Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Fisiologi Normal Pada Wanita Hamil

1. Sistem Pulmonary

Saluran napas atas dapat menggelembung karena pembangkakan


kapiler sehingga ibu yang hamil lebih rentan untuk mengalami epistaksis dan
penyumbatan saluran napas atas akibat peningkatan volume darah. Ketika
kehamilan berlanjut, diagfragma terdorong keatas setinggi 4 cm sehingga
terjadi pemendekan paru- paru sebesar 4cm dan penurunan cadangan oksigen.
Sirkumferensia dada meningkat sebesar 6 cm dan diameter transversalnya
meningkat sebanyak 2 cm untuk mengimbangi berkurangnya panjang paru-
paru. Volume residual menurun sebanyak 800 ml, dan kapasitas residual
fungsional menurun sebesar 20% hingga kapasitas tersebut tinggal 1350 ml.
Relaksasi ligamentum dan pengembangan flaring margo kostalis akan
mengimbangi penurunan kapasitas ini. Pada hakikatnya kapasitas vital tidak
berubah. Semua perubahan ini merupakan predisposisi untuk terjadinya
hipoksia dan rasa sesak napas. Dengan pergerakan diagfragma ke atas, lobus
inferior paru lebih sulit bergerak. Dispnea terjadi pada 60% wanita hamil.
Oleh karena itu, wanita hamil tidak boleh dibaringkan dalam posisi
trendelenburg. Dalam posisi ini, ia tidak dapat bernapas dengan memadai.

Kebutuhan oksigen dapat meningkat hingga 10-20% di atas keadaan


tidak hamil sebagai reaksi terhadap peningkatan pertumbuhan dan
metabolisme. Volume tidal meningkat sampai 600 ml, dan frekuensi
pernapasan meningkat sebesar 15% sehingga terjadi peningkatan volume
semenit sebanyak 26-50%. Semua perubahan ini menghasilkan keadaan
hiperventilasi yang kronis dan alkalosis respiratorik kompensata.
Perubahan gas darah arteri meliputi tekanan parsial oksigen (100-104
mmHg), oksimetri nadi (≥ 96% ), tekanan parsial karbon dioksida (18-22
mEq/L). Perubahan tersebut menghasilkan gradient untuk pertukaran oksigen
dan karbon dioksida dengan janin. Tekanan parsial karbon dioksida dalaam
arteri sebesar 35-40 mmHg dapat menunjukkan asidosis respiratorik bagi
wanita hamil. Kompensasi pH akan terjadi melalui ekskresi bikarbonat yag
dikeluarkan oleh ginjal dari tubuh ibu dengan penurunan kapasitas buffer
sesudah trauma.

2. Sistem Kardiovaskuler

Kehamilan menstimulasi suatu uji stress pada sistem kardiovaskuler.


Perubahan mulai terjadi pada kehamilan 4-6 minggu dan terus
berlanjutbsampai kurang lebih 34 minggu. Semua perubahan ini dimaksud
untuk melindungi ibu maupun bayinya dan menyediakan persedian oksigen
serta nutrient dengan jumlah yang meningkat pada janin.

a. Perubahan Anatomi Jantung

Dengan membesarnya uterus yang mendorong diafragma ke atas, jantung


akan terdesak ke atas dan berotasi kedepan serta kekiri sehingga terjadi
pergeseran sumbu elektrik ke kiri sebesar 15◦. Hipertrofi jatung terjadi
karena peningkatan volume darah. Bising ejeksi sistolik terdapat pada
90% wanita hamil. Intensitas suara jantung pertama serta ketiga juga
meningkat dengan splitting yang berlebihan diantara penutupan katup
mitral dan tricuspid. Perubahan EKG yang signifikan tidak terdapat ,
kendati konstraksi premature atrium dan ventrikel sering dijumpai.
Gelombang Q padasadapan aVF serta sadapan III dan gelombang T yang
mendatar atau terbalik (sadapan III) juga bisa ditemukan.
b. Curah Jantung

Wanita hamil akan mengalami curah jantung yang tingggi dengan


resistensi yang rendah. Curah jantung meningkat sebesar 20-30% atau
1,5L/menit dalam trisemester pertama dan mencapai puncaknya yaitu 6-
7L/menit, pada akhir trisemester kedua akibat pelepasan katekolamin.
Curah jantung tetap meningkat hingga kehamilan cukup bulan ketika
pengukurannya dilakukan dalam posisi berbaring pada sisi kiri, kendati
volume sekuncup hanya mengalami sedikit kenaikan.

c. Frekuensi Jantung

Meningkat hingga melampaui frekuensi sebelum hamil, peningkatan


sebesar 10-20 kali per menit pada trisemester ketiga ini nadi 80-95 kali per
menit, baik pada keadaan terbangun maupun tidur dianggap normal.
Frekuensi jantung yang terus lebih tinggi dari pada 100 kali per menit
dapat menujukkan keadaan hipovolemia.

d. Tekana Darah Arteri

Dalam trisemester pertama . Pasien relative menjadi lebih resisten


terhadap efek vasopressor yang ditimbulkan oleh renin dan angiostensin
II dalam trisemester kedua serta ketiga, dan dilatasi pembuluh darah.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5-15 mmHg dan diastolic
sebesar 5-10 mmHg, terjadi pada trisemester kedua sehingga tercapai
tekanan darah rata-rata 102/55 mmHg. Penurunan resistensi perifer akan
meningkatkan tekanan nadi. Tekanan darah akan naik kembali dalam
trisemester ketiga hingga 108/67 mmHg karena peningkatan volume darah
dan kongesti darah vena. Tekanan darah yang lebih tinggi dari keadaan
sebelum hamil tidak pernah dianggap normal. Wanita hamil dengan pre
ekslamsia telah mengalami penurunan resistensi terhadap angiostensin dan
menjadi hiperreaktif terhadap renin serta angiostensin dalam posisi
terlentang untuk mengimbangi penurunan aliran balik darah. Tekanan
diastolic > 90 mmHg dapat menunjukkan hipertensi kehamilan dan harus
meningkatkan kewaspadaan dokter.

e. Tekanan Darah Vena

Tekanan vena sentral akan turun dalam trisemester ketiga hingga separuh
dari nilai sebelum hamil terjadi penumpukkan dan stasis darah vena.
Kompresi vena oleh uterus akan meningkatkan tekanan vena pelvis serta
periver dan kongesti darah vena dalam ekstermitas bawah, keadaan ini
bisa meningkatkan perdarahan dari edera jaringan lunak, fraktur pelvis,
dan bahkan cedera ringan pada ekstermitas bawah. Kompresi tersebut juga
dapat menimbulkan vena varikosa dan kram tungkai.

f. Aliran Darah Tepi

Dalam trisemester pertama dan kedua, penurunan resistensi tepi atau


perifer akan disertai dengan peningkatan sirkulasi perifer. Dengan
demikian, wanita hamil yang dalam keadaan renjatan(syok) kemungkinan
kulitnya tidak dingin dan basah, tetapi teraba hangat dan kering.

