DEFINISI
Darah dan produk darah memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan.
Ketersedian, keamanan dan kemudahan akses terhadap darah dan produk darah harus dapat
dijamin. Terkait dengan hal tersebut, sesuai dengan World Health Assembly (WHA) on
Availability, safety and quality of blood products, menyatakan bahwa kemampuan untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri atas darah dan produk darah (self sufficiency in the supply of
blood and blood products) dan jaminan keamanannya merupakan salah satu tujuan pelayanan
kesehatan nasional yang penting.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya dalam
teknologi pelayanan darah, pengelolaan komponen darah dan pemanfaatannya dalam
pelayanan kesehatan harus memiliki landasan hukum sebagai konsekuensi asas negara
berlandaskan hukum. Oleh karena itu dalam rangka memberikan pelindungan kepada
masyarakat, pelayanan darah hanya dilakukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang
memiliki kompetensi dan kewenangan, dan hanya dilaksanakan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang memenuhi persyaratan. Hal ini diperlukan untuk mencegah timbulnya
berbagai risiko terjadinya penularan penyakit baik bagi penerima pelayanan darah maupun
bagi tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun lingkungan sekitarnya.
A. DEFINISI
1. PELAYANAN DARAH
Pelayanan Darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan
darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan
komersial.
2. PELAYANAN TRANFUSI DARAH
Pelayanan Transfusi Darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang meliputi
perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyediaan darah,
pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
3. PENYEDIAAN DARAH
Penyediaan darah adalah rangkaian kegiatan pengambilan darah dan pelabelan
darah pendonor, pencegahan penularan penyakit, pengolahan darah, dan penyimpanan
darah pendonor.
B. TUJUAN
1. Sebagai acuan penyelenggaraan pelayanan transfusi darah di Bank Darah Rumah
Sakit/BDRS dalam rangka peningkatan mutu, keamanan, dan kemanfaatan pelayanan
darah.
2. Sebagai acuan bagi seluruh staff yang memberikan pelayanan pemberian darah dan
produk darah kepada pasien sehingga keamanan dan keselamatan pasien tetap terjamin.
Dosis Pada anak: transfusi massif 15-20 mL/kgBB, bergantung keadaan umum saat
Pemberian itu.
Manfaat - Pada pasien dewasa, 1 unit WB (450 mL) akan meningkatkan kadar Hb
Pemberian sekitar 1 g/dL atau hematokrit sekitar 3-4%
- Pada pasien anak, pemberian WB 8 mL/kg akan meningkatkan kadar Hb
sekitar 1 g/dL
Cara Pemberian - Harus cocok golongan ABO dan Rhesus dengan pasien.
- Gunakan blood set baru dengan filter terintegrasi yang berukuran 170 – 200
µ.
- Darah harus mulai ditransfusikan dalam waktu paling lama 30 menit setelah
dikeluarkan dari suhu optimal.
- Jangan ditambah dengan obat lain ke dalam kantong darah.
- Selesaikan transfusi dalam waktu maksimal 4 jam setelah dimulai.
- Ganti blood set (transfusion set) setiap 12 jam atau setelah pemberian 4
kantong darah, bergantung mana yang lebih cepat.
Resiko Tranfusi Tidak disterilisasi, sehingga masih mempunyai kemungkinan untuk menularkan
infeksi yang ada di plasma atau sel darah yang tidak terdeteksi oleh uji saring
IMLTD, seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, virus hepatitis lainnya, Sifilis,
malaria, kontaminasi bakteri dan penyakit lainnya.
Deskripsi PRC yang dicuci dengan larutan NaCl 0,9% steril menggunakan alat tertentu.
PRC dilarutkan dalam larutan salin normal, biasanya mengandung nilai
hematokrit 70-80% dengan volume sekitar 180 mL. Pencucian menghilangkan
plasma sekitar 98%, menurunkan konsentrasi leukosit, trombosit dan debris
seluler.
Indikasi - Sama dengan PRC
- Pada pasien yang mengalami alergi atau demam pada transfusi sebelumnya
- Pasien dengan hiperkalemi
Kontra Indikais Sama dengan PRC
Indikasi - Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani
prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan.
(Rekomendasi C).
- Pasien dengan Hemofilia A dan penyakit Von Willebrand yang mengalami
perdarahan atau yang tidak responsif terhadap pemberian
desmopresin asetat atau akan menjalani operasi. (Rekomendasi C).
