA atau HPA biasanya membutuhkan
trombosit yang HLA nya kompatibel atau uji silang serasi trombosit.- Pasien dengan
CCI 1 jam baik, namun CCI 24 jam buruk, sebagian besar disebabkan karena penyebab
non imunologis dan mungkin membutuhkan pemberian trombosit yang lebih sering
atau dosis yang lebih besar.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 34


k. Setelah transfusi FFP, 30-60 menit setelah transfusi dilakukan pemeriksaan aPTT
dan PT untuk menilai keberhasilan transfusi FFP.

H. PELAYANAN TRANSFUSI KHUSUS


1. APHERESIS TERAPEUTIK
Apheresis terapeutik dapat dilakukan dalam keadaan darurat atau perawatan
untuk mencegah keadaan pasien menjadi lebih buruk. Tujuan apheresis terapeutik
adalah mengurangi komponen darah tertentu pada pasien yang akan memperbaiki
gejala penyakit, bukan menyembuhkan pasien. Sebelum melakukan tindakan ini lebih
dulu diketahui komponen darah tertentu yang akan dikeluarkan dan pengobatan
terhadap pasien dilakukan setelah selesai prosedur apheresis terapeutik.
Apheresis terapeutik pada pasien kritis dapat dilakukan di ICU bekerja sama
dengan multidisiplin ilmu yang terdiri dari penanggung jawab pelayanan intensif,
neurolog, hematolog, nefrolog dan sebagainya. Apheresis terapeutik dilakukan di
ruang perawatan dengan fasilitas yang memenuhi standar. Apheresis terapeutik
meliputi therapeutic plasma exchange; red cell exchange dan cytapheresis.
Therapeutic plasma exchange (TPE) dilakukan pada kasus yang merupakan level 1
dan grade A pada evidence base medicine (first line category), juga second line
category.
Therapeutic plasma exchange adalah tindakan mengeluarkan plasma pasien
yang merupakan penyebab penyakit dan diganti dengan Albumin 5%, FFP, koloid atau
kristaloid. Redcell exchange merupakan tindakan mengeluarkan sel darah merah
pasien dan menggantinya dengan sel darah merah donor. Redcell exchange biasanya
dilakukan pada pasien parasitemia berat. Cytapheresis adalah proses mengeluarkan sel
darah yang terdiri dari leukoreduction (mengeluarkan leukosit pasien) dan trombosit
reduction (mengeluarkan trombosit pasien) menggunakan alat apheresis.
 Leucoreduction dapat dilakukan pada kasus leukemia akut atau kronik. Pada
leukemia akut, leukosit yang dikeluarkan dari pasien terdiri dari mieloblas,
monoblas atau limfoblas, sedangkan pada leukemia kronik dengan leukositosis
berat, yang dikeluarkan adalah seri granulosit. Leukositosis berat dapat
menyebabkan leukostasis yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dilakukan pengurangan leukosit.
 Platelet reduction adalah tindakan mengeluarkan trombosit pasien. Platelet
reduction dilakukan pada pasien essential thrombocytemia dengan jumlah

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 35


trombosit sangat tinggi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya trombosis
yang merupakan salah satu penyebab stroke iskemik.

a. Indikasi Therapeutic Plasma Exchange (TPE)


Indikasi TPE mengacu pada guideline yang dikeluarkan oleh American
Society for Apheresis (ASFA) sebagai berikut:
KLASIFIKASI INDIKASI
Evidence base Kasus Neurologi:
medicine level 1 dan  Acute Guillain–Barré syndrome
Grade A (first line  Chronic inflammatory demyelinating polyneuropa.
treatment)  Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy
 Myasthenia gravis
 Polyneuropathy associated with paraproteinaemias
Kasus Hematologi:
 Thrombotic thrombocytopenic purpura
 Atypical haemolytic uraemic syndrome
 Hyperviscosity syndromes (paraproteinaemias)
 Severe/symptomatic cryoglobulinaemia
Kasus Nefrologi:
 Goodpasture’s syndrome (anti-glomerular basement
membrane antibodies).
 Antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA)-associated
rapidly progressive glomerulonephritis.
 Recurrent focal segmental glomerular sclerosis
 Antibody-mediated renal transplant rejection
 Kasus Metabolik
 Familial hypercholesterolaemia (homozyangous).
 Fulminant Wilson’s disease

Second line treatment Kasus Neurologi:


kategori II  Lambert–Eaton myasthenic syndrome
 Acute exacerbation of multiple sclerosis
 Chronic focal encephalitis
 Neuromyelitis optica
Kasus Hematologi:
 ABO-incompatible haemopoietic stem cell transplantation
 Pure red cell aplasia
 Life-threatening cold agglutinin disease
 Atypical haemolytic uraemic syndrome (complement factor
gene mutations).
 Myeloma with cast nephropathyRed cell alloimmunisation in
pregnancy
Kasus Imunologi
 Catastrophic antiphospholipid syndrome
 Cerebral systemic lupus erythematosus (SLE)

b. STANDAR PELAYANAN APHERESIS TERAPEUTIK


ELEMEN PERSYARATAN

Tenaga  Apheresis terapeutik dilakukan dan dibawah tanggung jawab


dokter yang kompeten dan bersertifikat dalam bidang
apheresisterapeutik.
 Perawat kompeten dan bersertifikat dalam bidang apheresis
terapeutik sebagai pelaksana, dibawah pengawasan dokter tersebut

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 36


di atas.
 Apheresis terapeutik dilakukan bersama tim jika keadaan pasien
dalam keadaan kritis seperti penaggung jawab pelayanan intensif,
nefrologis, hematologis dan dokter spesialis lain yang diperlukan
untuk pasien.
 Teknisi mesin untuk perawatan dan perbaikan mesin.

Sarana dan fasilitas  Ruangan memenuhi persyaratan keamanan pasien.


 Mesin apheresis telah dikualifikasi, divalidasi dan dikalibrasi
secara periodik sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
 Tersedia Uninterrupted Power Supply (UPS) sesuai daya yang
dibutuhkan.
 Sarana pemeriksaan laboratorium yang cukup.

Prosedur  Dilaksanakan sesuai dengan permintaan dokter dengan formulir


Apheresis yang ada.
Terapeutik  Pasien atau keluarga pasien mendapat penjelasan mengenai
manfaat dan risiko prosedur apheresis terapeutik dan
menandatangani informed consent yang sudah ada.
 Menilai vena mediana cubiti pasien apakah adekuat untuk
dilakukan apheresis. Jika apheresis akan dilakukan pada vena
subclavia atau vena jugularis maka harus dikonsultasikan kepada
dokter anastesi untuk pemasangan double lumen hemodyalisis.
 Prosedur apheresis terapeutik dilaksanakan sesuai Standar Prosedur
Operasional yang diberlakukan.
 Cantumkan jenis cairan substitusi yang digunakan dan obat yang
dipakai.
 Prosedur yang dilaksanakan dicatat dalam formulir yang sudah ada
dan disimpan dalam rekam medik.
 Pasien kritis yang dilakukan apheresisterapeutik dilakukan di
ruang Intensive Care Unit (ICU) bekerja sama dengan penanggung
jawab pelayanan intensif dan dokter yang merawat pasien.

Dokumen tasi a. Pada pelaksanaan TPE harus tercatat Informasi sebagai berikut:
 Identitas pasien lengkap

 Diagnosis klinis dan informasi penting lainnya


 Prosedur yang dilakukan
 Jenis dan jumlah volume cairan yang diberikan
 Instruksi khusus jika diperlukan
 Pengobatan emergensi yang dibutuhkan
 Pemeriksaan laboratorium sebelum dan sesudah prosedur
 Jenis mesin apheresis yang digunakan
 Disposable kit yang digunakan ditulis secara rinci terdiri dari
tipe kit, nomor lot dan tanggal kedaluwarsa
 Jenis antikoagulan yang digunakan
 Nama dokter yang meminta tindakan TPE
 Nama dokter dan perawat yang melakukan prosedur
 Parameter prosedur
 Perhitungan cairan setiap siklus untuk mesin yang kontinu
harus dihitung secara interval
 Total antikoagulan yang digunakan
 Total volume cairan yang diberikan kepada pasien
 Total volume cairan yang dikeluarkan dari pasien dan cairan
pada akhir prosedur
 Akses intravena yang digunakan dan cairan dalam lumen yang
digunakan.
 Adverse reaction, komplikasi dan pengobatan yang diberikan
 Nama staf primer yang terlibat dalam prosedur
 Nama staf lain yang terlibat dalam prosedur

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 37


b. Dokumen yang dicatat pasca prosedur
Staf yang melakukan prosedur membuat ringkasan prosdur TPE
yang terdiri dari:
 Prosedur TPE
 Akses intravena yang digunakan sewaktu prosedur
 Volume cairan yang ditukar.
 Toleransi pasien terhadap prosedur
 Obat-obat yang diberikan
 Ringkasan prosedur
 Seluruh dokumen asli termasuk informed consent, fluid chart
dan lembar pengobatan dimasukkan dalam rekam medik pasien.

