Anda di halaman 1dari 4

Aspek Psikologis Peserta Kontrasepsi Mantap

Sumber: Djamaludin Ancok, Psikologi Terapan, Yogyakarta, Darussalam, 2004

Pengantar

Kontrasepsi mantap adalah cara pembatasan kelahiran yang dilakukan melalui

pembedahan (surgical contraception). Contoh metode kontrasepsi dari definisi ini

adalah salpingectomy, hysterectomy, dan vasectomy. Salpingectomy ialah

pemotongan atau pengikatan pembuluh vallopian pada wanita sebagai langkah

kontrasepsi. Hysterectomy ialah pemotongan lewat pembedahan dari vas deferens

sebagai teknik pembedahan yang relatif sederhana untuk melakukan sterilisasi pada

kaum pria (Chaplin, 1989). Bebrbeda dengan cara kontrasepsi lainnya yang sudah

banyak diteliti dari segi psikologis, kontrasepsi mantap adalah metode kontrasepsi

yang belum banyak diteliti oleh para ahli Indonesia, khususnya dari segi

psikologisnya. Di Indonesia, kurangnya penelitian kontrasepsi mantap dengan

perspektif psikologis ini dikarenakan oleh jumlah pemakai metode ini relatif kecil jika

dibandingkan dengan pemakai metode lainnya. Penyebab kurang populernya metode

ini, salah satunya, ialah kepercayaan masyarakat bahwa agama tidak

memperkenankan penggunaan metode ini. Baik menurut penganut agama Islam,

Katholik, maupun agama lainnya. Masyarakat Indonesia pada umumnya mematuhi

larangan tersebut. Data-data ilmiah yang dibahas penulis dalam pembahasan ini

umumnya berasal dari hasil penelitian yang dilakukan di luar Indonesia, khususnya

yang dilakukan di negara-negara barat. Hal demikian terpaksa dilakukan oleh penulis

karena kekurangan informasi mengenai hasil-hasil penelitian yang sama di Indonesia.

Cukup banyak sebetulnya penelitian tentang kontrasepsi mantap yang dilakukan di

Indonesia, tetapi menemukan yang secara sistematik khusus memfokuskan pada aspek

psikologis tampaknya merupakan kesempatan langka. Perkembangan Akseptor


Kontrasepsi Mantap Jika dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya (IUD, Pil,

Kondom, dan Suntik), akseptor kontrasepsi mantap jumlahnya relatif masih kecil.

Kesimpulan ini didapatkan dari data-data yang tersedia. Sampai tahun 1984/1985,

jumlah akseptor Keluarga Berencana di Indonesia dapat dipaparkan sebagai berikut:

Pil (55 persen), IUD (27 persen), Kondom (5 persen), Suntik(10 persen), metode

lain-lain termasuk kontrasepsi mantap (3 persen). Proporsi data ini tidak jauh berbeda

dengan keadaan di negara barat, khususnya Amerika Serikat, yang menunjukkan

adanya kecenderungan meningkat dalam jumlah pemakai kontrasepsi mantap. Pada

tahun 1982 di Amerika Serikat ada sekitar 27 persen wanita pasangan usia subur dan

13 persen laki-laki yang menggunakan metode kontrasepsi mantap. Setiap tahun

terdapat sekitar 700 ribu wanita dan 400 ribu pria yang mengadopsi kontrasepsi

mantap tersebut adalah adanya kekuatiran terhadap efek sampingan pemakai pil dan

IUD (McCharty, 1987). Jika dibandingkan dengan keadaan negara lain, jumlah

pemakai kontrasepsi mantap di Indonesia masih relatif kecil. Selain kepercayaan

terhadap pandangan agama, faktor lain yang menjadi penyebab dari rendahnya

pemakai tersebut ialah karena kampanye pemakaian teknik ini belum dilakukan secara

luas. Metode kontrasepsi mantap belumlah lagi menjadi menjadi bagian kampanye

program KB Nasional. Metode ini masih dipertentangkan para pemuka agama, karena

dianggap bertentangan dengan ajaran agama tertentu. Aspek Psikologis Metode

Kontrasepsi Mantap Pemakaian kontrasepsi mantap atau operasi sterilisasi dapat

menimbulkan efek-efek psikologi tertentu pada pemakainya. Keluhan karena

menjalani operasi sterilisasi dapat bersumber pada dua hal. Sumber pertama adalah

operasi sterilisasi itu sendiri. Operasi sterilisasi menimbulkan reaksi fisiologik karena

kehilangan fungsi organ. Sumber kedua, adalah pengetahuan si subjek bahwa dia

telah menjalani operasi. Sumber yang terakhir ini menyebabkan si subjek


menumpahkan segala penyebab rasa sakit pada operasi yang dijalani, walaupun

penyebab sebenarnya bukanlah operasi itu sendiri. Sebagai contoh hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sacks & LaCroix (1962). Dalam penelitian tersebut, Sacks &

LaCroix (1962) menemukan bahwa dari 100 pasien yang menjalani operasi tubal

litigation dan hysterectomy, sebanyak 89 pasien melaporkan mereka tidak merasakan

adanya keluhan rasa sakit pada tubuh mereka, kecuali gangguan menstruasi yang

biasa terjadi pada mereka yang semakin lanjut usia. Sisanya yang berjumlah 11 orang

melaporkan bahwa mereka mengalami sakit pada ovarium, sakit punggung, dan

konstipasi. Menurut pendapat mereka hal tersebut dikarenakan mereka menjalani

operasi sterilisasi. Menanggapi pendapat pemakai kontrasepsi mantap itu, Sacks &

LaCroix (1962) mengungkapkan bahwa itu adalah perasaan subjektif yang keliru,

karena rasa sakit yang demikian juga terjadi pada orang-orang yang tidak

menjalankan operasi sterilisasi. Selanjutnya, untuk memudahkan pembahasan aspek

psikologis kontrasepsi mantap maka pembahasan akan dibagi dalam dua kategori,

yaitu aspek psikologis kontrasepsi mantap pada wanita, dan aspek psikologis

kontrasepsi mantap pada pria. Aspek Psikologis pada Wanita Masalah yang timbul

karena operasi sterilisasi bermula dari timbulnya pikiran bahwa setelah menjalani

operasi orang merasa bahwa dirinya tidak lagi lengkap sebagai manusia. Sebagai

seorang wanita, perasaan tidak lengkap sebagai manusia muncul dalam bentuk

kehilangan sifat keibuan yang berupa kemampuan untuk hamil. Uterus dan organ

‘pelvic’ lainnya di samping memiliki arti fisiologis juga memiliki arti psikologis.

Penelitian yang dilakukan oleh Drellich & Bieber serta penelitian yang dilakukan

Fischer menunjukkan bahwa wanita yang tidak ingin punya anak lagi yang menjalani

‘hysterectomy’ betul-betul merasakan sesuatu kehilangan yang membuatnya merasa

bukan lagi seorang wanita yang lengkap (Rodgers dan Zielger, 1973, hal 313).
Sebagian wanita merasakan bahwa uterus tidak jauh berbeda dengan alat kemaluan

laki-laki yang fungsinya bernilai seksual. Menghilangkan uterus sama dengan

menghancurkan keinginan seksual dan kenikmatan. Perasaan kehilangan ini

menimbulkan problema psikologis pada sebagian wanita. Barglow (dalam Rodgers

dan Zielger, 1973, hal 314-315) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa ada 45

persen responden menggunakan mekanisme melamun, yaitu membayangkan bahwa

mereka bisa hamil lagi, untuk mengatasi perasaan kehilangan tersebut. Selain itu, 30

persen responden lainnya mengalami gangguan kejiwaan subjektif seperti ‘simpton

konversi histerik’, atau reaksi kekanak-kanakan yang semacam. Sisa responden yang

25 persen pertama-tama menunjukkan adanya penerimaan terhadap kehilangan

kemungkinan untuk hamil.•

Anda mungkin juga menyukai