Anda di halaman 1dari 13

SARINGAN PASIR LAMBAT “UP FLOW” SEBAGAI UPAYA UNTUK

MENINGKATKAN KETERSEDIAAN AIR BERSIH DAN KAPASITAS


TAMPUNG AIR DI DESA TAWANGARGO
Praktikum Penyuluhan 2018

Oleh:

Kelompok C6

Nova Ardianrantawi (165050100111011)

Esty Setyaningrum (165050101111024)

Indra Daru Amatya (165050101111047)

Hargo Sulaksono (165050107111117)

Rizky Karolia Almonita (175050109111029)

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
penyuluhan yaitu tentang SARINGAN PASIR LAMBAT “UP FLOW” SEBAGAI UPAYA
UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN AIR BERSIH DAN KAPASITAS
TAMPUNG AIR DI DESA TAWANGARGO

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan harapannya semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak


kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang SARINGAN PASIR LAMBAT
“UP FLOW” SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN AIR
BERSIH DAN KAPASITAS TAMPUNG AIR DI DESA TAWANGARGO ini dapat
bermanfaat serta mampu memberikan inspirasi kepada pembaca.

23 Februari 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................. 3
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ......................................................................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................................................... 6
2.2 Gambaran Umum Masyarakat Tawangargo.................................................................................. 6
BAB III.................................................................................................................................................... 8
METODE PENYULUHAN ................................................................................................................ 8
3.1 Metode Pelaksanaan ...................................................................................................................... 8
3.1.1 Perizinan ................................................................................................................................. 8
3.1.2 Pengumpulan Data ................................................................................................................. 8
3.1.3 Pelaksanaan Kegiatan ............................................................................................................. 8
3.1.4 Evaluasi .................................................................................................................................. 9
3.2 Materi Penyuluhan ........................................................................................................................ 9
3.2.1 Penyaringan dengan Saringan Pasir Lambat Up Flow ......................................................... 10
3.2.2 Mekanisme Penyaringan Saringan Lambat .......................................................................... 10
3.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Saringan Pasir Lambat Up Flow .............................................. 11
3.3 Media Penyuluhan ....................................................................................................................... 11
PENUTUP ............................................................................................................................................. 12
Kesimpulan ....................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 13

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Desa Tawangargo ......................................................................................................... 7
Gambar 2 . Desain Pembuatan Saringan Pasir Lambat Up Flow ............................................................ 9

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal kegiatan penyuluhan ...................................................................................................... 8

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyuluhan merupakan upaya–upaya yang dilakukan untuk mendorong terjadinya
perubahan perilaku pada individu, kelompok, komunitas, ataupun masyarakat. Bertujuan
memberikan informasi, dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Amanah, 2007).
Kebutuhan air bersih di Indonesia mencapai prediksi produksi air bersih sebanyak
(62.439.394 m3) pada tahun 2010.
Prediksi produksi air bersih pada tahun 2011 sebesar (63.460.978 m3). Tahun 2012
prediksi produksi air bersih naik sebesar (64.117.301 m3). Prediksi produksi air bersih
pada tahun 2013 sebesar (64.793.974 m3) dan pada tahun 2014 yaitu (65.491.630 m3).
Prediksi produksi air bersih pada tahun 2015 sebesar (66.210.919 m3)
(Andawayanti,dkk,2015). Luas ruang terbuka hijau (RTH) mencapai 252,1 km persegi,
sehingga memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Beragamnya topografi di
Indonesia menjadikan ketersediaan air bersih tidak dapat merata, salah satunya berada di
kawasan Kabupaten Malang khususnya di Desa Tawangargo.
Desa Tawangargo merupakan desa yang membutuhkan pasokan air bersih untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, ternak maupun pertanian. Desa ini merupakan
wilayah pegunungan dan sulit untuk melakukan pengeboran, karena membutuhkan dana
yang besar. Pengeboran akan sulit dilakukan untuk mencapai sumber air, sebab
membutuhkan kedalaman tanah sedalam ±30-50 m, sehingga dengan adanya
permasalahan tersebut perlu diadakan program penyuluhan untuk membantu masyarakat
dalam memecahkan permasalahan tersebut.
Penggunaan tempat penampungan air (TPA) di daerah permukiman dimana keperluan
air untuk sehari-hari tergantung pada air olahan yang dikelola oleh perusahaan daerah air
minum (PDAM) sering menimbulkan masalah bagi perindukan vektor (Hasyimi,dkk.
2004). Program yang dilakukan untuk memcahkan masalah yang terjadi dimasyarakat
tentang sulitnya sumber air di wilayah tersebut dan memiliki intensitas hujan yang cukup,
maka solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan
sehari–hari dengan menampung air hujan dibeberapa rumah warga kemudian setelah
ditampung air tersebut difiltrasi agar dapat digunakan masyarkat untuk kebutuhan mereka.