2. AUTOTRANSFUSI
Autotransfusi menerima darah sendiri pada saat diperlukan yang mana darah
diambil sebelumnya. Keuntungan autotransfusi adalah risiko penularan penyakit
akibat transfusi berkurang, reaksi incompatibility berkurang, juga tidak terjadi risiko
alloimmunization. Jenis autotransfusi:
a. Sebelum bedah (Predeposit Autologous Donation/PAD) Pengambilan darah
dilakukan beberapa kali dan ditransfusikan kembali pada saat bedah atau
pascabedah. Syarat keberhasilan cara ini adalah status gizi pasien baik, Hb> 10
g/dL, tidak mengidap penyakit jantung koroner. Darah dapat diambil 1
minggu sebelum pembedahan, sebanyak 8 mL/kgBB kemudian pasien diberi
makanan bergizi, Fe dan vitamin yang cukup. Saat ini autologous predeposit
sebelum bedah jarang digunakan karena uji klinis manfaatnya tidak terlalu kuat
dibandingkan dengan risikonya.
PAD digunakan untuk hal-hal tertentu seperti:
 Pasien dengan golongan darah langka atau adanya multiantibodi dimana
darah yang kompatibel sulit dicari.
 Pasien dengan gangguan psikiatri berat dimana pasien takut terhadap
risiko darah donor.
 Pasien yang menolak darah donor tetapi menerima autologus sebelum
bedah.
 Pasien yang direncanakan operasi yang membutuhkan transfusi darah.
b. Sewaktu tindakan bedah (Intraoperative Cell Salvage/ICS)
Darah yang berada pada luka bedah yang tidak tercemar kuman disedot
kemudian masuk kedalam wadah khusus, difilter untuk menghilangkan partikel
debris. Darah diberi antikoagulan seperti heparin atau citras, disentrifugasi,
kemudian dicuci. Pemrosesan ini secara tertutup dan otomatik. Cara ini dirintis
oleh cell-saver yang memerlukan peralatan khusus, tenaga khusus dan banyak

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 38


digunakan pada bedah jantung, bedah tulang. Darah diberi larutan saline dan
ditransfusikan kepada pasien tidak lebih 4 jam setelah diproses. Indikasi ICS:
 Tindakan bedah yang diprediksi terjadi perdarahan lebih besar 20%
volume darah.
 Tindakan bedah darurat atau elektif yang mempunyai faktor risiko
perdarahan misalnya sectio caesaria risiko tinggi perdarahan.
 Perdarahan hebat (major haemorrhage)
 Pasien dengan golongan darah langka atau multiple blood group
antibodies yang sulit mencari darah yang kompatibel.
 Pasien yang menolak darah donor seperti penganut saksi Jehovah
c. Pascabedah (Postoperative Cell Salvage/PCS)
Pasca bedah dilakukan pemasangan drain maka darah dari drain
diproses menggunakan alat khusus kemudian dicuci menggunakan mesin
otomatik dan darah ditransfusikan kepada pasien. Postoperative Cell Salvage
banyak dilakukan pada prosedur bedah tulang seperti knee atau hip
replacement.
d. Acute Normovolemic Hemodilution (ANH)
Darah pasien diambil beberapa kantong sebelum tindakan bedah
dilakukan di kamar bedah. Secara simultan pasien diinfus dengan cairan koloid
atau kristaloid. Darah disimpan di kamar bedah, setelah selesai operasi maka
darah ditransfusikan kembali. Keadaan ini banyak dilakukan pada bedah
jantung.

3. TRANSFUSI SANGAT DARURAT


Dokter menulis dalam formulir permintaan darah bahwa darah diperlukan
segera untuk keadaan darurat. Keadaan darurat dapat disebabkan oleh perdarahan
hebat, mengganti volume darah dan meningkatkan kapasitas oksigen pasien.
Keadaan ini tidak memungkinkan menunggu hasil uji silang serasi karena terlalu
lama.
Pilihan yang diberikan adalah transfusi golongan darah yang sama dengan
resipien. Harus dipastikan bahwa golongan darah sama. Apabila komponen darah
sangat dibutuhkan maka BDRS harus memiliki mekanisme untuk menyediakan
darah yang belum dilakukan uji silang serasi, pemberian darah golongan O,
pemberian darah golongan O Rhesus negatif pada pasien yang tidak diketahui
golongan darah Rhesusnya, pemberian darah golongan Rhesus positif pada pasien

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 39


dengan golongan darah Rhesus negatif, dan sebagainya.dengan persetujuan dokter
yang merawat.
Jika memungkinkan darah diambil dari donor yang sudah pernah
menyumbangkan darah sebelumnya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan
darah berasal dari donor yang berada pada masa jendela infeksi. Pemberian darah
tersebut harus atas persetujuan tertulis dari dokter yang merawat. Jika ada reaksi
inkompatibilitas segera diberi tahu ke UTD/BDRS.
Kondisi khusus yang lain adalah transfusi di luar Rumah Sakit. Tindakan ini
hanya dapat dilakukan dengan prosedur yang ketat dan oleh personil yang terlatih
untuk melakukan monitoring dan melakukan penanganan apabila terjadi reaksi
transfusi. Transfusi pada keadaan darurat harus dinyatakan secara tertulis oleh
dokter meliputi: 1) Dokter bertanggung jawab atas segala risiko ; 2) Dokter telah
menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa transfusi diperlukan untuk
menyelamatkan nyawa.

4. TRANSFUSI MASIF
Transfusi masif adalah:
 Pemberian darah lebih besar dari volume darah pasien dalam waktu 24 jam
atau 50 mL/kgBB.
 Pemberian 50% WB 10 kantong lebih atau PRC 20 kantong lebih dalam
waktu 24 jam.
 Tindakan transfusi cepat, yaitu transfusi yang dilakukan dengan kecepatan
100 mL/menit .
Transfusi masif biasanya pada kasus perdarahan akut. Masalah yang dapat
terjadi akibat transfusi masif adalah trombositopenia jika diberikan darah utuh
simpan. Penurunan aktifitas faktor koagulasi labil seperti Faktor V dan Faktor VIII.
Peracunan sitrat khusus pada pasien syok, penyakit hati lanjut dan usia tua. Pada
tindakan ini maka harus diperhatikan risiko terjadinya hipotermia, hipokalsemia dan
hiperkalemia. Hiperkalemia dapat terjadi jika diberikan darah utuh simpan lebih 21
hari yang dapat menyebabkan aritmia, fibrilasi dan henti jantung.
Komponen darah yang digunakan pada transfusi masif:
 PRC golongan O diberikan dalam waktu 5 menit tidak perlu pemeriksaan
golongan darah, digunakan pada saat darurat.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 40


 PRC dengan golongan darah yang sama diberikan dalam waktu 10-15 menit,
perlu pemeriksaan golongan darah ABO dan rhesus, digunakan pada saat
darurat.
 PRC dengan crossmatch kompatibel, diberikan 30-60 menit diperlukan
pemeriksaan golongan ABO danrhesus antibody screening.
 PRC dengan crossmatch inkompatibel diberikan 90 menit atau beberapa jam
atau lebih diperlukan pemeriksaan golongan darah dan skrining antibody.
Komunikasi yang baik diperlukan untuk mencegah keterlambatan pemberian
darah.
 Trombosit konsentrat diberikan dalam waktu 20 menit, tidak memerlukan
pemeriksaan, diperoleh dari pool concentrate atau produksi apheresis.
 Fresh frozen plasma diberikan dalam waktu 45 menit, tidak memerlukan
pemeriksaan dan membutuhkan waktu pengenceran (thawing).
 Cryoprecipitate diberikan dalam waktu 15-20 menit, tidak memerlukan
pemeriksaan dan membutuhkan waktu pengenceran (thawing) Perdarahan
akibat Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) yang menyebabkan
gangguan koagulopati dapat diberikan FFP, cryoprecipitate dan trombosit
konsentrat.