3. Sistem Hematologi

a. Volume Plasma

Mulai meningkat menjelang minggu kesepuluh untuk mengisi vaskulotur


uteroplasenta. Menjelang minggu ke 34, volume plasma meningkat
sebesar 35-50% atau 40-70 ml/Kg (1200-1600 ml) hingga pada saat cukup
bulan tercapai volume total 7-8 L. Keadaan hipovolemea ini dapat
menutupi kehilangan volume darah maternal yang terjadi secara bertahap
sbesar 30% (1500 ml) atau kehilangan darah yang akut sebesar 25%
sebelum muncul perubahan yang dapat diukur pada tanda-tanda vital. Rata
–rata wanita hamil memiliki toleransi terhadap kehilangan darahsebesar
30-35%(1500 ml) sebelum mengalami hipotensi yang ekstrim. Ketika
terjadi kehilangan darah, tanda- tanda vital maternal dapat dipertahankan
dengan mengorbankan perfusi darah ke dalam uterus sehingga janin
menghadapi resiko hipoksia yang dini. Renjatan maternal berkaitan
dengan angka mortalitas fetal sebesar 80%.

b. Massa Sel Darah Merah Total

Meningkat sebesar 20-35% (25-30 ml/Kg) sebagai akibat sekresi


eritropoitin plasenta untuk memenuhi kebutuhan janin akan oksigen. Jika
peningkatan volusme plasma melebihi massa sel darah merah, ibu yang
hamil akan mengalami anemia fisiologik dan menjadi mudah letih. Nilai
hematocrit normal sebelum hamil yang yang besarna 40-45% dapat turun
sebanyak 10-12 gm/dl sehingga pada kehamilan 30 minggu akan
mencapai nilai 32-34%, sebagai akibat dari hemodilusi yang disebabkan
oleh peningkatan volume plasma.

c. Leukositosis

Terjadi dalam paruh terakhir kehamilan serta pada persalinan, dan


menyebabkan jumlah sel darah putih mencapai 12000-18000/m. Nilai
tersebut dapat meningkat sampai setinggi 25000 sebagai reaksi terhadap
keadaan stress. Pemeriksaan hitung dan jumlah trombosit tidak
menunjukkan perubahan.

d. Factor Koagulasi

Laju endapan darah meninggi karena peningkatan jumlah fibrinogen (80-


180 mg/dl menjadi 350-450 mg/dl). Kehamilan menimbulkan keadaan
darah yang mudah membeku sehingga terjadi peningkatan risiko penyakit
tromboemboli. Peningkatan produksi fibrinogen (1,5 kali normal) dan
factor VII, VIII, IX serta X dan penurunan activator plasmogen (aktivitas
fibronolitik) dapat mengakibatkan pembentukan thrombus yang spontan,
khususnya jika ibu tersebut berada dalam keadaan imobilisasi.

4. Sistem Gastrointestinal

a. Dinding Abdomen

Dinding perut mengendur dan teregang secara menyeluruh kerap kali


menutupi tanda- tanda khas defens muscular, rigiditas serta nyeri lepas
yang menunjukkan adanya cedera intraperitoneal, dan membuat
pemeriksaan abdomen dengan melakukan palpasi pada trauma tidak bisa
diandalkan hasilnya.

b. Isi Abdomen

Penyusun organ-organ abdomen dalam kompartemen membuat usus halus


dan organ-organ lain bergeser kearah lateral dan kranial karena
pembesaran uterus;keadaan ini mengubah pola peralihan nyeri .Massa
uterus akan mengganggu upaya pemeriksaan untuk melakukan palpasi
visera atau massa di dalam rongga abdomen dan dengan demikian
mempengaruhi kemampuannya untuk mendeteksi peredaran
intraperitoneal secara klinis.

c. Perut dan Traktus GI

Supresi motilitas lambung yang diinduksi oleh hormon progesterone akan


memperlambat waktu pengosongan saluran cerna dan meningkatkan
sekresi lambung. Umumnya perubahan tersebut menimbulkan gejala
heartburn dan konstipasi , tetapi juga dapat membuat pasien lebih mudah
muntah serta mengalami aspirasi pada saat trauma dan intubasi; keadaan
ini juga dapat menyerupai silent abdomen. Usus akan terkompresi
sehingga kemungkinan cedera bertambah besar. Yang menarik perhatian
apendiks akan berada di kuadran kanan atas pada saat trisemester ketiga.
d. Hepar dan Limpa

Akan mengalami distensi ringan, terkompresi, tergeser sehinggakedua


organ tersebut menjadi lebih mudah mengalmai cedera atau ruptur.

5. Sistem urogenital

a. Kandung Kemih

Melekat pada segmen bawah uterus serta biasanya terkompresi di antara


uterus dan dinding abdomen karena kandung kemih akan bergeser ke atas
serta ke anterior akibat pertumbuhan uterus dengan demikian kandung
kemih berada diluar perlindungan lingkar pelvik. Secara khas kandung
kemih akan mudah cedera jika terjadi trauma pa daerah suprapubik.
Kemungkinan hipertrofi ginjal dan dilatasi kaadises renis serta ureter
harus dipikirkan ketika kita menafsirkan urogram.

b. Peningkatan Frekuensi Buang Air kecil

Dalam trisemester pertama dan ketiga terjadi peningkatan frekuensi BAK


akibat peningkatan filtrasi renal (karena pengkatan aliran darah ginjal
sebesar 30%) dan kompresi kandung kemih. Peningkatan pasokan darah
melalui pembuluh darah renal ini memperbesar kehilangan darah pada saat
trauma, jika dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Laju filtrasi
glomerulus meningkat, kreatinin klirens meningkat, sedangkan kadar
kadar kreatinin dan ureum menurun. Meskipun glikosuria sering terdapat,
hematuria dan albuminuria di anggap sebagai keadaan yang abnormal

2.2 Jenis Trauma Pada Kehamilan

Ibu hamil memang rentan terhadap trauma karena


perubahanperubahananatomis dan fisiologis selama kehamilan. Pada kehamilan
muda, dengan kenaikkan kadar ßhCG, maka mual dan muntah adalah gejala yang
hampir selalu dijumpai. Demikian juga kenaikan volume plasma yang lebih
besar dibanding kenaikan korpuskuli darah menyebabkan terjadinya pengenceran
darah yang berakibat terjadi penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah
juga mengakibatkan keluhan pusing.
Penyebab terbanyak trauma pada ibu hamil adalah kecelakaan lalu lintas
(MVCs, motor vehicle crashes sebanyak 42%, disusul dengan jatuh (falls, 34%),
serangan (assaults, 18%) dan luka bakar (burns, <1%). Insidensinya meningkat
seiring meningkatnya usia kehamilan. Lebih dari separoh trauma terjadi pada
trimester ketiga, dengan kecelakaan lalu lintas menduduki 50%, sedang jatuh dan
serangan masing-masing 22%, meskipun data ini dianggap underestimates,
karena banyak trauma pada ibu hamil yang tidak masuk dalam trauma center.
Jenis trauma lan adalah serangan dari partner dekat atau kekerasan dalam rumah
tangga (intimate partner violence, IPV 3,3%), bunuh diri (3,3%), pembunuhan
dan luka tembak sebesar 4%.

a. KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga )


Menurut data yang diperoleh dari Rumah Perempuan NTT selama
pendampingannya terhadap perempuan korban kekerasan pada tahun 2008,
tercatat kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) sebanyak 78 kasus. Angka
ini sedikit bila dibanding tahun 2007, tercatat KDRT sebanyak 95 kasus.
Kejadian kekerasan digambarkan seperti gunung es yaitu data yang
tercatat sedikit dibanding peristiwa yang terjadi. Biasanya perempuan yang
menjadi korban kekerasan enggan untuk melapor kepada pihak yang berwajib
karena dianggap sebagai rahasia keluarga, padahal justru anggapan ini membuat
sulitnya mencarikan cara penyelesaian masalah dan terkesan membiarkan pelaku
bebas yang mungkin akan ada korban baru lagi.
Kekerasan dalam kehamilan sering terjadi secara fisik, psikis, finansial/
pembatasan ekonomi dan seksual yang menimbulkan nyeri dan kerusakan yang
berdampak lama setelah kejadian tersebut. Kehamilan adalah suatu krisis yang
mematangkan dan dapat menimbulkan stress, tetapi imbalannya adalah wanita
tersebut siap menghadapi fase baru untuk bertanggung jawab terhadap individu
yang ada dalam rahimnya dan setelah melahirkan akan mengasuhnya. Konsep
dirinya juga berubah siap menjadi orangtua dan tugas sosial yang bakal
diembannya. Secara sederhana ia berubah dari memperhatikan dirinya menjadi
seorang yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup seorang individu
baru, baik dalam pertumbuhan maupun dalam perkembangannya. Hal ini
membutuhkan tugas perkembangan yang pasti dan tuntas meliputi menerima
kehamilan, mengidentifikasi peran sebagai ibu, membangun hubungan yang baik
dengan suami, orangtua, petugas kesehatan, janin yang ada dalam kandungannya
dan menyiapkan kelahiran janinnya kelak (Wayland & Tate, 1993; Zachariah,
1994). Dukungan suami secara emosional dan komunikasi efektif antara anggota
keluarga adalah factor yang sangat penting untuk suksesnya tugas perkembangan
pada masa ini (Mercer, 1995).
Kekerasan pada ibu hamil dapat berdampak langsung maupun tidak
langsung pada ibu dan janinnya. Akibat langsung yang berdampak pada ibu
adalah luka, kecacatan fisik ibu, perdarahan, shok, meninggal dunia. Sedangkan
akhibat tidak langsung pada ibu adalah: infeksi, infertilitas (kemandulan),
meningkatnya kecemasan, depresi, kondisi ibu menjadi lebih buruk (anemia
ringan menjadi anemia berat, tidak ada peningkatan berat badan bahkan berat
badannya menurun, dll) mungkin ibu menjadi perokok, peminum alkohol,
pengguna obat-obat terlarang, tidak ada akses terhadap pelayanan kebidanan,
adanya keinginan untuk mengakhiri kehidupan janin (aborsi) dan mengakhiri
kehidupan dirinya (bunuh diri). Dampak pada janin adalah dapat terjadi abortus
(keguguran), abratio placenta (ari-ari terlepas dari rahim sebelum persalinan),
persalinan prematur, janin mengalami kecacatan, kematian janin dalam
kandungan. (Harlap & Shiono, 1980).
Saat terjadi pertengkaran atau perselisihan dalam rumah tangga, sering
kali ibu hamil menjadi korban pukulan atau kekerasan yang mempunyai dampak
pada kandungannya. Contoh yang sering terjadi adalah pukulan langsung ke
perut maupun tidak sengaja terjatuh.
b. Partner Abuse Pada Kehamilan
Partner abuse merupakan kekerasan penyiksa yang dilakukan oleh pasanganibu
hamil dan sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan. Kekerasan tersebut
dapat berupa :
1. Kekerasan Emosional
Tindakan pencemoohan, penguncilan, tidak diberi nafkah serta tindakan-
tindakan lain yang bertujuan untuk merendahkan martabat ibu hamil dan
melantarkan atau mengabdikan kepentinganya yang dilakukan pasangan
ibu hamil.Contohnya saja ibu hamil diluar nikah karena suatu sebab maka
keberadaanya tidak diinginkan sering di cemooh ataupun dikucilkan
pasangan ibu hamil.Najman et al (1991) menemukan bahwa kecemasan
postpartum dan depresi lebih banyak terjadi pada kehamilan yang tidak di
rencanakan atau tidak diharapkan.
2. Kekerasan Psikologis
Seperti tidak diperhatikan, suami selingkuh, dimarahi tanpa sebab yang
pasti membuat ibu hamil selalu bersalah, memojokan posisinya dalam
rumah tangga, ibu hamil menanggung beban keluarga, tingkah laku suami
yang buruk (pemabuk, penjudi, pemarah ).

3. Kekerasan Seksual
Lebih dari 5.700 kasus serangan seksual terhadap wanita yang terjadi di
Dallas Country selama 6 tahun, dan mendapatkan bahwa 2 % korban
adalah wanita hamil.Trauma fisik terkait lebih jarang dijumpai daripada
korban perkosaan yang tidak hamil, dan hanya sepertiga serangan terjadi
setelah kehamilan 20 minggu.Dari segi forensik, pengumpulan bukti tidak
mengalami perubahan. Dibandingkan dengan bukan korban, korban
perkosaan memperlihatkan peningkatan insidens penyakit menular
seksual, infeksi saluran kemih, vaginitis, pemakaian obat, dan rawat inap
berulang.
4. Kekerasan Fisik
Berupa tindakan seperti pemukulan, penyiksaan, dibebani kerja
berat.Kekerasan yang terjadi sekitar 7-11% dari wanita yang hamil.
Diperkirakan bahwa 5 juta wanita setiap tahun mengalami serangan fisik
oleh pasangan pria nya. Yang lebih mengerikan adalah bahwa wanita
hamil tidak kebal terhadap kekerasan semacam itu.Dalam sebuah survey
melalui surat baru-baru ini, Memastikan bahwa anggota ACOG secara
rutin menapis 27 % wanita tidak hamil untuk kekerasan rumah tangga
pada kunjungan pertama.Walaupun hanya sepertiga dari para dokter ini
yang pernah mendapat instruksi mengenai kekerasan rumah tangga saat
menjadi residen, dua pertiga telah belajar melalui pendidikan
berkelanjutan.Wanita yang mengalami penganiayaan fisik cenderung
dating terlambat untuk perawatan prenatal.Wanita yang mengalami
penganiayaan selama hamil juga beresiko lebih besar melahirkan bayi
berat lahir rendah serta menjalani seksio sesarea.
Faktor-faktor resiko untuk penganiayaan fisik pada kehamilan secara
umum dibagi menjadi tiga kategori yaitu Instabilitas Sosial mencakup
faktor-faktor seperti usia muda, tidak menikah, cerai, atau hidup terpisah,
tingkat pendidikan yang rendah atau menganggur dan kehamilan yang
tidak direncanakan. Gaya hidup yang tidak sehat mencakup diet yang
buruk, penyalahgunaan zat termasuk tembakau, alkohol, dan obat
terlarang, serta masalah emosi. Masalah kesehatan fisik mencakup
penyakit medis akut dan kronik serta penggunaan obat-obat dengan resep.
Sayangnya, wanita hamil yang teraniaya cenderung tetap tinggal bersama
penganiayaan, dan 60% melaporkan serangan fisik sebanyak dua kali atau
lebih selama hamil .

