Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

INFEEKSI MASA NIFAS

Pembimbing

dr. Aditya Rangga, Sp.OG

disusun oleh:

Tommy Wibowo

1110103000058

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullah wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya dan tak lupa shalawat dan salam Kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah Referat Infeksi Masa Nifas ini dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di
RSUP Fatmawati.

kami mengucapkan terima kasih kepada para pengajar, fasilitator, dan narasumber
SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati, khususnya dr. Aditya Rangga, SpOG.
(K) selaku pembimbing.

Kami menyadari bahwa penyusunan Makalah Referat ini masih belum sempurna, serta
banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan Makalah Referat ini. Semoga Makalah
Laporan Presentasi Kasus ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, April 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….…….ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….………..1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..……………………………………………………………….2

BAB IV KESIMPULAN………………………………………………………………………..10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..15

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Masa nifas (perperium) dimulai ketika plasenta lahir dan berakhir ketika struktur anatomi
dan fisiologis organ- organ yang berperan dalam kehamilan, kembali seperti sedia kala. Hal
ini dapat berlangsung hingga 6 minggu atau kurang lebih 40 hari pasca melahirkan. Masa
nifas merupakan periode yang sangat beresiko tinggi bagi kehidupan ibu dan merupakan
penyumbang angka kematian ibu yang tinggi. asuhan nifas normal yang sesuai dengan
standar diperlukan dalam menurunkan tingginya angka kematian ibu tersebut1,2
Berdasarkan data WHO, setiap menitnya satuu orang meninggal dunia akibat komplikasi
terkait kehamilan, persalinan, dan nifas. Sekitar 1400 perempuan meninggal setiap harinya
atau sekitar lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahunnya akibat kehamilan,
persalinan dan nifas. Indonesia masih menduduki peringkat pertama tingginya angka
kematian ibu. Namun seiring dengan perbaikan system kesehatan, AKI semakin menurun
dengan target MDGs AKI di Indonesia tahun 2015 mencapai 125 per 100.000 ibu hamil.2
Tiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia dalam bidang obstetric adalah
perdarahan (45%), Infeksi (15%), dan preeclampsia (13%). Dahulu infeksi masa nifas
dideskripsikan sebagai infeksi bakteri pada traktus genitalia setelah melahirkan. Angka
infeksi di Indonesia masih tinggi sebab masih adanya penolong persalinan yang tidak
menggunakan standar keberhasilan yang benar menurut ilmu medis. Diperkirakan 60%
kematian ibu terjadi setelah persalinan dan 50% dari angka tersebut terjadi dalam 24 jam
pertama. System asuhan masa nifas yang baik hingga ibu melewati masa kritis. Oleh karena
itu, diperlukan pengetahuan yang memadahi dari tenaga keseahatan terkait permasalahn
infeksi saat nifas untuk menekan AKI akibat infeksi. 1,2

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Masa Nifas (Puerperium)

Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir setelah alat-alat kandungan
kembali seperti semula (sebelum hamil). Periode nifas (puerperium) adalah 6 sampai 8
minggu setelah persalinan. Wanita yang mengalami puerperium disebut sebagai puerpera.
Lahirnya plasenta, menandakan berakhirnya proses intrapartum. Kembalinya alat-alat
kandungan seperti semula, menandakan kembalinya wanita kepada fisiologis normal
sebelum proses kehamilan.1

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan angka yang menunjukkan tingkat kematian ibu
sejak masa kehamilan, kelahiran, hingga 42 hari setelah kelahiran (nifas).

2.2.Tahapan Puerperium

Berikut ini adalah tahapan-tahapan setelah proses kelahiran :

A. Fase akut (6-12 jam post partum)

Pada fase ini sangat penting untuk memantau tanda-tanda bahaya seperti

perdarahan postpartum, inversi uteri, embolisme amnion, dan eklampsia.

B. Fase subakut (2-6 minggu)

Tubuh mengalami penyesuaian (recovery) hemodinamik, genitourinary, metabolism


dan status emosional. Dalam fase ini, pasien harus memperhatikan adanya ketidaknyamanan
di area perineal, adanya cardiomyopati postpartum, dan depresi postpartum.