5. TRANSFUSI PADA NEONATUS (EXCHANGE TRANSFUSION/HDN)


Neonatus yang memerlukan transfusi sering pada bayi prematur, sakit dan
kurang memiliki toleransi terhadap stress. Dosis transfusi sangat bergantung pada
berat badan, umur kehamilan pada waktu lahir dan maturasinya. Batas keamanan
transfusi kecil karena volume darah total neonatus 85-90 mL/kgBB. Indikasi
transfusi darah pada neonatus:
 Bila ada distress nafas pada hematokrit <34-40%.
 Bila tidak ada distress nafas: Hematokrit< 30% atau Hb< 12 g/dL pada
minggu pertama post partum. Denyut nadi > 160/menit, pernafasan > 60
x/menit. Foto thorax terlihat ada pembesaran jantung.
 Transfusi pada neonatus menggunakan kantong khusus 50 mL untuk WB atau
PRC Transfusi 10 mL/kg BB lebih dari 2-3 jam akan meningkatkan Hb
sebesar 3 g/dL.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 41


6. TRANSFUSI PADA ANAK
Pemberian transfusi pada anak-anak dan neonatus harus dilakukan dengan
perhatian khusus. Transfusi sel darah merah merupakan transfusi yang paling
banyak dilakukan pada kelompok ini. Pada bayi dibawah 4 bulan, pemeriksaan
awal pasien harus meliputi pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta
skrining antibodi ireguler bila memungkinkan dan diberikan dengan kecepatan
lambat agar tidak menimbulkan efek samping karena peningkatan kadar potasium.
Transfusi plasma inkompatibel harus dihindari oleh karena volume total plasma
pada pasien anak-anak masih sedikit.
Transfusi pada anak berbeda dengan dewasa disebabkan oleh:
 Ukuran anak lebih kecil maka volume darah sesuai usia anak.
 Kadar normal Hb bervariasi sesuai usia anak.
 Mekanisme adaptasi kardiovaskuler terhadap anemia berbeda.
 Anak lebih mudah terkena infeksi lewat transfusi darah seperti CMV.
 Keputusan untuk pemberian transfusi jangan hanya didasarkan pada batas
nilai Hb saja karena anak dengan anemia kronik dapat beradaptasi dengan
Hb sangat rendah.
Dosis komponen darah yang ditransfusi kepada anak harus hati-hati, oleh
karena itu harus menyebut volume darah yang diminta. Dosis komponen darah
yang direkomendasikan adalah:
a. Jika Hb ≤ 5 g/dL diberikan PRC dengan dosis 5 mL/kg/jam pada perdarahan
akut dan sisa darah pad kantong tersebut harus selesai dalam 3 jam
berikutnya.
b. Trombosit konsentrat dari apheresis (jika memungkinkan) diberikan pada
semua anak <16 tahun untuk mengurangi paparan dari donor.
c. Dosis trombosit konsentrat pada anak dosisnya 10-20 mL/kg.
d. Transfusi FFP tidak dianjurkan untuk mengkoreksi hasil pemeriksaan
PT/APTT sebagai profilaksis terhadap prosedur kecuali jika nilai PT/aPTT >
2x nilai normal dan pasioen akan menjalankan tindfakan invasif. Indikasi
yang tepat jika terjadi perdarahan maka dosis yang diberikan 10-20 mL/kg.

7. TRANSFUSI PADA WANITA HAMIL


Audit klinis menunjukkan bahwa transfusi pada kehamilan khususnya
pascapersalinan berdampak tidak baik karena risiko terhadap Haemolytic Disease
of the Fetus atau Newborn (HDFN) pada kehamilan berikutnya. Jika tidak ada

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 42


perdarahan, keadaan ibu sehat dengan Hb> 7- 8 g/dL sebaiknya diberi pengobatan
penyebab anemia seperti zat besi oral atau parenteral atau asam folat. Transfusi
darah diberikan jika ada tanda yang jelas kurang oksigen atau adanya perdarahan.
Pada anemia kronik transfusi dilakukan secara bertahap, 2 (dua) unit per hari
sampai dicapai Hb atau hematokrit mendekati rata-rata normal.
Pada anemia akut oleh karena perdarahan untuk mempertahankan janin
intrauterin maka transfusi darah diberikan sampai Hb normal. Aliran darah ke
rahim 700 mL/menit maka jika terjadi perdarahan segera berakibat fatal. Faktor
risiko perdarahan pada wanita hamil adalah plasenta previa, placenta abruption
dan perdarahan pascapersalinan karena atonia uteri. Perdarahan pada kehamilan
sering merupakan komplikasi Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Pengobatan primer adalah evakuasi kandungan uterus dan dibutuhkan transfusi
FFP, cryoprecipitate, dan trombosit konsentrat.

8. PHLEBOTOMY THERAPEUTIC
Phlebotomy therapeutic diindikasikan pada kasus:
 Hematochromatosis termasuk hematochromatosis herediter
 Polycythemia vera
 Polycythemia secondary to arterio-venous vistulae
 Polycythemia secondary to cor pulmonale
 Polycythemia secondary to cyanotic congenital heart disease
Phlebotomy terapeutik dilakukan atas permintaan dokter berdasarkan
indikasi seperti diatas. Phlebotomy terapeutik dapat dilakukan di Bank Darah
atau pasien rawat inap, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Phlebotomy terapeutik di Bank Darah. Prinsip Phlebotomy ini sama
dengan Phlebotomy biasa dimana darah dikeluarkan untuk mengurangi sel
darah atau zat besi sesuai dengan keadaan pasien. Berdasarkan guideline
dari American Association of Blood Bank (AABB) tidak ada perlakuan
khusus untuk pra dan pasca phlebotomy kecuali pada keadaan tertentu yang
memerlukan penanganan khusus.
b. Phlebotomy terapeutik di rawat inap. Phlebotomy terapeutik yang
dilakukan di rawat inap sesuai dengan permintaan dari dokter membutuhkan
beberapa kali phlebotomy.
Volume darah yang dikeluarkan sebanyak 500 mL setiap kali tindakan atau
sesuai dengan indikasi klinis. Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan sebelum

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 43


dilakukan phlebotomy. Pemberian cairan melalui infus diperlukan pasien. Akses
vena jika tidak adekuat maka phlebotomy dilakukan melalui vena subclavia yang
dilakukan oleh dokter spesialis anestesi.

I. PENATALAKSANAAN REAKSI TRANSFUSI AKUT


Reaki transfusi akut dapat dikenali dengan cara mengetahui gejala dan tanda
yang terjadi pada pasien. Contoh reaksi transfusi akut : Hemolisis Intravaskular akut,
Kontaminasi bakteri dan syok septic, Kelebihan cairan, Reaksi anafilaktik, Transfusion-
associated acute lung injury (TRALI). Reaksi hemolisis intravaskular akut terjadi karena
pemberian darah yang tidak cocok/inkompatibel. Antibodi yang terletak dalam plasma
pasien akan melisiskan sel darah merah donor. Bahkan pemberian 10 – 50 ml darah
inkompatibel dapat menyebabkan reaksi berat dan pemberian dalam jumlah volume besar
akan meningkatkan risiko tersebut. Inkompatibilitas ABO biasanya terjadi karena: 1)
Kesalahan permintaan darah; 2) Kesalahan pengambilan sampel darah pasien; 3)
Kesalahan pemberian label identitas pasien dalam wadah sampel darah; 4) Ketidaktelitian
dalam memeriksa identitas pasien sebelum memberikan transfuse. Berdasarkan keluhan
dan tanda, reaksi transfusi ini dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
 Kategori I (reaksi ringan)
 Kategori II (reaksi sedang)
 Kategori III (reaksi berat)
Kategori I Kategori II Kategori III
Gejala - Gatal - Cemas - Cemas
- Gatal - Nyeri dada
- Palpitasi - Nyeri di daerah pemasangan jarum transfusi
- Sesak napas ringan - Gangguan pernapasan
- Sakit kepala - Nyeri punggung atau nyeri
- daerah pangkal paha
- Sakit kepala
- Sesak
Tanda o Reaksi pada kulit o Flushing (kulit - Kaku /Rigor
yang menjadi merah) - Gelisah
terlokalisasi: - Urtikaria - Hipotensi (tekanan darah sistolik turun ≥
- Urtikaria - Kaku/Rigor 20%)
- Bercak - Demam - Takikardi (frekuensi denyut
- merah /Rash - Gelisah jantung meningkat ≥ 20%)
- Takikardi - Hemoglobinuri (air seni
berwarna merah)
- Perdarahan yang tidak
diketahui alasannya (DIC)

1. PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI RINGAN:


a. Hentikan transfusi.
b. Berikan antihistamin intramuscular (IM).

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 44


c. Lakukan observasi dalam waktu 30 menit. Jika tidak ada perbaikan, perlakukan
sebagai Kategori II. Jika ada perbaikan, transfusi dapat dilanjutkan.
2. PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI SEDANG:
a. Hentikan transfusi, ganti dengan cairan infus NaCl 0,9% untuk menjaga pembuluh
darah tetap terbuka. Panas tanpa gejala lainnya hanya diberikan antipiretik.
b. Hubungi dokter yang bertanggung jawab terhadap pelayanan pasien dan BDRS.
c. Kirim kantong darah, selang set transfusi, dan sampel darah baru (sampel darah
tanpa antikoagulan dan sampel darah dengan anti koagulan) dari vena
kontralateral.
d. Berikan anti histamin IM dan antipiretik oral atau per rektal.
e. Berikan kortikosteroid dan bronkodilator IV bila terjadi reaksi anafilaksis (contoh:
bronkospasme, stridor).
f. Kumpulkan urin 24 jam untuk memeriksa adanya hemolisis.
g. Lakukan observasi dalam waktu 15 menit. Jika tidak ada perbaikan, perlakukan
sebagai Kategori III. Jika ada perbaikan, transfusi darah dengan kantong baru
dapat dimulai dengan observasi lebih ketat.
3. PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI BERAT:
a. Hentikan transfusi. Ganti dengan cairan infus NaCl 0,9% untuk menjaga pembuluh
darah tetap terbuka.
b. Berikan infus NaCl 0,9% untuk menjaga tekanan darah sistolik. Jika terjadi
hipotensi, berikan selama 5 menit dan tinggikan tungkai bawah pasien.
c. Jaga saluran nafas dan berikan oksigen dengan tekanan tinggi menggunakan
sungkup.
d. Hubungi dokter yang bertanggung jawab terhadap pelayanan pasien atau dokter
yang kompeten dan BDRS.
e. Berikan adrenalin IM secara pelan.
f. Berikan kortikosteroid dan bronkodilator IV bila terjadi reaksi anafilaktoid (contoh:
bronkospasme, stridor).
g. Berikan diuretik IV.
h. Kirim kantong darah, selang blood set, dan sampel darah baru (dalam bentuk beku
dan sampel darah dengan anti koagulan) dari vena kontra lateral.
i. Periksa urin segar untuk melihat tanda terjadinya hemoglobinuria.
j. Kumpulkan urin 24 jam untuk memeriksa adanya hemolisis.
k. Catat semua cairan yang masuk dan keluar untuk mengetahui keseimbangan cairan.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 45