1.2 Rumusan Masalah


Masyarakat Desa Tawangargo, Kabupaten Malang mengalami permasalahan dalam
memperoleh sumber air bersih. Masyarakat sehari-harinya mendapatkan air bersih hanya
dengan membeli air untuk memenuhi kebutuhan. Terdapat sumber air di wilayah desa
tersebut, namun jarak untuk memperoleh sumber air sangat jauh yaitu ± 1 km dan sumber
air tersebut digunakan untuk beberapa dusun yang berdekatan. Meninjau intensitas hujan
yang cukup tinggi di Desa Tawangargo, maka dilakukannya penanganan khusus untuk
memanfaatkan air hujan tersebut.

4
1.3 Tujuan
Kegiatan penyuluhan ini bertujuan untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan
masalah terkait sulitnya memperoleh sumber air bersih dengan memanfaatkan air hujan di
Desa Tawangargo, Malang sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan
cara menampung dan filtrasi sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat di wilayah
tersebut.

1.4 Manfaat
Penyuluhan yang dilakukan di Desa Tawangargo diharapkan masyarakat mendapatkan
informasi yang cukup jelas serta mampu dalam mengembangkan teknologi yang ada
untuk kepentingan bersama sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan air bersih
tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar dan dapat merata keseluruh masyarakat desa.

5
BAB II
GAMBARAN UMUM PENYULUHAN

2.1 Gambaran Umum Kegiatan Penyuluhan

Desa Tawangargo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan


Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kota Malang mengalami kesulitan untuk
mendapatkan air bersih yang sehat dan berkualitas. Salah satu permasalahan yang dihadapi
masyarakat Kota Malang dampak dari pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang
semakin padat dari tahun 2000 yang berjumlah 729.249 jiwa dan pada tahun 2014 berjumlah
849.667 jiwa (Pranata dkk,2014).
Permasalahan utama Desa Tawangargo yaitu sulitnnya memperoleh sumber air bersih
uantuk kebutuhan sehari-hari masyarakat desa. Kekurangan sumber air bersih ini dibutuhkan
solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan mengenai metode saringan pasir lambat Up Flow (penampungan dan filtrasi air
hujan), sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Penyuluhan ini dilakukan di Balai Desa
Tawangargo dengan melibatkan masyarakat Desa Tawangargo terutama kepala rumah tangga.

2.2 Gambaran Umum Masyarakat Tawangargo


Secara geografis dan secara administrasi Desa Tawangargo merupakan salah satu dari
desa di Kabupaten Malang dan memiliki luas wilayah 617.120 ha dengan ketinggian 777
meter di atas permukaan laut. Posisi Desa Tawangargo terletak di bagian barat Kabupaten
Malang, berbatasan langsung dengan sebelah barat Desa Giriprno Kecamatan Bumiaji Kota
Batu, sebelah timur berbatasan dengan Desa Donowarih kecamatan Karangploso, sebelah
utara berbatasan dengan Perhutani, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pendem
Kecamatan Junrejo Kota Batu.
Jumlah penduduk Desa Tawangargo berdasarkan profil desa tahun 2017 sebesar 9.800
jiwa yang terdiri dari 5.002 laki-laki dan 4.798 perempuan, sedangkan pertumbuhan
penduduk dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 adalah sebesar 91 jiwa. Secara umum
mata pencaharian masyarakat Desa Tawangargo dapat teridentifikasi ke dalam beberap sektor
yaitu pertanian, Perkebunan, jasa/perdagangan, industri dan lain-lain.

6
Gambar 1. Peta Desa Tawangargo

7
BAB III
METODE PENYULUHAN

3.1 Metode Pelaksanaan


Metode pelaksanaan program ini melalui beberapa tahap sebagai berikut :

3.1.1 Perizinan
Hal pertama kali yang dilakukan adalah meminta tanda tangan surat perizinan dan stempel
ke asisten praktikum penyuluhan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Apabila
perizinan dari asisten sudah selesai, selanjutnya melakukan perizinan ke tempat dimana
proses penyuluhan akan berlangsung. Proses perizinan tersebut yaitu dengan meminta tanda-
tangan surat perizinan kepada Kepala Desa Tawangargo.

