Anda di halaman 1dari 7

PERAN FILSAFAT ILMU BERDASARKAN PEMIKIRAN KARL POPPER

DALAM METODOLOGI ILMU EKONOMI POSITIVISME

PENDAHULUAN
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata
“philos” dan “Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam,
dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi Filsafat dapat diartiakan sebagai
ilmu yang mepelajari tentang segala sesuatu secara mendalam mengenai ke-
Tuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan
bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Sedangkan filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat,
asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu
alam dan ilmu sosial.
Karl Popper merupakan seorang filsuf berkebangsaan Austria yang telah
menyumbangkan pemikiran penting terkait pemahaman filosofi dan ilmu
pengetahuan, pemikiran Popper dari sebuah ilmu pengetahuan yaitu harus dapat
difalsifikasi. Falsifikasi adalah menguji atau menghadapkan teori dengan fakta-
fakta yang bernilai sebaliknya sehingga terbukti ketidakbenaran dari teori
tersebut. Pernyataan Popper terkait falsifikasi merupakan bentuk penolakan
Popper terhadap gagasan lingkaran terkait metode verifikasi yang banyak
digunakan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Menurut Popper (1970 :
53), falsifikasi merupakan cara yang tepat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dapat berkembang atas
adanya kesalahan atau kekeliruan.
Dengan menerapkan falsifikasi, para akademisi akan berlomba-lomba untuk
terus bereksperimen dan melakukan observasi untuk menghasilkan teori baru
yang dinilai lebih benar sehingga ilmu pengetahuan terus mengalami
perkembangan. Selain itu, terkait dalam hal mengembangkan ilmu pengetahuan,
Popper menekankan penggunaan metode hipotesis deduktif. Karl Popper hadir
untuk mengkritisi dan menentang beberapa gagasan dasar Menurut Popper, titik
permasalahan sentral dari filsafat ilmu adalah demarkasi antara ungkapan yang
ilmiah dan tidak ilmiah.
Jadi dalam pandangan Popper, segala hal yang dapat difalsifikasi dapat
dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan, sedangkan yang tidak dapat
difalsifikasi dikategorikan sebagai bukan ilmu pengetahuan atau non-science,
misalnya yaitu agama. Dengan demikian, falsifikasi dapat digunakan untuk
membedakan antara science dan non-science.
Keseluruhan diskusi tentang posisi filsafat akan ditinjau hanya dengan
hubungannya terhadap metodologi ekonomi. “Ekonomi” yang berhubungan
dengan ilmu ekonomi dan metodologi yang hanya berhubungan dengan
pertanyaan teori pilihan (theory choice).
Paper ini akan menelusuri sejarah perkembangan metodologi tersebut serta
implikasinya dalam ilmu ekonomi. Karl Popper mempertemukan filosofi
keilmuan lama dengan yang baru, antara metode induktif dengan metode
deduktif. Popper berpendapat bahwa teori ilmiah yang terbaik harus dapat
difalsifikasi setidaknya secara prinsip bila tidak sesuai dengan kenyataan
empiris.

FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN ILMU EKONOMI


Ekonomi secara singkat merupakan ilmu yang membahas hal-hal yang
berkaitan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi dari suatu
komoditas. Namun dalam perkembangannya muncul berbagai pandangan lebih
lanjut tentang ekonomi. Filsafat Ekonomi adalah interdisiplin ilmu ekonomi
yang berkutat pada pengkajian teori ekonomi, metodologi ekonomi, berupa
penilaian terhadap hasil, institusi, dan proses ekonomi, serta etika dalam proses
ekonomi. Fokus utama pada kajian filsafat ekonomi adalah permasalahan yang
berkaitan dengan metodologi dan epistemologi.
Filsafat ilmu sangat berperan dalam pengembangan ilmu ekonomi
berdasarkan 3 landasan pokoknya yaitu Landasan Ontologi, Landasan
Epistemologis, Landasan Aksiologis. Peranan filsafat tersebut meliputi adanya
penemuan-penemuan baru, baik ekonomi secara teoritis maupun ekonomi
terapan. Temuan-temuan ilmiah tersebut diantaranya di bidang manajemen
produksi, manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia dan
manajemen keuangan telah mampu membawa dampak terhadap modernisasi
sistem industri dan perdagangan dunia.
Perkembangan baru dalam filsafat ekonomi terjadi di tahun 1970-an,
ketika filosofi Popperian, Lakatonian, dan Kuhnsian masuk dalam pembahasan
tentang ekonomi (Hausman, 2008). Popperian menolak metode induksi dan
memperkenalkan metode deduksi. Sekilas, pendekatan Popperian tersebut
memberikan ruang tentang legitimasi simplifikasi atau bagaimana teori ekonomi
dapat menemukan klaim scientific-nya. Akan tetapi, filosofi Popperian yang
mensyaratkan bahwa formulasi teori harus logically falsifiable dan testable,
menyebabkan adanya kemungkinan penolakan terhadap sebagian besar bahkan
seluruh teori ekonomi karena adanya ceteris paribus dan asumsi-asumsi yang
sering kurang realistis yang mendasari teori ekonomi (Marchi, 1988; Caldwell,
1991; Boland, 1992). Kelemahan ini selanjutnya diatasi oleh Imre Lakatos
(1970) yang kemudian dikenal dengan Lakatonian, yang memperkenalkan
konsep theoretically progressive. Lakatos menekankan pada appraising
historical series of theories yang berbeda dengan Popperian yang bersifat
appraising theories. Akibatnya, pandangan Lakatos lebih banyak diterima pada
pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi dibandingkan dengan
Popperian. Sekalipun demikian, pandangan Lakatos ini belum dapat menyajikan
penjelasan yang memuaskan tentang aspek metodologis dan empirikal untuk
menyatakan klaim tentang “scientific” ilmu ekonomi sekuat klaim “scientific”
dalam ilmu alam.
Sulitnya persoalan simplikasi dalam ilmu ekonomi memunculkan sejumlah
pandangan radikal diantaranya adalah bahwa ilmu ekonomi memang tidak dapat
melewati persoalan metodologis tersebut. Pelopor pandangan ini adalah
Alexander Rosenberg (1992) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi hanya
dapat menghasilkan prediksi umum yang tidak tepat, dan tidak dapat
menghasilkan perubahan. Lebih lanjut, menurut Rosenberg teori ekonomi hanya
bernilai sebagai matematika terapan bukan sebagai teori empiris. Pandangan ini
relatif memiliki dasar argumentatif mengingat ilmu ekonomi tidak dapat
mencapai kemajuan sebagaimana yang dilakukan oleh ilmu alam. Akan tetapi,
banyak kalangan menilai bahwa klaim ilmu ekonomi tidak menghasilkan
kemajuan dan prediksi kuantitatif cenderung lemah. Salah satu bukti dari hal
tersebut adalah kemampuan para ekonom kontemporer yang dapat memprediksi
harga saham lebih baik dibandingkan dengan para ekonom di masa lalu.
Pandangan radikal lainnya yang berlawanan dengan Rosenberg adalah Deidre
McCloskey’s (1994) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi tidak harus
memenuhi sejumlah standar metodologis tertentu. Menurut McCloskey’s, satu-
satunya kriteria yang relevan untuk menilai praktik dan produk yang dihasilkan
oleh ilmu ekonomi adalah apa yang diterima oleh praktisi. Dengan kata lain,
ilmu ekonomi dapat mengabaikan standar metodologis yang dikemukakan oleh
para filosof. Pandangan ini dikenal dengan istilah ekonomi retoris. Banyak karya
berharga dan berpengaruh yang dihasilkan oleh McCloskey’s dengan pandangan
ekonomi retoris ini. Akan tetapi masalah yang dihadapi adalah kesulitan untuk
mempertahankan argumentasi-argumentasi dalam studi tersebut karena tidak
memiliki standar epistemologis.
Varian lain tentang pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi adalah
realisme. Terdapat dua bentuk pandangan realisme yang berkembang yaitu (1)
Pandangan realism yang dikemukakan oleh Uskali Maki (2007), yang
mengeksplorasi beragam realisme implisit dalam pernyataan metodologis dan
bangunan teoritis yang dikemukakan oleh para ekonom, (2) Pandangan realisme
