Anda di halaman 1dari 50

PSIKOSOSIAL KEBIDADAN

“PENDEKATAN PSIKOSOSIAL PERSALINAN”

Oleh: Kelompok 4

Amelya Permata Sari


Hanifa Zaini. S
Lili Fitriati Rahmah
Niki Astria
Putri Permata Sari
Sonia Wulandari

Dosen Pembimbing:
Ulvi Mariati, S. Kep, M. Kes

PROGRAM STUDI S2 ILMU KEBIDANAN


PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

tepat pada waktunya.

Dalam pembuatan makalah ini penulis mendapat bantuan berbagai pihak,

untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah memberi

dukungan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapakan demi kesempurnaan

makalah selanjutnya.

Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat

kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Padang, April 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal

dalam kehidupan. Ketika proses persalinan dimulai, peranan ibu sangat penting

untuk melahirkan bayinya sedangkan peran petugas kesehatan adalah memantau

persalinan, mendeteksi dini adanya komplikasi, selain bersama-sama keluarga

memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin. Kematian seorang ibu

dalam proses persalinan atau oleh akibat lain yang berhubungan dengan

kehamilan merupakan suatu pengalaman yang menyedihkan bagi keluarga dan


anak yang ditinggalkan. Dukungan pada ibu bersalin sangat diperlukan apabila

nyeri saat persalinan tidak mendapatkan dukungan psikologi maka dapat

menimbulkan perubahan fisiologi dan psikologi tubuh yang sangat bermakna.

Apabila sang ibu saat persalinan mengalami ketakutan, ketegangan batin,

kebingungan, kecemasan, kerisauan dan kesusahan-kesusahan tertentu, maka

interaksi ibu dengan bayi yang baru saja dilahirkannya bisa terganggu tidak hanya

pada bayi proses penyembuhan ibu juga akan terganggu jika ibu mengalami

gangguan psikososial. Sebab, kecemasan, ketegangan, kerisauan dan kepedihan di

hati ibu itu akan mengimbas dan menumbuhkan emosi-emosi yang sama pula

pada bayinya. Biasanya ibu macam ini menampilkan sikap yang ragu-ragu

terhadap diri sendiri, menampakkan relasi yang tidak mapan, atau menjlin relasi

yang kurang harmonis dengan orang lain.

Untuk itulah kita perlu mempelajari pendekatan-pendekatan terhadap

psikososial persalinan. Bidan memiliki tugas utama yang berkaitan dengan

manusia. Sebagai seorang bidan, kita membutuhkan pengetahuan tentang manusia

tidak hanya dari pengetahuan anatomi, biologi, biokimia, tetapi juga dengan

pengetahuan-pengetahuan lainnya, yang salah satunya adalah Psikologi.

1.2 Rumusan Masalah


Perumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana pendekatan

psikososial persalinan?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui pendekatan

psikososial persalinan.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui konsep dasar persalinan.

b. Untuk mengetahui pendekatan psikososial persalinan.


c. Untuk mengetahui metode – metode persalinan masa kini yang

menggunakan pendekatan psikososial.


d. Untuk mengetahui bedah jurnal mengenai pendekatan psikososial

persalinan.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Penulis

Untuk memperoleh pengetahuan tentang pendekatan psikososial

persalinan.

1.4.2 Bagi Fakultas Kedokteran


Dapat menjadi acuan dalam proses pembelajaran selanjutnya dalam tema

yang sama. Serta memperkaya ilmu pengetahuan terutama dibidang kebidanan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Persalinan

2.1.1 Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang mampu hidup,

dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan adalah serangkaian

kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir

cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh

ibu.

Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran

dari dalam rahim melalui jalan lahir. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus

berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis)

dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika

kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.

2.1.2 Penyebab Nyeri Persalinan

Rasa nyeri saat persalinan merupakan hal yang normal terjadi penyebabnya

meliputi faktor fisiologis dan psikis (Khasanah, 2005 dalam Sulistyo, 2013)
a. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis yang dimaksud adalah kontraksi. Gerakan otot ini

menimbulkan rasa nyeri karena saat itu otot-otot rahim memanjang dan kemudian

memendek. Serviks juga akan melunak, menipis, dan mendatar, kemudian tertarik.