3.1.2 Pengumpulan Data


Proses pengumpulan data diperlukan sebuah alat atau instrument pengumpul data. Salah
satu cara untuk memperoleh suatu data adalah dengan melakukan wawancara. Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data dengan metode survey dalam bentuk pertanyaan secara
lisan kepada narasumber. Adapun narasumber dalam penyuluhan ini adalah Kepala Desa
Tawanggargo dan masyarakat Desa Tawanggargo.

3.1.3 Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan dalam penyuluhan ini yaitu dengan melakukan field trip menuju
Desa Tawangargo yang dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2018. Adanya field trip ini
bertujuan untuk memperoleh informasi input dan output kepada mahasiswa maupun
masyarakat desa. Mahasiswa dapat berpikir kreatif, dan mengetahui permasalahan secara
langsung serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Apabila solusi dari
suatu permasalahan tersebut sudah ditemukan, langkah selanjutnya yaitu dengan melakukan
penyuluhan kepada masyarakat sekitar. Penyuluhan dilakukan pada tanggal 16 Februari 2018.
Kemudian setelah itu melakukan monitoring kepada asisten pada tanggal 22 Februari.

Waktu
No Kegiatan Bulan Ke-1 Bulan Ke-2
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Perizinan √

2. Pengumpulan Data √
3. Pelaksanaan Kegiatan √ √
4. Evaluasi program √
Tabel 1 Jadwal Kegiatan Penyuluhan

8
3.1.4 Evaluasi
Melalui metode wawancara tersebut banyak informasi yang didapatkan untuk
menyelesaikan permasalahan di Desa Tawangargo. Kepala Desa Tawangargo sangat
menyambut hangat dan aktif mendukung penyuluhan ini, namun sebagian warga desa masih
tampak kesulitan menerima dan memahami informasi yang diberikan, sehingga memacu kita
untuk melakukan perbaikan metode dalam penyampaian materi kepada masyarakat sasaran.

3.2 Materi Penyuluhan


Teknologi pengolahan penampungan air hujan menjadi air bersih pada skala rumah
tangga secara umum melalui proses saringan pasir lambat Up Flow, terdiri atas unit proses
yakni bak penampung, saringan pasir lambat dan bak penampung air bersih. Unit pengolahan
air dengan saringan pasir lambat merupakan satu paket. Air yang digunakan yakni memiliki
tingkat kekeruhan yang tinggi terutama pada waktu musim hujan, seperti air sungai, danau,
agar beban saringan pasir lambat tidak terlalu besar sehingga perlu dilengkapi peralatan
pengolahan bak pengendapan awal atau saringan “Up Flow” dengan media kerikil atau batu
pecah dan pasir kwarsa/silika (Said dan Wahjono, 1999).

Saringan pasir lambat adalah bak saringan yang menggunakan pasir sebagai media
filter dengan ukuran butiran sangat kecil dan mempunyai kandungan kuarsa yang tinggi.
Proses penyaringan berlangsung secara gravitasi, sangat lambat, dan simultan pada seluruh
permukaan media. Pasir media yang baru pertama kali dipasang dalam bak saringan
memerlukan masa operasi penyaringan awal secara normal dan terus menerus (Utomo Sir,
dan Sonbay, 2012). Selanjutnya dari bak saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama
dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Air yang keluar dari bak saringan pasir Up
Flow tersebut merupakan air olahan dan dialirkan ke bak penampung air bersih dan kemudian
didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau dengan menggunakan pompa air (Said
dan Wahjono, 1999).

Gambar 2 . Desain Pembuatan Saringan Pasir Lambat Up Flow


Saringan yang telah jenuh atau buntu dapat dilakukan pencucian balik dengan cara
membuka kran penguras. Pengurasan ini terjadi pada air bersih yang berada di atas lapisan
pasir dapat berfungsi sebagai air pencuci media penyaring (back wash) dengan cara
mengalirkan air baku. Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir
lambat Up Flow dilakukan tanpa pengeluaran atau pengerukan media penyaringan serta dapat
dilakukan kapan saja. Pencucian media penyaring (pasir) pada saringan awal (pertama)

9
sebaiknya dilakukan minimal setalah 1 minggu operasi, sedangkan pencucian pasir pada
saringan kedua dilakukan minimal setelah 3-4 minggu operasi.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan saringan pasir lambat Up Flow ini yaitu bak
penampung maupun bak penyaring dibuat dengan konstruksi beton cor. Sebagai
penghubungnya juga diperlukan beberapa buah pipa PVC (Poly Vinyl Chloride) berdiameter
4”, sedangkan media filter yang digunakan yaitu batu pecah (split) ukuran 2-3 cm untuk
lapisan penahan, dan pasir sungai / pasir silika untuk lapisan penyaringan.