C. Fase delayed postpartum

Proses ini dapat berlangsung sangat gradual dan sangat jarang terjadi proses patologi.
Fase ini adalah fase restorasi dari tonus otot dan jaringan-jaringan ikat pulih menjadi
kondisi semulasebelum hamil. Hal inilah yang mendasari mengapa sebelum 6 bulan,
tidak dianjurkan melakukan operasi SC ataupun

intervensi operatif lainnya sebab belum putih kondisi tonus otot dan jaringanjaringan
ikat penunjang lainnya. Beberapa organ genitourinary tidak kembali seperti semula sebab
lemahnya otot-otot dasar panggul yang mengakibatkan adanya stress incontinence, sistokel,
rektokel, dan prolapse uteri.

1
Secara tiba-tiba saat setelah melahirkan, darah mengalir dari uteri keluar melalui
vagina, yang disebut sebagai lochia rubra. Lochia ini lama kelamaan akan berubah menjadi
kecoklatan dan lebih encer (lochia serosa). Dengan bertambahnya minggu, lochia ini
berumah warna menjadi kekuningan yang disebut sebagai lochia alba. Periode keluarnya
lochia ini bervariasi dengan ratarata 5 minggu.3

2.3.Epidemiologi

AKI di Indonesia, utamanya disebabkan oleh 3 hal yaitu perdarahan postpartum,


infeksi saat nifas dan eklampsi. Di Indonesia angka infeksi pada masa nifas perlu
mendapatkan perhatian serius sebab masih tingginya angka kelahiran di dukun anak,
dengan proses persalinan yang tidak sesuai dengan standar kebersihan medis. Ditambah lagi
dengan peningkatan prevalensi HIV dan AIDS menyebabkan infeksi fase nifas semakin
sukar dicegah dan ditangani.4 Berdasarkan data Dinkes 2007, didapatkan 45% AKI akibat
perdarahan postpartum, 15% akibat infeksi, dan 13% akibat Eklampsia. 2

1
Gambar 2. Penyebab kematian ibu di Indonesia.2

2.4.Etiologi dan Faktor Predisposisi

Berdasarkan cara masuknya bakteri dibagi menjadi:

1. Ektogen : bakteri berasal dari luar tubuh

2. Autogen : bakteri berasal dari tubuh ibu, namun dari daerah lain di luar jalan lahir

3. Endogen : bakteri berasal dari tubuh ibu dan berasal dari jalan lahir.

Faktor predisposisi infeksi genital pada masa nifas diantaranya adalah sebagai berikut:4

- Persalinan pervaginam :

• Bila terjadi penyulit seperti ketuban pecah dini yang lama, partus lama,

VT berulang kejadian metritis meningkat mendekati 6%

• Bila terjadi korioamnionitis intrapartum kejadian metritis meningkat

hingga 13%

- Persalinan section sesarea

1
Selain faktor predisposisi terdapat faktor resiko diantaranya adalah :4

- Faktor status sosioekonomi : sosioekonomi rendah dihubungkan dengan

timbulnya anemia, status gizi rendah, perawatan antenatal yang tidak

adekuat

- Faktor proses persalinan : partus lama, koroamnionitis, jumlah

pemeriksaan dalam yang di lakukan selama proses persalinan

- aktor tindakan persalinan : terutama section sesarea (5-30 kali lebih besar

mengalami infeksi masa nifas) selain itu ekstraksi forceps, tindakan

episiotomi, laserasi jalan lahir, dan manual plasenta.

Faktor-faktor diatas dapat menjadi sumber masuknya bakteri sebab adanya paparan/port de
entre bagi masuknya bakteri. Terutama kolonisasi bakteri di traktus genitalia contoh
mikroogranisme yang sering streptococcus grup A, Chlamydia trachomatis, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Gardnerella vaginalis berasosiasi dengan peningkatan
resiko infeksi post partum.

Selama 20 tahun terakhir Streptococcus beta hemolitikus grup A dilaporkan menjadi


penyebab toxic shock like syndrome. Wanita dengan infeksi Streptococcus beta
hemolitikus grup A telah bermanifestasi dalam 12 jam pertama dengan angka kematian
ibu 90% dan angka kematian janin >50%. Dalam 10 tahun terakhir dikatakan pula bahwa
Staphylococcus aureus community acquired methicillin resistant (CA-MRSA) menjadi
penyebab infeksi kulit dan jaringan lunak walaupun bakteri ini tidak selalu menjadi
penyebab metritis karena terdapat pula bakteri dari infeksi insisi abdominal.1

Berikut ini adalah beberapa kuman yang dapat menyebabkan infeksi masa nifas:

1. Escherichia coli

Bakteri ini berasal dari kandung kemih atau rectum. Bakteri ini dapat menginfeksi
daerah perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan penyebab terjadinya
infeksi pada saluran kemih.

