Pihak Yang
Dipotong Mendaftarkan diri ke KPP
Membuat surat pernyataan: jumlah
tanggungan keluarga pada awal
tahun/saat dimulai SPDN dan
menyerahkannya kepada pemotong pajak
Membuat surat pernyataan baru bila
terjadi perubahan tanggungan paling
lama sebelum mulai tahun kalender
berikutnya
Menerima bukti potong dari pemotong
Pelaporan
• Paling lambat
tanggal 10 bulan
berikutnya • Paling lambat
tanggal 20 bulan
berikutnya
Penyetoran
Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran dan batas waktu pelaporan PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 bertepatan dengan hari libur termasuk hari
Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
© ortax team - 2017
6
Pelaporan PPh Pasal 21/26
Ketentuan
PER - 14/PJ/2013 :
Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26
Formulir Kertas
(hard copy) e-SPT
bentuk, isi, dan ukuran SPT Masa menggunakan aplikasi e-SPT yang
PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 telah disediakan oleh Direktorat
sebagaimana ditetapkan dalam Jenderal Pajak.
Lampiran I PER - 14/PJ/2013
tidak boleh diubah
•
(satu) masa pajak; dan/atau
Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final)
Tidak Lebih dari
dan/atau Pasal 26 dengan bukti pemotongan yang
jumlahnya dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau lebih dari 20
• Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
dengan bukti pemotongan yang jumlahnya dalam 1 20
(satu) masa pajak; dan/atau
• Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau
bukti Pbk yang jumlahnya dalam 1 (satu) masa
pajak.
Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Penerima
Pensiun atau THT/JHT Berkala serta bagi PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat negara
dan pensiunannya - (Formulir 1721-I);
Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal
26 - (Formulir 1721-II);
Daftar Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau Bukti Pemindahbukuan (Pbk) untuk
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 - (Formulir 1721- IV);
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Penerima
Pensiun atau THT/JHT Berkala - (Formulir 1721-A1);
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP; atau
e-filing yang tata cara penyampaiannya diatur dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line yang real time melalui
website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau
Application Service Provider (ASP).
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT harus
disampaikan dengan disertai Induk SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal
26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
Formulir yang tidak perlu dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26
• Formulir 1721-I dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai
tetap, penerima pensiun atau THT/JHT berkala serta PNS, anggota TNI/POLRI,
pejabat negara dan pensiunannya ;
• Formulir 1721-II dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan
Pasal 26 dengan menggunakan Formulir 1721-VI ;
• Formulir 1721-III dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan
menggunakan Formulir 1721-VII ;
• Formulir 1721-IV dalam hal tidak ada penyetoran dan pemindahbukuan PPh
Pasal 21 dan Pasal 26 dengan menggunakan SSP dan Bukti Pbk ;
• Formulir 1721-V dalam hal Pemotong wajib menyampaikan SPT Tahunan ;
• Formulir 1721-VI;
• Formulir 1721-VII;
• Formulir 1721-A1;
• Formulir 1721-A2.
UU No.36/2008
PPh 21
Menerima Penghasilan
Penghasilan dari pekerjaan, jasa
dan kegiatan
WP Dalam Negeri : Berupa : gaji, upah, honorarium,
Orang Pribadi tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk
apapun
PPh 26
Menerima Penghasilan
Penghasilan dari pekerjaan, jasa
dan kegiatan
WP Luar Negeri : Berupa : gaji, upah, honorarium,
Orang Pribadi tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk
apapun
Penghasilan
Pemotong Penerima Penghasilan
1. Pegawai
• Pegawai Tetap
• Pegawai Tidak Tetap / Tenaga Kerja Lepas
2. Bukan Pegawai
3. Lain - Lain
• Peserta Kegiatan
• Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus sbg Pegawai
• Penerima Uang Pesangon / Pensiun/ THT / JHT (Termasuk ahli warisnya)
• Anggota Dewan Komisaris/Pengawas yg tdk merangkap sbg Peg. Tetap
pada perusahaan yang sama
• Mantan Pegawai
© ortax team - 2017
22
Penentuan Golongan Penerima Penghasilan
Pegawai
• Orang pribadi
• Selain pegawai tetap & pegawai tidak
tetap (tenaga kerja lepas)
• Memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun
• Sebagai imbalan jasa
• Menurut perintah/permintaan pemberi
penghasilan
• Orang pribadi
• Terlibat dalam suatu kegiatan tertentu
• Menerima/memperoleh imbalan
• Terkait keikutsertaannya dalam kegiatan
tsb
Zakat yang diterima orang pribadi dari badan yang dibentuk dan
disahkan pemerintah
Saat Terutang
Tempat Terutang
o Unsur-Unsur Penghitungan
o Teknis Penghitungan dan Contoh
Penghasilan Teratur
Penghasilan Teratur
Biaya Jabatan
Iuran Pensiun/JHT/THT
Objek PPh 21
PTKP (1)
Besaran (Rp)
