Anda di halaman 1dari 25

FRAKTUR TIBIA

I. PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantung
pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma
tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke
tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai
sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila
tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.1

II. INSIDEN

Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut
yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka
dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang
paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada
orang laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia lanjut
prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon. Di Amerika Serikat, insidens
tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan
40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum
terjadi pada diafisis tibia.2

III. ETIOLOGI
 Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
 Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
yang tertentu.
 Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau
akibat trauma ringan.

IV. ANATOMI

Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan
caputfibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung
atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung
atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebutplateau tibia lateral
dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris, dan
dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares
condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior; di antara
kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis
circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior
condylus medialis terdapat insertio m.semimembranosus.
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan mempunyai
tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta facies medialis
diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering.
Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang
merupakan tempat lekat ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan
melanjutkan diri sebagai malleolus medialis. Margo lateral atau margo interosseus
memberikan tempat perlekatan untuk membrane interossea.
Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea oblique, yang disebut linea
musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat
permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus. ujung bawah memanjang ke bawah
dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari malleolus
medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawahtibia terdapat lekukan
yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta penting
yang melekat pada tibia.3

Gambar 2. Anatomi cruris.


(dikutip dari kepustakaan 4) (i)
IV.I Fisiologi tulang
Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik, tulang
terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh
periosteum pada bagian luamya sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas
medullaris adalah endosteum.
Tibia sendiri termasuk tulang panjang , dimana daerah batas disebut diafisis
dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Tulang tibia turut
membentuk rangka badan, sebagai pengumpil dan tempat melekat otot, berfungsi juga
sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, dan
menjadi tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam.

.(ii)
Gambar 3. Struktur tulang dan aktivitas osteoblast serta osteoclast pada tulang.
(dikutip dari kepustakaan 5)

Osteoblast merupakan satu jenis sel hasil diferensiasi sel masenkim yang
sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblast dapat
memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi
kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila
kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblast
dikelilingi oleh substansi organik intraseluller, disebut osteosit dimana keadaan ini
terjadi dalam lakuna.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan
sifat dan fungsi reabsorbsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoclast. Kalsium
hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoclasis yang
menghilangkan matriks organik dan kalsium bersamaan dan disebut deosifikasi.

I. PATOFISIOLOGI
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum
terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk
pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan
dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi
chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang merangsang
deposisi kalsium.Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi fraktur.Lapisan ini
terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari fragmen satunya, dan
menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan
terbentuknya trabekula dan osteoblast yang melekat pada tulang dan meluas
menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus
tulang akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti
bentuk osteoblast tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang rusak
dan tulang sementara.6

II. DIAGNOSIS
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.
VI.I Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada
medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat
kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial
lateral dengan gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau
fraktur split dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah
tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang lebih besar,jadi fraktur pada daerah
ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar(varus). Jatuh dari
ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan fraktur
pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan osteoporosis lebih
mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau meniscus
setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan
ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.7

Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi
Schatzker.
I : Fraktur split kondiler lateral
II : Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur
tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila
depresi melebihi 4 mm.
Gambar 4. Klasifikasi Schatzker.
(dikutip dari kepustakaan 8)(iii)

Gambar 5. Fraktur kondiler tibia.


(dikutip dari kepustakaan 9)
(dikutip dari kepustakaaiv)

Gambar 6. Gambaran radiologis CT potongan coronal menunjukkan fraktur kondiler


tibia dengan depresi terpencil dari kondiler lateral tibia (Schatzker tipe 3)v
(dikutip dari kepustakaan 10)
Gambaran klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri
serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien
tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada
proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas.Dokter perlu menentukan
adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena cedera
neovaskular, ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi pada cedera akibat
tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu
diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat
menjadi tanda fraktur terbuka.
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.
Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk
pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera,
pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan stress
varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi penuh
hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai melalui tes
Lachman.
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut.
Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur
kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral dan
meniscus medial.Ligamen crusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu
kondiler. Fraktur kondiler tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis,
dapat meyebabkan kepada sindroma kompartmen akut akibat perdarahan dan edema.

Pemeriksaan radiologik
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tapi
kadang-kadang diperlukan pula foto oblik. Apabila pada foto polos tidak dapat dilihat
dengan jelas, CT atau tomografi dengan proyeksi AP dan lateral sering diperlukan.
Untuk melihat tanda Fat(marrow)-fluid(blood) interface sign (hemarthrosis)
dilakukan cross table lateral view.
Gambaran fraktur:
 Tipe fraktur: split, depresi
 Lokasi: medial, lateral
 Jumlah fragmen
 Pergeseran fragmen
 Derajat depresi
Gambar 7. (A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral. (B) Fraktur
kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screw untuk
mengembalikan kongruensi sendi.
(dikutip dari kepustakaan 11)(vi)

Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain verban elastik, traksi, atau gips
sirkuler. Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak
menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak segera terjadi
kekakuan sendi.
2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian
depresi dan ditopang dengan bone graft.Pada fraktur split dapat dilakukan
pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian fragmen
terhadap tibia.
Komplikasi
1. Genu valgum; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut; terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
3. Osteoartritis; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga
bersifat irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut.
4. Malunion
5. Cedera ligamen dan meniskus (misal: ligamen medial kollateral)
6. Cedera saraf peroneal.12

VI.II Fraktur Diafisis Tibia


Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3
bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit
ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab
utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.
Gambar 8. Fraktur diafisis tibia.
(dikutip dari kepustakaan 10)
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter
yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur
dalam menjalankan penatalaksanaannya.
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia
berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan
kompleks. Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.
B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.
C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.
Gambar 9. Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma Association
(OTA). (dikutip dari kepustakaan 8)

Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem
Gustilo sebagai berikut:
 Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.
 Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang
luas.
 Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan
mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi,
contohnya: luka tembak.
 Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.
 Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan
terhadap vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.
Gambar 10. (A)Fraktur OTA tipe B.Ini adalah fraktur terbuka Gustilo tipe IIIb. (B)
Fraktur ini dipasang dengan locked intramedullary nail. Foto lateral menunjukkan
OTA tipe II dengan hilangnya tulang. Fraktur tidak menyatu, dan pertukaran nailing
dilakukan 5 bulan setelah kecederaan.(C) 4 bulan setelah pertukanran nailing, fraktur
menyatu dan area yang hilang tulang telah terisi tanpa bone grafting.
(dikutip dari kepustakaan 8)
Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa
muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan
perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera.Sindroma kompartemen terdiri
dari: pain, pallor, paralysis, paresthesia, pulselessness.

Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan
pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada
transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada
tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur
bersifat segmental. Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral. CT tidak
diperlukan.

Gambar 11. Fraktur diafisis tibia dan fibula dengan pergeseran lateral 100%.
(dikutip dari kepustakaan 13)(vii)
Gambar 12. (A) Fraktur stress pada seorang atlit muda.(B) Perhatikan sklerosis
and pelebaran cortical berikut penyembuhan tulang.
(dikutip dari kepustakaan 8)
Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada
angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi
setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi
dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan
operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada
tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan
mereda atau terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif,
fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.Metode pengobatan operatif adalah sama ada
pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau pemasangan screw semata-
mata atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada
fraktur tibia:
 Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
 Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Gambar 13. (A) Fraktur OTA tipe A. Ini adalah fraktur bifokal, di mana terdapat
fraktur bimaleolus pergelangan kaki selain fraktur diafisis; 5% dari fraktur tibia
adalah bifokal, dan kombinasi dari pergelangan kaki dan fraktur diafisis yang paling
biasa terjadi. (B) Fraktur diafisis ditangani dengan pemasangan locked intramedullary
nail, dan fraktur pergelangan kaki ditangani dengan teknik AO konvensional.
(dikutip dari kepustakan 8)
Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah
infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah
(sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal
komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan
sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

VI.III Fraktur Distal Tibia


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat
dengan ligamen.Dahulu,fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.
Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat
oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen
bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik
atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya
menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya
trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur
pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau
fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai
dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan
robekan diastesis.

Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan
atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis
& Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari
kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.

(dikutip dari kepustakaan 14)

Klasifikasi terdiri atas (gambar 14.121):


• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian
depan
• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai
fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan pada
sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duyuptren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

(dikutip dari kepustakaan 14)

Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada
daerah tulang atau pada ligamen.

Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan
mekanisme terjadinya trauma(gambar 14.122).Foto rontgen perlu dibuat sekurang-
kurangnya tiga proyeksi, yaitu antero-posterior, lateral dan setengah oblik dari
gambaran posisi pergelangan kaki. Sering fraktur terjadi pada fibula proksimal,
sehingga secara klinis harus diperhatikan.
(dikutip dari kepustakaan 14)
Pengobatan
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-
artikuler sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi
sendi yang sesegera mungkin.
Tindakan pengobatan terdiri atas:
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler di
bawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan apakah
hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada
tibiofibula serta adanya dislokasi talus( gambar 14.123).
Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:
• Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis
• Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk
paralel
• Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm)
• Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas:
• Pemasangan screw( maleolar)
• Pemasangan tension band wiring
• Pemasangan plate dan screw

(dikutip dari kepustakaan 14)

Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak
akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi.

III. PROGNOSIS
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi
dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula,namun hal ini
sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan
bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.

IV. KESIMPULAN
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia.
Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan pergelangan
kaki. Fraktur pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya penanganannya
juga tidak sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lengkap diperlukan jika terjadi fraktur. Selain itu, pemeriksaan radiologis juga penting.
Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif
maupun non operatif.
i
Torsten B. Moeller MD, Emil Reif MD. Pocket atlas of radiographic anatomy.
Second edition. New York: Thieme; 2000. p. 164-7.
ii
Arthur C. Guyton, John E. Hall. Textbook of medical physiology.11th ed.
Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Inc; 2006. p. 982-3.

iii
Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C, et al., eds. Rockwood and Green.
Fractures in adults. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p.
2081-93.

Jon C. Thompson. Netter’s concise orthopaedic anatomy. 2nd edition. Philadelphia:


iv

Saunders; 2010. p. 293-4.

v
Borut Marincek, Robert F. Dondelinger . Emergency radiology imaging and
intervention . 1st Edition. Verlag Berlin Heidelberg : Springer; 2007. p.278.
vi
Berquist, Thomas H. Musculoskeletal imaging companion. 2nd Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 222-3.
vii
Robert R. Simon, Scott C. Sherman, Steven J. Koenigsknecht. Emergency
orthopedics: the extremities. 5th Edition. United States: The McGraw-Hill Companies;
2006.

Anda mungkin juga menyukai