- Defisiensi faktor XIII.
KOntra Tidak boleh digunakan untuk mengobati pasien dengan kekurangan faktor
pembekuan selain fibrinogen dan faktor XIII.
Dosis - Satu kantong dari satu donor: 1 donasi yang juga disebut sebagai unit atau
kantong
- Pooled unit: satu kantong AHF yang berasal dari ≥ 6 donor
Manfaat Setiap kantong akan meningkatkan kadar fibrinogen 5-10 mg/dL. Tingkat
hemostatik adalah >100 mg/dL fibrinogen.
Cara - Jika memungkinkan, berikan produk yang cocok golongan darah ABO dan
Rhesus.
- Tidak perlu dilakukan pemeriksaan uji silang serasi.
- Setelah dicairkan harus segera ditransfusikan selambat-lambatnya 6 jam
setelah pencairan
- Transfusikan menggunakan blood set.
Resiko - Sama dengan plasma, tapi untuk pooled unit mempunyai risiko terpapar dari 6
donor atau lebih
Catatan:
Pada tabel di atas, indikasi pemberian transfusi komponen darah dibedakan atas
Rekomendasi A, B atau C.
Rekomendasi A, B dan C dibuat berdasarkan evidence-based medicine, yang
dibedakan atas beberapa tingkatan pembuktian (Level of evidence) sebagai
berikut:
No Rekomendasi Level of evidence Evidence-based medicine
1 A Ia Meta-analysis of randomized controlled trials
Ib Minimal satu randomized controlled trials
2 B IIa Minimal satu non-randomized controlled trials
IIb Cohort dan Case control studies
3 C IIIA Cross-sectional studies
IIIB Case series dan case report
IV Konsensus dan pendapat ahli
Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan
sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam sistem kardiovaskular, tersusun dari
komponen korpuskuler atau seluler, dan komponen non korpuskuler atau non seluler. Darah
berfungsi sebagai organ transportasi (dilakukan oleh hemoglobin didalam sel darah merah),
sebagai organ pertahanan tubuh/imunologik (dilakukan oleh leukosit dan immunoglobulin)
dan dalam menghentikan perdarahan/ mekanisme homeostasis (dilakukan oleh mekanisme
fibrinolisis).
Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah
korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang
didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat
maka diperlukan penggantian dengan transfusi darah. Penggunaan darah untuk transfusi
dilakukan secara rasional dan efisien yaitu dengan memberikan hanya komponen darah yang
dibutuhkan. Hal ini didasarkan bahwa darah terdiri dari bermacam-macam elemen selular dan
protein plasma dengan fungsi yang berbeda-beda.
B. PEMERIKSAAN PRATRANSFUSI
1. UJI KECOCOKAN ANTARA DARAH RESIPIEN DAN DARAH DONOR
Pemeriksaan pra transfusi adalah suatu rangkaian prosedur pemeriksaan
mencocokkan darah resipien dan darah donor yang diperlukan sebelum darah
diberikan kepada resipien. Tujuan pemeriksaan ini untuk memastikan ada tidaknya
aloantibodi pada darah resipien yang akan bereaksi dengan darah donor bila
ditransfusikan dan/atau sebaliknya.
a. Persyaratan
Pemeriksaan kecocokan antara darah resipien dan darah donor harus:
Dapat mengidentifikasi hal-hal penting pada pemeriksaan pra transfusi seperti
tersebut di atas.
Ada SPO pemeriksaan pra transfusi.
Ada sistem dokumentasi untuk semua pemeriksaan yang dilakukan.
Ada pemeriksaan kesesuaian formulir permintaan darah dan sampel darah serta
kondisi sampel darah pasien oleh petugas penerima di BDRS.
Dilakukan oleh petugas laboratorium BDRS yang kompeten.
Pemeriksaan rhesus pada pasien menggunakan anti-D monoklonal hanya
dengan metode direct agglutination, tidak perlu dilanjutkan ke pemeriksaan
indirect agglutination (indirect antiglobulin test untuk menentukan weak D).
Panduan Pemberian Komponen Darah Page 14
Pemeriksaan Weak D dilakukan untuk: 1) Pasien neonatus rhesus negatif
dengan ibu rhesus negative, 2) Menyelesaikan bila ada perbedaan hasil
pemeriksaan sebelumnya.
