Anda di halaman 1dari 46

PANDUAN

PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN

RUMAH SAKIT BUNDA


Jln raya kandangan no 23 – 24 surabaya
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN……………. 1
…………………………………………………
A. LATAR BELAKANG……….……………………………………………… 1
B. TUJUAN……………………..……………………………………………… 1
C. RUANG LINGKUP………….……………………………………………... 2
D. LANDASAN HUKUM…….……………………………………………….. 2
BAB II DEFINISI……………………………………………………………………….. 3
A. PELAYANAN PASIEN SERAGAM………………………………………. 3
B. PELAYANAN RESIKO TINGGI………………………………………….. 7
C. PEMBERIAN MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI…………………….. 8
D. PENGELOLAAN NYER…………………………………………………… 11
E. PELAYANAN MENJELANG AKHIR HAYAT………………………….. 22
BAB III TATALAKSAN……………………………………………………………….. 26
A. PELAYANAN PASIEN SERAGAM……………………………………… 26
B. PELAYANAN RESIKO TINGGI…………………………………………. 33
C. PEMBERIAN MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI……………………. 37
D. PENGELOLAAN NYERI…………………………………………………. 38
E. PELAYANAN MENJELANG AKHIR HAYAT…………………………. 39
BAB IV DOKUMENTASI……………………………………………………………… 41
BAB V PENUTUP…………………….……………………………………………….. 43

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tanggung jawab rumah sakit dan staf yang terpenting adalah memberikan
memberikan asuhan dan pelayanan pasien yang efektif dan aman. Hal ini membutuhkan
komunikasi yang efektif, kolaboratif, dan standarisasi proses untuk memastikan bahwa
rencana, koordinasi, dan implementasi asuhan mendukung serta merespon setiap
kebutuhan unik pasien dan target.
Asuha tersebut dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif atau rehabilitative
termasuk anestesi, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif atau kombinasinya. Yang
berdasar pengkajian awal dan pengkajian ulang pasien.
Arean asuhan resiko tinggi (termasuk resusitasi, tranfusi) serta asuhan untuk
pasien resiko tinggi atau kebutuhan populasi khusus yang membutuhkan perhatian
tambahan. Asuhan pasien dilakukan oleh professional pemberi asuhan (PPA) dengan
banyak disiplin dan staf klinis lainnya. Semua staf yang terlibat dalam asuhan pasien
harus memiliki peran yang jelas, ditentukan oleh kopetensi dan wewenang, kredensial,
sertifikasi, hokum dan regulasi, kerampilan individu, pengetahuan, pengalama, dan
kebijan rumah sakit, atau uraian tugas wewenang.
Beberapa asuhan dapat dilakukan oleh pasien / keluarga atau pemberi asuhan
terlatih (care giver) pelaksaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan dan
diintegrasikan oleh semua professional pemberian asuhan (PPA) dapat dibantu oleh staf
klinis.

B. TUJUAN
1) Sebagai acuan bagi seluruh staf PPA untuk memenuhi kebutuhan pasien,
2) Menjalankan fungsinya agar dapat meningkatkan kemampuan dan mutu
pelayanan yang sesuai dengan perubahan perundang-undangan, dan harapan
konsumen rumah sakit bunda
3) Menangani masalah kesehatan pasien seperti yang dilakukan oleh seluruh rumah
sakit tentang asuhan pasien yang seragam.

DOKUMEN RS BUNDA 1
C. RUANG LINGKUP
1) Pelayanan Pasien Seragam
2) Pelayanan Resiko Tinggi
3) Pemberian Makanan Dan Terapi Nutrisi
4) Pengelolaan Nyeri
5) Pelayanan Menjelang Akhir Hayat

D. LANDASAN HUKUM
1) Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Rumah Sakit
2) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
3) Permenkes No. 169/2008 Tentang Rekam Medis
4) Permenkes No. 290/2008 Tentang Informed Consent
5) Permenkes No. 1691/2010 Tentang Keselamatan Pasien
6) Peraturan direktur RS Bunda nomor 001/PER/01/DIR/2020 tentang kebijakan
pelayanan Rumah Sakit Bunda.

DOKUMEN RS BUNDA 2
BAB II
DEFINISI

A. PEMBERIAN PELAYANAN YANG SERAGAM


Asuhan pasien seragam adalah asuhan Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan
pelayanan yang sama berhak mendapat kwalitas asuhan yang seragam dirmah sakit.
Asuhan pasien seragam adalah pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang
sama pada berbagai unit kerja yang dipandu dengan kebijakan atau prosedur yang telah
disepakati dan ditetapkan.
Asuhan pasien adalah pelayanan kesrhatan yang diberikan kepada pasien oleh para
professional pemberi asuhan (PPA) yang multi profesi yaitu dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
fisioterapi, radiographer, analis laboratorium, apoteker / petugas farmasi.
Asuhan pasien yang seragam digambarkan sebagai berikut:
a. Akses untuk mendapat asuhan dan pengobatan tidak bergantung pada kemampuan
pasien untuk membayar atau sumber pembayaran.
b. Akses untuk mendapatkan asuhan pengobatan yang diberikan oleh PPA yang
kompeten tidak bergantung pada hari setiap minggu atau waktunya setiap hari (7
hari, 24 jam).
c. Kondisi pasien menentukan sumberdaya yang akan dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhannya
d. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, sama disemua unit pelayanan
dirumah sakit seperti contoh pelayanan anastesi
e. Pasien yang membutuhkan asuhan perawatan yang sama akan menerima tingkat
asuhan keperawatan yang sama diseluruh rumah sakit.

DOKUMEN RS BUNDA 3
1. PELAYANAN PASIEN TERINTEGRASI
Pelayanan pasien terintegrasi adalah suatu proses asuhan yang besifat dinamis dan
berkesinambungan yang melibatkan banyak praktisi pelayanan Kesehatan dari berbagai
unit atau pelayanan.
Asuhan pasien terintegrasi adalah asuhan pasien terintegrasi antara professional
pemberi asuhan (PPA), DPJP bertindak sebagai Clinical Leader dan keputusan klinis
yang diambil selalu berdasarkan nilai-nilai pasien.
Tujuan dari proses pengintegrasian pelayanan agar menghasilkan pelayanan yang
efisien, dan kemungkinan hasil pelayanan pasien yang lebih baik.
Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah clinical leader yang bertugas
menyusun kerangka asuhan, melakukan koordinasi, kolaborasi, sintesis, interpretasi,
review dan mengintegrasikan asuhan pasien.
Professional pemberi asuhan (PPA) adalah mereka yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker, petugas lab, merupakan tim interdisiplin yang diposisikan mengelilingi pasien,
dengan kompetensi yang memadai dan berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
bertugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan memberikan
asuhan yang terintegrasi. Kolaborasi interprefesional, edukasi interprofesional,
kompetensi praktik kolaborasi interprofesional, termasuk bermoitra dengan pasien-
keluarga.
Catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) adalah catatan para
professional pemberi asuhan tentang kondisi dan perkembangan penyakit pasien serta
tindakan yang dialami pasien. CPPT mengambarkan integrasi dan koordinasi asuhan.
Hasil atau kesimpulan dari pertemuan tim perawatan pasien kolaboratif atau diskusi
pasien yang serupa ditulis dalam CPPT. Tujuan utama rencana asuhan adalah untuk
memperoleh hasil yang optimal.
Advis adalah sebuah pemberitahuan tertulis dari pihak pertama kepada pihak
lainnya terhadap tindakan yang telah melakukan.

2. INTRUKSI
Intruksi adalah Perintah atau arahan untuk melakukan suatu pekerjaan atau
melaksanakan suatu tugas yang diberikan dari seseorang kepada orang lain atau kepada
sekelompok orang.

DOKUMEN RS BUNDA 4
Instruksi PPA dibutuhkan dalam pemberian asuhan pasien. Missal instruksi
pemeriksaan laboratorium (termasuk patologi anatomi), pemberian obat, asuhan
keperawatan khusus, terapi nutrisi dan lainnya. Pengecualian pada kondisi khusus
misalnya diunit darurat / intensif. Pemberian instruksi dan pendokumentasiannya
dilakukan oleh PPA yang kompeten dan berwenang :
a. Instruksi harus tersedia dan mudah diakses sehingga dapat ditindak lanjuti tepat
waktu,
b. Instruksi hendaknya disampaikan dengan jelas sehingga penerima instruksi dapat
memahami, melaksanakannya dan mengevaluaasi dengan baik.
c. Instruksi yang diijinkan melalui telepon terbatas pada instruksi darurat dan Ketika
dokter tidak berada ditempat/rumah sakit.
d. Instruksi verbal diijinkan sebatas pada situasi dimana dokter sedang melakukan
Tindakan / prosedur steril.
e. Instruksi tertulis dibuat oleh PPA yang mendapatkan kewenangan memberi
instruksi dan didokumentasikan dalam berkas rekam medis pasien;

3. ASUHAN PASIEN INDIVIDU


Rencana asuhan merangkum asuhan dan pengobatan/Tindakan yang akan
diberikan kepada pasien.
Rencana asuhan dibuat untuk setiap pasien dan dicatat oleh PPA yang
memberikan asuhan direkam medis pasien
Rencana asuhan pasien dibuat berdasarkan atas data pengkajian awal dan
kebutuhan pasien.
Rencana asuhan memuat satu rangkaian Tindakan yang dilakukan oleh PPA untuk
menegakkan atau Menyusun diagnosis yang disusun dari hasil pengkajian
Proses perencanaan bersifat kolaboratif menggunakan data yang berasal dari
pengkajian awal dan pengkajian ulang yang dibuat oleh PPA.
Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan klinis atau ketua
tim PPA (clinical leader)
PPA bekerja sebagai tim intra – interdisiplin dengan kolaborasi inteprofesional
dibantu anatara lain panduan praktik klinik (PPK), clinical pathway, SPO dan catatan
perkembangan terintegrasi
Manager pelayanan pasien (MPP) dilakukan untuk menjaga kesinambungan
pelayanan pasien..