01 Jan 2015 s.d.
Mulai 1 Jan 2016
31 Des 2015
Tanggungan
@3.000.000 @4.500.000
(maks. 3 orang)
PTKP (2)
PTKP Karyawati
PTKP untuk dirinya sendiri (karyawati tidak kawin)
PTKP untuk dirinya sendiri + tanggungan (karyawati kawin)
PTKP untuk dirinya sendiri + status kawin + tanggungan
(karyawati kawin: suami tidak berpenghasilan (surat keterangan tertulis serendah-
rendahya kecamatan)
Penentuan waktu PTKP
- 50 juta x 5% = Rp 2.500.000
- 200 juta x 15% = Rp 30.000.000
- 250 juta x 25% = Rp 62.500.000
- 50 juta x 6% = Rp 3.000.000
- 60 juta x 30% = Rp 18.000.000
= Rp 113.000.000 - 200 juta x 18% = Rp 36.000.000
- 250 juta x 30% = Rp 75.500.000
- 60 juta x 36% = Rp 21.600.000
= Rp 135.600.000
© ortax team - 2017
47
Teknis Penghitungan PPh 21 Pegawai Tetap
Metode Penyetahunan
Contoh 1 : Penghitungan PPh Pasal 21 bagi karyawan tetap dengan Iuran Pensiun dan BPJS
Budi bekerja pada PT. B Rahayu, menikah dengan 1 Gaji Sebulan Rp 7.000.000
anak, memperoleh gaji sebulan Rp.7.000.000,- Premi JKK (0,24%) Rp 16.800
Perusahaan mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan Premi JKM (0,3%) Rp 21.000
Premi BPJS Kesehatan (4%) Rp 280.000
dan Kesehatan. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Penghasilan Bruto Rp 7.317.800
dan Premi Jaminan Kematian (JKM) dibayar oleh
perusahaan dengan jumlah masing-masing 0,24% dan Pengurang:
0,30% dari gaji. Perusahaan menanggung iuran 1. Biaya Jabatan Rp 365.890
Jaminan Hari Tua (JHT) setiap bulan sebesar 3,7% dari 2. Iuran Pensiun Rp 50.000
gaji sedangkan Budi membayar sendiri iuran JHT 3. Iuran JHT Rp 140.000
sebesar 2% dari gaji setiap bulan. Premi BPJS Rp 555.890
Kesehatan dibayar oleh Perusahaan sebesar 4% dan Penghasilan Netto Sebulan Rp 6.761.910
Penghasilan Netto Setahun Rp 81.142.920
dibayar oleh Budi sebesar 1% tiap bulannya.
PTKP (K/1)
Perusahaan membayar iuran pensiun untuk Budi ke 1. Untuk WP Sendiri Rp 54.000.000
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh 2. Tambahan Karena Menikah Rp 4.500.000
menteri keuangan setiap bulan sebesar Rp.100.000,-, 3. Tambahan 1 Anak Rp 4.500.000
sedangkan Budi membayar iuran pensiun sendiri Rp 63.000.000
sebesar Rp. 50.000,-. Pada April 2017 Budi hanya Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 18.142.920
menerima pembayaran berupa gaji. Berapa Pembulatan Rp 18.142.000
penghitungan PPh 21 Budi pada bulan April 2017 ?
