A
kuntansi sector public memiliki kaitan yang erat dengan penerapan
dan perlakuan akutansi pada domain public. Domain public sendiri
memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan
sector swasta.
Secara kelembagaan, domain public antara lain berupa badan-badan pemerintahan
(pusat dan daerah), BUMN dan BUMD, yayasan, organisasi, politik, LSM, Universitas
dan organisasi nirlaba lainnya.
Akuntansi sector public adalah akuntansi yang digunakan dalam suatu organisasi
pemreintahan/lembaga yang tidak bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan
suatu bagian dari disiplin ilmu akuntansi sebagai yang utuh.
Secara umum, akuntansi sector public merupakan suatu mekanisme teknis dan
analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-
lembaga tinggi negar1egaradepartemen-departemen di bawahnya.
1
KONSEP PENGANGGARAN
SEKTOR PUBLIK
3
1. Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool)
Anggaran sektor publik dibuat untuk merencakan tindakan apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah, berupa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang
diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.
Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:
a) merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi
yang ditetapkan,
b) merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya,
c) mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah
disusun, dan
d) menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapian strategi.
4
4. Anggaran Sebagai Alat Politik (Political Tool)
Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk
komitmen eksekutif dan kesepakatan legislative atas penggunaan dana publik untuk
kepentingan tertentu. Oleh karena itu pembuatan anggaran publik membutuhkan
political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang
prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajer publik.
5
E. JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Anggaran Operasional (operation/recurrent budget)
Anggaran Operasional diguanakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari
dalam menjalankan pemerintahan. Misalnya adalah belanja rutin (recurrent
expenditure) yaitu pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran
dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Secara umum
pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain Belanja
Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan Pemeliharaan.
2. Anggaran Modal (capital/investment budget)
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas
aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pada
dasarnya pemerintah tidak mempunyai uang yang dimiliki sendiri, sebab seluruhnya
adalah milik publik.
7
H. PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM SIKLUS ANGGARAN
Richard Musgrave seperti yang dikutip Coe (1989) mengidentifikasikan tiga
pertimbangan mengapa pemerintah perlu “terlibat” dalam “bisnis” pengadaan barang
dan jasa bagi masyarakat. Ketiga pertimbangan tersebut meliputi stabilitas ekonomi,
redistribusi pendapatan, dan alokasi sumber daya.
Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau
overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran.
Siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri atas:
a. Tahap persiapan anggaran (preparation);
b. Tahap ratifikasi (approval/ratification);
c. Tahap implementasi (implementation);
d. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and evaluation).
10
JENIS-JENIS PENGANGGARAN
SEKTOR PUBLIK
B. ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua cirri utama dalam pendekatan ini yaitu:
a. Cara penyusunan anggaran didasarkan atas pendekatan incrementalism
b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.
Cirri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah:
a. Cenderung sentralistis
b. Bersifat spesifikasi
c. Tahunan
d. Mengggunakan prinsip anggaran bruto
Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada
pengawasan dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat
11
incrementalism, yaitu hanya menambah/mengurangi jumlah rupiah pada item
anggaran yang ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya
sebagai dasar menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa
dilakukan kajian yang mendalam.
Masalah utama anggaran tradisional adalah berkaitan dengan tidak adanya
perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efesiensi dan
efektivitas sering tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan ketiadaan perhatian pada konsep value for money ini, sering kali
pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya
kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk
dilaksanakan.
Anggaran tradisional cenderung menggunakan konsep historic cost of service.
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,
program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meski
item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh
jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk,
dan lainnya.
Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang
didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-
item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau
pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara
riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan dalam periode sekarang.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi
alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja
barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan
pengeluaran yang dilakukan.
12
Kelemahan Anggaran Tradisional
Beberapa kelemahan anggaran tradisional antara lain:
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan
rencana pembangunan jangka panjang
2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak
pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan
anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat
kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau memonitor kinerja.
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruhan sulit dicapai
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran
modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak
memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya
adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan
mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya
dilakukan revisi anggaran dan manipulasi anggaran.
9. Aliran informasi (sistem informasi financial) yang tdak memadai yang menjadi
dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
13
pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif
baru pemerintah menurut Oborne dan Gaebler tersebut adalah:
1. Pemerintah katalis
Pemerintah sebagai pemberi arahan dan berfokus pada pemberian
pengarahan bukan produksi pelayanan public.
2. Pemerintah milik masyarakat
Pemerintah memberikan wewenang kepada masyarakat, memberdayakan
masyarakat daripada melayani.
3. Pemerintah yang kompetitif
Menyuntikan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan public.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan.
4. Pemerintah yang digerakan oleh misi
Mengubah organisasi yang digerakan oleh peraturan menjadi organisasi yang
digerakan oleh misi. Pemerintah digerakan oleh misi bukan peraturan.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil
Pemerintah yang berorientasi hasil berusaha mengubah bentuk penghargaan
dan insentif, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan
Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah tradisional
seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan pajak
memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus
disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap
bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran
adalah pelanggannya padahal pelanggan yang sebenarnya adalah
masyarakat. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan
mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Maka, tidak berarti
bahwa pemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi
sebaliknya, ia menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda : kepada
legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti itu, maka pemerintah tidak
akan arogan tetapi terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan
masyarakat.