l. Periksa apakah terjadi perdarahan di tempat pemasangan blood set atau pada luka
di tempat lain. Jika terdapat bukti terjadinya DIC, berikan TC dan AHF atau FFP.
m. Periksa kembali, jika terjadi hipotensi, berikan lebih banyak NaCl 0,9% selama 5
menit, dan jika tersedia, berikan obat inotropik.
n. Jika output urin menurun atau terdapat tanda terjadinya gagal ginjal akut, hitung
keseimbangan cairan, pertimbangkan pemberian Furosemide, jika ada,
pertimbangkan pemberian infus dopamin, rujuk kepada dokter spesialis yang sesuai
seperti pada kasus pasien yang memerlukan dialisis.
o. Jika diperkirakan terjadi bakteremia, berikan antibiotik spektrum luas secara IV.

J. PENGENDALIAN INFEKSI DAN PENGELOLAAN LIMBAH


1. Prinsip Pengendalian Infeksi dan Pengelolaan Limbah
Penanganan dan pembuangan limbah yang aman adalah penting untuk
meminimalkan risiko infeksi pada pasien, petugas, masyarakat dan lingkungan.
Petugas harus mendapatkan pelatihan yang memadai tentang prosedur pengontrolan
infeksi, pengelolaan limbah dan praktek kerja yang aman.
2. Persyaratan
a. Pengendalian Infeksi
1) Proses pengendalian infeksi dan higiene diri harus didokumentasikan dan
divalidasi.
2) Petugas harus mendapatkan pelatihan tentang proses tersebut di atas dan
diinstruksikan untuk mencuci dan mendesinfeksi tangan sebelum pengambilan,
penanganan atau pengolahan darah.
3) Cairan untuk mencuci tangan, cairan pembersih dan desinfektan harus
divalidasi dan disetujui.
4) Tehnik aseptik harus digunakan untuk pengambilan, penanganan dan
pengolahan darah.
5) Petugas harus mengenakan alat pelindung diri (APD) di area dimana darah
ditangani dan dimana ada risiko tumpahan, percikan atau aerosol. APD harus
memadai untuk setiap kegiatan, meliputi:
a) Pengambilan darah:- baju laboratorium- sarung tangan sekali pakai-
masker (untuk menghindari kontaminasi dari petugas)
b) Pemeriksaan laboratorium:
 Baju laboratorium
 Sepatu tertutup khusus untuk laboratorium atau pembungkus sepatu sekali
pakai
 Sarung tangan sekali pakai
 Kacamata pelindung
c) Pengolahan komponen darah:
 Baju laboratorium
 Sepatu tertutup khusus untuk laboratorium atau pembungkus sepatu sekali
pakai sarung tangan sekali pakai
 Kacamata pelindung
Panduan Pemberian Komponen Darah Page 46
 Pembungkus kepala sekali pakai
6) Pengunjung ke area yang telah disebutkan di atas juga harus mengenakan APD.
7) APD harus dilepaskan ketika meninggalkan area kerja.
8) Dilarang makan, minum atau merokok di seluruh area yang berhubungan
dengan darah dan komponen darah.
9) Semua area yang potensial untuk kontak dengan darah termasuk tempat tidur
donor, permukaan kerja dan peralatan harus dibersihkan paling sedikit setiap
hari sesuai dengan prosedur tertulis.
10) Harus ada prosedur tertulis yang tepat untuk menangani tumpahan darah.
11) Setiap pelanggaran prosedur pengontrolan infeksi harus dilaporkan dan
diselidiki.
3. Pengelolaan Limbah
a. Prosedur harus dibuat untuk pengelolaan limbah yang potensial infeksius dan
membahayakan
b. Peralatan tajam harus ditempatkan di dalam tempat yang kuat yang tahan terhadap
tusukan.
c. Semua tempat limbah harus dilabel dengan jelas sebagai “infeksius” atau “bahaya”.
d. Tempat limbah harus ditutup dan diamankan, sebelum plastik biohazard dibuang
sesuai persyaratan peraturan yang berlaku untuk limbah medis.
e. Jika memungkinkan, fasilitas penyimpanan untuk limbah sebelum dibuang harus:
1) Dialokasikan dengan memadai
2) Dapat dikunci
3) Higienik (dibersihkan pada interval waktu yang teratur dan jika ada kotoran)
4) Diberi tanda dengan jelas
5) Dibatasi untuk petugas yang terlibat didalam proses pembuangan.
6) Limbah cair yang terkontaminasi seperti darah, sisa reagen, atau bahan kimia
lainnya dimusnahkan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
7) Limbah padat yang terkontaminasi sebagaimana tersebut di bawah ini dibuang
menggunakan insinerator melalui kerja sama dengan RS atau perusahaan
pengelola limbah.
a) Kantong darah
b) Yellow tip
c) Blue tip
d) Kapas
e) Sarung tangan
f) Tabung
8) Petugas yang terlibat dalam pembuangan limbah (pengepakan dan pengiriman
limbah ke tempat pembuangan) harus:
a) Dilatih dengan memadai
b) Mengenakan APD yang memadai (baju pelindung, sarung tangan, masker,
sepatu tertutup).
c) Mencuci tangan setelah menangani limbah
d) Meminimalkan percikan dan kontaminasi terhadap membran mukosa, kulit
dan mata.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 47


K. KOMPLIKASI
Transfusi darah dapat menyelamatkan nyawa dalam banyak situasi, tapi bukan berarti
tidak bebas risiko. Walaupun jarang terjadi, transfusi darah dapat mengancam jiwa.
Menurut Kleinman S (2014) di Amerika Serikat, tingkat kematian jangka panjang setelah
transfusi sekitar 31% di tahun pertama, 14% pada tahun kedua, dan 10% per tahun dalam
beberapa tahun setelah transfusi. Sedangkan tingkat kematian jangka pendek setelah
transfusi sekitar 1-1,2 per 100.000 pasien yang menerima transfusi. Jumlah ini sekitar 35
kematian terkait transfusi per tahun di Amerika Serikat. Namun pada tahun 2011, di
Amerika Serikat dilaporkan 43% kematian dan 25% di Inggris yang secara pasti dikaitkan
dengan transfusi.
Sejak berdirinya French haemovigilance network pada tahun 1949 dan Serious
Hazards of Transfusion (SHOT) di Inggris pada tahun 1996, TRALI telah menjadi
penyebab paling umum kematian dan morbiditas terkait dengan transfusi. Hal ini
sesuaiFDA yang melaporkan bahwa antara 2007 dan 2011 di Amerika Serikat, TRALI
merupakan penyebab kematian tertinggi pada kematian terkait transfusi (43%), diikuti oleh
reaksi transfusi hemolitik (23%) disebabkan inkompatibilitas non-ABO (13%) atau
inkompatibilitas ABO (10%). Secara garis besar, komplikasi transfusi dapat dibagi 2, yaitu:
infeksi dan non infeksi.
1. INFEKSI
Saat ini komplikasi transfusi infeksi jarang terjadi karena kemajuan dalam proses
penyaringan darah, risiko tertular infeksi dari transfusi telah menurun 10.000 kali lipat
sejak tahun 1980-an. Namun, belum ada kemajuan dalam mencegah bahaya serius dari
komplikasi transfusi infeksi.
Dari semua komplikasi infeksi, hepatitis B merupakan infeksi yang paling sering
terjadi. Di Inggris, dari semua darah donor yang dilakukan skrining, pada tahun 2008-
2010 ditemukan virus hepatitis Bdengan insiden 1 dari 1 juta donor. Sesuai dengan
penelitian Hendrickson (2009) dimana hepatitis B merupakan komplikasi infeksi
tersering.
a. Hepatitis
Hepatitis pasca transfusi adalah penyakit yang paling umum ditularkan
melalui darah transfusi. Hepatitis pasca transfusi dapat disebabkan oleh virus
hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV),
cytomegalovirus(CMV), atau Epstein-Barr virus (EBV) atau dapat didefinisikan
sebagai non-A, non-B,non-C, yang berarti hepatitis karena tidak ada agen yang
tercantum di atas.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 48


