Anda di halaman 1dari 10

Gejala Klinik Apendisitis Akuta dan Penatalaksanaannya

Kelompok E6
Prahasta Listianing Renny 102012144
Andyno Sanjaya 102013313
Dola Lonita 102013342
Andy Akhmad Riskal 102014067
Aldesy Yustika Indriani 10201476
Isalin Silvanny Homer 102014155
Elizabeth Anastasya Yoltuwu 102014175
Intan Novia Sari 102014189
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151
Email: pble6ukrida@gmail.com

Pendahuluan

Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang tersering. Appendix disebut juga umbai cacing, apendisitis
merupakan peradangan yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen appendix.
Sebagian kecil appendix dapat menjadi membengkak atau nekrosis mengenai seluruh
appendix. Apendisitis termasuk penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi dan tindakan
bedah segera mutlak diperlukan pada apendisitis akut untuk menghindari komplikasi yang
umumnya berbahaya.1

Makalah ini akan membahas apendisitis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan, gejala
klinik, diagnosis kerja, diagnosis banding, etiologi, epidemiologi, diagnosis, patofisiologi,
pencegahan, komplikasi, dan penatalaksaan.

Anatomi dan Fisiologi Appendix

Appendix merupakan saluran muskular sempit yang mengandung sejumlah besar


jaringan limfoid. Organ ini panjangnya bervariasi dari 3 hingga 5 inci (8-13 cm). dasarnya
menempel pada permukaan posteromedial caecum kira-kira 1 inci (2,5 cm) di bawah taut
ileocaecal. Bagian appendix lainnya menggantung bebas. Organ ini seluruhnya dibungkus
peritoneum, yang menempel ke mesenterium pendeknya, mesoappendix. Mesoappendix
berisi pembuluh darah dan nervus appendix. Appendix terletak dalam fossa iliaca dextra, dan

1
bila dipandang dari dinding abdomen anterior, dasarnya terletak di sepertiga garis yang
menghubungkan spina iliaca anterior superior dengan umbilicus (titik McBurney). Di dalam
abdomen, dasar appendix mudah ditemukan dengan mengenali taenia coli caecum dan
mengikutinya ke dasar appendix, di situ bertemu membentuk lapisan otot longitudinal
kontinu.2

Ujung appendix cenderung bergerak secara bebas dan dan dapat ditemukan pada
posisi berikut:2

a) Menggantung kebawah ke dalam pelvis bersandar pada dinding pelvis


b) Tergulung ke atas di belakang caecum
c) Menonjol ke atas di sepanjang sisi lateral caecum
d) Di depan atau di belakang pars terminalis ilei

Posisi pertama dan kedua merupakan letak yang paling sering. Appendix diperdarahi oleh
ateria arteri appendicularis yang merupakan cabang arteria caecalis posterios, dan vena
appendicularis yang bermuara ke dalam vena caecalis posterios. Pembuluh limfe bermuara ke
dalam satu atau dua nodi yang terletak pada mesoappendix dan akhirnya ke dalam nodi
mesenterici superiors. Appendix disarafi oleh nervus sympathicus dan parasympathicus
(vagus) dari plexus mesenterica superior. Secara fisiologi appendix adalah organ imunologik
yang berperan dalam sekresi IgA karena termasuk dalam komponen gut-associated lymphoid
tissue (GALT) pada waktu kecil. Namun sistem imun tidak mendapat efek negatif apabila
apendektomi dilakukan.2,3

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.4

Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan


identitas pasien tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang berhubungan dengan gejala penyakit, perjalanan penyakit dan keluhan penyerta
pasien, riwayat penyakit terdahulu merupakan penyakit yang pernah diderita pasien dapat

2
masa lalu. Riwayat sosial ialah kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan kebiasaan pasien
sehari-hari. Riwayat keluarga ialah riwayat penyakit yang pernah dialami atau sedang diderita
oleh keluarga pasien.4

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa keadaan umum, kesadaran, dan
tanda-tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Bila
pasien dengan keluhan nyeri abdomen, maka anamnesis suatu basis data untuk pembahasan
kemungkinan diagnostik, tetapi keputusan tentang apakah di operasi atau tidak, dibuat atas
dasar pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dalam cara tertib dan sistematik. Enam
gambaran utama pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi,
pemeriksaan rectum/genitalis, dan tes khusus dan tanda. Pasien apendisitis jarang
memperlihatkan tanda toksisitas sistemik. Ia bias berjalan dalam cara agak membungkuk.
Sikapnya di ranjang cenderung tak bergerak, sering dengan tungkai kanan fleksi.5