14
7. Pemerintah wirausaha
Mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat
pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi
tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian
hak guna yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan
modal; dll.
8. Pemerintah antisipatif
Berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisional yang
birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk
memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat
reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada
kebakaran maka tidak akan ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha
bersifat proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tapi juga
berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan
perencanaan strategis untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi
Dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja. Lima puluh tahun yang lalu,
pemerintahan yang sentralis dan hierarkis sangat diperlukan karena
pengambilan keputusan harus dari pusat. Pada saat itu, sistem tersebut masih
sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi
antar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif
belum terdidik. Tapi sekarang, perkembangan teknologi sudah sangat maju,
kebutuhan masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, staf pemerintah
sudah berpendidikan tinggi, maka pengambilan keputusan harus digeser ke
tangan masyarakat, asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar
Mengadakan perubahan mekanisme pasar ( sistem insentif) dan bukan
dengan mekanisme administratif ( sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua
cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme
administratif. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif,
sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar.
Pemerintah tradisional menggunakan perintah dan pengendalian,
15
mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan
orang untuk melaksanakannya. Pemerintah wirausaha tidak memerintah dan
mengawasi tapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar
orang tidak melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat.
16
6. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8. Adanya pengawasan kinerja
E. ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya yang disebabkan oleh ketiadaan
tolok ukur yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan
dan sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat
menekankan pada konsep value for money dan pengawasan kinerja output.
Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas
tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan
keputusan.
Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang
menganggap bahwa tanpa adanya arahan dancampur tangan, pemerintah akan
menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros. Menurut pendekatan
anggaran kinerja,dominasi pemerintah dapat diawasi dan dikendalikan melalui
penerapan internal cost awareness, audit keuangan danaudit kinerja, serta evaluasi
kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost
minded, harus efisien, memakai dana secara ekonomis, dan dituntut mampu
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Keunggulan ZBB:
1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber
daya secara lebih efisien
2. ZBB berfokus pada value for money
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektifan
biaya
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5. Meningktkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan
anggaran
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong
organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya
serta tingkat pengeluaran
Kelemahan ZBB:
18
1. Prosesnya memakan waktu, terlalu teoritis dan tidak praktis, membutuhkan
biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena
pembuatan paket keputusan
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3. Implementasi ZBB membutuhakan teknologi yang maju
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah proses meranking dan mereview
paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan
yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi
keputusan.
5. Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki
keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. Selain itu dalam perankingan
muncul pertimbangan subjektif/ mungkin terdapat tekanan politik sehingga
tidak objektif lagi.
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan
harus dalam anggaran
7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi
Karakteristik PPBS:
1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan
datang karena PPBS berorientasi pada masa depan
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai program, yang meliputi:
identifikasi tujuan, identifikasi secara sistematik alternatif program untuk
mencapai tujuan, estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program,
dan estimasi manfat yang ingin diperoleh dari masing-masing alternatif
program
Kelebihan PPBS
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak
ke manajemen menengah
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya dalam
perencanaan program
4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan
kerja sama antar departemen
5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan
pencapaian tujuan organisasi
6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber
daya secara optimal
Kelemahan PPBS
1. PPBS membutuhkan system informasi yang canggih, ketersediaan data,
adanya system pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS
membutuhkan teknologi yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
20
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan
manusia yang kompleks
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan
statistic terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statistik
hanya tepat untuk mengukur beberapa program saja
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis sehingga menyulitkan dalam
melakukan alokasi biaya
21
PELAKSANAAN, PENATAUSAHAAN AKUNTANSI
KEUANGAN DAERAH
23
2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah
Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk
setiap pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran
belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
dalam APBD. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran
daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran
belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai
hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang mengakibatkan
beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang
APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut
tidak termasuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan
Dana (SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Khusus untuk biaya pegawai diatur
bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah dibebankan dalam APBD. Pemerintah daerah
dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah
berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan
keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang¬undangan. Dalam pelaksanaan pembayaran yang terhutang
pajak, bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan
pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka
waktu sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang
diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya
pembayaran dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa BUD. Karena itu, kuasa
BUD berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran;
24
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam
perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan
e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Perlu menjadi perhatian bahwa penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum
barang dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-
undangan. Setelah tahun anggaran berakhir, kepala SKPD selaku pengguna
anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara
pengeluaran. Bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang
persediaan yang dikelolanya setelah:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah
pembayaran; dan
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran apabila kelengkapan dokumen, kebenaran
perhitungan dan ketersediaan dana tidak terpenuhi. Bendahara pengeluaran wajib
melakukan hal tersebut karena dia bertanggung jawab secara pribadi atas
pembayaran yang dilaksanakannya. Kepala daerah dapat memberikan izin
pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD.
1. Penatausahaan Penerimaan
Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah
yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit.
Penerimaan daerah yang disetor tersebut dilakukan dengan cara:
a. disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga;
b. disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor pos oleh
pihak ketiga; dan disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga.
Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap
seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung
jawabnya. Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan
secara administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10
27
bulan berikutnya. Disamping pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara
penerimaan pada SKPD wajib mempertanggung jawabkan secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Selanjutnya PPKD selaku BUD melakukan verifikasi, evaluasi dan
analisis atas laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan pada SKPD.
2. Penatausahaan Pengeluaran
Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran
kas SKPD. Rancangan anggaran kas SKPD tersebut disampaikan kepada PPKD selaku
BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD. Pembahasan rancangan anggaran
kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA-SKPD.
Setelah DPA-SKPD ditetapkan, PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas
pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai
pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum
dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas tersebut memuat perkiraan
arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang
digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
a. Penyediaan Dana
Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka manajemen kas
menerbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD merupakan dasar pengeluaran kas atas beban APBD.
Permintaan pembayaran hanya dapat dilaksanakan, jika SPD telah diterbitkan.
b. Permintaan Pembayaran
Berdasarkan SPD, bendahara pengeluaran mengajukan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran
melalui Pejabat Pengelola Keuangan SKPD (PPK-SKPD). Ada 4 jenis SPP yaitu:
1) Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP UP).
2) Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP¬GU).
3) Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP TU).
4) Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS).
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
28
pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan.
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka mengganti uang persediaan. Sedangkan penerbitan dan pengajuan
dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka tambahan uang persediaan. Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan
SPP-TU tersebut digunakan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran SKPD yang
harus dipertanggungjawabkan. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk
pembayaran gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh bendahara pengeluaran guna memperoleh
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
Prosedur pengajuan dan penerbitan SPM-LS dimulai dengan penyiapan dokumen
SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) untuk disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan
permintaan pembayaran. Selanjutnya, Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS
kepada pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD.
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen SPP-
UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran
sebelum menerbitkan Surat Perintah Pembayaran (SPP).
c. Perintah Membayar
Setelah meneliti SPP, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran harus
menyatakan apakan dokumen SPP telah lengkap dan sah. Dalam hal dokumen SPP
dinyatakan lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Penerbitan SPM paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP. Jika dokumen SPP dinyatakan
tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
menolak menerbitkan SPM. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP. SPM yang telah diterbitkan diajukan
kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D. Setelah tahun anggaran berakhir,
29
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang
membebani tahun anggaran berkenaan.
d. Pencairan Dana
Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak
melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan. Jika dokumen SPM dinyatakan lengkap, kuasa BUD
menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Penerbitan SP2D paling lama 2
(dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM. Jika dokumen SPM
dinyatakan tidak lengkap, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D. Penolakan
penerbitan SP2D paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya
pengajuan SPM. Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan
uang persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang persediaan kepada
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Sedangkan untuk pembayaran
langsung, Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan kepada pihak ketiga.
e. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggung
jawabkan penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang
persediaan kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya. Hal ini dilaksanakan dengan menutup Buku Kas Umum setiap bulan
dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran. Selanjutnya Bendahara Pengeluaran menyusun laporan
pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan. Dalam hal laporan
pertanggungjawaban telah sesuai, pengguna anggaran menerbitkan surat
pengesahan laporan pertanggungjawaban. Untuk tertib laporan pertanggungjawaban
pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember
disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember. Disamping pertanggungjawaban
secara administratif, Bendahara Pengeluaran pada SKPD juga wajib
mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi
tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Penyampaian pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan setelah diterbitkan surat
30
pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran.
31
PEANGGARAN KEUANGAN DAERAH
2. Laporan Tahunan
PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan dan
disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD. Laporan keuangan tersebut
disampaikan kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah
daerah. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD
32
paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan
tersebut disusun oleh pejabat pengguna anggaran sebagai hasil pelaksanaan
anggaran yang berada di SKPD yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan
keuangan SKPD tersebut terdiri dari: laporan realisasi anggaran; neraca; dan catatan
atas laporan keuangan. Laporan keuangan SKPD dilampiri dengan surat pernyataan
kepala SKPD bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan standar
akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PPKD
menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dengan cara menggabungkan
laporan-laporan keuangan SKPD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran berkenaan. Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan
kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan tersebut terdiri dari:
laporan realisasi anggaran; neraca; laporan arus kas; dan catatan atas laporan
keuangan. Laporan keuangan pemerintah daerah dilampiri dengan surat pernyataan
kepala daerah yang menyatakan pengelolaan APBD yang menjadi tanggung
jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai, sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Laporan keuangan disampaikan oleh kepala daerah kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Setelah disampaikan laporan hasil audit, Kepala daerah
memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan
pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.
36
3. Fungsi APBD
Anggaran pendapatan dan Belanja daerah (APBD) memiliki beberapa fungsi yaitu
sebagai berikut :
1. Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi merupakan dasar dalam melaksanakan pendaptan dan
belanja untuk tahun yang bersangkutan
2. Fungsi perencanaan
Fungsi perencanaan merupakan pedoman manajemen dalam merencanakan
kegiatan
3. Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sudah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam hal ini Perundang-undangan.
4. Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi berfungsi dalam mengarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya seta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi
Fungsi distribusi merupakan kebijakan anggaran daerah yang harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan
6. Fungsi stabilisasi
Fungsi stabilisasi merupakan alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
40
SISTEM AKUNTANSI DAN
LAPORAN KEUANGAN SKPD
41
yang disajikan agar peserta dapat memahami akuntansi bagi SKPD ini dengan baik.
Pertama adalah pemahaman akuntansi secara umum dan standar akuntansi yang
ditetapkan bagi sektor pemerintahan. Ini sebagai pemahaman dasar yang
membedakan konsep akuntansi yang digunakan sebelumnya dengan konsep
akuntansi yang baru.
Kedua adalah pemahaman konsep penjurnalan dan posting ke buku besar. Di
sini termasuk juga jurnal penyesuaian dan jurnal penutup. Penjurnalan sebagai inti
dari akuntansi pembukuan berpasangan yang mengacu pada aturan dasar akuntansi
pembukuan berpasangan.
Ketiga adalah penyusunan laporan keuangan, baik berupa penyusunan neraca
lajur atau neraca percobaan, laporan realisasi anggaran, sampai dengan penyusunan
neraca SKPD. Laporan keuangan SKPD inilah yang merupakan akuntabilitas
pelaksanaan realisasi anggaran yang diamanatkan.
Tujuan kegiatan lokakarya ini adalah menjadikan pimpinan dan staf SKPD mandiri
dalam melaksanakan proses akuntansi dan keuangannya sehingga mereka dapat
menyampaikan laporan keuangan SKPD baik dalam bentuk Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca SKPD, dan mampu menyusun Catatan Atas Laporan Keuangan
dengan baik dan benar.
48
rekening yang pada akhir periode akan dilaporkan di dalam neraca. Rekening-
rekening ini terdiri dari: Aktiva (aset), Kewajiban (utang), dan Ekuitas (modal).
Rekening-rekening LRA atau rekening-rekening nominal, yaitu: rekening-rekening
yang pada akhir periode akan dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran dan
sifatnya sementara (temporary) artinya nilainya harus Rp 0 pada setiap awal periode.
Rekening-rekening ini terdiri dari: Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. Mengenai
standarisasi kode rekening secara nasional, sampai saat ini bentuk Bagan Akun
Standar (BAS) yang dijanjikan belum ada. Pihak Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan hanya memberikan petunjuk untuk mengacu pada urut-urutan yang
ada dalam PP 24 Tahun 2005 tentang SAP. Namun urut-urutan tersebut juga hanya
menampung 1 digit saja, sedangkan digit ke 2 dan seterusnya diserahkan kepada
pemerintah pusat dan pemerintah daerah masing-masing. Artinya, setiap daerah
diperkenankan untuk mengembangkan bagan akun standar sesuai dengan
kebutuhan masing-masing daerah.
Keterkaitan antara posisi keuangan, transaksi keuangan serta pelaporannya.
Pada dasarnya, neraca akhir diperoleh dari saldo awal yang diambil dari neraca awal
(neraca pada awal periode akuntansi) ditambah dan/atau dikurangi dengan
transaksi-transaksi selama tahun berjalan yang tertuang dalam Laporan Realisasi
Anggaran dan Laporan Arus Kas. Saldo awal ini diambilkan dari saldo rekening-
rekening riil, yaitu rekening-rekening yang ada di neraca yang terdiri dari aset,
kewajiban dan ekuitas pada awal periode. Bila sebelumnya pemerintah daerah belum
menyusun laporan keuangan, maka saldo awal ini diambilkan dari neraca awal yang
diperoleh dari hasil inventarisasi danappraisal (penilaian). Pada periode berjalan,
terjadi transaksi penerimaan dan pengeluaran kas serta transaksi non kas. Transaksi
ini ada yang mempengaruhi neraca secara langsung ada pula yang mempengaruhi
LRA. Pada akhir periode pelaporan, transaksi-transaksi yang mempengaruhi neraca
secara langsung akan menambah saldo neraca akhir, sedangkan transaksi transaksi
yang mempengaruhi LRA akan diakumulasi sehingga menghasilkan informasi sisa
perhitungan. Pada akhir periode, sisa perhitungan ini akan dimasukkan atau bahasa
akuntansinya ditutup ke dalam neraca dan menambah saldo ekuitas di neraca akhir.
Jadi, saldo neraca akhir pemerintah daerah bersumber dari transaksi yang terjadi
pada periode berjalan, dan dari hasil penutupan saldo yang ada di LRA.
49
Bagan ini menggambarkan secara umum proses atau alur akuntansi. Proses diawali
dari ketersediaan dokumen sumber. Dokumen sumber adalah dokumen yang
dianggap sah untuk diakui sebagai dasar pencatatan. Dokumen sumber tersebut
berasal dari transaksi penerimaan kas, pengeluaran kas dan selain kas. Dalam
konteks pemerintah daerah, dokumen sumber yang dianggap sah terdiri dari Surat
Perintah Pencairan Dana/SP2D (baik Pembayaran Langsung/LS, UP, GU maupun TU)
dan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang telah disahkan oleh pihak yang
berwenang untuk transaksi pengeluaran kas, STS (Surat Tanda Setoran) untuk
transaksi penerimaan kas, dan Bukti Memorial untuk transaksi selain kas.
Berdasarkan dokumen sumber tersebut, maka fungsi akuntansi akan mencatatnya ke
dalam buku jurnal. Buku jurnal merupakan catatan resmi pertama yang dilakukan
oleh fungsi akuntansi dalam mencatat transaksi ataupun kejadian.
Buku jurnal bisa dibedakan menjadi buku jurnal penerimaan kas, pengeluaran kas
dan bukujurnal umum. Hal yang perlu mendapat penekanan pada slide ini juga
adalah penggunaan jenis buku jurnal sangat tergantung pada kebijakan akuntansi
yang ditetapkan oleh masing-masing daerah. Pemilihan untuk menggunakan jurnal
khusus dan jurnal umum diserahkan pada kebutuhan masing-masing pemerintah
daerah. Setelah transaksi dicatat dalam buku jurnal yang dilakukan secara historis,
50
langkah selanjutnya adalah melakukan posting ke dalam buku besar.
Pengertian posting adalah memindahkan saldo atau angka yang ada di buku jurnal
ke dalam masing-masing buku besar berdasarkan kode rekeningnya. Posting dari
buku jurnal ke buku besar dilakukan secara periodik. Buku besar merupakan
kumpulan dari catatan historis per kode rekening.
Buku besar pembantu dibuat bila dianggap perlu oleh pemerintah daerah. Intinya
adalah buku besar pembantu merupakan buku yang menjelaskan secara lebih rinci
transaksi yang ada dalam buku besar. Sebelum membuat laporan keuangan, maka
pemerintah daerah dapat membuat kertas kerja dalam rangka
membantu/mempermudah penyusunan laporan keuangan. Kertas kerja berisi historis
mutasi debit dan kredit dari ringkasan per kode rekening sampai menjadi saldo akhir
dan laporan keuangan. Penggunaan kertas kerja ini biasanya dilakukan bila proses
akuntansi dilakukan secara manual tanpa bantuan komputer. Setelah kertas kerja
dibuat, maka laporan keuangan siap untuk disajikan. Terdapat 4 jenis laporan
keuangan, yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca Daerah, Laporan Arus
Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Mulai dari proses
penjurnalan sampai dengan penyusunan laporan keuangan, kebijakan akuntansi
memegang peranan yang penting. Sebelum melakukan penjurnalan, fungsi akuntansi
di pemerintah daerah, baik di SKPD maupun di SKPKD perlu memperhatikan
kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan oleh kepala daerah dalam peraturan
kepala daerah. Dalam penyusunan laporan keuanganpun, kebijakan akuntansi
pemerintah daerah juga memegang peranan penting, terutama dalam hal bentuk
laporan keuangan serta komponen-komponen yang membentuk laporan keuangan
yang harus disusun oleh SKPD maupun SKPKD.
Sistem pencatatan akuntansi dibedakan menjadi 2, yaitu single entry dandouble
entry. Pengertian single entry adalah mencatat suatu transaksi atau kejadian pada
satu sisi saja. Contoh konkrit dari pencatatan single entry ini adalah pencatatan
yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran di Buku Kas Umum (BKU). Setiap ada
transaksi pengeluaran kas akan dicatat di kolom pengeluaran, dan setiap transaksi
penerimaan kas akan dicatat di kolom penerimaan. Tidak ada catatan pembanding
lainnya.Kelebihan dari single entry ini adalah pembuatannya sangat sederhana
sehingga mudah untuk melakukannya. Kelemahan dari single entry ini adalah sulit
mendeteksi bila terjadi kesalahan. Pengertian dari double entry adalah mencatat
51
suatu transaksiatau kejadian pada dua sisi, yaitu sisi debit dan sisi kredit. Kedua sisi
tersebut harus dalam kondisi balance (saldonya seimbang). Kelebihan
penggunaan double entry ini adalah memudahkan untuk melakukan cross check bila
dilakukan proses audit dan memudahkan untuk melihat atau mendeteksi adanya
kesalahan. Kelemahannya adalah double entry ini lebih rumit dan memakan waktu
dibandingkan single entry.
Dalam akuntansi, perlu dibedakan antara konsep pengakuan dan pengukuran.
Pengakuan lebih menyoroti pada kapan suatu transaksi atau kejadian itu akan dicatat
dalam jurnal. Sedangkan pengukuran merupakan pemberian nilai dari suatu transaksi
atau kejadian. Pengukuran dan pengakuan atas sebuah transaksi atau kejadian ini
lebih lanjut diatur dalam kebijakan akuntansi. Contoh dari sebuah pengakuan adalah
kapan fungsi akuntansi mengakui belanja ATK yang telah di pertanggungjawabkan,
kapan sebuah belanja modal diakui menambah aset tetap daerah.Contoh dari
pengukuran adalah berapa nilai yang patut diakui atas sebuah belanja modal
gedung, berapa nilai yang wajar untuk menilai asset tetap tanah?
Dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), maka pengakuan
atas transaksi pendapatan adalah pada saat kas atau setara kas diterima oleh Kas
Daerah. Selama belum masuk ke dalam rekening Kas Daerah, maka belum diakui
sebagai pendapatan.
Belanja baru diakui apabila kas atau setara kas telah dikeluarkan dari Kas Daerah
dan ketika belanja tersebut telah dipertanggungjawabkan (di-SPJ-kan). Selama
belanja tersebut belum di-SPJ-kan (meskipun telah dibayarkan oleh bendahara
pengeluaran) maka atas transaksi tersebut belum bisa diakui sebagai belanja daerah.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pengertian dari Kas Daerah. Menurut Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan, yang dimaksud dengan Kas Daerah adalah
rekening kas yang dikelola oleh BUD. Pengertian ini berbeda dengan Departemen
Dalam Negeri yang menerjemahkan Kas Daerah sebagai kas yang ada di BUD, di
bendahara pengeluaran dan di bendahara penerimaan. Perbedaan ini membawa
konsekuensi yang berbeda terhadap rancangan sistem akuntansi yang dibuat oleh
pemerintah daerah. Oleh karena itu, Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Depdagri
tentang kebijakan akuntansi dan sistem dan prosedur akuntansi pemerintahan dalam
beberapa hal berbeda secara konseptual dengan konsep yang diajarkan oleh Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan.
52
Dalam menyikapi perbedaan tersebut, pemerintah daerah perlu berhati-hati dalam
menyikapinya dan menelaah secara cerdas tentang dampak atau konsekuensi yang
ditimbulkan oleh kedua model sistem tersebut sebelum merancang sistem akuntansi
yang akan diimplementasikan di daerahnya. Kriteria pengakuan yang dilakukan oleh
fungsi akuntansi sangat dipengaruhi oleh basis akuntansi yang digunakan oleh
sebuah organisasi. Terdapat 2 golongan besar basis akuntansi, yaitu Basis Kas dan
Basis Akrual. Perbedaan utama Basis Kas dan Basis Akrual adalah timing, kapan
sebuah transaksi diakui. Pada Basis Kas, pengakuan dilakukan ketika kas atau setara
kas diterima atau dikeluarkan, sedangkan pada Basis Akrual pengakuan dilakukan
ketika hak dan kewajiban untuk menerima atau membayarkan transaksi terjadi.
Pengakuan atas hak dan kewajiban ini juga harus didukung oleh dokumen legal dan
sah. Untuk memudahkan ilustrasi, penerapan Basis Kas ini pada dasarnya sama
dengan yang diterapkan oleh bendahara. Ketika bendahara mengeluarkan uang
tunai, maka pada saat itu transaksi pengeluaran kas dicatat, dan pada saat
bendahara menerima pendapatan, maka pada saat itu transaksi penerimaan kas
dicatat.
Sebagai contoh: pada tanggal 5 Januari diterima pendapatan retribusi parkir sebesar
Rp 500.000,00 maka pada tanggal 5 Januari akan dicatat penerimaan kas dari
pendapatan retribusi parkir senilai Rp 500.000,00.
Contoh penerapan Basis Akrual dan perbandingannya dengan Basis Kas: Pembayaran
belanja listrik, telepon dan air umumnya dilakukan pada tanggal 10 bulan berikutnya.
Misalkan, beban listrik, telepon dan air pada bulan Januari diketahui sebesar Rp
1.500.000,00. Pembayaran beban listrik, telepon dan air pada bulan Januari akan
dibayarkan pada tanggal 10 Februari. Bila menggunakan Basis Kas, maka
pembayaran listrik telepon dan air akan dicatat pada tanggal 10 Februari, yaitu pada
saat kas dikeluarkan dengan cara mencatat:
- Belanja listrik, telepon dan air bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.
- Kas di bendahara pengeluaran berkurang sebesar Rp 1.500.000,00.
Jika dibuat laporan realisasi, maka pada bulan Januari tidak terdapat belanja listrik,
telepon dan air, sedangkan pada bulan Februari terdapat belanja listrik, telepon dan
53
air sebesar Rp 1.500.000,00. Bila menggunakan Basis Akrual, maka pencatatan atas
belanja listrik, telepon dan air dilakukan pada tanggal 31 Januari dengan cara:
- Belanja listrik, telepon dan air bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.
- Hutang belanja bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.
Pengakuan hutang belanja ini dilakukan karena pada tanggal 31 Januari belum
dilakukan pembayaran secara tunai atas beban listrik, telepon dan air tersebut. Pada
saat pembayaran pada tanggal 10 Februari maka bendahara pengeluaran
sebenarnya tidak membayar beban listrik, telepon dan air, melainkan membayar
utang. Oleh karena itu pencatatannya menjadi:
- Kas di bendahara pengeluaran berkurang Rp 1.500.000,00.
- Hutang belanja berkurang Rp 1.500.000,00.
Jika dibuat laporan realisasi belanja, maka pada bulan Januari akan terlihat belanja
listrik, telepon dan air sebesar Rp 1.500.000,00 dan pada bulan Februari tidak
terdapat beban belanja listrik, telepon dan air. Masing-masing basis memiliki
kelebihan dan kelemahan. Penggunaan Basis Kas memiliki kelebihan pada
kesederhanaannya dan kemudahannya. Karena sederhana, maka model
pencatatannya relatif lebih sedikit dibandingkan Basis Akrual. Namun, penggunaan
Basis Kas memberikan informasi yang kurang akurat. Kelebihan Basis Akrual adalah
memberikan gambaran keuangan yang lebih akurat sehingga evaluasi kinerja
terhadap biaya pelayanan dan pencapaiannya bisa dilakukan. Disamping itu, dengan
Basis Akrual, pengelolaan aset tetap bisa dilakukan secara efisien dan akurat karena
ada unsure pembandingnya, yaitu belanja modal. Kelemahan Basis Akrual adalah
transaksi yang harus dicatat menjadi lebih banyak dan relatif lebih rumit
dibandingkan Basis Kas.
Basis akuntansi yang disarankan oleh PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), yaitu basis cash towards accrual, artinya bahwa ketika
mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan menggunakan Basis Kas, sedangkan
untuk aset, kewajiban dan ekuitas menggunakan Basis Akrual. Dengan kata lain,
pengakuan pos-pos di laporan realisasi anggaran (LRA) menggunakan Basis Kas,
sedangkan untuk pengakuan pospos neraca menggunakan Basis Akrual. Namun
demikian, pemerintah daerah juga diperkenankan untuk menggunakan Basis Akrual
54
secara penuh. Meskipun menggunakan Basis Akrual namun pemerintah daerah
tersebut juga harus tetap menyajikan LRA dengan menggunakan Basis Kas. Hal ini
dilatarbelakangi oleh tujuan LRA yang menyajikan perbandingan antara realisasi
dengan anggarannya. Karena penyusunan anggaran di pemerintah daerah
mengunakan Basis Akrual, maka penyajian realisasi atas anggaran tersebut juga
harus didasarkan atas Basis Akrual juga agar memenuhi syarat komparabilitas.
Persamaan dasar akuntansi, memberikan gambaran yang lebih mudah terutama bagi
aparat pemerintah daerah yang mayoritas tidak memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi. Sisi sebelah kiri menunjukkan aset atau kekayaan yang dimiliki oleh
entitas atau pemerintah daerah, sedangkan sisi sebelah kanan mencerminkan
sumber pendanaan untuk memperoleh asset atau kekayaan. Sisi kiri seringkali
disebut sebagai aktiva atau aset, sedangkan sisi kanan disebut sebagai pasiva.
Sumber pendanaan (pasiva) berasal dari 2 sumber yaitu dari kewajiban (hutang) dan
ekuitas (modal sendiri). Sehingga, kalau dibuat persamaan maka:
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Antara sisi kiri (aktiva) dan sisi kanan (pasiva) harus seimbang (balance) Perumusan
persamaan akuntansi ini akan berguna untuk menentukan debit dan kredit sebuah
transaksi. Sebagai pedoman awal, sisi kiri (aset) memiliki saldo normal debit,
sedangkan sisi kanan (pasiva) memiliki saldo normal kredit. Jika dibuat persamaan:
Aktiva (Aset) = Pasiva
Debit = Kredit
Memberikan gambaran lebih jelas tentang struktur persamaan akuntansi. Aset
diwakili dengan gambar rumah. Kita coba membuat logika yang sederhana. Jika
Anda ingin membeli rumah seharga (katakanlah) Rp 300 juta. Sedangkan uang yang
Anda miliki adalah sejumlah Rp 100 juta yang cukup untuk digunakan sebagai uang
muka (DP) pembelian rumah. Sisanya Anda harus pinjam ke bank untuk melunasi
transaksi pembelian rumah. Maka, dapat dinyatakan bahwa untuk membeli rumah
senilai Rp 300 juta, didanai dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp.100 juta dan
kewajiban (utang) sebesar Rp 200 juta. Sehingga antara sisi kiri (yaitu aset) dan sisi
kanan (pasiva) terjadi keseimbangan pada nilai Rp 300 juta. Bila dinyatakan dalam
bentuk persamaan:
56
Persamaan dasar akuntansi kemudian dikembangkan lagi. Jika kita ambil contoh
sebuah usaha bisnis, ketika suatu perusahaan memperoleh laba (rugi) maka laba
(rugi) tersebut akan menambah (mengurangi) ekuitas yang dimiliki oleh pemilik. Jika
dituliskan dalam bentuk persamaan menjadi sebagai berikut:
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Ketika sebuah usaha mendapatkan laba, maka persamaan dasar akuntansinya akan
bertambah menjadi:
Aset = Kewajiban + (Ekuitas + Laba)
Secara ringkas, laba dihitung dengan mengurangkan belanja dari pendapatan. Atau:
Laba = Pendapatan – Belanja.
Jika rumus perhitungan laba dimasukkan dalam persamaan dasar akuntansi, maka
akan menjadi:
Aset = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan – Belanja
57
Ini adalah persamaan dasar akuntansi yang dijadikan pedoman untuk menentukan
saldo normal dari masing-masing kategori akun/rekening. Petunjuknya adalah sisi
sebelah kiri tanda "=" memiliki saldo normal debit, sedangkan sisi sebelah kanan
tanda "=" memiliki saldo normal kredit. Artinya bahwa jika aset dan belanja
bertambah, maka dicatat di sisi debit, sebaliknya bila berkurang dicatat di sisi
sebelah kredit. Jika kewajiban, ekuitas dan pendapatan bertambah maka dicatat di
sisi sebelah kredit, jika berkurang dicatat di sisi sebelah debit.
Dalam bentuk persamaan akan terlihat sebagai berikut:
58
Sistem pembukuan tunggal ini hanya mencatat transaksi satu kali, yaitu transaksi
yang mempengaruhi mutasi kas. Jika bendahara melakukan pembelian secara kredit,
maka sistem pembukuan tunggal ini tidak mampu untuk menampung karakteristik
transaksi tersebut, karena transaksi non kas yang dilakukan tidak membawa dampak
terhadap saldo berjalan. Ini merupakan salah satu kelemahan sistem pembukuan
tunggal.
Kelemahan yang ada pada sistem pembukuan tunggal dapat diatasi dengan
menggunakan sistem pembukuan berpasangan (double entry). Artinya bahwa setiap
transaksi dicatat di dua sisi secara berpasang-pasangan, yaitu sisi debit dan sisi
kredit. Kedua sisi tersebut harus seimbang (balance).
Penggunaan sistem pembukuan berpasangan ini memungkinkan satu transaksi
dicatat di lebih dari 2 perkiraan/akun/ rekening secara bersamaan. Sebagai contoh,
kita kembali pada ilustrasi persamaan dasar akuntansi, yaitu kita membeli rumah
seharga Rp 300 juta yang didanai dari ekuitas sebesar Rp 100 juta dan hhutang ke
bank sebesar Rp 200 juta. Maka ada 3 perkiraan/akun/rekening yang terpengaruh
atas transaksi ini adalah aset rumah sebesar Rp 300 juta bertambah (dicatat di
sebelah debit), kewajikan bertambah Rp 200 juta (dicatat di sebelah kredit), dan
ekuitas bertambah Rp 100 juta (dicatat di sebelah kredit).
59
Slide ini memberikan resume mengenai aturan debit-kredit berdasarkan kategori
perkiraan/akun/rekening. Terdapat tambahan pedoman untuk transaksi pembiayaan.
Agar mudah untuk diingat, maka penerimaan pembiayaan diidentikkan dengan
pendapatan dan pengeluaran pembiayaan diidentikkan dengan belanja. Kolom
bertambah menunjukkan kondisi jika rekening yang bersangkutan mengalami mutasi
tambah, sedangkan kolom berkurang menunjukkan kondisi jika rekening yang
bersangkutan mengalami mutasi kurang.
Slide ini memberikan ilustrasi mengenai pengertian debit dan kredit. Secara
sederhana, debit berarti memasukkan transaksi di kolom sebelah kiri, sedangkan
kredit adalah memasukkan transaksi di kolom sebelah kanan. Tidak ada makna
implicit lain dari pengertian debit dan kredit ini.
Pemahaman bahwa debit berarti selalu bertambah, dan kredit berarti selalu
berkurang adalah salah. Oleh karena itu kita perlu membuang jauh-jauh konsep
60
tersebut. Pengertian bertambah atau berkurang serta aturan main dicatat di sisi debit
atau kredit mengacu pada Slide.
Kita coba untuk mengilustrasikan perbedaan system pembukuan tunggal dan sistem
pembukuan berpasangan. Kita ambil 2 jenis transaksi yang akan kita ubah dari
system pembukuan tunggal menjadi sistem pembukuan berpasangan. Transaksi
yang kita pilih adalah pembelian ATK sebesar Rp 45 dan penerimaan pendapatan
retribusi sebesar Rp 150.
Berdasarkan 2 jenis transaksi tadi, bila dicatat dalam system pembukuan
berpasangan akan terlihat sebagaimana dalam slide ini.
61
Untuk transaksi yang kedua, pemerintah daerah menerima pendapatan retribusi
sebesar Rp 150. Perkiraan yang terpengaruh atas transaksi ini adalah kas bertambah
dicatat di sisi debit sebesar Rp 150, dan rekening pendapatan retribusi bertambah
dicatat di sisi kredit sebesar Rp 150. Pencatatan ini menunjukkan bahwa pemerintah
daerah telah menerima pendapatan retribusi secara tunai.
Berikut ini disajikan komparasi secara langsung antara pencatatan dengan
menggunakan sistem pembukuan tunggal dan sistem pembukuan berpasangan. Sisi
sebelah kanan yang berwarna adalah sistem pembukuan berpasangan sedangkan 2
kolom sebelumnya adalah system pembukuan tunggal.
62
Slide ini memberikan contoh buku besar atas transaksi pembelian ATK dan
penerimaan pendapatan retribusi. Yang pertama adalah buku besar kas yang
menggambarkan transaksi-transaksi yang mempengaruhi kas. Transaksi pertama
adalah pembelian ATK yang dibeli secara tunai, sehingga kas pemerintah daerah
berkurang sebesar Rp 45. Karena kas merupakan kelompok aset, maka ketika kas
berkurang dicatat di sisi kredit. Transaksi kedua yang mempengaruhi kas adalah
penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp 150. Atas transaksi ini dicatat di sisi
sebelah debit yang menunjukkan bahwa kas pemerintah daerah bertambah.
Buku besar yang kedua adalah pendapatan retribusi. Hanya ada satu transaksi yang
mempengaruhinya yaitu penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp.150.
Sebagaimana pedoman debit-kredit yang telah kita bahas sebelumnya, ketika
pendapatan bertambah maka dicatat di sisi sebelah kredit.
Buku besar yang ketiga adalah belanja ATK. Berdasarkan transaksi tanggal 2 Januari
terdapat pembelian ATK sebesar Rp 45. Transaksi ini menunjukkan bahwa belanja
ATK bertambah sehingga dicatat di sisi sebelah debit.
63
PENUTUP
64