Anda di halaman 1dari 21

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

PERAN AKUNTAN SEKTOR PUBLIK PADA PENINGKATAN KINERJA


BADAN LAYANAN UMUM (BLU) RUMAH SAKIT

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


1. NI PUTU ANINDYA SARASIJA P. (1633121007)
2. NI KADEK EVA YANTI (1633121017)
3. KADEK YOGA PRATAMA (1633121024)
4. NI KADEK MITHA SUGIANITRI (1633121040)
5. I GST. AYU DITA PRAMESTI (1633121052)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Rumah Sakit Pemerintah merupakan unit kerja dari Instansi Pemerintah yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Permasalahan yang
selalu timbul adalah sulitnya meramalkan kebutuhan pelayanan yang diperlukan
masyarakat maupun kebutuhan sumber daya untuk mendukungnya. Di lain pihak
Rumah Sakit harus siap setiap saat dengan sarana, prasarana tenaga maupun dana yang
dibutuhkan untuk mendukung pelayanan tersebut. Di samping itu Rumah Sakit sebagai
unit sosial dihadapkan pada semakin langkanya sumber dana untuk membiayai
kebutuhannya, padahal di lain pihak Rumah Sakit diharapkan dapat bekerja dengan
tarif yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas. (Henni Djuhaeni, 2006)
Amanat UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit bahwa tahun 2011 diharapkan semua
Rumah Sakit pemerintah (RS Vertikal maupun RSUD) sudah menjadi BLU/BLUD.
Positioning saat ini dimana tahun 2011 sudah hampir berakhir, semua Rumah Sakit
berusaha mempersiapkan diri untuk menjadi BLU/BLUD dengan persiapan yang
minim. (PERSI, 2011)
Dengan perubahan sistem keuangan Rumah Sakit serta sistem keuangan
Pemerintah secara keseluruhan diharapkan dana yang dikelola oleh Rumah Sakit akan
menjadi lebih besar dan terus meningkat sejalan dengan peningkatan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) serta persiapan Badan Layanan Umum dari tahun ke
tahun. Kondisi ini selain akan membawa pengaruh positif bagi peningkatan pelayanan,
tetapi juga membuka peluang untuk timbulnya ekses negatif penyalahgunaan dalam
pengelolaan keuangan negara. Untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam
mengatasinya. (Henni Djuhaeni, 2006)
Paradigma baru tentang pengelolaan keuangan negara sesuai dengan paket
peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara, mengandung tiga kaidah
manajemen keuangan Negara, yaitu: orientasi pada hasil (mutu layanan),
profesionalitas serta akuntabilitas dan transparansi. (PERSI, 2011)
Pada tahun 2005 dikeluarkan PP No. 23/2005 dan Permendagri No 61/2007
yang mengatur tentang pengelolaan keuangan pada BLU dimana semua Rumah Sakit
pemerintah harus berubah statusnya menjadi BLU/BLUD. Aturan ini menjadi landasan
hukum bagi RS pemerintah untuk lebih otonom dibidang keuangan. Dengan demikian,
prinsip efisiensi harus menjadi bagian dari sistem manajemen. Ini juga menjadi starting
point untuk meningkatkan sistem manajemen di rumah sakit pemerintah dalam
pengelolaan yang lebih berjiwa enterpreneurship dengan menerapkan konsep bisnis
secara sehat. PP No 23/2005 dan Permendagri No 61/2007 secara eksplisit
menyebutkan bahwa ada persyaratan substanif, teknis dan administratif bagi BLU,
termasuk RS, Bapelkes, Puskesmas dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya.