Saat itulah kepala janin menekan mulut rahim dan kemudian membukanya. Jadi,

kontraksi merupakan upaya membuka jalan lahir.

Intensitas nyeri dari pembukaan satu sampai pembukaan sepuluh akan

bertambah tinggi dan semakin sering sebanding dengan kekuatan kontraksi dan

tekanan bayi terhadap struktur panggul, diikuti regangan bahkan perobekan jalan

lahir bagian bawah. Dari tidak ada pembukaan sampai pembukaan 2 cm, rasa

sakit/nyeri yang muncul rata-rata dua kali dalam 10 menit. Proses ini bisa

berlangsung sekitar 8 jam. Rasa sakit pada pembukaan 3 cm sampai selanjutnya

rata-rata 0.5-1 cm per jam. Makin lama, intensitas dan frekuensi nyeri makin

sering dan makin bertambah kuat mendekati persalinan

b. Faktor Psikologis

Rasa takut dan cemas yang berlebihan akan mempengaruhi rasa nyeri ini.

Setiap ibu mempunyai versi sendiri-sendiri tentang nyeri persalinan dan

melahirkan. Hal ini karena ambang batas rangsang nyeri setiap orang berlainan

dan subjektif sekali. Ada yang merasa tidak sakit hanya perutnya yang terasa

kencang. Ada pula yang merasa tidak tahan mengalami rasa nyeri. Beragam

respon tersebut merupakan suatu mekanisme proteksi dari rasa nyeri yang

dirasakan.

2.1.3 Perubahan Psikologis Masa Persalinan

Menurut Varney (2008) perubahan psikologis pada ibu bersalin mencakup:


a. Pengalaman sebelumnya

Fokus wanita adalah pada dirinya sendiri dan fokus pada dirinya sendiri

ini timbul ambivalensi mengenai kehamilan ᄃ seiring usahanya menghadapi

pengalaman yang buruk yang pernah ia alami sebelumnya, efek kehamilan ᄃ

terhadap kehidupannya kelak, tanggung jawab, yang baru atau tambahan yang

akan di tanggungnya, kecemasan yang berhubungan dengan kemampuannya

untuk nenjadi seorang ibu.

b. Kesiapan emosi

Tingkat emosi pada ibu bersalin cenderung kurang bias terkendali yang di

akibatkan oleh perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri serta

pengaruh dari orang – orang terdekatnya, ibu bersalin biasanya lebih sensitive

terhadap semua hal. Untuk dapat lebih tenang dan terkendali biasanya lebih sering

bersosialisasi dengan sesama ibu – ibu hamil lainnya untuk saling tukar

pengalaman dan pendapat.

c. Persiapan menghadapi persalinan ᄃ ( fisik, mental,materi dan sebagainya)

Biasanya ibu bersalin cenderung mengalami kekhawatiran menghadapi

persalinan ᄃ , antara lain dari segi materi apakah sudah siap untuk menghadapi

kebutuhan dan penambahan tanggung jawab yang baru dengan adanya calon bayi

yang akan lahir. Dari segi fisik dan mental yang berhubungan dengan risiko

keselamatan ibu itu sendiri maupun bayi yang dikandungnya.

d. Support system

Peran serta orang – orang terdekat dan dicintai sangat besar pengaruhnya

terhadap psikologi ibu bersalin. Biasanya akan sangat membutuhkan dorongan


dan kasih sayang yang lebih dari seseorang yang dicintai untuk membantu

kelancaran dan jiwa ibu itu sendiri.

2.1.4 Perubahan psikologis pada persalinan

1. Kala I

a. Fase laten

Pada ibu hamil banyak terjadi perubahan, baik fisik maupun psikologis.

Perubahan psikologis selama persalinan perlu diketahui oleh penolong persalinan

dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendamping atau penolong persalinan.

