Anda di halaman 1dari 11

PEDOMAN PELAYANAN DARAH

RSIA HUSADA BUNDA MALANG


JL. PAHLAWAN TRIP NO. 2 MALANG
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu indikator kesehatan suatu negara adalah MMR (Maternal
Mortaality Rate). MMR di Indonesia saat ini mencapai 307, berarti terjadi307
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2002/2003). Bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya maka angka kematian ibu di Indonesia masih
sangat tinggi. Berbagai kondisi diketahui sebagai penyebab tingginya angka
kematian ibu tersebut dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama
kematian ibu melahirkan adalah perdarahan (28%, SKRT 2001), sehingga dapat
dikatakan bahwa tingginya angka kematian ibu di Indonesia tidak dapat dipisahkan
dengan kualitas pelayanan darah.
Pentingnya penyelenggaraan pelayanan darah disuatu negara serta
teridentifikasinya masalah pelayanan darah di Indonesia telah mendorong World
Health Organization (WHO) untuk mengisyaratkan kepada pemerintah Indonesia
perlunya dibentuk National Blood Policy sebagai regulator dalam pelaksanaan
pelayanan transfuse darah di Indonesia.
Sejarah perkembangan pelayanan transfusi darah dimulai pada tahun 1950
yang dilaksanakan oleh Palang Merah Indonesia (PMI), dan pada tahun 1980 terbit
Peraturan Pemerintah Indonesia (PP) Nomor 18 tahun 1980 tentang Transfusi
Darah. Sejak saat itu pelayanan transfuse darah di Indonesia dilaksanakan
berdasarkan PP 18/1980 tersebut.
Oleh karena itu pelayanan darah yang aman merupakan tanggung jawab
pemerintah dan bukan hanya PMI melalui Unit Transfusi Darah (UTD)-PMI yang
dapat melaksanakan pelayanan darah, tetapi juga instansi lain dapat melaksanakan
pelayanan darah yang sesuai dengan peraturan standar. Pelaksanaan pelayanan
darah harus mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan.
Undang-undang Kesehatan No.36 tahun 2009 sudah mengakomodir
pelayanan darah sekaligus mengakomodir PP no.18 tahun 1980 yang sudah lama
digunakan dalam kegiatan transfusi darah. Sampai sekarang aturan yang ada PP
No.18/1980 yang berbunyi: Pelaksana Pelayanan Transfusi darah di Indonesia
diamanatkan kepada PMI atau badan lain yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
Jadi untuk daerah yang tidak ada UTD PMI boleh saja RS atau badan lain yang
ditunjuk oleh Menkes.
Darah yang aman dan dalam jumlah yang cukup serta tersedia tepat waktu
sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk mengatasi kekurangan darah pasien akibat
berbagai kondisi. Untuk itu dibutuhkan dibutuhkan suatu system manajemen
pelayanan darah yang baik yang menjamin akses, kualitas serta ketersediaan darah
yang aman sekaligus mencegah penularan penyakit hepatitis B, C, dan penyakit
menular seksual sifilis dan HIV/AIDS.

B. Ruang Lingkup Pelayanan


(1) Administrasi
a. Formulir permintaan yang telah diisi lengkap oleh petugas ruangan dan
ditandatangani oleh dokter, dimasukkan dalam pencatatan, komputer dan
buku pasien masuk.
b. Mengisi formulir pengiriman donor keluarga ke UTDC PMI, dan diberikan
kepada keluarga pasien.
c. Memberikan bukti pesanan darah pasien yang berisi identitas, jenis darah
dan jam peyediaan darah.
d. Membuat laporan hasil pemeriksaan lengkap dan terdokumentasi.
e. Mencatat identitas darah keluar di buku pasien keluar, dan meneliti
identitas darah yaitu: nomor kantung darah, jenis darah, golongan darah,
tanggal pengambilan darah, umur darah, tanggal kadaluarsa, hasil
pemeriksaan.
f. Membuat laporan stok darah.
g. Membuat pencatatan laporan harian jumlah darah yang masuk dan keluar.
h. Rekapitulasi laporan dan evaluasi secara berkala.

(2) Melayani permintaan darah


a. Permintaan darah ke UTD sesuai kesepakatan dengan UTD dan tertuang
dalam Ikatan Kerjasama (IKS)
b. Tersedia SPO
c. Transportasi distribusi darah dengan menggunakan coolbox transportasi
darah.

