Syarat Untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Syarat Untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Dasar Hukum:
a. UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 19 Tahun 2004;
b. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;
c. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
d. UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
e. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
f. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas PP No. 24
Tahun 2010;
g. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas PP No.
24 Tahun 2010;
h. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang
Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di
luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan;
i. Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Terpadu Satu
Pintu;
j. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.97/Menhut-II/2014
Tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di
Bidang LHK Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
k. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan;
l. Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 216.K/30/DJB/2014
Tentang Tata Cara Permohonan Pertimbangan Teknis Pinjam Pakai Kawasan
Hutan untuk kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (“IPPKH”) Diajukan kepada Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (“LHK”) melalui Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal –Pelayanan Terpadu Satu Pintu BKPM- (selaku penerima
delegasi dari Menteri LHK).
Persyaratan administrasi dan teknis pedoman pinjam pakai kawasan hutan wajib
dalam bentuk dokumen asli atau salinan dokumen yang dilegalisasi oleh instansi
penerbit atau notaris dalam bentuk hardcopy dan digital (softcopy):
a. Persyaratan Administrasi:
1. Perizinan/perjanjian yang diterbitkan oleh pejabat sesuai kewenangannya
antara lain Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik,
kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki perizinan/perjanjian;
2. Rekomendasi gubernur tentang penggunaan kawasan hutan; (Rekomendasi
Gubernur memuat persetujuan atas penggunaan kawasan hutan yang
dimohon berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Provinsi yang
membidangi kehutanan dan Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan
setempat)
Pertimbangan teknis dimaksud memuat:
- Letak, luas dan batas areal yang dimohon sesuai fungsi kawasan hutan
yang digambarkan dalam peta;
- Kondisi kawasan hutan yang dimohon, antara lain memuat informasi:
fungsi kawasan hutan; tutupan vegetasi; perizinan pemanfaatan,
penggunaan dan/atau pengelolaan; dan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat setempat.
- Dalam hal gubernur tidak memberikan rekomendasi dalam jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterimanya permohonan
rekomendasi, maka gubernur dianggap telah memberikan rekomendasi.
b. Persyaratan teknis:
1. Izin lingkungan, izin kelayakan lingkungan dan dokumen AMDAL atau UKL-
UPL bagi kegiatan yang wajib menyusun AMDAL atau UKL-UPL sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan;
2. Rencana kerja penggunaan kawasan hutan dan peta lokasi skala paling kecil
1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas
kawasan hutan yang dimohon dalam bentuk hardcopy dan softcopy format
shapefile dengan koordinat sistem UTM Datum WGS 84;
3. Peta citra penginderaan jauh dengan resolusi minimal 5 (lima) meter liputan
1 (satu) tahun terakhir dilampiri softcopy dengan koordinat sistem UTM
Datum WGS 84 serta pernyataan bahwa citra penginderaan jauh dan hasil
penafsiran yang disampaikan adalah benar;
4. Pertimbangan teknis Direktur Jenderal yang membidangi mineral dan
batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk
perizinan kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang diterbitkan
oleh gubernur; (bila kegiatan pertambangan mineral dan batubara dengan
luasan paling banyak 10 (sepuluh) hektar, pertimbangan teknis diberikan
oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi energi dan sumber daya
mineral)
5. Surat pernyataan pimpinan Badan Hukum/Badan Usaha bermeterai memiliki
tenaga teknis kehutanan untuk permohonan kegiatan pertambangan operasi
produksi;
6. Pertimbangan teknis Direktur Utama Perum Perhutani, dalam hal
permohonan berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani (Dalam hal
Direktur Utama Perum Perhutani tidak memberikan pertimbangan teknis
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan pertimbangan teknis, maka Direktur Utama Perum Perhutani
dianggap telah memberikan pertimbangan teknis.
c. Penyelesaian Permohonan:
1. Pengecekan kelengkapan persyaratan administrasi dan teknis. (Paling lama 1
hari kerja);
2. Kepala BKPM menandatangani Keputusan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
dan Peta Lampirannya. (Paling lama 33 hari kerja);
Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilarang melakukan kegiatan di dalam areal
izin pinjam pakai kawasan hutan sebelum memperoleh penetapan batas areal kerja izin
pinjam pakai kawasan hutan.