Di masa lalu, hepatitis B adalah komplikasi utama dari transfusi darah.
Penelitian tentang HBV di Australia memberikan langkah besar pertama dalam
mengurangi infeksi yang ditularkan lewat transfusi. Penerapan skrining rutin donor
darah untuk hepatitis B surface antigen mengurangi kejadian hepatitis B pasca
transfusi. Namun, masih merupakan hepatitis pasca transfusi yang paling umum
terjadi. Pada tahun 1987, skrining rutin antibodi darah donor ke inti antigen
hepatitis B (anti-HBc) diperkenalkan dalam upaya untuk mengurangi penularan
non-A, non-B hepatitis. Keuntungan tambahan dari skrining ini adalah
pengurangan lebih lanjut dari hepatitis B pasca transfusi.
Sedangkan tes skrining donor untuk anti-HCV diperkenalkan pada tahun
1992. Dampak dari skrining donor untuk anti-HCV sangat besar. Saat ini
diperkirakan bahwa tes generasi pertama dapat mencegah sekitar 40.000 kasus
hepatitis pasca transfusi per tahun di Amerika Serikat. Risiko yang ditularkan
lewat transfusi HCV kini diperkirakan hanya sekitar 6 kasus per tahun.
b. HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
Penelitian epidemiologi pertama menetapkan bahwa AIDS disebabkan oleh
HIV-1 retrovirus dan dapat ditularkan melalui transfusi darah. Dengan identifikasi
HIV sebagai agen penyebab, menjadi jelas bahwapada pertengahan 1990-an, di
seluruh dunia jutaan orang telah terinfeksi, meskipun proporsi yang sangat kecil
yang terinfeksi melalui transfusi darah.
Dengan diperkenalkannya skrining darah untuk HIV, penularan penyakit
transfusi telah hampir dieliminasi. Meskipun ada kekhawatiran besar tentang
transfusi-menular HIV, transfusi menyumbang kurang dari 2% dari semua kasus
AIDS di Amerika Serikat. Hanya sekitar 35 kasus HIV ditularkan lewat transfusi
telah diidentifikasi setelah pelaksanaan skrining pada tahun 1985.
Interval antara infeksi dan perkembangan antibodi terhadap virus yang
menginfeksi dikenal sebagai "window phase." Pada tes HIV dalam mendeteksi
anti-HIV, terdapat window phase di mana individu menular tetapi tidak memiliki
screening positif tes untuk anti-HIV. Dengan demikian, meskipun pengujian untuk
anti-HIV negatif, penularan virus masih bisa terjadi dari darah yang didonor
selama window phase, dimana antara infeksi dan munculnya antibodi adalah
sekitar 6 minggu atau 45 hari.
Pada donor dengan window phase yang telah terdeteksi pada sebelum menjadi
antibodi HIV positif, skrining antigen HIV donor darah dilaksanakan untuk
mengurangi penularan HIV melalui darah sumbangan. Namun, dua penelitian

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 49


besar yang melibatkan sekitar 500.000 donor masing-masing tidak
mengidentifikasi adanya donor yang mengandung serum antigen HIV tapi tidak
ada antibodi HIV. Berdasarkan studi ini, ternyata bahwa tes antigen HIV tidak
akan membantu.
Risiko tertular infeksi HIV setelah transfusi dengan darah yang anti-HIV-1-
positif setinggi 70-91%. Komponen yang berbeda dari donor yang terinfeksi
mungkin memiliki kemungkinan yang berbeda menularkan HIV. Telah
diperkirakan bahwa sebelum pengenalan tes antibodi HIV-1 pada Mei 1985,
sekitar 12.000 pasien terinfeksi HIV-1 akibat transfusi. Masa inkubasi antara
infeksi HIV-1 pasca transfusi dan perkembangan AIDS klinis sulit ditentukan,
diperkirakan sekitar 4,5-14,2 tahun.
c. INFEKSI BAKTERI
Kontaminasi bakteri dari komponen darah saat ini merupakan komplikasi
yang jarang terjadi pada transfusi. Telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa
sebagian kecil dari unit whole blood mengandung bakteri hidup. Penularan infeksi
bakteri merupakan masalah utama di masa-masa awal transfusi darah, namun
perbaikan dalam wadah darah, pengembangan sistem tertutup untuk memproduksi
komponen darah, dan penyimpanan pada suhu lemari es dianggap telah
mengeliminasi masalah ini. Namun, jika hal itu terjadi, potensi sepsis fulminan
dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Gejala terjadi selama atau segera
setelah transfusi unit terkontaminasi dengan gejala demam tinggi, menggigil,
eritema dan kolaps kardiovaskuler.
Sel darah yang disimpan pada suhu 4°C, mengakibatkan kontaminasi dengan
bakteri Gram-negatif seperti Yersinia enterocolitica dan Pseudomonas sp.
Mungkin terjadi karena bakteri ini berkembang biak dengan cepat pada suhu
tersebut. Bakteri Gram-positif seperti Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
aureus dan spesies Bacillus berkembang biak lebih mudah pada suhu kamar dan
jadi lebih sering dilihat sebagai kontaminasi trombosit. Tidak ada tes skrining saat
ini yang tersedia untuk mendeteksi kontaminasi bakteri. Oleh karena itu, inspeksi
visual dari kantong darah sebelum transfusi penting. Kantong darah terkontaminasi
tampak berwarna gelap atau mengandung gelembung gas.
Besarnya masalah klinis ini sulit untuk ditentukan karena hanya reaksi yang
beratyang dilaporkan dan faktor-faktor lain yang penting seperti kondisi yang
mendasari, jumlah dan jenis bakteri atau adanya endotoksin dalam komponen
darah. Infeksi bakteri yang ditularkan lewat transfusi dilaporkan terjadi sekitar 1

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 50


per 25.000 unit trombosit dan 1 per 250.000 unit PRC. Tingkat kematian sulit
untuk ditentukan, tapi 5-8 kematian dilaporkan pada FDA setiap tahunnya. Lebih
dari setengah dari kematian disebabkan oleh PRC dan trombosit yang
terkontaminasi dibandingkan dengan kontaminasi plasma. Namun sejak tahun
2009 infeksi bakteri akibat transfusi tidak lagi ditemukan di Inggris.
d. INFEKSI PARASIT
Infeksi parasit melalui transfusi relatif jarang. Infeksi parasit yang paling
sering ditularkan lewat transfusi adalah malaria, terutama di negara-negara tropis
sedangkan Babesiosis dan penyakit Chagas merupakan ancaman terbesar bagi
donor di Amerika Serikat. Penularan malaria telah dilaporkan terjadi terutama dari
produk-donor tunggal: sel darah merah, trombosit atau konsentrat sel darah putih
(karena kontaminasi dengan sel darah merah residual), kriopresipitat, dan WRC.
Transmisi dari donor tunggal FFP belum dilaporkan. Penularan dari kriopresipitat
jarang dan cenderung mencerminkan persiapan transfusi.
Tidak ada tes serologi dapat diandalkan tersedia sehingga fokus untuk
pencegahan tetap pada kepatuhan terhadap pedoman skrining donor yang
membahas riwayat perjalanan dan infeksi sebelumnya dengan agen etiologi. Salah
satu tujuan adalah mengembangkan tes yang mampu menyaring dan
mengidentifikasi donor berpotensi menular untuk infeksi parasit tanpa
menyebabkan penangguhan sejumlah besar donor non-menular atau secara
signifikan meningkatkan biaya. Idealnya, metode untuk menonaktifkan organisme
menular akan memberikan unsur keamanan tambahan untuk pasokan darah.

2. NON INFEKSI
Komplikasi non infeksi lebih mungkin terjadi sampai 1.000 kali dibandingkan
komplikasi infeksi. meskipun perbaikan dalam tes skrining darah dan kemajuan medis
terkait lainnya. Oleh karena itu, jauh lebih mungkin untuk terjadi bahaya yang serius
dari komplikasi non infeksi daripada komplikasi infeksi.
a. REAKSI TRANSFUSI HEMOLITIK
Reaksi transfusi hemolitik merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
setelah transfusi darah, yang umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah
merah yang ditransfusikan oleh antibodi resipien. Biasanya, hemolisis sel darah
merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel darah merah. Tanda-
tanda dan gejala yang dapat menyertai reaksi transfusi hemolitik yang paling
umum adalah demam dan menggigil.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 51