Persyaratan administratif sesuai dengan UU No. 23/2005 maupun Permendagri No
61/2007 tersebut adalah dokumen-dokumen berikut: 1) Pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat; 2) Pola tata
kelola (hospital by law dan clinical by law); 3) Rencana strategis bisnis (Renstra); 4)
Laporan keuangan pokok; 5) Standar pelayanan minimum (SPM); 6) Laporan audit
terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. (PERSI, 2011)
Selain tersebut di atas, ada beberapa prasyarat lain yang harus dipersiapkan
segera untuk mendukung pola pengelolaan keuangan BLU yaitu : 1) Pola tarif berbasis
unit cost dan mutu layanan (Unit Cost dan Tarif); 2) RBA (Rencana Bisnis Anggaran)
berbasis akuntansi biaya; 3) Remunerasi; 4) Sistem Akuntansi dan Keuangan
Lembaga-lembaga pelayanan publik seperti RS, Bapelkes, Puskesmas dan sebagainya
membutuhkan status BLU untuk meningkatkan kinerjanya. (PERSI, 2011).
Namun saat ini berbagai daerah masih memerlukan penjelasan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan PP No. 23/2005 maupun Permendagri 61/2007 bagi lembaga-
lembaga tersebut. Demikian juga dengan konsekuensi lain jika RSD menjadi BLU,
yang saat ini belum diatur dalam PP No. 23/2005 maupun Permendagri 61/2007
tersebut. Dibutuhkan upaya yang keras dan hati-hati untuk mempersiapkan lembaga-
lembaga pelayanan publik di daerah untuk menjadi BLU/BLUD. Persyaratan
substantif, teknis maupun administratif yang dicantumkan dalam PP No. 23/2005
maupun Permendagri 61/2007 bukan sekedar dokumen-dokumen kelengkapan yang
harus disediakan oleh manajemen RS. Dalam berbagai persyaratan tersebut terkandung
janji yang harus dipenuhi dalam suatu periode tertentu, yang tidak mudah dipenuhi jika
tidak dibarengi dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi. Namun demikian,
mempersiapkan dokumen-dokumen pendukung itupun merupakan tantangan tersendiri
bagi rumah sakit. (PERSI, 2011)
Akuntansi Rumah Sakit yang merupakan salah satu kegiatan dari manajemen
keuangan adalah salah satu sasaran pertama yang harus diperbaiki agar dapat
memberikan data dan informasi yang akan mendukung para manajer Rumah Sakit
dalam pengambilan keputusan maupun pengamatan serta pengendalian kegiatan
Rumah Sakit. (Henni Djuhaeni, 2006)
Istilah sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam, hal ini
merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu
(politik, ekonomi hukum dan sosial) memiliki cara pandang dan definisi yang berbeda-
beda. Dari sudut pandang ekonomi sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas
(kesatuan) yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang
dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik.
Sejalan dengan perkembangan maka di negara kita Akuntansi Sektor Publik
didefinisikan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan
pengelolaan dana masyarakat di lembaga–lembaga tinggi negara dan departemen
dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN,BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun
pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.
Beberapa tugas dan fungsi sektor publik sebenarnya dapat juga dilakukan oleh
sektor suasta misalnya untuk menghasilkan beberapa jenis pelayanan publik seperti
layanan komunikasi, penarikan pajak, pendidikan, transportasi publik dll, akan tetapi
untuk tugastertentu tugas sekotr publik tidak dapat digantikan oleh sektor suasta,
misalnya fungsi birokrasi pemerintahan. Sebagai konsekuensinya akuntansi sektor
publik dalam beberapa hal bebeda dengan akuntansi pada sektor swasta.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Akuntansi Sektor Publik


Menurut Sujarweni (2015:1) Akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai
aktivitas jasa yang terdiri dari mencatat, mengklasifikasikan, dan melaporkan kejadian
atau transaksi ekonomi yang akhirnya akan menghasilkan suatu informasi yang akan
dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu untuk pengambilan keputusan, yang diterapkan
pada pengelolaan dana publik di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-
departemen dibawahnya. Sektor publik adalah semua yang berhubungan dengan
kepentingan publik tentang penyediaan barang dan jasa yang ditujukan untuk publik,
dibayarkan melalui pajak dan pendapatan negara lainnya yang sudah diatur dalam
hukum.
Menurut Renyowijoyo (2008:2) mengatakan bahwa akuntansi sektor publik
adalah sistem akuntansi yang dipakai oleh lembaga-lembaga publik sebagai salah satu
alat pertanggungjawaban kepada publik. Organisasi sektor publik menghadapi tekanan
untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial dan manfaatnya
bagi publik, serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan.
2.2 Akuntabilitas Publik
Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik adalah
semakin meningkatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi
sektor publik seperti: pemerintah pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah,
departemen dan lembaga negara) Tuntutan akuntabilitas ini terkait dengan perlunya
transparansi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka memenuhi hak-hak
publik.
Pengertian Akuntabilitas publik adalah kewajiaban pemegang amanah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab kepada
pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewajiban untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut.
Akuntabilitas terdiri dari 2 macam yaitu : akuntabilitas vertikal dan
akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban
unit-unit kerja dinas kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah
daerah kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat kepada MPR. Sedangkan
akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas
beberapa dimensi :
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan,
sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan informasi informasi
akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. Akuntabilitas
proses termanifestasi melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif dan
biaya murah. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap akuntabilitas proses dapat
dilakukan dengan ada tidaknya mark up dan pungutan yang lain diluar yang ditetapkan
dan pemborosan yang menyebabkan pemborosan sehingga menjadikan mahalnya
biaya pelayanan publik dan kelambanan pelayanan. Serta pengawasan dan
pemeriksaan terhadap proyek-proyek tender untuk melaksanakan proyek-proyek
publik.
3. Akuntabilitas program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan
dapat dicapai atau tidak dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yanng
memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat
maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Akuntansi sektor publik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh
kecenderungan menguatnya tuntutan akuntabilitas sektor publik tersebut. Akuntansi
sektor publik dituntut dapat menjadi alat perencanaan dan pengendalian organisasi
sektor publik secara efektif dan efisien serta memfasilitasi tercapainya akuntabilitas
publik.
2.3 Pengukuran Kinerja
Mahsun (2006:25) mendefinisikan Pengukuran kinerja (pefomance
measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi
penggunaaan sumber daya manusia dalam manghasilkan barang dan jasa; kualitas
barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa di serakan kepada pelanggan dan
sampai seberapa juga pelanggan terpuaskan) ; hasil kegiatan dibandingkan dengan
maksud yang diinginkanan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
2.4 Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan Umum (BLU)
Badan layanan umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
eknomi dan produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang
sehat artinya berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban.
Secara umum asas badan layanan umum adalah pelayanan umum yang
pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara
hukum dari instansi induknya. Asas BLU yang lainnya adalah:
a. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada
pimpinan instansi induk,
b. BLU tidak mencari laba,
c. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah,
d. Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.
Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) adalah sebagaimana yang
diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. PP tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah,
karena sebelumnya tidak ada pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintahan
yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk dan modelnya
beraneka macam. Jenis BLU disini antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan,
pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain. Rumah sakit sebagai salah satu jenis BLU
merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak
sedikit keluhan selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai
masih rendah.
Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun
operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu antara
lain bahwa rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu,
dan biaya pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan
pasien. Tuntutan lainnya adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan
masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme
pasar, tindakan ekonomis, sumber daya manusia yang dimiliki (profesionalitas) dan
yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi dari rumah sakit itu sendiri.
Rumah sakit pemerintah yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari
pengaruh perkembangan tuntutan tersebut.
Rumah Sakit Sebagai BLU ditinjau dari aspek pelaporan keuangan dan
pertanggungjawabannya bahwa paket undang-undang bidang keuangan Negara
merupakan paket reformasi yang signifikan di bidang keuangan negara yang kita alami
sejak kemerdekaan. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, member landasan yang penting
bagi orientasi baru tersebut di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dalam penganggaran di
lingkungan pemerintah. Instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya member
pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang
fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dalam segala
aktivitasnya. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan menjadi contoh
konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil
(kinerja). Peluang ini secara khusus menyediakan kesempatan bagi satuan-satuan kerja
pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik, untuk
membedakannya dari fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan
laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah
daerah, maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan
sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan
SAP Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No.
23 tahun 2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggung
jawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan
menyajikan :
1) Laporan Keuangan; dan
2) Laporan Kinerja. Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:
(1) Laporan Realisasi Anggaran dan atau Laporan Operasional;
(2) Neraca;
(3) Laporan Arus Kas; dan
(4) Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebelum disampaikan
kepada entitas pelaporan direview oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal
tidak terdapat satuan pemeriksaan intern, review dilakukan oleh aparat pengawasan
intern kementerian negara/ lembaga. Review ini dilaksanakan secara bersamaan
dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan
Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum,
dalam aspek teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu
dan kepastian biaya menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik. Pendapatan dan
belanja BLU tetap merupakan bagian APBD dengan aset yang tidak dipisahkan.
Namun lembaga ini tidak mengutamakan mencari keuntungan semata, lebih
memprioritaskan pelayanan masyarakat. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam
pembiayaan juga tetap. BLU di sini beroperasi sebagai unit kerja pemerintah daerah
bertujuan memberikan layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan
yang didelegasikan oleh instansi induk bersangkutan. Sesuai dengan asas yang
diamanatkan, BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek
bisnis yang sehat.
Rumah sakit BLU memperoleh dana APBN untuk biaya operasional dan
belanja modal. Biaya operasional biasanya digunakan untuk biaya gaji pegawai dan
biaya pemeliharaan aktiva tetap. Sedangkan belanja modal adalah pengeluaran untuk
pembelian tanah dan pembangunan gedung, yang dikapitalisasi di Neraca dan dicatat
sebagai penambahan Aktiva Tetap. Pada saat pembuatan RBA, BLU mengajukan
rencana bisnis dan anggaran ke departemen induk untuk mendapat persetujuan.
Departemen induk akan memasukkan anggaran yang diminta dalam Rencana Kerja dan
Anggaran (selanjutnya disebut RKA) departemen yang bersangkutan. RBA BLU
dikonsolidasikan dengan RKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA
Kementerian/Lembaga.
2.5 Pola Pengelolaan Keuangan BLU
Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan
yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian
layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan
keuangan BLU adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Ditjen Perbendaharaan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Rumah Sakit Sebagai BLU: Tinjauan Aspek Pelaporan Keuangan Dan
Pertanggungjawabannya
Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi
yang signifikan di bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaan.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan
basis kinerja dalam penganggaran, memberi landasan yang penting bagi orientasi baru
tersebut di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dalam penganggaran di
lingkungan pemerintah. Instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi
pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang
fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dalam segala
aktivitasnya. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan menjadi contoh
konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil
(kinerja). Peluang ini secara khusus menyediakan kesempatan bagi satuan-satuan kerja
pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik, untuk
membedakannya dari fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah
Satuan kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas. Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba
kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa
akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan
Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi
akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa
organisasi BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan
akuntansi menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ), bukan menggunakan
PSAP (Standar akuntansi pemerintahan).
Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi
pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan
merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan keuangan. SAP
dinyatakan dalam PSAP. Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba
semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit
pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan
SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang nirlaba
menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar
akuntansi keuangan untuk organisasi nirlaba.
1. Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba,
2. Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit, (disajikan dalam bentuk
laporan aktivtias dan laporan arus kas)
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa, (disajikan dalam bentuk laporan posisi
keuangan)
4. Mengetahui perubahan aktiva bersih, (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas)
Dengan demikian laporan keuangan rumah sakit pemerintahan akan mencakup:
1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca).
Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan
aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat
permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan
sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer
adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar
sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan
terpenuhinya keadaan terntentu
2. Laporan aktivitas, (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan
aktiva bersih)
3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivtitas operasi, aktivtais
investasi dan aktivtias pendanaan
4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan
permanen atau temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih
Laporan keuangan rumah sakit diaudit oleh auditor independen Adapun Laporan
Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus
menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan
aktivitas dan laporan arus kas);
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi
keuangan);
4. Mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan
laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah
daerah, maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan
sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan
SAP
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No.
23 tahun 2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggung
jawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan
menyajikan : 1. Laporan Keuangan; dan 2. Laporan Kinerja.Laporan Keuangan
tersebut paling sedikit terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran dan atau Laporan
Operasional; 2. Neraca; 3. Laporan Arus Kas; dan 4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebelum disampaikan kepada
entitas pelaporan direview oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak
terdapat satuan pemeriksaan intern, review dilakukan oleh aparat pengawasan intern
kementerian negara/ lembaga. Review ini dilaksanakan secara bersamaan dengan
pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan
Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.
BLU sebagai Instansi Satuan Kerja Perangkat Daerah Dipimpin oleh Pejabat Pengguna
Anggaran yang berwenang/bertugas :
1. Menyusun RKA
2. Menyusun DPA
3. Melaksanakan anggaran belanja satker
4. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
5. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
6. Mengelola utang dan piutang
7. Menggunakan barang milik Daerah
8. Mengawasi pelaksanaan anggaran
9. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
Rumah Sakit Sebagai BLU: Tinjauan Dari Aspek Teknis Keuangan
Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan
bermutu. Dalam pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan
pendukung yang terkait dengan pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no:
23 tahun 2005 tersebut rumah sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai
badan layanan umum. Perubahan kelembagaan ini berimbas pada pertanggungjawaban
keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi kepada departemen
keuangan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus
mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun
harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus
disusun dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002).
Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu didukung
adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah
dan dengan parastakeholder, khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan
yang mencakup unit cost, efisiensi dan kualitas pelayanan. Yang perlu
dipertimbangankan lagi adalah adalah adanya audit atau pemeriksaan bukan saja dari
pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu audit klinik. Dengan
berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat berhubungan erat
dengan basis kinerja
Sesuai dengan syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan
substantif, persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan
standar layanan, penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya
harus berbasis kinerja. Hal-hal yang harus dipersiapkan bagi rumah sakit untuk menjadi
BLU dalam aspek teknis keuangan adalah:
1. Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian
rumah sakit pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap
penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek
penentuan tarif masih berbasis aggaran ataupun subsidi pemerintah sehingga masih
terdapat suatu cost culture yang tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu
layanan. Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar
(kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih. Tarif tersebut
diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu
diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada presentase tertentu namun
berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan
penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit
dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah
adalah pemerintah daerah dan DPRD.
1. Penyusunan anggaran harus berbasis akuntansi biaya bukan hanya berbasis
subsidi dari pemerintah. Dengan demikian penyusunan anggaran harus didasari dari
indikator input, indikator proses dan indikator output.
2. Menyusun laporan keuangan sesuai dengan PSAK 45 yang disusun oleh
organsisasi profesi akuntan dan siap diaudit oleh Kantor Akuntan Independen bukan
diaudit dari pemerintah.
3. Sistem remunerasi yang berbasis indikator dan bersifat evidance based. Dalam
penyusunan sistem remunerasi rumah sakit perlu memiliki dasar pemikiran bahwa
tingkatan pemberian remunerasi didasari pada tingkatan, yaitu tingkatan satu adalah
basic salary yang merupakan alat jaminansafety bagi karyawan. Basic salary tidak
dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan dua adalah incentives yaitu
sebagai alat pemberian motivasi bagi karyawan. Pemberian incentives ini sangat
dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan yang ketiga adalah bonus sebagai
alat pemberian reward kepada karyawan.Pemberian bonus ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat keuntungan rumah sakit. Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit
ini akan menjadi nilai plus dalam upayanya untuk peningkatan kualitas jasa layanan
dan praktik tata kelola yang transparan. Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost
memerlukan persyaratan sebagai berikut:
1. Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,
2. Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa
meninggalkan misi layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit
sebagai alat bargaining position,
3. Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada
rumah sakit, khususnya mengenai pola penentuan tariff,
4. Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem
informasi rumah sakit, akuntansi dan costing.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam
aspek teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan
kepastian biaya menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Pendapatan dan belanja BLU tetap merupakan bagian APBD dengan aset yang
tidak dipisahkan. Namun lembaga ini tidak mengutamakan mencari keuntungan
semata, lebih memprioritaskan pelayanan masyarakat. Selain itu, peran pemerintah
daerah dalam pembiayaan juga tetap.
BLU di sini beroperasi sebagai unit kerja pemerintah daerah bertujuan
memberikan layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk bersangkutan. Sesuai dengan asas yang diamanatkan,
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang
sehat.
Rumah sakit BLU memperoleh dana APBN untuk biaya operasional dan
belanja modal. Biaya operasional biasanya digunakan untuk biaya gaji pegawai dan
biaya pemeliharaan aktiva tetap. Sedangkan belanja modal adalah pengeluaran untuk
pembelian tanah dan pembangunan gedung, yang dikapitalisasi di Neraca dan dicatat
sebagai penambahan Aktiva Tetap. Pada saat pembuatan RBA, BLU mengajukan
rencana bisnis dan anggaran ke departemen induk untuk mendapat persetujuan.
Departemen induk akan memasukkan anggaran yang diminta dalam Rencana Kerja dan
Anggaran (selanjutnya disebut RKA) departemen yang bersangkutan. RBA BLU
dikonsolidasikan dengan RKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA
Kementerian/Lembaga. Pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan
dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian/Lembaga.
Surplus Anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya,
kecuali atas perintah KDH, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Daerah,
dengan mempertimbangakan posisi Likuiditas BLU. Defisit Anggaran BLU dapat
diajukan pembiayaan dalam tahun anggaran berikutnya kepada PPKD. PPKD dapat
mengajukan anggaran untuk menutupi difisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBD
tahun anggaran berikutnya
Penerimaan Lembaga Dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah
Pendapatan BLU, baik penghasilan operasional maupun non-operasional,
sumbangan pihak ketiga atau hibah, merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(selanjutnya disebut PNBP). Pendapatan BLU seperti diuraikan di atas telah
dikonsolidasikan dalam RKA departemen atau lembaga yang membawahinya, yang
kemudian akan digabungkan dalam APBN Pemerintah dan disahkan oleh DPR.
Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU dikonsolidasikan
dalam laporan keuangan. Laporan unit-unit usaha ini dapat dimasukkan dalam
pendapatan operasional maupun non-operasional, misalnya pendapatan dari kerjasama
operasi dengan pihak ketiga, pendapatan pengelolaan dan sewa kantin untuk pegawai
atau untuk umum.
Laporan keuangan BLU disampaikan kepada kementerian/ lembaga. RKA dan
Laporan Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA dan
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. pendapatan dan Belanja BLU
dalam RKA tahunan dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian Negara/Lembaga.
Laporan keuangan BLU dilampirkan pada laporan keuangan kementerian
negara/lembaga Laporan keuangan BLU digabungkan dengan Laporan Keuangan
kementerian negara/lembaga sesuai SAP.
Keuntungan BLU Bagi Rumah Sakit
Keuntungan BLU bagi rumah sakit yaitu :
1. Tata kelola keuangan RS lebih baik dan transparan karena menggunakan
pelaporan standar akutansi keuangan yang memberi informasi tentang laporan
aktivitas, laporan posisi keuangan, laporan arus kas dan catatan laporan keuangan.
2. RS masih mendapat subsidi dari pemerintah seperti biaya gaji pegawai, biaya
operasional, dan biaya investasi atau modal.
3. pendapatan RS dapat digunakan langsung tidak disetor ke kantor kas Negara,
hanya dilaporkan saja ke Departemen Keuangan.
4. RS dapat mengembangkan pelayanannya karena tersedianya dana untuk
kegiatan operasional RS.
5. Membantu RS meningkatkan kualitas SDM nya dengan perekrutan yang sesuai
kebutuhan dan kompetensi.
6. Adanya insentif dan honor yang bisa diberikan kepada karyawan oleh pimpinan
RS.
3.2 Manfaat Akuntansi di Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU)
Fungsi utama akuntansi di Rumah sakit adalah sebagai sumber informasi yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah dan perencanaan
untuk keberhasilan pengembangan Rumah Sakit.
Secara umum akuntansi tidak lepas dari biaya (cost), dengan perhitungan biaya
yang berbeda akan menghasilkan akuntansi biaya yang berbeda pula serta berdampak
pada pengambilan keputusan yang berbeda.
Dengan demikian untuk pengambilan keputusan yang tepat serta keberhasilan
perencanaan diperlukan sistem dan pelaksanaan akuntansi Rumah Sakit secara optimal.
BAB IV
SIMPULAN

Sistem akuntansi Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan
untuk memberikan informasi yang sangat penting dalam pengambilan keputusan untuk
keberhasilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan serta perencanaan,
terlebih lagi saat ini yang mana Rumah Sakit telah ditetapkan sebagai Penerima Negara
Bukan Pajak (PNBP) ataupun sebagai Badan Layanan Umum yang penerimaannya
harus disetor ke Negara melalui Kantor Kas Negara.
Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara dan di
tindaklanjuti dengan peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2005 telah memberikan
fleksibelitas berupa keleluasaan untuk menrapkan praktik-praktik bisnis sehat kepada
instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengeloalaan keuangan negara
pada umumnaya. Fleksibelitas ini berupa keleluasaan untuk menggunakan PNBP yang
diperolehnya, keleluasaan untuk pengadaan barang atau jasa serta keleluasaan untuk
merekrut pegawai profesiaonal non PNS sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi
BLU yang bersangkutan
DAFTAR PUSTAKA

Armen, F., Azwar, V. 2013. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Rumah Sakit. Gosyen
Publishing, Yogyakarta.
Anonim. 2012. Akuntansi Badan Layanan Umum. Diakses tanggal 16 Desember 2017
,http://dcmaria.wordpress.com/2012/09/18/akuntansi-badan-layanan-umum-blu/
Anonim. 2012. Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan Umum. Diakses tanggal 17
Desember 2017 http://www.rhyerhiathy.wordpress.com/2012/12/25/rssebagaibl/
Chalidyanto, Dzajuly. 2013. Rumah Sakit Pemerintah sebagai Badan Layanan Umum
(BLU), Apakah Mendukung Universal Coverage ??. FKM Universitas Airlangga,
Surabaya.
Djuhaeni, Henni. 2006. Akuntansi Rumah Sakit.
Djuhaeni, Henni. 2006. Sistem Penganggaran Rumah Sakit.
Jamiat. 2002. Analisis Sistem Manajemen Piutang Pasien Perusahaan di Badan
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Juanita. 2002. Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatansebagai Salah Satu Upaya
Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat. FKM Universitas Sumatera Utara, Medan.
Meidyawati. 2010. Analisis Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLU) Pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Kepmenkes RI
No. 1165 Tahun 2007 Tentang Pola Tarif Rumah Sakit Badan Layanan Umum.
PERSI. 2011. Bimbingan Teknis Pola Pengelolaan Keuangan Pada Rumah Sakit Badan
Layanan Umum (BLU/BLUD)menuju Rumah Sakit yang Efisien, bermutu, Akuntabel
dan Auditable. Seminar dan Workshop, Jakarta.
PMK RI No. 76 Tahun 2008 Tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum
PMK RI No. 147 Tahun 2010 Tentang Perizinan Rumah Sakit
SETDITJEN BUK. 2011. Laporan Tahunan 2011. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
categories akuntansi, rumah sakit

Anda mungkin juga menyukai