DOKUMEN RS BUNDA 5
Rencana asuhan dibuat setelah melakukan pengkajian awal dalam waktu 24 jam
terhitung sejak pasien diterima sebagai pasien rawat inap.
Rencana asuhan yang baik, menjelaskan asuhan pasien yang objektif dan memiliki
sasaran yang terukur untuk memudahkan pengkajian ulang serta mengkaji dan merevisi
rencana asuhan. Pasien dan keluarga dapat dilibatkan dalam proses perencanaan asuhan.
Berdasarkan pengkajian ulang, rencana asuhan dapat diperbarui untuk dapat
menggambarkan kondisi pasien terkini. Rencana asuhan harus kerkait dengan kondisi
pasien.
Rencana asuhan dan hasil revisinya didokumentasikan dalam rekam medis
sebagai rencana asuhan baru.
Rencana asuhan dievaluasi berkala sesuai dengan kondisi pasien dimutahirkan
atau direvisi oleh PPA berdasarkan atas pengkajian ulang.
DPJP srebagai ketua tim PPA melakukan evaluasi /review berkala dan verifikasi
harian untuk memantau terlaksananya asuhan secara terintegrasi dan membuat notasi
sesuai dengan kebutuhan.
Permintaan pemeriksaan laboratorium (termasuk pemeriksaan patologi anatomi)
dan diagnostic imagin tertentu harus disertai indikasi klinis.
Setiap permintaan Tindakan klinis dan diagnostic harus menggunakan form yang
telah disediakan rumah sakit dan disertai ringkasan klinis pasien.
Pada pelayanan khusus seperti IGD dan Unit Critical Care (HCU) yang
memerlukan pemeriksaan cito dapat dilakuakn oleh dokter jaga IGD dan dokter jaga
ruangan.
Permintaan tindakan klinis dan diagnostic dilakukan oleh DPJP, dilaksanakan dan
diterima hasilnya oleh PPA lainnya.
Prosedur diagnostic dan prosedur klinis yang dilakukan sesuai intruksi serta
hasilnya didokumentasikan dalam rekam medis.
Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostic invasive/beresiko harus
dilakukan pengkajian serta dilakukan pencatatan dalam berkas rekam medis pasien.
Setiap rencana tindakan, pelayana dan asuhan yang dilakukan,harus
diinfomasikan terlebih dahulu kepada pasien dan keluarga.
Keluarga dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terhadap rencana
Tindakan, pelayanan dan asuhan yang akan dilakukan.

DOKUMEN RS BUNDA 6
B. PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI
Pelayanan resiko tinggi adalah pelayanan yang membutuhkan peralatan yang
kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko berbahaya
pengobatan, dan potensi mebahayakan pasien serta efek toksik dari obat tersebut.
Tujuan dari pelayana resiko tinggi ini adalah untuk dapat secra optimal
memberikan pelayana dan perawatan pasien dengan menggunakan sumberdaya, obat –
obatan dan peralatan sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
Rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien untuk berbagai keperluan tidak
terkecuali pada pasien dengan keperluan khusus atau pelayanan pasien resiko tinggi.
Pelayan pasien resiko tinggi disesuaikan dengan kebijakan yang tel;ah ditetapkan.
Pelayanan pada pasien resiko tinggi dibuat berdasarkan populasi yaitu pasien anak,
pasien dewasa dan pasien geriatric. Beberapa pasien digolongan masuk dalam kategori
resiko tinggi, dirmah sakit bunda pasien yang tergolong pasien resiko tinggi
berdasarkan umurnya, kondisinya, dan kebutuhan pada keadaan kritis.
Yang termasuk kategori pasien resiko tinggi adalah sebagai berikut :
a. Pasien emergency/darurat
b. Pasien koma
c. Pasien dengan alat bantuan hidup.
d. Pasien resiko tinggi lainnya yaitu pesien dengan penyakit jantung, hipertensi,
strok dan diabetes.
e. Pasien dengan resiko bunuh diri
f. Pasien dengan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menyebabkan
kejadian luar biasa.
g. Pelayanan pada pasien dengan immunosupresan.
h. Pelayanan pada pasien yang mendapatkan pelayanan dialysis.
i. Pelayanan pada pasien yang direstrain.
j. Pelayanan pada pasien yang menerima kemo terapi
k. Pelayanan pasien paliatif
l. Pelayanan pada pasien yanag menerima radioterapi
m. Pelayanan pada pasien resiko tinggi lainnya (misalnya terapi hiperbarik dan
pelayanan radiologi intervensi)

DOKUMEN RS BUNDA 7
1. Penetapan Pasien Dan Layanan Resiko Tinggi
Adapun kelompok pasien dan pelayanan yang beresiko tinggi yang dapat
dilakukan dirmah sakit bunda anata lain:
Resiko tinggi
Pasien resiko tinggi Pelayanan resiko tinggi
tambahan
1. Pasien 1. Pelayanan pasien dengan penyakit Resiko pasca
emergency menular dan berpotensial asuhan antara
2. Pasien resiko menyebabkan kejadian luar biasa. lain :
tinggi yaitu 2. Pelayanan pada pasien restrain. 1. Luka
pasien dengan 3. Pelayanan pada pelayanan resiko decubitus
penyakit jantung, tinggi lainnya (pemberian tranfusi 2. Resiko
hipertensi, pasien dan pemberian elektrolit pekat) jatuh
resiko bunuh diri 4. Pelayanan pada populasi pasien
rentan (pasien lansia dan pasien
anak-anak)
Rumah sakit bunda melakuka skring setiap pasien yang akan mendapatkan
pelayanan dan pengobatan untuk mengetahui apakah pasien termasuk dala kriteria
pasien resiko tinggi yang ditetapkan rumah sakit. Bila dari hasil identifikasi didapatkan
pasien tersebut termasuk kriteria pasien resiko tinggi maka pasien akan diberikan
pelayanan sesuai dengan panduan yang telah dibuat oleh Rumah sakit bunda untuk
mendapatkan asuhan dan pelayanan yang sama. Pelayanan resiko tinggi dilakukan oleh
PPA yang kompeten dan terlatih.

C. PEMBERIAN MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI


Asuhan gizi merupakan sarana dalam pemenuhan zat gizi pasien. Pelayanan gizi rawat
inap sering disebut juga Terapi Gizi Medik. Secara teoritis memerlukan tiga jenis asuhan yang
pada pelaksanaannya dikenal sebagai pelayanan. Ketiga jenis asuhan tersebut adalah asuhan
medik, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi.
Tujuan utama asuhan Gizi adalah memenuhi kebutuhan zat gizi pasien secara optimal
baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling secara optimal
baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada rawat
jalan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerjasama tim. Pemberi pelayanan dan
asuhan gizi adalah nutrisionis yang kompeten, yang telah melewati kredensial sesuai dengan
bidangnya.

DOKUMEN RS BUNDA 8
1. Peran Dari Nutrisionis/Dietinis Antara
Dalam pemberian terapi nutrisi selain DPJP sebagai pemberi instruksi,
nutrisionis juga memegang peranan penting dalam pemberian terapi nutrisi.
Adapun peran nutrisionis antara lain :
a. Melakukan pengkajian status gizi klien/ pasien berdasarkan rujukan
b. Melakukan anamnesis riwayat diet klien/pasien
c. Menerjemahkan rencana diet ke dalam bentuk makanan yang disesuaikan
dengan kebiasaan makan serta keperluan terapi.
d. Memberikan saran kepada dokter berdasarkan hasil pemantauan/evaluasi
terapi gizi.
e. Memantau masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada klien/pasien
dan keluarganya.
f. Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada klien/pasien
dan keluarganya.
g. Melakukan kunjungan keliling (visite) kepada klien/pasien
h. Mengevaluasi status gizi klien/pasien secara berkala, asupan makanan, dan
bila perlu melakukan perubahan diet pasien
i. Mengkomunikasikan hasil terapi gizi
j. Menentukan rencana diet awal/sementara bila belum ada penentuan diet dari
dokter
k. Melakukan pemantauan interaksi obat dan makanan
2. Proses Asuhan Gizi Rawat Inap

Pasien
Masuk

Tujuan
Skrining Gizi Tidak Beresiko Diet Normal Tercapai
STOP
IGD & POLI (Standar)

Tujuan
Tercapai
PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR
Skrining Pengkajian/ Diagnosa Intervensi Monitoring &
Lanjutan Assessmen Gizi Gizi Gizi evaluasi gizi

Tujuan Tidak
Tercapai

DOKUMEN RS BUNDA 9
3. Asuhan Dan Terapi Gizi Terintegrasi
Penanggung
NO Kegiatan Mekanisme Unsur Terkait
Jawab
1 Penentuan Status Gizi
Status Gizi
a. Klinis Dilakukan untuk Dokter Dokter
setiap pasien baru dan
dimonitor setiap hari
b. Deteksi Dilakukan pada Dokter Dokter &
saat pasien masuk kepala ruangan
c. Antropometri Pengukuran Perawat, Kepala ruangan
dilakukan saat pasien Dietisien /
datang Ke IGD & nutrisionis
POLI.
d. Laboratorium Glukosa darah, Hb, Dokter / Analis Dokter / Analis
urine lengkap, faeses
e. Anamnese Wawancara Dietisien / Dietisien /
riwayat gizi nutrisionis nutrisionis
2. Intervensi
a. Klinis Mengatasi semua Dokter / Dokter
gejala penyakit perawat
(hipoglikemia,
hipotermia, dehidrasi,
infeksi, dll)
b. Diet  Menentukan diet Dietisien / Dietisien /
 Pemantauan Nutrisionis Nutrisionis

 Konsumsi makanan
 Status gizi
 Penyuluhan gizi
 Pemberian diet
 Persiapan pulang
 Pencatatan gizi
3 Pelaporan Berdasarkan rekam Dietisen / Dietisen /

DOKUMEN RS BUNDA 10
medis : Nutrisionis Nutrisionis
 Ruang rawat jalan
 Ruang rawat inap

