Anda di halaman 1dari 42

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS

(SKILL LABORATORY)
BLOK 2.3 (DASAR-DASAR PATOLOGI)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2014/2015

1
KONTRIBUTOR

KOORDINATOR BLOK : dr. Lipinwati, M.Biomed


SEKRETARIS BLOK : dr. Huntari Harahap
TIM BLOK : dr. Amelia Dwi Fitri M.Med.Ed

KATA PENGANTAR
2
Proses pembelajaran pada Blok 2.3 (Dasar-dasar Patologi) ini merupakan integrasi dari
ilmu sistem digesti dan urinari serta sistem endokrin dan reproduksi. Dalam blok ini, mahasiswa
akan mempelajari dasar-dasar patologi yang akan diterapkan pada pembelajaran mengenai
berbagai penyakit pada blok-blok berikutnya
Untuk mendukung kemampuan tersebut, dalam blok ini mahasiswa akan dititikberatkan
pada metode belajar mandiri secara aktif serta keterampilan menyatakan pendapat baik secara
verbal maupun tertulis, terdiri dari sesi kuliah tatap muka, diskusi kelompok, dan skills lab.
Proses pembelajaran ini telah disusun sedemikian rupa dengan maksud agar mahasiswa dapat
mengembangkan kemampuan analisis, evaluasi dan argumentasi dalam konteks sosial budaya
masyarakat Indonesia dengan mempertimbangkan aspek etika kedokteran dan humaniora.
Dalam rangka mencapai tujuan akhir yaitu menjadi dokter keluarga, selain mempunyai
perilaku yang baik, beretika, seorang dokter juga harus terampil serta mampu berkomunikasi
secara efektif. Dalam blok 2.3 (Dasar-Dasar Patologi) ini mahasiswa akan mempelajari tentang
skills lab anamnesis dan penulisan rekam medis, bantuan hidup dasar, penutupan dan
pembalutan luka, serta skills terintegrasi dengan blok sebelumnya. Untuk masing-masing materi
skill lab akan dilakukan dalam 3 sesi , yang pertama merupakan sesi terbimbing dimana
mahasiswa akan didampingi oleh seorang tutor untuk masing-masing kelompok, sesi kedua
adalah feedback (proses evaluasi), dan sesi ketiga adalah ujian OSCE yang akan diadakan pada
akhir semester. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, mahasiswa diharapkan dapat
mengikuti skill lab dengan sebaik-baiknya.

Jambi, Juni 2016

DAFTAR ISI

KONTRIBUTOR 2
3
KATA PENGANTAR 3

DAFTAR ISI 4

DAFTAR KOMPETENSI 5

BASIC LIFE SUPPORT (BANTUAN HIDUP DASAR) 7

PENATALAKSANAAN PASIEN TERINTEGRASI 28

DASAR-DASAR ANAMNESIS 32

DAFTAR KOMPETENSI

Berdasarkan SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) 2012, ada beberapa level
kompetensi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran untuk menjadi seorang dokter.
Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk
menghindari pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang
harus dicapai di akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows
how, shows, does). Tingkat kemampuan tersebut, sebagai berikut:
Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan

4
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan
psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan
keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan
komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui
perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat
menggunakan ujian tulis.
Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatanuntuk
melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau
pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat
kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus
secara tertulis dan/atau lisan (oral test).
Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervise
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang
biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat
dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan
langsung pada pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga
dan/atau standardized patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan
menggunakan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective
Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).

Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri


Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai
seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan
pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian
keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment
misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau

5
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
Dengan demikian di dalam Daftar Keterampilan Klinis ini tingkat kompetensi tertinggi
adalah 4A.
Pada topik dasar-dasar patologi ini, berikut adalah daftar standar kompetensi
terkait.

NO KETERAMPILAN LEVEL KOMPETENSI

1. Bantuan Hidup Dasar 4A

2. Autoanamnesis dengan pasien 4A

3. Alloanamnesis dengan anggota 4A


keluarga/orang lain yang bermakna

4. Memperoleh data mengenai 4A


keluhan/masalah utama

5. Menelusuri riwayat perjalanan penyakit 4A


sekarang/dahulu

6. Memperoleh data bermakna mengenai 4A


riwayat perkembangan, pendidikan,
pekerjaan, perkawinan, kehidupan
keluarga

BASIC LIFE SUPPORT (BLS) /


BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar sesuai dengan kebutuhan pasien.

TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti keterampilan klinik mengenai Bantuan Hidup Dasar ini, diharapkan
mahasiswa mampu :

1. Memeriksa tingkat kesadaran berdasarkan penilaian AVPU


2. Membebaskan jalan nafas
6
3. Menilai jalan nafas dengan teknik Look, listen and feel
4. Memberikan bantuan nafas pada korban henti nafas
5. Memeriksa denyut nadi karotis
6. Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) pada korban henti nafas dan henti jantung
7. Menempatkan korban pada posisi pemulihan (recovery position)

RENCANA PEMBELAJARAN
1) Pra-sesi
- Mahasiswa menyaksikan video pemberian bantuan hidup dasar
http://www.youtube.com/watch?v=xtOZN4F4DSo
http://www.youtube.com/watch?v=OTXGbdOdH2M
http://www.youtube.com/watch?v=FREYDwotESE
- Mahasiswa diwajibkan mengerjakan working plan (menjawab beberapa pertanyaan
tentang bantuan hidup dasar dengan referensinya yaitu video BHD, buku panduan skills
lab bantuan hidup dasar, kuliah, dan referensi lain)

SKENARIO KLINIS
Pada suatu hari, Anda sedang lari pagi di Gubernuran, tiba-tiba Anda melihat seorang
laki-laki berusia ± 60 tahun terjatuh dan tidak sadarkan diri.
Apa yang Anda lakukan untuk menolongnya?