Untuk pemeriksaan pasien cukup menggunakan anti-D monoclonal IgM tetapi
untuk pendonor harus dapat mendeteksi weak D atau DVI varian sehingga
reagennya polyclonal atau blend dan metode pemeriksaannya dilanjutkan ke
indirect agglutination.
Polyclonal (blend) Monoclona(IgM) Kesimpulan
+ + Rh D pos
- - Rh D neg
- + Kemungkinan weak D
+ - Kemungkinan DVI variant
Space dikosongi
Space dikosongi
3. Rangkaian Kegiatan uji kecocokan antara darah resipien dan darah donor
Uji kecocokan antara darah resipien dan darah donor meliputi pemeriksaan:
a. Pemeriksaan Golongan Darah Resipien
1) Pemeriksaan golongan darah ABO pasien
Walaupun telah diketahui, pemeriksaan golongan darah pasien tetap
harus dilakukan pada setiap permintaan darah. Lakukan pemeriksaan
golongan darah dengan metoda Bioplate atau tabung atau gel atau metoda lain
sesuai perkembangan teknologi terhadap: ABO secara sel grouping dan
serum grouping (lihat pemeriksaan uji konfirmasi golongan darah).
Ketidaksesuaian golongan darah harus diinformasikan ke ruangan dan
dimintakan sampel darah baru untuk pemeriksaan ulang sebelum darah
tersebut dikeluarkan untuk transfuse
2) Pemeriksaan golongan darah rhesus pasien.
Bila pasien bergolongan Rhesus positif (D+), pemeriksaan ulang Rhesus
(D) darah donor tidak dilakukan. Bila pasien bergolongan Rhesus negatif (D-),
c. Pemeriksaan Kecocokan Darah Donor dan Darah Resipien (Uji Silang Serasi).
1) Persyaratan Uji silang Serasi Secara Umum:
Pemeriksaan uji silang serasi dilakukan untuk setiap permintaan darah yang
mengandung sel darah merah (WB, PRC, WE).
Untuk setiap permintaan komponen darah yang tidak mengandung sel
darah merah (TC, FFP, Cryopracipitate), uji silang serasi yang dilakukan
hanya uji silang minor. Kecuali jika darah donor telah diperiksa uji saring
antibodi, maka pemeriksaan uji silang minor tidak perlu dilakukan.
Walaupun golongan ABO dan Rhesus resipien dan donor telah diketahui,
uji silang serasi harus dilakukan terhadap darah resipien dan donor karena
masih mungkin terjadi ketidakcocokan.
Reaksi silang Mayor, Minor maupun autokontrol harus dilakukan secara
bersamaan dalam 3 (tiga) fase:
i. Fase I fase suhu kamar di dalam medium salin (immediate-spin
crossmatch).
ii. Fase II fase inkubasi suhu 37°C di dalam medium Bovine Albumin
22%.
iii. Fase III, fase uji antiglobulin (AHG crossmatch).
Untuk menggantikan pemeriksaan uji silang minor dapat dilakukan
pemeriksaan uji saring antibodi donor oleh UTD.
Jika hasil pemeriksaan uji saring antibodi negatif maka uji silang serasi
dapat dilakukan dengan pemutaran singkat (immediately spin) antara sel
darah merah donor ditambah serum/plasma pasien. Bila hasil negatif maka
darah dapat diberikan.
2) Persyaratan Uji Silang Mayor
Mereaksikan serum/plasma resipien dengan sel darah merah donor.
Tujuannya untuk memeriksa kecocokan sel darah merah donor dengan
plasma/serum resipien.
d. Uji silang serasi terhadap lebih dari satu kantong darah Donor
1) Uji Silang Serasi Mayor
Uji silang serasi mayor harus dilakukan dengan mereaksikan serum/plasma
pasien dengan masing-masing sel darah merah donor (tidak boleh dipool).
2) Uji Silang Serasi Minor
Uji silang minor harus dilakukan dengan mereaksikan masing-masing plasma
donor dengan sel darah merah pasien (tidak boleh dipool).
