Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa segala nikmat dan
anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Panduan Pemberian Tranfusi
Darah Pasien RS Bunda Surabaya ini dapat selesai disusun. Buku panduan ini merupakan
panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dalam memberikan pelayanan pada pasien di
RS Bunda Surabaya.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam - dalamnya atas bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan Pemberian Tranfusi Darah
Pasien RS Bunda Surabaya.

Dokumen RS Bunda 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………… 1


DAFTAR ISI ………………………… 2
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………… 3
1. Latar Belakang ………………………… 3
2. Tujuan ………………………… 3
3. Sasaran ………………………… 3
BAB II RUANG LINGKUP ………………………… 4
1. Waktu Pelayanan ………………………… 4
2. Tempat Pelayanan ………………………… 4
3. Kualifikasi Staf ………………………… 4
4. Sarana Dan Prasarana ………………………… 5
5. Jenis Pelayanan ………………………… 5
6. Jenis-Jenis Golongan Darah Menurut Lansteiner ………………………… 5
BAB III PEMBAHASAN ………………………… 6
1. Indikasi ………………………… 6
2. Transfusi Komponen Darah ………………………… 8
3. Transfusi Masif ………………………… 10
4. Komplikasi Transfusi ………………………… 12
BAB IV TATA LAKSANA ………………………… 16
1. Tata Laksana Pemberian Persetujuan ………………………… 16
2. Tata Laksana Pengambilan Darah Ke PMI ………………………… 16
3. Tata Laksana Pengelolaan Darah Datang Dari ………………………… 17
PMI
4. Tata Laksana Pemberian Tranfusi Ke Pasien ………………………… 17
BAB VDOKUMENTASI ………………………… 19
BAB VI PENUTUP ………………………… 20

Dokumen RS Bunda 2
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Pelayanan transfusi darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang
memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan
dan tidak untuk tujuan komersial. Darah dilarang diperjualbelikan dengan
dalih apapun. Pelayanan transfusi darah sebagai salah satu upaya kesehatan
dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan sangat
membutuhkan ketersediaan darah atau komponen darah yang cukup, aman,
mudah diakses dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah bertanggung
jawab atas pelaksanaan pelayanan transfusi darah yang aman, bermanfaat,
mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Darah dan produk
darah memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan. Ketersedian,
keamanan dan kemudahan akses terhadap darah dan produk darah harus dapat
dijamin. Terkait dengan hal tersebut, sesuai dengan World Health Assembly
(WHA) 63.12 on Availability, safety and quality of blood products, bahwa
kemampuan untuk mencukupi kebutuhannya sendiri atas darah dan produk
darah (self sufficiency in the supply of blood and blood products) dan jaminan
keamanannya merupakan salah satu tujuan pelayanan kesehatan nasional yang
penting.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran
khususnya dalam teknologi pelayanan darah, pengelolaan komponen darah
dan pemanfaatannya dalam pelayanan kesehatan harus memiliki landasan
hukum sebagai konsekuensi asas negara berlandaskan hukum. Oleh karena itu
dalam rangka memberikan pelindungan kepada masyarakat, pelayanan darah
hanya dilakukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi dan kewenangan, dan hanya dilaksanakan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang memenuhi persyaratan. Hal ini diperlukan untuk mencegah
timbulnya berbagai risiko terjadinya penularan penyakit baik bagi penerima
pelayanan darah maupun bagi tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan maupun lingkungan sekitarnya. Pengamanan pelayanan transfusi
darah harus dilaksanakan pada tiap tahap kegiatan mulai dari pengerahan dan
pelestarian pendonor darah, pengambilan dan pelabelan darah pendonor,
1
pencegahan penularan penyakit, pengolahan darah, penyimpanan darah dan
pemusnahan darah, pendistribusian darah, penyaluran dan penyerahan darah,
serta tindakan medis pemberian darah kepada pasien. Pengamanan pelayanan
transfusi darah juga dilakukan pada pelayanan apheresis dan fraksionasi
plasma.
Terselenggaranya pelayanan transfusi yang bermutu dan aman sangat
tergantung pada upaya perbaikan mutu yang dilakukan oleh rumah sakit atau
unit transfusi darah secara terus menerus. WHO dalam Guidelines for Quality
Assurance Programmes for Blood Transfusion Services (1993) memberikan
definisi mutu sebagai pemberian pelayanan atau produk yangteratur dan dapat
dipercaya serta sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman
dan meminimalkanresiko transfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan
transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional, pengumpulan darah hanya
dari donor sukarela dari populasi resiko rendah, pelaksanaan skrining terhadap
semua darah donor dari penyebab infeksi serta pelayanan laboratorium yang
baik di semua aspek, termasuk golongan darah,uji kompatibilitas, persiapan
komponen darah, mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan
penentuan indikasi transfusi darah yang tepat

2. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
1) Sebagai acuan penyelenggaraan pelayanan transfusi darah di rumah sakit
Bunda
2) Mendeskripsikan prosedur untuk pelayanan transfusi darah di RS
Bunda
2. TUJUAN KHUSUS
1) Dalam rangka peningkatan mutu, keamanan, dan kemanfaatan pelayanan
darah
2) Membantu petugas memahami alur prosedur pelayanan transfusi
darah.
3) Proses pelayanan transfusi darah sesuai dengan kebutuhan dan
memperhatikan hak-hak pasien.

2
3. SASARAN
Sasaran pada program ini adalah semua unit pelayanan medis di RS Bunda
Surabaya.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

A. PENGRTIAN
1. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada pasien,
yang darahnya telah tersedia dalam botol atau kantong plastik;
2. Pelayanan Darah adalah segala tindakan yang dilakkan dengan tujuan
untuk memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan
pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaaan,
pengolahan, dan penyampaian darah kepada pasien;
3. Pelayanan transfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang meliputi
perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyediaan
darah, pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada
pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
4. Unit Transfusi Darah (UTD) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan pendistribusian
darah.
5. Bank Darah Rumah Sakit adalah suatu unit pelayanan di Rumah Sakit
yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman,
bermutu, dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
6. Penyediaan darah adalah rangkaian kegiatan pengambilan darah dan
pelabelan darah pendonor, pencegahan penularan .penyakit, pengolahan
darah, dan penyimpanan darah pendonor.
7. Pendonor darah adalah orang yang menyumbangkan darah atau
komponennya kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
8. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
9. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan
diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan.

4
10. Produk Darah adalah
a. PRC
b. Trombosit konsentrat
c. Trombosit Apheresis
d. Washed erythrocyte
e. Fresh Frozen Plasma
f. Cryopresipitate

B. KUALIFIKASI STAF
Berdasarkan sistem pelayanan yang dilaksanakan, pola ketenagaan dan
struktur organisasi yang di tetepkan, maka unit laboratorium membutuhkan tenaga
sebagai dikarenakan saat ini RS Bunda belum memiliki instalasi Bank Darah
Rumah Sakit.
Laboratorium rumah sakit bunda yang merupakan laboratorium klinik yang
memiliki seorang dokter patologi klinik sebagai penanggung jawab teknis dan
mempunyai 6 tenaga analis kesehatan. Kualifikasi sumber daya manusia
laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Kepala instalasi laboratorium :
a. Pendidikan dokter spesialis patologi klinik dan mempunyai SIP di rumah
sakit bunda.
b. Terdaftar di dinas kesehatan
c. Terdaftar di organisasi profesi
d. Mempunyai SIP di rumah sakit bunda
2. Coordinator ruangan laboratorium / coordinator pelayanan teknis medis
a. Pendidikan akademi analis kesehatan
b. Mempunyai STR dan SIP, bekerja minimal 5tahun di laboratorium RS
Bunda.
c. Mengikuti pelatihan/ seminar di bidang laboratorium dan yang telah
mendapatkan sertifikasi pelatihan tentang transfusi darah.
3. Analis pelaksana
a. Pendidikan akademi analis kesehatan
b. Mempunyai STR dan SIP, bekerja minimal 3 bulan di laboratorium Rs
bunda

5
c. Mengikuti pelatihan/ seminar di bidang laboratorium dan yang telah
mendapatkan sertifikasi pelatihan tentang transfusi darah.