Penatalaksanaan reaksi hemolitik adalah dengan segera menghentikan
transfusi, tetap menjaga akses vena untuk manajemen darurat, pertahankan status
hidrasi, pertahankan urin output 100cc/jam, dan mengantisipasi hipotensi, gagal
ginjal dan DIC. Tindakan profilaksis untuk mengurangi risiko gagal ginjal dapat
diberikan dopamin dosis rendah (1-5 mcg / kg / menit), hidrasi kuat dengan larutan
kristaloid (3000 mL/m2/24jam), dan diuresis osmotik dengan manitol 20% (100
mL/m2/bolus, diikuti oleh 30 mL/m2/jam selama 12 jam). Jika terjadi DIC dan
perdarahan, transfusi plasma segar beku (FFP), cryoprecipitates dan / atau
konsentrat trombosit dapat diindikasikan.
Kematian disebabkan oleh reaksi transfusi hemolitik jarang terjadi. Menurut
Fastman (2011) terjadi pada 1 dari 1,5 juta hingga 1,8 juta transfusi. Diantara
tahun 2005-2007, sebesar 69,2% kematian akibat reaksi transfusi hemolitik
disebabkan oleh inkompatibilitas non-ABO.
b. REAKSI TRANSFUSI HEMOLITIK AKUT
Pada reaksi transfusi hemolitik akut, terjadi penghancuran sel darah merah
donor dalam waktu 24 jam setelah transfusi. Hemolisis dapat terjadi intravaskular
maupun ekstravaskular. Hemolisis intravaskular akut pada umumnya berhubungan
dengan inkompatibilitas ABO. Penyebab yang paling umum adalah misidentifikasi
pasien, spesimen darah, atau unit transfusi.
Gejala reaksi transfusi hemolitik akut berupa demam, menggigil, menggigil,
mual, muntah, dyspnea, hipotensi, perdarahan difus, hemoglobinuria, oliguria,
anuria, nyeri di tempat infus, dan nyeri dada, nyeri punggung, dan nyeri perut.
Dengan komplikasi yang dapat terjadi anemia yang signifikan, gagal ginjal akut,
koagulasi intravaskular diseminata, hemodialisa, dan kematian sekunder
komplikasi.
Kejadian yang sebenarnya dari reaksi transfusi hemolitik akibat
inkompatibilitas ABO tidak diketahui. Insiden reaksi hemolitik akut adalah sekitar
1-5 per 50.000 transfusi. Dari tahun 1996 sampai 2007, terdapat 213 transfusi sel
darah merah yang inkompatibilitas ABO dengan 24 kematian. Dalam laporan 2008
oleh Janatpour, inkompatibilitas ABO diperkirakan mencapai 1:38,000 sampai
1:100.000 transfusi, dan risiko kematian akibat hemolitik akut adalah 1:1,5 juta.
c. REAKSI TRANSFUSI HEMOLITIK TERTUNDA(DELAYED HEMOLYTIC
TRANSFUSION REACTIONS)
Delayed hemolytic transfusion reactions (DHTR) terjadi 3-10 hari setelah
transfusi sel darah merah yang tampaknya kompatibel secara serologis. Reaksi ini

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 52


terjadi pada pasien yang telah alloimmunized terhadap antigen sel darah merah
kecil selama transfusi dan/atau kehamilan sebelumnya, pengujian sebelum
transfusi gagal untuk mendeteksi alloantibodies ini karena titer yang rendah.
Setelah paparan ulang antigen sel darah merah yang positif, respon
anamnestic terjadi, dengan peningkatan pesat dalam titer antibodi. Penurunan
kelangsungan hidup sel darah merah ditransfusikan bisa terjadi, terutama karena
hemolisis ekstravaskular. Pada kebanyakan kasus, bagaimanapun, produksi
antibodi anamnestic tidak menyebabkan hemolisis terdeteksi. Istilah
delayed serologictransfusion reaction (DSTR) mendefinisikan reaksi di mana
antibodi anamnestic diidentifikasi secara serologis, dengan tidak adanya bukti
klinis dimana terjadi percepatan kehancuran sel darah merah. Antigen terlibat
paling sering terlibat dalam DHTR dan DSTR berada di Kidd, Duffy, Kell, dan
MNS sistem, dalam urutan frekuensi menurun.
d. REAKSI FEBRIS
Reaksi ini sangat umum, biasanya tidak mengancam nyawa dan terjadi 2 jam
setelah transfusi dimulai. Reaksi ini disebabkan oleh 2 mekanisme yang berbeda,
yang pertama adalah transfusi antigen leukosit yang menyebabkan aktivasi dari
kaskade sitokin pada resipien. Kedua adalah transfusi sitokin dari produk darah
yang disimpan yang memiliki kemampuan untuk menyebabkan respon imun
inflamasi pada resipien.
Reaksi febris pada transfusi trombosit telah dilaporkan dengan tingkat
berkisar antara 1% sampai 38%, sedangkan untuk transfusi PRC 0,3% menjadi
6%. Premedikasi dengan acetaminophen dan diphenhydramine berguna untuk
mencegah reaksi febril ini. Namun, terdapat kontroversi apakah premedikasi
bermanfaat untuk pasien. Sebuah studi oleh Wang dan rekan (2002) menemukan
bahwa premedikasi tidak bermakna mengurangi kejadian reaksi febril pada saat
transfusi trombosit.
Sebaliknya, pada tahun 2008 Kennedy dan rekan menemukan bahwa
pemberian premedikasi sebelumnya dapat menekan reaksi demam, terutama pada
pasien yang menerima beberapa transfusi. Namun, hal itu tidak mengurangi reaksi
transfusi secara keseluruhan. Hingga saat ini belum ada pendapat yang pasti
ditawarkan tentang penggunaan premedikasi sebelum transfusi, sehingga
keputusan untuk menggunakan premedikasi harus ditangguhkan tergantung pada
keputusan dokter.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 53


Gejala reaksi demam termasuk demam, menggigil, sakit kepala, mialgia dan
malaise umum. Jarangterjadi hipotensi, muntah dan gangguan pernapasan. Onset
adalah selama, atau beberapa jam setelah, transfusi dan tingkat keparahan reaksi
tergantung pada beban leukosit dan tingkat transfusi.
Biasanya, demam sembuh dalam 15-30 menit tanpa pengobatan khusus. Jika
demam menyebabkan ketidaknyamanan, acetaminophen oral (325-500 mg) dapat
diberikan. Hindari aspirin karena efek samping yang berkepanjangan pada fungsi
trombosit. Kontroversi yang ada dalam literatur saat ini pada apakah transfusi
harus dihentikan; Namun, ada konsensus bahwa tingkat transfusi hanya dikurangi.
e. SINDROM ACUTE LUNG INJURY (TRANSFUSION-RELATED ACUTE
LUNG INJURY/TRALI)
Transfusion-Related Acute Lung Injury pertama kali dikemukakan oleh
Brittingham pada tahun 1957, yaitu hubungan antara gejala cedera paru-paru akut
atau Acute Lung Injury(ALI), transfusi dan leukoagglutinins didalam komponen
darah. Tiga dekade lalu, TRALI dianggap sebagai komplikasi yang jarang pada
transfusi. Namun saat ini, FDA mengakui sebagai suatu sindrom dengan penyebab
utama kematian terkait transfusi, dengan kejadian 43% dari semua reaksi transfusi
fatal antara 2007 dan 2011.
Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), TRALI
sebagai ALI yang terjadi selama atau dalam waktu 6 jam setelah transfusi, dengan
hubungan temporal yang jelas untuk transfusi, pada pasien dengan atau tanpa atau
faktor risiko selain transfusi ALI. Pada April 2004, Canadian Consensus
Confrence memodifikasi definisi dan kriteria TRALI menurut NHLBI, modifikasi
tersebut memperluas definisi hipoksia dengan memasukkan bukti klinis dari
hipoksia dan menciptakan kategori kemungkinan terjadi TRALI untuk mengatasi
kasus-kasus di mana pasien memiliki faktor risiko lain untuk ALI seperti sepsis,
aspirasi, tenggelam, disseminated intravascular coagulation, trauma, pneumonia,
overdosis narkoba, fraktur, luka bakar dan cardiopulmonary bypass.
Patogenesis belum sepenuhnya dipahami, tampaknya menjadi proses
multifaktorial yang berpuncak pada aktivasi neutrofil dan cedera paru akut.
Pemahaman patogenesis TRALI telah menghasilkan desain strategi pencegahan
dari perspektif bank darah. Sebuah terobosan besar dalam upaya untuk
mengurangi kejadian TRALI dan menghindari donor dari perempuan dengan
volume plasma yang tinggi, mengakibatkan penurunan kira-kira dua pertiga
kejadian. Namun, strategi ini belum sepenuhnya menghilangkan komplikasi.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 54