 Faktor terjadinya partner abuse


Bullock dan Mc. Failane (1989) menemukan prevelansi yang
meningkat untuk bayi dengan BBLR pada ibu yang mengalami kekerasan
selama hamil.Kebanyakan wanita hamil yang mengalami kekerasan adalah
karena pendidikan yang rendah, umur yang terhitung masih muda, hamil di
luar nikah, dan kehamilan tidak diharapkan.

1. Hamil diluar Nikah


Jika kehamilan tidak diharapkan, secara otomatis ibu akan sangat
membenci kehamilannya, sehingga tidak ada keinginan untuk melakukan hal-
hal positif yang akan meningkatkan kesehatan bayinya. Pada kasus ini kita
waspada akan adanya keguguran (abortus), premature (bayi lahir belum cukup
umur) dan kematian janin. Pada kehamilan di luar nikah, hampir bisa
dipastikan bahwa pasangan masih belum siap dalam hal ekonomi. Selain itu
kekurangsiapan ibu untuk merawat bayi juga perlu diwaspadai agar tidak
terjadi postpartum blues atau seorang wanita yang tidak menerima kehadiran
anaknya karena depresi saat dalam masa nifas dan setelah melahirkan .

2. Kehamilan tidak diharapkan

Kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan sebagai suatu


anugerah.Seorang wanita yang sedang hamil pasti sangat bahagia karena
didalam tubuhnya ada sebuah kehidupan yang sedang dinantikan
kelahirannya.Makhluk kecil inilah yang nantinya membuat pasangan suami
istri berubah status menjadi orang tua dan mengalami berbagai kejadian
berarti dalam hidup ini.Akan tetapi ada beberapa orang khusus yang
terkadang menyesali kehamilannya.

Kehamilan yang tidak diharapkan, tidak direncanakan atau tidak


dikehendaki dapat merupakan krisis yang berat bagi seorang wanita,
terutama jika dukungan dari keluarganya amat kecil dan struktur
emosionalnya terganggu.Wanita tersebut dapat merasakan putus asa karena
kehamilannya mungkin mempengaruhi pendidikan, rencana karir, atau situasi
ekonominya.Ia juga dapat merasakan kecemasan, depresi, marah, malu
atau bersalah walaupun lingkungan sosial sekarang memandang kehamilan
tidak sebagai noda seperti masa lalu.

3. Kecelakaan Kendaraan Bermotor


Kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab kematian yaitu
34.080 kasus dan di U.S selalu meningkat sejak tahun 2012 menjadi 4 juta
kasus.Korban kecelakaan kendaraan bermotor yakni 2% merupakan ibu
hamil, kematian janin.82 dari 6% menderita luka akibat tembakan dan 3%
jatuh.

Ibu hamil yang tidak menggunakan sabuk pengaman merupakan


penyebab kematian tertinggi dan menyebabkan cedera parah.Ibu hamil
jarang menggunakan sabuk pengaman karena mengkhawatirkan janin dalam
kandungannya.Pada pasien trauma tumpul, penyebab utama kematian janin
dikarenakan kematian pada ibu.Ibu hamil takut menggunakan sabuk
pengaman karena takut kejadian seperti; mobil terbakar dan mobil tenggelam,
faktanya hal tersebut jarang terjadi.Bahaya jika ibu hamil tidak menggunakan
sabuk pengaman dapat terlempar dan menyebabkan masalah lainnya tidak
memiliki dampak yang terlalu besar bagi penumpang daripada terjebak di
kendaraan.Pada beberapa kasus, tingkat kesadaran dan cedera pada
penumpang dapat diperhatikan dari usaha penumpang untuk membuka sabuk
pengaman dan keluar dari terbakar dan tenggelamnya kendaraan, tetapi
tingkat keparahan cedera pada penumpang dapat terjadi.Penggunaan sabuk
pengaman merupakan hal yang penting untuk ibu hamil ketahui.

Ketepatan penggunaan sabuk pengaman memiliki tujuan yang penting


bagi ibu dan janin. Hal tersebut memiliki dampak 85% untuk mortalitas
dan morbiditas bagi janin apabila ibu hamil menggunakan sabuk
pengaman. Ketidaktepatan penggunaan sabuk pengaman dapat
menyebabkan cedera pada intrauterine dan kematian janin.Pemasangan sabuk
harus teapat berada dibawah perut ibu hamil yang menonjol dan posisi sabuk
diposisikan di sisi uterus dan diantara payudara, midportion dari clavikula.
Apabila pemasangan sabuk pengaman tepat berada dibawah uterus
maka akan meninkatkan tekanan pada uterus dan menyebabkan dampak pada
uterine dan cedera pada janin. Kelonggaran dalam pemakaian sabuk pengaman
tidak dianjurkan, seharusnya sabuk pengaman terkait tepat dan pas sesuai dan
dapat di atur dengan ukuran badan agar nyaman saat
berkendara.Pengembangan Airbag pada saat terjadi kecelakaan dapat
mengurangi resiko cedera pada ibu hamil.Penumpang ibu hamil memiliki
resiko tinggi merugikan bagi ibu hamil saat melakukan perjalanan sehingga
kendaraan diharapkan memiliki air bag dan pemecah kaca. American College
of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan National Highway Traffic and
Safety Administration menganjurkan untuk penumpang ibu hamil
menggunakan sabuk pengaman dan tidak mengabaikan air bag.

4. Serangan Langsung
Serangan langsung yang terjadi di abdomen bisa disebabkan dari
kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat.Memperlakukan wanita dengan
tidak layak merupakan resiko tinggi yang jarang diketahui.ACOG dan U.S
Preventive Services Task Force (USPSTF) merekomendasikan pemeriksaan
lengkap saat kekerasan dilakukan oleh orang terdekat. Setiap anggota keluarga
harus siap siaga terhadap kejadian yang menyerang bertubi-tubi dan akan
terjadi secara tepat dan tidak pasti. Serangan yang meluas dapat terjadi secara
bertubi-tubi pada ibu hamil dan menyerang abdomen dengan hantaman keras
dan tendangan.Perawatan prenatal meliputi pemeriksaan rutin saat terjadi
kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat dan identifikasi pasien harus
dilakukan.Pada pasien yang memiliki riwayat kekerasan yang dilakukan oleh
orang terdekat, pengkajian untuk keadaan depresi dan ingin mengakhiri hidup
harus dilakukan segera dan memprioritaskan keamanan pasien.
Indikator yang menjadi acuan ketika seseorang mengalami kekerasan
yang dilakukan oleh orang terdekat yaitu:

a. Cedera tetap yang disertai riwayat

b. Harga diri rendah, depresi atau keinginan untuk mengakhiri hidup

c. Berprilaku kasar

d. Sering mengunjungi unit gawat darurat

e. Gejala tidak sewajarnya seperti pecandu narkoba

f. Menyalahkan diri sendiri dari akibat cedera yang terjadi

g. Menuntut orang terdekat untuk interview dan memeriksa serta memonopoli diskusi

5. Trauma Tumpul
Cedera intra-abdomen yang serius merupakan hal yang dikhawatirkan dan
mungkin berkaitan dengan peningkatan mencolok vaskularitas panggul dan
abdomen, perdarahan retroperitoneum lebih sering dijumpai dibandingkan dengan
pada wanita tidak hamil.Sebaliknya, cedera usus lebih jarang karena efek protektif
dari uterus yang berukuran besar.Mungkin juga terjadi cedera diafragma, lien, hati
dan ginjal (Flick dkk, 1999 ; Icely dan Chez, 1999).