4. SARANA DAN PRASARANA


Peralatan
1. cool box
2. Reagen dan alat/bahan habis pakai (consumables)
Kebijakan penanganan reagen dan bahan habis pakai lain sesuai dengan
kebutuhan pemeriksaan golongan darah dan rhesus.

5. JENIS PELAYANAN
1. Permintaan darah
2. Melakukan pemeriksaan golongan darah (blood typing) fan rhesus

6. JENIS-JENIS GOLONGAN DARAH MENURUT LANSTEINER


1. Golongan darah A : mempunyai antigen A antibody B
2. Golongan darah B : mempunyai antigen B antibody A
3. Golongan darah O : tidak mempunyai antigen A dan B tetapi mempunyai
antibody A dan B
4. Golongan darah AB : tidak mempunyai antibody A dan B tetapi mempunyai
antigen A dan B
5. Selain itu dikenal juga jenis golongan darah rhesus yaitu rhesus (-) negative dan
rhesus (+) positif

6
BAB III
PEMBAHASAN
.
A. INDIKASI
Adapun indikasi dilakukan tranfusi adalah debagai berikut :
1. Perdarahan aktif yang menyebabkan syok adalah salah satu dari
beberapa indikasi berbasis bukti untuk transfusi.
2. Anemia digambarkan sebagai berkurangnya massa sel darah merah
yang beredar, dinyatakan sebagai gram hemoglobin per 100 cc darah.
Anemia mungkin timbul sebagai akibat dari kehilangan eksternal,
kerusakan internal, produksi yang tidak memadai, atau kombinasi.
Sementara kebanyakan pasien yang mengalami perdarahan aktif
menjadi anemia, anemia itu sendiri belum tentu merupakan indikasi
untuk transfusi.
3. Akibat pendarahan parah adalah syok hemoragik, dan syok
didefinisikan sebagai pasokan oksigen yang tidak memadai untuk
mendukung metabolisme sel.
Tujuannya bukanlah pemulihan kadar hemoglobin tertentu.
Sebaliknya, transfusi harus mencerminkan penerapan terapi yang
menargetkan tujuan fisiologis yang dapat diidentifikasi dan dicapai.
Keputusan untuk melakukan transfusi sel darah merah harus
didasarkan pada proses pemikiran logis dengan tujuan pemulihan
oksigenasi jaringan. Oleh karena itu, transfusi sel darah merah secara
logis dimulai dalam situasi berikut:
a. Bukti klinis adanya hipoksia/ dysoksia, dimanifestasikan oleh
hipoperfusi, termasuk asidosis laktat dan peningkatan defisit
basa (bila bukan karena asidosis metabolik hiperkloremik).
Selain itu, preload kinerja jantung harus dikoreksi dengan
ekspansi volume plasma yang sesuai.
b. Perdarahan aktif berhubungan dengan syok.
c. Perdarahan tidak dapat segera dikendalikan karena kendala
anatomi, koagulopati, atau lokasi di lingkungan keras yang
menghalangi kontrol perdarahan, dan transfusi PRBC dapat
memperpanjang hidup sampai kontrol perdarahan dicapai.
7
B. SYARAT TRANFUSI
Pedoman transfusi sel darah merah dari AABB (American Association of
Blood Banks) menyarankan strategi ketat untuk orang dewasa dan anak-anak
yang stabil. Rekomendasi dari pedoman AABB meliputi:
1. Untuk pasien ICU (baik orang dewasa dan anak-anak), transfusi harus
dipertimbangkan pada konsentrasi hemoglobin 7 g/dL atau kurang.
2. Untuk pasien pasca operasi, pertimbangkan transfusi ketika kadar
hemoglobin 8 g/dL atau kurang atau dengan gejala (misalnya, nyeri
dada, hipotensi ortostatik, takikardia tidak responsif terhadap
resusitasi cairan, gagal jantung kongestif).
3. Juga pertimbangkan transfusi untuk konsentrasi hemoglobin 8 g/dL
atau kurang pada pasien rawat inap yang hemodinamik stabil dengan
penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya.
4. The AABB tidak merekomendasikan ambang batas untuk transfusi
pada pasien hemodinamik stabil yang dirawat di rumah sakit dengan
sindrom koroner akut.
Pemicu fisiologis, seperti dijelaskan di atas, adalah prediktor
yang paling akurat dari kebutuhan transfusi, karena mereka didasarkan
pada kebutuhan spesifik pasien sehubungan dengan gangguan
fisiologi. Namun, keinginan untuk menetapkan sebuah "angka untuk
mengobati" sehubungan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit
telah meresap pada praktek transfusi. Banyak kontroversi seputar
paradigma praktek transfusi yang berpusat pada ketidaksepakatan
mengenai berapa yang merupakan angka sempurna.