D. PENGELOLAAN NYERI
Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang terkait
dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi menimbulkan kerusakan jaringan.
IASP 1979 (International for the Study of Pain).
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak “ yang merujuk pada
sensasi pribadi tentang sakit,suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan akan terjadinya
kerusakan jaringan,suatu pola respon untuk melindungi organism dari bahaya.
Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik
adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak
diketahui penyebabnya yang pasti.
Nyeri sering dilukiskan sebagai hal yang berbahaya atau tidak berbahaya. Nyeri dapat
diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien atau pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian
dari rencana asuhan maka pasien diberi informasi tentang kemungkinan timbul nyeri setelah
dilakukan tindakan atau prosedur Tindakan, dan pasien diberitahu pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri. Apapun yang terjadi sebab timbulnya nyeri jika tidak dapat diatasi akan
berpengaruh secara fisik dan spikologis Tatalaksana.
Nyeri pada dasarnya adalah hal yang fisiologis karena merupakan reaksi perlindungan
untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh.
Setiap pasien yang mendapatkan pelayanan dan asuhan berhak mendapatka pelayanan
pengelolaan nyeri secara seragam untuk menghindari terjadinya perburukan kondisi karena
setiap individu mempunyai respon nyeri yang berbeda – beda. Sesuai dengan tingkatannya
maka nyeri dibedakan menajdi 3 kategori yaitu nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat
dimana setiap tingkatan nyeri memerlukan penaganan yang berbeda – beda.
Pengelolaan nyeri dilakukan oleh semua PPA yang kompeten yang telah melewati
proses pelatihan dan kredendial sesuai komite masing – masing, untuk menyamakan perspsi
dan prosedur dalam penangananya.
Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan kondisi nyeri yang
membutuhkan pelayanan manajemen nyeri, pengobatan dan observasi nyeri. Pada tahun 1986,

DOKUMEN RS BUNDA 11
The Nasional Institutes of Health Consensus Conference on Pain mengkategorikan nyeri
menjadi 2 tipe yaitu :
1) Nyeri Akut, merupakan hasil dari injuri acut,penyakit dan pembedahan. Nyeri
akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
2) Nyeri Kronik :
a. Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa
penyembuhan atau tidak progresif
b. Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan kanker atau proses
penyakit lain yang progresif.
c. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.
Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang pasti.
1. Pengkajian Nyeri
a) Riwayat penyakit sekarang.
b) Riwayat pembedahan / penyakit dahulu
c) Riwayat psiko-sosial
d) Riwayat pekerjaan
e) Obat-obatan dan alergi.
f) Riwayat keluarga.
g) Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetic.
h) Asesmen sistem organ yang komprehensif
i) Pengkajian nyeri yang digunakan adalah numerik rating scale, wong backer,
flanc dan NIP
j) Jenis-Jenis Skala Nyeri Secara umum, skala ini digambarkan dalam bentuk
nilai angka, yakni 1-10. Berikut adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai
angka yang perlu Anda ketahui

DOKUMEN RS BUNDA 12
NILAI PENGERTIAN
Skala 0 Tidak nyeri
Skala 1 Nyeri sangat ringan
Skala 2 Nyeri ringan (ada sensasi seperti dicubit)
Skala 3 Nyeri (mulai terasa namun masih bisa ditoleransi)
Skala 4 Nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)
Skala 5 Nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam
waktu lama
Skala 6 Nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera
penglihatan
Skala 7 Nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas
Skala 8 Nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan
terjadi perubahan perilaku
Skala 9 Nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara
apapun untuk menyembuhkan nyeri
Skala 10 Nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan
Anda tak sadarkan
2. Skala Nyeri
Setiap individu mempunyai respon nyeri yang berbeda – beda, respon
tersebut dapat pengaruhi oleh jenis kelamin, lingkungan, pekerjaan, social budaya
atau riwaya sebelumnya dari pasien. Respon nyeri dapat dilakukan penilaian
secara fisual dan verbal, Adapun penilaian tersebut dapat dilihat dari ekspresi
wajah, tingkah laku pasien atau ungkapan dari pasien itu sendiri. Untuk
mengetahui tingkat nyeri yang dilakukan.
Ada banyak jenis cara penghitungan skala nyeri, untuk mengetahui respon
pasien terhadap nyeri rumah sakit bunda hanya menggunakan 3 jenis cara
penghitungan skala nyeri yaitu:

DOKUMEN RS BUNDA 13
a. Wong-Bakker Pain Rating Skale
Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala
nyeri yang diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie
Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat
ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan
rasa nyeri.
Saat menjalankan prosedur ini, PPA akan meminta pasien untuk
memilih wajah yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang
mereka alami. Seperti terlihat pada gambar, skala nyeri dibagi menjadi:

0 Tidak ada nyeri yang dirasakan


2 Sedikit nyeri
4 Nyeri
6 Nyeri lumayan parah
8 Nyeri parah
10 Nyeri yang sangaat parah
b. Metode Flacc
Untuk melakukan pengkajian nyeri pada anak usia < 7 tahun
menggunakan metode flacc.
Bayi tidak dapat berkomunikasi melalui verbal secara menyeluruh,
walaupun tingkah laku mereka menampilkan ekspresi wajah nyeri seperti
menangis, wajah meringis, mata menyipit, dagu bergetar. Sedangkan pada
anak todller dan pra sekolah kurang dalam kemampuan kognitif untuk
menggunakan alat skor nyeri standar orang dewasa.Pengkajian nyeri pada
anak perlu dilakukan untuk menilai tingkat nyeri anak untuk penentuan
intervensi/tindakan yang akan dilakukan.
Face, Legs, Activity, Cry and Consolability (FLACC) scala adalah
intrumen pengkajian nyeri yang baik digunakan pada anak usia 2-7 tahun.
Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor total 0 (tidak nyeri) dan 10

DOKUMEN RS BUNDA 14
(nyeri hebat). Haasil skor perilakunya adalah 0 (rileks dan nyaman), 1-3
(nyeri ringan/ketidaknyamanan ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-10 nyeri hebat/
ketidak nyamanan berat.
No Kategori 0 1 2
1 wajah Tidak ada Terkadang Sering
ekspresi meringis/menarik menggertakan
khusus, diri dagu dan
senyum mengatupkan
rahang
2 kaki Normal, rileks Gelisah, tegang Menendang,
kaki tertekuk,
melengkungkan
punggung
3 aktivitas Berbaring Menggeliat, tidak Kaku atau
tenang, posisi bisa diam, kaku menghentak
normal, mudah mengerang
bergerak
4 menangis Tidak Merintih, Terus menangis,
menangis merengek, berteriak, sering
kadang-kadang mengeluh
mengeluh
5 konstabiliti Rileks Dapat Sulit dibujuk
ditenangkan
dengan sentuhan,
pelukan, bujukan,
dapat diahlihkan
c. Metode Nips
Bayi baru lahir adalah suatu makhluk yang unik karena mempunyai
kemampuan beradaptasi ekstra uteri, bayi dalam kandungan mendapatkan
kebutuhannya dari ibu melalui utero placenta. Namun setelah bayi lahir
maka bayi akan melakukan adaptasi sendiri agar dapat bertahan hidup.
Setiap bayi dapat mengalami kegagalan adaptasi karena banyak hal, Ketika
bayi tidak dapat bertahan sendiri maka bayi membutuhkan bantuan dan
perawatan khusus untuk mencegah terjadinya kerusakan organ.karena bayi

DOKUMEN RS BUNDA 15
akan mendapatkan prosedur tindakan yang banyak maka bayi akan rentan
terhadap terjadinya nyeri. Untuk pengkajian nyeri pada bayi tentunya tidak
sama dengan pengkajian nyeri pada pasien anak atau dewasa. Pengkajian
pada bayi menggunakan metode NIPS
Parameter
Skor 0 Skor 1 Skor 2
NIPS
Ekspresi Wajah tenang, Oto wajah tegang,
wajah ekspresi netral alis berkerut, dagu
dan rahang tegang
(ekspresi wajah
negatif-hidung,
mulut dan alis)
Menangis Tenang tidak Merengek ringan, Berteriak
menangis kadang-kadang kencang, menarik,
melengking terus-
terusan. (Catatan:
menangis lirih
mungkin dinilai
jika bayi
diintubasi yang
dibuktikan
melalui gerakan
mulut dan wajah
yang jelas).
Pola Pola Tidak teratur, lebih
pernapasan pernapasan cepat dari biasanya,
bayi normal tersedak, napas
tertahan.
Lengan Tidak ada Tegang, lengan
kekuatan otot, lurus, kaku,
gerakan tangan dan/atau ekstensi,
acak sekali- cepat ekstensi,
sekali fleksi

DOKUMEN RS BUNDA 16
Kaki tidak ada Tegang, kaki lurus,
kekuatan otot, kaku, dan/atau
gerakan kaki ekstensi, ekstensi
acak sekali- cepat, fleksi
sekali
Kesadaran Tenang, tidur Terjaga, gelisah,
damai atau dan meronta-ronta
gerakan kaki
acak yang
terjaga
Keterangan skala nyeri dan intervensi:
1. 0-2 = Nyeri ringan tidak nyeri
2. 3-4 = Nyeri sedang-nyeri ringan (intervensi tanpa obat, dievaluasi selama
30 menit)
3. >4 = Nyeri hebat (intervensi tanpa obat, bila masih nyeri diberikan
analgesik dan dievaluasi selama 30 menit)
3. Pengkajian Nyeri
1. Pengkajian Awal
Pengkajian awal dilakukan saat pertamakali kontak dengan pasien.
Setiap pasien yang mendapat perawatan dan pengobatan dirumah sakit
bundan akan dilakukan skrining cepat nyeri sebagai dasar dilakukannya
pengkajian awal dengan menggunakan PQRST. Pengkajian awal dilakukan
dengan menggunakan skala nyeri sesuai usia. Pengkajian akan membantu
tenaga medis dan perawat untuk dapat memberikan rencana penanganan
yang tepat.
2. Pengkajian Ulang
Pengkajina ulang dilakukan saat pasien setelah mendapatkan terapi
atau Tindakan dari nyeri yang dirasakan. Pengkajian awal dan pengkajian
ulang menggunakan metode PQRST. Dilakukan setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, tiap 4 jam pada pasien
yang sadar, tiap 15 menit pada pasien dengan gangguan jantung dan 30-60
menit pada pasien dengan nyeri kronik.