1
2. Streptococcus hemoliticus

Bakteri ini adalah penyebab terberat infeksi pada masa nifas. Infeksi ini bersifat eksogen
dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan penolong, atau infeksi tenggorokan
orang lain.

3. Staphylococcus aureus

Bakteri ini masuk secara eksogen, merupakan penyebab infeksi sedang dan sering terdapat
di tenggorokan orang sehat.

4. Clostridium welchii

Bakteri ini bersifat anaerob dan jarang ditemukan. Namun bakteri ini lebih sering
ditemukan pada abortus kriminalis dan persalinan yang ditolong oleh duku.

Gambar 3. Bakteri yang sering mengakibatkan infeksi genital pada wanita. 1

1
Bakteri anaerob dan aerob di identifikasi sebesar 63%, sedangkan anaerob saja sebesar
30% dan yang aerob saja hanya sebesar 7%. Bakteri anaerob termasuk didalamnya
Peptostreptococcus dan Peptococcus sebesar 45%, Bacteroides 9%, dan Clostridium 3%.
Bakteri aerob termasuk didalamnya Enterococcus 14%, streptococcus grup B 8%, dan
Escherichia coli 9%.1 Kultur bakteri rutin digunakan sebelum penatalaksanaan infeksi traktus
genitalia dan infeksi masa nifas, kultur darah menunjukan hasil positif pada 13% pasien post SC
di Parkland Hospital dan 24% di Los Angeles County Hospital.1

2.5. Cara Terjadinya Infeksi

 Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.4
 Droplet infection, yaitu sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter serta petugas kesehatan. Di RS terdapat
kuman patogen yang berasal dari pasien dengan berbagai jenis infeksi. Kuman tersebut
dapat dibawa oleh aliran udara ke berbagi tempat yaitu handuk, kain, alat yang
digunakan ibu dalam masa nifas.4
 Koitus pada akhir kehamilan yang menyebabkan pecah ketuban.4
 Infeksi intrapartum, biasanya sudah memperlihatkan gejala pada saat
berlangsungnya persalinan seperti kenaikan suhu, leukositosis dan takikardia,
peningkatan DJJ, air ketuban keruh dan berbau. Infeksi ini dapat terjadi karena kuman
memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan saat melewati amnion dapat
menimbulkan infeksi pula pada janin. Prognosis infeksi ini bergantung pada jenis
kuman, lamanya infeksi berlangsung, dan dapat tidaknya persalinan berlangsung tanpa
banyak perlukaan jalan lahir.4

2.6. Tanda dan Gejala

Gejala klinis terpenting untuk mendiagnosis infeksi masa nifas adalah demam. Demam
puerperium memiliki criteria sebagai berikut. 1,4

1. Peningkatan suhu lebih dari sama dengan 38,7 C dalam rentang waktu 24 jam pertama
setelah melahirkan
2. Peningkatan suhu diata 38 C pada hari kedua hingga kesepuluh postpartum.

Gejala lain yang ddapat menyertai diantarany adalah:

1. Takikardi
2. Malaise umum bisa disertai menggigil

1
3. Nyeri abdomen, pada PF bimanual teraba uterus agak membesar.
4. Lochia berbau tidak sedap, bukan tanda pasti karena pada infeksi streptococcus beta
hemoliticus grup A Lochia bening dan tidak berbau

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Lekositosis (15.000-30000)

2.7. Macam – macam Infeksi saat Nifas

1. Metritis
Infeksi uterus pada saat pasca persalinan dikenal sebagai endometritis,
endomiometritis, dan endoparametritis. Karena infeksi yang timbul tidak hanya
menegenai desidua, miometrium, dan jaringan parametrium, maka terminology yang
digunakan saat ini ialaha metritis. 1