yang dikemukakan oleh Tony Lawson (1997) dan Roy Bhaskar (1978) yang
menyatakan bahwa seseorang yang menelusuri kekurangan yang terdapat dalam
ilmu ekonomi tidak cukup hanya dengan ontologi. Menurut Lawson, fenomena
ekonomi yang sebenarnya banyak dipengaruhi oleh faktor yang berbeda, dan
seseorang dapat mencapai pengetahuan ilmiah hanya berdasarkan mekanisme
dan kecenderungan yang berkaitan dengan variabel yang diobservasinya.
Sepanjang sejarahnya, ilmu ekonomi telah menjadi subyek kritik dari aspek
sosiologis dan metodologis. Kritik sosiologis misalnya dikemukakan oleh Karl
Marx yang mengkritik ekonomi klasik. Menurut Marx, ekonomi klasik memiliki
sejumlah bias ideologis dalam teori dan kebijakan ekonomi-nya sehingga akan
selalu memunculkan kritik yang takkan pernah berakhir. Pengaruh ilmu
sosiologi dan ilmu sosial lainnya yang dihadapkan pada kesulitan metodologis
dalam ilmu ekonomi telah memunculkan pandangan untuk merasionalisasi
perilaku ekonomi berdasarkan refleksi metodologis dari perpektif sosiologis.
Pelopor pandangan ini antara lain D. Wade Hands (2001), Hands and Mirowski
(1998), Philip Mirowski (2002), dan E. Roy Weintraub (1991). Sekalipun
demikian, seberapa baik pandangan ini masih banyak menimbulkan perdebatan.
Perkembangan lainnya terkait aspek metodologis dalam ilmu ekonomi adalah
penerapan pendekatan strukturalis teori ilmiah dalam ilmu ekonomi, yang antara
lain dikemukakan oleh Sneed (1971), Stegmüller et al (1981), dan Balzer and
Hamminga (1989). Pendekatan ini mengemukakan sejumlah pandangan terkait
adanya keragaman dan perbedaan pendapat dalam menafsirkan dan menilai teori
ekonomi. Selama tidak ada konsensus terkait aspek metodologis dalam ilmu
ekonomi, maka ketika praktisi ekonomi tidak setuju patut dipertanyakan apakah
mereka yang memiliki memahami filosofi tetapi kurang memiliki pengetahuan
ekonomi dapat menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karenanya, menurut
pandangan ini mereka yang merefleksikan metodologi ekonomi harus lebih
banyak memainkan peran dibandingkan dengan pihak lainnya.
Masalah metodologis lainnya dalam ilmu ekonomi adalah penggunaan
pendekatan eksperimental dan non-eksperimental. Kombinasi pendekatan
tersebut dinilai dapat menjembatani dikotomi antara teori ekonomi dan bukti
empiris. Akan tetapi, sejumlah kalangan masih menyangsikan apakah
pendekatan eksperimental dapat digeneralisasi dalam konteks non-
eksperimental, termasuk kemungkinan apakah pendekatan eksperimental dapat
dilakukan (Guala, 2005; Kagel and Roth, 2008).
BEBERAPA PANDANGAN
a) Menurut Marx, sistem masyarakat yang ada pada masa kapan pun
sebenarnya merupakan akibat dari kondisi ekonomi (hubungan
produksi). Perubahan-perubahan yang terjadi dapat dikembalikan pada
satu sebab, yaitu perjuangan kelas (class struggle) dalam rangka
memperbaiki kondisi ekonomi tersebut. Aristoteles juga telah membahas
sejumlah masalah yang terkait ekonomi, tetapi dalam ruang lingkup kecil
yang lebih kecil yaitu rumah tangga sehingga pada zaman itu ekonomi
dimaknai sebagai persoalan mengelola rumah tangga.
b) Alvey (1999), menunjukkan bahwa hingga permulaan abad ke-20 ilmu
ekonomi masih dipandang dalam perspektif moral science, dan
menyatakan bahwa perkembangan ilmu ekonomi kontemporer yang
teralienasi dari aspek moral telah melupakan akar sejarah disiplin ilmu
ini. Umumnya, para ekonom mengklasifikasi pemikiran ekonomi dalam
tiga kelompok, yaitu neoklasik ortodoks, institusionalis, dan radikal.
Duhs (2006) menyebutkan bahwa pembagian ini misalnya dilakukan
oleh Ward (1979); Cole, Cameron and Edwards (1983). Sejumlah varian
mainstream economics misalnya keynesian economics, monetarists, new
classical economics, rational expectations theory, real business cycle,
dll. Keragaman mainstream economics disebabkan oleh perbedaan
pandangan terhadap pertumbuhan, moneter, ketenagakerjaan, pertanian,
sumber daya alam, perdagangan internasional. Sedangkan varian
orthodox economics misalnya agency theory, Chicago School, public
choice, Austrian Economics, institutionalist economics Marxian
Economics, socio-economists, behavioral economists, post-keynesians,
neo-ricardians, neuroeconomics. Untuk pembahasan detail, lihat Davis,
Hands, and Maki (1998).
c) Sejumlah ekonom dan filosof yang memiliki kontribusi penting dalam
mengkonstruksi filsafat ekonomi sebagai bagian dari filsafat ilmu
pengetahuan antara lain (Buchanan, 1985), (Hausman, 2008), (Hausman
& McPherson, 1996), (Little, 1995), (Sen, 1987), dan (Rosenberg, 1992).
Terdapat beragama metode untuk memverifikasi validitas reasoning
yang mendasari suatu ilmu, antara lain empirical verification, induction,
test of an isolated theory impossible, coherentism, ockham’s razor.

SIMPULAN
Filsafat ilmu ekonomi berkaitan dengan pembahasan yang menjelaskan landasan
yang mendasari konsepsi, metodologi, serta etika dalam disiplin ilmu ekonomi.
Oleh karenanya, filsafat ekonomi merupakan bagian tak terpisahkan dari filsafat
ilmu pengetahuan yang membahas bagaimana disiplin ilmu tertentu
menghasilkan pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta
pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin ilmu. Sekalipun demikian,
terdapat beragam perdebatan yang sangat intensif dan terus berkembang dalam
upaya mengokohkan filsafat ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu
pengetahuan khususnya terkait dengan aspek metodologis, rasionalitas, etika dan
aspek normatif yang terdapat dalam ilmu ekonomi. Telaah yang lebih mendalam
dalam aspek-aspek ini sangat diperlukan dalam mengokohkan klaim “scientific”
ilmu ekonomi di masa mendatang.

REFERENSI
Caldwell, BruceJ. (1981). "Ulasan Metodologi Ekonomi oleh Mark Blaug,"
Southern Jurnal Ekonomi, 48, 242-45.
Caldwell, Bruce J. (1982). Di luar Positivisme: Metodologi Ekonomi di
Twentieth Century (London: Allen dan Unwin).
Caldwell, BruceJ. (1983a). "Hayek yang Falsificationist? A Bantahan untuk
Hutchison Metodologi Hayek." Makalah disajikan pada Sejarah Ekonomi
SocietyAnnual Rapat, Mei 1983.

Anda mungkin juga menyukai