C. SYARAT PELAYANAN DARAH DAN PRODUK DARAH


1. Persetujuan
Keputusan pemberian transfusi darah diambil oleh dokter penanggung
jawab pasien (DPJP) berdasarkan indikasi yang sesuai dengan kondisi
sakit pasien, setelah memberikan informasi dan edukasi serta
melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan.
Pemberian transfusi darah dilaksanakan setelah pasien dan/atau
keluarga memberikan persetujuan (informed consent).

8
2. Permintaan darah
Setelah dilakukan edukasi dan persetujuan dari pasien atau keluarga
maka dilanjutkan dengan permintaan darah dengna pengisian form
permintaan darah yang disediakan oleh rumah sakit dan diserahkan
keunit tranfusi darah / laboratorium
3. Tes kecocokan darah
Setelah laboratorium menerima form permintaan darah, maka petugas
laboratorium mengambil sampel darah dan dilakukan tes kecocokan
darah dengna permintaan darah untuk dibawah ke PMI
4. Pengadaan darah
Setiap permintaan darah yang masuk akan dikelolah oleh pihak
laboratorium dan pengambilan akan dikoordinasikan dengan petugas
yang telah ditunjuk.
5. Penyimpanan pasien
Rumah sakit bunda Surabaya tidak mempunyai unit bank darah, maka
setiap produk darah yang datang maka akan diberikan langsung
keruangan setelah melalui kroscek terlebih dahulu oleh petugas
laboratorium.
6. Distribusi dan pemberian darah
- Distribusi produk darah dari PMI kerimah sakit dilakukan dengan
menggunakan cool box yang tersedia.
- Distribusi produk darah dari laboratorium keunit menggunakan
cool box yang tersedia.
- Setelah menerima produk darah dari laboratorium, maka unit
memberikan langsung kepada pasiendengan melakukan kroscek
dan memastikan kondisi pasien terlebih dahulu.
7. Monitoring dan respon terhadap reaksi tranfusi
a. Monitoring dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan tanda –
tanda vital pasien selama tranfusi dan melakukan pemeriksaan
adanya tanda dan gejala reaksi selama tranfusi.

9
b. Reaksi tranfusi
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan
bagian situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan
potensial menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan
transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih
tinggi daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan
pasca bedah pada pasien yang stabil hanya memberikan sedikit
keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam
hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai
dengan keuntungannya.
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat,
reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko transfusi
masif.

1. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi
atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan
reaksi yang membahayakan nyawa.
a. Reaksi ringan
ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash.
Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan.
b. Reaksi sedang-berat
ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus,
palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna
kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku
otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh
hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi
transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit,
protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
c. reaksi yang membahayakan nyawa
ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar
tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung,

10
nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku
otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan
perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh
hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok
septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut
akibat transfusi.

11
2. Reanksi lainnya
a. Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang
disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi
dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah
yang inkompatibel. Meskipun volume darah
inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah
dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak
volume darah yang inkompatibel maka akan semakin
meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal
ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan
darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung
yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label
pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas
pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya
adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan
antigen golongan darah lain (selain golongan darah
ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem
Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul
dalam beberapa menit awal transfusi, kadang-kadang
timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika
pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau
perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan
satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi.
Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari
setiap unit darah.