2.3 WOC

2.4 Klasifikasi Trauma pada Kehamilan

 Trauma minor
Merupakan trauma yang ringan yang terjadi pada kehamilan.Biasanya
disebabkan karena jatuh, pukulan langsung ke perut dan kecelakaan kendaraan
bermotor.Hal ini menyebabkan memar, laserasi dan konstusio.

 Trauma mayor
Trauma sedang sampai dengan berat.Lebih sering menyebabkan kritis pada
kehamilan.Dampaknya dapat berupa patah pada tulang rusuk, patah tulang
panggul.Bahkan tidak jarang ibu hamil datang ke UGD sudah dalam kondisi
yang kritis.

2.5 Manifestasi Klinis

Indikasi dan kontraindikasi

1. Indikasi

a. Ruptur uteri

b. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang ada, misalnya pada
:

1) Atonia uteri

2) Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia pada solusio plasenta dan

lainnya.

3) Couvelaire uterus tanpa kontraksi.

4) Arteri uterina terputus.

5) Plasenta inkreta dan perkreta.

6) Hematoma yang luas pada rahim.

c. Infeksi intrapartal berat.

d. Pada keadaan ini biasanya dilakukan operasi Porro, yaitu uterus


dengan

isinya diangkat sekaligus.

e. Uterus miomatosus yang besar.

f. Kematian janin dalam rahim dan missed abortion dengan kelainan darah.
g. Kanker leher rahim.

2. Kontraindikasi

a. Atelektasis

b. Luka infeksi

c. Infeksi saluran kencing

d. Tromoflebitis

e. Embolisme paru-paru.

f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada adneksa

g. Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix) dan


abses pada cul-de-sac Douglas karenadiduga terjadi pembentukan perlekatan.

Tanda yang utama adalah perdarahan vaginal, kontraksi rahim disertai dengan
keluarnya produk kehamilan.Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
ginekologis dan ultasonografi.Terapi tergantung kondisi klinis ibu dan hasil konsepsi,
secara umum tindakan kuretase cukup memadai. Trauma tumpul yang terjadi pada
umur kehamilan yang lebih tua bisa berakibat terjadinya
ruptur uterus, abruptio placentae, ketuban pecah dini, kelahiran preterm, kematian
ibu dan atau janin.
Tanda Gejala Trauma Fisik :
a. Adanya memar ,laserasi pada jaringan tubuh
b. Odeme,/pembengkakan daerah tertentu yang mengalami trauma/perlukaan.
c. Terjadi perdarahan, pecahnya ketuban, atau terjadinya kontraksi sebelum
waktunya.
d. Bisa saja terjadi syok neurologic,dan hipovolemic jika perdarahan tersebut tidak
segera ditangani.
e. Patah tulang/ fraktur, patah pada tulang rusuk, patah tulang
panggul.
Tanda Gejala Trauma Psikis :
a. Reaksi Cemas
Terjadinya takut,Cemas dan panic berlebihan ibu hamil pada hal-hal yang wajar.
terjadi di trimester 1 dalam kurun waktu yang singkat tanpa sebab yang jelas.
 Kecemasan baru terlihat apabila wanita tersebut mengungkapkanya karena
gejala klinik yang ada,sangat tidak spesifik (tremor,berdebar-debar,kaku
otot,gelisah,mudah lelah,insomnia)
 Timbulnya gejala – gejala somatic akibat hiperaktifitas otonom
(palpitasi,sesak nifas,rasa dingin di telapak tangan,berkeringat,pusing,rasa
terganjal pada leher)
b. Reaksi Panik
 Ditandai dengan rasa takut dan gelisah yang sangat hebat,terjadi dalam
periode yang relative singkat dan tanpa sebab sebab jelas.
 Pasien mengeluhkan nafas sesak,telinga berdenging,jantung berdebar,mata
kabur,
 Pemeriksaan fisik menunjukan gelisah dan ketakutan,muka pucat,pernapasan
pendek,takhikardia.
C. Reaksi hipersensitif
 Ibu hamil menjadi lebih peka perasaanya seperti mudah tersinggung,
 Mudah terpancing emosi marah,dan menangis
 Kadangkala ibu lebih memilih menyendiri/

2.6 Akibat yang Ditimbulkan

Akibat yang timbul dari sebuah trauma tergantung pada umur kehamilan,
jenis, intensitas (berat atau ringan) dan letak trauma. Trauma mayor dapat terjadi
karena beberapa kejadian seperti luka tusuk atau ledakan, luka tumpul yang keras
baik di luar regio abdomen maupun yang mengenai abdomen, pukulan yang
mengenai tulang belakang, luka bakar >20%, kecelakaan lalu lintas yang serius,
fraktur tulang panggul atau tulang panjang lebih dari dua. Keadaan seperti ini
sebagian besar terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian >3 meter,
terkena ledakan, atau terkena proyektil .Pada trauma minor perhatian utama adalah
pada kesejahteraan janin (fetal wellbeing). Bila rekaman kardiotokografi normal,
kondisi ibu stabil, tidak ada kontraksi, hasil pemeriksaan laboratrium juga dalam
batas normal, tidak ada perdarahan vaginal, tidak ada rembesan air ketuban maka ibu
dapat dipulangkan. Ibu harus segera dikonsutasikan dengan ahli obstetrik karena
risiko fetal demise, kelahiran prematur, placental abruption dan BBLR meningkat.