TINJAUAN TEORI
Basic Life support / Bantuan Hidup Dasar merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam
jiwa. Sedangkan bantuan yang diberikan pada pasien /korban yang dilakukan dirumah sakit
sebagai kelanjutan dari BHD disebut Bantuan Hidup Lanjut/Advance Cardiac Life Support
(ACLS).
Yang dilakukan pada saat pertama kali menemukan pasien/korban adalah melakukan
penilaian dini guna menemukan adanya suatu keadaan yang mengancam jiwa. Aapun indikasi
dilakukannya bantuan hidup dasar (BHD) adalah :

1. Henti Napas
Merupakan suatu keadaan berhentinya pernapasan spontan disebabkan karena ganggguan
jalan napas baik parsial maupun total atau karena gangguan pusat pernapasan.
Adapun penyebab dari henti napas, yaitu :
7
a. Sumbatan jalan napas
Jalan napas dapat mengalami sumbatan total ataupun parsial. Sumbatan jalan napas
total dapat menyebabkan henti jantung secara mendadak karena berhentinya suplai
oksigen ke otak maupun ke miokard. Sumbatan jalan napas parsial umumnya lebih
lambat menimbulkan henti jantung, namun usaha yang dilakukan tubuh untuk bernapas
dapat menyebabkan kelelahan.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan sumbatan jalan napas :
- Benda asing ( termasuk darah)
- Muntahan
- Edem laring atau bronkus akibat trauma langsung pada wajah atau tenggorokan
- Spasme laring atau bronkus baik akibat radang atau trauma
- Tumor
b. Gangguan paru
Kondisi-kondisi paru yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi antara lain :
- Infeksi
- Aspirasi
- Edema paru
- Kontusio paru
- Keadaan tertentu yang menyebabkan rogga paru tertekan oleh benda asing, seperti
pneumothoraks, hemtothoraks, efusi pleura
c. Gangguan Neuromuskular
Kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan kemampuan otot-otot utama pernapasan
(otot dinding dada, diafragma, dan otot intercostal) untuk mengembang kempiskan paru,
antara lain :
- Miastenia gravis
- Sindroma Guillen Bare
- Multiple sclerosis
- Poliomielitis
- Kiposkoliosis
- Muskular distrofi
- Penyakit motor neuron

2. Henti Jantung
Merupakan suatu keadaan berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagallan jantung
untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan tersebut bisa disebabkan oleh penyakit
primer dari jantung atau penyakit sekunder non-jantung.
Kondisi primer penyebab henti jantung, yaitu :
- Gagal jantung
- Tamponade jantung
- Miokarditis
- Kardiomiopati
8
- Hipertrofi
- Fibrilasi ventrikel yang mungkin disebabkan oleh iskemia miokard, infark miokard,
tersengat listrik, gangguan elektrolit, atau karena konsumsi obat-obatan.

3. Tidak Sadarkan Diri


Survey bantuan hidup dasar bertujuan untuk membantu atau mengembalikan oksigenisasi,
ventilasi, dan sirkulasi yang efektif sampai kembalinya sirkulasi spontan atau hingga
intervensi bantuan hidup jantung lanjut (BHJL) dapat dimulai. Pelaksanaan tindakan ini pada
dasarnya akan meningkatkan kemungkinan pasien untuk bertahan hidup dan memperoleh
hasil akhir neurologis yang lebih baik.

Survey primer BHD merupakan suatu pendekatan ABC yang menggunakan serangkaian
pemeriksaan yang berurutan.

A = Airway control atau penguasaan jalan nafas


B = Breathing Support atau bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar
dan menghentikan perdarahan besar

INGAT!!! Sebelum
Alur bantuan melakukan survey BHD, kita harus memastikan bahwa lingkungan sekitar
hidup dasar
penderita aman untuk melakukan pertolongan, dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respon
penderita, sambil meminta pertolonan untuk mengaktifkan sistem gawat darurat.

9
Gambar 1 Alur Bantuan Hidup Dasar
Sumber: American heart association; Guidelines CPR

Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
pasien/korban, yaitu:
1. Memastikan keamanan lingkungan
Aman bagi penolong maupun aman bagi pasien/korban itu sendiri.