1 Incompatibel pada mayor a) Darah donor tidak boleh diberikan pada resipien.
b) Lakukan pemeriksaan lanjutan skrining dan identifikasi
antibodi terhadap darah resipien.
c) Bila didapatkan aloantibodi iregular yang spesifik pada
serum pasien, maka dapat dicarikan darah donor yang
tidak melawan antibodi yang ada pada pasien (antigen
negatif)
2 Inkompatibel pada Minor Dalam keadaan darurat, pasien dapat diberikan darah donor
berupa Packed Red Cells (sel darah merah pekat), bila uji
silang mayor negatif dengan persetujuan dari dokter yang
merawat pasien
o Pada pasien penderita Auto Immune Hemolytic Anemia
(AIHA) tipe hangat, hasil uji silang serasi selalu
inkompatibel, maka dalam keadaan mendesak dapat
diberikan darah donor yang hasil reaksi uji silang
serasinya inkompatibel pada Mayor dan Minor yang hasil
reaksinya lebih lemah dibandingkan reaksi sel darah
merah pasien (otokontrol).
o Dalam pemberian transfusi harus berhati-hati, karena ada
reaksi aloantibodi yang tidak terdeteksi dalam
pemeriksaan skrining dan identifikasi antibodi. Oleh
karena itu pemberian transfusi harus di bawah
pengawasan dokter. Kadar Hb pasien pascatransfusi tidak
boleh melebihi 8 g/dl.
o Pada pasien penderita Auto Immune Hemolytic Anemia
(AIHA) tipe dingin, transfusi umumnya tidak diperlukan.
o Dalam keadaan mendesak, transfusi dapat diberikan
dengan cara: darah dihangatkan terlebih dahulu sebelum
ditransfusikan, agar sel darah merah donor tidak
disensitisasi atau dirusak oleh autoantibodi penderita.
o Pemberian transfusi harus dibawah pengawasan dokter.
o Washed Red Cell tidak dianjurkan, karena komplemen
dalam darah donor sudah tidak aktif lagi setelah
penambahan stabilisator ACD-A.
G. MONITORING TRANSFUSI
1. Reaksi transfusi akut dapat terjadi pada 1 – 2% pasien yang mendapat transfusi darah.
Deteksi dan penanganan dini reaksi transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien. Karena
itu, pasien yang mendapat transfusi harus diawasi dengan baik.
2. Untuk setiap pemberian transfusi darah dianjurkan untuk mengawasi pasien:
a. Saat transfusi dimulai
b. 15 menit setelah transfusi dimulai
c. Saat selesai transfusi
d. 4 jam setelah transfusi kantong darah terakhir untuk pasien rawat inap atau untuk
pasien rawat jalan tidak boleh pulang selama 1 jam setelah transfusi .
3. Reaksi yang berat biasanya terjadi dalam 15 menit pertama pemberian transfusi setiap
kantong. Karena itu, pada 15 menit pertama transfusi, pasien harus diawasi dan
kecepatan transfusi diatur dengan kecepatan lambat kurang lebih 2 mL/menit.
Apabila tidak terjadi reaksi apapun maka transfusi dapat dipercepat sesuai target dan
sesuai keadaan pasien.
4. Pada saat mengakhiri tindakan transfusi, keadaan pasien dan tanda vital dicatat, kantong
darah beserta selangnya dibuang sesuai prosedur pembuangan limbah medis.
5. Informasi yang harus didokumentasikan dalam rekam medik mencakup:
a. Persetujuan pemberian darah dan produk darah.
b. Alasan transfusi dan target dari pemberian transfusi.
Dokumen tasi a. Pada pelaksanaan TPE harus tercatat Informasi sebagai berikut:
Identitas pasien lengkap
2. AUTOTRANSFUSI
Autotransfusi menerima darah sendiri pada saat diperlukan yang mana darah
diambil sebelumnya. Keuntungan autotransfusi adalah risiko penularan penyakit
akibat transfusi berkurang, reaksi incompatibility berkurang, juga tidak terjadi risiko
alloimmunization. Jenis autotransfusi:
a. Sebelum bedah (Predeposit Autologous Donation/PAD) Pengambilan darah
dilakukan beberapa kali dan ditransfusikan kembali pada saat bedah atau
pascabedah. Syarat keberhasilan cara ini adalah status gizi pasien baik, Hb> 10
g/dL, tidak mengidap penyakit jantung koroner. Darah dapat diambil 1
minggu sebelum pembedahan, sebanyak 8 mL/kgBB kemudian pasien diberi
makanan bergizi, Fe dan vitamin yang cukup. Saat ini autologous predeposit
sebelum bedah jarang digunakan karena uji klinis manfaatnya tidak terlalu kuat
dibandingkan dengan risikonya.