12
b. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema
paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang
ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan
fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada
pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar
kardiovaskular.
c. Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi.
Sitokin dalam plasma merupakan salah satu penyebab
bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien
tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan
reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini
terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai
dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan
dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila
tidak ditangani dengan cepat dan agresif.1,8,16,17
d. paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute
lung injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang
mengandung antibodi yang melawan leukosit pasien.
Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam
sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks
kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun
diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2. Reaksi Lambat
a. Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan
gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria.
Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa
disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah

13
merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel
dengan antibodi tersebut.

b. Purpura pasca transfusi


Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi
potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau
trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang
melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak
terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah
perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari
setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit
<100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila hitung
trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan
hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan
memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.

c. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan.
Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien
dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten
yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan
kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang
memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash
kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya
timbul 10-12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi
hanya bersifat suportif.

d. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka
waktu panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
(hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung
dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan
kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin,
diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan
mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l.

14
e. Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam
beberapa cara, dan hal ini menjadi perhatian karena adanya
pendapat yang menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat
meningkat. Selain itu juga terdapat pendapat yang menyatakan
bahwa transfusi darah meningkatkan risiko infeksi pasca bedah
karena menurunnya respons imun: sampai saat ini, penelitian klinis
gagal membuktikan hal ini.

Busch dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475


pasien kanker kolorektal. Penelitian membandingkan prognosis
antara pasien kanker kolorektal yang dilakukan transfusi autolog
dengan transfusi allogenik. Didapatkan hasil bahwa risiko rekurensi
meningkat secara bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi
darah, baik allogenik maupun autolog, bila dibandingkan dengan
yang tidak dilakukan transfusi; risiko relatif rekurensi adalah 2,1
dan 1,8; angka tersebut tidak berbeda bermakna satu dengan yang
lain.

3. Penularan Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah
bergantung pada berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di
masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status imun
resipien dan jumlah donor tiap unit darah. Saat ini dipergunakan
model matematis untuk menghitung risiko transfusi darah, antara
lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C, hepatitis B dan virus
human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini berdasarkan fakta
bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window
period (periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah
infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).

15
D. RUANG LINGKUP PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
1. Standar pelayanan darah di Bank Darah Rumah Sakit meliputi:
a. Perencanaan kebutuhan darah di RS
b. Permintaan dan penerimaan darah donor dari Unit Tranfusi Darah
(UTD)
c. Permintaan darah dan komponen darah di Bank Darah Rumah Sakit
(BDRS)
d. Persiapan darah transfusi
e. Pemeriksaan pra-transfusi
f. Pendistribusian darah dari BDRS ke ruang perawatan
g. Penelusuran reaksi transfusi
h. Pengembalian darah ke UTD
i. Sistem pencatatan dan pelaporan di BDRS
j. Rujukan darah langka
k. Rujukan sampel darah
2. Pemberian transfusi darah kepada pasien meliputi:
a. Penggunaan darah rasional
b. Pelayanan transfusi khusus
3. Sistem informasi pelayanan darah meliputi:
a. Sistem informasi pelayanan darah di UTD
b. Sistem informasi pelayanan darah di BDRS
c. Sistem informasi pelayanan darah di Pusat Plasmapheresis
d. Jejaring informasi pelayanan darah
e. Integrasi sistem informasi pelayanan darah kedalam sistem informasi
kesehatan
4. Unit kerja yang terkait dengan pelayanan transfusi darah meliputi:
a. Unit Pelayanan Intensif
b. Unit Kamar Operasi
c. Unit Kamar Bersalin
d. Unit Rawat Inap
e. Instalasi Gawat Darurat

16
E. REKOMENDASI PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH
1. Sel darah merah
a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada
kadarHemoglobin (Hb) <7 g/dl, khusus untuk kasus obstetri transfusi
dilakukan Hemoglobin (Hb) < 8 g/dl, bila terutama pada anemia akut.
Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya
memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah
dapat diterima. (Rekomendasi A)
b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium. (Rekomendasi C)
c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik
berat dan penyakit jantung iskemik berat) (Rekomendasi A)
d. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar
Hb ≤11 g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan mencapai
7 g/dL (seperti pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit
jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi
oksigen batas untuk dilakukan transfusi adalah Hb ≤13 g/dL.
(Rekomendasi C)
2. Trombosit
a. Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/uL, bila terdapat
perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi <100.000/uL. Pada
kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-
masing. (Rekomendasi C)
b. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah
transfusi masif. (Rekomendasi C)
c. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
(Rekomendasi C).