2. Memastikan kesadaran pasien/korban


Dalam memastikan pasien/korban dapat dilakukan dengan menyentuh atau menggoyangkan
bahu pasien/korban dengan lembut dan mantap, sambil memanggil namanya atau Pak!!!/
Bu!!!!/ Mas!!!/Mbak!!!, dll.
10
Salah satu cara memeriksa kesadaran adalah dengan menilai AVPU :
A (Alert) : kesadaran baik, orientasi baik saat ditanyakan nama, tempat, tanggal, waktu

V (Verbal) : korban hanya memberi respon jika di panggil

P (Pain) : korban baru memberikan respon jika diberi rangsang sakit

U (Unresponsive) : korban tidak berespon terhadap rangsangan apapun

3. Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta pertolongan
dengan cara : berteriak ”tolong !!!!” beritahukan posisi dimana, pergunakan alat komunikasi
yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang ada (bel emergency di rumah sakit).
4. Memperbaiki posisi pasien/korban
Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada
permukaaan yang rata/keras dan kering. Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup
pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang
utuh untuk mencegah cedera/komplikasi.
5. Mengatur posisi penolong
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada saat memberikan
batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak pergerakan

A (AIRWAY CONTROL) : Membebaskan Jalan Nafas


Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka jalan napas, membersihkan jalan napas
serta mempertahankan jalan napas untuk memperbaiki oksigenisasi tubuh serta ventilasi.

Membuka Jalan Nafas

Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran, maka lidah mungkin jatuh ke belakang
dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara
mengangkat dagu (head-tilt and chin-lift maneuver) atau dengan mendorong rahang ke bawah
ake arah depan (jaw-thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway
orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharyngeal airway). Tindakan

11
yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal,
oleh karena itu leher penderita selama mengerjakan prosedur ini harus dilakukan immobilisasi
segaris (in-line immobilization).

Cek apakah ada tanda-tanda berikut :


 Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
 Pasien mengalami tumbukan di
berbagai tempat (misal : terjatuh
dari sepeda motor)
 Berdasarkan saksi pasien
mengalami cedera di tulang Gambar 2 Teknik membuka jalan nafas head-tilt/chin-lift
belakang bagian leher Sumber: American heart association; BLS

Tanda-tanda tersebut adalah tanda-


tanda kemungkinan terjadinya cedera
pada tulang belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya. Apabila
ditemukan tanda-tanda di atas maka lakukan Head-tilt dan Chin-lift maneuver.

Head-tilt and Chin-lift Maneuver

- Jari-jemari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang, yang kemudian secara hati-hati
diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan.
- Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu
jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incicivus) bawah, dan dengan dagu secara
bersamaan hati-hati diangkat. Sedangkan tangan yang lain letakkan di dahi penderita dan
menekan kepala penderita ke bawah.
- Maneuver chin-lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada
korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas
tulang leher, dan tidak juga beresiko mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi
patah tulah dengan cedera spinal.

Apabila ditemui tanda-tanda cedera tulang belakang servikal maka lakukan imobilisasi leher
secara manual. Hal ini untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang
bagian leher pasien. Setelah itu lakukan Jaw-thrust maneuver.

Jaw-thrust maneuver

12
Maneuver mendorong rahang (jaw-thrust) dilakukan dengan cara memegang sudut rahang
bawah (angulus mandibulae) kiri dan kanan, dan mendorong rahang bawah ke depan.
Pertahankan posisi mulut pasien/korban tetap terbuka .Bila cara ini dilakukan sambil

memegang masker dari alat bag-valve, dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang
adekuat.
Gambar 3 Teknik membuka jalan nafas jaw-thrust
Sumber: American heart association; BLS
Bersihkan Jalan Nafas

Dilakukan untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Jenis-jenis
suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas, yaitu :

Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan
cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang digunakan untuk chin-lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan
korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut

Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan
oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu”
rongga mulut dari cairan-cairan.

Gambar 4 Teknik membuka jalan nafas jaw-thrust Crowing : suara dengan nada tinggi,
Sumber: American heart association; BLS
biasanya disebakan karena

13
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head-
tilt and chin-lift atau jaw-thrust saja.

B ( BREATHING SUPPORT) Bantuan Pernafasan

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Setiap
komponen ini harus dievaluasi secara cepat.

Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan
untuk memastikan masuknya udara dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara
atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu ventilasi.

Breathing support terdiri dari 2 tahapan, yaitu :


1. Memastikan pasien/korban tidak bernafas
Dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut dalam waktu kurang dari 10 detik :
a. Lihat (Look)
- Apakah penderita mengalami agitasi atau tampak bingung. Agitasi memberi kesan
adanya hipoksia, dan tampak bingung memberi kesan adanya hiperkarbia.
- Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan
dapat dilihat dengan mudah pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut.
- Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot nafas tambahan. Bila ada merupakan
bukti tambahan adanya gangguan airway.
b. Dengar (Listen) adanya suara-suara abnormal. Pernafasan yang berbunyi (suara nafas
tambahan) menunjukan pernafasan yang tersumbat.
- Mendengkur (snoring), berkumur (gurgling), dan bersiul (crowing sound, stridor)
mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring.
- Suara parau (horseness, dysphonia) menunjukkan sumbatan pada laring
- Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami
hipoksia dan sering disalah artikan sebagai kondisi keracunan/mabuk.
c. Rasakan (Feel) lokasi trakhea dengan cepat tentukan apakah trakhea berada di tengah.