1. Inspeksi langsung abdomen biasanya tak jelas serta auskultasi atau perkusi tidak
sangat bermanfaat dalam pasien apendisitis.
2. Palpasi abdomen yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi
diindikasikan pada pasien yang dicurigai apendisitis. Palpasi seharusnya dimulai
dalam kuadran kiri bawah, yang dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan
atas dan diakhiri dengan pemeriksaan kuadran kanan bawah. Kadang-kadang pada
apendisitis yang lanjut dapat dideteksi suatu massa. Pada pasien dengan apendistis
pada palpasi dapat ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas (Blumberg sign) lokal
pada derah appendix. Lakukan juga pemeriksaan rovsing sign, tekanlah dalam-
dalam daerah kuadran kiri bawah, kemudian tiba-tiba lepaskan tekanan maka
penderita apendisitis akan merasakan nyeri hebat pada kuadran kanan bawah.
3. Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan pada semua pasien apendisitis.
Rasa nyeri pada bagian kanan pada rectal touché dapat disebabkan oleh inflamasi
adneksa, vesicular semilunaris dan apendisitis. Pemeriksaan rectal touché
dilakukan pada apendisitis untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya
sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka
kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis.5

3
Tes khusus dan tanda merupakan dua tes yang mempunyai kepentingan klinik primer
dalam mengkonfirmasi diagnosis yang telah dibuat dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yaitu tes iliopsoas dan tes obturator:5

1. Tes iliopsosas digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fokus peradangan dalam


muskulus psoas. Pasien ditempatkan dengan posisi tidak nyeri di bawah serta
dengan satu tangan menstabilkan pelvis dan tangan lain ditempatkan pada lutut.
2. Tes obturator, dengan tes obturator pasien ditempatkan dalam posisi terlentang
dengan lutut difleksi dan articulation coxae ditempatkan dalam rotasi interna dan
kemudian eksterna. Jika tes ini positif, maka rotasi eksterna akan menyebabkan
nyeri hypogastrium. Tanda positif menyertai appendix vermiformis perforate,
abses lokalisata, atau adanya hernia obturator.

Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis ringan (10.000-20.000/uL)


dengan peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis berat (>20.000/uL) didapatkan apabila
telah terjadi perforasi dan gangren. Urinalisis dapat digunakan untuk membedakan kelainan
pada ginjal dan saluran kemih. Pada apendisitis akut didapatkan ketonuria. Pada perempuan,
perlu di periksa tes kehamilan bila dicurigai kehamilan ektopik sebagai diagnosis banding.3

Pada pemeriksaan radiolagi, Ultrasonografi (USG) dapat digunakan dengan


penemuan diameter anteroposterior apendiks yang lebih besar dari 7 mm, penebalan dinding,
struktur lumen yang tidak dapat dikompresi, atau adanya apendikolit.3

Gejala klinis apendisitis akut

Gejala klinis klasik pada apendisitis akut adalah apendisitis akut dimulai dengan rasa
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus,
yang disertai dengan nausea, anoreksia, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Rasa nyeri
terus-menerus dan berkesinam-bungan, dengan kram ringan sesekali, dan terdapat juga
episode muntah. Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi peritoneal, nyeri perut
berpindah ke kuadran kanan bawah yang menetap dan diperberat dengan bergerak, berjalan,
maupun batuk, dan pasien juga mengalami konstipasi. Nyeri akan semakin progresif dan
dengan pemeriksaan akan menunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Gejala apendisitis
terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya

4
apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah
terjadi perforasi.3,5

Working diagnosis

Working diagnosis yang dipilih adalah apendisitis akut. Apendisitis merupakan


peradangan pada appendix veriformis yang dapat menyebar ke bagian lain. Apendisitis dapat
terjadi ketika bagian depan appendix yang berpangkal pada sekum tersumbat dimana akan
menyebabkan terproduksinya mukus yang tebal yang akan menyumbat bagian depan
appendix hingga tertutup. Jika tertutup, bakteri akan berkembang dan menginfeksi dinding
appendix yang akan menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga dinding apendiks mulai
“mati” hingga akhirnya mengalami perforasi atau pecah.3

Differential diagnosis

Kehamilan ektopik terganggu (KET)

Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi,


tumbuh, dan berkembang diluar endometrium kavum uteri. Bila kehamilan itu mengalamai
proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET),
yang terbanyak dijumpai adalah kehamilan pada tuba fallopii. KET bisa disebabkan oleh
Penyakit Menular Seksual (PMS) dan adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti
apendisitis atau endometriosis sehingga tuba dapat tertekuk atau lumen menyempit. Gejala
yang paling sering terlihat pada penderita KET adalah nyeri perut secara tiba-tiba, disertai
nyeri pelvik yang difus kemudian diikuti dengan amenore, syok hipovolemik, dan lain – lain.
Nyeri perut pada KET bersifat unilateral ataupun bilateral di abdomen bawah dan terkadang
terasa sampai di abdomen bagian atas, serta terdapat juga nyeri tekan. Untuk membedakan
dengan apendisitis, pada KET ditemukan massa yang batasnya tidak jelas, sedangkan pada
apendisitis terlihat massa yang lebih jelas. Nyeri pada apendisitis sering lokasinya lebih
tinggi, yaitu pada titik McBurney. Untuk membantu diagnosis, dapat dilakukan tes
kehamilan. Tes kehamilan positif berarti KET.5,6

Adneksitis atau Pelvic Inflammatory Disease (PID)

Adneksitis atau PID merupakan suatu infeksi asendens melalui uterus ke tuba
fallopius yang dapat masuk ke rongga peritoneum dan meluas ke jaringan sekitarnya.

5
Adneksitis ini sering ditemukan pada wanita muda dengan insidens paling tinggi usia 15-24
tahun. Etiologinya dapat terdiri atas organisme yang ditularkan melalui hubungan seksual
seperti gonokokus dan klamida maupun organisme yang tidak ditularkan melalui hubungan
seksual, seperti streptokokus, enterobakteri dan bakteriodes. Gambaran klinisnya dapat dari
ringan sampai berat. Gejala umum yang ditemukan adalah nyeri abdomen bawah difus dan
demam tinggi. Nyeri dan demam pada peradangan pelvis secara klasik timbul selama atau
tepat setelah masa haid, suatu fakta yang kadang-kadang bermanfaat dangan membedakan
penyakit peradangan pelvis dan apendisitis. Pada pemeriksaan fisik sering tampil sekresi
vagina dan bersifat purulenta. Penyakit peradangan pelvis khas ditandai nyeri tekan cervix
yang hebat yang dibangkitkan pada gerakan cervix. Di samping itu, biasanya cervix hangat
dan hiperemia serta pada uterus bisa nyeri tekan. Tes konfirmasi mencakup leukositosis dan
kuldosentesis, yang biasa menunjukkan cairan purulenta.5

Mesenteritis akut

Mesenteritis merupakan suatu penyakit dimana berlaku nekrosis, inflamasi, dan


fibrosis jaringan adiposa mesenterium. Gejala pada meseneteritis dapat dibagi menjadi dua
yaitu gejala gastrointestinal dan gejalan non-gastrointestinal. Gejala gastrointestinal seperti
nyeri abdomen, mual dan muntah, kembung, hilang nafsu makan, diare dan konstipasi. Gejala
nongastrointestinal seperti lelah, penurunan berat badan, keringat pada malam hari dan
demam.7

Divertikulitis

Divertikulitis merupakan inflamasi dari divertikula, yang sering diikuti oleh perforasi.
Divertikula ialah kantong divertikulum yang multiple, divertikulum ialah kantong yag
terbentuk di dinding colon akibat kelemahan pada dinding tersebut. Divertikulitis disebabkan
oleh konsumsi serat yang kurang, resistensi dinding kolon melemah, dan gangguan motilitas
(lebih tinggi). Gejala utama divertikulitis adalah nyeri abdomen. Nyeri abdomen bersifat
kram dan sering terlokalisasi. Serangan akut berupa nyeri perut kiri bawah atau suprapubik.
Juga adanya diare, mual dan muntah. Dapat ditemukan demam sedang, distensi abdomen dan
massa abdomen, serta leukositosis.5

Etilogi dan Epidemioligi

Apendisitis akut disebabkan oleh penyumbatan lumen appendix yang diakibatkan


oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing, parasit neoplasma, atau striktur

6
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.3 Apendisitis merupakan kedaruratan bedah
paling sering di negara-negara Barat, jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun dan diatas usia
60 tahun, insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 3:2, tetapi dapat terjadi pada semua usia.1