17
3. Plasma beku segar
a. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor
koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat
faktor spesifik atau kombinasi. (Rekomendasi C)
b. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan
yang mengancam nyawa. (Rekomendasi C)
c. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan
penyakit hati. (Rekomendasi C)
4. Kriopresipitat
a. Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan
menjalani prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami
perdarahan. (Rekomendasi C)
b. Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang
mengalami perdarahan atau yang tidak responsif terhadap pemberian
desmopresin asetat atau akan menjalani operasi. (Rekomendasi C)

18
BAB IV
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PERMINTAAN DARAH


Setiap pasien yang di Rawat Inap, baik di ruangan, ICU atau Kamar Operasi bila
membutuhkan darah maupun komponen darah, mendapatkan Surat Permintaan Darah yang
ditandatangani oleh dokter yang merawat (DPJP). Surat Permintaan Darah tersebut beserta
sampel darah yang diambilkan oleh perawat ruangan dibawa oleh supir ambulance (kurir
yang telah ditunjuk) dari Rumah Sakit ke UTD PMI untuk meminta darah serta dilakukan
uji saring dan uji cocok serasi. Setelah mendapatkan darah yang diminta, maka supir
ambulance (kurir) kembali ke RS.

Setibanya di RS, supir ambulance (kurir) diharuskan menyerahkan darah tersebut ke


perawat ruangan atau unit peminta untuk dilakukan pencatatan, pemeriksaan, dan/atau
penyimpanan darah serta administrasi transaksi keuangan sesuai dengan jumlah darah yang
diserahkan dan biaya tindakan yang dilakukan.

B. ALUR PERMINTAAN DARAH

Pasien membutuhkan
transfusi darah

 Dokter mengisi Formulir Permintaan Darah.


 Perawat RI / OK / ICU melakukan sampling.

PMI :

Golongan Darah,Cross Match,Uji Serologi

Ke UPD untuk Proses Selanjutnya

 Darah diserahkan ke Perawat RI / OK.


 Darah ditransfusikan sesuai kebutuhan dan dicatat
reaksi yang timbul → dilaporkan ke UPD.

19
F. ALUR PELAYANAN TRANSFUSI DARAH

Dokumen RS Bunda 20
G. TATA LAKSANA PENYIMPANAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH
Darah yang belum diberikan haruslah disimpan dalam lemari es penyimpan darah
sampai darah tersebut dibutuhkan/diambil kembali. Bila masih ada sisa darah, maka
sisa darah tersebut bisa diberikan kepada pasien lain yang membutuhkan sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Apabila ada darah yang rusak atau mendekati
kadaluarsa, maka darah tersebut haruslah dikembalikan ke PMI.
Untuk Fresh Frozen Plasma (FFP), dikarenakan RS Gotong Royong masih belum
memiliki Lemari Pendingin Khusus (harus disimpan dalam suhu minus 200 C)
maka permintaan dan pengambilan FFP diatur sedemikian rupa sehingga setelah
FFP tersebut dicairkan, dalam waktu kurang dari 4 jam sudah harus ditransfusikan
kepada pasien yang memerlukan.

H. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI


1. Setiap kali akan dilakukan pemberian transfuse darah, perawat wajib melakukan
identifikasi atas diri pasien, maupun produk darah yang akan diberikan
2. Perawat menanyakan identitas pasien dengan menanyakan “Bapak/Ibu namanya siapa?
Tanggal lahir?” dan mencocokkan dengan dokumen rekam medis yang berisi identitas
pasien
3. Pada saat menerima produk darah dari PMI yang dibawa oleh supir ambulance (kurir),
Perawat mengecek kebenaran kantong darah, meliputi jenis darah, golongan darah,
nomor kantong dan tanggal kadaluarsa serta mencocokkan dengan formulir pengiriman
kantong darah
4. Sebelum memberikan produk darah kepada pasien, perawat mengulang kembali
prosedur identifikasi pasien