PPh 21 Terutang (5% x 18.142.000) Rp 907.100
© ortax team - 2017
PPh 21 Bulan April 2017 (1/12 x 907.100) Rp 75.592 55
Teknis Penghitungan PPh 21 Pegawai Tetap
Contoh 2 (3) :
Jika diasumsikan penghasilan untuk bulan Agustus dan September 2017 sama dengan
bulan Juli 2017, maka penghitungan PPh 21 atas Rapel adalah sebagai berikut :
PPh 21 Oktober?
PPh 21 atas Rapel
Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp
5.000.000,00 sebulan. Pada bulan Oktober 2017 Joko Qurnain memperoleh bonus sebesar Rp
5.000.000,00 sehingga pada bulan Oktober 2017 Joko Qurnain memperoleh penghasilan berupa
gaji sebesar Rp 5.000.000,00 dan bonus sebesar Rp 5.000.000,00. Setiap bulannya Joko Qurnain
membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sebesar Rp 100.000,00. Hitung PPh 21 atas bonus !
Contoh 3 (2) :
Step 1 : hitung PPh 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun) Step 2 : hitung PPh 21 atas Gaji saja (penghasilan setahun)
Gaji Setahun (12 x 5.000.000) Rp 60.000.000 Gaji Setahun (12 x 5.000.000) Rp 60.000.000
Bonus Rp 5.000.000 Bonus Rp -
Penghasilan Bruto Setahun Rp 65.000.000 Penghasilan Bruto Setahun Rp 60.000.000
Pengurang: Pengurang:
1. Biaya Jabatan Setahun Rp 3.250.000 1. Biaya Jabatan Setahun Rp 3.000.000
2. Iuran Pensiun Setahun Rp 1.200.000 2. Iuran Pensiun Setahun Rp 1.200.000
Rp 4.450.000 Rp 4.200.000
Penghasilan Netto Setahun Rp 60.550.000 Penghasilan Netto Setahun Rp 55.800.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 6.550.000 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000
Pembulatan Rp 6.550.000 Pembulatan Rp 1.800.000
PPh 21 Terutang (5% x 6.650.000) Rp 327.500 PPh 21 Terutang (5% x 1.800.000) Rp 90.000
Step 3 : hitung PPh 21 atas Bonus : Rp. 327.500 - Rp. 90.000 = 237.500
© ortax team - 2017
PPh 21 bulan Oktober 2017 ??
60
Teknis Penghitungan PPh 21 Pegawai Tetap
Contoh 4 : Penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya
sebagai Subjek Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun kalender tetapi baru bekerja
pada pertengahan tahun Gaji Rp 16.000.000
Contoh 5 (1) : Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pegawai Yang Masih Memiliki Kewajiban Pajak
Subjektif Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan
Arip Marwanto yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Mahakam Utama di
Yogyakarta - DIY. Sejak 1 Juli 2017, yang bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam Utama.
Gaji Arip Marwanto setiap bulan sebesar Rp 8.000.000,00 dan yang bersangkutan membayar
iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan sejumlah Rp 100.000,00 setiap bulan. Selama bekerja di PT Mahakam Utama Arip
Marwanto hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Pengurang:
1. Biaya Jabatan
(5% x 8.000.000) Rp 400.000
2. Iuran Pensiun Rp 100.000
Rp 500.000
Penghasilan Netto Sebulan Rp 7.500.000
Penghasilan Netto Setahun
(12 x 7.500.000) Rp 90.000.000
PTKP (TK/0)
1. Untuk WP Sendiri Rp 54.000.000
Catatan : Pengurang:
Kelebihan Potong PPh 21 1. Biaya Jabatan
sebesar Rp. 750.000,- (5% x 48.000.000) Rp 2.400.000
dikembalikan dan kepada 2. Iuran Pensiun
ybs diberikan bukti potong (6 x 100.000) Rp 600.000
Rp 3.000.000
(1721 A1) paling lama satu
Penghasilan Netto 6 bulan Rp 45.000.000
bulan sejak ybs berhenti
bekerja PTKP (TK/0)
1. Untuk WP Sendiri Rp 54.000.000
o Gross Method
o Net Method
o Gross Up Method
o Mixed Method
Gross method
Metode dimana pemberi kerja melakukan pemotongan PPh Pasal 21
langsung dari penghasilan karyawan.
Net method
Metode dimana PPh Pasal 21 yang terutang oleh karyawan
Defnisi
ditanggung oleh pemberi kerja dalam bentuk benefit in kind.
Gross up method
Metode dimana pemberi kerja memberikan tunjangan pajak atas
seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan.
Mixed method
Metode dimana pemberi kerja hanya memberikan tunjangan pajak
atas beberapa jenis penghasilan saja.
Karyawan menanggung beban pajaknya sendiri. Metode untuk menghitung PPh Pasal
21 yang dibebankan kepada karyawan dikenal dengan Metode Gross (Gross Method).
Dengan metode ini penghasilan yang diterima karyawan akan berkurang sebesar PPh
Pasal 21 yang dipotong oleh perusahaan.
ilustrasi :
Dengan metode ini penghasilan yang diterima karyawan dapat diterima secara utuh
tanpa adanya pengurangan PPh Pasal 21, kecuali jika perusahaan hanya menanggung
sebagian.
ilustrasi :
Tunjangan Pajak
Tunjangan Pajak dapat diberikan secara Flat (tetap) maupun dengan melakukan
Gross Up (Jumlahnya tidak tetap melainkan disesuaikan dengan besarnya pajak yang
harus dipotong dari penghasilan karyawan atau proporsional).
Besarnya tunjangan pajak yang diberikan secara Flat (Flat Method) biasanya akan
berbeda dengan PPh Pasal 21 yang sesungguhnya harus dipotong.
Besarnya tunjangan pajak yang diberikan secara Gross up atau dikenal dengan
Metode Gross up (Gross up Method) akan sama dengan PPh Pasal 21 yang
sesungguhnya. Metode gross up memberikan tunjangan pajak sebesar 100% dari PPh
yang harus dipotong. Dalam praktek, tunjangan pajak biasanya diberikan dengan
metode gross up.
Istilah gross up sendiri sebenarnya tidak dikenal dan tidak disebutkan secara eksplisit
diberbagai peraturan perpajakan secara formal. Gross up pada dasarnya hanya
berkaitan dengan logika perhitungan yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
bertentangan dengan ketentuan perpajakan.
ilustrasi :
Sama halnya dengan metode gross up, metode mixed pada dasarnya hanya berkaitan
dengan logika perhitungan yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan
dengan ketentuan perpajakan. Tidak ada standar baku, perusahaan dapat membuat
beberapa alternatif penghitungan metode mixed yang sesuai dengan kondisi
perusahaan.
© ortax team - 2017
75
Mixed Method (2)
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan perusahaan untuk menerapkan metode
mixed adalah dengan memisahkan penghitungan antara penghasilan yang PPh Pasal
21-nya menjadi beban karyawan dan penghasilan PPh Pasal 21-nya menjadi beban
perusahaan.
Kasus :
Status: TK/0
Insentif Penjualan
21
22
78
Metode Penyetahunan
o Forecast
o Weighted average
Forecast
Penghitungan PPh 21 bersifat estimasi atau perkiraan yang dilakukan hanya pada
bulan ybs, tanpa memperhitungkan penghasilan pada bulan-bulan sebelumnya.
Penghitungan sebagaimana dicontohkan dalam PER - 16/PJ/2016 adalah contoh
menggunakan metode forecast.
Defnisi
• Penghasilan Neto Setahun = Penghasilan Neto X (estimasi masa kerja/realisasi masa kerja)
• PPh 21 sebulan = PPh 21 Setahun X (realisasi masa kerja/ estimasi masa kerja)
© ortax team - 2017
81
Metode Penyetahunan Weighted Average
Status : K3
PMK No 162/PMK.011/2012
Awal bulan ; penghitungan • Penghasilan Neto Setahun = Penghasilan Neto X
sama dengan forecast (estimasi masa kerja/realisasi masa kerja)
9.200.000 X (12/2) = 55.200.000
• PPh 21 sebulan = PPh 21 Setahun X (realisasi
masa kerja/ estimasi masa kerja)
© ortax team - 2017 1.140.000 X (2/12) = 190.000
82
Kondisi Subjektif Pegawai Tetap
Kondisi Subjektif
Kewajiban pajak subjektif dan objektifnya sudah ada pada awal tahun
Kewajiban pajak subjektif sudah ada pada awal tahun namun kewajiban
pajak objektifnya baru ada setelah awal tahun
Kewajiban pajak subjektif dan objektif baru ada setelah awal tahun, atau
kewajiban pajak subjektifnya berakhir sebelum akhir tahun
Untuk menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu bulan terlebih dahulu kita
harus mencari jumlah penghasilan netto setahun atau disetahunkan.
Hal tersebut perlu dilakukan karena PTKP khususnya untuk penghitungan PPh Pasal
21 terutang pegawai tetap dihitung selama setahun. Hak atas PTKP sebanding dengan
kewajiban pajak subjektif yang dimiliki oleh orang pribadi.
Akurasi penghitungan PPh Pasal 21 sangat dipengaruhi oleh kondisi subjektif dari
masing-masing pegawai tetap baik itu untuk penghitungan Masa maupun
penghitungan Masa Pajak Terakhir yaitu pada saat kita akan menentukan besarnya
penghasilan netto setahun/disetahunkan dan menentukan besarnya PPh Pasal 21
terutang.
Antara Lain :
Pegawai Tetap yang Bekerja Satu Tahun Penuh
Pegawai Tetap pindahan dari Pusat atau Cabang lainnya atau pindahan dari
perusahaan yang berbeda (membawa Formulir 1721 A1)
Pegawai tetap dengan kondisi ini diasumsikan akan terus berada di Indonesia
dan bekerja sampai akhir tahun meskipun realisasinya belum tentu demikian.
Dengan asumsi tersebut maka kewajiban pajak subjektifnya dianggap satu tahun
© ortax team - 2017 penuh sehingga berhak atas PTKP sebagai pengurang yang juga setahun penuh.
86
Kewajiban pajak subjektif sudah ada pada awal tahun
namun kewajiban pajak objektifnya baru ada setelah
awal tahun
Pegawai Tetap yang baru masuk kerja pada tahun berjalan dan
sebelumnya tidak bekerja
Termasuk pegawai tetap yang sebelumnya bekerja di perusahaan lain namun tidak
membawa Bukti Potong 1721 –A1
Antara Lain :
Pegawai Tetap dapat saja dipindahkan ke Kantor Pusat atau Cabang lainnya.
Kejadian ini biasanya terjadi pada perusahaan yang memiliki beberapa
cabang. Dalam PER - 16/PJ/2016 kejadian ini disebut dengan istilah Pegawai
yang dipindahtugaskan dalam tahun berjalan.
Dalam satu tahun pegawai tetap tersebut berarti memperoleh penghasilan
dari dua pemotong pajak atau lebih yang sebenarnya masih berada dalam
satu lingkungan perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi
antara tempat kerja yang lama dengan tempat kerja yang baru. Tempat kerja
yang lama harus melakukan finalisasi dari asumsi yang telah dibuatnya pada
awal tahun. Dalam melakukan finalisasi perlu dilakukan penyesuaian dalam
penghitungan PPh Pasal 21 yang dikenal dengan istilah “Disetahunkan”.
Kewajiban pajak subjektif dan objektif dari pegawai seperti ini sudah
ada sejak awal tahun, karena yang bersangkutan telah bekerja
sebelumnya. Sehingga informasi yang berkaitan dengan PPh Pasal 21
untuk pegawai ini harus diperhitungkan baik untuk penghitungan Masa
maupun penghitungan Masa Pajak Terakhir
Ringkasan
Penghasilan Neto Tidak Disetahunkan Penghasilan Neto Disetahunkan
1. Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya 1. Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya
sudah berada sejak awal tahun, tetapi mulai sebagai SPDN dimulai setelah permulaan tahun
bekerja setelah bulan Januari. Dengan kata pajak. Dengan kata lain : Pendatang dari luar
lain : Karyawan yang mulai bekerja setelah negeri bekerja dalam periode berjalan
bulan Januari
2. Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya 2. Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya
sudah berada sejak awal tahun, tetapi sebagai SPDN berakhir dalam tahun pajak.
berhenti bekerja dalam tahun berjalan. Dengan kata lain : Pendatang dari luar negeri
Dengan kata lain : Karyawan yang berhenti berhenti bekerja dalam periode berjalan
bekerja setelah bulan Januari
3. Pegawai yang berhenti bekerja karena
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
4. Pegawai yang pindah ke kantor pusat atau
cabang lainnya pada pemberi kerja yang sama
5. Karyawan yang berhenti bekerja karena
meninggal dunia
© ortax team - 2017
97
Contoh : Pindah Cabang
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang dipindahtugaskan Dalam tahun
berjalan
Prasetyo Rahmat yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Nusantara Mandiri di
Jakarta. Sejak 1 Juli 2017 dipindahtugaskan ke kantor cabang di Surabaya.
Gaji Prasetyo Rahmat sebesar Rp 5.500.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar
sendiri sebulan sejumlah Rp100.000,00. Selama bekerja di PT Nusantara Mandiri, Prasetyo
Rahmat hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Hitung PPh 21 Prasetyo Rahmat baik di kantor pusat maupun kantor cabang !
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang berhenti bekerja dan pindah ke
pemberi kerja lain dengan membawa bukti potong 1721 A1
Agus Saparudin yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT ABC. Sejak 1 Juni 2017
berhenti bekerja dan pindah ke PT DEF.
Gaji Agus Saparudin sebesar Rp5.500.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri
sebulan sejumlah Rp100.000,00. Selama bekerja di PT ABC maupun DEF (jumlah penghasilan
diasumsikan sama) Agus Saparudin hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Hitung PPh 21 Agus Saparudin baik di PT ABC maupun PT DEF !
Neill Mc Leary adalah seorang pegawai tetap yang berada di Indonesia pada bulan Juli
2017. Neill berada di Indonesia s.d Desember 2018. Gaji Neil sebulan
Rp.22.500.000,00. Neill Mc Leary berstatus menikah dengan 1 anak.
Hitung PPh 21 Neill Mc Leary pada bulan Juli 2017 dan Desember 2017 (jika
diasumsikan Neill memperoleh penghasilan yang sama setiap bulan) !
Upah harian/mingguan/
Dibayarkan bulanan
satuan/borongan
> Rp 450.000
Defnisi
< Rp 4.500.000 5% x (Upah-Rp 450.000)
> Rp 450.000
> Rp 4.500.000 5% x (Upah – PTKP/360)
< Rp 450.000
Tarif Pasal 17 x
> Rp 450.000
> 10.200.000 Jumlah Penghasilan Kena Pajak yang
< Rp 450.000
disetahunkan
Dikali 12
Dikenakan Tarif Ps 17
PPh Ps 21 Setahun
Dibagi 12
Dikali 12
Dikenakan Tarif Ps 17
PPh Ps 21 Setahun
Dibagi 12
Nurcahyo dengan status belum menikah pada bulan Agustus 2017 bekerja sebagai buruh harian
PT Cipta Mandiri Sejahtera. la bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp
450.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21
1 Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah
Upah Sehari Rp 450.000
Dikurangi kumulatif upah yang diterima belum
Batas Upah Harian tidak dilakukan Pemotongan PPh 21 Rp 450.000 melebihi Rp.4.500.000,- maka tidak ada
PPh 21 dipotong atas Upah Sehari Rp - PPh 21 yang dipotong
PPh 21
5% x Rp 100.000 Rp 5.000
PPh 21 Setahun
5% X 13.500.000 Rp 675.000
PPh 21 Sebulan
675.000 : 12 Rp 56.250
Berkesinambungan Berkesinambungan
Tidak Berkesinambungan
cfm.Pasal 13 (1) PER -16/PJ/2016 exc. Pasal 13 (1) PER -16/PJ/2016
DPP : 50% X Ph. Bruto DPP : 50% X Ph. Bruto DPP : 50% X Ph. Bruto
PTKP sebulan
• Memiliki NPWP
• Penghasilan berasal dari hubungan kerja
• Tidak memperoleh penghasilan lainnya, dan
• Menyerahkan fotokopi kartu NPWP (bagi wanita
kawin ditambah surat nikah dan Kartu Keluarga)
Dalam hal Bukan Pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 :
• Mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah
sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian
gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto
tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
• Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya
atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan
antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut
termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Dalam hal jumlah penghasilan bruto dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah
sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang
dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi
hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Contoh 1: Bukan Pegawai menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan cfm. Pasal 13 (1)
PER -16/PJ/2016 (1)
Contoh 1: Bukan Pegawai menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan cfm. Pasal 13 (1)
PER -16/PJ/2016 (2)
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2017 adalah :
Contoh 2: Bukan Pegawai menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan exc. Pasal 13 (1)
PER -16/PJ/2016 (1)
dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter Bulan Jasa Dokter yang
spesialis jantung yang melakukan praktik di dibayar Pasien
Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan (Rupiah)
perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang Januari 45.000.000,00
dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% Februari 49.000.000,00
oleh pihak rumah sakit sebagai bagian
Maret 47.000.000,00
penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar
April 40.000.000,00
80% dari jasa dokter tersebut akan
dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar, Sp.JP Mei 44.000.000,00
pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Juni 52.000.000,00
Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dr. Abdul Juli 40.000.000,00
Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di Agustus 35.000.000,00
klinik pribadinya. dr. Abdul Gopar, Sp.JP telah September 45.000.000,00
memiliki NPWP. Pada tahun 2017, jasa dokter
Oktober 44.000.000,00
yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul
November 43.000.000,00
Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit Harapan Jantung
Sehat adalah sebagai berikut : Desember 40.000.000,00
Jumlah 524.000.000,00
Contoh 2: Bukan Pegawai menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan exc. Pasal 13 (1)
PER -16/PJ/2016 (2)
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2017 adalah :
Nashrun Berlianto melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT Cahaya Kurnia dengan fee
sebesar Rp5.000,000,00.
Dalam hal Nashrun Berlianto tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
menjadi sebesar:
Contoh 4: Bukan Pegawai menerima penghasilan sehubungan dengan jasa yang dalam pemberian jasanya
mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya dan/atau melakukan penyerahan material/bahan (1)
Arip Nugraha melakukan jasa perawatan AC kepada PT Wahana Jaya dengan imbalan
Rp10.000.000,00. Arip Nugraha mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan
upah harian masing-masing sebesar Rp180.000,00. Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang
selama melakukan pekerjaan sebesar Rp4.500.000,00. Selain itu, Arip Nugraha membeli spare
part AC yang dipakai untuk perawatan AC sebesar Rp1.000.000,00.
Contoh 4: Bukan Pegawai menerima penghasilan sehubungan dengan jasa yang dalam pemberian jasanya
mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya dan/atau melakukan penyerahan material/bahan (2)
Dalam hal PT Wahana Jaya tidak memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yang dilakukan
atau dokumen yang diberikan oleh Arip Nugraha mengenai upah yang harus dikeluarkan Arip
Nugraha atau pembelian material/bahan, PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT Wahana Jaya
adalah jumlah sebesar :
5% x (50% x Rp10.000.000,00) = Rp250.000,00
Penghasilan Bruto
Sony Amaros adalah seorang atlet bulutangkis professional Indonesia yang bertempat tinggal di
Jakarta. la menjuarai turnamen Indonesia Open dan memperoleh hadiah sebesar
Rp200.000.000,00.
PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold tersebut adalah :
5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp150.000.000,00 = Rp 22.500.000,00
Rp 25.000.000,00
Menghitung PPh 21 :
Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai
Pegawai Tetap
Mantan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi, Tantiem,
Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur
Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai yang Menarik Dana
Pensiun
Victoria Endah bekerja pada PT Fajar Wisesa. Pada tanggal 1 Januari 2017 telah berhenti bekerja
pada PT Fajar Wisesa karena pensiun. Pada bulan Maret 2017 Victoria Endah menerima jasa
produksi tahun 2016 dari PT Fajar Wisesa sebesar Rp55.000.000,00.
PPh Pasal 21 yang terutang adalah :
5% x Rp50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp5.000.000,00 = Rp. 750.000,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong = Rp. 3.250.000,00
Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan penghasilan kepada mantan
pegawai lebih dari 1 (satu) kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang berikutnya
dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto
kumulatif yang diterima dengan memperhitungkan penghasilan yang telah diterima sebelumnya.
Contoh 2 : Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap
Sebagai Pegawai Tetap (1)
Nicholas Sinulingga adalah Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yang Tidak
Merangkap Sebagai Pegawai Tetap pada PT Abadi Sejahtera
Bulan Tahun 2017, Nicholas Sinulingga menerima honorarium PT Abadi Sejahtera sebanyak 3
(tiga) kali yaitu:
• Bulan April 2017 sebesar Rp20.000.000,00.
• Bulan Juni 2017 sebesar Rp15.000.000,00.
• Bulan Oktober 2017 sebesar Rp25.000.000,00.
Contoh 2 : Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap
Sebagai Pegawai Tetap (2)
a. atas honorarium sebesar Rp20.000.000,00 pada bulan April 2017 terutang PPh Pasal 21
sebesar 5% x Rp20.000.000,00 = Rp1.000.000,00.
b. atas honorarium sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2017 terutang PPh Pasal 21
sebesar 5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00
c. atas honorarium sebesar Rp25.000.000,00 pada bulan Oktober 2017 terutang PPh Pasal 21
sebesar :
5% x Rp15.000.000,00 = Rp. 750.000,00
15% x Rp10.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00
Rp. 2.250.000,00
• Bersifat Final
• Dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh
Sifat (1) pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
kalender.
Lapisan 3 > 50 Juta – 100 Juta 10% > 100 Juta – 500 Juta 15%
Lapisan 4 > 100 Juta – 200 Juta 15% > 500 Juta 25%
Contoh :
Syarifudin (ber-NPWP) menerima pembayaran Uang Pesangon yang dilakukan dalam beberapa kali
pembayaran, sbb :
a. Bulan Desember 2009 Rp 50.000.000,00
b. Bulan April 2010 Rp 125.000.000,00
Besaran (Rp) Tarif PPh atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan JHT
1 Jan 2001 s.d. 15 Nov 09 Mulai 16 Nov 09
Penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi
beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan
honorarium atau imbalan lain tersebut,
Besaran (Rp) Tarif PPh atas honorarium atau imbalan lain (beban APBN dan APBD)
Tarif Sejak 1 Januari 2011
0% PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya
5% PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya
15 % Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat perwira Menengah dan perwira Tinggi,
dan Pensiunannya
© ortax team - 2017
133
Penerapan Ketentuan P3B (Tax Treaty)
dan Pemotongan PPh Pasal 26
o Penghitungan PPh Pasal 26
o Perbedaan Independent Personal Services dan
Dependent Personal Services
Dikenakan atas :
o imbalan pekerjaan, jasa dan kegiatan
o dilakukan orang pribadi SPLN
tidak bersifat final dalam hal orang pribadi sebagai Wajib Pajak luar negeri
tersebut berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri.
136
Dependent Personal Services
UN Model
1. Subject to the provisions of Articles 16, 18 and 19, salaries, wages and other
similar remuneration derived by a resident of a Contracting State in respect of an
employment shall be taxable only in that State unless the employment is
exercised in the other Contracting State. If the employment is so exercised, such
remuneration as is derived therefrom may be taxed in that other State.
2. Notwithstanding the provisions of paragraph 1, remuneration derived by a
resident of a Contracting State in respect of an employment exercised in the
other Contracting State shall be taxable only in the first-mentioned State if:
a) the recipient is present in the other State for a period or periods not exceeding
in the aggregate 183 days in any twelve month period commencing or ending in
the fiscal year concerned, and
b) the remuneration is paid by, or on behalf of, an employer who is not a resident
of the other State, and
c) the remuneration is not borne by a permanent establishment which the
employer has in the other State.
Catatan :
OECD Model Dependent Personal Services = Income from Employment
UN Model Dependent Personal Services = Income from Dependent Personnel
5. Kesalahan Kode MAP MAP sesuai dengan jenis setoran pajak (pemindahbukuan)
6. Penggunaan konversi kurs hanya akhir Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 didasarkan pada
tahun nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang
berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada
saat dibebankan sebagai biaya
140
Kesalahan dalam WHT 21
11. Pemberian Bukti Potong 1721-A1 Maksimal 1 bulan setelah pegawai resign
141
Kertas Kerja Ekualisasi
No. Code Account No. General Ledger Non Object of Inc Tax Art 21. Object of
Observation & Research of Taxation
Forex 6.944.932
144
Your Centre of Excellence in Taxation