PAD digunakan untuk hal-hal tertentu seperti:
Pasien dengan golongan darah langka atau adanya multiantibodi dimana
darah yang kompatibel sulit dicari.
Pasien dengan gangguan psikiatri berat dimana pasien takut terhadap
risiko darah donor.
Pasien yang menolak darah donor tetapi menerima autologus sebelum
bedah.
Pasien yang direncanakan operasi yang membutuhkan transfusi darah.
b. Sewaktu tindakan bedah (Intraoperative Cell Salvage/ICS)
Darah yang berada pada luka bedah yang tidak tercemar kuman disedot
kemudian masuk kedalam wadah khusus, difilter untuk menghilangkan partikel
debris. Darah diberi antikoagulan seperti heparin atau citras, disentrifugasi,
kemudian dicuci. Pemrosesan ini secara tertutup dan otomatik. Cara ini dirintis
oleh cell-saver yang memerlukan peralatan khusus, tenaga khusus dan banyak
4. TRANSFUSI MASIF
Transfusi masif adalah:
Pemberian darah lebih besar dari volume darah pasien dalam waktu 24 jam
atau 50 mL/kgBB.
Pemberian 50% WB 10 kantong lebih atau PRC 20 kantong lebih dalam
waktu 24 jam.
Tindakan transfusi cepat, yaitu transfusi yang dilakukan dengan kecepatan
100 mL/menit .
Transfusi masif biasanya pada kasus perdarahan akut. Masalah yang dapat
terjadi akibat transfusi masif adalah trombositopenia jika diberikan darah utuh
simpan. Penurunan aktifitas faktor koagulasi labil seperti Faktor V dan Faktor VIII.
Peracunan sitrat khusus pada pasien syok, penyakit hati lanjut dan usia tua. Pada
tindakan ini maka harus diperhatikan risiko terjadinya hipotermia, hipokalsemia dan
hiperkalemia. Hiperkalemia dapat terjadi jika diberikan darah utuh simpan lebih 21
hari yang dapat menyebabkan aritmia, fibrilasi dan henti jantung.
Komponen darah yang digunakan pada transfusi masif:
PRC golongan O diberikan dalam waktu 5 menit tidak perlu pemeriksaan
golongan darah, digunakan pada saat darurat.
8. PHLEBOTOMY THERAPEUTIC
Phlebotomy therapeutic diindikasikan pada kasus:
Hematochromatosis termasuk hematochromatosis herediter
Polycythemia vera
Polycythemia secondary to arterio-venous vistulae
Polycythemia secondary to cor pulmonale
Polycythemia secondary to cyanotic congenital heart disease
Phlebotomy terapeutik dilakukan atas permintaan dokter berdasarkan
indikasi seperti diatas. Phlebotomy terapeutik dapat dilakukan di Bank Darah
atau pasien rawat inap, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Phlebotomy terapeutik di Bank Darah. Prinsip Phlebotomy ini sama
dengan Phlebotomy biasa dimana darah dikeluarkan untuk mengurangi sel
darah atau zat besi sesuai dengan keadaan pasien. Berdasarkan guideline
dari American Association of Blood Bank (AABB) tidak ada perlakuan
khusus untuk pra dan pasca phlebotomy kecuali pada keadaan tertentu yang
memerlukan penanganan khusus.
b. Phlebotomy terapeutik di rawat inap. Phlebotomy terapeutik yang
dilakukan di rawat inap sesuai dengan permintaan dari dokter membutuhkan
beberapa kali phlebotomy.
Volume darah yang dikeluarkan sebanyak 500 mL setiap kali tindakan atau
sesuai dengan indikasi klinis. Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan sebelum
2. NON INFEKSI
Komplikasi non infeksi lebih mungkin terjadi sampai 1.000 kali dibandingkan
komplikasi infeksi. meskipun perbaikan dalam tes skrining darah dan kemajuan medis
terkait lainnya. Oleh karena itu, jauh lebih mungkin untuk terjadi bahaya yang serius
dari komplikasi non infeksi daripada komplikasi infeksi.
a. REAKSI TRANSFUSI HEMOLITIK
Reaksi transfusi hemolitik merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
setelah transfusi darah, yang umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah
merah yang ditransfusikan oleh antibodi resipien. Biasanya, hemolisis sel darah
merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel darah merah. Tanda-
tanda dan gejala yang dapat menyertai reaksi transfusi hemolitik yang paling
umum adalah demam dan menggigil.