Pada kehamilan muda (trimester pertama), trauma mayor yang mengenai


perut bisa terjadi karena jatuh dengan perut mengenai tanah atau lantai, dan bisa juga
karena pukulan atau sebuah tendangan langsung pada perut. Meskipun kejadiannya
jarang trauma semacam ini bisa mengakibatkan terjadinya keguguran (abortus,
miscarriage). Tanda yang utama adalah perdarahan vaginal, kontraksi rahim disertai
dengan keluarnya produk kehamilan. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan ginekologis dan ultasonografi. Terapi tergantung kondisi klinis ibu dan
hasil konsepsi, secara umum tindakan kuretase cukup memadai. Trauma tumpul yang
terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua bisa berakibat terjadinya ruptur uterus,
abruptio placentae, ketuban pecah dini, kelahiran preterm, kematian ibu dan atau
janin.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis selalu dimulai dengan anamnesis.Bila pasien sadar maka anamnesis
bisa dilakukan langsung dengan pasiennya.Bila pasien tidak sadar maka pengantar
atau orang terdekat dapat menjadi sumber informasi.Setiap wanita hamil yang
mengalami trauma harus dicari kemungkinan terjadinya domestic violence (kekerasan
dalam rumah tangga, KDRT).
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan umum pasien, tanda
vital, tingkat kesadaran.Juga untuk mengetahui letak, jenis, dan intensitas
trauma.Pemeriksaan kehamilan dilakukan sebagaimana pemeriksaan ibu hamil pada
umumnya, meliputi pemeriksaan obstetrik dan penunjang lain, pemeriksaan
kesejahteraan janin termasuk komplikasi kehamilan yang mungkin telah ada
sebelumnya (misal preeklamsia, plasenta previa dll). Pemeriksaan secara khusus
ditujukan terhadap kemungkinan akibat trauma seperti pecahnya selaput ketuban,
abruptio placentae, ruptur uterus, partus prematurus iminens, kematian janin, baik
yang terjadi akibat trauma tumpul maupun trauma tajam.Diagnosis ditegakkan
berdasar hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan obstetrik, pemeriksan penunjang
yang pada umumnya menyangkut kondisi ibu dan janin.
Perhatian terutama ditujukan untuk melihat ada tidaknya kegawat-daruratan
ibu dan atau janinnya, sehingga pertolongan pertama adalah tindakan life saving baik
untuk ibu dan atau janin yang dikandung.
1. USG

Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium


dankeadaan adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan CTscan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih
mahal dan tidakmemvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya
leiomiosarkoma sangat jarangkarena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya

membutuhkan diagnose jaringan.

2. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga pelvis
serta

menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter

3. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa


disertaidengan infertilitas.

4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis


5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum,

kreatinin darah.

6. Tes kehamilan

7. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan


untukmenyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hyperplasia atau

adenokarsinoma endometrium).

2.8 Penatalaksanaan

a. Preoperative

Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur dengan
sangatcermat dan dibersihkan dengan sabun dan air (beberapa dokter
bedah tidakmenganjurkan pencukuran pasien). Traktus intestinal dan kandung
kemih harusdikosongkan sebelum pasien dibawa keruang operasi untuk
mencegahkontaminasi dan cidera yang tidak sengaja pada kandung
kemih atau traktusintestinal.Edema dan pengirigasi antiseptic biasanya
diharuskan pada malam harisebelum hari pembedahan, pasien mendapat
sedative. Medikasi praoperasi yangdiberikan pada pagi hari pembedahan akan
membantu pasien rileks.

b. Postoperative

Prinsip-prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah abdomen


diterapkan,dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer
untuk mencegahtromboflebitis dan TVP (perhatikan varicose, tingkatkan
sirkulasi dengan latihantungkai dan menggunakan stoking.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Primary survey

1. Airway ( jalan nafas ) mendahulukan penyelesaian masalah di jalan


nafas

2. Breathing ( pernafasan ) karena disini letak atau posisi diafragma


berada lebih atas daripada wanita yang tidak hamil.

3. Circulation( sirkulasi atau aliran darah ibu )jangan sampai menghambat vena
cava, posisikan untukmiring atau fowler. Juga yang perlu diwaspadai ialah
kontrol adanya problemperdarahan, karena memang perdarahan merupakan
angka kematian tertinggi untukkasus trauma pada wanita hamil.jika ada
perdarahan kita sebagai tenagakesehatan harus tanggap untuk segera memasang
infuse RL grojok,dan siapkantranfusi set untuk persiapan tranfusi darah jika
sewaktu-waktu dibutuhkan. Sertayang tidak kalah pentingnya adalah oksigenasi
set.Patokannya adalah dengan melakukan resusistasi atau menstabilkan
kondisisiibu seoptimal mungkin. Hal tersebut sudah akan menambah
jaminankeselamatanjanin dalam kandungan.

4. Evaluasi pengaruh trauma terhadap keadaaan janin salahsatunya bisa


diketahui dengan memonitor denyut nadi janin.Begitu juga perlu perhatian
sungguh – sunggguh terhadap kondisi janin jika siibu mengalami kasusseperti
perdarahan per vaginal, solusio plasenta, nyeri yangtiba – tiba di bagianbawah
perut, nyeri yang hebat di seluruh perut sebagai tandaterjadinya robekanlapisan
rahim serta kejang – kejang yang disertai denganhipertensi sebagai tanda –tanda
terjadi eklamsia
b. Pengkajian wanita hamil yang mengalami truma

1. Uterus tumbuh dari berat 60-80 gram menjadi 900-1200 pada saat cukup
bulan .Ukuran organ ini akan membesar 10-20 kali lipat ukuran non-
gravid,kemudian tetap berada di dalam rongga pelvis sampai kehamilan berusia
12 minggu ketika uterus menjadi organ intra-abdomen.Ketik kehamilan berusia
20 minggu,fundus uteri sudah setinggi umbilikus pada kehamilan 36 minggu
mencapai tepi tulang iga(arkus kosta).Uterus merupakan organ dengan tekanan
yang pasif dan tanpa kemampuan autoregulasi.Vasokonstruksi pembuluh darah
uterus terjadi sebagai reaksi terhadap pelepasan katekolamin yang merupakan
mekanisme kompensasi pada awal renjatan.Vasokontruksi ini akan menimbulkan
penurunan aliran darah yang mencolok ke dalam tubuh janin,yaitu 20-
30%,sebelum perubahan pada tekanan darah ibu dapat terdeteksi.
2. Aliran darah uterus akan mengalami peningkatan yang mencolok (500%)dari
sebesar 2% curah jantung hingga mencapai kurang lebih-20% curah jantung atau
500-700ml/permenit pada kehamilan cukup bulan.Sebagai akibatnya,cedera pada
waktu hamil dapat menimbulkan kehilangan darah yang cepat dan berat.seluruh
volume darah akan beredar melalui uterus setap 8-11 menit sekali.
3. Placenta yang sdah mencapai maturitas berbentuk cakram dan pipih dengan
diameter sebesar 20 cm serta ketebalam 2,5 cm pada bagian tengahnya;beratna
mencapai-lebih 500 gram pada saat lahir. Placenta yang berada diantara sirkulasi
darah fetal dan maternal itu,berfungsi sebagai sumber hormon da memungkinkan
pengangkutan nutrien,zat-zat sisa,anti bodi,homon serta elektrolit. Obat-obatan
dan mikroorganisme infeksius dapat melintasi sawar placenta. Permukaan fetal
placenta tampak licin dan mengkilap karna adayna amnion dan korion yang
besambung dengan bagian tepi placenta dan membentuk kantong amnion.
Permukaan maternalnyaterlihat kasar dan menonjol membentuk 10-38 kotiledon
yang melekat pada dinding uterus. Pelepasan prematur satu atau lebih kotiledon
akan menimbulkan gawat janin dan hioksia janin(solusio placenta).
4. Funikulus umbilikalis (tali pusat) memiliki dua buah arteri dan satu vena
besar. Pembuluh arteri tersebut membawa darah yang tidak mengandung oksigen
dari janin ke placenta,sedangkan vena umbilikalis akan mengembalikan darah
yang sudah mengandung oksigen ke dalam tubuh janin. Pembuluh darah tersebut
dibungkus oleh jaringan ikat yang dinamakan wharton’s. Pada saat lahir,tali
pusat memiliki panjang 50 cm dan diameter 12 mm.selama perkembangan janin
tali pusat selalu kaku karena vena darah mengalir melaluinya. Jika aliran darah
ini tergantung oleh trauma atau kompresi,janin akan mengalami hipoksia dan
distres.
5. Kantong amnion atau kantong ketuban memberikan sebuah lingkungan yang
steril,dan mempertahankan suhu yang kostan bagi perkembangan
janin,mencegah pelekatan amnion pada embrio yang sedang
tumbuh,memungkinkan pertumbuhan janin yang simetris serta gerakan janin
yang bebas,berfungsi sebagai bantalan yang mengurangi gaya atau kekuatan
benturan pada janin. Dalam trimester ketiga,rasio antara ukuran janin dan
volume cairan amnion menurun sehingga meningkatkan insiden cedera pada
janin. Pada mulanya,kantong amnion berisi cairan yang diproduksi oleh dinding
selulernya,kendati sebagian besar cairan tersebut berasal dari darah maternal.
Pada kehamilan 37 minggu,terdapat kurang –lebih 1000 ml cairan yang bertukar
setiap 3 jam sekali melalui membran placenta. Janin memelan serta
mengabsorbsi sekitar 400 ml cairan amnion/hari dan pada kehamilan yang lanjut
akan mengekskresikan 500 ml urine/hari kedalam cairan amnion tersebut. Janin
yang mengalami distres akan mengekskresikan mekonium kedalam cairan
amnion sehingga cairan tersebut tampak berwarna hitam kecoklatan atau
memberikan penampakan seperti sup kacang polong.