Patofisiologi

Apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendix yang


diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing, parasit neoplasma,
atau striktur jarena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Sekresi mukosa kontinu,
walaupun ada lumen yang tersumbat dan tekanan di dalam appendix meningkat. Karena
tekanan intralumen meningkat, maka aliran limfe tersumbat, yang menyebabkan edema
appendix dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut terjadi stadium apendisitis fokal akuta yang
di tandai oleh ekstravasasi bakteri yang dini. Karena appendix vermiformis dan usus halus
mempunyai persarafan yang sama, maka mula-mula nyeri visera diterima sebagai nyeri
tumpul samar-samar dalam area periumbilikus. Sekresi mukus yang terus berlanjut dan
tekanan yang terus meningkat menyebabkan obstruksi vena, penigkatan edema, dan
pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga timbul nyeri didaerah kanan bawah. Pada saai ini
terjadi apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan timbul infark
dinding dan gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan pecah
menjadi apendisitis perforasi. Meskipun bervariasi, biasanya perforasi terjadi paling sedikit
48 jam setelah awitan gejala. Bila semua proses di atas berjalan dengan imunitas yang cukup
baik, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendix sebagai mekanisme
pertahanan sehingga timbul massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan
yang terjadi dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak, omentum lebih pendek dan
appendix lebih panjang dengan dinding tipis sehingga mudah terjadi perforasi, sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.3,5

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara medikamentosa dan non
medikamentosa. Secara non-medikamentosa yaitu sebaiknya menjaga kondisi badan dengan
baik dan tidak banyak beraktivitas. Secara medika mentosa dilakukan bila dari hasil diagnosis
positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan
apendiktomi.3

7
I. Pra-operatif,
Observasi ketat, tirah baring, pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah dapat diulang secara periodic, pemberian antibiotic intravena spectrum luas dan
analgesik, dan pada perforasi appendix dapat diberikan resusitasi cairan.
II. Operatif
 Apendektomi terbuka : dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran
kanan bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada
diagnosis yang belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilikal pada garis
tengah.
 Laparoskopi apendektomi : teknik operasi dengan luka dan kemungkinan
infeksi lebih kecil.
III. Pasca-operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam,
syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dalam posisi fowler
dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau
peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus normal kembali. Secara
bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak, dan makanan biasa.3

Komplikasi

Komplikasi yang sering ditemukan pada apendisitis adalah perforasi. Apendisitis


perforasi terjadi biasanya karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Secara
umum, semakin lama penundaan antara diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan
perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah timbulnya gejala paling tidak 15%. Oleh karena itu,
setelah ditetapkan diagnosa apendisitis akut, operasi harus segera dilakukan tanpa penundaan
lagi. Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendix yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendix,
sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun
suatu peritonitis generalisata. Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri
masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.8,9

Pencegahan

Pencegahan pada apendisitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau


peradangan pada lumen appendix. Obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak
adekuatnya diet serat/diet tinggi serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga

8
meminimalkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendisitis
meminimalkan resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis. Pencegahan apendisitis
dilakukan dengan cara menjaga pola konsumsi makanan sehari – hari. Contohnya masyarakat
di negara maju sudah mulai sadar akan pentingnya makan makanan yang baik untuk
kesehatan dengan mengkonsumsi banyak makanan berserat. Kebiasaan diet tinggi serat akan
menyebabkan kejadian apendisitis jarang terjadi, dikarenakan serat akan menurunkan
viskositas feses, mempersingkat waktu transit feses dan menghambat pembentukan fekalit,
dimana diketahui bahwa fekalit dapat menyababkan obstruksi pada lumen appendiks.1,8

Prognosis

Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta
pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,2 – 0,8% dan disebabkan oleh
komplikasi penyakit dari pada intervensi bedah. Pada anak angka ini berkisar antara 0,1-1%,
sedangkan pada pasien diatas 70 tahun angka ini meningkat diatas 20% terutama karena
keterlambatan diagnosis dan terapi.3

Kesimpulan

Wanita berusia 35 tahun menderita apendistis akut, berdasarkan gejala klinis yaitu
nyeri hebat pada perut kanan bawah, disertai mual dan muntah, dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya nyeri tekan kanan bawah dan nyeri lepas.

9
Daftar Pustaka

1. Grace PA, Borley NR. At Glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EMS;2007.h.105-
7.
2. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan regio. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;2013.h.185-6.
3. Wibisono E, Jeo WS. Apendisitis. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.213-4.
4. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007.1-17
5. Sabiston DC. Buku ajar bedan bagian I. Jakarta: EGC;2007.
6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Obstetri William. Edisi ke-21. Jakarta: EGC;2006.
7. Longo DL, Kaper DL, Jameson JL, Fauci AS. Harrison’s prinsciples of internal
medicine. Acute appendicitis and peritonitis. Philadelphia. USA: Mc Graw Hill;2012.
8. Doherty GM. Current diagnosis and treatment. Thirteenth edition. United States: Mc
Graw Hill Medical;2006.
9. Schwartz SI, Shires GTM, Spencer FC. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6.
Jakarta; EGC;2007.

10

Anda mungkin juga menyukai