DOKUMEN RS BUNDA 17
Untuk itu, dalam mengkaji nyeri pada pasien dipastikan menggunakan
intrumen atau alat ukur yang tepat. Salah satu alat ukur yang paling banyak
digunakan dalam mengkaji nyeri adalah metode munemonic PQRST.
Singkatan Pernyataan
 P: provokes, Apa yang menyebabkan rasa sakit/nyeri; apakah ada
palliative hal yang menyebabkan kondisi memburuk/membaik;
(penyebab apa yang dilakukan jika sakit/nyeri timbul; apakah
nyeri ini sampai mengganggu tidur.
Q : quality Bisakah anda menjelaskan rasa sakit/nyeri; apakah
(kualitas) rasanya tajam, sakit, seperti diremas, menekan,
membakar, nyeri berat, kolik, kaku atau seperti ditusuk
(biarkan pasien menjelaskan kondisi ini dengan kata-
katanya).
R : Radiates Apakah rasa sakitnya menyebar atau berfokus pada
(penyebaran) satu titik.
S : severety Seperti apa sakitnya; nilai nyeri dalam skala 1-10
(keparahan) dengan 0 berarti tidak sakit dan 10 yang paling sakit.
Cara lain adalah menggunakan skala FACES untuk
pasien anak-anak lebih dari 3 tahun atau pasien dengan
kesulitan bicara
T : time (waktu) Kapan sakit mulai muncul;
apakah munculnya perlahan atau tiba-tiba;
apakah nyeri muncul secara terus-menerus atau
kadang-kadang;
apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini
sebelumnya.
apabila "iya" apakah nyeri yang muncul merupakan
nyeri yang sama atau berbeda.
4. Intervensi
1. Non Farmakologi
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling pertama berhubungan
dengan pasien, harus menguasai pengkajian nyeri serta dapat memberikan
intervensi keperawatan atau nonfarmakologis dari masalah nyeri. Berikut ini
adalah contoh-contoh perawatan nonfarmakologis dari nyeri.

DOKUMEN RS BUNDA 18
a. Buatlah pasien senyaman mungkin
b. Jangan gerakan area yang nyeri untuk meminimalkan rasa nyeri
c. Pusatkanlah perhatian pasien pada hal-hal lain, misalnya dengan
mengajak mendengarkan musik, melihat video, dan bercakap-cakap.
d. Buatlah alat-alat yang dapat mengalihkan perhatian anak dari rasa
sakitnya, misalnya mainan yang ia sukai.
e. Perhatikanlah hipnotis, guide imagery, dan relaksasi
f. Guide imagery dapat membantu pasien untuk membayangkan hal-hal
yang menyenangkan yang berhubungan dengan ketenangan.
g. Terapi kutaneus (massage) dapat menstimulasi kulit terasa lebih
ringan
h. Relaksasi dapat dilakukan dnegan berbagai macam teknik untuk
mengurangi kekhawatiran. Menarik napas dalam adalah salah satu
teknik yang dapat diajarkan.
i. Menyalurkan panas buatan (kompres hangat)
j. Menyalurkan dingin buatau (kantong es) dapat diterapkan pada fraktur
atau sprains dan dapat meringankan nyeri, serta bengkak.
Berikut ini adalah tabel strategi perawatan nonfarmakologis masalah
nyeri berdasarkan tingkatan usia :
USIA STRATEGI

Bayi Relaksasi: mengayun-ayunkan tubuhnya


Anak-anak Relaksasi: mengayun-ayunkan tubuh, memeluk
Distraksi: lagu, gambar, mainan favorit, bantal, selimut

Pra-sekolah Distraksi: menyanyi, bercerita, berhitung, meniup


balon
Relaksasi: Mengayun-ayunkan tubuh, memeluk Usia
sekolah
Usia sekolah Relaksasi: relaksasi napas dalam
Distraksi: bercerita
Imajinasi: super hero, tempat-tempat favorite (pantai,
taman bermain)
Dewasa Imajinasi: tempat favorit

DOKUMEN RS BUNDA 19
Distraksi: musik, hobi
2. Farmakologi
Terapi farmakologi diberikan oleh DPJD disesuaikan dengan
algoritma nyeri. Adapun jenis terapi farmakologi yang diberikan berbeda –
beda sesuai dengan penyebab nyerinya. Jenis terapi farmakologi yang lazim
digunakan antara lain :
a. Lidokain tempel
b. Eutectic Mixture of Local Anesthesia
c. Parasetamol  untuk nyeri ringan sampai sedang
d. Obat Anti- Inflamasi Non-Steroid (OAINS)  ketorolak
e. Efek analgesik pada antidepresan  amitriptilin
f. Anti – konvulsan  gabapentin
g. Antagonis kanalnatrium  lidokain
h. Anatagonis kanal kalsiuml
i. Tramadol  nyeri akut dan kronik intensitas sedang
Rute pemberian obat sebagai berikut :
a. Obat – obatan melalui injeksi
Adapun jenis obat yang diberikan berdasarkan keluhan nyeri pasien.
Adapun jenis obat – obatan injeksi yang dipakai antara lain :
- Tramadol
Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan
efek samping yang lebih sedikit/ ringan. Bersifat sinergistik dengan
medikasi OAINS.
Indikasi: efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri)
kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca- herpetik, nyeri pasca- operasi.
Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal dan per oral
- Obat Anti- Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-
sedang, anti-piretik
Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema,
dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid

DOKUMEN RS BUNDA 20
Efek samping: gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi venal,
penigkatan enzim hari.
b. Obat – obatan tempel
- Durogesik tempel (fentanil)
Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada
efek samping sistemik
Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misal : herpetik, neuropati,
diabetik, neuralgia pasca- pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri
miofasial.
c. Obat – obatan peroral
Diberikan untuk skala nyeri ringan sampai sedang, yang mempunyai efek
samping yang minimal. Diberika pada pasien yang alergi terhadap obat
injeksi.
5. Evaluasi
a. Dilakukan evaluasi 15 menit setelah intervensi obat injeksi (pada pasien
jantung)
b. Dilakukan evaluasi 1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya
c. Dilakukan evaluasi 1x / shift bila skor rnyeri 1 – 3
d. Dilakukan evaluasi Setiap 3 jam bila skor rnyeri 4 – 6
e. Dilakukan evaluasi Setiap 1 jam bila skor rnyeri 7 – 10
f. Dihentikan bila skor rnyeri 0
6. Edukasi
a. Edukasi diberikan kepada setiap pasien yang mengalami nyeri akibat
Tindakan atau penyakit.
b. Edukasi diberikan sesuai dengan tingkat nyeri yang alami oleh pasien
dengan mempertimbangkan kultur budaya, agama, kepercayaan dan nilai –
nilai yang dianut oleh pasien.

DOKUMEN RS BUNDA 21
E. PELAYANAN MENJELANG AKHIR HAYAT
Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan untuk pasien yang
mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju
pada proses kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang. Pasien yang berada pada tingkat
akhir hidupnya memerlukan pelayanan yang berfokus akan kebutuhannya yang unik. Pasien
dalam tahap ini dapat menderita gejala lain yang berhubungan dengan proses penyakit atau
terapi kuratif atau memerlukan bantuan berhubungan dengan faktor psikososial, agama , dan
budaya yang berhubungan dengan proses kematian. Penyakit terminal adalah suatu penyakit
yang tidak bisa disembuhkan lagi
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan
dambaan tersebut tidak tercapai. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu
proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat
akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan,
ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Rumah sakit memberikan asuhan pasien menjelang akhir kehidupan dengan
memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga. Tujuannya adalah mengoptimalkan kenyaman
dan martabat pasien.
Setiap pasien yang lanjut usia atau pasien yang menderita penyakit krosis berhak
mendapatkan pelayanan khusus yang berhubungan denagn pelayanan yang manusiawi diakhir
kehidupannya. Pelayanan tersebut dapat melalui beberapa tahapan skring awal, pengkajian
awal dan pengkajian lanjutan serta tatalkasana atau hasil ynag diharapakan.
Tujuannya adalah agar dapat memberikan pelayanan yang optimal yang sesuai dengan
kebutuhan pasien selama perawatan.
1. Tanda – Tanda Pasien Menjeleng Akhir Hayat
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku
yang khas antara lain :
a) Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang
dimulai pada gerakan paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan,
ujung hidung, yang terasa dingin dan lembab.
b) Kulit nampak kebiru biruan kelabu atau pucat.
c) Nadi mulai tak teratur lemah dan pucat.
d) Frekwensi nafas yang semakin lama seamkain cepat atau lambat.
e) Gambaran ECG yang tidak beraturan.

DOKUMEN RS BUNDA 22
f) Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene nokes.
g) Menurunnya tekanan darah peredaran darah perifer menjadi terhenti dan
rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang.
h) Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi dari individu.
i) Pemantuan produksi urin lewat kateter kencing.
2. Pengkajian
a. Skrining
Skrining dilakukan pada saat petama kali pasien masuk rumah sakit,
untuk menentukan pasien tersebut masuk dalam fase terminal/menjelang
ajal. Melaksanakan pengkajian keadaan pasien sesering mungkin sesuai
kebutuhan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang timbul lainnya.
b. Managemen respon pasien.
Dalam fase menjelang ajal, PPA harus memperhatikan respon pasien
selama dirawat termasuk respon mual, muntah, nyeri telan, badan terasa
nyeri semua dan kesulitan untuk bernafas atau gangguan pernapasan sampai
dengan delirium. Penatalaksanaan nyeri dapat menggunakan obat anti nyeri
(pain killer) sesuai dengan instruksi dokter. Pada saat-saat akhir kehidupan,
nyeri mungkin tidak dapat ditoleris oleh pasien, sehingga perlu
dipertimbangkan penggunaan opioid analgesics.
c. Faktor yang memperparah gejala fisik
1) Rasa kelelahan yang berlebih dapat terjadi pada akhir kehidupan yang
dapat disebabkan oleh berbagai factor, baik berupa perubahan fisik
maupun mental karena pengaruh pengobatan
2) Sesak napas dan kesulitan untuk bernapas spontan
3) Delirium dapat terjadi pada hari-hari terakhir kehidupan. Beberapa
pasien dapat mengalami kebingungan, nervous, dan restless (tidak
dapat beristirahat) atau berhalusinasi. Sedangkan pasien lainnya dapat
tenang atau bahkan menarik diri dari sekitarnya.
d. Orirntasi spiritual
Apakah pasien / keluarga membutuhkan bantuan dari dukungan dan
bantuan kelompok agama sesuai dengan keyakinan yang dianut
pasie/keluarga.