DOKUMENTASI
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), BDRS
wajib melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala setiap bulan kepada
kepala/direktur rumah sakit dan UTD kerja samanya. Pencatatan dan pelaporan RS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup seluruh kegiatan dalam
penyelenggaraan Pelayanan Transfusi Darah di rumah sakit. Pencatatan kegiatan
BDRS paling sedikit meliputi :
o persediaan darah;
o Pelayanan Darah yang meliputi jumlah permintaan, jumlah darah yang
diberikan, jenis darah, pengembalian darah serta alasannya; dan
o reaksi transfusi.
apersediaan darah;
Pelayanan Darah yang meliputi jumlah permintaan, jumlah darah yang diberikan,
jenis darah, pengembalian darah serta alasannya; dan
reaksi transfusi.
Program pelatihan harus didokumentasikan dan disetujui. Semua SDM yang bekerja
di area produksi harus memiliki catatan pelatihan yang menunjukkan:
pelatihan yang diterima (isi, tanggal dan pelatih) ditanda tangani oleh
pelatih.
penilaian yang dilakukan (tanggal dan pelatih).
bukti kompetensi.
B. EVALUASI
Setiap BDRS wajib dilakukan audit penyelenggaraan Pelayanan Darah. Audit
penyelenggaraan Pelayanan Darah merupakan audit teknis Pelayanan Darah. Audit
penyelenggaraan Pelayanan Darah bertujuan untuk melakukan evaluasi mutu Pelayanan
Darah, mengetahui penerapan standar Pelayanan Darah, dan acuan untuk melakukan
perbaikan standar Pelayanan Darah.
Audit penyelenggaraan Pelayanan Darah harus dilaksanakan secara terbuka,
transparan, tidak konfrontasional, tidak menghakimi dan konfidensial. Audit
penyelenggaraan Pelayanan Darah dilakukan melalui audit internal dan audit eksternal.
Pelaksanaan audit internal pada BDRS harus dilakukan oleh petugas terkait yang
mempunyai kompetensi, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang pelayanan
Panduan Pemberian Komponen Darah Page 58
yang diaudit. Audit internal berupa review, surveilance dan asesmen terhadap seluruh
rangkaian Pelayanan Darah yang diberikan. Hasil audit internal dapat digunakan BDRS
sebagai hasil evaluasi kerja organisasi.
Audit penyelenggaraan Pelayanan Darah pada BDRS meliputi audit terhadap mutu
kegiatan Pelayanan Transfusi Darah yang dilakukan oleh BDRS. Audit internal pada
BDRS dilakukan oleh petugas BDRS yang ditunjuk oleh penangung jawab BDRS. Audit
internal pada BDRS terintegrasi dengan audit medis yang dilakukan rumah sakit. Hasil
audit internal BDRS dilaporkan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
kepala/direktur rumah sakit.
Audit eksternal pada BDRS dilakukan oleh Komite Pelayanan Darah, Kementerian
Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan beserta unit pelaksana teknis, dinas
kesehatan provinsi atau kabupaten/kota, dan UTD secara berjenjang. Audit eksternal pada
BDRS dilakukan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
Penilaian audit eksternal dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan fasilitas
dan sarana, implementasi pemastian mutu rekrutmen pendonor, seleksi pendonor,
pengambilan darah, pengamanan darah, pengolahan darah, penyimpanan darah, uji silang
serasi, pendistribusian darah dan pemusnahan darah serta menjadi bagian dari tim
pembinaan dan pengawasan di daerah. Penilaian audit eksternal dilakukan berdasarkan
analisis risiko.
Pelayanan pasien dengan pemberian darah dan komponen darah merupakan bagian
dari pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit yang terkait dengan enam dasar fungsi
rumah sakit yaitu peningkatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, pendidikan dan
penelitian.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis
dan spiritual pasien dengan pemberian darah dan komponen darah . Penanganan pasien perlu
dukungan semua pihak yang terkait dalam pelayanan pasien.
