PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Muhammadiyah, untuk mencetak peserta didik/lulusan sekolah Muhammadiyah,
sebagai berikut:
1. Memiliki jiwa Tauhid yang murni
2. Beribadah hanya kepada Allah
3. Berbakti kepada orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat
4. Memiliki akhlaq yang mulia
5. Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan
6. Berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap lembaga pendidikan
Muhammadiyah diwajibkan memasukkan mata pelajaran Al-Islam /
Kemuhammadiyahan (AIK) sebagai bagian integral dari kurikulum dengan harapan
dapat mempengaruhi karakter para peserta didik baik selama proses pendidikan
berlangsung terlebih setelah mereka lulus.
Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan:
1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama
Islam dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis.
2. Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat
tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan.
3. Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga
pendidikan Muhammadiyah
3
pendidikan lain yang unggul. Pendidikan AIK pun dipandang kurang menyentuh
subtansi yang kaya dan mencerahkan. Kritik apapun harus diterima untuk perbaikan
dan pembaharuan.
Pendidikan Muhammadiyah merupakan bagian yang terintegrasi dengan
gerakan Muhammadiyah dan telah berusia sepanjang umur Muhammadiyah. Jika
diukur dari berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (1 Desember 1911)
Pendidikan Muhammadiyah berumur lebih tua ketimbang organisasinya (Adaby
Darban,2000 : 13). Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari “sekolah”
(kegiatan Kyai dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan
secara informal dalam pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan
pengetahuan umum di beranda rumahnya. Lembaga pendidikan tersebut sejatinya
sekolah Muhammadiyah, yakni sekolah agama yang tidak diselenggarakan di surau
seperti pada umumnya kegiatan umat Islam pada waktu itu, tetapi bertempat tinggal
di dalam sebuah gedung milik ayah KH Dahlan, dengan menggunakan meja dan
papan tulis, yang mengajarkan agama dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu
umum (Djarnawi Hadikusuma,t.t : 64).
4
BAB III
KESIMPULAN
5
DAFTAR PUSTAKA