DOKUMEN RS BUNDA 23
e. Keprihatinan spiritual
Apakah keluarga/pasien memerlukan bantuan rohaniawan dalam
melakukan tuntunan menjelang ajal sesuai dengan keyakina yang dianut
pasien/keluarga.
f. Status psikososial
1) Berikan pasien perasaan tentang pemahaman dan empati terhadap
penyakit atau kondisi yang dideritanya.
2) Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna
pribadi dari kehilangan.
3) Berikan dorongan pada pasien untuk mengekspresikan atribut diri
yang positif tentang penerimaan kematian yang akan terjadi.
4) Bantu pasien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi,
jawab semua pertanyaan dengan jujur, proses berduka, proses
berkabung.
5) Apakah keluarga memerlukan pendampingan dari saudara/keluarga
yang lainnya dalam mendapingi pasien yang mengalami gejala
menjelang ajal.
g. Kebutuhan penundaan layanan
Libatkan keluarga dakam pengambilan kepitusan Apakah keluarga
menginginkan adannya penundaan layanan selama menjelang ajal.
Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat
di ruang rawat intensif (ICU dan HCU). Keputusan penghentian atau
penundaan bantuan hidup adalah keputusan medis dan etis. penundaan
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan atau penundaan untuk segera
dibawah pulang karena menunggu keluarga atau yang lainnya sesuai dengan
keyakinan pasien selam tidak bertentangan denga kebijakan rumah sakit.
h. Kebutuhan alternatif layanan
Melibatkan keluarga dalam pilihan alternatif selama pasien dalam
kendisi menjelang ajal, sebagai contoh adalah keluarga menggunakan
transportasi untuk pulang yang sudah disediakan oleh keluarga atau
permintaan dari pasien.

DOKUMEN RS BUNDA 24
i. Faktor resiko bayi keluarga yang ditinggalkan
Selama proses layanan pasien tersebut respon keluarga juga harus
diperhatikan, terutama respon keluarga secara psikologis.
j. Keputusan DNR
Libatkan keluarga dalam penmgambilan keputusan tentang keputusan
dilakukannya DNR terutama pasien yang dirawat diruang HCU.
F.

DOKUMEN RS BUNDA 25
BAB III
TATALAKSANA

A. PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM


1. Pelayanan Admisi
Rumah Sakit memberikan pelayanan kepada pasien yang sama dan tidak
membedakan keturunan, ras, agama dan jenis administrasi.
a. Setiap pasien yang datang kerumah sakit dilakukan proses pengobatan dan
asuhan dengan menggunakan alur dan metode yang sama.
b. Setiap pasien yang akan mendapat pelayanan di rumah sakit bunda harus
melalui proses admisi terlebih dahulu, kecuali pasien emergenci.
c. Setiap pasien yang akan melakukan pelayanan dirumah sakit bunda
dilakukan skrining terlebih dahulu yang dilakukan oleh petugas depan
(security atau petugas pendaftaran)
d. Rumah sakit bekerjasama dengan asuransi pemerintah dan non pemerintah
untuk memudahkan pasien dalam menentukan pilihan pembayaran.
e. Rumah sakit memberikan fasilitas kepada pasien yang tidak mampu dengan
pembiayaan rumah sakit dengan membebankan pembiayaan pada
pemerintah daerah.
f. Untuk pasien yang pembiayaannya tidak dapat dijamin oleh pemerintah
daerah maka pasien akan dilakukan alih rawat kerumah sakit pemerintah.
g. Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk pelayanan
rawat jalan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang telah
teridentifikasi
h. Semua pasien non kegawat daruratan yang hendak menerima pelayanan di
Rumah Sakit Bunda harus melalui pendaftaran terlebih dahulu.
i. Pasien rawat inap harus melalui admisi rawat inap di Instalasi Rekam
medik.
j. Penjelasan tentang hak dan kewajiban pasien serta general consent
dilakukan pada saat admisi.
k. Setiap pasien yang rawat inap ataupun akan dilakukan tindakan medis
operatif, diberikan informasi tentang Jaminan Tindakan dan Rawat Inap.

DOKUMEN RS BUNDA 26
2. Pelayanan Unit Emergensi
IGD Rumah sakit memberikan pelayanan dan asuhan secara terus menerus
setiap hari tampa melihat waktu libur atau hari besar. IGD rumah sakit Bunda
dikepalai oleh seorang dokter. Setiap pasien yang datang ke IGD Rumah sakit
bunda dikategorikan sebagai pasien emergency.
Rumah Sakit memprioritaskan pelayanan pasien dengan kebutuhan
emergensi berdasarkan proses triase berbasis bukti. Setiap pasien yang datang
dilakukan triage terlebih dahulu untuk menentukan tingkat kegawatan pasien
tersebut. Setiap pasien yang melakukan proses pelayanan di instalasi gawat
darurat dilakukan triage, Triase di RS Bunda menggunakan Australian Triage
Scale (ATS). Pasien ditidurkan dibed sesuai dengan tingkat kegawatan pasien.
Pasien dilakukan pengkajian oleh dokter dan pewarwata untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Keluarga pasien diminta untuk melakukan proses
pendaftaran untuk mendapatkan berkas rekam medis pasien. Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh dokter, maka dokter menentukan apakah pasien tersebut dapat
dilakukan pelayanan lanjutan di rumah sakit Bunda, rujuk atau bisa dipulangkan.
Dari hasil tersebut maka pasien tesebut dilakukan pelayanan dirumah sakit sesuai
prosedur sesuai dengan SPO. Setiap pasien yang memerlukan Tindakan invasive
beresiko maka harus disertakan sinformed concent.
Jadwal jaga PPA terbagi menjadi 3 sift sesuai jadwal yang telah dibuat oleh
kanit yang telah sesuai ketentuan rumah sakit. Petugas di IGD hanya PPA yang
berkompeten dan mempunyai izin praktek sesuai dengan profesinya yang dapat
memberikan asuhan pelayanan pasien, sesuai dengan Surat Penugasan Klinis
(SPK) dan Surat Penugasan Kerja Klinis (SPKK) yang diberikan oleh Direktur
Rumah Sakit. PPA melaksanakan tugas secara mandiri, delegatif, dan kolaboratif
3. Pelayanan Rawat Jalan
Pasien daftar kerumah sakit bunda dapat melalui pendaftaran online atau
datang secara langsung. Setiap pasien yang datang dilakukan skrining oleh
pendaftaran berdasarkan kebutuhan dan kemampuan rumah sakit dalam
menangani kebutuhan pasien. Setelah dipastikan rumah sakit dapat mampu
memberikan pelayanan maka pasien diminta untuk melengkapi data yang telah
disediakan. Bila pasien tersebut sudah perna mendapatkan pelayanan dirumah
sakit bunda maka pasien menyerahkan kartu berobat rumah sakit Bunda. Bila
pasien tersebut belum perna mendapatkan pelayanan dirumah sakit bunda maka

DOKUMEN RS BUNDA 27
pasien diminta untuk menyerahkan KTP untuk melengkapi data yang diperlukan.
Setelah data diserahkan terisi lengkap data diberikan kebagian rekam medis. Bila
pasien lama data diberikan kebagian rekam medis untuk dicarikan BRM pasien,
bila pasien tersebut baru, maka pendaftaran membuatkan nomer register dan BRM
baru sesuai SPO. BRM diserahkan kepoli rawat jalan berdasarkan tujuan.
Setiap pasien lansia yang melakukan pemeriksaan ke poli rawat jalan
diberikan kalung berwarna kuning untuk menandai pasien resiko jatuh.
4. Pelayanan Rawat Inap
Pasien rawat inap berasal dari poli rawat jalan atau IGD, dari hasil
pemeriksaan bila pasien membutuhkan rawat inap maka akan diberikan pengantar
rawat inap untuk diserahkan kebagian pendaftaran pasien rawat inap.
Saat dibagian pendaftaran pasien rawat inap pasien / keluarga diberikan
penjelasan tentang sumber pembiayaan yang digunakan, hak dan kewajiban
pasien serta tata tertib selama dirawat dirumah sakit Bunda, bila pasien setuju /
bersedia maka Pasien / keluarga menandatangani berkas rawat inap.
Petugas pendaftaran rawat inap memesan kamar untuk pasien sesuai dengan
hak pasien dan membuatkan nomor rawat inap (TP2RI) dan cetak gelang pasien.
Berkas rawat inap dan gelang diserahkan kepada perawat IGD atau ruangan.
Pemasangan gelang identitas dilakukan saat pasien diIGD atau kamar
operasi untuk bayi baru lahir. Setiap pasien yang rawat inap harus dipasang
gelang identitas, bila perempuan gelang berwarna pink dan bla laki-laki berwarna
biru.
Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum tranfusi darah,
atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum
dilakukan tindakan. Pelayanan dan asuhan pasien dilakukan oleh dokter yang
kompeten sesuai dengan SPK dan RKK yang telah dikeluarkan.
Bila pasien tersebut berasal dari IGD akan dipindahkan keruangan setelah
dilakukan konsultasi dengan DPJP dan dilakukan tindakan berdasarkan advis dari
DPJP. Setelah pasien dinyatakan stabil maka pasien akan dipindahkan keruang
rawat inap yang dituju.
Bila pasien berasal dari rawat jalan dan kondisi stabil, dipindahkan
keruangan Setelah proses administrasi dan ruangan ruangan siap.