Panduan pemberian darah dan komponen darah ini merupakan panduan bagi pelaksana
pelayanan yang diselenggarakan di RS dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Dengan ini
diharapkan pelayanan dapat diselenggarakan dengan baik dan dapat ditingkatkan seiring
dengan kemajuan rumah sakit. Diperlukan pedoman dalam pemberian komponen-komponen
darah untuk pasien yang memerlukannya, sehingga efek samping transfusi dapat diturunkan
seminimal mungkin
DAFTAR PUSTAKA
2. Fastag E, Varon J, Sternbach G. Richard Lower : The origin of blood transfusion. The
Journal of Emergency Medicine. Houston 2013 ; 44 (6): 1146–50.
5. Alter HJ, Klein HG. The hazards of blood transfusion in historical perspective. Blood
2008 ;112(7) : 2617-26.
6. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Diunduh dari URL
http://www.who.int/bloodsafety/clinical_use/en/Handbook_EN (diakses Juli 2014)
7. Goodnough LT, Levy JH, Murphy MF. Concept of blood transfusion in adults. Lancet
Journal 2013; 381: 1845-54.
9. Haroen H. Darah dan komponen : Komposisi, indikasi dan cara pemberian. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Balai Penerbit FKUI 2007 : 685-9.
11. Murphy MF, Waters JH, Wood EM, et al. Transfusion blood safely and appropriately.
British Medical Journal 2013; 347: 1- 12.
12. Storry JR, Castilho L, Daniels G, et al. International society of blood transfusion
working party on red cell immunogenetics and blood group terminology: Cancun
report.Vox Sang 2014; 107(1) : 90-6.
13. Norfolk D (Ed). Basics of blood groups and antibodies. Handbook of Transfusion
Medicine 5th Edition. United Kindom Blood Services 2013; 2: 5-11.
15. Djoerban Z. Dasar-dasar transfusi darah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
IV. Balai Penerbit FKUI 2007 : 682-4.
17. Osterman JL, Arora S. Blood product transfusions and reactions. Emergency Medicine
Clinics of North America 2014: 1-12.
19. Carson JL, Grossman BJ, Kleinman S, et al. Red blood cell transfusion: A clinical
practice guideline from the AABB. Annals of Internal Medicine 2012; 157: 49-58.
20. Stanworth SJ, Estcourt LJ, Powter G, et al. A no-prophylaxis platelet transfusion
strategy for hematologic cancers. N Engl J Med 2013; 368: 1771–80.
24. Marfin AA, Price TH. Granulocyte transfusion therapy. Journal of Intensive Care
Medicine 2013.
26. Stanworth SJ, Brunskill SJ, Hyde CJ, McClelland DB, Murphy MF. Is fresh frozen
plasma clinically eff ective? A systematic review of randomized controlled trials. Br J
Haematol 2004; 126: 139–52.
28. Sharma S, Sharma P, Tyler L. Transfusion of blood and blood product: Indications and
complications. American Family Physician2011; 83(6) : 719-24.
30. Sawke N, Sawke GK. Preventing post-transfusion hepatitis by screening blood donors
for IgM antibody to hepatitis b core antigen. Journal of Global Infectious Disease 2010
; 2: 246-7.
31. Flichman D, Blejer JL, Livellara B, et al. Prevalence and trends of markers of hepatitis
B virus, hepatitis C virus and human immunodeficiency virus in Argentine blood
donor. BMC Infectious Disease 2014; 14: 218-27.
34. Mudumbai SC, Cronkite R, Hu KU, et al. Association of admission hematocrit with 6-
month and 1-year mortality in intensive care unit patients. Transfusion 2011; 51:
2148–59.
35. Choat JD, Maitta RW, Tormey CA, et al. Transfusion reactions to blood and cell
therapy products. In: Hoffman R, Benz EJ Jr, Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI,
37. Vlaar A, Juffermans N. Transfusion-related acute lung injury: A clinical review. The
Lancet 2013; 382: 984-994.
38. Sparrow R. Red blood cell storage and transfusion-related immunomodulation. Blood
Transfusion 2010; 8 (3): 26-30.
39. Patel K, Patel A, Ranjan R, et al. Transfusion associated graft versus host disease
following whole blood transfusion from an unrelated donor in an immunocompetent
patient. Indian Journal Hematology Blood Transfusion, 2010 ; 26(3) : 92–95
NO TGL WHOLE BLOOD Packed Red Cell Fresh Frozen Plasma Jenis komponen
lainnya
A B AB O A B AB O A B AB O A B AB O
1
2
3
4
5
6