I. TATA LAKSANA PEMBERIAN INFORMED CONSENT


1. Sebelum pemberian transfusi darah, DPJP wajib memberikan informasi dan
edukasi kepada pasien dan keluarganya, meliputi:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding)
termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,
termasuk pilihan untuk tidak diobati

Dokumen RS Bunda 21
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau
pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti
penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian
apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek
samping yang biasa terjadi dan yang serius
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan
diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan
perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih
eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan
dimonitor atau dinilai kembali
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan
tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan,
maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang
akan dilakukan
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap
waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas
konsekuensi pembatalan tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter
lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
2. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang mereka.
Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan suatu sikap
yang penting, baik dia seorang profesional ataukah salah seorang anggota
keluarga. Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien terlebih dahulu dalam
mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan didiskusikan merupakan hal
yang bersifat pribadi.
3. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain apabila
hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci. Pastikan
bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang terakhir. Misalnya,

Dokumen RS Bunda 22
sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur yang umum. Leaflet tersebut
akan membuat jelas kepada pasien karena dapat ia bawa pulang dan digunakan
untuk berpikir lebih lanjut, tetapi jangan sampai mengakibatkan tidak ada
diskusi.
4. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa keluarga
atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape recorder
5. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress ) agar
diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk konseling
bila diperlukan
6. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam diskusi,
misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada pasien maupun
untuk turut membantu memberikan penjelasan
7. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas.
8. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang
diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat klarifikasi,
sebelum kemudian diminta membuat keputusan
9. Pasien memberikan informed consent dengan menandatangani formulir yang
telah tersedia

J. TATA LAKSANA PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH DAN PRODUK DARAH

1. Terima permintaan kebutuhan tranfusi darah dari DPJP pasien melalui Formulir Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi
2. Siapkan formulir permintaan darah ke PMI
3. Informasikan kepada pasien atau keluarga terkait dengan permintaan darah, meliputi :
a. Biaya yang dibutuhkan terkait dengan pengadaan darah
b. Pengambilan contoh darah pasien

Sebelum Transfusi

a. Ukur suhu aksila sebelum melakukan transfuse


b. Kaji ulang prinsip umum transfusi darah
c. Sebelum memulai transfusi, periksa dan pastikan hal-hal berikut ini :

1 Golongan darah benar dan identitas bayi tertulis dengan jelas. Pada keadaan darurat,
gunakan darah golongan O negatif tanpa dilakukan reaksi silang.
2 Telah dilakukan uji silang
3 Kantong darah belum dibuka dan tidak bocor

Dokumen RS Bunda 23
4 Kantong darah belum dikeluarkan dari lemari es lebih dari 2 jam, plasmanya tidak
berwarna merah muda, sel darah merahnya tidak tampak ungu atau hitam
5 Tetesan infus intravena lancar dan jarum yang digunakan cukup besar (misal no. 22)
sehingga darah tidak membeku dalam jarum selama proses transfusi.
6 Catat tanda vital yaitu suhu, denyut jantung dan frekuensi napas.
Selama Transfusi
a. Bila terjadi perdarahan akut :
1 Berikan transfusi darah segar sebanyak 20 ml/kg selama empat jam
2 Pantau suhu, denyut jantung dan frekuensi nafas, dan pelankan tetesan sampai
setengahnya bila tanda vital mulai membaik
b. Bila indikasi transfusi adalah untuk keadaan lain :
1 Berikan transfusi packed red cells sebanyak 20 ml/kg selama empat jam
2 Bila packed red cells tidak tersedia, gunakan darah segar (whole blood)
3 Gunakan peralatan infus untuk mengatur kecepatan pemberian transfusi, bila tersedia
4 Pastikan darah diberikan dengan kecepatan yang tepat