DOKUMEN RS BUNDA 28
Kunjungan DPJP dilakukan setiap hari, bila DPJP berhalangan hadir maka
diwakilkan oleh dokter jaga. Bila memerlukan pemeriksaan penunjang maka
diberikan pengantar sesuai dengan prosedur. Bila ada pemeriksaan penunjang
yang tidak dapat dilakukan didalam Rumah Sakit Bunda, maka pemeriksaan
dilakukan diluar rumah sakit Bunda sesuai dengan MOU rumah sakit.
DPJP sebagai ketua tim dalam pelayanan dan asuhan pasien. Peresepan
dilakukan oleh DPJP, peresepan pasien rawat inap diberikan secara harian sesuai
dengan kebutuhan. Bila ada resep tambahan maka resep dituliskan oleh dokter
jaga.
Bila selama perawatan pasien tidak bisa dilakukan perawatan dirumah sakit
Bunda maka pasien akan dirujuk ke Rumah sakit rujukan yang bekerjasama.
Bila pasien diijinkan pulilang maka DPJP wajib membuat ringkasan medis
sebelum pasien pulang. Sebelum pasien pulang pastikan kelengkapan
administrasi, memastikan semua alat yang terpasang sudah terlepas semua,
kecuali memang diperlukan peralatan tersebut selama pasien dirumah.
Memberikan surat control sesuai dengan ketentuan rumah sakit dan melakukan
eduksi sebelum pasien pulang.
Bila selama pelayanan dan asuhan mengalami kendala, maka pasien akan
dibantu oleh petigas MPP. Dirumah sakit Bunda MPP dilakukan oleh manager
pelayanan dan dibantu oleh staf manager pelayanan. Melakukan kelengkapan
dokumentasi.
5. Pelayanan Bedah
Pasien rencana operasi bisa berasal dari IGD atau drai poli rawat jalan,
untuk pasien yang berasal dari IGD adalah pasien emergency yang memerlukan
tindakan segera. Untuk administrasi Pasien mengikuti prosedur seperti pasien
rawat inap.
Pasien sebelum melakukan tindakan maka dilakukan konsultasi dengan
DPJP untuk menentukan jam operasi dan konsultasi anastesi untuk menentukan
prosedur anastesi. Pengkajian awal bedah dilakukan saat rawat jalan oleh DPJP
atau sesaat sebelum operasi.
Proses anastesi dan sedasi baik anestesi dalam atau moderat dilakukan oleh
dokter anastesi. Tindakan yang memerlukan anastesi dalam atau moderat
tergantung pada jenis Tindakan dan RKK yang dikeluarkan oleh rumah sakit.

DOKUMEN RS BUNDA 29
Setiap proses anastesi dilakukan pengkajian terlebih dahulu dan
pendokumentasian pada tempat yang sama.
Pengkajian prabedah operasi cito/ emergency (misal pasien dari IGD) dapat
dilakukan sesaat sebelum operasi, boleh tidak dilakukan dengan lengkap, hanya
berupa catatan singkat pemeriksaan, diagnosis dan rencana operasi yang
dilakukan.asesmen prabedah emergensi / cito cukup ditulis di lembar triage IGD.
Pembiusan local yang dilakukan dibawah tanggung jawab dokter IGD.
Tindakan operasi local dilakukan diunit (IGD atau VK). Laporan anastesi
dialkukan oleh dokter anastesi, instruksi post anastesi-sedasi pada formulir
laporan anastesi-sedasi dan pada CPPT dengan menuliskan instruksi post operasai
lihat pada laporan operasi. Edukasi nyeri diberikan oleh PPA kepada setiap pasien
yang menjalani prosedur infasif.
6. Pelayanan Laboratorium
Unit laboratorium rumah sakit bunda melayani pemeriksaan terus menerus
selama 24 jam dalam 7 hari dan melakukan kerja sama untuk pemeriksaan
Laboratorium patologi klinik, patalogi anatomi dan mikrobiologi.
Setiap pemeriksaan laboratorium berdasarkan atas advis DPJP. Permintaan
laboratorium dituliskan dalam formular permintaan yang telah ditandatangani
DPJP. Lengkapi formulir dengan identitas pasien, asal ruangan, tanggal dan
centang permintaan apa yang diminta oleh DPJP. Formulir permintaan harus
disertakan indikasi untuk mendapatkan hasil atau interpretasi. PPA memberikan
penjelasan atas advis dari DPJP. Pasien atau keluarga TTD diformulir permintaan
sebagai bukti bahwa pasien/keluarga setuju dengan pemeriksaan tersebut. Petugas
unit menghubungi petugas laboratorium. Formulir diserahkan kepetugas
laboratorium untuk dilakukan pengambilan sampel sesuai dengan permintaan.
Petugas laboratorium melakukan pemeriksaan sesuai dengan permintaa.
Petugas laboratorium membacakan hasil segera setelah ditemukan adanya nilai
kritis. Petugas laboratorium memberikan hasil pemeriksaan keunit.
PPA melaporkan ke DPJP segera setelah menerima hasil pemeriksaan bila
hasil termasuk angka kritis. Hasil pemeriksaan didokumentasikan diBRM pasien.
Penggunaan alokasi sumber daya yang sama antara lain staf klinis dan
pemeriksaan diagnostic untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi yang
sama
7. Pelayanan Radiologi

DOKUMEN RS BUNDA 30
Pelayanan imejing diagnostic yang ada di RS Bunda adalah pelayanan untuk
melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi non pengion, antara lain
pemeriksaan USG, pemeriksaan foto rongen dan pemeriksaan ECG.
Seluruh pelayanan radiologi diagnostic imejing tersebut diatas adalah
pelayanan yang terintegrasi berada di bawah instansi radiologi. Pelayanan
radiologi dilakukan oleh petugas radiologi dibawah tanggung jawab dokter
radiologi. Pemeriksaan radiologi bisa berasal dari prawat jalan atau rawat inap.
Sebelum melakukan pemeriksaan radiologi, DPJP memberikan formular
permintaan tindakn disertai diagnose untuk meminta hasil interpretasi. Unit
menghubungi petugas radiographer tentang rencana tindakan. Setelah petugas siap
Pasien dibawa keruang radiologi untuk dilakukan tindakan.
Hasil muncul setelah dilakukan tindakan, interpretasi muncul setelah
dikonsultasikan dengan dokter radiologi dalam waktu minimal 1x24 jam.
8. Pelayanan Rujukan
Rujukan dilakukan ke rumah sakit yang telah bekerjasama dengan rumah
sakit bunda, dilakukan untuk rujukan pasien dan rujukan pemeriksaan
menggunakan transportasi dari rumah sakit. Rujukan dilakukan oleh unit dimana
pasien tersebut berada dan rujukan harus atas advis dari DPJP.
Sebelum dilakukan rujukan pasie/keluarga diberikan penjelasan tentang
tujuan rujuk dan tata cara rujuk. PPA menghubungi tujuan rujukan dan petugas
ambulan. PPA mempersiapkan keperluan rujukan, seperti kelengkapan
administrasi, kelengkapan alat dan obat – obatan selama perjalanan.
Setelah mendapatkan tujuan rujukan, dan tujuan rujukan siap, maka pasien
siap diberangkatkan. Rujukan dikeloladan didampingi oleh PPA yang kompeten.
Pastikan kelengkapan dokumentasi.
9. Pelayanan Obat
Peresepan dilakukan oleh dokter dengan menggunakan resep yang telah
disediakan. Dalam resep tertera identitas pasien, nama dokter yang menuliskan
resep, tanggal pembuatan resep, nama obat dan jumlah yang dibutuhkan, Riwayat
alergi dan nomer rawat jalan atau rawat inap. Peresepan disesuaikan dengan
formularium rumah sakit.
Peresepan untuk rawat jalan diberikan sampai denagn pasien control
kembali, untuk rawat inap peresepan dilakukan harian sesuai dengan kebutuhan

DOKUMEN RS BUNDA 31
pasien. Untuk resep pasien rawat inap, obat harus diberikan kepada perawat atau
bidan untuk dilakukan dobel cek.
Sebelum melakukan pemberian obat, perawat melakukan dobel cek dengan
pasien/keluarga. Pemberian obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi atau
larutan pekatdilakukan oleh PPA yang kompeten.

DOKUMEN RS BUNDA 32
10. Dokumentasi
a. Dokumentasi dilakukan oleh semua PPA secara terintegrasi di form CPPT.
b. Setiap pasien yang mendapat pelayanan dan pengobatan mempunyai berkas
rekam medis sendiri sendiri.
c. Setiap pasien yang masuk kerumah sakit bunda dilakukan pengkajian awal
dan pengkajian ulang. Metode pengkajian yang digunakana adalah metode
IAR (informasi, Analisa, rencana).
d. Pengkajian awal dan pengkajian ulang menggunakan menggunakan form
yang sama diseluruh unit.
e. Setiap pasien yang datang kerumah sakit Bunda dilakukan skrining nyeri,
dilakukan manangemen nyeri sesuai dengan kebutuhan.
f. Setiap pasien yang mendapatkan prosedur Tindakan invasive atau Tindakan
beresiko tinggi menggunakan metode dan edukasi yang sama diseluruh
unit.
g. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh DPJP, perawat dan pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat
inap.
h. Rencana asuhan pasien secara individual dan berdasarkan data pengkajian
awal pasien.
i. Pengkajian pasien (pengkajian awal dan ulang) dilakukan dengan
pemeriksaan pasien untuk mengumpulkan informasi melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain, pengkajian nyeri, pengkajian
fungsional, resiko jatuh, resiko malnutrisi, dan pemeriksaan penunjang.
j. Setelah dilakukan pengumpulan data dan dilakukan analisa maka muncul
diagnose kerja, diagnose banding, masalah keperawatan dan kondisi pasien.
k. Selanjutnya dilakukan penentuan intervensi yang sesuai dengan diagnose
atau masalah kesehatan pasien.
l. Setelah menentukan intervensi maka PPA melakukan Implementasi asuhan
dengan pemberian pelayanan, pelaksanaan rencana dan monitoring
m. Instruksi tertulis diberikan secara tertulis menggunakan Form yang telah
ditetapkan rumah sakit
n. Instruksi dituliskan dilembar CPPT pada kolom ke 4. Untuk kasus darurat
dan intensif instruksi didokumentasikan dilembar yang disediakan rumah
sakit. (IGD lembar triage, HCU dilembar perkembangan pasien).