Perubahan psikologis pada kala I. Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu

dalam persalinan, terutama pada ibu yang pertama kali melahirkan sebagai

berikut:

a. Perasaan tidak enak


b. Takut dan ragu akan persalinan yang akan dihadapi
c. Sering memikirkan antara lain apakah persalinan berjalan normal
d. Menganggap persalinan sebagai percobaan
e. Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam

menolongnya
f. Apakah bayinya normal apa tidak
g. Apakah ia sanggup merawat bayinya
h. Ibu merasa cemas

Perubahan psikologis pada kala I dipengaruhi oleh:

a. Pengalaman sebelumnya
b. Persiapan menghadapi persalinan (fisik, mental, materi dsb)
c. Lingkungan
d. Mekanisme koping
e. Sikap terhadap kehamilan
Kecemasan menghadapi persalinan intervensinya: kaji penyebab kecemasan,

orientasikan ibu terhadap lingkungan, pantau tanda vital (tekanan darah dan nadi),

ajarkan teknik-teknik relaksasi, pengaturan nafas untuk memfasilitasi rasa nyeri

akibat kontraksi uterus.

Kurang pengetahuan tentang proses persalinan intervensinya: kaji tingkat

pengetahuan, beri informasi tentang proses persalinan dan pertolongan persalinan

yang akan dilakukan, informed consent.

Kemampuan mengontrol diri menurun (pada kala I fase aktif) intervensinya:

berikan support emosi dan fisik, libatkan keluarga (suami) untuk selalu

mendampingi selama proses persalinan berlangsung

b. Fase aktif

Seiring persalinan melalui fase aktif, ketakutan ibu meningkat. Pada saat

kontraksi semakin kuat lebih lama, dan terjadi lebih sering, semakin jelas baginya

bahwa semua itu berada di luar kendalinya. Dengan kenyataan ini, ia menjadi

lebih serius, ibu ingin seseorang mendampinginya karena ia takut ditinggal sendiri

dan tidak mampu mengatasi kontraksi yang diatasi. Ia mengalami sejumlah

kemampuan dan ketakutan yang tak dapat dijelaskan.

Pada fase transisi biasanya ibu merasakan perasaan gelisah yang mencolok,

rasa tidak nyaman menyeluruh, bingung, frustasi, emosi meledak-ledak akibat

keparahan kontraksi, kesadaran terhadap martabat diri menurun drastis, mudah

marah, menolak hal-hal yang ditawarkan kepadanya, rasa takut cukup besar.

Saat kemajuan persalinan sampai pada fase kecepatan maksimum, rasa

khawatir ibu meningkat. Kontraksi menjadi semakin kuat dan frekuensinya lebih

sering sehingga ia tidak dapat mengontrolnya. Dalam keadaan ini, ibu akan
menjadi lebih serius, ia menginginkan seseorang untuk mendampinginya. Karena

merasa takut tidak mampu beradaptasi dengan kontraksinya.

Ketika persalinan semakin kuat, ibu menjadi kurang mobilisasi,memegang

sesuatu saat kontraksi,atau berdiri mengangkang dan menggerakkan pinggulnya.

Ketika persalinan itu semakin maju, ia akan menutup mata serta pernafasannya

berat dan lebih terkontrol. Ia akan mengerang dan kadang berteriak selama

berkontraksi yang nyeri. Ibu sering terlihat menekuk jari kakinya ketika kontraksi

memuncak.

Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang ibu di lingkungan

tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka yang mendampinginya, sangat

mempengaruhi aspek psikologisnya pada saat kondisinya sangat rentan setiap kali

kontraksi timbul juga pada saat nyerinya timbul secara kontinyu.

2. Kala II

a. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman, saat bersalin ibu merasakan nyeri

akibat kontraksi uterus yang semakin kuat dan semakin sering, berkeringat

dan mulas ini juga menyebabkan ketidaknyamanan.


b. Badan selalu kegerahan, karena saat ini metabolism ibu meningkat denyut

jantung meningkat, nadi, suhu, pernapasan meningkat ibu berkeringat lebih

banyak, akibatnya ibu merasa lelah sekali kehausan ketika bayi sudah di

lahirkan karena tenaga habis dipakai untuk meneran.


c. Tidak sabaran, sehingga harmoni antara ibu dan janin yang dikandungnya

terganggu. Hal ini disebabkan karena kepala janin sudah memasuki panggul

dan timbul kontraksi-kontraksi pada uterus. Muncul rasa kesakitan dan ingin

segera mengeluarkan janinnya.


d. Setiap ibu akan tiba pada tahap persalinan dengan antisipasinya dan tujuannya

sendiri serta rasa takut dan kekhawatiran. Para ibu mengeluh bahwa bila
mampu mengejan “terasa lega”. Tetapi ibu-ibu yang lain merasa sangat berat

karena intensitas sensasi yang dirasakan. Efek yang dapat terjadi pada ibu

karena mengedan, yaitu pertama Exhaustion, ibu merasa lelah karena tekanan

untuk mengejan sangat kuat. Dua, Distress ibu merasa dirinya distress dengan

ketidaknyamanan panggul ibu karena terdesak oleh kepala janin. Tiga, panik

ibu akan panik jika janinnya tidak segera keluar dan takut persalinannya lama.