Pengobatan TRALI yang utama adalah dengan tambahan oksigen dan dalam
kebanyakan kasus ventilasi mendukung. Berbeda dengan sindrom gangguan
pernapasan akut dari penyebab lain, pasien biasanya kembali pulih dengan cepat,
dengan resolusi infiltrat paru dalam 96 jam dari transfusi. Dengan tidak adanya
tanda-tanda kelebihan cairan yang akut atau edema paru kardiogenik, diuretik
tidak diindikasikan. Tidak ada bukti bahwa kortikosteroid atau antihistamin
bermanfaat.
f. TRANSFUSION-RELATED IMMUNOMODULATOR
Transfusion-related Immunomodulator (TRIM) merupakan fenomena
biologis yang nyata mengakibatkan setidaknya satu efek klinis yang
menguntungkan pada manusia, namun keberadaan efek klinis TRIM yang
merugikan menjelaskan bahwa transfusi sel darah merah berhubungan dengan
peningkatan proinflamasi atau efek imunosupresif yang dapat meningkatkan
morbiditas pada setidaknya pada beberapa kelompok pasien.
Awalnya, TRIM merupakan efek yang timbul saat transfusi darah alogenik
oleh mekanisme imunomodulator (misalnya, kambuhnya kanker, infeksi pasca
operasi, atau aktivasi virus). Baru-baru ini, TRIM juga termasuk efek yang timbul
saat transfusi darah alogenik oleh mekanisme pro-inflamasi (misalnya, kegagalan
multi-organ atau kematian). Efek TRIM dapat dimediasi oleh: (1) sel mononuklear
alogenik; (2) sel darah putih (WBC) yang diturunkan mediator larut; dan/atau (3)
peptida human leucocyte antigen (HLA) yang larut beredar di plasma alogenik.
g. PENYAKIT TERKAIT TRANSFUSI GRAFT-VERSUS-HOST
(TRANSFUSION RELATED-GRAFT VERSUS HOST DISEASE)
Graft-versus-host disease (GVHD) merupakan komplikasi terkenal
transplantasi sumsum tulang alogenik. Transfusi terkait graft-versus-host penyakit
(Transfusion Related-Graft versus Host Disease/TA-GVHD) lebih jarang terjadi
dan mirip komplikasi fatal transfusi darah, yang terjadi 2-30 hari setelah transfusi.
TA-GVHD terjadi 0.1-1.0% dari transfusi pada penerima rentan, dengan angka
kematian TA-GVHD sekitar 87-100%.
Gambaran klinis klasik dari TA-GVHD termasuk demam, pruritus, ruam
kulit, nyeri kuadran kanan atas, tes fungsi hati yang abnormal, diare, mual,
muntah, batuk dan dyspnea. Faktor risiko yang mendasari terjadi TA-GVHD
umumnya terjadi pada individu dengan bawaan atau acquired immunodeficiency,
transfusi darah dari kerabat, transfusi intrauterin dan HLA yang cocok dengan
transfusi trombosit. Diagnosis TA-GVHD mungkin sulit karena jarang terjadi dan

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 55


gambaran klinis yang tumpang tindih dengan berbagai infeksi dan reaksi obat.
Tingkat kecurigaan yang tinggi, asosiasi transfusi terakhir dengan gambaran klinis
diperlukan untuk diagnosis dini.

L. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Tujuan utama dari sistem manajemen mutu untuk unit penyedia darah adalah
menghilangkan risiko dalam kegiatan pelayanan darah. Risiko tersebut meliputi
kontaminasi, tertukarnya produk darah, transmisi penyakit atau efek samping yang tidak
diharapkan akibat penggunaan komponen darah. Persyaratan
1. Sistem manajemen mutu harus dijalankan, dan kinerja sistem harus dipantau secara teratur.
2. Semua proses produksi harus ditetapkan dengan jelas didalam kebijakan dan Standar
Prosedur Operasional (SPO).
3. Proses harus dipantau secara teratur, dan menunjukkan kemampuan untuk memproduksi
komponen darah secara konsisten sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
4. Peralatan dan bahan harus dikualifikasi, proses dan metoda harus divalidasi sebelum
digunakan pada produksi komponen untuk transfusi atau pengolahan lebih lanjut.
5. Semua Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan harus disiapkan. Hal ini mencakup
kecukupan jumlah SDM yang terlatih dan terkualifikasi, gedung dan ruangan yang
memadai, peralatan yang sesuai, bahan yang tepat, prosedur dan instruksi yang disetujui,
penyimpanan dan transportasi yang memadai.
6. Harus ada sistem pelacakan terhadap semua komponen darah yang dikeluarkan untuk
menyiapkan penelusuran kembali (look-back) atau pemberian nasihat klinis kepada
pendonor, jika diperlukan penarikan kembali setiap komponen darah yang dicurigai tidak
memenuhi persyaratan.
7. Harus ada sistem untuk menangani keluhan pendonor.
8. Harus ada sistem untuk untuk memperbaiki fungsi dan meningkatkan kegiatan terkait proses
dan sistem manajemen mutu.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 56


BAB IV

DOKUMENTASI

A. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Harus ada SPO untuk mengelola fasilitas penyimpanan dan transportasi darah
termasuk bagaimana menangani dan mengatur komponen, persyaratan pembersihan,
pengecekan dan pemeliharaan, dan apa yang harus dilakukan jika terdapat kegagalan.
Pencatatan harus dipelihara untuk semua kegiatan pembersihan, pengecekan suhu dan
alarm fasilitas penyimpanan, termasuk hari, waktu dan SDM yang melakukan kegiatan.
Pencatatan kualifikasi, validasi dan pemeliharaan harus tersedia. Setiap pencatatan
harus terhubung pada setiap fasilitas melalui identitas unik atau nomor seri.
Jika terjadi kegagalan pada penyimpanan, tindakan harus dilakukan untuk
memperbaiki kegagalan dan penentuan status setiap komponen darah harus dicatat
dengan rinci. Pencatatan harus dijaga pada kondisi yang tepat dan dipertahankan untuk
periode waktu yang telah ditetapkan.Dalam melaksanakan tugasnya, BDRS wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala setiap bulan kepada
kepala/direktur rumah sakit dan UTD kerja samanya. Pencatatan dan pelaporan RS
tersebut harus mencakup seluruh kegiatan dalam penyelenggaraan Pelayanan Transfusi
Darah di rumah sakit. Pencatatan kegiatan BDRS paling sedikit meliputi :
a. permintaan darah ke UTD;

b. penerimaan darah dari UTD;

c. permintaan darah dari dokter di rumah sakit;

d. hasil pemeriksaan uji pra transfusi;

e. distribusi /pengeluaran darah;

f. reaksi transfusi; dan

g. pengembalian darah ke UTD.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), BDRS
wajib melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala setiap bulan kepada
kepala/direktur rumah sakit dan UTD kerja samanya. Pencatatan dan pelaporan RS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup seluruh kegiatan dalam
penyelenggaraan Pelayanan Transfusi Darah di rumah sakit. Pencatatan kegiatan
BDRS paling sedikit meliputi :

o permintaan darah ke UTD;

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 57


o penerimaan darah dari UTD;
o permintaan darah dari dokter di rumah sakit;
o hasil pemeriksaan uji pra transfusi;
o distribusi /pengeluaran darah;
o reaksi transfusi; dan
o pengembalian darah ke UTD.

Pelaporan kegiatan BDRS paling sedikit meliputi:

o persediaan darah;
o Pelayanan Darah yang meliputi jumlah permintaan, jumlah darah yang
diberikan, jenis darah, pengembalian darah serta alasannya; dan
o reaksi transfusi.

Pelaporan kegiatan BDRS dilakukan dengan menggunakan formulir paling sedikit


meliputi:

 apersediaan darah;
 Pelayanan Darah yang meliputi jumlah permintaan, jumlah darah yang diberikan,
jenis darah, pengembalian darah serta alasannya; dan
 reaksi transfusi.
Program pelatihan harus didokumentasikan dan disetujui. Semua SDM yang bekerja
di area produksi harus memiliki catatan pelatihan yang menunjukkan:
 pelatihan yang diterima (isi, tanggal dan pelatih) ditanda tangani oleh
pelatih.
 penilaian yang dilakukan (tanggal dan pelatih).
 bukti kompetensi.

B. EVALUASI
Setiap BDRS wajib dilakukan audit penyelenggaraan Pelayanan Darah. Audit
penyelenggaraan Pelayanan Darah merupakan audit teknis Pelayanan Darah. Audit
penyelenggaraan Pelayanan Darah bertujuan untuk melakukan evaluasi mutu Pelayanan
Darah, mengetahui penerapan standar Pelayanan Darah, dan acuan untuk melakukan
perbaikan standar Pelayanan Darah.
Audit penyelenggaraan Pelayanan Darah harus dilaksanakan secara terbuka,
transparan, tidak konfrontasional, tidak menghakimi dan konfidensial. Audit
penyelenggaraan Pelayanan Darah dilakukan melalui audit internal dan audit eksternal.
Pelaksanaan audit internal pada BDRS harus dilakukan oleh petugas terkait yang
mempunyai kompetensi, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang pelayanan
Panduan Pemberian Komponen Darah Page 58
yang diaudit. Audit internal berupa review, surveilance dan asesmen terhadap seluruh
rangkaian Pelayanan Darah yang diberikan. Hasil audit internal dapat digunakan BDRS
sebagai hasil evaluasi kerja organisasi.
Audit penyelenggaraan Pelayanan Darah pada BDRS meliputi audit terhadap mutu
kegiatan Pelayanan Transfusi Darah yang dilakukan oleh BDRS. Audit internal pada
BDRS dilakukan oleh petugas BDRS yang ditunjuk oleh penangung jawab BDRS. Audit
internal pada BDRS terintegrasi dengan audit medis yang dilakukan rumah sakit. Hasil
audit internal BDRS dilaporkan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
kepala/direktur rumah sakit.
Audit eksternal pada BDRS dilakukan oleh Komite Pelayanan Darah, Kementerian
Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan beserta unit pelaksana teknis, dinas
kesehatan provinsi atau kabupaten/kota, dan UTD secara berjenjang. Audit eksternal pada
BDRS dilakukan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
Penilaian audit eksternal dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan fasilitas
dan sarana, implementasi pemastian mutu rekrutmen pendonor, seleksi pendonor,
pengambilan darah, pengamanan darah, pengolahan darah, penyimpanan darah, uji silang
serasi, pendistribusian darah dan pemusnahan darah serta menjadi bagian dari tim
pembinaan dan pengawasan di daerah. Penilaian audit eksternal dilakukan berdasarkan
analisis risiko.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 59