DOKUMEN RS BUNDA 33
o. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil asuhan, pengobatan dan
pengobatan yang tidak diharapkan.
p. Proses asuhan dilakukan dengan melibatkan pasien dan keluarga dalam
pengambilan keputusan.
q. Pengkajian ulang dilakukan dengan metode SOAP atau ADIME dalam
CPPT.
r. Bila asuhan sudah sesuai dengan rencana dan pencapaian sasaran, DPJP
melakukan verifikasi dengan memberikan paraf dan cap nama, gelar serta
SIP DPJP pada pojok kanan bawah dilembar CPPT tiap 1x 24 jam.
s. Rencana pulang terintegrasi (Intergrated Discharge Planning) komponen
dari sistem perawatan berkelanjutan. Diberikan kepada pasien dengan
kebutuhan perawatan dan asuhan berkelajutan.

B. PELAYANAN RESIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN PELAYANAN TINGGI


1. Pasien emergency/darurat
Setiap pasien yang datang ke IGD dikategorikan sebagai pasien emergency.
IGD memberikan pelayanan berdasarkan kriteria triage berbasis bukti bukan
berdasarkan nomor antrian.
Setiap pasien yang masuk ke Unit Gawat Darurat maka pasien dilakukan
skrining berupa triage untuk menentukan tingkat kegawatan pasien dan kebutuhan
asuhan dan pelayanan lanjutan kepada pasien.
Skrining yang dilakukan di luar rumah sakit meliputi pasien rujukan dari
luar rumah sakit dilakukan skrining apakah kondisi pasien dapat dilakukan
penangann di RS Bunda atau tidak, pada area diluar rumah sakit seperti di area
parkir skrinig awal dapat dilakukan oleh security
Pasien yang termasuk kriteria gawat atau gawat darurat maka diberikan
pelayanan terlebih dahulu tanpa menunggu antrian.
Selain pasien yang termasuk kriteria gawat atau gawat darurat pasien lansia
akan mendapatkan perlakuan khusus bila melakukan pemeriksaan di IGD.
Untuk pasien yang menerima pelayanan di IGD akan dilakuka evaluasi,
untuk menentukan Tindakan dan pelayanan selanjutnya berdasarkan kebutuhan
dan kemampuan runah sakit.
Pelayana emergency diberikan oleh PPA yang kompeten dan melibatkan
keluarga dalam pengambila keputusan.

DOKUMEN RS BUNDA 34
2. Pasien koma.
Setiap pasien yang datang kerumah sakit bunda dilakukan skrining, Bila dari
hasil skrining pasien terindikasi sebagai pasien koma, maka pasien diberikan
asuhan dan pelayanan semampu rumah sakit sampai dengan pasien dilakukan
transfer ke rumah sakit lain untuk mendapatkan asuhan dan pelayanan sesuai
denagn kebutuhan pasien.
Adapun Tindakan yang diberikan kepada pasien tersebut sampai dengan
menunggu pelayanan yang sesuai denag kebutuhan antara lain:
a. Setiap pasien yang datang dalam kondisi koma, maka pasien harus
didampingi oleh keluarga.
b. Pasien koma harus dilakukan pearwatan secara total sesuai dengan
kebutuhan pasien.
c. Pasien koma dilakukan perawatan oleh semua PPA yang kompeten
d. Perawatan pasien koma dilakukan diruang khusus
3. Pasien dengan alat bantuan hidup.
Setiap pasien yang datang kerumah sakit bunda telah dilakukan skring untuk
menentukan alokasi perawatan dan asuhan yang dibutuhkan. Bila dari hasil
skrining pasien tersebut terindikasi menggunakan / memerlukan alat bantuan
hidup maka rumah sakit bunda hanya mampu memberikan asuhan dan pelayanan
sementara sebelum pasien dilakukan transfer kerumah sakit lain unuk
mendapatkan asuhan dan perawatan lanjutan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Rumah sakit bunda hanya mampu memberikan pelayanan resusitasi sebelum
dilakukan rujukan.
4. Pelayanan pada pasien yang direstrain.
Penghalang atau Restraint adalah terapi dengan menggunakan alat-alat
mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Menurut Counsel
and Care, UK, 2002). Restraint adalah pembatasan disengaja atas Gerakan tidak
disadari atau perilaku seseorang.Sedangkan menurut terjemahan bebas bahasa
Inggris, restraint adalah menghentikan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tampaknya ingin dilakukannya. Prinsip dari tindakan restrain ini adalah
melindungi klien dari cedera fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman.
Dengan restrain, maka risiko ancaman kecelakaan atau cidera, misalnya jatuh,
terhadap individu dapat dikurangi.

DOKUMEN RS BUNDA 35
Terlepas dari teknik-teknik restrain yang digunakan di rumah sakit, hal yang
tidak kalah pentingnya adalah pelaksanaan restrain aman dan nyaman bagi pasien.
Restrain digunakan untuk tujuan :
a. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
b. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
c. Klien yang mengalami gangguan kesadaran.
d. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan
pengendalian diri.
e. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien
untuk istirahat, makan dan minum.
Indikasi restrain Untuk perlindungan pasien sendiri dan perlindungan orang
lain dengan tatalaksana sebagai berikut :
a. Melakukan Skrining pada pasien yang memerlukan restrain
b. Tentukan indikasi pemasangan restrain
c. Lakukan edukasi kepada keluarga.
d. Adanya advis dari DPJP tentang pemasangan restrain.
e. Persiapan alat restrain.
f. Pemasangan alat restrain pada pasien sesuai dengan kebutuhan.
g. Evaluasi berkala dilakukan untuk menilai keefektifan fungsi dari restrain.
h. Pendokumentasian
5. Pelayanan pada pasien tranfusi dan pemberian elektrolit pekat
a. Tranfusi
Transfusi Darah adalah tindakan medis yaitu memasukkan darah
kepada pasien, dari orang lain untuk tujuan pengobatan dan pemulihan
Dimana kita tidak perna mengetahui apakah pasien tersebut cocok
dengan darah yang dimasukkan dan komponen darah yang dimasukkan
bebas dari bibit penyakit serta rumah sakit tidak dapat memfasilirasi
pengelolaan darah. Tranfusi juga merupakan Tindakan medis yang
mempunya resiko seperti reaksi alergi sampai dengan syok. Syok karena
reaksi alergi atau karena penambahan volume cairan dalam tubuh.
Dari hal tersebut maka setiap pasien yang mendapatkan Tindakan
tranfusi harus dilakukan persiapan, pelaksanaan dan pemantauan dengan
tepat sehingga dapat meminimalkan resiko untuk pasien.

DOKUMEN RS BUNDA 36
Pemberian tranfusi dilakukan oleh PPA yang kompeten dan dilakukan
sesuai SPO rumah sakit, setiap pemberian tranfusi harus disertai informed
concent terlebih dahlu. Sela tranfusi dilakukan observasi secara berkala,
Pemantauan pasien tranfusi dilakukan sebelum melakuakan tranfusi, saat
tranfusi berlangsung dan selesai dilakukan tranfusi dan didokumentasikan
dalam form observasi. Pemberian cairan dan elektrolit pekat.
b. Pemberian Cairan dan elektrolit pekat
Pemberian dan elektrolit pekat merupakn cairan yang mempunyai
kepekatan lebih dibandingkan dengan cairan koloid yang lainnya. Bila kita
memberikan cairan tersebut belum tentu semua pasien dapat menerima
dengan baik. Pemberian cairan dan elektrolit pekat yang melaui saluran
intravena akan memberikan reaksi cepat bila pasien tersebut tidak bisa
memerimanya. Oleh karenanya bila ada Tindakan pemberian cairan dan
elektroloit pekat maka harus diberikan oleh PPA yang kompeten dengan
pemantauan lebih dibandingkan dengan pemberian cairan lainnya.
Pemberian cairan dan elektrolit pekat dilakukan oleh PPA yang
kompeten sesuai dengan SPO yang ditetapkan rumah sakit. Sebelum
dilakukan Tindakan pemberian cairan dan elektrolit pekat PPA wajib
melakukan edukasi tentang tatacara dan efeksamping yang akan dirasakan
oleh pasien. Selama pemberian cairan dan elektrolit pekat PPA wajib
melakukan observasi secara ketat untuk mencegah terjadinya efek samping
yang tidak diharapkan.
6. Pelayanan pasien usia lanjut, anak-anak, dan pasien berisiko disiksa/
perlakuan kekerasan fisik
a. Pasien Anak – anak dan lansia
1) Anak – anak dan lansia Termasuk dalam kriteria pasien resiko tinggi
karena mereka tidak dapat menyampaikan keinginannya, tidak
mengerti proses asuhan yang diberikan dan tidak dapat ikut serta
dalam pengambilan keputusan terkait dirinya.
2) Dilakukan skrining untuk Setiap pasien yang mendapatkan pelayanan
dan pengobatan.
3) Pendaftaran dilakukan oleh keluarga
4) Selama pelayanan dan perawatan pasien anak – anak atau lansia harus
didampingi oleh keluarga (orang tua atau anak)

DOKUMEN RS BUNDA 37
5) Setiap informasi tentang rencana tindakan yang dilakukan kepada
pasien harus diinformasikan kepada orang tua atau keluarga.
6) Pengambil keputusan terhadap rencana Tindakan dan asuhan kepada
pasien adalan orang tua.
7) Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan
kamar perawat.
8) Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
9) Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan
dapat digunakan.
10) Perawat atau bidan ruangan tidak boleh metinggalkan tempat tanpa
ada perawat atau bidan yang pengganti.
11) Pemasangan CCTV ditempat – tempat yang beresiko.
12) Setiap pengunjung yang datang kekamar pasien yang beresiko wajib
melapor ke petugas pengaman.
13) Perawat berkoordinasi dengan petugas pengamanan untuk memantau
lokasi perawatan pasien.