Sesudah Transfusi

Lakukan penilaian ulang. Bila masih dibutuhkan darah

K. TATA LAKSANA PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI


Reaksi transfusi dapat bervariasi mulai dari ruam kulit sampai syok anafilaktik (jarang pada bayi
baru lahir). Syok anafilaktik akibat transfusi darah pada neonatus sangat sulit didiagnosis karena
kondisi lain yang dapat menyebabkan syok seperti sepsis, perdarahan internal, hipotermia atau
masalah lain dapat terjadi bersamaan dan sangat sulit dan tidak mungkin memisahkan antara satu
dengan lainnya. Bila hal tersebut dapat dibedakan, stop transfusi dan tetap berikanb cairan IV
(salin normal atau Ringer laktat) sambil menilai apakah terjadi reaksi transfusi akut dan
konsultasikan

Penanganan Reaksi Transfusi

a. Reaksi ringan
Reaksi ringan timbul akibat hipersensitifitas ringan. Gejala reaksi ringan adalah ruam gatal

1 Pelankan kecepatan transfuse


2 Berikan hidrokortison 200 mg IV atau berikan khlorfeniramin 0,1 mg/kg IM, bila tersedia.
3 Bila gejalanya tidak memburuk setelah 30 menit, lanjutkan transfusi dengan kecepatan
normal
4 Bila gejala menetap, tangani sebagai reaksi sedang

Dokumen RS Bunda 24
L. TATA LAKSANA PENCATATAN DAN PELAPORAN
1. Laporan Rutin
a. Permintaan rutin dan darurat meliputi golongan darah, jenis darah (komponen), jumlah
(kantong / unit / cc).
b. Stok darah per bulan/minggu.
c. Pengembalian darah yang tidak terpakai meliputi golongan darah, jenis darah (komponen),
jumlah, nomor kantong / unit.
d. Jumlah darah rusak / expired.
e. Jumlah pemakaian darah meliputi golongan darah, jenis darah (komponen), jumlah
kantong / unit / cc.
f. Jumlah pemeriksaan uji golongan darah
g. Kejadian reaksi transfusi darah meliputi jumlah, nomor kantong/unit darah, tanggal.
h. Response Time (penyerahan) permintaan.
i. Catatan suhu lemari es.
j. Pencatatan dan pelaporan administrasi keuangan dimana setiap akhir bulan dilakukan
rekapitulasi transaksi kredit yang sudah dilakukan, dan di cross check dengan tagihan
bulanan dari PMI. Setelah dikoreksi dan diparaf, tagihan PMI dan rekapitulasi transaksi
tersebut kemudian diserahkan ke Bagian Keuangan untuk proses selanjutnya.
k. Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan tersebut di atas bersifat intern dan dibukukan
dalam arsip tersendiri.
2. Laporan Berkala
Laporan berkala adalah laporan yang dikerjakan secara berkala, tiap 1 bulan sekali dan
dilaporkan ke Bagian Rekam Medik RS, meliputi rekapan laporan rutin selama 1 bulan.

Dokumen RS Bunda 25
BAB V
DOKUMENTASI

Pemberian tranfusi berdasarkan perdarahan aktif yang menyebabkan syok adalah salah
satu dari beberapa indikasi berbasis bukti tranfusi, anemia digambarkan sebagai berkurangnya
massa sel darah merah yang beredar
Pemberian tranfusi yang aman dan sesuai indikasi mendukung proses penyembuhan
pasien dan merupakan hak dari pasien
Panduan Pemberian Tranfusi darah ini digunakan sebagai acuan oleh rumah sakit
dalam memberikan pelayanan kepada pasien

Dokumen RS Bunda 26
BAB VI
PENUTUP

Transfusi dari seluruh darah dan komponen darah tetap menjadi topik kontroversial
sehubungan dengan indikasi dan kegiatan transfusi. Meskipun digunakan secara luas, data
pendukung untuk kegiatan terapi transfusi seluruh darah dan komponen darah masih kurang.
Pendapat yang ada dipertahankan, tapi hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa
peningkatan kadar hemoglobin, kadar oksigen arteriol, atau pengangkutan oksigen global
dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien
Dengan adanya panduan tranfusi yang ada di rumah sakit Bunda dipakai sebagai
acuan oleh rumah sakit dalam melakukan pelayanan di Rumah Sakit.

Dokumen RS Bunda 27

Anda mungkin juga menyukai