Setelah keluar penetapan areal kerja izin pinjam pakai kawasan hutan, pemegang izin
pinjam pakai kawasan hutan dapat melakukan kegiatan di areal izin pinjam pakai kawasan
hutan.
IPPKH pada Provinsi yang luas kawasan hutannya diatas 30% dari luas daerah aliran
sungai, pulau, dan/atau provinsi, kompensasinya berupa:
1. Membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam
rangka rehabilitasi daerah aliran sungai terutama pada kawasan hutan untuk
penggunaan kawasan hutan yang bersifat komersial dengan ratio 1:1;;
2. Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai terutama
pada kawasan hutan untuk penggunaan kawasan hutan yang bersifat non
komersial dengan rasio 1:1:
Dasar Hukum:
a. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan;
Permohonan penetapan areal kerja berdasarkan hasil tata batas areal izin pinjam
pakai kawasan hutan disampaikan kepada Direktur Jenderal Bidang Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan dengan dilampiri bukti pemenuhan kewajiban
pemegang izin pinjam Pakai Kawasan Hutan.
a. Paling lambat 1 (satu) tahun setelah terbit IPPKH, pemegang IPPKH wajib untuk:
1. Menyelesaikan tata batas areal izin pinjam pakai kawasan hutan dengan
supervisi Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan tidak dapat diperpanjang; (.
Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah
permohonan diterima, DirJend Bidang Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
menetapkan areal kerja izin pinjam pakai kawasan hutan)
2. Menyerahkan lahan kompensasi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dengan ratio 1:2 yang dituangkan dalam Berita Acara Serah
Terima Lahan Kompensasi bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan
dengan kompesasi lahan; (Penyelesaian kewajiban penyediaan lahan
kompensasi dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun);
3. Menyampaikan peta lokasi penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
aliran sungai bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dengan
kewajiban melakukan penanaman daerah aliran sungai;
4. Menyampaikan baseline penggunaan kawasan hutan sesuai dengan hasil
tata batas bagi izin pinjam pakai kawasan hutan;
5. Menyampaikan pernyataan dalam bentuk akta notariil bersedia mengganti
biaya investasi pengelolaan/pemanfaatan hutan kepada
pengelola/pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan, dalam hal areal
izin pinjam pakai kawasan hutan berada dalam areal kerja pengelolaan
hutan/izin usaha pemanfaatan hasil hutan.
Izin pinjam pakai kawasan hutan dinyatakan tidak berlaku bila pemegang izin pinjam
pakai kawasan hutan tidak menyelesaikan kewajiban.
Izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan paling lama sama dengan jangka waktu
perizinan dibidangnya untuk kegiatan operasi produksi pertambangan.
PIDANA:
Pasal 78 Jo. Pasal 50 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Maks. 10 (sepuluh)
tahun dan denda Maks. Lima milyar).
Dasar Hukum:
a. UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 19 Tahun 2004;
b. Undang undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
c. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 Tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang Telah Memiliki
Izin Usaha dan/atau Kegiatan Tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan
Hidup;
Dasar Hukum:
a. Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 216.K/30/DJB/2014
Tentang Tata Cara Permohonan Pertimbangan Teknis Pinjam Pakai Kawasan
Hutan untuk kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (“IPPKH”) Diajukan kepada Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (“ESDM”) melalui Direktur Jenderal Mineral dan
Batubara.