C. PEMBERIAN MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI


1. Pasien dilakukan skrining awal untuk status gizi oleh petugas yang kompeten.
2. Bila dari hasil skrining awal ditemukan adanya masalah resiko gizi maka
diberikan terapi gizi terintegrasi, dipantau dan dievaluasi.
3. Pemberian terapi nutrisi diberikan sesuai dengan jadwal dan disesuaikan dengan
kebutuhan pasien.
4. Perawat memberikan daftar nama pasien dan kebutuhan nutrisi pasien diform
yang telah disediakan berdasarkan advis dari DPJP atau kebutuhan pasien.
5. Rumah sakit memperbolehkan makanan dari luar rumah sakit dengan pantauan
dan Batasan petugas gizi sesuai dengan kebutuhan pasien.
6. Bila Keluarga dan pasien didapatkan membawa makanan dari luar rumah sakit
maka petugas gizi wajib melakukan edukasi tentang batasan – batasan diit pasien
dan membawa tempat penyimpanan tersendiri yang tertutup.
7. Pemberian terapi gizi pada pasien dengan resiko gizi maka Petugas gizi
melakukan dokumentasi dalam rekam medis yang mencakup rencana, pemberian
dan evaluasinya.
8. Petugas gizi menilai Respon pasien terhadap terapi gizi di monitoringnya.

DOKUMEN RS BUNDA 38
9. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko kontaminasi
dan pembusukan
10. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik

D. PENGELOLAAN NYERI
1. Skrining nyeri dilakukan kepada semua pasien yang mendapatkan perawatan dan
pengobatan dirumah sakit Bunda.
2. Untuk pasien dengan kondisi emergency atau nyeri hebat bisa dilakukan skrining
cepat untuk menentukan Tindak lanjut.
3. Identifikasi nyeri dilaksanakan dengan melakukan pengkajian awal dan
pengkajian ulang.
4. Pengkajian awal nyeri dilakukan untuk menentukan pelayanan untuk mengatasi
nyeri.
5. Skrining awal dilakukan di IGD dengan menggunakan form tiage pada kolom
skala nyeri.
6. Bila dari skrining awal didapatkan adanya keluhan nyeri, maka dilakukan
pengkajian awal dan lanjutan untuk menentukan terapi yang sesuai dan untuk
mengatasi nyeri dengan tepat.
7. Pengkajian ulang nyeri dilakukan untuk menentukan keefektifan asuhan dan
menentukan rencana asuhan selanjutnya.
8. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi nyeri diberikan disesuaikan dengan
skala nyeri, bisa farmakologik atau non farmakologik.
9. Terapi nyeri dengan farmakologi mengikuti advis DPJP yang disesuaikan dengan
managemen nyeri.
10. Terapi nyeri non farmakologi dilakukan oleh PPA sesuai dengan tingak nyeri
yang dirasakan oleh pasien.
11. Pada tingkat tertentu sesuai regulasi, nyeri belum memerlukan asuhan asuhan
obat/farmakologik, maka asuhan mandiri perawat misalnya gaet control, relaksasi
dan distraksi dapat dilaksanakan.
12. Pengkajian ulang nyeri dan monitoring pasca pemberian obat anti nyeri dilakukan
untuk mengetahui kebehasilan asuhan yang dapat untuk menurunkan nyeri.
13. Monitoring dilakukan sesuai dari hasil skala nyeri didapat atau terapi yang
diberikan.

DOKUMEN RS BUNDA 39
14. Evaluasi dilakukan setelah dilakukan pemberian terapi untuk mengetahui
perubahan skala nyeri.
15. Pemberian edukasi tentang pelayanan mengatasi nyeri disesuaikan dengan latar
belakang agama, budaya, nilai – nilai pasien dan keluarga.
16. Pemberian edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat tindakan yang
terencana, prosedur pemeriksaan, dan pilihan yang tersedia untuk mengatasi nyeri.
17. Pengelolaan nyeri dilkaukan oleh PPA yang kompeten dan didokumentasikan
pada form yang disediakan.

E. PELAYANAN MENJELANG AKHIR HAYAT


1. Skrining dilakukan kepada setiap pasien yang mendapatkan perawatan dan
pengobatan dalam kondisi fase terminal
2. Skring awal bisa dilakukan dengan cepat dengan meluha usia dan keluhan pasien.
3. Identifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan akhir kehidupan dilaksanakan
dengan melakukan pengkajian awal dan pengkajian ulang.
4. Pengkajian awal dan pengkajian ulang dilakukan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien dengan metode IAR.
5. Pengkajian awal dan pengkajiann ulang harus menilai kondisi pasien seperti:
a. Gejala mual, muntah dan sulit bernafas.
b. Factor yang memperparah gejala fisik
c. Managemen gejala dan respon pasien.
d. Orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam kelompok
agama tertentu.
e. Keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa, penderitaan dan
rasa bersalah.
f. Status psikososialmpasien dan keluarga seperti kekerabatan, kelayanan
perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, serta reaksi pasien dan
keluarga menghadapi penyakit.
g. Kenutuhan dan bantuan atau panduan pelayanan untuk pasien dan keluarga.
h. Kebutuhan alternative layanan atau tingkat layanana.
i. Factor resiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi
reaksi patologis atas kesedihan.
6. Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi pasien oleh dokter umum / DPJP.

DOKUMEN RS BUNDA 40
7. Menghormati keputusan dokter untuk tidak melanjutkan pengobatan dengan
melibatkan dan persetujuan pasien dan atau keluarganya.
8. Memberikan pelayanan dan perawatan pada pasien tahap terminal dengan hormat
dan penuh kasih sayang.
9. Bila kondisi pasien yang terminal atau sakaratul maut menempati ruang biasa
seperti zaal, maka pasien ditempatkan pada bagian pinggir dekat jendela dan
ditemani oleh keluarga dan dimonitor oleh perawat sebagai penanggung jawab
untuk mengontrol kondisi pasien,
10. Bila pasien berada diruangan yang berisi dua atau tiga orang maka pasien yang
tidak mengalami sakaratul maut maka pasien dipindahkan keruangan lain.
11. Bila sewaktu-waktu mengalami perubahan kondisi dan melaporkan pada Dokter
Penanggung Jawab Pasien atau dokter jaga IGD untuk memastikan kondisi
pasien.
12. Bila pasien meninggal dunia, maka dilakukan tindakan perawatan pasien setelah
meninggal dunia atau perawatan jenazah, dengan tujuan Membersihkan dan
merapikan jenazah, memberikan penghormatan terakhir dan rasa puas kepada
13. sesama insani.
14. Melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, secara primer atau sekunder
serta memberikan pengobatan sesuai permintaan pasien dan keluarga.
15. Memberikan terapi secara realistis yang tidak menyakiti pasien, termasuk terapi
alternatif atau terapi tradisional yang diinginkan pasien atau keluarga.
16. Melakukan intevensi keagamaan dan aspek budaya pasien dan keluarga. Lakukan
pengkajian status mental terhadap keluarga yang ditinggalkan serta edukasi
terhadap mekanisme penanganannya..
17. Memberikan fasilitas kepada keluarga tentang keinginan pasien atau keluarga
untuk yang terakhir kalinya.
18. Menghormati hak pasien untuk menolak pengobatan atau tindakan medis lainnya.
19. Menenjukkan rasa empati kepada pasien dan keluarga.
20. Rumah sakit saat ini hanya memfasilitasi untuk perawatan jenazah kedepannya
rumah sakit berencana untuk membangun ruang kamar jenazah agar mampu
memberikan pelayanan pemulasaraan jenazah.
21. Libatkan keluarga dalam pengambila keputusan

DOKUMEN RS BUNDA 41
BAB IV
DOKUMENTASI

Adapun dokumen yang dibutuhkan untuk pelayanan dan asuhan pasien adalah berkam
rekam medis pasien selama mendapatkan perawatanan.berkas tersebut adalah:
A. Pelayanan seragam
1. Stiker identitas pasien
2. Formular triage
3. Formular surat perintah rawat inap
4. Formular general concent
5. Formular pengkajian awal pasien
6. Formular CPPT
7. Formular implementasi
8. Formular observasi
9. Informed concent
10. Formular edukasi
11. Formular laporan operasi
12. Formular laporan anastesi
13. Formulit transfer intra dan anatar unit
14. Formular permintaan pemeriksaan penunjang
15. Formular permintaan produk darah
B. Pelayanan resiko tinggi
1. Informed concent
2. Formular CPPT
3. Formular edukasi
4. Formular observasi
C. Pelayanan makanan dan terapi nutrisi
1. Formular pengkajian awal gizi
2. Formular pengkajian lanjutan gizi
3. Formular CPPT
4. Formular edukasi
5. Buku pesanan diit
6. Jadwal distribusi makanan

DOKUMEN RS BUNDA 42
D. Pengelolaan nyeri
1. Formular pengkajian
2. Formular edukasi
3. Formular CPPT
4. Formular observasi
E. Pelayanan menjelang akhir hayat
1. Formular pengkajian
2. Formular edukasi
3. Formular CPPT
4. Formular DNR
5. Formular penundaan atau second opinion

DOKUMEN RS BUNDA 43
BAB V
PENUTUP

Asuhan pasien yang seragam di seluruh rumah sakit merupakan proses pelayanan yang
dilakukan oleh seluruh petugas rumah sakit kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien
seperti asuhan pelayanan emergency, pelayanan resiko tinggi, pelayanan rawat jalan, rawat
inap, penyampaian informasi pengkajian pasien, dan asuhan anastesi yang diberikan RS
Bunda Surabaya pada asuhan pasien melalui tim medis untuk mencapai tujuan yang sama.
Demikian buku pedoman ini dibuat untuk pedoman asuhan pasien yang seragam di
Rumah Sakit Bunda. Maka segala pelayanan pasien wajib berdasarkan buku pedoman ini
sesuai instruksi direktur RS Bunda.

DOKUMEN RS BUNDA 44

Anda mungkin juga menyukai