3.2 Pemeriksaan Fisik

1. Keadekuatan jalanan nafas

2. Frekuensi pernafasan
3. Status jantung pembuluh dara

4. Keluasan cedera yang terjadi

5. Adanya solusio plasenta

6. Perdarahan per vagina

7. Nyeri abdomen

3.3 NANDA, NOC, NIC

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d a. Comfort level (tingkat a. Pemberian Analgetik
Agen Injury kenyamanan)
Aktivitas :
Definisi : Perasaan fisik dan
 Tentukan lokasi nyeri,
psikologi yang tenang
karakteristik, kualitas,
Indikator : dan berat nyeri sebelum
memberikan pengobatan
 Melaporkan kesejahteraan
 Cek catatan medis untuk
fisik
jenis obat, dosis, dan
 Melaporkan kepuasan
frekuensi pemberian
dengan kontrol gejala
analgetik
 Melaporkan kesejahteraan
 Kaji adanya alergi obat
psikologis
 Pilih analgetik atau
 Mengekspresikan
kombinasi analgetik
kepuasan dengan kontrol
yang sesuai ketika
nyeri
menggunakan lebih dari
b. Pain Control (kontrol nyeri) satu obat.
 Tentukan pilihan jenis
Definisi : Tindakan seseorang
untuk mengatasi nyeri analgetik (narkotik, non-
narkotik, atau
Indikator
NSAID/obat anti
 Mengenal penyebab nyeri inflamasi non steroid)
 Mengenal onset nyeri bergantung dari tipe dan
 Menggunakan tindakan beratnya nyeri
pencegahan  Pilih rute, IV,IM untuk
 Menggunakan pemberian pengobatan
pertolongan non-analgetik injeksi
 Menggunakan analgetik  Berikan tanda pada
dengan tepat narkotik dan obat
 Mengenal tanda-tanda terbatas lain, sesuai
pencetus nyeri untuk dengan protokol
mencari pertolongan  Monitor tanda vital
 Menggunakan sumber- sebelum dan sesudah
sumber yang ada pemberian analgetik

 Mengenal gejala nyeri narkotik saat pertama

 Melaporkan gejala-gejala kali atau jika muncul

kepada tenaga kesehatan tanda yang tidak

profesional biasanya

 Melaporkan kontrol nyeri  Berikan analgetik lain


dan atau pengobatan lain
c. Pain Level (Tingkat nyeri) jika diperlukan untuk

Definisi : Gambaran nyeri atau memperkuat reaksi

nyeri yang ditunjukkan analgetik

Setelah dilakukan tindakan asuhan b. Cutaneus stimulation :

keperawatan selama 3 x 24 jam stimulasi pada kutan


pada pasien dengan
Aktivitas
gangguan nyeri akut dapat teratasi
dengan kriteria :  Diskusikan variasi
metode pada stimulasi
 Melaporkan nyeri
kulit, efeknya terhadap
berkurang
sensasi, dan harapan
 Tidak menununjukkan
pasien selama kegiatan
ekspersi wajah menahan
 Seleksi strategi stimulasi
nyeri
kutan yang spesifik,
 Mampu mengontrol nyeri
berdasar pada keinginan
(tahu penyebab nyeri,
pasien, kemampuan
mampu menggunakan
untuk berrpartisipasi,
tehnik nonfarmakologi
kesukaan, dukungan
untuk mengurangi nyeri,
orang dekat, dan
mencari bantuan)
kontraindikasi
 Tidak mual
 Lakukan sesuai indikasi,
 Tanda vital dalam rentang
frekuensi, dan prosedur
normal
aplikasi
 Aplikasikan stimulasi
secara langsung disekitar
area yang dipakai
 Pilih tempat stimulasi,
pertimbangkan alternatif
tempat lain jika aplikasi
langsung tidak
memungkinkan
 Pertimbangkan titik
penekanan pada area
yang distimulasi, jika
mungkin
 Tentukan lama dan
frekuensi stimulasi,
sesuai metode yang
dipakai
 Anjurkan untuk
menggunakan stimulasi
yang teratur, jika
mungkin
 Ajak keluarga untuk
berpartisipasi, jika
mungkin
 Seleksi metode atau
tempat alternatif untuk
stimulasi, jika tujuan
tidak dapat tercapai

c. Manajemen Nyeri

Aktivitas :

 Kaji secara
komphrehensif tentang
nyeri, meliputi: lokasi,
karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi,
kualitas,
intensitas/beratnya nyeri,
dan faktor-faktor
presipitasi
 Observasi isyarat-isyarat
non verbal dari
ketidaknyamanan,
khususnya dalam
ketidakmampuan untuk
komunikasi secara
efektif
 Berikan analgetik sesuai
dengan anjuran
 Gunakan komunikasi
terapeutik agar pasien
dapat mengekspresikan
nyeri
 Tentukan dampak dari
ekspresi nyeri terhadap
kualitas hidup: pola
tidur, nafsu makan,
aktifitas kognisi, mood,
relationship, pekerjaan,
tanggungjawab peran
 Kaji pengalaman
individu terhadap
nyeri, keluarga dengan
nyeri kronis
 Evaluasi tentang
keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri yang
telah digunakan
 Berikan informasi
tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan
pencegahan
 Kontrol faktor-faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (ex:
temperatur ruangan,
penyinaran, dll)
 Ajarkan penggunaan
teknik non-farmakologi
(ex: relaksasi, guided
imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-
dingin, massase, TENS,
hipnotis, terapi bermain,
terapi aktivitas,
akupresusure)
 Evaluasi keefektifan dari
tindakan mengontrol
nyeri
 Tingkatkan tidur/istirahat
yang cukup
 Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang
pengalaman nyeri secara
tepat