14
Gambar 5 teknik Look Listen dan Feel
Sumber: hunter advanced first aid
2. Memberikan bantuan nafas
Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Bantuan nafas
diberikan sebanyak 2 kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik dan volume 700 ml – 1000
ml (10 ml/kg atau sampai terlihat dada pasien/korban mengembang. Konsentrasi oksigen
yang diberikan 16 – 17 %. Perhatikan respon pasien. Ini dilakukan jika frekuensi nafas <12
kali/menit atau terjadi henti nafas (pernafasan normal adalah 12-20 kali/menit untuk orang
dewasa).
Cara memberikan bantuan pernafasan:
a. Mulut ke mulut
Merupakan metode yang mudah dan cepat. Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang
dikeluarkan oleh penolong. Cara melakukan pertolongan adalah:
- Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang dilanjutkan dengan menjepit hidung
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang melakukan head tilt chin lift.
- Buka sedikit mulut pasien, tarik napas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong
melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap tiupan selama 1 detik dan
pastikan dada terangkat.
- Tetap pertahankan head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien, lihat
apakah dada pasien turun waktu ekshalasi.

15
Gambar 6 Posisi pemberian nafas bantuan teknik mouth to mouth
Sumber : www.pennmedicine.org
b. Mulut ke hidung
Napas bantuan ini dilakukan bila pernapasan mulut ke mulut sulit dilakukan misalnya
karena trismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai chin lift, kemudian
tiupkan udara seperti pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut pasien waktu ekshalasi.

Gambar 7 Posisi pemberian nafas bantuan teknik mouth to nose


Sumber: buku panduan kursus bantuan hidup jantung dasar
c. Mulut ke sungkup
Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakkan diatas dan melingkupi
mulut serta hidung pasien. Sungkup terbuat dari plastik transparan sehingga muntahan
dan warna bibir pasien dapat terlihat.

Gambar 8 Posisi pemberian nafas bantuan mulut ke sungkup


Sumber : www.jevuska.com
C (CIRCULATION) bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban

16
Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua atau
tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser ke
arah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selama 5 – 10 detik. Bila teraba
penolong harus memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas mouth to
mouth selama 2 menit dengan kecepatan 1 nafas setiap 5-6 detik sehingga berkisar 10-12
kali bantuan nafas per menit. Bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.

Gambar 8 Meraba arteri karotis


Sumber: buku panduan kursus bantuan hidup jantung dasar
2. Melakukan kompresi jantung
Kompresi jantung merupakan tindakan yang dilakukan untuk menciptakan aliran darah
melalui peningkatan tekanan intratorakal untuk menekan jantung secara tidak langsung.
Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah
bawah dinding sternum. Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada
adalah :
- Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras
- Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara dua jari penolong ( telunjuk dan jari tengah)
menelusuri tulang iga pasien/korban yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu
tulang dada (sternum)
- Dari tulang dada (sternum), cari processus xiphoideus, 2- 3 jari ke atas dari processus
xiphoideus, daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong.
- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan
diatas telapak tangan yang lain. Hindari jari-jari menyentuh dinding dada pasien/korban.
- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan tenaga
dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan 1,5 –
2 inchi ( 4 – 5 cm)
- Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi
semula setiap kali kompresi. Waktu penekanan dan melepaskan kompresi harus sama.
17
- Tangan tidak boleh berubah posisi

Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong maupun dua penolong.
Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit. Dilakukan selama 5 siklus.

18
Gambar 9 Posisi kedua tangan pada saat melakukan RJP
Sumber: atlas RJP, 2013

Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanan sistolik 60 – 80 mmHg dan diastolik
yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari menemukan pasien/korban sampai dilakukan
tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30 detik.

PENILAIAN (EVALUASI) ULANG


Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali
 Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio 30 : 2
 Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi pemulihan (recovery

position)
 Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas selama 1 menit
dengan kecepatan 1 nafas setiap 6 detik dan monitor denyut jantung setiap saat.

Posisi Pemulihan (Recovery Position)


Ini adalah posisi aman untuk korban yang tidak sadar namun bisa bernafas. Bila korban yang
tidak bernafas terlentang, lidahnya bisa menyumbat tenggorokan dan menahan udara melalui
saluran nafas ke paru-paru. Situasi ini berbahaya karena bisa menghentikan pernafasan dan
denyut jantung. Posisi pemulihan menjaga kepala, leher dan punggung tetap segaris, menjaga
saluran nafas terbuka dan memungkinkan cairan keluar dari mulut bila korban muntah. Ikuti
semua langkah dibawah ini bila menemukan seorang korban tertelungkup atau terbaring miring.

1. Berlututlah sejajar korban. Buka saluran nafas dengan menekan dagunya memakai dua
jari untuk mendongakkan kepala korban (Head Tilt Chin Lift). Luruskan kaki dan lengan

19
si korban yang jauh dari anda, posisikan lengan korban disisi dekat anda agar tegak lurus
tubuh korban dan lipat sikunya dengan telapak tengadah.
2. Dengan satu tangan ambil tangan si korban melintang dadanya dan tempatkan punggung
tangan menempel dibawah sisi pipi dekat anda. Dengan tangan yang lain, tarik tungkai
korban ke posisi tertekuk tegak lalu tarik lututnya kearah anda.
3. Tarik lutut korban sampai ia terguling ke samping. Bila perlu topang tubuhnya dengan
lutut anda agar korban tidak terguling dengan cepat. Biarkan tangan korban mengganjal
kepalanya, dan sedikit dongakkan kepala korban agar ia bisa bernafas.
4. Mungkin perlu diatur posisi tangan korban pengganjal kepala dan bila memungkinkan
tekuk pinggul dan kaki penopang agar ada di posisi menopang tubuh

Gambar 10 posisi pemulihan


Sumber : www.bupa.co.uk

Kapankah BHD dihentikan?