3.2.1 Penyaringan dengan Saringan Pasir Lambat Up Flow


Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat Up Flow
sama dengan saringan pasir lambat Down Flow yaitu terdiri atas bangunan penyadap, bak
penampung/bak penenang, saringan awal dengan sistem, saringan pasir lambat utama, bak air
bersih, perpipaan, kran, sambungan dll. Purbo, Anton dan Frans (2012) dalam Nusa 1999.
Air yang digunakan adalah air dari saluran irigasi sekunder. Air sungai dialirkan
secara gravitasi melalui bangunan penyadap ke dalam bak penenang pertama, selanjutnya
mengalir ke bak saringan awal dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow) dengan
kecepatan pengaliran 16 m3/m2 hari. Air hasil penyaringan dialirkan ke bak penenang ke dua
dan selanjutnya masuk ke bak saringan pasir ke dua sistem aliran Up Flow dengan kecepatan
penyaringan 5m3/m2 hari. Air hasil penyaringan ke dua tersebut ditampung di dalam bak air
bersih, selanjutnya dialirkan ke kontraktor chlorine dan dialirkan ke konsumen (Arie dan
Nusa, 2005)

3.2.2 Mekanisme Penyaringan Saringan Lambat


Langkah awal dalam pengoperasian saringan pasir lambat yaitu dengan pengisian air
dari dasar atau secara Up Flow dengan air bersih. Hal ini akan mendorong keluarnya udara
yang masuk melalui pori-pori media, kemudian operasi filtrasi dapat dimulai dan
membutuhkan waktu beberapa minggu untuk membentuk lapisan Schmutzdecke dan
menghasilkan kualitas effluent yang dapat diterima. Selama operasi air yang ada pada unit
saringan pasir lambat ini harus selalu menggenangi media pasir untuk menjaga agar
organisme yang ada pada permukaan lapisan pasir tidak mati.
Proses pengaliran air hujan ini dilakukan secara kontinyu, sehingga menyebabkan
mikroorganisme tumbuh dengan sendirinya pada lapisan paling atas media pasir. Lapisan
Schmutzdecke akan terjadi proses pengurangan partikel tersuspensi, bahan organik, dan
bakteri melalui proses oksidasi biologis maupun kimiawi. Air dialirkan ke tangki penerima,
kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia untuk mengendapkan kotoran
yang ada dalam air. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan saringan pasir lambat dan
kemudian dialirkan ke bak penampung air bersih.

Air dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran yang ada di dalamnya
akan tertahan pada media pasir oleh karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat organik
maupun anorganik pada media filternya akan terbentuk lapisan (film) biologis. Terbentuknya
lapisan ini maka proses penyaringan secara fisika dapat juga menghilangkan (impuritis)
secara biokimia, ammonia dengan konsentrasi yang rendah, zat besi, mangan dan zat-zat yang

10
menimbulkan bau dapat dihilangkan dengan cara ini. Hasil dengan cara pengolahan ini
mempunyai kualitas baik (Purwo, Anton dan Frans, 2012)

3.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Saringan Pasir Lambat Up Flow


Pengolahan air bersih menggunakan sistem saringan pasir lambat dengan arah aliran
dari bawah ke atas mempunyai keuntungan antara lain tidak memerlukan bahan kimia,
sehingga biaya operasinya sangat murah, dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna
serta kekeruhan, dapat menghilangkan ammonia dan polutan organic karena proses
penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia, sangat cocok untuk daerah pedesaan serta
proses pengolahan sangat sederhana, dan perawatan mudah karena pencucian media
penyaring (pasir) dilakukan dengan cara membuka kran penguras, sehingga air hasil saringan
yang berada di atas lapisan pasir berfungsi sebagai air pencuci. Dengan demikian pencucian
pasir dapat dilakukan tanpa pengerukan media pasirnya.

Teknologi saringan pasir lambat yang telah diterapkan di


Indonesia biasanya adalah saringan pasir lambat konvensional dengan arah aliran dari atas ke
bawah (down flow), namun dari pengalaman yang diperoleh ternyata terdapat beberapa
kelemahan. Adapun beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat konvensional
tersebut yakni jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi besar
sehingga sering terjadi kebutuan. Kecepatan penyaringan rendah sehingga memerlukan
ruangan yang cukup luas, pencucian filter dilakukan secara manual, yaitu dengan cara
mengeruk lapisan pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih
dimasukkan lagi ke dalam bak saringan seperti semula. Tanpa bahan kimia alat tidak dapat
digunakan untuk menyaring air gambut, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut dapat
ditanggulangi dengan cara modifikasi desain saringan pasir lambat yakni dengan
menggunakan proses saringan pasir lambat “Up Flow” (penyaringan dengan aliran dari
bawah ke atas).