Persyaratan administrasi dan teknis permohonan pinjam pakai kawasan hutan untuk
IUP tahap Operasi Produksi (Kelengkapan berkas diajukan kepada Direktur Jenderal
Mineral dan Batubara yang disampaikan langsung melalui Ruang Pelayanan Informasi
dan Investasi Terpadu (RPIIT) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dengan
tembusan disampaikan kepada Menteri Kehutanan; Gubernur atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya; unit teknis daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota
yang membidangi pertambangan mineral dan batubara);
a. Salinan sertifikat CnC tahap Operasi Produksi yang telah dilegalisir;
b. Rencana Kerja Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kegiatan Operasi Produksi
yang dilengkapi dengan peta penggunaan lahan dan telah disahkan/disetujui
pejabat dinas teknis provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi
pertambangan sesuai kewenangannya;
c. Salinan bukti pembayaran kewajiban penerimaan Negara bukan pajak yang
berlaku pada pertambangan;
d. Salinan bukti penempatan jaminan reklamasi tahap Operasi Produksi;
e. Salinan Rekomendasi Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya yang masih berlaku dan telah
dilegalisir;
f. Surat pernyataan kebenaran dokumen bermeterai;
g. Salinan penetapan tanda batas WIUP Operasi Produksi atau surat pernyataan
komitmen untuk pematokan tanda batas WIUP Operasi Produksi yang
diketahui dinas teknis provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi
pertambangan sesuai kewenangannya; dan
h. Peta informasi wilayah pertambangan yang diterbitkan Direktorat Jenderal
Mineral dan batubara; dan/atau
i. Surat pernyataan belum berproduksi yang telah dilegalisir bagi pemegang IUP
Operasi Produksi yang belum melakukan kegiatan penambangan.
Penyelesaian Permohonan:
DirJend Mineral dan Batubara melakukan pemeriksaan dan evaluasi. Bila diterima,
maka DirJendr Mineral dan Batubara menandatangani Keputusan Pemberian Teknis
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. (Paling lama 30 hari kalender, terhitung sejak
tanggal permohonan diterima lengkap dan benar).
C. 1. RENCANA KERJA PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN/IZIN PINJAM PAKAI
KAWASAN HUTAN
Nb. Rencana Kerja Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kegiatan Operasi Produksi yang
dilengkapi dengan peta penggunaan lahan dan telah disahkan/disetujui pejabat dinas
teknis provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi pertambangan sesuai
kewenangannya, maksudnya adalah:
1. Rencana kerja disampaikan bersama pengesahan/persetujuan pejabat dinas
teknis provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi pertambangan mineral
dan batubara sesuai kewenangannya dan distempel;
2. Rencana kerja dilengkapi peta penggunaan lahan yang memuat lokasi, kemajuan
penambangan dan informasi luas kawasan hutan yang dimohon dengan skala
1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut. Luas detail penggunaan yang
termuat dalam peta harus sinkron dengan isi rencana kerja;
3. Rencana kerja harus memuat rencana produksi dan penjualan;
4. Jumlah cadangan, rencana penambangan dan desain tambang, rencana produksi
harus relevan dan sinkron dengan dokumen STUDI KELAYAKAN, demikian halnya
dengan peta kemajuan tambang/peta penggunaan lahan kawasan hutan. Jika
berbeda harus ada penjelasan;
5. Rencana kerja harus memuat reklamasi, rehabilitasi dan pasca tambang.
6. Rencana Kerja BUKAN Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Dasar Hukum:
a. Undang undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
b. Undang undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
c. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan;
d. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara;
e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 12 Tahun 2012 Tentang
Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan Sistem Informasi Wilayah
Pertambangan Mineral dan Batubara;
f. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33 Tahun 2015 Tentang
Tata Cara Pemasangan Tanda Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan
Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Mineral dan Batubara.