1. Sampai pasien HIDUP kembali
2. Sampai bantuan datang
3. Sampai korban dipastikan mati
4. Sampai Penolong Kelelahan

20
PASTIKAN LINGKUNGAN AMAN

PERIKSA KESADARAN KORBAN (AVPU)

Unresponsive

MINTA PERTOLONGAN

PERBAIKI POSISI KORBAN

ALUR BHD
BEBASKAN AIRWAY

Head Tilt Chin Lift


Jaw Thrust Maneuver
Bersihkan benda asing (cross finger)

BREATHING

(Look, Listen and Feel)

ADA NAFAS TIDAK ADA NAFAS

Recovery Position Berikan 2x nafas buatan

CEK DENYUT NADI

DENYUT NADI (+) DENYUT NADI (-)

Berikan nafas buatan 10 – 12 x per menit RJP (kompresi : ventilasi)


(lakukan selama 2 menit) 30 : 2 sebanyak 5 siklus
21

EVALUASI
EVALUASI
Checklist BLOK 2.3 – Basic life support (BLS)

CHECKLIST BASIC LIFE SUPPORT (BANTUAN HIDUP DASAR)


NAMA :

NIM :

SKOR
No TAHAPAN
0 1 2

1 Pastikan keadaan aman

2 Periksa kesadaran korban (AVPU)

A (Alert) : kesadaran baik, orientasi baik saat ditanyakan nama,


tempat, tanggal, waktu

V (Verbal) : korban hanya memberi respon jika di panggil

P (Pain) : korban baru memberikan respon jika diberi rangsang


sakit

U (Unresponsive) : korban tidak berespon terhadap rangsangan


apapun

3 Meminta pertolongan

4 Perbaiki posisi korban

Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup


pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan
sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mencegah
cedera/komplikasi

5 A (Airway Control) : Bebaskan Jalan Nafas

-
Membuka jalan nafas : Lakukan head tilt – chin lift atau
jaw thrush maneuver
- Bersihkan jalan nafas : Lakukan tehnik cross finger
Skenario  airway bebas (clear)

22

EVALUASI
6 B (Breathing Support) : Bantuan Pernafasan

 Look, listen and feel


Bila pasien bernafas  tempatkan pasien pada posisi recovery
7
position

8 Bila pasien tidak bernafas atau frekuensi nafas < 12 kali/menit


 berikan 2 x nafas buatan

- Mengambil nafas dalam, letakkan mulut terbuka


menutup seluruh mulut korban agar tersekap rapat
- Menghembuskan udara ke mulut korban selama sekitar
1,5 – 2 detik
- Mengangkat mulut dengan kedua tengan tetap di posisi
semula untuk menjaga posisi kepala korban
- Sekilas melihat pada dada korban, seharusnya terlihat
mengempis ketika udara meninggalkan paru-paru
- Mengambil nafas kembali lalu menghembuskan nafas
kedua selama 1,5 – 2 detik
- Lihat kembali dada korban, apakah ada gerakan
mengempis
9 Meraba denyut nadi karotis dengan dua jari selama 5 - 10 detik

10 Bila nadi karotis teraba px pernafasan Berikan nafas buatan


(bila tidak ada nafas/frek.nafas <12x/mnt) 10 – 12x per menit
(lakukan selama 2 menit) lalu EVALUASI (periksa respon
korban), adakah nafas spontan?

Bila ya : Tempatkan pasien pada ‘recovery position’

Bila tidak : cek nadi karotis : bila teraba, ulangi bantuan nafas
10 – 12x per menit, cek nadi karotis tiap 2 menit
Lakukan pemberian nafas bantuan sampai timbul nafas spontan
atau sampai bantuan datang.

Bila nadi karotis tidak teraba  lakukan RJP (kompresi :


11 ventilasi) 30 : 2 sebanyak 5 siklus, lalu EVALUASI(Cek nadi
karotis)Ulangi langkah 5

Bila nadi (+), nafas (+)  Hentikan RJP namun melanjutkan


12 pemantauan denyut nadi dan nafas korban sampai datang
bantuan medis recovery position’

RJP dihentikan bila :

13 - Pasien HIDUP kembali (nadi +, nafas +)


- Sampai bantuan datang
- Sampai korban dipastikan mati
- Sampai Penolong Kelelahan

23
JUMLAH

DAFTAR PUSTAKA

Achyar, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut – ACLS Indonesia. Cetakan
Kedua. Jakarta : PERKI; 2010

Agus subagjo, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar – BCLS Indonesia.
Edisi 2011. Cetakan pertama. Jakarta : PERKI; 2011

American Heart Association. Guidelines for CPR and ECC; 2010

Purwoko. Bantuan Hidup Dasar (BHD). Surakarta : FK UNS

www.bupa.co.uk

www.huntermedic.zoomshare.com

www.jevuska.com

www.pennmedicine.org

24
PENATALAKSANAAN PASIEN TERINTEGRASI

TUJUAN UMUM

Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pasien terintegrasi secara baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari keterampilan pasien terintegrasi ini, diharapkan mahasiswa mampu