3.3 Media Penyuluhan


 Demostrasi atau Peragaan
Pembuatan saringan pasir lambat Up Flow agar dapat lebih mudah diterima oleh
warga desa perlu dilakukan pemberian informasi dan demostrasi pembuatan teknologi
tersebut secara langsung. Dapat juga dengan memberikan pelatihan kepada
masyarakat. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk mencapai keberhasilan dari
teknologi tersebut. Teknologi pembuatan saringan pasir lambat ini digunakan sangat
aplikatif diterapkan di daerah pedesaan, karena sistem ini cukup sederhana baik dari
segi konstruksi operasionalnya, serta biaya operasi yang sangat murah. Saringan pasir
lambat ini juga dapat dirancang dengan kapasitas sesuai yang dibutuhkan.
 Prototipe
Alat ini berguna saat memberikan penyuluhan kepada warga desa sebelum langsung
melakukan demostrasi langsung dilapangan. Memberikan gambaran umum alat dan
bahan serta metode kerja pembuatan saringan pasir lambat Up Flow tersebut.

11
PENUTUP

Kesimpulan
Penyuluhan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Desa
Tawangargo yaitu sulitnya mencari sumber air bersih. Desa Tawangargo termasuk desa
dengan intensitas hujan yang relatif tinggi. Karena sering terjadi hujan maka permasalahan
krisis air bersih tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan air hujan sebagai alternatif untuk
mendapatkan air bersih melalui penampungan air hujan di wilayah tersebut. Kemudian air
akan difiltrasi sehingga nantinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Tawangargo untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amanah, Siti. 2007. Makna Penyuluhan dan Trasformasi Perilaku Manusia. Jurnal
Penyuluhan. Vol. 3, No. 1 pp. 63-67

Bagundol, Timoteo B, Anthony L.,and Marie Rosellynn. 2013. Efficiency of Slow Sand Filter
in Purifying Well Water.J. Multidisciplinary Studies. Vol. 2, No. 1 pp. 86-102

Harsoyo, Budi. 2010. Teknik Pemanenan Air Hujan (Rain Water Harvesting) Sebagai
Alternatif Upaya Penyelamatan Sumberdaya Air Di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal
Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol. 11, No. 2 pp. 29-39

Hasyimi, H.and Mardjan Soekirno. 2004. Pengamatan Tempat Perindukan Aedes aegypti
Pada Tempat Penampungan Air Rumah Tangga Pada Masyarakat Pengguna Air
Olahan.Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 3, No. 1 pp. 37-42

Herlambang, Arie and Nusa Idaman Said. 2005. Aplikasi Teknologi Pengolahan Air
Sederhana Untuk Masyarakat Pedesaan. JAI. Vol. 1, No. 2 pp. 113-122

Pranata, Andhi, Muhammad Saleh Soeaidy,and Imam Hanafi. 2016. Kerja Sama Antar
Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air (Studi Pada Kerja Sama
Kota Malang dengan Kota Batu dan Kota Malang dengan Kabupaten Malang Dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air).Jurnal Administrasi Publik. Vol. 3, No. 10 pp. 1787-
1791

Said, Nusa Idaman and Heru Dwi Wahjono. 1999. Teknologi Pengolahan Air Bersih dengan
Proses Saring Pasir Lambat “Up Flow”. Jakarta pp. 90-115

Subekti, Purwo, Anton Ariyanto,and Frans Yadi Simamora. 2012. Perencanaan Instalasi
Pengolahan Air Bersih dengan Saringan Pasir Lambat “Up Flow” Di Kampus
Universitas Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulupropinsi Riau.Jurnal Aptek. Vol.
4. No. 2 pp. 77-88

Untari, Tanti and Joni Kusnadi. 2015. Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Layak Konsumsi
Di Kota Malang dengan Metode Modifikasi Filtrasi Sederhan.Jurnal Pangan dan
Agroindustri. Vol. 3, No. 4 pp. 1492-1502

Utomo, Sudiyo, Tri M. W. Sir,and Albert Sonbay. 2012. Desain Saringan Pasir Lmabat Pada
Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAB) Kolhua Kota Kupang. Jurnal Teknik Sipil.
Vol. 1, No. 4 pp. 38-46

13

Anda mungkin juga menyukai