(3) Menyimpan persediaan darah


a. Darah disimpan dalam blood bank refgenerator pada suhu 2-60C. Batas
20C sangat penting karena sel darah merah sangat sensitive terhadap
pembekuan. Dinding sel darah merah yang beku akan pecah, hemoglobin
akan keluar (hemolysis), dan ini dapat berakibat fatal pada penerima
transfusi.
b. Suhu refgenerator dijaga agar tidak melebihi 60C karena akan
menyebabkan pertumbuhan bakteri yang sangat cepat dan
membahayakan penerima transfusi.
c. Blood bank refgenerator disertai termoneter dan kipas untuk
mempertahankan suhu, juga dilengkapi system alarm yang akan berbunyi
bila suhu diluar batas yang ditentukan.
d. Suhu blood bank refgenerator dicatat pada blanko pencatatan suhu.
e. Blood bank refgenerator diberi tanda yang menunjukkan tempat untuk
meletakkan darah sesuai dengan golongan darah yang sudah dan belum
crossmatch.
f. Darah WB dan PRC dengan antikoagulan dapat disimpan 35 hari.

(4) Batasan Operasional


a. menerima darah yang sudah diuji saring dari UTD;
b. menyimpan darah dan memantau persediaan darah;
c. melakukan rujukan bila ada kesulitan hasil uji silang serasi pendonor darah
ABO/rhesus ke UTD secara berjenjang;
d. menyerahkan darah yang cocok bagi pasien dirumah sakit;
e. melacak penyebab reaksi transfusi atau kejadian ikutan akibat transfusi
darah yang dilaporkan dokter rumah sakit, dan mengembalikan darah yang
tidak layak ke UTD untuk dimusnahkan.

(5) Landasan Hukum


a. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah.
c. Peraturan Menteri Kesehatahan Nomor 478/Menkes/Peraturan/X/1990
tentang Upaya Kesehatan di Bidang Transfusi Darah.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1178/Menkes/Peraturan/X/1990
tentang Upaya Kesehatan Swasta di bidang Pelayanan Medik.
e. Kepmenkes No. 423/Menkes/SK/IV/2007 tentang Kebijakan Peningkatan
Kualitas dan Akses Pelayanan Darah.
f. Keputusan Dirjen Pelayanan Medik No. 1147/Yanmed/RSKS/1991 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Upaya Kesehatan dibidang Transfusi Darah.
g. UU. No. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN.
h. UU. No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
i. UU. No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
j. PP Nomor 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah.
k. Permenkes no 478/1990 tentang Upaya Kesehatan di Bidang Transfusi
Darah.
l. Kepmenkes no 622/1992 tentang Kewajiban Pemeriksaan HIV pada Donor
Darah.
BAB II
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Waktu pelayanan
Pelayanan penyedian kebutuhan darah dilakukan 24 jam sesuai kesepakatan
dengan PMI sebagai UTD.

B. Pendaftaran dan pencatatan


Pencatatan dilakukan pada setiap tahap kegiata secara lengkap, yaitu:
1. Permintaan darah rutin ke UTD.
2. Penerimaan darah rutin dari UTD.
3. Berita acara penerimaan darah dari UTD.
4. Dokumentasi permintaan darah lengkap dengan indikasi, jenis, dan jumlah
darah beserta identitas pasien.
5. Pemeriksaan golongaan darah pasien/darah donor, uji cocok serasi dalam
lembar kerja.
6. Dokumentasi darah titipan dan pemakaian darah.
7. Darah yang harus di kembalikan ke UTD.
8. Tentang kebutuhan darah yang tidak terpenuhi.
9. Hasil monitoring dan evaluasi.
10. Validasi reagen, kalibrasi alat, pencatatan, suhu alat simpan darah.
11. Reaksi transfusi.

C. Penyimpanan darah dan komponen darah

1. Penyimpanan darah dan komponen dilakukan dalam tempat dan suhu optimal
yaitu :
NO JENIS DARAH TEMPAT SUHU
1 Whole Blood Blood Refgenerator 20 C – 60 C
2 PRC Blood Refgenerator 20 C – 60 C
3 Washed Red Cells Segera dipakai
4 Trombosit Platelet refgenerator 200 C – 240 C
5 Cryoprecipitat Freezer ≤ - 180 C
6 FFP Freezer ≤ - 180 C

Khusus untuk RS tipe A/B pendidikan


2. Penyimpanan denga system First In First Out (FIFO)
3. Tersedia SPO penyimpanan darah
D. Kualitas dan keamanan darah
a. Darah yang diterima dari PMI harus sudah diskrining.
b. Darah dilengkapi label identitas yang jelas, meliputi ;
- Nomor kantong darah
- Jenis darah
- Golongan darah
- Tanggal pengambilan darah
- Tanggal kadaluarsa
- Jenis antikoagulan
- Suhu penyimpanan
- Hasil pemeriksaan HbsAg, HIV, HCV, VDRL negatif
c. Memeriksa keadaan darah secara makroskopis.
d. Warna darah tidak berubah, tidak hemolisa.
e. Darah berada pada suhu optimal tidak lebih dari 30 menit.
f. Kantong darah masih utuh, tidak bocor, selang masih panjang.
Sebelum darah dikeluarkan petugas harus memeriksa darah dalam kantong
apakah: Darah disimpan dalam refgenerator suhu 2-60C
a. Melakukan proses penerimaan, pemeriksaan, dan penyerahan darah menurut
prosedur yang ditetapkan. Penampilan abnormal, warna yang berbeda dan
kemungkinan lisis.
b. Kantong ada yang bocor dan tanggal kadaluarsa serta kecocokan data-data.
c. Kemungkinan adanya kontaminasi bakteri.

E. Identifikasi donor dan penerima (jika ada)


Adalah tahap:
a. Pemberian label kecocokan
b. Pengamatan/pemeriksaan kualitas darah donor
c. Distribusi darah
Pada tabel kecocokan harus tercantum:
- Nama pasien lengkap
- No RM
- Gol ABO/Rh pasien dan darah donor
- Hasil x-match
- Jenis darah/komponen dan penyimpanannya
- Hasil skrining Anti bodi
F. Pengembalian darah yang tidak terpakai
Darah dapat dikembalikan ke Bank darah bila ternyata tidak digunakan untuk
transfuse dengan persyaratan:
- Belum dibuka/ditusuk dengan selang transfuse
- Disimpan pada suhu (10 – 100C untuk PRC)
- Bila tidak sesuai suhu penyimpanannya maka darah tidak bisa lagi digunakan
bila sudah berada lebih dari 30 menit dari pengeluaran di Bank darah.

G. Pencatatan dan pelaporan dari reaksi yang timbul dari transfusi darah
Perawat ruangan harus melakukan pemantauan reaksi transfuse, minimal 15
menit pertama pada setiap pemberian kantong darah yang ditransfusikan. Bila
terjadi reaksi transfusi darah maka harus segera dilakukan penanganannya sesuai
dengan SPO dan pelaporan kepada DPJP sebagai feedback. Selanjutnya secara
berkala melaporkan kejadian reaksi transfusi ke UTD pengirim sebagai feedback.

H. Pengadaan darah rutin dan darurat.


1. Pada permintaan emergency/cito dimana tidak cukup waktu melakukan
pemeriksaan sampel darah pasien.
2. Dapat diberikan PRC O Neg dengan persetujuan dokter yang merawatnya.
3. Pada label kecocokan dituliskan belum dilakukannya crossmatch.
4. Namun demikian selang kantong tetap ditinggal untuk melakukan pemeriksaan
crossmacthing setelah darah diserahkan.
5. Setiap detail yang dilakukan harus didokumentasikan.
6. Untuk menindaklanjuti apa yang harus dilakukan bila ditemukan kasus
permintaan cito/emergensi, misalnya sudah siap dengan formulir persetujuan dari
dokter bahwa darah yang dikeluarkan belum selesai crossmacth. Selain
crossmacth terhadap darah yang sudah keluar, lakukan pula crossmacth pada
kantong darah lain yang sesuai golongan darah pasien, untuk persiapan siapa
tahu pasiennya membutuhkan darah lagi. Apabila pasiennya meninggall, maka
pemeriksaan yang lengkap sangat dibutuhkan, untuk mencegah kemungkinan
penyebab kematian pasien karena transfuse darah yang incompatible.