2. Mstitis
Yaitu infeksi dan perdangan parenkim kelenjar payudara biaanya terjadi
unilateral, dan dpata terjadi setelah satu minggu pertama persalinan biasanya tidak
sampai minggu ketiga atau keempat. Gejala awalnya yaitu demam yang disertai dengan
menggigil, mialgia, nyeri, dan takikardi. Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan payudara
membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan dengan batas tegas, dan disertai rasa
sangat nyeri. 4
Factor resikonya yaitu primipara, stress, teknik menyusui yang tidak benar
sehingga pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik, pemakaian kutang yang terlalu
ketat, dan pengisapan bayi yang kuraang kuat juga dapat menyebabkan statis dan
obstruksi kelenjar payudara serta addanya luka pada putting payudara. Mastitis dapat
berassal dari luka pada putting ataupun melalui peredaran darah (hematogen). Kuman
penyebab tersering pada kultur adalah stafilokokus aureus (40%), bakteri tersebut berasal
dari hidung dan mulut bayi. 4
Mastitis dapat dibeadakan menjadi :
1. Mastitis yang menyebabkan absesdibawah areola mammae.
2. Mastitis ditengh payudara yang menyebabkan abses ditempat tersebut.
3. Mastitis pada jaringan dibawah dorsal kelenjar- kelenjar yang menyebabkan bases
antara ppayudara dan oto-otot di bawahnya. 4

Penatalaksanaan mastitis yaitu terutama mencegah komplikasi abses dan abses.


Tetap melakukan laktasi dengan pompa, bedrest, pemberian cairan yang cukup,
antenyeri, antiinflamasi dan antibiotic (enisilin dan Sefalosporin). Bila pengobatan
adekuat maka gejala akan menghilang dalam 24 – 48 jam dan jarang menimbulkan
komplikasi. 4

1
Gambar 4. Patofisiolgi infeksi pada nifas

Gambar 5. Matitis dengan abses. 1

1
2.8. Asuhan Nifas Normal
Pelayanan pascapersalinan meliputi pencegahan, deteksi dini, pengobatan komplikasi dan
penyakit lain yang mungkin terjadi. Penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara penjarangan
kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi Ibu. Perlu ditekankan bahwa preiode pascapersalinan
adalah masa yang sangat kritis bagi Ibu, bayi, dan keluarga dari segi fisiologi, emosional, dan
social.
Pada masa pascapersalinan, hal – hal yang diperlukan oleh seorang ibu adalah sebagai
berikut:
A. Informasi dan konseling tentang
- Perawatan bayi dan pemberian ASI
- Masalah yang timbul dan hal – hal yang akan terjadi
- Kesehatan, higienitas dan masa penyembuhan
- Kehidupan seksual
- Kontasepsi
- Nutrisi.
B. Dukungan dari
- Petugas kesehatan
- Kondisi emosional dan psikologis ssuami serta dan keluarganya.

Perlu ditekankan kembali bahwasanya, perdarahan pascapersalinan adalah penyebab


paling sering terjadinya kematian pada ibu, yang terjadi dalam waktu 4 jam setelah
persalinan. Penanganan anemia saat kehamilan berperan penting terhadap proses
kehilangan darah pada saat melahirkan dan nifas. Perdarahan memiliki prevalensi 88%
angak kematian ibu yang terjadi dalam waktu 4 jam setelah proses persaalinan. Penyebab
tersering terjadinya perdarahan saat persalinan adlah laserasi serviks dan vgina, rupture
uteri, dan inverse uteri. Manajemen aktif kala III adalah upaya pencegahan perdarahan
pascapersalinan. Sebab beberapa jam setelah lahirnya bayi, menjadi fase kriti untuk
diagnose dini dan pengelolaan perdarahan abnormal. Penatalaksanaan perdarahan pasca
persalinan yang efektif untuk penyelamatan nyawa adalah transfuse darah.

Di negara-negara berkembang, infeksi nifas seperti sepsis masih merupakan


penyebab utama kematian ibu. Demam adalah salah satu gejala yang paling mudah
dikenali. Penatalaksanaan utamanya adalah pemberian antibiotik. Disamping itu,
pemberian antibiotik sebagai profilaksis dan upaya proses kelahiran yang bersih dan
aman adalah beberapa contoh tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan sepsis.
Adanya persalinan di dukun bayi, merupakan salah satu penyebab tingginya angka sepsis
di negara berkembang. Ditambah lagi dengan peningkatan prevalensi HIV/AIDS
menyebabkan sulitnya infeksi setelah persalinan ditangani.

1
Gambar 6. Elemen kunci pelayanan kesehatan pascapersalinan

2.8. Pencegahan Infeksi Masa Nifas

a. Masa kehamilan

1) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi


dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.

2) Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.

3) Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan
hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi
akan mudah masuk dalam jalan lahir.

b. Selama persalinan

Usaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya


kuman-kuman dalam jalan lahir :

1
1) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan
tidak berlarut-larut.

2) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.

3) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun


perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.

4) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan tranfusi darah.

5) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar
bersalin.

6) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.

7) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan


sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

c. Selama nifas

1) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-
alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.

2) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus,


tidak bercampur dengan ibu sehat.

3) Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi


sedapat mungkin.

1
2.9. Pengobatan Infeksi Masa Nifas

Prinsip penanganan infeksi masa nifas diantaranya adalah:

1. Menangani faktor predisposisi

2. Memberikan pengobatan antibiotic empiris

3. Hati-hati terhadap red flag/tanda bahaya diantaranya adalah:

- Febris hingga 38 c

- takikardi hinggal denyut nadi 90x/menit

- nyeri dada dan abdomen

- diare dengan atau tanpa muntah

Pada penderita metritis ringan pasca persalinan norml pengobatan dengan antibiotic oral
biasanya akan memberikan respon terapi yang baik, namun pada metritis sedang dan berat
termasuk post SC antibiotic yang diberikan spectrum luas secara IV. Sebesar 90% pasien akan
menunjukan perbaikan dalam 48-72 jam dengan satu regimen obat namun bila >72 jam demam
tidak membaik harus dicari penyebab lainnya seperti infeksi pelvic. Pada metritis dengn
komplikasi yang sering menimbulkan demam menetap seperti abses pelvis atau tempat insisi
perlu dilakukan intervensi bedah untuk drainase abses atau evakuasi jaringan yang rusak. 1,4

Pemilihan antibiotic pada SC dapat dilihat pada gambar 7. Pada infeksi post persalinan
pervaginam regimen yang digunakan yaitu ampicillin dan gentamicin. Pemilihan antibiotic
profilaksis perioperatif yaitu single dosisi profilaksis dengan ampicillin dan cephalosporin
generasi satu cukup ideal, namun pemberian keduanya juga efektif sebagai regimen spectrum
luas atau sebagai regimen dosis multiple.1

gambar 7. antibiotic pada infeksi pelvik

1
2.10. Komplikasi

Metritis sebagian besar membaik dalam waktu 48-72 jam pascaterapi, tetapi sebagian
kecil dapat terjadi komplikasi diantaranya :

o Infeksi luka operasi

Kejadian ILO post SC berkisar 3-15% dengan rata-rata 6% namun menurun


hingga 2% dengan antibiotic profilaksis. Faktor resikonya adalah obesitas, DM,
pengobatan kortikosteroid, imunosupresi, anemia dan hemostatis yang tidak baik.
Penatalaksaan dengan antibiotik dan drainase abses.

o Dehisensi luka operasi

Yaitu terbukanya jahitan pada fasia abdomen terjadi pada 1 dari 300 SC
disebabkan oleh infeksi pada fasia dan nekrosis jaringan. Penatalaksaan dengan
antibiotic dan penjahitan ulang pada dinding abdomen.

o Peritonitis

Peritonitis jarang terjadi berhubungan proses sectio, kejadian ini hampir


selalu di dahului dengan metritis yang hampir selalu disebabkan oleh proses insisi
uterus nekrosis dan dehisensi, namun hal ini juga mungkin terjadi karena ruptur adnexa
atau cedera usus yang tidak sengaja saat proses sectio. Peritonitis jarang terjadi setelah
proses melahirkan pervaginam, banyak kasus itu terjadi karena virulensi kelompok
strain streptococcus beta hemoliikus grup atau organism serupa.1

Yang terpenting pada wanita setelah melahirkan kekakuan abdomen mungkin


tidak menonjol pada peritonitis karena terjadi kelemahan pada dinding perut setelah
kehamilan. Nyeri mungkin dapat berat namun gejala utama dari peritonitis adalah ileus
obstruktif. Sering kali ditandai dengan distensi usus, temuan ini tidak biasanya
ditemukan pada pasien post section tanpa komplikasi. Jika infeksi di mulai dari
uteris yang intak kemudian meluas hingga peritoneum pengobatan antimikroba
tunggal biasanya berhasil. Namun pada pasien peritonitis yang disebabkan oleh insisi
uterus nekrosis atau dari perforasi usus harus segera di tatalaksana dengan
intervensi bedah.1

o Selulitis parametrium

Ditandai dengan demam tinggi, rasa nyeri di perut bagian bawah kiri atau kanan,
nyeri pada pemeriksaan dalam dapat pula ditemukan tahanan padat yang berhubungan
dengan tulang panggul. Di bagian tengah dari peradangan bias tumbuh abses. Bila

1
terdapat abses, pus harus dikeluarkan karena abses berbahaya mencari jalan ke rongga
perut dan menyebabkan peritonitis.

o Abses pelvis

Selulitis parametrium dapat meluas menjadi abses pelvis dan bila hal ini terjadi
akan meluas menjadi abses pelvis. Bila hal ini terjadi harus dilakukan drainase pus
disertai antibiotik yang adekuat.

o Infeksi perineum, vagina dan serviks

Infeksi pada luka episiotomi sudah sangat jarang terjadi, bila terjadi infeksi
kemungkinan dehisensi harus dipertimbangkan. Infeksi lebih memungkinkan pada
pasien dengan robekan perineum grade IV.