BAB V
PENUTUP

Pelayanan pasien dengan pemberian darah dan komponen darah merupakan bagian
dari pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit yang terkait dengan enam dasar fungsi
rumah sakit yaitu peningkatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, pendidikan dan
penelitian.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis
dan spiritual pasien dengan pemberian darah dan komponen darah . Penanganan pasien perlu
dukungan semua pihak yang terkait dalam pelayanan pasien.
Panduan pemberian darah dan komponen darah ini merupakan panduan bagi pelaksana
pelayanan yang diselenggarakan di RS dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Dengan ini
diharapkan pelayanan dapat diselenggarakan dengan baik dan dapat ditingkatkan seiring
dengan kemajuan rumah sakit. Diperlukan pedoman dalam pemberian komponen-komponen
darah untuk pasien yang memerlukannya, sehingga efek samping transfusi dapat diturunkan
seminimal mungkin

DAFTAR PUSTAKA

1. Learoyd P. The history of blood transfusion prior to the 20th century.Transfusi


Medicine 2012 ; 22(5) : 308-14.

2. Fastag E, Varon J, Sternbach G. Richard Lower : The origin of blood transfusion. The
Journal of Emergency Medicine. Houston 2013 ; 44 (6): 1146–50.

3. Anderson D, Hamilton M, Cairns S, et al. Clinical guidelines promoting excellence in


transfusion medicine. NSPBCP guideline for washed red blood cells in NS 2011: 1-6.

4. Kaadan, A.N., Angrini M. Blood transfusion in history. Journal of the International


Society for the History of Islamic Medicine 2010; 8-9: 1-46.

5. Alter HJ, Klein HG. The hazards of blood transfusion in historical perspective. Blood
2008 ;112(7) : 2617-26.

6. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Diunduh dari URL
http://www.who.int/bloodsafety/clinical_use/en/Handbook_EN (diakses Juli 2014)

7. Goodnough LT, Levy JH, Murphy MF. Concept of blood transfusion in adults. Lancet
Journal 2013; 381: 1845-54.

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 60


8. Shahshahani J, Vaziri M, Mansouri F. Seven years trends in prevalence of transfusion-
transmissible viral infections in Yazd blood transfusion organization. Iranian Journal
of Pediatric Hematology Oncology 2013; 3 (3): 119-24.

9. Haroen H. Darah dan komponen : Komposisi, indikasi dan cara pemberian. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Balai Penerbit FKUI 2007 : 685-9.

10. Allard S. Blood transfusion. Elsevier 2013; 41 (4) : 242–7.

11. Murphy MF, Waters JH, Wood EM, et al. Transfusion blood safely and appropriately.
British Medical Journal 2013; 347: 1- 12.

12. Storry JR, Castilho L, Daniels G, et al. International society of blood transfusion
working party on red cell immunogenetics and blood group terminology: Cancun
report.Vox Sang 2014; 107(1) : 90-6.

13. Norfolk D (Ed). Basics of blood groups and antibodies. Handbook of Transfusion
Medicine 5th Edition. United Kindom Blood Services 2013; 2: 5-11.

14. McCullough J. Blood groups in Transfusion medicine. Wiley-Blackwell Publishing


2012; 9: 172-206.

15. Djoerban Z. Dasar-dasar transfusi darah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
IV. Balai Penerbit FKUI 2007 : 682-4.

16. McCullough J. Complication of transfusion in Transfusion medicine. Wiley-Blackwell


Publishing 2012: 14: 378-413.

17. Osterman JL, Arora S. Blood product transfusions and reactions. Emergency Medicine
Clinics of North America 2014: 1-12.

18. Szczepiorkowski AM, Dunbar NM. Transfusion guidelines: When to transfusion.


American Society of Hematology 2013: 638-44.

19. Carson JL, Grossman BJ, Kleinman S, et al. Red blood cell transfusion: A clinical
practice guideline from the AABB. Annals of Internal Medicine 2012; 157: 49-58.

20. Stanworth SJ, Estcourt LJ, Powter G, et al. A no-prophylaxis platelet transfusion
strategy for hematologic cancers. N Engl J Med 2013; 368: 1771–80.

21. Limbruno G, Bennardello F, Lattanzio A, et al. Recommendations for the transfusion


of red blood cells. Blood Transfusion 2009; 7: 49-64.

22. Singh G, Sehgal R. Transfusion-transmitted parasitic infections. Asian Journal


Transfusion Science 2010; 4(2): 73-77

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 61


23. Yang L, Stanworth S, Hopewell S, Doree C, Murphy M. Is fresh-frozen plasma
clinically effective? An update of a systematic review of randomized controlled trials.
Transfusion 2012; 52: 1673–86.

24. Marfin AA, Price TH. Granulocyte transfusion therapy. Journal of Intensive Care
Medicine 2013.

25. Wong M, Droubatchevskala N, Chipperfield K, et al. Guideline for frozen plasma


transfusion. BC Medical Journal 2007: 49 (6): 311-319.

26. Stanworth SJ, Brunskill SJ, Hyde CJ, McClelland DB, Murphy MF. Is fresh frozen
plasma clinically eff ective? A systematic review of randomized controlled trials. Br J
Haematol 2004; 126: 139–52.

27. Nascimento B. Cryoprecipitate transfusion: Assessing appropriateness and dosing in


trauma. Institute of Medical Sciences, University of Toronto 2012: 1-129.

28. Sharma S, Sharma P, Tyler L. Transfusion of blood and blood product: Indications and
complications. American Family Physician2011; 83(6) : 719-24.

29. McCullough J. Transfusion-transmitted disease in Transfusion medicine. Wiley-


Blackwell Publishing 2012; 15: 414-45.

30. Sawke N, Sawke GK. Preventing post-transfusion hepatitis by screening blood donors
for IgM antibody to hepatitis b core antigen. Journal of Global Infectious Disease 2010
; 2: 246-7.

31. Flichman D, Blejer JL, Livellara B, et al. Prevalence and trends of markers of hepatitis
B virus, hepatitis C virus and human immunodeficiency virus in Argentine blood
donor. BMC Infectious Disease 2014; 14: 218-27.

32. Spahn D, Goodnough L. Blood transfusion 2: Alternatives to blood transfusion. Lancet


2013; 381: 1855-65.

33. Maxwell MJ, Wilson M. Complication of blood transfusion. Continuing Education in


Anaesthesia, Critical Care & Pain 2006; 6(6):225-229.

34. Mudumbai SC, Cronkite R, Hu KU, et al. Association of admission hematocrit with 6-
month and 1-year mortality in intensive care unit patients. Transfusion 2011; 51:
2148–59.

35. Choat JD, Maitta RW, Tormey CA, et al. Transfusion reactions to blood and cell
therapy products. In: Hoffman R, Benz EJ Jr, Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI,

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 62


eds. Hematology: Basic Principles and Practice. 6th ed. Philadelphia, PA: Saunders
Elsevier 2012:120.

36. Josephson C. Delayed hemolytic transfusion reactions. In Transfusion Medicine and


Hemostasis (Second Edition).Elsevier’s Science & Technology 2013; 12: 409–12.

37. Vlaar A, Juffermans N. Transfusion-related acute lung injury: A clinical review. The
Lancet 2013; 382: 984-994.

38. Sparrow R. Red blood cell storage and transfusion-related immunomodulation. Blood
Transfusion 2010; 8 (3): 26-30.

39. Patel K, Patel A, Ranjan R, et al. Transfusion associated graft versus host disease
following whole blood transfusion from an unrelated donor in an immunocompetent
patient. Indian Journal Hematology Blood Transfusion, 2010 ; 26(3) : 92–95

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 63


Lampiran 1
A. PERMINTAAN DARAH KE UTD
FORMULIR LAPORAN BULANAN BANK DARAH RUMAH SAKIT

NO TGL WHOLE BLOOD Packed Red Cell Fresh Frozen Plasma Jenis komponen
lainnya
A B AB O A B AB O A B AB O A B AB O
1
2
3
4
5
6

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 64


B. PEMBERIAN DARAH OLEH UTD
NO TGL WHOLE BLOOD Packed Red Cell Fresh Frozen Plasma Jenis komponen
lainnya
A B AB O A B AB O A B AB O A B AB O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Panduan Pemberian Komponen Darah Page 65


i

Anda mungkin juga menyukai