Nb. Salinan penetapan tanda batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (“WIUP”)
Operasi Produksi (“OP”) atau surat pernyataan komitmen untuk pematokan tanda
batas WIUP OP yang diketahui dinas teknis provinsi atau kabupaten/kota yang
membidangi pertambangan sesuai kewenangannya, maksudnya adalah:
1. Salinan penetapan tanda batas WIUP OP telah dilegalisir pejabat dinas teknis
provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi pertambangan mineral dan
batubara sesuai kewenangannya;
2. Apabila penetapan tanda batas WIUP OP belum dilakukan, pemohon wajib
menyampaikan surat pernyataan komitemen untuk pematokan tanda batas WIUP
OP dan diketahui oleh dinas teknis provinsi atau kabupaten/kota yang
membidangi pertambangan mineral dan batubara sesuai kewenangannya.
b. Koordinasi;
- Koordinasi terkait dengan:
Pengukuran Titik Batas;
Penyaksian pemasangan Tanda Batas; dan
Pembuatan dan penandatanganan Berita Acara Pemasangan Tanda
Batas
- Koordinasi dengan:
Pemegang IUP yang WIUP-nya berbatasan langsung dengan WIUP OP
yang akan dipasang Tanda Batas;
Pemegang IUP beda komoditas yang memanfaatkan WIUP secara
bersama;
Pemegang izin sektor lain di luar kegiatan usaha pertambangan yang
berbatasan langsung dengan WIUP atau memanfaatkan lahan secara
bersama dalam WIUP;
Pemegang hak atas tanah dalam WIUP;
Petugas Direktorat Jenderal Kebijakan dan Standardisasi Teknis Bidang
Mineral dan Batubara dan/atau Dinas Teknis Provinsi Pertambangan
Mineral dan Batubara;
Petugas instansi sektor lain di luar kegiatan usaha pertambangan yang
berbatasan langsung dengan WIUP atau memanfaatkan lahan secara
bersama dalam WIUP sesuai kewenangannya;
Petugas kantor Kecamatan dan/atau Desa/Kelurahan/Nagari/Distrik
setempat.
c. Kompilasi data wilayah dan persiapan teknis;
Pasal 11 dan 12 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33 Tahun
2015.
d. Pengukuran Titik Batas;
Pasal 13 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33 Tahun 2015.
e. Pemasangan Tanda Batas;
Pasal 16 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33 Tahun 2015.
(Pemegang IUP OP dapat menggunakan jasa pelaksana pengukuran Titik Batas
dan Pemasangan Tanda Batas, dimana Jasa Pelaksana WAJIB memiliki Izin Usaha
Jasa Pertambangan Sub Bidang Jasa Survei dan Pemetaan dari Direktur Jenderal
atas nama Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya)
f. Pembuatan berita acara;
Pasal 23 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33 Tahun 2015.
(Pemegang IUP OP WAJIB membuat Berita Acara Pengukuran Titik Batas dan
Pemasangan Tanda Batas setelah seluruh Tanda Batas selesai dipasang)
g. Pelaporan pelaksanaan pemasangan Tanda Batas; dan
Pasal 24 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33 Tahun 2015.
(Pemegang IUP OP WAJIB menyusun laporan pelaksanaan pemasangan Tanda
Batas setelah seluruh kegiatan selesai dilaksanakan)
h. Penetapan Tanda Batas.
Pemegang IUP OP WAJIB mengajukan permohonan penetapan Tanda Batas
kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktur Jenderal
Kebijakan dan Standardisasi Teknis Bidang Mineral dan Batubara atau Gubernur
sesuai dengan kewenangannya dengan melampirkan laporan pelaksanaan
pemasangan tanda batas paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
ditandatanganinya Berita Acara untuk mendapatkan PENETAPAN TANDA BATAS.
Penyelesaian Permohonan:
Direktur Jenderal Kebijakan dan Standardisasi Teknis Bidang Mineral dan Batubara
atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau Gubernur sesuai dengan
kewenangannya memberikan PENETAPAN TANDA BATAS dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya permohonan.