2. Gangguan a. Joint Movement : Active a. Perawatan Bed Rest


Mobilitas Fisik Range of Motion pada sendi Definisi: dukungan kenyamanan
dan keamanan dan pencegahan
b. Mobility Level
komplikasi pada pasien yang
Kemampuan untuk bergerak tidak mampu untuk turun dari
dengan tujuan tertentu tempat tidur

c. Transfer performance Aktivitas :

Setelah dilakukan tindakan  Jelaskan alasan mengapa


keperawatan gangguan mobilitas pasien perlu bed rest
fisik teratasi dengan kriteria hasil:  Letakkan pada bed yang
tepat
 Klien meningkat dalam
 Hindari penggunaan
aktivitas fisik
kasur yang teksturnya
 Mengerti tujuan dari
kasar
peningkatan mobilitas
 Jaga linen kasur tetap
 Memverbalisasikan
bersih, kering dan bebas
perasaan dalam meningkat
dari kerutan
kan kekuatan
 Gunakan perlengkapan
dan kemampuan berpindah
pelindung bagi pasien
 Memperagakan penggunaa
pada bed
n alat Bantu
 Monitor kondisi kulit
untuk mobilisasi (walker)
 Melakukan latihan
rentang gerak aktif dan
pasif
 Tingkatkan kebersihan
 Bantu aktivitas sehari-
hari pasien
 Monitor fungsi
perkemihan
 Monitor terhadap
konstipasi
 Monitor status
pernafasan

b. Pengaturan posisi

Definisi: penentuan penempatan


pasien atau bagian tubuh pasien
untuk mendukung fisik dan
psikologis yang baik

Aktivitas :

 Meletakkan pasien pada


tempat tidur yang sesuai
 Membantu pasien dalam
perubahan posisi
 Monitor status oksigen/
pernafasan sebelum dan
setelah perubahan posisi
dilakukan
 Pemberian dukungan
pada bagian tubuh yang
perlu diimobilisasikan
 Fasilitasi posisi yang
mendukung ventilasi/
perfusi
 Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif
 Cegah penempatan
pasien pada posisi yang
dapat meningkatkan
nyeri
 Minimalkan gesekan
ketika positioning
 Posisikan pasien pada
posisi yang mendukung
drainase perkemihan
 Posisikan pada posisi
yang dapat mencegah
penekanan pada luka
 Instruksikan pasien
terkait bagaimana postur
yang baik
 Atur jadwal perubahan
posisi pada pasien

3. Resiko infeksi 1). Immune Status : ketahanan a. Kontrol Infeksi


(natural dan didapat) yang
Aktivitas :
adekuat terhadap antigen
eksternal dan internal.  Bersikan lingkungan
secara tepat setelah
2). Knowledge : Infection
digunakan oleh pasien
control
 Ganti peralatan pasien
Peningkatan setiap selesai tindakan
pemahaman mengenai  Ajarkan cuci tangan
pencegahan dan kontrol infeksi untuk menjaga kesehatan
individu
3). Risk control
 Anjurkan pengunjung
Tindakan untuk menghilangkan untuk mencuci tangan
dan mengurangi ancaman sebelum dan setelah
kesehatan yang aktual, meninggalkan
personal, dan modifikasi ruangan pasien
 Cuci tangan sebelum dan
Setelah
sesudah kontak dengan
dilakukan tindakan keperawatan p
pasien
asien tidak mengalami infeksi
 Lakukan universal
dengan kriteria hasil:
precautions
 Klien bebas dari tanda dan  Gunakan sarung tangan
gejala infeksi steril
 Menunjukkan kemampuan  Lakukan perawatan
untuk aseptic pada semua jalur
mencegah timbulnya IV
infeksi  Lakukan teknik
 Jumlah leukosit dalam perawatan luka yang
batas normal tepat
 Menunjukkan perilaku  Tingkatkan asupan
hidup sehat nutrisi
 Status imun,  Anjurkan asupan cairan
gastrointestinal,  Anjurkan istirahat
genitourinaria dalam  Berikan terapi antibiotik
batas normal
b. Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)

Aktivitas :

 Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan
lokal
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Monitor angka
granulosit, WBC dan
hasil yang berbeda
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
 Berikan perawatan kulit
yang tepat pada area
edematous
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, atau drainase
 Ispeksi kondisi luka
 Dukungan masukkan
nutrisi yang cukup
 Dukungan masukan
cairan
 Dukungan istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep

c. Perawatan luka

Aktivitas :

 Monitor karakteristik
luka meliputi drainase,
warna, ukuran dan bau
 Bersihkan luka dengan
NaCl (normal saline)
 Pertahankan teknik steril
dalam perawatan luka
 Inspeksi luka setiap
melakukan pergantian
dreesing
 Bandingkan dan
laporkan adanya
perubahan pada luka
secara reguler
 Atur posisi untuk
mencegah tekanan pada
daerah luka
 Tingkatkan intake cairan
 Ajarkan pada
pasien/anggota keluarga
tentang prosedur
perawatan luka
 Ajarkan pada
pasien/anggota keluarga
tentang tanda dan gejala
infeksi
 Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran, dan
penampakannya.
4 Resiko syok Keseimbangan cairan Resusitasi cairan

Kriteria hasil : Aktivitas :

 Tekanan darah : DBH  Mendapatkan dan


 Tekanan erteri rata-rata : DBN mempertahankan besar-
 Tekanan vena sentral : DBH bore IV
 Tekanan hambatan pulmonal :  Berkolaborasi dengan
DBH dokter untuk memastikan
 Palpasi nadi perifer administrasi baik

 Hipotensi Ortostatik (-) kristaloid (misalnya,

 Kesimbangan intake & output normal saline dan

(24jam) lactated ringer) dan

 Perubahan suara napas (-) koloid (misalnya, hesban


dan plasmanate), yang
 Kestabilan berat badan
sesuai
 Administer IV cairan,
seperti yang ditentukan
 Mendapatkan spesimen
darah untuk cross-
matching, yang sesuai
 Berikan produk darah,
seperti yang ditentukan
 Memantau respon
hemodinamik
 Memantau status oksigen
 Pantau overload cairan
 Output Memantau
berbagai cairan tubuh
(misalnya, urine,
drainase nasogastrik, dan
selang dada)
 Memantau BUN,
Kreatinin, total protein,
dan tingkat albumin
 Pantau edema paru dan
jarak ketiga

Anda mungkin juga menyukai