1. Mahasiswa mampu mengembangkan alur berfikir secara sistematis (mulai dari anamnesis,
pemeriksan fisik, dan rencana pemeriksaan penunjang) sehingga nantinya mampu untuk
mendiagnosis suatu penyakit
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik secara benar kepada pasien
3. Mahasiswa mampu mengambil kesimpulan dari pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
benar
4. Mahasiswa diharapkan bisa memberikan pilihan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan
untuk pasien sesuai dengan indikasinya

RENCANA PEMBELAJARAN

1) Pra-sesi

a. Pemberian tugas bagi mahasiswa untuk mempelajari materi pasien terintegrasi dari
berbagai sumber termasuk materi skills lab dari blok-blok sebelumnya yang
berhubungan dengan materi penatalaksanaan pasien terintegrasi, dan merangkumnya
dalam bentuk artikel. (agar mahasiswa memiliki pengetahuan dasar tentang
anamnesis)

2) Sesi Pembelajaran
1. Mahasiswa secara bergantian dalam satu kelompok berlatih kasus dengan berperan
sebagai dokter.
2. Hal yang harus dilakukan oleh mahasiswa adalah:
a. Mempraktekkan keterampilan anamnesis
b. Mempraktekkan keterampilan pemeriksaan fisik
c. Menentukan diagnosis
d. Memberikan terapi (termasuk menulis resep)
e. Menyampaikan edukasi kepada pasien
3. Yang berperan sebagai pasien adalah pasien simulasi.
25
4. Instruktur bertugas untuk mengobservasi dan memberikan feedback.

CONTOH SKENARIO KLINIS

1. Tn.Robi 45 tahun datang dengan ke IGD dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 1 jam yang
lalu. Nyeri dada menjalar kelengan kiri, berlangsung lebih dari 15 menit, dan dirasakan
seperti tertindih beban berat. Keluhan tidak berkurang dengan istirahat. Selain itu, pasien juga
mengeluh ada perasaan cemas dan keringat dingin. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak
setahun yang lalu. Ayah Tn.robi 1 tahun yang lalu meninggal karena penyakit jantung
hipertensi.
Sebagai seorang dokter apa yang akan anda lakukan?
Lakukan anamnesis singkat, pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan fisik jantung

CHECK LIST

NAMA:
NIM :

PEMERIKSAAN TANDA VITAL DAN PX JANTUNG

No Kriteria Penilaian Skor

0 1 2 3

1 Membina sambung rasa

2 Menanyakan identitas pasien

3 Menanyakan dan memastikan keluhan utama

4 Menggali:

RPS

RPD

RPK

Kebiasaan dan lingkungan

5 Melakukan cross check

6 Menjelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dan


meminta ijin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan

26
7 Pemeriksa mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan

8 Mempersiapkan posisi pasien

9 Pemeriksaan Nadi

10 Interprestasi hasil pemeriksaan nadi

11 Pemeriksaan respirasi

12 Interprestasi hasil pemeriksaan respirasi

13 Pemeriksaan suhu aksila

14 Interprestasi hasil pemeriksaan suhu

15 Interprestasi hasil pemeriksaan tekanan darah

16 Meminta pasien untuk membuka pakaian bagian atas

17 Meminta pasien untuk berbaring

Inspeksi

18 Melakukan inspeksi dinding thorax anterior

- Melihat ictus cordis

Palpasi

19 Meraba pulsasi ictus cordis dengan ke-4 jari tangan dan


kemudian menunjuk lokasi ictus cordis dengan 1 jari

Perkusi

20 Menentukan batas atas jantung

21 Menentukan batas kiri jantung

22 Menentukan batas kanan jantung

Auskultasi

23 Auskultasi di daerah mitral

24 Auskultasi di daerah tricuspidalis

25 Auskultasi di daerah pulmonal

26 Auskultasi di daerah aorta

Jumlah

Keterangan :

27
0 = tidak melakukan Instruktur

1 = melakukan tapi salah

2 = melakukan tapi kurang sempurna

3 = melakukan dengan sempurna ( )

ANAMNESIS – HISTORY TAKING

TUJUAN UMUM

Mahasiswa mampu melakukan anamnesis secara baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari keterampilan History Taking / Anamnesis ini, diharapkan mahasiswa


mampu:

1. Memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan anamnesis.


2. Menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien
3. Membina sambung rasa dengan pasien.
28
4. Mendapatkan identitas pasien,
5. Mendapatkan riwayat medis secara tepat dan akurat, dengan tujuan untuk
mengenali suatu pola yang bisa mengarah pada suatu penyakit.
6. Menggali informasi tentang kondisi tempat tinggal pasien
7. Melakukan anamnesis system, dan cross check terhadap jawaban yang diberikan
pasien, (heteroanamnesis)
8. Mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif, meningkatkan
pemahaman pasien, serta menjaga hubungan baik dengan pasien.
9. Mencatat dan merangkum data anamnesis secara sistematis

RENCANA PEMBELAJARAN

1) Pra-sesi
a. Pemberian tugas bagi mahasiswa untuk mempelajari materi anamnesis dari
berbagai sumber, dan merangkumnya dalam bentuk artikel. Diberikan sebelum
pemberian kuliah skill lab anamnesis, dan dikumpulkan sebelum kuliah. (agar
mahasiswa memiliki pengetahuan dasar tentang anamnesis)
b. Menyaksikan video anamnesis dokter-pasien. (http://www.youtube.com/watch?
v=YKF3Eo5m1P4)
c. Mengerjakan working plan (menjawab beberapa pertanyaan tentang anamnesis)
TINJAUAN TEORI

Komunikasi terhadap pasien terdiri dari 3 hal yang harus berjalan secara paralel yaitu
seperti yang terdapat pada diagram di bawah :

29
THE CAMBRIDGE CALGARY OBSERVATION
GUIDE After Silvermann, Kurtz dan Draper

Berdasarkan diagram diatas, komunikasi dokter-pasien meliputi :


1. Memulai wawancara (initiating the session)
2. Mengumpulkan informasi (gathering information)
3. Penjelasan dan perencanaan (explanation and planning)
4. Menutup wawancara (closing the session)

Lalu pada saat melakukan tahap komunikasi dokter-pasien, ada dua hal yang harus
diperhatikan yaitu :
 Kemampuan menjalin hubungan / sambung rasa dengan pasien
(building the relationship).
 Kemampuan menstruktur wawancara (structuring the consultation).
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara harus
selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-pasien. Bisa dikatakan
ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada saat wawancara sedang
berlangsung.

Pada modul Anamnesis – history taking ini akan dibahas lebih lanjut mengenai proses
mengumpulkan informasi (gathering information). Proses pengumpulan informasi ini lebih
lanjut akan disebut sebagai proses Anamnesis.

ANAMNESIS

30
Anamnesis merupakan suatu hubungan komunikasi antara dokter/tenaga kesehatan
dengan pasien mengenai keadaan kesehatan pasien. Anamnesis terbagi menjadi dua yaitu auto
anamnesis, yaitu anamnesis dengan melakukan komunikasi berupa wawancara mengenai
keadaan kesehatan pasien dengan pasien sendiri, dan heteroanamnesis yaitu dengan orang
yang dianggap mengerti tentang keadaan pasien.

Anamnesis yang baik harus berdasarkan pada pertanyaan yang sistematis, yaitu
dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh
butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven).

Empat pokok pikiran dalam anamnesis adalah mencari data :


1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan
adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan
pekerjaan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang,


Meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama merupakan keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan,
misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dan sebagainya. Keluhan utama ini
sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan
anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.

31
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :

1. Lokasi Sakit

Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih lanjut
secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta
menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan penjalarannya ke
arah mana.

Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas
dan duodenum; sebelah kiri - lambung; sebelah kanan - duodenum, hati, kandung
empedu; di atas - hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.

Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas


atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas - lambung dan duodenum;
bawah belikat kanan - kandung empedu; bahu kanan - duodenum, kandung
empedu, diafragma kanan; bahu kiri - diafragma kiri.

2. Onset dan kronologis

Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa
lama. Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau
menetap. Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati
timbul secara ritmik - curiga ulkus peptikum, malam hari - ulkus peptikum dan tiap
pagi - dispepsia non ulkus.

3. Kualitas (sifat sakit)

Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit
yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan
inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu
yang bergerak biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran
cerna, empedu). Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).

4. Kuantita s (de ra ja t sa kit)


32
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung
dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain
kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap
penyakitnya.

Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.

5. Fa ktor yang memperberat keluhan.

Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan,


fisik, keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah
sakit, seperti makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas
makan/ minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan
pankreas. Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis,
apendisitis, perforasi, peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin
menambah sakit pada pleuritis.

6. Fa ktor yang me ringankan ke luhan.

Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya dengan
minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan adanya inflamasi di saluran
cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses
inflamasi dari pankreas atau hati.

7. Ke luhan yang menye rtai

Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor


pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanyakan
lebih lanjut adalah
- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
- Adakah ikterik ?
- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat
33
dingin atau badan lemas ?
- Adakah penurunan berat badan ?
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.
2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa,
sehingga pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan
pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan
terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit
yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus,
dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi
(untuk wanita).

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari
pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.

4. Riwayat sosial dan ekonomi

Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau
merokok, obat- obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan
kepercayaan).

34
BAGAN ALUR PROSES ANAMNESIS

Berikut ini disajikan bagan yang diharapkan dapat membantu pemahaman mengenai
proses anamnesis.

35
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat ada beberapa bagian dari anamnesis.

A. Tahap-tahap anamnesis yang terdiri atas:


1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik
dari sisi penyakit maupun perspektif pasien.
3. Essential background information.

B. Isi (content) yang terdiri atas :


1. Disease framework
2. Illness framework

Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration.

Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk mencari

36
kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.

Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan
sebagai berikut : Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”;
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial
dan Ekonomi merupakan bagian dari ”essential background information”.

KETERAMPILAN YANG HARUS DIKUASAI DALAM MELAKUKAN


ANAMNESIS

KETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :


1. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan permasalahan yang
dihadapinya (dengan kata – kata pasien sendiri).
2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah dengan pertanyaan
terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan pertanyaan tertutup.
3. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien untuk
menyelesaikan ceritanya, dan jangan menginterupsi.
4. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara verbal
maupun nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian dukungan/
dorongan, adanya pengulangan, paraphrasing, interpretasi, dll.
5. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.
6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang membutuhkan
suatu keterangan tambahan.
7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien untuk
memverifikasi pengertian anda. Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernyataan anda,

37
atau mintalah pada pasien untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari menggunakan
istilah- istilah medis yang tidak dipahami pasien.
9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.

CONTOH KASUS

Seorang laki-laki umur 35 tahun mengeluh nye ri pinggang.


Anamnesis yang sistematis adalah :
Dengan menggunakan pertanyaan terbuka, galilah mengenai keluhan utama
pasien, yaitu pada kasus ini adalah : Nyeri pinggang.
Pada penggalian informasi lebih lanjut tanyakan :
1. Lokasi nyeri : pertengahan daerah lumbal kadang-kadang menjalar ke
tungkai atas dan kaki kanan
2. Onset & kronologi : berangsur-angsur sejak bekerja di kebun, sudah dirasakan
selama 3 hari, memburuk waktu sore dan malam hari, membaik
waktu pagi.
3. Kuantitas nyeri : ringan, namun tidak dapat bekerja, karena rasa kurang
nyaman
4. Kualitas nyeri : nyeri tumpul.
5. Faktor pemberat : bertambah nyeri bila digerakkan, masuk kendaraan,
membungkuk, dan batuk
6. Faktor peringan : bila diam terlentang.

38
7. Gejala yang menyertai : kaku
Sistem saraf perifer : Tidak ada kelemahan atau perubahan sensorik
Sistemik : Tidak ada demam
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat jatuh disangkal
- Riwayat batu ginjal disangkal
Riwayat social : Pasien tinggal sendiri, bekerja sebagai salesman, dalam
sepekan pada akhir minggu mengelola sebuah kebun kecil, hobi
bermain tenis.
Keuangan : Tidak mempunyai asuransi kesehatan.

39
CHECK LIST ANAMNESIS

NAMA :

NIM :

SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3

Membina sambung rasa

a. Memperlihatkan kontak mata secara wajar

b. Menyapa dengan sopan

c. Mempersilakan duduk dengan yang baik dan sopan

d. Menunjukkan sikap tubuh (posisi, cara duduk) yang


baik dan sopan

e. berpakaian sopan

Menanyakan identitas pasien

Menanyakan nama, umur, alamat, identitas lain pasien

Menanyakan dan memastikan keluhan utama

Menggali riwayat penyakit sekarang

a. Menanyakan kapan dan lamanya penyakit (onset dan


durasi penyakit

b. Menanyakan letak keluhan dan perjalanan penyakit


(lokasi, kualitas, kuantitas, frekuensi, faktor yang
memperberat atau meringankan keluhan)

c. Menanyakan akibat penyakit/keluhan dan riwayat


pengobatan sebelumnya (perjalanan penyakit)

5 Menggali riwayat penyakit dahulu

a. Menanyakan keluhan atau penyakit sejenis yang dulu

Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2016 | FKIK UNJA Page 40


pernah diderita

b. Menanyakan penyakit lain yang dulu [pernah diderita


dan sesuai/berhubungan dengan kemungkinan
diagnosis atau diagnosis banding

c. Menanyakan riwayat kesehatan yang berhubungan


dari riwayat rawat inap

Menggali riwayat penyakit keluarga

a. Menanyakan apakah ada anggota keluarga pasien


yang menderita keluhan/penyakit yang serupa/yang
sama (relevan dengan masalah atau keluhan

b. Menanyakan apakah ada penyakit dalam keluarga


6 yang sifatnya diturunkan

Menggali informasi tentang kondisi kesehatan lingkungan tempat tinggal


pasien

a. Menanyakan apakah ada orang di sekitar tempat tinggal pasien yang


menderita keluhan atau penyakit serupa

b. Menanyakan kebiasaan dan lingkungan tempat tinggal pasien jika


7 berperan dalam timbulnya keluhan/penyakit pasien

Melakukan anamnesis system

Menanyaan fungsi fisiologis yang terganggu dari sistem lain dan


8 sistematis (8 sistem)

9 Melakukan cross check atas jawaban yang

diberikan oleh pasien atau pengantarnya

(pada heteroanamnesis)

10 Mencatat dan merangkum data hasil

anamnesis secara sistematis

REFERENSI

Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2016 | FKIK UNJA Page 41


Ebook bates guide to physical examination
www.gobookee.org/bates-guide-to-physical-examination/
Manual skill lab semester 2, Universitas Negeri Sebelas Maret, 2012
fk.uns.ac.id Diakses 25 Oktober 2013
Silvermann, After, Kurtz, Draper, The Cambridge Calgary Observation Guide,
www.gp-training.net Diakses 26 Oktober 2013,
Standar Kompetensi Dokter Indonesia edisi ke dua 2012, Konsil Kedokteran Indonesia, 2012
www.inamc.or.id Diakses 26 Oktober 2013,

Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2016 | FKIK UNJA Page 42

Anda mungkin juga menyukai