I. Pengelolaan limbah
Laboratorium kesehatan dapat menjadi salah satu sumber penghasil limbah
cair, padat dan gas yang berbahaya bila tidak ditangani secara benar. Penanganan
dan pengampungan limbah terdiri dari:
1. Menyediakan sarana penampungan untuk limbah yang memadai, diletakkan
pada tempat yang tepat, aman dan hygienis.
2. Pemisahan limbah untuk memudahkan mengenal berbagai jensi limbah yang
akan dibuang dengan cara menggunakan kantong berkode ( kode warna ).
3. Pengelolaan limbah infektif dengan cara desinfeksi, dekontaminasi, sterilisasi
atau insinerasi.

J. Laporan
Rumah sakit melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan pelayanan
kebutuhan darah. Ketentuan tentang cara pencatatan dan pelaporan yang dimaksud:
1. Permintaan
Laporan permintaan dibuat berdasarkan:
- Golongan darah.
- Jenis darah (komponen darah).
- Jumlah (kantong/unit/cc).
2. Pengembalian darah yang tidak terpakai.
Laporan pengembalian darah yang tidak terpakai dibuat berdasarkan:
- Golongan darah.
- Jenis darah (komponen darah).
- Jumlah.
- Nomor kantong/unit.
3. Jumlah darah rusak/expired.
Laporan jumlah darah rusak dibuat tertulis atau dientrikan kekomputer. Jumlah
darah rusak meliputi darah yang sudah expired, darah yang tidak jadi dipakai
oleh pasien sedangkan darah sudah berada pada suhu ruang lebih dari 1 jam
atau selang pada kantong darah habis.
4. Kejadian reaksi transfusi darah.
Laporan kejadian reaksi transfusi darah dibuat berdasarkan:
- Jumlah.
- Nomor kantong/unit darah.
- Tanggal.
5. Response time (penyerahan) permintaan.
Response time (penyerahan) permintaan darah dicatat mulai dari jam sampel
diantarkan, kemudian sampel diproses, sampai darah siap untuk diberikan ke
pasien.
BAB III
PENGENDALIAN MUTU

A. Penyimpanan darah.
- Prinsip penyimpanan:
Produk integral / closed system dapat disimpan sampai batas waktu expired (±
35 hari). Apabila dimanipulasi / opened batas waktu penyimpanan menjadi 24
jam (suhu 20C – 60C) atau 4 jam (200C – 240C).
- Penyimpanan suhu refgenerator (suhu 20C – 60C):
1. Monitor suhu setiap hari.
2. Inferior terang, bersih dan teratur.
3. Labeling jelas.
- Frozen/simpan beku.
a. PRC, jika ditambah glycerol (40 %) dapat disimpan sampai dengan > 10
tahun pada suhu < -650C.
b. Plasma: < -180C
- Penyimpanan suhu kamar (200C – 240C).
a. Trombosit harus dalam agitator, tahan selama 5 hari.
b. Cryoprecipitate (faktor pembekuan).
B. Transportasi.
Transportasi darah harus menggunakan coolbox.
C. Identifikasi pasien.
Penyerahan darah kepasien harus dengan identifikasi pasien yang tepat.

Evaluasi terhadap:
1. Penyimpanan darah dan komponen darah.
2. Penyerahan darah yang diminta pasien dari UTD.
3. Kualitas dan keamanan darah.
4. Crossmacthing dan tes kecocokan (di UTD).
5. Identifikasi donor dan penerima (jika ada).
6. Pengembalian darah yang tidak.
7. Screening darah terdapat beberapa penyakit tertentu (di UTD).
8. Pencatatan, pelaporan dari reaksi yang timbul dari transfusi darah.
9. Penanganan limbah.
BAB IV
PENUTUP

1. Penyusunan system pelayanan kebutuhan darah yang terorganisasi dan


terkoorganisasi secara nasional dengan baik harus diinisiasi oleh Kementrian
Kesehatan.
2. Dengan PP Pelayanan Darah diharapkan ada kejelasan tanggung jawab antara PMI
sebagai UTD bagi rumah sakit yang tidak memiliki BDRS.
3. Pembiayaan darah oleh pemerintah perlu ditindak lanjuti dengan petunjuk
pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai