Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan

Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya

berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu,

kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak,

baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan

bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh

prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Lupia & McCubbins

(2000) menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok

orang (prinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak

sesuai dengan kepentingan prinsipal (Abdul Halim dan Syukriy Abdullah, 2010).

Teori keagenan (Agency Theory) muncul karena keberadaan hubungan

antara agen dan prinsipal. Agen dikontrak untuk melakukan tugas tertentu bagi

prinsipal serta mempunyai tanggung jawab atas tugas yang diberikan prinsipal.

Prinsipal mempunyai kewajiban untuk memberi imbalan kepada agen atas jasa

yang telah diberikan oleh agen. Keberadaan perbedaan kepentingan antara agen

dan prinsipal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik keagenan. Prinsipal dan

agen sama-sama menginginkan keuntungan sebesar-besarnya. Prinsipal dan agen

juga sama-sama berusaha untuk menghindari risiko (Ahmed R Belkaoui, 2001).

10
11

Hubungan antara teori keagenan dengan penelitian ini adalah pemerintah

yang bertindak sebagai agen (pengelola pemerintahan) yang harus menetapkan

strategi tertentu agar dapat memberikan pelayanan terbaik untuk publik sebagai

pihak prinsipal. Pihak prinsipal tentu menginginkan hasil kinerja yang baik dari

agen dan kinerja tersebut salah satunya dapat dilihat dari laporan keuangan dan

pelayanan yang baik, sedangkan bagaimana laporan keuangan dan pelayanan yang

baik tergantung dari strategi yang diterapkan oleh pihak pemerintah. Apabila

kinerja pemerintahan baik, maka masyarakat akan mempercayai pemerintah.

Kesimpulannya pemilihan strategi akan berpengaruh terhadap kepercayaan

masyarakat sebagai pihak prinsipal terhadap pemerintah sebagai agen (Himmah

Bandariy, 2011)

2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan

mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu

entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama

digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan

untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi

keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan

membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan

(Deddy Nordiawan dan Ayuningsih Hertianti, 2011).

Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi

yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan


12

(opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik (Mardiasmo,

2006). Penyajian laporan keuangan daerah merupakan faktor penting untuk

menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah harus

bisa menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi yang diterima umum

dan memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan. Penyajian informasi

yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya

akan mewujudkan akuntabilitas (Deddy Nordiawan dan Ayuningsih Hertianti,

2011).

Laporan keuangan pemerintah merupakan media pertanggungjawaban

untuk memenuhi hak publik yang harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah.

Pemerintah pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi

dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi

informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya. Hak publik terkait informasi

keuangan tersebut muncul sebagai konsekuensi konsep pertanggungjawaban

publik (Mardiasmo,2002).

Hal penting dalam penyajian laporan keuangan adalah terkait dengan

kepatuhan terhadap berbagai regulasi, prinsip, dan standar akuntansi yang menjadi

pedoman landasan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Laporan

keuangan harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Prinsip

akuntansi berterima umum merupakan kerangka konseptual yang menjadi

pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan (Mahmudi, 2011).

2.1.2.1 Tujuan Pelaporan Keuangan


13

Tujuan pelaporan keuangan terdapat dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.

Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang

bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat

keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan :

(a) Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber

daya keuangan,

(b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan

untuk membiayai seluruh pengeluaran,

(c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang

digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah

dicapai,

(d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai

seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya,

(e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas

pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka

pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan

pajak dan pinjaman,

(f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas

pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat

kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan

informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi,

transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran


14

lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus

kas suatu entitas pelaporan.

2.1.2.2 Komponen Laporan Keuangan

PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Sektor Publik

Mengidentifikasi komponen laporan keuangan pokok yang perlu disajikan

pemerintah meliputi :

1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);

2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);

3) Neraca;

4) Laporan Operasional (LO);

5) Laporan Arus Kas (LAK);

6) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);

7) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Govermental Accounting Standard Board (GASB) dalam Mahmudi, 2011

mengidentifikasi pengguna laporan keuangan pemerintah dalam tiga bagian

utama, yaitu :

1. Rakyat (masyarakat) yang kepadanya pemerintah bertanggungjawab,

meliputi : pembayar pajak, peserta pemilu, pengguna jasa publik,

media, kelompok advokasi publik dan akademisi atau peneliti

keuangan publik;

2. Wakil rakyat (dewan legislative dan badan pengawas);

3. Investor dan kreditor, meliputi investor dan kreditor individual

maupun institusi, penjamin sekuritas pemerintah, lembaga perating


15

obligasi pemerintah, lembaga keuangan dan penjaminan obligasi

pemerintah.

Secara umum , kebutuhan penggunana laporan keuangan sektor publik

adalah untuk :

1. Menilai kinerja keuagan aktual dengan yang ditargetkan

2. Menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi pemerintah

3. Menilai kepatuhan pengelolaan fiskal terhadap pertauran

perundangan terkait

4. Menilai efisiensi dan efektivitas

5. Menilai transparansi dan akuntabilitas

2.1.3 Aksesibilitas Laporan Keuangan

2.1.3.1 Pengertian Aksesibilitas

Aksesibilitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 adalah hal

yang dapat dijadikan akses atau hal dapat dikaitkan. Aksesibilitas menurut

perspektif tata ruang adalah keadaan atau ketersediaan hubungan dari suatu

tempat ke tempat lainnya atau kemudahan seseorang atau kendaraan untuk

bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, serta kecepatan

yang wajar (Rohman, 2009 dalam Siti Aliyah dan Nahar 2012). Aksesibilitas

dalam laporan keuangan sebagai kemudahan seseorang untuk memperoleh

informasi laporan keuangan (Budi Mulyana, 2006). Aksesibilitas laporan

keuangan merupakan sarana penunjang dalam rangka perwujudan lembaga

pemerintah daerah sebagai lembaga sektor publik (Wahida N, 2015).


16

Menurut Marjuki Sagala, 2011 :

“Aksesibilitas laporan keuangan merupakan kemampuan untuk


memberikan akses bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk
mengetahui atau memperoleh informasi atas laporan keuangan berdasarkan
prinsip mudah dan biaya murah.”
Dalam Undang-Undang (UU) No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 103, dinyatakan

bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)

adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat.

Beberapa informasi yang dimuat di dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah

(SIKD), sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

pasal 102 mencakup: APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan

kota; Neraca daerah; Laporan arus kas; Tatatan atas laporan keuangan daerah.

Sesuai dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa :

1. Seluruh stakeholder memilik akses terhadap laporan keuangan

2. Media publikasi laporan keuangan yang mudah diakses.

3. Ketersediaan informasi saat dibutuhkan

Adapun pengertian dari aksesibilitas laporan keuangan tersebut adalah

sebagai berikut (Oki Wildani dan Ony Widilestaringtyas, 2013) :

1. Pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk mengetahui atau

memperoleh informasi atas laporan keuangan berdasarkan prinsip

mudah dan biaya murah.


17

2. Kemampuan akses ini diberikan oleh media seperti surat kabar,

majalah, radio, stasiun televisi, website (internet), dan forum yang

memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong

akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat.

3. Kemampuan menyediakan informasi laporan keuangan tepat waktu

dan pada saat dibutuhkan oleh para stakeholder.

Menurut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

pasal 1, bahwa informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,

dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh badan publik yang berkaitan dengan

penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Dan setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu,

biaya ringan dan secara sederhana. Laporan keuangan merupakan salah satu

informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala (pasal 9).

Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan Badan Publik

termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang

sebaik-baiknya.

Untuk menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

pemerintah daerah harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa

laporan keuangan kepada masyarakat secara terbuka dengan mengembangkan

sistem informasi keuangan daerah (Wahida N, 2015). Hal ini sesuai dengan

tujuan disahkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

pasal 3d yaitu untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu


18

trasparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan secara terbuka

dan terdapat kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan akan

meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pertanggungjawaban keuangan dan

kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Selain itu, aksesibilitas laporan

keuangan akan dapat mengatasi masalah information asymetry antara masyarakat

atau prinsipal yang memberikan amanah kepada pemerintah dalam mengelola

sumber daya publik yang dipercayakan padanya. Dimana pemerintah melalui

aksesibilitas laporan keuangan dapat menunjukkan akuntabilitas kepada

masyarakat dan pihak-pihak lain yang mengandalkan informasi dalam laporan

keuangan. Sehingga melalui aksesibilitas laporan keuangan akuntabilitas publik

dapat ditingkatkan (Ni Made Suratmi, Nyoman Trisna Heriawati, Nyoman Ari

Surya Darmawan ,2014).

2.1.4 Akuntabilitas Publik

2.1.4.1 Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti

bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan

harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD

dan masyarakat. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan

berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini, perumusan

kebijakan, bersama-sama dengan cara dan hasil kebijakan tersebut harus dapat

diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik.


19

Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas

publik adalah melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang

komprehensif (Mardiasmo, 2002).

Menurut Muindro Renyowijoyo, 2013 :

“Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)


untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
kepada pihak pemberi amanah(principal) yang memiliki hak dan kewenangan
untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.”

Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu :

a. Akuntabilitas vertikal

Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pegelolaan dana

kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit

kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah

kepada pemerintah pusat.

b. Akuntabilitas horizontal

Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat

luas.

Menurut Muindro Renyowijoyo, 2013 dalam melaksanakan akuntabilitas

publik, organisasi sektor publik berkewajiban untuk memberikan informasi

sebagai bentuk pemenuhan hak-hak publik. Hak-hak publik itu antara lain :

a. Hak untuk mengetahui (right to know), yaitu :

- Menegtahui kebijakan pemerintah

- Mengetahui keputusan yang diambil oleh pemerintah


20

- Mengetahui alasan dilakukannya suatu kebijakan dan keputusan

tertentu.

b. Hak untuk diberi informasi (right to be informed), meliputi hak untuk

diberi penjelasan secara terbuka atas permasalahan-permasalahan tertentu

yang menjadi perdebatan publik.

c. Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to).

Akuntabilitas publik harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas

beberapa aspek. Menurut Mahmudi, 2011 dimensi akuntabilitas yang harus

dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain :

a) Akuntabilitas hukum dan kejujuran

Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-

lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati

ketentuan hukum yang berlaku.

b) Akuntabilitas manajerial

Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik

untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif.

c) Akuntabilitas program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan

yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah

mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang

optimal dengan biaya yang minimal.

d) Akuntabilitas kebijakan
21

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga

publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil.

e) Akuntabilitas keuangan

Akuntabilitas keuangan adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga

publik untuk menggunakana uang publik (public money) secara ekonomi,

efesien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta

korupsi. Akuntabilitas finansial menekankan pada ukuran anggaran dan

finansial. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan

keuangan publik menjadi perhatian utama masyarakat.

Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor

publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor

publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya

pertanggungjawaban vertical. Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya

dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga

sektor publik (Wahida N, 2015).

Akuntabilitas publik oleh pejabat pemerintahan, baik pemerintah pusat

maupun daerah, sangat penting dan merupakan keharusan, karena di alam

demokrasi sekarang ini peranan masyarakat sangat sentral, seperti ikut mengawasi

jalannya pemerintahan (Indra Bastian, 2010).

2.1.4.2 Akuntabilitas Keuangan


22

Untuk penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah tidak

dapat diketahui oleh rakyat, jika pemerintah tidak memberitahu kepada rakyat

tentang informasi sehubungan dengan dana masyarakat beserta penggunaanya.

Mahmudi (2011) mengemukakan salah satu akuntabilitas publik adalah

akuntabilitas keuangan dimana mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk

membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi

kepada pihak luar.

Menurut LAN dan BPKP, 2000 :

“Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai


integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan
keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mencakup
penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.”
Akuntansi sektor publik memiliki peran yang sangat penting dalam

mendorong terciptanya akuntabilitas finansial. Kekuatan utama akuntansi adalah

pada pemberian informasi. Informasi keuangan merupakan produk akuntansi yang

sangat powerfull untuk mempengaruhi pengambilan keputusan , meskipun

informasi keuangan bukanlah satu-satunya informasi yang dibutuhkan untuk

mendukung pengambilan keputusan. Informasi keuangan merupakan bahan dasar

untuk proses pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik (Mahmudi,

2011).

2.1.4.2.1 Evaluasi atas Akuntabilitas Keuangan

Menurut LAN dan BPKP (2000), evaluasi akuntabilitas keuangan

diiakukan pada tahapan-tahapan yang dilalui, mulai dari perurnusan rencana


23

keuangan, pelaksanaan pembinaan kegiatan, evaluasi atas kinerja keuangan, dan

pelaksanaan pelaporan.

A. Perumusan Rencana Keuangan (Proses Penganggaran)

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

dicapai selama periode waktu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.

Penganggaran merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan anggaran.

Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana

untuk program atau aktivitas. Aspek-aspek anggaran sektor publik yaitu

perencanaan, pengendalian, dan akuntabilitas.

Proses penganggaran akan efektif bila diawasi oleh lembaga pengawas

khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan

pengendalian anggaran. Menurut Mardiasmo (2009) secara singkat dapat

dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang

menyatakan :

1. Berapa biaya-biaya atas rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja), dan

2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai

rencana tersebut (pendapatan).

Perumusan rencana keuangan meliputi :

1. Pengajuan anggaran sesuai dengan prinsip-prinsip penganggaran dan

peraturan-peraturan yang berlaku.

Prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi :

a. Otorisasi oleh legislatif


24

Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih

dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

b. Komprehensif

Anggaran harus menunjukan semua penerimaan dan pengeluaran

pemerintah. Oleh itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya

menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

c. Keutuhan anggaran

Semua penerimaan dan belanja pemerintah garus terhimpun dalam dana

umum (general fund).

d. Nondiscretionary Appropriation

Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara

ekonomis, efektif, dan efisien.

e. Periodik

Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan

maupun multi tahunan.

f. Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukan cadangan yang

tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan kantong-kantong

pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan

munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran.

g. Jelas

Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak

membingungkan.
25

h. Diketahui publik

Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

2. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan

seluruh proses perencanaan dan penganggaran.

Pendekatan penganggaran meliputi pendekatan Penganggaran Terpadu,

pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK), dan pendekatan Kerangka

Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Penganggaran terpadu merupakan

unsur yang paling mendasar bagi pelaksanaan elemen reformasi

penganggaran lainnya, yaitu BPK dan KPJM. Dengan kata lain bahwa

pendekatan anggaran terpadu merupakan kondisi yang harus terwujud

terlebih dahulu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan

mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran

dilingkungan Kementrian Negara/Lembaga (K/L) untuk menghasilkan

dokumen Rencana Kerja Anggaran Kementrian Negara/Lembaga (RKA-KL)

dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan,

dan jenis belanja. Integrasi atau memadukan proses perencanaan dan

penganggaran dimaksudkan agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan

dan untuk K/L baik yang bersifat investasi maupun untuk keperluan biaya

operasional (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2011).

3. Pengajuan anggaran telah disertai dengan kelengkapan dokumen dan bukti

pendukung anggaran.

Di dalam pengajuan anggaran yang dilakukan oleh SKPD, harus

dilengkapi dengan dokumen dan bukti pendukung anggaran. Dokumen


26

anggaran diatur dalam KEPMENDAGARI No. 29/2002 yang selanjutnya

diganti dengan PERMENDAGRI No. 13 Tahun 2006.

B. Pelaksanaan dan Pembiayaan Kegiatan

Pelaksanaan anggaran adalah tahap dimana sumber daya digunakan untuk

melaksanakan kebijakan anggaran.

Pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan meliputi :

1. Prinsip pelaksanaan belanja daerah

Menurut Kepres No.17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Pasal 10 menyebutkan bahwa

pelaksanaan anggaran belanja Negara didasarkan atas prinsip-prinsip

sebagai berikut :

a. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis

yang disyaratkan.

b. Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/

kegiatan, serta fungsi setiap Departemen/Lembaga Pemerintah Non

Departemen.

c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri, termasuk rancang

bangun dan perekayasaan nasional dengan memperhatikan

kemampuan/potensi nasional.
27

2. Sumber pendapatan daerah yang jelas

Sumber-sumber pendapatan daerah yaitu :

a. Pendapatan asli daerah, yaitu dana dari pajak, retribusi serta badan

usaha milik daerah

b. Dana perimbangan, menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, dana perimbangan adalah dana yang bersumber

dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk

mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah.

Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (BDH), Dana Alokasi

Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH bersumber

dari pajak sumber daya alam. Sedangkan DAU dialokasikan untuk

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk besaran DAK ditetapkan setiap

tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk

mendanai kegiatan khusus yang dialokasikan kepada daerah tertentu

untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari

program yang menjadi prioritas nasional.

c. Lain-lain pendapat daerah yang sah, misalnya kerjasama dengan

investor asik (pihak ketiga).

C. Melakukan Evaluasi atas Kinerja Keuangan


28

Di dalam melakukan evaluasi kinerja keuangan harus memperhatikan

prinsip ekonomis, efektif dan efisien dari setiap program dan kegiatan yang

dilakukan atas penggunaan anggaran. Evaluasi pencapaian kinerja yang dilakukan

menggunakan standar-standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu seperti

Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Analisis Standar Belanja (ASB) dan

standar satuan harga untuk mengetahui capaian dari program dan kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah daerah.

D. Pelaksanaan Penyelenggaraan Akuntansi

1. Penyelenggaraan akuntansi

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal

7 ayat (20) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum

Negara berwenang menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan

Negara” Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara Pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa :

“Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah

selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi

keuangan, asset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi

pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.”

2. Penyampaian laporan keuangan daerah

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal

295 ayat 1 bahwa Laporan keuangan disampaikan kepada daerah melalui

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selambat-lambatnya 2 (dua)

bulan setelah tahun anggaran berakhir.


29

3. Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintah

Laporan keuangan pemerintah disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. DI dalam PP

Nomor 71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa “Standar Akuntansi

Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip

akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan

keuangan pemerintah.”

4. Adanya analisis atas laporan keuangan

Analisis laporan keuangan adalah mengurai pos-pos laporan keuangan

manjadi informasi yang lebih kecil, melihat hubungan antar pos laporan

keuangan dengan tujuan mengetahui kondisi keuangan entitas pelapo untuk

tujuan pengambilan keputusan.

Bersntein Keopold A. (dalam Sastradipraja, 2010) mendefiniskan analisis

laporan keuangan sebagai berikut :

“Financial statement analysis is the judgement process that aims to


evaluate the current and past financial positions and result of
operation of an enterprise with primary objective of determining the
best posibble estimates and predictions about the future conditions
and performance.”
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis laporan

keuangan adalah proses penilaian yang bertujuan untuk mengevaluasi posisi

keuangan saat ini dan masa lalu dan hasil operasi dari suatu organisasi dengan

tujuan utama untuk menentukan estimasi terbaik dan prediksi tentang kondisi

masa depan dan kinerjanya.


30

Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan

keputusan ekonomi, apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat

diprediksi apa yang akan terjadi dimasa depan yang akan datang. Dengan

mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses perbandingan, evaluasi,

dan analisis, akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin terjadi dimasa

yang akan datang. Disinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan

keuangan.

Pada saat ini laporan keuangan daerah pun harus akuntabilitas karena

adanya tuntutan dasar dari Undang-Undang, dimana Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dengan Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Maka dari itu untuk

mencapai akuntabilitas tersebut diperlukan sistem akuntansi keuangan daerah

yang baik, sehingga dapat tercapai akuntabilitas publik tersebut.

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap

laporan keuangan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam demokrasi yang

terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun

televisi, dan website (internet), dan forum yang memberikan perhatian langsung

atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat

(Shende dan Bennet, 2004, dalam Budi Mulyana, 2006).

Menurut Jones et al (1995) dalam Budi Mulyana (2006), ketidak mampuan

laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak disebabkan karena

laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan
31

para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung

tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya,

penyajian laporan keuangan yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat

menurunkan kualitas dari transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

2.1.4.3 Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya

disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku

pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan

keuangan daerah (Abdul Halim, 2012).

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dijelaskan

bahwa azas umum pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:

a) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan,

dan manfaat untuk masyarakat.

b) Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa

keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang
32

didukung dengan buktibukti administrasi yang dapat

dipertanggungjawabkan.

c) Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

d) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian

hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara

membandingkan keluaran dengan hasil.

e) Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian

keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan

masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

f) Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada

tingkat harga yang terendah.

g) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip

keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan

mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang keuangan

daerah.

h) Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan

kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan.


33

i) Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan

distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan

distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang

obyektif. Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan

proporsional.

j) Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat.

Pemerintah Daerah bertanggung jawab kepada masyarakat karena sumber

dana yang digunakan dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada

masyarakat (Indra Bastian, 2010). Pengelolaan keuangan yang baik membuat

setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah dapat dipertanggungjawabkan

secara financial. Oleh, sebab itu pengelolaan keuangan yang baik akan

menciptakan akuntabilitas publik (Budi Mulyana, 2006).

2.2 Penelitian Terdahulu

Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para peneliti-peneliti

terdahulu menghasilkan kesimpulan mengenai pengaruh Penyajian dan

Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah terhadap Akuntabilitas Pengelolaan

Keuangan Daerah terdapat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Review Penelitian terdahulu


34

Penulis Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


Penelitian
Anis Iqbal Mustofa (2012) Pengaruh X1 : Penyajian laporan keuangan
Penyajian
Penyajian dan berpengaruh positif terhadap
Laporan
Aksesibilitas akuntabilitas pengelolaan
Laporan Keuangan Keuangan Daerah keuangan daerah,
terhadap Aksesibilitas laporan
Akuntabilitas X2 : Aksesibilitas keuangan berpengaruh positif
Pengelolaan terhadap akuntabilitas
Keuangan Daerah Laporan pengelolaan keuangan daerah
Kabupaten dan Penyajian dan
Keuangan Daerah
Pemalang aksesibilitas laporan keuangan
Y : Akuntabilitas secara bersama-sama
Pengelolaan berpengaruh positif terhadap
Keuangan Daerah akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah.
Putu Sri Wahyuni, Ni Luh Pengaruh X1 : Penyajian Penyajian laporan keuangan
Gede Erni Sulindawati, Penyajian Laporan daerah dan aksesibilitas
Nyoman Trisna Herawati Keuangan Daerah Laporan laporan keuangan daerah
(2014) dan Aksesibilitas Keuangan Daerah berpengaruh signifikan dan
Laporan Keuangan positif secara simultan
Daerah terhadap X2 : Aksesibilitas terhadap akuntabilitas
Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan Laporan
Keuangan Daerah
Keuangan Daerah
(Studi Empiris
Pada Y : Akuntabilitas
Pemerintahan Pengelolaan
Kabupaten Keuangan Daerah
Badung)
Hani Nurhayani (2013) Pengaruh X1 : Penyajian 1. Penyajiian laporan
Penyajian dan keuangan mempunyai
Laporan
Aksesibilitas pengaruh yang signifikan
Laporan Keuangan Keuangan Daerah terhadap akuntabilitas
terhadap pengelelolaan keuangan
Akuntabilitas X2 : Aksesibilitas daerah,
Pengelolaan 2. Aksesibilitas laporan
Keuangan Daerah Laporan keuangan ini mempunyai
(Survey Pada pengaruh terhadap
Keuangan Daerah
Seluruh Dinas akuntabilitas pengelolaan
Pemerintahan Y : Akuntabilitas keuangan daerah lebih
Kota Bandung) Pengelolaan besar dibandingkan
Keuangan Daerah penyajian laporan
keuangan
3. Akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah ini dapat
dipengaruhi oleh
35

penyajian laporan
keuangan dan aksesibilitas
laporan keuangan yang
cukup besar.
Budi Mulyana (2006) Pengaruh X1 : Penyajian Hasil yang diperoleh dari
Penyajian Neraca penelitian ini adalah bahwa
Neraca Daerah
Daerah dan secara terpisah dan bersam-
Aksesibilitas X2 : Aksesibilitas sama penyajian neraca daerah
Laporan Keuangan dan aksesiabilitas laporan
Daerah terhadap Laporan keuangan daerah
Transparansi dan berpengaruh positif terhadap
Akuntabilitas Keuangan Daerah transparansi dan akuntabilitas
Pengelolaan pengelolaan keuangan
Y1 : Transparansi
Keuangan Daerah daerah.
dan Akuntabilitas

Pengelolaan

Keuangan Daerah

Siti Aliyah dan Aida Nahar Pengaruh X1 : Penyajian Penyajian laporan keuangan
(2012) Penyajian Laporan daerah dan aksesibilitas
Laporan
Keuangan Daerah laporan keuangan daerah
dan Aksesibilitas Keuangan Daerah secara bersama-sama atau
Laporan Keuangan simultan berpengaruh positif
Daerah terhadap X2 : Aksesibilitas dan signifikan terhadap
Transparansi dan transparansi dan akuntabilitas
Akuntabilitas Laporan pengelolaan keuangan
Pengelolaan daerah.
Keuangan Daerah
Keuangan Daerah
Kabupaten Jepara Y1 : Transparansi

dan Akuntabilitas
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Oki Wildani dan Dr.Ony Pengaruh Audit X1 : Audit Kinerja Audit Kinerja dan
Widilestaringtyas.SE.,M.Si. Kinerja Dan Aksesibilitas Laporan
X2 : Aksesibilitas
(2013) Aksesibilitas Keuangan berpengaruh
Laporan Keuangan Laporan terhadap akuntabilitas
Terhadap publik
Akuntabilitas Keuangan
Publik
(Pada Inspektorat Y : Akuntabilitas
Daerah Kabupaten
Publik
Cianjur)

2.3 Kerangka Pemikiran


36

Sebagai landasan dan dukungan dasar teoritis dalam rangka memecahkan

masalah dan untuk memberi jawaban terhadap pendekatan pemecahan masalah

yang telah dikemukakan di atas, peneliti memerlukan kerangka pemikiran yang

relevan dengan masalah yang sedang diteliti yang mempunyai kemampuan dalam

menangkap, menerangkan dan menunjukan perspektif masalah penelitian yang

telah di identifikasi di atas. Sebagaimana diketahui, ilmu merupakan

kesinambungan kegiatan yang dirintis oleh para pakar ilmiah sebelumnya.

Pada dasarnya, pemerintahan menerapkan teori keagenan (Agency Theory)

karena teori ini muncul keberadaan hubungan antara agen dan prinsipal. Agen

dikontrak untuk melakukan tugas tertentu bagi prinsipal serta mempunyai

tanggung jawab atas tugas yang diberikan prinsipal. Prinsipal mempunyai

kewajiban untuk memberi imbalan kepada agen atas jasa yang telah diberikan

oleh agen (Ahmed R Belkaoui, 2001).

Di era reformasi muncul semangat otonomi daerah. Otonomi daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004).

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya, yang merupakan limpahan pemerintah pusat kepada daerah.

Salah satu implikasi pendelegasian kewenangan tersebut adalah kebutuhan untuk

mengatur hubungan keuangan antara Pusat-Daerah dan pertanggungjawaban

pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah. Undang-undang No. 17 Tahun


37

2003 tentang Keuangan Negara mengatur antara lain pengelolaan keuangan

daerah dan pertanggungjawabannya (Anim Wiyana dan Anna Sutrisna S, 2016).

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah (Abdul Halim, 2012). Pemerintah Daerah

bertanggung jawab kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan dalam

rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat (Indra Bastian, 2010).

Pengelolaan keuangan yang baik membuat setiap aktivitas yang dilakukan oleh

pemerintah dapat dipertanggungjawabkan secara finansial. Oleh, sebab itu

pengelolaan keuangan yang baik akan menciptakan akuntabilitas publik (Budi

Mulyana, 2006).

Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)

untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya

kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan

untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Muindro Renyowijoyo, 2013).

Laporan keuangan pemerintah merupakan media pertanggungjawaban

untuk memenuhi hak publik yang harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah.

Hak publik terkait informasi keuangan tersebut muncul sebagai konsekuensi

konsep pertanggungjawaban publik (Mardiasmo,2002).

Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor

publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor

publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya


38

pertanggungjawaban vertical. Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya

dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga

sektor publik. Aksesibilitas laporan keuangan merupakan sarana penunjang

dalam rangka perwujudan lembaga pemerintah daerah sebagai lembaga sektor

publik (Wahida N, 2015).

Pemerintah daerah dalam menyusun akuntabilitasnya harus transparan dan

dapat menyediakan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah secara luas,

sehingga mudah diakses, diketahui, dan dievaluasi oleh pihak-pihak yang

berkepentingan serta masyarakat luas. Akuntabilitas publik oleh pejabat

pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, sangat penting dan

merupakan keharusan, karena di alam demokrasi sekarang ini peranan masyarakat

sangat sentral, seperti ikut mengawasi jalannya pemerintahan (Indra Bastian,

2010).

Dalam Undang-Undang (UU) No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 103, dinyatakan

bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)

adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat.

Beberapa informasi yang dimuat di dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah

(SIKD), sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

pasal 102 mencakup: APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan

kota; Neraca daerah; Laporan arus kas; Tatatan atas laporan keuangan daerah.

Menurut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik


39

pasal 1, bahwa informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,

dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh badan publik yang berkaitan dengan

penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Dan setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu,

biaya ringan dan secara sederhana. Dalam pasal 9 dikatakan bahwa Laporan

keuangan merupakan salah satu informasi publik yang wajib disediakan dan

diumumkan secara berkala. Dengan membuka akses publik terhadap informasi

diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi

pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya.

Dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan secara terbuka

dan terdapat kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan akan

meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pertanggungjawaban keuangan dan

kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Selain itu, aksesibilitas laporan

keuangan akan dapat mengatasi masalah information asymetry antara masyarakat

atau prinsipal yang memberikan amanah kepada pemerintah dalam mengelola

sumber daya publik yang dipercayakan padanya. Dimana pemerintah melalui

aksesibilitas laporan keuangan dapat menunjukkan akuntabilitas kepada

masyarakat dan pihak-pihak lain yang mengandalkan informasi dalam laporan

keuangan. Sehingga melalui aksesibilitas laporan keuangan akuntabilitas publik

dapat ditingkatkan (Ni Made Suratmi, Nyoman Trisna Heriawati, Nyoman Ari

Surya Darmawan ,2014).


40

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap

laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan

dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media

seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, website (internet), dan

forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong

akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet dalam Budi

Mulyana, 2006).

Menurut Jones et al (1995) dalam Budi Mulyana (2006), ketidak mampuan

laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak disebabkan karena

laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan

para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung

tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya,

penyajian laporan keuangan yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat

menurunkan kualitas dari transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

Pemerintah daerah harus mampu memberikan kemudahan akses bagi para

pengguna laporan keuangan, tidak hanya kepada lembaga legislatif dan badan

pengawasan tetapi juga kepada masyarakat yang telah memberikan

kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola dana publik. Hal ini

sesuai dengan tujuan disahkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik pasal 3d yaitu untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang

baik, yaitu trasparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat

dipertanggungjawabkan (Wahida N, 2015).


41

Dari kerangaka pemikiran tersebut, muncul gambaran pola hubungan

antara variable yang akan diteliti atau disebut juga dengan paradigma penelitian.

Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.1 bagan kerangka pemikiran dan hubungan

variabel sebagai berikut :

Gambar 2.1

Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.


42

Menurut Nuryaman dan Veronica (2015) pengertian hipotesis adalah “ pernyataan

tentang dugaan terdapatnya hubungan secara logis antara dua atau lebih variabel

penelitian, yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji”. Hasil

penelitian Anies Iqbal Mustofa (2012) menyatakan bahwa aksesibilitas laporan

keuangan berpengaruh positif secara signifikan terhadap upaya akuntabilitas

pengelolaan keuangan daerah.. Oleh karena itu, pemerintah daerah mendapat

motivasi agar mampu menyajikan laporan keuangan tidak hanya kepada DPRD

tetapi juga harus menyajikan fasilitas kepada masyarakat berupa kemudahan

dalam mengetahui atau memperoleh informasi laporan keuangan.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan dapat dirumuskan ke dalam

hipotesis penelitian sebagai berikut :

H0 : Tidak ada pengaruh signifikan antara Aksesibilitas Laporan Keuangan

Daerah terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah.

H1 : Terdapat pengaruh signifikan antara Aksesibilitas Laporan Keuangan

Daerah terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai