Anda di halaman 1dari 65

PENDAHULUAN

A
kuntansi sector public memiliki kaitan yang erat dengan penerapan
dan perlakuan akutansi pada domain public. Domain public sendiri
memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan
sector swasta.
Secara kelembagaan, domain public antara lain berupa badan-badan pemerintahan
(pusat dan daerah), BUMN dan BUMD, yayasan, organisasi, politik, LSM, Universitas
dan organisasi nirlaba lainnya.
Akuntansi sector public adalah akuntansi yang digunakan dalam suatu organisasi
pemreintahan/lembaga yang tidak bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan
suatu bagian dari disiplin ilmu akuntansi sebagai yang utuh.
Secara umum, akuntansi sector public merupakan suatu mekanisme teknis dan
analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-
lembaga tinggi negar1egaradepartemen-departemen di bawahnya.

1
KONSEP PENGANGGARAN
SEKTOR PUBLIK

A. KONSEP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,
sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu
anggaran. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses
politik. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan
yang tertutup untuk publik, sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus
diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan.
Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi
dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses
penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan
perencanaan strategic telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan managerial plan
for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.
Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi:
1. Aspek perencanaan;
2. Aspek pengendalian; dan
3. Aspek akuntabilitas publik.
Penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan,
pelaksanaan, serta pelaporan dan akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga
pengawas khusus (oversight body).

B. PENGERTIAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Anggaran publik adalah rencana kegiatan dalam bentuk perolehan
pendapatan dan belanja dalam satuan moneter.
Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu
rencana finansial yang menyatakan:
1. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja); dan
2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai
rencana tersebut (pendapatan)
2
C. PENTINGNYA ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat
kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya agar terjamin secara layak. Anggaran merupakan blue print keberadaan
sebuah negara dan merupakan arahan di masa yang akan datang.

Anggaran dan Kebijakan Fiskal Pemerintah


Kebijakan fiskal adalah usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi
keadaan ekonomi melalui sistem pengeluaran atau sistem perpajakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Angaran
sektor publik harus dapat memenuhi kriteria berikut :
 Merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat
 Menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen-departemen
pemerintah, pemerintah propinsi atau pemerintah daerah.
Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu:
1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan
sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualititas hidup
masyarakat.
2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada
terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber
daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs.
3. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung
jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrument
pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.

D. FUNGSI ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: (1)
sebagai alat perencanaan, (2) alat pengendalian, (3) alat kebijakan fiskal, (4) alat
politik, (5) alat koordinasi dan komunikasi, (6) alat penilaian kinerja, (7) alat
motivasi, (8) alat menciptakan ruang publik.

3
1. Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool)
Anggaran sektor publik dibuat untuk merencakan tindakan apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah, berupa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang
diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.
Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:
a) merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi
yang ditetapkan,
b) merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya,
c) mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah
disusun, dan
d) menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapian strategi.

2. Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool)


Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas
pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya
overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam
pengalokasian anggaran dalam bidang lain yang bukan merupakan prioritas.
Pengendalian anggaran public dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu:
a) Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan;
b) Menghitung selisih anggaran (favourable dan unfavourable variances);
c) Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tak dapat
dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varians;
d) Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.

3. Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)


Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan
ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk
mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat
sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

4
4. Anggaran Sebagai Alat Politik (Political Tool)
Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk
komitmen eksekutif dan kesepakatan legislative atas penggunaan dana publik untuk
kepentingan tertentu. Oleh karena itu pembuatan anggaran publik membutuhkan
political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang
prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajer publik.

5. Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and


Communication Tool)
Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan.
Anggaran publik yang disusun dengan baik mampu mendeteksi inkonsistensi suatu
unir kerja dan juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam
lingkungan eksekutif.

6. Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement


Tool)
Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada
pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian
target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran.

7. Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool)


Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifal challenging but
attainable atau demanding but achieveable. Maksudnya adalah target anggaran
hendaknya jangan terlalu tinggi hingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan
terlalu rendah hingga terlalu mudah dicapai.

8. Anggaran Sebagai Alat untuk Menciptakan Ruang Publik (Public Share)


Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi dan berbagai organisasi kemasyarakatan
harus terlibat dalam proses penganggaran publik. Kelompok masyarakat yang
terorganisir akan mencoba mempengaruhi anggaran pemerintah, kelompok lain yang
kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinya melaluiproses politik yang ada.

5
E. JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Anggaran Operasional (operation/recurrent budget)
Anggaran Operasional diguanakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari
dalam menjalankan pemerintahan. Misalnya adalah belanja rutin (recurrent
expenditure) yaitu pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran
dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Secara umum
pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain Belanja
Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan Pemeliharaan.
2. Anggaran Modal (capital/investment budget)
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas
aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pada
dasarnya pemerintah tidak mempunyai uang yang dimiliki sendiri, sebab seluruhnya
adalah milik publik.

F. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi:
a. Otorisasi oleh legislatif
Anggaran publik harus mendapat otorisasi dari legislatif terlebih dulu sebelum
eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
b. Komprehensif
Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Pleh karena itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya adalah
menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.
c. Keutuhan anggaran
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana
umum (general fund).
d. Nondicretionary Apropriation
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara
ekonomis, efisien, dan efektif.
e. Periodik
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan
maupun multi-tahunan
6
f. Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi
(hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai pemborosan dan inefisiensi
anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan
dan overestimate pengeluaran.
g. Jelas
anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak
membingungkan .
h. Diketahui publik
anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

G. PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Proses penyusunan anggaran mempunyai 4 tujuan yaitu :
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi
antarbagian dalam lingkungan pemerintahan.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan
jasa publik melalui proses pemrioritasan.
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah :
1. Tujuan dan target yang hendak dicapai
2. Ketersediaan sumber daya (faktor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah)
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target
4. Faktor-faktor lain yang memengaruhi anggaran, seperti: munculnya peraturan
pemerintah yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan politik, bencana
alam, dan sebagainya.
Pengelolaan keuangan publik melibatkan beberapa aspek, yaitu aspek
penganggaran, aspek akuntansi, aspek pengendalian, dan aspek auditing.

7
H. PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM SIKLUS ANGGARAN
Richard Musgrave seperti yang dikutip Coe (1989) mengidentifikasikan tiga
pertimbangan mengapa pemerintah perlu “terlibat” dalam “bisnis” pengadaan barang
dan jasa bagi masyarakat. Ketiga pertimbangan tersebut meliputi stabilitas ekonomi,
redistribusi pendapatan, dan alokasi sumber daya.
Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau
overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran.
Siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri atas:
a. Tahap persiapan anggaran (preparation);
b. Tahap ratifikasi (approval/ratification);
c. Tahap implementasi (implementation);
d. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and evaluation).

Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)


Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia. Yang perlu diperhatikan adalah sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran, terlebih dahulu harus dilakukan penaksiran
pendapatan secara lebih akurat.
Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya
faktor “uncertainty“ (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu,
manajer keuangan public harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu
mata anggaran. Besarnya mata anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan
“line-item budgeting” akan berbeda pada “input-output budgeting”, “program
budgeting” atau “zero based budgeting”.
Di Indonesia, proses perencanaan APBD dengan paradigma baru menekankan
pada pendekatan bottom-up planning dengan tetap mengacu pada arah kebijakan
pembangunan pemerintah pusat. Arahan kebijakan pembangunan pembangunan
pemerintah pusat tertuang dalam dokumen perencanaan berupa GBHN, Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana Strategis (RESENTRA), dan Rencana
Pembangunan Tahunan (REPETA).
Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah
pusat dengan perencanaan pembangunan daerah sejak spesifik diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 105 dan 108 Tahun 2000. Pada pemerintah pusat,
8
perencanaan pembangunan dimulai dari peyusunan PROPENAS yang merupakan
operasionalisasi GBHN. PROPERNAS tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk
RESENTRA. Berdasarkan PROPERNAS dan RESENTRA serta analisis fiscal dan makro
ekonomi, kemudian dibuat persiapan APBN dan REPETA.
Sementara itu, di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berdasarkan
ketentuan Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 pemerintah daerah disyaratkan
untuk membuat dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas PROPEDA
(RENSTRADA). Dokumen perencanaan daerah tersebut diupayakan tidak
menyimpang dari PROPENAS dan RENSTRA yang dibuat pemerintah pusat. Dalam
PROPEDA dimungkinkan adanya penekanan prioritas program pembangunan yang
berbeda darisatu daerah dengan daerah yang lain sesuai kebutuhan masing-masing
daerah. PROPEDA (RENSTRADA) dibuat oleh pemerintah daerah bersama dengan
DPRD dalam kerangka waktu lima tahun yang kemudian dijabarkan pelaksanaannya
dalam kerangka tahunan.
Penjabaran rencana strategis jangka panjang dalam REPETADA tersebut
dilengkapi dengan:
1. Pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari hasil evaluasi kinerja
pemerintah daerah pada periode sebelumnya.
2. Masukan-masukan dan aspirasi masyarakat.
3. Pengkajian kondisi yang saat ini terjadi, sehingga bisa diketahui kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi.

Tahap Ratifikasi Anggaran


Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang
melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif
dituntut tidak hanya memiliki “managerial skill” namun juga harus mempunyai
“political skill”, “salesmanship” dan “coalition building” yang memadai. Integritas dan
kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini.

Tahap Pelaksanaan Anggran (Budget Implementation)


Sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen sangat diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan anggaran. Manajer keuangan public dalam hal ini
bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal
9
untuk perencanaan dan pengendalian anggran yang telah disepakati, dan bahkan
dapat diandalkan untuk tahap penyusuanan anggaran periode berikutnya.
Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran
Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap
persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional
anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek
akuntanbilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan
sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget
reporting and evaluation tidak akan menemui banyak masalah.

10
JENIS-JENIS PENGANGGARAN
SEKTOR PUBLIK

A. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen
kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.
Hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara
langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan.
Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan
moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian.
Sistem perencanaan anggaran publik berkembang sesuai dinamika
perkembangan manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat.
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan
penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar ada dua pendekatan utama
yang memiliki perbedaan mendasar.
a) Anggaran tradisional atau anggaran konvensional
b) New public management

B. ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua cirri utama dalam pendekatan ini yaitu:
a. Cara penyusunan anggaran didasarkan atas pendekatan incrementalism
b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.
Cirri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah:
a. Cenderung sentralistis
b. Bersifat spesifikasi
c. Tahunan
d. Mengggunakan prinsip anggaran bruto

Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada
pengawasan dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat
11
incrementalism, yaitu hanya menambah/mengurangi jumlah rupiah pada item
anggaran yang ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya
sebagai dasar menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa
dilakukan kajian yang mendalam.
Masalah utama anggaran tradisional adalah berkaitan dengan tidak adanya
perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efesiensi dan
efektivitas sering tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan ketiadaan perhatian pada konsep value for money ini, sering kali
pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya
kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk
dilaksanakan.
Anggaran tradisional cenderung menggunakan konsep historic cost of service.
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,
program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meski
item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh
jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk,
dan lainnya.

Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang
didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-
item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau
pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara
riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan dalam periode sekarang.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi
alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja
barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan
pengeluaran yang dilakukan.

12
Kelemahan Anggaran Tradisional
Beberapa kelemahan anggaran tradisional antara lain:
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan
rencana pembangunan jangka panjang
2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak
pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan
anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat
kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau memonitor kinerja.
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruhan sulit dicapai
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran
modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak
memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya
adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan
mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya
dilakukan revisi anggaran dan manipulasi anggaran.
9. Aliran informasi (sistem informasi financial) yang tdak memadai yang menjadi
dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.

C. ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM


Era New Publik Management
New Public Management berfokus pada manajemen sector public yang
berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New
Publik Management tesebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah
diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, dan
kompetensi tender.
Salah satu model pemerintah di era New Publik Management adalah model
pemerintah yang diajukan oleh Osbone dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam

13
pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif
baru pemerintah menurut Oborne dan Gaebler tersebut adalah:
1. Pemerintah katalis
Pemerintah sebagai pemberi arahan dan berfokus pada pemberian
pengarahan bukan produksi pelayanan public.
2. Pemerintah milik masyarakat
Pemerintah memberikan wewenang kepada masyarakat, memberdayakan
masyarakat daripada melayani.
3. Pemerintah yang kompetitif
Menyuntikan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan public.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan.
4. Pemerintah yang digerakan oleh misi
Mengubah organisasi yang digerakan oleh peraturan menjadi organisasi yang
digerakan oleh misi. Pemerintah digerakan oleh misi bukan peraturan.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil
Pemerintah yang berorientasi hasil berusaha mengubah bentuk penghargaan
dan insentif, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan
Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah tradisional
seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan pajak
memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus
disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap
bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran
adalah pelanggannya padahal pelanggan yang sebenarnya adalah
masyarakat. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan
mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Maka, tidak berarti
bahwa pemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi
sebaliknya, ia menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda : kepada
legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti itu, maka pemerintah tidak
akan arogan tetapi terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan
masyarakat.

14
7. Pemerintah wirausaha
Mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat
pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi
tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian
hak guna yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan
modal; dll.
8. Pemerintah antisipatif
Berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisional yang
birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk
memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat
reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada
kebakaran maka tidak akan ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha
bersifat proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tapi juga
berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan
perencanaan strategis untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi
Dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja. Lima puluh tahun yang lalu,
pemerintahan yang sentralis dan hierarkis sangat diperlukan karena
pengambilan keputusan harus dari pusat. Pada saat itu, sistem tersebut masih
sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi
antar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif
belum terdidik. Tapi sekarang, perkembangan teknologi sudah sangat maju,
kebutuhan masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, staf pemerintah
sudah berpendidikan tinggi, maka pengambilan keputusan harus digeser ke
tangan masyarakat, asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar
Mengadakan perubahan mekanisme pasar ( sistem insentif) dan bukan
dengan mekanisme administratif ( sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua
cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme
administratif. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif,
sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar.
Pemerintah tradisional menggunakan perintah dan pengendalian,
15
mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan
orang untuk melaksanakannya. Pemerintah wirausaha tidak memerintah dan
mengawasi tapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar
orang tidak melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat.

Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis


Pendekatan NPM
ANGGARAN TRADISIONAL NEW PUBLIC MANAGEMENT
Sentralis Desentralis & devolved management
Berorientasi pada input Berorientasi pada input, output, dan outcome
(value for money)
Tidak terkait dengan perencanaan jangka Utuh dan komprehensif dengan perencanaan
panjang jangka panjang
Line-item da incrementalism Berdasarkan sasaran kinerja
Batasan departemen yang kaku (rigid Lintas departeman (cross department)
department)
Menggunakan aturan klasik: vote accounting Zero-base budgeting, planning programming
budgeting system
Prinsip anggaran bruto Sistematik dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik

D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN


Dengan munculnya era New Public Management telah mendorong usaha untuk
mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran
sector publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik
pengnggaran sector publik, misalnya teknik anggaran kinerja (performance
budgeting), zero based budgeting (ZBB), dan planning, programming, and budgeting
system (PPBS). Pendekatan baru nin memiliki karakteristik:
1. Komprehensif/komparatif
2. Terintegrasi dan lintas departemen
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional
4. Berjangka panjang
5. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas

16
6. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8. Adanya pengawasan kinerja

E. ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya yang disebabkan oleh ketiadaan
tolok ukur yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan
dan sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat
menekankan pada konsep value for money dan pengawasan kinerja output.
Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas
tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan
keputusan.
Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang
menganggap bahwa tanpa adanya arahan dancampur tangan, pemerintah akan
menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros. Menurut pendekatan
anggaran kinerja,dominasi pemerintah dapat diawasi dan dikendalikan melalui
penerapan internal cost awareness, audit keuangan danaudit kinerja, serta evaluasi
kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost
minded, harus efisien, memakai dana secara ekonomis, dan dituntut mampu
mencapai tujuan yang ditetapkan.

F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB)


Konsep ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada system
anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep ini dapat
menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai
dari nol(zero-base).
Proses Implementasi ZBB
Terdiri dari 3 tahap, yaitu:
1. Identifikasi unit-unit keputusan
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat
pertanggungjawaban. Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit
pembuat keputusan yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan
17
anggaran. ZBB merupakan system anggaran yang berbasis pusat
pertanggungjawaban sebagai dasar perencanan dan pengendalian anggaran.
2. Penentuan paket-paket keputusan
Tahap selanjutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit
keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Dokumen inilah yang disebut paket keputusan. Paket keputusan
merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas organisasi
atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Ada 2 jenis paket
keputusan:
a. Paket keputusan mutually-exclusive
Merupakan paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama
b. Paket keputusan incremental
Merefleksikan level usaha berbeda dalam melakukan kegiatan tertentu.
3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan
Tahap berikutnya adalah meranking semua paket berdasarkan manfaatnya
terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jemnbatan menuju proses alokasi
sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa diantaranya sudah
ada dan yang lainnya baru sama sekali.

Keunggulan ZBB:
1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber
daya secara lebih efisien
2. ZBB berfokus pada value for money
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektifan
biaya
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5. Meningktkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan
anggaran
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong
organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya
serta tingkat pengeluaran

Kelemahan ZBB:
18
1. Prosesnya memakan waktu, terlalu teoritis dan tidak praktis, membutuhkan
biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena
pembuatan paket keputusan
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3. Implementasi ZBB membutuhakan teknologi yang maju
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah proses meranking dan mereview
paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan
yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi
keputusan.
5. Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki
keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. Selain itu dalam perankingan
muncul pertimbangan subjektif/ mungkin terdapat tekanan politik sehingga
tidak objektif lagi.
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan
harus dalam anggaran
7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi

G. PLANNING, PROGAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)


PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori system yang
berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi
sumberdaya berdasarkan analisis ekonomi. PPBS adalah salah satu model
penganggaran yang ditujukan untuk membantu menajemen pemerintah dalam
membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan
sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan
masyarakat tidak terbatas.

Proses Implementasi PPBS


Langkah implementasinya meliputi:
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
2. Mengidentifikasikan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit
dari masing-masing program
19
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui

Karakteristik PPBS:
1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan
datang karena PPBS berorientasi pada masa depan
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai program, yang meliputi:
identifikasi tujuan, identifikasi secara sistematik alternatif program untuk
mencapai tujuan, estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program,
dan estimasi manfat yang ingin diperoleh dari masing-masing alternatif
program

Kelebihan PPBS
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak
ke manajemen menengah
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya dalam
perencanaan program
4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan
kerja sama antar departemen
5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan
pencapaian tujuan organisasi
6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber
daya secara optimal

Kelemahan PPBS
1. PPBS membutuhkan system informasi yang canggih, ketersediaan data,
adanya system pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS
membutuhkan teknologi yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
20
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan
manusia yang kompleks
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan
statistic terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statistik
hanya tepat untuk mengukur beberapa program saja
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis sehingga menyulitkan dalam
melakukan alokasi biaya

Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS


1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk
melakukan aktivitas
2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk
mengukur output
3. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan,
perubahan politik, dan ekonomi
4. Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat
5. Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama
ketika terdapat pertentangan kepentingan
6. Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara
cepat dan tepat
7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk
berubah
8. Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan
keputusan politik
9. Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional

21
PELAKSANAAN, PENATAUSAHAAN AKUNTANSI
KEUANGAN DAERAH

A. PELAKSANAAN KEUANGAN DAERAH


Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD. Pelaksanaan APBD
meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Penjelasan
berikut ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini telah disusun pedoman pelaksanaannya
yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan
realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah Dokumen
Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan persetujuan
Sekretaris Daerah. Proses penetapan DPA-SKPD adalah sebagai berikut :
1. PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD
ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun
rancangan DPA-SKPD.
2. Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan,
anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana
penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan.
3. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6
(enam) hari kerja setelah pemberitahuan.
4. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan kepala
SKPD paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkannya peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD.
5. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan DPA¬SKPD dengan
persetujuan sekretaris daerah.
22
6. DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD, satuan kerja
pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja sejak tanggal disahkan. Setelah DPA-SKPD ditetapkan, Kepala SKPD
melaksanakan kegiatan¬kegiatan SKPD berdasarkan dokumen tersebut.

1. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah


Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan
daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD
dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain
oleh peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus
disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja oleh Bendahara
Penerimaan dengan didukung oleh bukti yang lengkap.
Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. SKPD
dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya
berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan
penerimaan tersebut.
Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari
penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa
termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat
penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan
barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.
Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas
umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/aset daerah yang dicatat sebagai
inventaris daerah.
Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi
dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang
bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama.
Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.

23
2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah
Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk
setiap pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran
belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
dalam APBD. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran
daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran
belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai
hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang mengakibatkan
beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang
APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut
tidak termasuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan
Dana (SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Khusus untuk biaya pegawai diatur
bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah dibebankan dalam APBD. Pemerintah daerah
dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah
berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan
keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang¬undangan. Dalam pelaksanaan pembayaran yang terhutang
pajak, bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan
pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka
waktu sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang
diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya
pembayaran dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa BUD. Karena itu, kuasa
BUD berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran;

24
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam
perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan
e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Perlu menjadi perhatian bahwa penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum
barang dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-
undangan. Setelah tahun anggaran berakhir, kepala SKPD selaku pengguna
anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara
pengeluaran. Bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang
persediaan yang dikelolanya setelah:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah
pembayaran; dan
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran apabila kelengkapan dokumen, kebenaran
perhitungan dan ketersediaan dana tidak terpenuhi. Bendahara pengeluaran wajib
melakukan hal tersebut karena dia bertanggung jawab secara pribadi atas
pembayaran yang dilaksanakannya. Kepala daerah dapat memberikan izin
pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD.

3. Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah


Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan pengeluaraan pembiayaan daerah
dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah. Untuk pencairan dana cadangan,
pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah
dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan
yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana
25
cadangan yang berkenaan mencukupi. Pemindahbukuan tersebut paling tinggi
sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan
kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan. Pemindahbukuan dari
rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah tersebut dilakukan dengan
surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD. Penjualan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan daerah
didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.
Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan
diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan
dalam perjanjian pinjaman berkenaan. Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata
uang asing dibukukan dalam nilai rupiah. Penerimaan kembali pemberian pinjaman
daerah didasarkan pada perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk
kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi
tanggungan pihak peminjam. Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup
pelaksanaan pembentukan dana cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok
utang, dan pemberian pinjaman daerah. Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan
untuk pembentukan dana cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai
dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Pemindahbukuan jumlah
pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer dari rekening kas umum daerah
ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh
kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang
akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan
daerah tentang penyertaan modal daerah berkenaan. Pembayaran pokok utang
didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman
dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah
daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pemberian
pinjaman daerah kepada pihak lain berdasarkan keputusan kepala daerah atas
persetujuan DPRD.
Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah,
pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah tersebut dilakukan
26
berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD. Dalam rangka pelaksanaan
pengeluaran pembiayaan, kuasa BUD berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah bukuan yang diterbitkan
oleh PPKD;
b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam
perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran
pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

B. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH


Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan,
bendahara pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai
uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pejabat yang menandatangani dan/atau
mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar
penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab
terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
dimaksud.

1. Penatausahaan Penerimaan
Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah
yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit.
Penerimaan daerah yang disetor tersebut dilakukan dengan cara:
a. disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga;
b. disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor pos oleh
pihak ketiga; dan disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga.
Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap
seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung
jawabnya. Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan
secara administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10
27
bulan berikutnya. Disamping pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara
penerimaan pada SKPD wajib mempertanggung jawabkan secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Selanjutnya PPKD selaku BUD melakukan verifikasi, evaluasi dan
analisis atas laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan pada SKPD.

2. Penatausahaan Pengeluaran
Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran
kas SKPD. Rancangan anggaran kas SKPD tersebut disampaikan kepada PPKD selaku
BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD. Pembahasan rancangan anggaran
kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA-SKPD.
Setelah DPA-SKPD ditetapkan, PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas
pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai
pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum
dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas tersebut memuat perkiraan
arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang
digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
a. Penyediaan Dana
Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka manajemen kas
menerbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD merupakan dasar pengeluaran kas atas beban APBD.
Permintaan pembayaran hanya dapat dilaksanakan, jika SPD telah diterbitkan.
b. Permintaan Pembayaran
Berdasarkan SPD, bendahara pengeluaran mengajukan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran
melalui Pejabat Pengelola Keuangan SKPD (PPK-SKPD). Ada 4 jenis SPP yaitu:
1) Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP UP).
2) Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP¬GU).
3) Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP TU).
4) Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS).
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
28
pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan.
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka mengganti uang persediaan. Sedangkan penerbitan dan pengajuan
dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka tambahan uang persediaan. Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan
SPP-TU tersebut digunakan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran SKPD yang
harus dipertanggungjawabkan. Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk
pembayaran gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh bendahara pengeluaran guna memperoleh
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
Prosedur pengajuan dan penerbitan SPM-LS dimulai dengan penyiapan dokumen
SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) untuk disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan
permintaan pembayaran. Selanjutnya, Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS
kepada pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD.
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen SPP-
UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran
sebelum menerbitkan Surat Perintah Pembayaran (SPP).

c. Perintah Membayar
Setelah meneliti SPP, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran harus
menyatakan apakan dokumen SPP telah lengkap dan sah. Dalam hal dokumen SPP
dinyatakan lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Penerbitan SPM paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP. Jika dokumen SPP dinyatakan
tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
menolak menerbitkan SPM. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP. SPM yang telah diterbitkan diajukan
kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D. Setelah tahun anggaran berakhir,

29
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang
membebani tahun anggaran berkenaan.

d. Pencairan Dana
Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak
melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan. Jika dokumen SPM dinyatakan lengkap, kuasa BUD
menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Penerbitan SP2D paling lama 2
(dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM. Jika dokumen SPM
dinyatakan tidak lengkap, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D. Penolakan
penerbitan SP2D paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya
pengajuan SPM. Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan
uang persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang persediaan kepada
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Sedangkan untuk pembayaran
langsung, Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan kepada pihak ketiga.
e. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggung
jawabkan penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang
persediaan kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya. Hal ini dilaksanakan dengan menutup Buku Kas Umum setiap bulan
dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran. Selanjutnya Bendahara Pengeluaran menyusun laporan
pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan. Dalam hal laporan
pertanggungjawaban telah sesuai, pengguna anggaran menerbitkan surat
pengesahan laporan pertanggungjawaban. Untuk tertib laporan pertanggungjawaban
pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember
disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember. Disamping pertanggungjawaban
secara administratif, Bendahara Pengeluaran pada SKPD juga wajib
mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi
tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Penyampaian pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan setelah diterbitkan surat
30
pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran.

C. AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH


Untuk melakukan penyusunan laporan keuangan, Pemerintah daerah menyusun
sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi
pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai entitas pelaporan dan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas akuntansi. Sistem akuntansi pemerintahan
daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer. Proses tersebut didokumentasikan dalam bentuk
buku jurnal dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar
pembantu. Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi:
1. Prosedur akuntansi penerimaan kas;
2. Prosedur akuntansi pengeluaran kas;
3. Prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan
4. Prosedur akuntansi selain kas.
Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip
pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang
pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi
pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD.
Sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh PPK¬SKPD. PPK-SKPD mengkoordinasikan
pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
entitas pelaporan menyusun laporan keuangan yang meliputi:
1. Laporan realisasi anggaran;
2. Neraca;
3. Laporan arus kas; dan
4. Catatan atas laporan keuangan.
Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas akuntansi
menyusun laporan keuangan yang meliputi:
1. laporan realisasi anggaran;
2. neraca; dan
3. catatan atas laporan keuangan.

31
PEANGGARAN KEUANGAN DAERAH

A. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD


1. Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja
Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran
pendapatan dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi
tanggung jawabnya. Laporan tersebut disertai dengan prognosis untuk 6 (enam)
bulan berikutnya. Laporan disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat
pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama
anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah semester pertama tahun
anggaran berkenaan berakhir. Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan
tersebut kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan realisasi semester pertama
APBD paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran
berkenaan berakhir. Selanjutnya PPKD menyusun laporan realisasi semester pertama
APBD dengan cara menggabungkan seluruh laporan realisasi semester pertama
anggaran pendapatan dan belanja SKPD paling lambat minggu kedua bulan Juli dan
disampaikan kepada sekretaris daerah. Laporan realisasi semester pertama APBD
dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada kepala daerah
paling lambat minggu ketiga bulan Juli tahun anggaran berkenaan untuk ditetapkan
sebagai laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam)
bulan berikutnya. Selanjutnya laporan realisasi semester pertama APBD dan
prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada DPRD paling lambat
akhir bulan.

2. Laporan Tahunan
PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan dan
disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD. Laporan keuangan tersebut
disampaikan kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah
daerah. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD
32
paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan
tersebut disusun oleh pejabat pengguna anggaran sebagai hasil pelaksanaan
anggaran yang berada di SKPD yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan
keuangan SKPD tersebut terdiri dari: laporan realisasi anggaran; neraca; dan catatan
atas laporan keuangan. Laporan keuangan SKPD dilampiri dengan surat pernyataan
kepala SKPD bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan standar
akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PPKD
menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dengan cara menggabungkan
laporan-laporan keuangan SKPD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran berkenaan. Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan
kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan tersebut terdiri dari:
laporan realisasi anggaran; neraca; laporan arus kas; dan catatan atas laporan
keuangan. Laporan keuangan pemerintah daerah dilampiri dengan surat pernyataan
kepala daerah yang menyatakan pengelolaan APBD yang menjadi tanggung
jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai, sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Laporan keuangan disampaikan oleh kepala daerah kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Setelah disampaikan laporan hasil audit, Kepala daerah
memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan
pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.

3. Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD


Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD memuat laporan keuangan yang meliputi
laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan,
serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan
keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah. Persetujuan bersama
terhadap rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
33
APBD oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan
daerah diterima.

4. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban


Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari
kerja disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh
gubernur kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung
sejak diterimanya rancangan peraturan daerah kabupaten/kota dan rancangan
peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD. Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah
dan peraturan bupati/walikota.

B. PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH


Otonomi daerah merupakan proses awal terjadinya reformasi penganggaran
keuangan daerah di Indonesia. Otonomi daerah, tentunya sangat berimplikasi pada
perubahan dalam system pembuatan keputusan terkait dengan pengalokasian
sumber daya dalam anggaran pemerintah daerah seperti APBD.
1. Pengertian Keuangan Daerah
Dalam arti sempit, keuangan daerah yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan
dengan APBD. Oleh sebab itu keuangan daerah identic dengan APBD. Berdasarkan
PP No. 58 Tahun 2005, “Keuangan Daerah adalah semuak hak dan kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban tersebut.
34
Hak dan kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu system
pengeleloaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem
dari system pengelolaan keuangan Negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah.
Menurut Mamesah dan Halim (2007:23) keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dnegan uang, demikian pula segala sesuatu baik
berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang
belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daera yang lebih tinggi serta pihak lain
sesuai ketentuan/peraturan perundang-undanganyang berlaku.
Mardiasmo (2000:3), mengatakan bahwa dalam pemberdayaan pemerintah
daerah ini, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan
daerah dan anggaran daerah adalah :
a) Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan public
(public oriented)
b) Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan
anggaran daerah pada khususnya.
c) Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan
yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan
perangkat daerah lainnya.
d) Kerangka umum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan penelolaan
keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money,
transparansi dan akuntabilitas.
e) Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH, dan PNS Daerah, baik
ratio maupun dasar pertimbangan.
f) Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan
anggaran multitahunan
g) Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih professional
h) Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran
akuntan public dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja
anggaran dan tranparansi informasi anggaran kepada public
i) Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran
asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme
aparat pemerintah daerah.
35
j) Pengembangan system informasi keuangan daerah untuk menyediakan
informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah
daerah terhadap penyebarluasan informasi.

2. Pengertian, Unsur dan Arti Penting APBD


APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD. Kemudian ditetapkand
engan peraturan daerah. APBD oleh pemerintah daerah digunakan sebagai dasar
untuk melakukan aktivitas pengeluaran dana masyarakat dalam melakukan
pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Menurut pasal 64 ayat 2 UU NO. 5 Tahun `974 tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah, APBD merupakan rencana operasional keuangan
pemerintah daerah, yaitu di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran
dalam satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan
penerimaan dan sumber-sumber penerimaaan daerah guna menutupi pengeluaran-
pengeluaran yang dimaksud.
Sedangkan menurut J. Wajong (1962)/Orde Lama, APBD merupakan rencana
pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu
tertentu pada waktu badan legislative memberikan kredit kepada badan eksekutif
untuk melakukan pembiayaan guna memenuhi kebutuhan rumah tangga daerah
sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (groundslag) penetapan anggaran,
dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.
Adapun unsur-unsur yang terdapat di dalam anggaran daerah, yaitu :
a) Rencana kegiatan suatu daerah dan uraian yang rinci
b) Ada sumber penerimaan (target minimal) dan biaya (batas maksimal)
c) Jenis kegiatan yang dituangkan dalam angka
d) Periode anggaran
Selain itu terdapat arti penting Anggaran Daerah, yang diuraikan sebagai berikut :
a) Alat bagi Pemda untuk mengarahkan dan menjamin kesinambungan
pembangunan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
b) Adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus
berkembang sedangkan kebutuhan dan keinginan sumber daya terbatas.

36
3. Fungsi APBD
Anggaran pendapatan dan Belanja daerah (APBD) memiliki beberapa fungsi yaitu
sebagai berikut :
1. Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi merupakan dasar dalam melaksanakan pendaptan dan
belanja untuk tahun yang bersangkutan
2. Fungsi perencanaan
Fungsi perencanaan merupakan pedoman manajemen dalam merencanakan
kegiatan
3. Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sudah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam hal ini Perundang-undangan.
4. Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi berfungsi dalam mengarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya seta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi
Fungsi distribusi merupakan kebijakan anggaran daerah yang harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan
6. Fungsi stabilisasi
Fungsi stabilisasi merupakan alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

4. PERKEMBANGAN DAN CIRI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH


Berikut ini adalah masa perkembangan penganggaran keuangan daerah :
1. Masa orde baru (sampai dengan 2001)
Ciri penganggaran keuangan daerahnya adalah sebagai berikut :
a) Pembahasan APBD bermula dari proses RAPBD dan dibahas bersama
antara DPRD dengan kepala daerah
b) Unsur yang terlibat dalam APBD, kepala daerah dan DPRD, tidak
melibatkan masyarakat
37
c) Berpegang pada kebijaksanaan yang dinamis
d) Indicator kinerja pemerintah daerah :
- Perbandingan anggaran dan realisai
- Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya
- Target dan presetase fisik proyek
e) Perhitungan APBD berdiri sendiri dan terpisah dari pertanggungjawaban
kepala daerah.
f) Bentuk laporan perhitungan APBD :
- Perhitungan APBD
- Nota Perhitungan APBD
- Perhitungan kas dna pencocokan antara sis akas dan sisa perhitungan
Struktur APBD-nya adalah sebagai berikut :
a. Pendapatan
- Sisa lebih perhitungan tahun lalu
- Pendapatan asli daerah
- Dana perimbangan
- Pinjaman daerah
b. Belanja
- Belanja rutin : 10 bagian
- Belanja pembangunan : 21 sektor

2. Masa reformasi tahap 1 (2002-2006)


Kepmendagri No. 29 tahun 2002 tentang pedoman pengurusan
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah, serta tata cara penyusunan
anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah
serta penyusunan perhitungan APBD.
Dasar hukum penyusunan KUA :
1. UU No. 17 tahun 2003, tentang Keuangan Negara
2. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
3. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Substansi dan ruang lingkup KUA
1. Pendahuluan
38
- Kondisi yang telah dicapai tahun sebelumnya
- Identifikasi permasalahan dan tantangan
2. Gambaran Umum RKPD
3. Kerangka Ekonomi Makro dan Implikasinya terhadap Sumber Pendanaan
- Kerangka ekonomi Makro
- Asumsi dasar dalam penyusunan RAPBD
- Kebijakan pendapatan
- Kebijakan belanja
- Kebijakan pembiayaan
4. Penutup
Ciri-ciri penganggaran keuangan daerah masa reformasi tahap I :
1. APBD disusun dengan pendekatan kinerja dan berorientasi pada
kepentingan public.
2. Pihak yang terlibat : Pemerintah Daerah (eksekutif), DPRD (legislative) dan
masyarakat
3. Laporan pertanggungjawaban keuangan daerah :
- Laporan perhitungan APBD
- Nota perhitungan APBD
- Laproan arus kas
- Neraca pemerintah daerah
4. Dalam perencanaan anggaran dikenalkan format arah kebijakan umum
APBD (AKU) yang dibahas diantara Pemda dan DPRD. Pemda
menerjemahkan strategi dan prioritas APBD.
5. Proses penyusunan menggunakan format rencana anggaran satuan kerja
(RASK).
6. Indicator kinerja dimulai dari Input  output/keluaran  outcome 
manfaat  dampak.
7. Laporan pertanggungjawaban kepala daerah : laporan perhitungan APBD.
Struktur APBD-nya adalah :
a. Pendapatan
- PAD
- Dana Perimbangan
- Pendapatan lain-lain
39
b. Belanja
- Aparatur Negara
- Pelayanan Publik
c. Pembiayaan
- Penerimaan Daerah
- Pengeluaran Daerah

3. Penganggaran Masa Reformasi Tahap II (mulai tahun 2006)


Beberapa perubahan dari Permendagri No. 13 tahun 2006, yaitu :
1. Dikenalkannya kembali bendahara pengeluaran dan penerimaan
2. Belanja aparatur dan belanja public dihilangkan.
Penyusunan indicator kinerja mulai dari input  output/keluaran 
outcome/hasil.
Struktur APBD-Nya adalah :
1. Pendapatan
a. PAD
b. Dana Perimbangan
c. Pendapatan Lain-Lain
2. Belanja
a. Belanja Tidak Langsung
b. Belanja Langsung
3. Pembiayaan
a. Penerimaan Pembiayaan
b. Pengeluaran Pembiayaan

40
SISTEM AKUNTANSI DAN
LAPORAN KEUANGAN SKPD

Catatan ini mengulas tentang pemahaman dan teknis akuntansi dan


penyusunan laporan keuangan SKPD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan
daerah. Adanya peralihan sistem akuntansi dari sistem akuntansi pembukuan tunggal
dan berbasis kas dan terpusat ke sistem akuntansi berpasangan berbasis modifikasi
kas ke akrual dan desentralisasi pelaksanaannya, manual ini memberikan suatu
panduan praktis bagi pemerintah daerah dalam akuntabilitas keuangan daerah.
Secara umum proses akuntansi SKPD ini terbagi dalam 3 tahapan utama, yaitu
pemahaman dasar akuntansi, konsep penjurnalan dan posting ke buku besar, serta
proses penyusunan laporan keuangan SKPD. Manual ini diharapkan akan membantu
mempercepat proses peralihan sistem akuntansi keuangan daerah guna menciptakan
akuntabilitas keuangan daerah yang lebih baik dan mandiri.
Secara sistematik, penyajian materi ditampilkan dalam urutan sebagai berikut:
1) Prinsip dasar akuntansi dan kaitannya dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan
2) Prosedur Akuntansi SKPD dan Penjurnalan
3) Pemahaman dan penyusunan Buku Besar
4) Posting Buku Besar dan penyusunan Neraca Saldo
5) Jurnal Penyesuaian
6) Penyusunan Neraca Lajur
7) Laporan Keuangan SKPD – Laporan Realisasi Anggaran
8) Jurnal Penutup
9) Neraca SKPD
Akuntansi bagi SKPD adalah amanat dari PP nomor 24 tahun 2005 mengenai
Standar Akuntansi Pemerintahan dimana pelaksanaan dan penyusunan laporan
keuangan berada pada tingkat SKPD. Pemahaman prinsip dasar dan proses
akuntansi pelaporan adalah hal yang mutlak harus dipahami dan dilaksanakan oleh
staf dan pimpinan SKPD sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan pelaksanaan
anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum ada 3 konsep utama

41
yang disajikan agar peserta dapat memahami akuntansi bagi SKPD ini dengan baik.
Pertama adalah pemahaman akuntansi secara umum dan standar akuntansi yang
ditetapkan bagi sektor pemerintahan. Ini sebagai pemahaman dasar yang
membedakan konsep akuntansi yang digunakan sebelumnya dengan konsep
akuntansi yang baru.
Kedua adalah pemahaman konsep penjurnalan dan posting ke buku besar. Di
sini termasuk juga jurnal penyesuaian dan jurnal penutup. Penjurnalan sebagai inti
dari akuntansi pembukuan berpasangan yang mengacu pada aturan dasar akuntansi
pembukuan berpasangan.
Ketiga adalah penyusunan laporan keuangan, baik berupa penyusunan neraca
lajur atau neraca percobaan, laporan realisasi anggaran, sampai dengan penyusunan
neraca SKPD. Laporan keuangan SKPD inilah yang merupakan akuntabilitas
pelaksanaan realisasi anggaran yang diamanatkan.
Tujuan kegiatan lokakarya ini adalah menjadikan pimpinan dan staf SKPD mandiri
dalam melaksanakan proses akuntansi dan keuangannya sehingga mereka dapat
menyampaikan laporan keuangan SKPD baik dalam bentuk Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca SKPD, dan mampu menyusun Catatan Atas Laporan Keuangan
dengan baik dan benar.

A. SISTEM AKUNTANSI DAN LAPORAN KEUANGAN SKPD


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa reformasi akuntansi di pemerintahan
daerah dimulai dengan terbitnya Kepmendagri 29 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah. Sejak
munculnya Kepmendagri 29 Tahun 2002 tersebut, pemerintah daerah mulai
disibukkan dengan upaya untuk menerapkan akuntansi sebagaimana yang diarahkan
dalam Kepmendagri tersebut. Pada waktu itu, di Indonesia belum memiliki standar
akuntansi pemerintahan yang bisa digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan
sistem akuntansi. Sehingga pemerintah daerah mengalami stagnasi dalam
mengimplementasikan sistem akuntansi keuangan daerah. Kondisi ini dipersulit
dengan lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Sangat sedikit sekali pemerintah daerah yang memiliki tenaga dengan latar belakang
pendidikan akuntansi. Kedua hal tersebut menyebabkan proses pelaksanaan
akuntansi dan penyusunan laporan keuangan menjadi terhambat. Perubahan mulai
42
terjadi lagi sejak diterbitkannya PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah dan PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta
Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sampai saat ini kita masih mengacu pada peraturan-peraturan tersebut dalam
mengimplementasikan sistem akuntansi di pemerintahan daerah.
Pelaksanaan akuntansi di pemerintah daerah tidak terlepas dari aturan legal yang
mewajibkannya. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang sistem
akuntansi di pemerintah daerah, mulai dari UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara sampai dengan Permendagri 13 Tahun 2006 yang dijadikan pedoman bagi
pemerintah daerah dalam menjalankan manajemen keuangan daerah. Kesemua
dasar hukum tersebut menyebutkan bahwa pemerintah daerah diwajibkan untuk
menyusun laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
neraca, Laporan Arus Kas (LAK) serta Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Implikasi dari kewajiban untuk menyusun laporan keuangan tersebut adalah
penyelenggaraan sistem akuntansi di lingkup pemerintah daerah. Terlepas dari
kewajiban yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, pada dasarnya
setiap entitas memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan. Terlebih lagi
organisasi publik yang memperoleh sumber dana dari masyarakat/publik. Mengingat
aktivitas yang dilakukan menggunakan dana publik, maka pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana tersebut menjadi tuntutan publik.
Rata-rata pemerintah daerah menganggap bahwa akuntansi merupakan suatu
proses yang sulit dipahami sehingga sulit untuk dilaksanakan. Hal ini tidak terlepas
dari kapasitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang tidak
memiliki background pendidikan akuntansi. Namun perlu kami tegaskan
dalam workshop ini bahwa aparat pemerintah daerahpun bisa mempelajari dan
memahami akuntansi tanpa harus kuliah dulu di S1 akuntansi. Kita akan melakukan
latihan dan mempelajari akuntansi dengan bahasa yang sederhana sehingga bisa
diikuti oleh semua peserta dengan berbagai latar belakang pendidikan.
Akuntansi pada dasarnya tidak hanya merupakan proses pencatatan semata,
namun ruang lingkup akuntansi meliputi baik pencatatan, pengukuran,
pengklasifikasian pengikhtisaran transaksi serta menginterpretasikan hasilnya dan
menyajikannya dalam bentuk laporan keuangan. Jika dicermati dari definisi akuntansi
tersebut, sebenarnya SKPD selama ini juga telah menjalankan akuntansi. SKPD telah
43
melakukan proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian dan pengikhtisaran
transaksi. SKPD telah melakukan proses pencatatan di Buku Kas Umum (BKU), telah
melakukan proses pengukuran dengan memberikan nilai di setiap transaksi keuangan
yang dilakukannya, telah melakukan proses pengklasifikasin dengan membuat buku
sendiri-sendiri atas mata anggaran yang ada dalam BKU serta telah melakukan
pengikhtisaran/perangkuman/rekapitulasi dalam bentuk laporan
pertanggungjawaban (SPJ). Hanya saja, proses akuntansi yang dilakukan berbeda
dengan konsep akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu, pada pertemuan kali
ini kita akan mencoba untuk mempelajari akuntansi sebagaimana yang diamanatkan
oleh PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan PP 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Selama ini, pemerintah daerah kurang memperhatikan posisi keuangan yang
dimilikinya. Hal ini disebabkan oleh karena pemerintah daerah belum menjalankan
akuntansi secara penuh. Akuntansi yang dijalankan oleh pemerintah daerah masih
terbatas pada unsur pendapatan dan belanja. Sementara itu, posisi aset dan
kewajiban belum mendapat perhatian yang memadai. Dengan menggunakan
akuntansi, maka posisi kekayaan pemerintah daerah yang diwakili dengan jumlah
aset serta jumlah kewajiban yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dapat
diketahui. Kondisi keuangan pemerintah daerah bisa diketahui dan bisa
diperbandingkan antar pemerintah daerah ataupun antar SKPD. Jika dulu pemerintah
daerah berupaya untuk menutupi informasi keuangan pemerintah daerah, dengan
adanya reformasi di bidang pengelolaan keuangan yang mengarahkan untuk
mengimplementasikan good governance maka pemerintah daerah tidak dapat lagi
menutup-nutupi kondisi keuangannya dari publik. Jangankan kepada publik, kepada
SKPD di lingkungan pemerintah daerah itu sendiripun seringkali tidak transparan.
Sebagai contoh, jika salah satu SKPD ingin mengetahui posisi kas pemerintah
daerah, maka yang muncul adalah kecurigaan dan tidak dipublikasikan dengan
alasan bahwa informasi tersebut rahasia sifatnya (hanya pimpinan yang boleh
mengetahuinya). Konsep good governancemenuntut adanya transparansi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Upaya transparansi ini bisa dilakukan melalui
pelaksanaan akuntansi dan pembuatan laporan keuangan. Dengan diterbitkannya UU
No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, maka informasi laporan
keuangan juga harus dipublikasikan agar masyarakat selaku stakeholdersmengetahui
44
dan bias melakukan analisa yang diperlukan dalam rangka mengevaluasi kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah.
Pengertian sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling
berhubungan erat satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan secara bersama-
sama. Artinya bahwa sebuah sistem itu berjalan bersama-sama, berurutan untuk
mencapai sebuah tujuan yang sama sehingga dihasilkan informasi yang berkualitas.
Sistem akuntansi merupakan serangkaian metode dan prosedur untuk mencatat dan
melaporkan informasi keuangan yang disediakan bagi suatu organisasi. Bahasa lebih
teknisnya, sistem akuntansi ini merupakan aktivitas mengorganisir formulir, catatan
dan laporan sedemikian rupa untuk menghasilkan informasi keuangan yang
dibutuhkan manajemen dalam pengambilan keputusan. Jadi, sistem akuntansi
merupakan proses yang berkelanjutan dan berulang dalam upaya menghasilkan
laporan keuangan.
Ada beberapa item yang harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah dalam
rangka menyusun sistem akuntansi. Tujuannya adalah agar sistem akuntansi yang
dibentuk memiliki tingkat konsistensi yang tinggi. Beberapa elemen yang membentuk
sistem akuntansi diantaranya adalah kebijakan akuntansi, pembuatan pedoman
sistem akuntansi, perancangan formulir, laporan serta teknologi informasi yang
digunakan. Kualitas sistem akuntansi yang dibentuk sangat dipengaruhi oleh
keterpaduan di antara elemen-elemen tersebut. Elemen-elemen sistem akuntansi ini
dirancang oleh pemerintah daerah untuk kemudian ditetapkan dengan menggunakan
peraturan kepala daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem akuntansi yang
dirancang oleh sebuah pemerintah daerah bisa berbeda dari daerah lainnya.
Hal ini disebabkan karena ada unsur kebijakan daerah yang mewarnai perumusan
sistem akuntansi tersebut. Artinya bahwa sistem akuntansi dirancang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik masing-masing daerah. Pemerintah daerah tidak perlu
terlalu takut untuk melakukan modifikasi dan inovasi karena aturan main yang lebih
tinggi telah memberikan kelonggaran kepada daerah untuk merancang peraturan
kepala daerah tentang sistem akuntansi yang akan dijalankan. Meskipun
Permendagri 13 Tahun 2006 telah memberikan rambu-rambu dan beragam format
laporan, namun format laporan yang disajikan bukan merupakan harga mati bagi
pemerintah daerah. Pemda diperkenankan untuk melakukan modifikasi sesuai
dengan kebutuhan dengan tidak menghilangkan esensi dari laporan tersebut.
45
Elemen-elemen pembentuk sistem akuntansi ini bias mengacu pada Permendagri 13
Tahun 2006 ataupun Surat Edaran dari Departemen Dalam Negeri tentang Sistem
dan Prosedur Akuntansi maupun tentang kebijakan akuntansi. Selebihnya, daerah
diperkenankan untuk mengambil kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kondisi
masingmasing daerah.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) memberikan rambu-rambu bagi
pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas. SAP tidak
menentukan satu kebijakan akuntansi yang harus dianut oleh pemerintah daerah,
melainkan memberikan kelonggaran bagi pemerintah daerah untuk berkreasi dalam
merancang system akuntansi yang sesuai dengan karakteristik keuangan di masing-
masing daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan
akuntansi yang berisi sistem dan prosedur yang telah dipilih oleh pemerintah daerah
dalam rangka menyajikan laporan keuangan. Dengan kata lain, kebijakan akuntansi
ini bisa bervariasi antar daerah. Poin penting dari kebijakan akuntansi ini berisi
pengakuan, pengukuran dan penyajian. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses
penetapan kapan suatu transaksi harus dicatat dalam jurnal. Pengakuan atas
transaksi akuntansi terbagi menjadi 2 basis, yaitu Basis Kas dan Basis Akrual.
Penjelasan mengenai kedua basis ini akan kita bahas pada slideselanjutnya.
Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan
setiap pos dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Contoh dari pengukuran
adalah apakah suatu transaksi atau kejadian akan diukur dengan menggunakan nilai
historis (nilai jual-beli ketika transaksi itu dilakukan) atau menggunakan nilai pasar
(yang didasarkan pada harga pasar yang berlaku). Penyajian menunjukkan
bagaimana sebuah laporan atau pos laporan keuangan itu disajikan atau dibuat.
Penyajian ini lebih mengarah pada format laporan. Sebagai contoh, SAP telah
memberikan panduan bagaimana Laporan Realisasi Anggaran (LRA) disajikan dan
memberikan contoh format LRA.
Pedoman akuntansi berisi beberapa konsep yang telah disepakati untuk
dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan sistem akuntansi.
Pedoman akuntansi berisi format laporan keuangan yang akan dihasilkan. Format
laporan keuangan ini tentunya mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP). Bagan akun merupakan standarisasi pos-pos yang digunakan untuk
mengidentifikasi suatu transaksi. Adanya bagan akun ini mendorong terciptanya
46
konsistensi dan keseragaman dalam penyusunan laporan keuangan. Konsistensi dan
keseragaman ini diperlukan untuk memudahkan analisis terhadap laporan keuangan
dan memudahkan untuk membandingkan kinerja keuangan antar tahun.
Dalam pedoman sistem akuntansi juga harus dibuatkan jurnal standar berisi
pedoman membuat jurnal secara umum berdasarkan karakteristik transaksinya.
Bagaimana cara menjurnal transaksi yang bersumber dari pencairan UP/ GU/TU
(Uang Persediaan/Ganti Uang/Tambahan Uang), bagaimana cara menjurnal transaksi
yang bersumber dari penerimaan kas, bagaimana jurnal untuk mencatat
pengurangan aset tetap dan lain-lain. Dengan adanya jurnal standar ini, fungsi
akuntansi di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) maupun di SKPKD (Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah) memiliki acuan dalam menyelenggarakan akuntansi.
Pedoman akuntansi ini juga memberikan arahan tentang model pelaporan keuangan
dan format buku/dokumen/ formulir yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan
sistem akuntansi. Bila SAP memberikan pedoman format laporan keuangan, maka
pedoman akuntansi ini memuat informasi yang lebih detil lagi dengan
mengemukakan bentuk buku ataupun catatan yang menjadi bagian dari sistem dan
prosedur akuntansi yang dibentuk. Seperti bentuk buku jurnal, buku besar, buku
besar pembantu, dan lain-lain. Intinya, pembuatan pedoman akuntansi ini
diharapkan dapat meningkatkan keseragaman pelaksanaan system akuntansi di
suatu daerah.
Prinsip-prinsip akuntansi merupakan suatu istilah teknis akuntansi yang
mencakup konvensi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik
akuntansi yang berlaku umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. SAP telah
menetapkan 7 prinsip akuntansi yang wajib ditaati oleh pemerintah daerah di wilayah
Indonesia dengan tujan untuk menyeragamkan praktik-praktik akuntansi yang
digunakan walaupun dengan beberapa kelonggaran yang diberikan. Secara lebih
terinci, prinsip-prinsip akuntansi ini bisa dibaca di PP 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan kami juga merancang materi pelatihan tersendiri
tentang SAP ini.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) memberikan rambu-rambu bagi
pemerintah daerah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Oleh karena
itu, dalam slide ini dinyatakan dengan tegas bahwa SAP digunakan
sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Pengertian
47
pedoman adalah bahwa prinsipprinsip akuntansi yang dituangkan dalam SAP
member kelonggaran bagi pemerintah daerah untuk memilih dan membuat kebijakan
akuntansi yang sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Pilihan-pilihan atas
prinsip-prinsip akuntansi yang akan diterapkan oleh suatu pemerintah daerah
dituangkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang ditetapkan dengan
peraturan kepala daerah. Sebagai contoh, dalam SAP dinyatakan bahwa periodisasi
penyusunan laporan keuangan dilakukan minimal 1 kali dalam setahun. Namun, bila
pemerintah daerah setempat merasa perlu untuk menyusun laporan keuangan
semesteran, maka pilihan prinsip akuntansi tersebut dituangkan dalam kebijakan
akuntansi pemerintah daerah. Contoh lain, dalam SAP tidak memberikan batasan
yang tegas untuk pengukuran sebuah aset tetap. Berapa batasan suatu belanja
untuk dapat diakui sebagai aset tetap. SAP hanya memberikan petunjuk secara
umum tentang kapan sebuah aset diakui sebagai aset tetap. Pengakuan sebuah aset
menjadi aset tetap sangat bervariasi antar pemerintah daerah. Di suatu pemerintah
daerah dengan jumlah APBD yang relatif kecil, pembelian aset senilai Rp 250.000
bisa dianggap sebagai aset tetap karena dipandang cukup material.

Sementara itu, di pemerintah daerah dengan jumlah APBD yang besar,


pembelian aset senilai Rp 250.000 dianggap sebagai barang pakai habis karena
dianggap tidak material. Oleh karena itu, penetapan batasan suatu pembelian aset
diakui sebagai aset tetap harus dituangkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah
daerah.
Pengertian dari bagan akun (chart of account) atau yang seringkali disebut
sebagai perkiraan atau rekening. Bagan akun ini merupakan daftar akun yang
disusun secara sistematis dalam rangka menjaga konsistensi dan keseragaman
perlakuan akuntansi baik di level SKPD, SKPKD maupun antar SKPD dan SKPKD.
Bagan akun ini digunakan untuk memudahkan proses pencatatan dan pelaporan
serta memudahkan proses konsolidasi laporan keuangan SKPD.
Kode rekening adalah kode-kode atau simbol dari rekeningrekening transaksi
suatu organisasi yang mempermudah pencatatan data yang akan menjadi dasar
penyusunan laporan-laporan keuangan. Pada dasarnya rekening-rekening transaksi
perusahaan dibagi atas 2 golongan, yaitu: Rekening neraca atau rekening riil, yaitu

48
rekening yang pada akhir periode akan dilaporkan di dalam neraca. Rekening-
rekening ini terdiri dari: Aktiva (aset), Kewajiban (utang), dan Ekuitas (modal).
Rekening-rekening LRA atau rekening-rekening nominal, yaitu: rekening-rekening
yang pada akhir periode akan dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran dan
sifatnya sementara (temporary) artinya nilainya harus Rp 0 pada setiap awal periode.
Rekening-rekening ini terdiri dari: Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. Mengenai
standarisasi kode rekening secara nasional, sampai saat ini bentuk Bagan Akun
Standar (BAS) yang dijanjikan belum ada. Pihak Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan hanya memberikan petunjuk untuk mengacu pada urut-urutan yang
ada dalam PP 24 Tahun 2005 tentang SAP. Namun urut-urutan tersebut juga hanya
menampung 1 digit saja, sedangkan digit ke 2 dan seterusnya diserahkan kepada
pemerintah pusat dan pemerintah daerah masing-masing. Artinya, setiap daerah
diperkenankan untuk mengembangkan bagan akun standar sesuai dengan
kebutuhan masing-masing daerah.
Keterkaitan antara posisi keuangan, transaksi keuangan serta pelaporannya.
Pada dasarnya, neraca akhir diperoleh dari saldo awal yang diambil dari neraca awal
(neraca pada awal periode akuntansi) ditambah dan/atau dikurangi dengan
transaksi-transaksi selama tahun berjalan yang tertuang dalam Laporan Realisasi
Anggaran dan Laporan Arus Kas. Saldo awal ini diambilkan dari saldo rekening-
rekening riil, yaitu rekening-rekening yang ada di neraca yang terdiri dari aset,
kewajiban dan ekuitas pada awal periode. Bila sebelumnya pemerintah daerah belum
menyusun laporan keuangan, maka saldo awal ini diambilkan dari neraca awal yang
diperoleh dari hasil inventarisasi danappraisal (penilaian). Pada periode berjalan,
terjadi transaksi penerimaan dan pengeluaran kas serta transaksi non kas. Transaksi
ini ada yang mempengaruhi neraca secara langsung ada pula yang mempengaruhi
LRA. Pada akhir periode pelaporan, transaksi-transaksi yang mempengaruhi neraca
secara langsung akan menambah saldo neraca akhir, sedangkan transaksi transaksi
yang mempengaruhi LRA akan diakumulasi sehingga menghasilkan informasi sisa
perhitungan. Pada akhir periode, sisa perhitungan ini akan dimasukkan atau bahasa
akuntansinya ditutup ke dalam neraca dan menambah saldo ekuitas di neraca akhir.
Jadi, saldo neraca akhir pemerintah daerah bersumber dari transaksi yang terjadi
pada periode berjalan, dan dari hasil penutupan saldo yang ada di LRA.

49
Bagan ini menggambarkan secara umum proses atau alur akuntansi. Proses diawali
dari ketersediaan dokumen sumber. Dokumen sumber adalah dokumen yang
dianggap sah untuk diakui sebagai dasar pencatatan. Dokumen sumber tersebut
berasal dari transaksi penerimaan kas, pengeluaran kas dan selain kas. Dalam
konteks pemerintah daerah, dokumen sumber yang dianggap sah terdiri dari Surat
Perintah Pencairan Dana/SP2D (baik Pembayaran Langsung/LS, UP, GU maupun TU)
dan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang telah disahkan oleh pihak yang
berwenang untuk transaksi pengeluaran kas, STS (Surat Tanda Setoran) untuk
transaksi penerimaan kas, dan Bukti Memorial untuk transaksi selain kas.
Berdasarkan dokumen sumber tersebut, maka fungsi akuntansi akan mencatatnya ke
dalam buku jurnal. Buku jurnal merupakan catatan resmi pertama yang dilakukan
oleh fungsi akuntansi dalam mencatat transaksi ataupun kejadian.
Buku jurnal bisa dibedakan menjadi buku jurnal penerimaan kas, pengeluaran kas
dan bukujurnal umum. Hal yang perlu mendapat penekanan pada slide ini juga
adalah penggunaan jenis buku jurnal sangat tergantung pada kebijakan akuntansi
yang ditetapkan oleh masing-masing daerah. Pemilihan untuk menggunakan jurnal
khusus dan jurnal umum diserahkan pada kebutuhan masing-masing pemerintah
daerah. Setelah transaksi dicatat dalam buku jurnal yang dilakukan secara historis,
50
langkah selanjutnya adalah melakukan posting ke dalam buku besar.
Pengertian posting adalah memindahkan saldo atau angka yang ada di buku jurnal
ke dalam masing-masing buku besar berdasarkan kode rekeningnya. Posting dari
buku jurnal ke buku besar dilakukan secara periodik. Buku besar merupakan
kumpulan dari catatan historis per kode rekening.
Buku besar pembantu dibuat bila dianggap perlu oleh pemerintah daerah. Intinya
adalah buku besar pembantu merupakan buku yang menjelaskan secara lebih rinci
transaksi yang ada dalam buku besar. Sebelum membuat laporan keuangan, maka
pemerintah daerah dapat membuat kertas kerja dalam rangka
membantu/mempermudah penyusunan laporan keuangan. Kertas kerja berisi historis
mutasi debit dan kredit dari ringkasan per kode rekening sampai menjadi saldo akhir
dan laporan keuangan. Penggunaan kertas kerja ini biasanya dilakukan bila proses
akuntansi dilakukan secara manual tanpa bantuan komputer. Setelah kertas kerja
dibuat, maka laporan keuangan siap untuk disajikan. Terdapat 4 jenis laporan
keuangan, yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca Daerah, Laporan Arus
Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Mulai dari proses
penjurnalan sampai dengan penyusunan laporan keuangan, kebijakan akuntansi
memegang peranan yang penting. Sebelum melakukan penjurnalan, fungsi akuntansi
di pemerintah daerah, baik di SKPD maupun di SKPKD perlu memperhatikan
kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan oleh kepala daerah dalam peraturan
kepala daerah. Dalam penyusunan laporan keuanganpun, kebijakan akuntansi
pemerintah daerah juga memegang peranan penting, terutama dalam hal bentuk
laporan keuangan serta komponen-komponen yang membentuk laporan keuangan
yang harus disusun oleh SKPD maupun SKPKD.
Sistem pencatatan akuntansi dibedakan menjadi 2, yaitu single entry dandouble
entry. Pengertian single entry adalah mencatat suatu transaksi atau kejadian pada
satu sisi saja. Contoh konkrit dari pencatatan single entry ini adalah pencatatan
yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran di Buku Kas Umum (BKU). Setiap ada
transaksi pengeluaran kas akan dicatat di kolom pengeluaran, dan setiap transaksi
penerimaan kas akan dicatat di kolom penerimaan. Tidak ada catatan pembanding
lainnya.Kelebihan dari single entry ini adalah pembuatannya sangat sederhana
sehingga mudah untuk melakukannya. Kelemahan dari single entry ini adalah sulit
mendeteksi bila terjadi kesalahan. Pengertian dari double entry adalah mencatat
51
suatu transaksiatau kejadian pada dua sisi, yaitu sisi debit dan sisi kredit. Kedua sisi
tersebut harus dalam kondisi balance (saldonya seimbang). Kelebihan
penggunaan double entry ini adalah memudahkan untuk melakukan cross check bila
dilakukan proses audit dan memudahkan untuk melihat atau mendeteksi adanya
kesalahan. Kelemahannya adalah double entry ini lebih rumit dan memakan waktu
dibandingkan single entry.
Dalam akuntansi, perlu dibedakan antara konsep pengakuan dan pengukuran.
Pengakuan lebih menyoroti pada kapan suatu transaksi atau kejadian itu akan dicatat
dalam jurnal. Sedangkan pengukuran merupakan pemberian nilai dari suatu transaksi
atau kejadian. Pengukuran dan pengakuan atas sebuah transaksi atau kejadian ini
lebih lanjut diatur dalam kebijakan akuntansi. Contoh dari sebuah pengakuan adalah
kapan fungsi akuntansi mengakui belanja ATK yang telah di pertanggungjawabkan,
kapan sebuah belanja modal diakui menambah aset tetap daerah.Contoh dari
pengukuran adalah berapa nilai yang patut diakui atas sebuah belanja modal
gedung, berapa nilai yang wajar untuk menilai asset tetap tanah?
Dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), maka pengakuan
atas transaksi pendapatan adalah pada saat kas atau setara kas diterima oleh Kas
Daerah. Selama belum masuk ke dalam rekening Kas Daerah, maka belum diakui
sebagai pendapatan.
Belanja baru diakui apabila kas atau setara kas telah dikeluarkan dari Kas Daerah
dan ketika belanja tersebut telah dipertanggungjawabkan (di-SPJ-kan). Selama
belanja tersebut belum di-SPJ-kan (meskipun telah dibayarkan oleh bendahara
pengeluaran) maka atas transaksi tersebut belum bisa diakui sebagai belanja daerah.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pengertian dari Kas Daerah. Menurut Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan, yang dimaksud dengan Kas Daerah adalah
rekening kas yang dikelola oleh BUD. Pengertian ini berbeda dengan Departemen
Dalam Negeri yang menerjemahkan Kas Daerah sebagai kas yang ada di BUD, di
bendahara pengeluaran dan di bendahara penerimaan. Perbedaan ini membawa
konsekuensi yang berbeda terhadap rancangan sistem akuntansi yang dibuat oleh
pemerintah daerah. Oleh karena itu, Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Depdagri
tentang kebijakan akuntansi dan sistem dan prosedur akuntansi pemerintahan dalam
beberapa hal berbeda secara konseptual dengan konsep yang diajarkan oleh Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan.
52
Dalam menyikapi perbedaan tersebut, pemerintah daerah perlu berhati-hati dalam
menyikapinya dan menelaah secara cerdas tentang dampak atau konsekuensi yang
ditimbulkan oleh kedua model sistem tersebut sebelum merancang sistem akuntansi
yang akan diimplementasikan di daerahnya. Kriteria pengakuan yang dilakukan oleh
fungsi akuntansi sangat dipengaruhi oleh basis akuntansi yang digunakan oleh
sebuah organisasi. Terdapat 2 golongan besar basis akuntansi, yaitu Basis Kas dan
Basis Akrual. Perbedaan utama Basis Kas dan Basis Akrual adalah timing, kapan
sebuah transaksi diakui. Pada Basis Kas, pengakuan dilakukan ketika kas atau setara
kas diterima atau dikeluarkan, sedangkan pada Basis Akrual pengakuan dilakukan
ketika hak dan kewajiban untuk menerima atau membayarkan transaksi terjadi.
Pengakuan atas hak dan kewajiban ini juga harus didukung oleh dokumen legal dan
sah. Untuk memudahkan ilustrasi, penerapan Basis Kas ini pada dasarnya sama
dengan yang diterapkan oleh bendahara. Ketika bendahara mengeluarkan uang
tunai, maka pada saat itu transaksi pengeluaran kas dicatat, dan pada saat
bendahara menerima pendapatan, maka pada saat itu transaksi penerimaan kas
dicatat.

Sebagai contoh: pada tanggal 5 Januari diterima pendapatan retribusi parkir sebesar
Rp 500.000,00 maka pada tanggal 5 Januari akan dicatat penerimaan kas dari
pendapatan retribusi parkir senilai Rp 500.000,00.
Contoh penerapan Basis Akrual dan perbandingannya dengan Basis Kas: Pembayaran
belanja listrik, telepon dan air umumnya dilakukan pada tanggal 10 bulan berikutnya.
Misalkan, beban listrik, telepon dan air pada bulan Januari diketahui sebesar Rp
1.500.000,00. Pembayaran beban listrik, telepon dan air pada bulan Januari akan
dibayarkan pada tanggal 10 Februari. Bila menggunakan Basis Kas, maka
pembayaran listrik telepon dan air akan dicatat pada tanggal 10 Februari, yaitu pada
saat kas dikeluarkan dengan cara mencatat:
- Belanja listrik, telepon dan air bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.
- Kas di bendahara pengeluaran berkurang sebesar Rp 1.500.000,00.

Jika dibuat laporan realisasi, maka pada bulan Januari tidak terdapat belanja listrik,
telepon dan air, sedangkan pada bulan Februari terdapat belanja listrik, telepon dan

53
air sebesar Rp 1.500.000,00. Bila menggunakan Basis Akrual, maka pencatatan atas
belanja listrik, telepon dan air dilakukan pada tanggal 31 Januari dengan cara:
- Belanja listrik, telepon dan air bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.
- Hutang belanja bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.

Pengakuan hutang belanja ini dilakukan karena pada tanggal 31 Januari belum
dilakukan pembayaran secara tunai atas beban listrik, telepon dan air tersebut. Pada
saat pembayaran pada tanggal 10 Februari maka bendahara pengeluaran
sebenarnya tidak membayar beban listrik, telepon dan air, melainkan membayar
utang. Oleh karena itu pencatatannya menjadi:
- Kas di bendahara pengeluaran berkurang Rp 1.500.000,00.
- Hutang belanja berkurang Rp 1.500.000,00.

Jika dibuat laporan realisasi belanja, maka pada bulan Januari akan terlihat belanja
listrik, telepon dan air sebesar Rp 1.500.000,00 dan pada bulan Februari tidak
terdapat beban belanja listrik, telepon dan air. Masing-masing basis memiliki
kelebihan dan kelemahan. Penggunaan Basis Kas memiliki kelebihan pada
kesederhanaannya dan kemudahannya. Karena sederhana, maka model
pencatatannya relatif lebih sedikit dibandingkan Basis Akrual. Namun, penggunaan
Basis Kas memberikan informasi yang kurang akurat. Kelebihan Basis Akrual adalah
memberikan gambaran keuangan yang lebih akurat sehingga evaluasi kinerja
terhadap biaya pelayanan dan pencapaiannya bisa dilakukan. Disamping itu, dengan
Basis Akrual, pengelolaan aset tetap bisa dilakukan secara efisien dan akurat karena
ada unsure pembandingnya, yaitu belanja modal. Kelemahan Basis Akrual adalah
transaksi yang harus dicatat menjadi lebih banyak dan relatif lebih rumit
dibandingkan Basis Kas.
Basis akuntansi yang disarankan oleh PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), yaitu basis cash towards accrual, artinya bahwa ketika
mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan menggunakan Basis Kas, sedangkan
untuk aset, kewajiban dan ekuitas menggunakan Basis Akrual. Dengan kata lain,
pengakuan pos-pos di laporan realisasi anggaran (LRA) menggunakan Basis Kas,
sedangkan untuk pengakuan pospos neraca menggunakan Basis Akrual. Namun
demikian, pemerintah daerah juga diperkenankan untuk menggunakan Basis Akrual
54
secara penuh. Meskipun menggunakan Basis Akrual namun pemerintah daerah
tersebut juga harus tetap menyajikan LRA dengan menggunakan Basis Kas. Hal ini
dilatarbelakangi oleh tujuan LRA yang menyajikan perbandingan antara realisasi
dengan anggarannya. Karena penyusunan anggaran di pemerintah daerah
mengunakan Basis Akrual, maka penyajian realisasi atas anggaran tersebut juga
harus didasarkan atas Basis Akrual juga agar memenuhi syarat komparabilitas.
Persamaan dasar akuntansi, memberikan gambaran yang lebih mudah terutama bagi
aparat pemerintah daerah yang mayoritas tidak memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi. Sisi sebelah kiri menunjukkan aset atau kekayaan yang dimiliki oleh
entitas atau pemerintah daerah, sedangkan sisi sebelah kanan mencerminkan
sumber pendanaan untuk memperoleh asset atau kekayaan. Sisi kiri seringkali
disebut sebagai aktiva atau aset, sedangkan sisi kanan disebut sebagai pasiva.
Sumber pendanaan (pasiva) berasal dari 2 sumber yaitu dari kewajiban (hutang) dan
ekuitas (modal sendiri). Sehingga, kalau dibuat persamaan maka:
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Antara sisi kiri (aktiva) dan sisi kanan (pasiva) harus seimbang (balance) Perumusan
persamaan akuntansi ini akan berguna untuk menentukan debit dan kredit sebuah
transaksi. Sebagai pedoman awal, sisi kiri (aset) memiliki saldo normal debit,
sedangkan sisi kanan (pasiva) memiliki saldo normal kredit. Jika dibuat persamaan:
Aktiva (Aset) = Pasiva
Debit = Kredit
Memberikan gambaran lebih jelas tentang struktur persamaan akuntansi. Aset
diwakili dengan gambar rumah. Kita coba membuat logika yang sederhana. Jika
Anda ingin membeli rumah seharga (katakanlah) Rp 300 juta. Sedangkan uang yang
Anda miliki adalah sejumlah Rp 100 juta yang cukup untuk digunakan sebagai uang
muka (DP) pembelian rumah. Sisanya Anda harus pinjam ke bank untuk melunasi
transaksi pembelian rumah. Maka, dapat dinyatakan bahwa untuk membeli rumah
senilai Rp 300 juta, didanai dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp.100 juta dan
kewajiban (utang) sebesar Rp 200 juta. Sehingga antara sisi kiri (yaitu aset) dan sisi
kanan (pasiva) terjadi keseimbangan pada nilai Rp 300 juta. Bila dinyatakan dalam
bentuk persamaan:

Aset = kewajiban + ekuitas


55
300 juta = 200 juta + 100 juta
300 juta = 300 juta (balance)
Jenis aset sangat beraneka ragam, bisa berbentuk rumah, tanah, mobil, kas,
deposito, piutang, dan lain-lain.

Slide ini mencoba untuk menguraikan persamaan akuntansi menjadi pedoman


penentuan debitkredit. Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya telah dikemukakan
bahwa sisi kiri (aset) memiliki saldo normal debit dan sisi kanan (pasiva) memiliki
saldo normal kredit. Pengertian dari saldo normal ini adalah saldo yang bernilai
positif. Saldo normal aset adalah debit, artinya bahwa jika aset bertambah, maka
dicatat di sisi sebelah debit, sebaliknya jika aset berkurang maka dicatat di sisi kredit.
Di sisi pasiva, baik kewajiban maupun ekuitas, memiliki saldo normal kredit. Artinya
bahwa jika kewajiban atau ekuitas bertambah dicatat disisi kredit, sebaliknya jika
kewajiban atau ekuitas berkurang dicatat di sisi debit. Dalam slide ditunjukkan
contoh pencatatan sebuah transaksi. Ditunjukkan bahwa aset yang dimiliki adalah
berupa kas senilai Rp 26.650 dicatat di sebelah debit (karena nilai nya positif). Kas
yang dimiliki tersebut bersumber dari kewajiban sebesar Rp 10.000 (dicatat di sisi
sebelah kredit) dan bersumber dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp 16.650
(dicatat di sisi sebelah kredit).

56
Persamaan dasar akuntansi kemudian dikembangkan lagi. Jika kita ambil contoh
sebuah usaha bisnis, ketika suatu perusahaan memperoleh laba (rugi) maka laba
(rugi) tersebut akan menambah (mengurangi) ekuitas yang dimiliki oleh pemilik. Jika
dituliskan dalam bentuk persamaan menjadi sebagai berikut:
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Ketika sebuah usaha mendapatkan laba, maka persamaan dasar akuntansinya akan
bertambah menjadi:
Aset = Kewajiban + (Ekuitas + Laba)

Secara ringkas, laba dihitung dengan mengurangkan belanja dari pendapatan. Atau:
Laba = Pendapatan – Belanja.
Jika rumus perhitungan laba dimasukkan dalam persamaan dasar akuntansi, maka
akan menjadi:
Aset = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan – Belanja

Persamaan ini bisa ditata ulang sebagai berikut:


Aset + Belanja = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan

57
Ini adalah persamaan dasar akuntansi yang dijadikan pedoman untuk menentukan
saldo normal dari masing-masing kategori akun/rekening. Petunjuknya adalah sisi
sebelah kiri tanda "=" memiliki saldo normal debit, sedangkan sisi sebelah kanan
tanda "=" memiliki saldo normal kredit. Artinya bahwa jika aset dan belanja
bertambah, maka dicatat di sisi debit, sebaliknya bila berkurang dicatat di sisi
sebelah kredit. Jika kewajiban, ekuitas dan pendapatan bertambah maka dicatat di
sisi sebelah kredit, jika berkurang dicatat di sisi sebelah debit.
Dalam bentuk persamaan akan terlihat sebagai berikut:

Aset + Belanja = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan


Debit = Kredit

Sistem pencatatan dibedakan menjadi 2, yaitu system pembukuan tunggal dan


sistem pembukuan berpasangan. Sistem pencatatan dengan menggunakan
pembukuan tunggal (single entry) di satu sisi memberikan kemudahan dan
kesederhanaan bagi pencatat dalam mendokumentasikan transaksinya. Namun
terdapat beberapa kelemahan atas sistem pembukuan tunggal ini. Pertama, karena
transaksi yang dicatat hanya pada satu sisi, maka diperlukan waktu yang cukup lama
untuk merekapitulasi jumlah pendapatan dan belanja, baik yang tunai maupun yang
kredit. Kedua, pembukuan tunggal ini tidak pernah mencatat transaksi yang akan
mempengaruhi mutasi akunakun neraca, yaitu aset dan kewajiban. Hal inilah yang
menyebabkan penggunaan system pembukuan tunggal ini tidak dapat menghasilkan
informasi neraca. Kalaupun bisa, dilakukan melalui proses identifikasi secara manual
satu persatu komponen-komponen neraca. Karena fungsi akuntansi tidak mampu
membuat laporan neraca dari system yang ada, maka sulit sekali bagi pemerintah
daerah ataupun stakeholders lainnya untuk mengetahui posisi keuangan pemerintah
daerah atau perusahaan.
Sistem pembukuan tunggal. Sebagai contoh, saldo awal kas yang dimiliki adalah
sebesar Rp 50. Pada tanggal 2 Januari dilakukan transaksi pembelian ATK sebesar
Rp 45. Pembelian ini akan mengurangi saldo kas menjadi Rp 5. Pada tanggal 2
Januari pula, diterima pendapatan retribusi sebesar Rp 150. Penerimaan pendapatan
ini akan meningkatkan saldo kas menjadi Rp 155.

58
Sistem pembukuan tunggal ini hanya mencatat transaksi satu kali, yaitu transaksi
yang mempengaruhi mutasi kas. Jika bendahara melakukan pembelian secara kredit,
maka sistem pembukuan tunggal ini tidak mampu untuk menampung karakteristik
transaksi tersebut, karena transaksi non kas yang dilakukan tidak membawa dampak
terhadap saldo berjalan. Ini merupakan salah satu kelemahan sistem pembukuan
tunggal.

Kelemahan yang ada pada sistem pembukuan tunggal dapat diatasi dengan
menggunakan sistem pembukuan berpasangan (double entry). Artinya bahwa setiap
transaksi dicatat di dua sisi secara berpasang-pasangan, yaitu sisi debit dan sisi
kredit. Kedua sisi tersebut harus seimbang (balance).
Penggunaan sistem pembukuan berpasangan ini memungkinkan satu transaksi
dicatat di lebih dari 2 perkiraan/akun/ rekening secara bersamaan. Sebagai contoh,
kita kembali pada ilustrasi persamaan dasar akuntansi, yaitu kita membeli rumah
seharga Rp 300 juta yang didanai dari ekuitas sebesar Rp 100 juta dan hhutang ke
bank sebesar Rp 200 juta. Maka ada 3 perkiraan/akun/rekening yang terpengaruh
atas transaksi ini adalah aset rumah sebesar Rp 300 juta bertambah (dicatat di
sebelah debit), kewajikan bertambah Rp 200 juta (dicatat di sebelah kredit), dan
ekuitas bertambah Rp 100 juta (dicatat di sebelah kredit).

59
Slide ini memberikan resume mengenai aturan debit-kredit berdasarkan kategori
perkiraan/akun/rekening. Terdapat tambahan pedoman untuk transaksi pembiayaan.
Agar mudah untuk diingat, maka penerimaan pembiayaan diidentikkan dengan
pendapatan dan pengeluaran pembiayaan diidentikkan dengan belanja. Kolom
bertambah menunjukkan kondisi jika rekening yang bersangkutan mengalami mutasi
tambah, sedangkan kolom berkurang menunjukkan kondisi jika rekening yang
bersangkutan mengalami mutasi kurang.

Slide ini memberikan ilustrasi mengenai pengertian debit dan kredit. Secara
sederhana, debit berarti memasukkan transaksi di kolom sebelah kiri, sedangkan
kredit adalah memasukkan transaksi di kolom sebelah kanan. Tidak ada makna
implicit lain dari pengertian debit dan kredit ini.
Pemahaman bahwa debit berarti selalu bertambah, dan kredit berarti selalu
berkurang adalah salah. Oleh karena itu kita perlu membuang jauh-jauh konsep
60
tersebut. Pengertian bertambah atau berkurang serta aturan main dicatat di sisi debit
atau kredit mengacu pada Slide.

Kita coba untuk mengilustrasikan perbedaan system pembukuan tunggal dan sistem
pembukuan berpasangan. Kita ambil 2 jenis transaksi yang akan kita ubah dari
system pembukuan tunggal menjadi sistem pembukuan berpasangan. Transaksi
yang kita pilih adalah pembelian ATK sebesar Rp 45 dan penerimaan pendapatan
retribusi sebesar Rp 150.
Berdasarkan 2 jenis transaksi tadi, bila dicatat dalam system pembukuan
berpasangan akan terlihat sebagaimana dalam slide ini.

Untuk transaksi pertama, pembelian ATK sebesar Rp 45 akan dicatat


perkiraan/akun/rekening belanja ATK bertambah dicatat di sisi debit sebesar Rp 45,
dan kas berkurang dicatat di sisi kredit sebesar Rp 45. Pencatatan ini menunjukkan
bahwa pembelian ATK sebesar Rp 45 itu dibayar secara tunai sehingga posisi kasnya
berkurang.

61
Untuk transaksi yang kedua, pemerintah daerah menerima pendapatan retribusi
sebesar Rp 150. Perkiraan yang terpengaruh atas transaksi ini adalah kas bertambah
dicatat di sisi debit sebesar Rp 150, dan rekening pendapatan retribusi bertambah
dicatat di sisi kredit sebesar Rp 150. Pencatatan ini menunjukkan bahwa pemerintah
daerah telah menerima pendapatan retribusi secara tunai.
Berikut ini disajikan komparasi secara langsung antara pencatatan dengan
menggunakan sistem pembukuan tunggal dan sistem pembukuan berpasangan. Sisi
sebelah kanan yang berwarna adalah sistem pembukuan berpasangan sedangkan 2
kolom sebelumnya adalah system pembukuan tunggal.

Mari kita cermati bersama-sama untuk lebih memahami perbedaan keduanya.


Dengan sistem pembukuan tunggal, kita bisa langsung melihat saldo kas pada
tanggal 3 Januari. Sedangkan pada sistem pembukuan berpasangan kita tidak
mengetahui saldo kas kita secara langsung. Untuk bisa mengetahui saldo masing-
masing rekening, maka dibuatkan buku besar yang mengelompokkan transaksi
berdasarkan jenis rekeningnya.
Disamping itu terlihat bahwa penggunaan system pembukuan tunggal lebih
sederhana dari sisi pencatatannya. Tidak terlalu banyak rekening yang harus dicatat.
Sedangkan

62
Slide ini memberikan contoh buku besar atas transaksi pembelian ATK dan
penerimaan pendapatan retribusi. Yang pertama adalah buku besar kas yang
menggambarkan transaksi-transaksi yang mempengaruhi kas. Transaksi pertama
adalah pembelian ATK yang dibeli secara tunai, sehingga kas pemerintah daerah
berkurang sebesar Rp 45. Karena kas merupakan kelompok aset, maka ketika kas
berkurang dicatat di sisi kredit. Transaksi kedua yang mempengaruhi kas adalah
penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp 150. Atas transaksi ini dicatat di sisi
sebelah debit yang menunjukkan bahwa kas pemerintah daerah bertambah.
Buku besar yang kedua adalah pendapatan retribusi. Hanya ada satu transaksi yang
mempengaruhinya yaitu penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp.150.
Sebagaimana pedoman debit-kredit yang telah kita bahas sebelumnya, ketika
pendapatan bertambah maka dicatat di sisi sebelah kredit.
Buku besar yang ketiga adalah belanja ATK. Berdasarkan transaksi tanggal 2 Januari
terdapat pembelian ATK sebesar Rp 45. Transaksi ini menunjukkan bahwa belanja
ATK bertambah sehingga dicatat di sisi sebelah debit.

63
PENUTUP

S ecara umum anggaran sector public sangatlah penting,


bagaimanapun juga jelas mengungkapkan apa yang akan dilakukan
oleh organisasi pemerintahan di masa yang akan datang.
Anggaran merupakan suatu proses yang periodic, dan bersifat tahunan
maupun multi tahunan. Anggaran public harus mendapatkan otorisasi dari legislative
terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukan cadangan yang tersembunyi.
Secara umum proses akuntansi SKPD ini terbagi dalam 3 tahapan utama, yaitu
pemahaman dasar akuntansi, konsep penjurnalan dan posting ke buku besar, serta
proses penyusunan laporan keuangan SKPD. Manual ini diharapkan akan membantu
mempercepat proses peralihan sistem akuntansi keuangan daerah guna menciptakan
akuntabilitas keuangan daerah yang lebih baik dan mandiri.

64

Anda mungkin juga menyukai