2.11. Kelainan Pada Uterus

- Subinvolusi

Setelah persalinan uterus yang beratnya 1000 gram akan menjadi 40-60 gram dalam 6
minggu proses tersebut dinamakan involusi uterus yang di dahului oleh adanya kontraksi uterus
yang kuat sehingga peredaran darah dalam organ berkurang tersebut. Hal tersebut juga terjadi
karena hilangnya pengaruh estrogen dan proesteron sehingga terjadi autolysis sehingga sel-sel
otot pada dinding uterus menjadi lebih kecil/pendek. Kontraksi dalam masa nifas harusnya tetap
berlangsung walaupun tidak sekuat pada permulaan.

Apabila proses mengecilkan uterus terganggu hal tersebut dinamakan dengan


subinvolusi uteri. Disebabkan oleh berbagai hal seperti sisa plasenta dalam rongga uterus,
endometritis, dan mioma uteri. Apabila peristiwa ini terjadi maka lochia akan bertambah banyak
dan sering terjadi perdarahan. Pada PF bimanual ditemukan uterus lebih besar dan lembek dari
pada seharusnya pada masa nifas. Penatalaksaannya yaitu denan ergometrin IM, apabila
subinvolusi terjadi karena sisa plasenta dilakukan kuretase.

1
KESIMPULAN

Infeksi masa nifas merupakan terminoiogi yang umum dan dipakai untuk
menjelaskan berbagai infeksi bakterial pada organ reproduksi yang terjadi pascapersalinan.
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi nifas sangat bervariasi, dibagi menjadi beberapa faktor
yaitu berkaitan dengan status sosioekonomi, berkaitan dengan proses persalinan (seperti partus
lama, lamanya ketuban pecah, korioamnionitis, jumlah pemeriksaan dalam yang dilakukan
selama proses persalinan) serta yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan pada saat
persalinan (terutama sectio).3

Bakteri penyebab infeksi merupakan bakteri yang memang terdapat pada jalan lahir. Pada
infeksi streptokokus beta hemolitikus terutama yang dapat berakibat fatal. Cara terjadinya
infeksi yaitu pada keadaan tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang ada pada vagina kedalam uteri,
droplet infeksi, infeksi dari RS, dan infeksi intrapartum.3

Infeksi uteri pasca persalinan yang dikenal yaitu metritis. Dengan gejala klinik suhu
melebihi 38 C disertai mengigil, demam biasanya pada hari ke-3, nadi cepat, nyeri abdomen
pada pemeriksaan bimanual agak membesar, nyeri dan lembek. Gejala lain yaitu lokhia yang
berbau menyengat juga sering menyertai, tetapi bukan merupakan tanda pasti karena pada
infeksi oleh streptokokus hemolitikus grup A-B sering disertai lokhia bening yang tidak berbau.3

Penatalaksanaan pada penderita metritis ringan pascapersalinan normal pengobatan


dengan antibiotika oral biasanya memberikan hasil yang baik, namun pada metritis sedang
berat termasuk post sectio perlu antibiotic spektrum luas intravena biasanya akan
membaik dalam 48-72 jam, bila dalam 72 jam tidak membaik pertimbangkan resisten
bakteri terhadap antibiotik yang diberikan.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Haulth JC, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics. New York : McGraw-Hill 2014.p. 911-936.

1
2. Survey Dinas Kesehatan tahun 2007.

3. Mattea romano, cacciatore alessandra, Giordano rosalba, La Ros Beatrice. Journal of


Prenatal Medecine. Postpartum period: three distinct but continuous phase. NCBI: 2010.

4. Saifuddin, AB. Ilmu Kandungan. Edisi Keempat. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. 2010.

5. Keeffee EJ, Gagliardi RA. Significance Of Ileus In Perforated Viscus. Journal of


Gastroentrology. Michigan: Feb 2014. 117:(2)

Anda mungkin juga menyukai