3. Kala III

1. Bahagia

Karena saat – saat yang telah lama di tunggu akhirnya datang juga yaitu kelahiran

bayinya dan ia merasa bahagia karena merasa sudah menjadi wanita yang

sempurna (bisa melahirkan, memberikanan aku ntuk suami dan memberikan

anggota keluarga yang baru), bahagia karena bisa melihat anaknya.

2. Cemas dan Takut

 Cemas dan takut kalau terjadi bahaya atas dirinya saat persalinan karena

persalinan di anggap sebagai suatu keadaan antara hidup dan mati


 Cemas dan takut karena pengalaman yang lalu.
 Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya

4. Kala IV

1. Phase Honeymoon
Phase Honeymoon ialah Phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan

kontak yang lama antara ibu – ayah – anak. Hal ini dapat dikatakan

sebagai “ Psikis Honeymoon “ yang tidak memerlukan hal-hal yang

romantik. Masing-masing saling memperhatikan anaknya dan

menciptakan hubungan yang baru.


2. Ikatan kasih ( Bonding dan Attachment )
Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-anak, dan

tetap dalam ikatan kasih, penting bagi perawat untuk memikirkan


bagaimana agar hal tersebut dapat terlaksana partisipasi suami dalam

proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk proses ikatan kasih

tersebut.

2.1.5 Kondisi Emosi Ibu Menjelang Kelahiran

Pada umumnya, persalinan akan disambut oleh calon ibu dengan beragam

respon emosi mulai dari:

a) Kebahagian yang besar dan antisipasi untuk mengungkapkan ketakutan

b) Ketakutan terhadap hal yang tidak diketahui

c) Ketakutan terhadap teknologi, intervensi dan hospitalisasi, Apakah

penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam menolongnya

d) Ketegangan, ketakutan, dan kecemasan mengenai nyeri serta kemampuan

untuk melatih kontrol diri selama persalinan

e) Perhatian mengenai kesejahteraan bayi dan kemampuan pasangan untuk

melakukan koping

f) Ketakutan terhadap kematian – rumah sakit mungkin dipandang sebagai

tempat penyakit, kematian, dan sekarat; kuatnya perasaan semacam ini

dapat meningkat jika ibu mengalami komplikasi seperti perdarahan hebat

pascapartum, distosia bahu, atau bahkan seksio sesarea darurat

g) Proses persalinan menyebabkan banyak data pribadi diketahui publik

sehingga dapat menimbulkan ketakutan dan kurangnya privasi atau rasa

malu.

h) Kecemasan mengenai abnormalitas pada janin

i) Kelegaan, ‘syukurlah semua telah berakhir’ mungkin di ungkapkan oleh

kebanyakan ibu segera setelah melahirkan; kadang-kadang ibu


menanggapi secara dingin terhadap peristiwa yang baru terjadi, terutama

bila ibu mengalami persalinan lama, dan komplikasi, dan sulit.

j) Beberapa ibu mungkin merasa dekat dengan pasangan dan bayi; sama

halnya dengan ibu yang tidak tertarik dengan bayinya meskipun beberapa

ibu yang ingin menyusui menginginkan adanya kontak kulit ke kulit dan

segera menyusui.

k) Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayinya

l) Kelelahan dan peningkatan emosi

m) Nyeri

Mendekati minggu-minggu terakhir menjelang kelahiran, pada umumnya

ibu hamil mengalami kegelisahan dan ketidaknyamanan sehingga kondisi

mempengaruhi kualitas mental ibu. Kondisi ini didukung pula oleh bertambahnya

tekanan bobot bayi yang semakin jelas dan terus mendorong hasrat ibu untuk

segera melihat bayinya. Efek psikologis yang ditimbulkan makin besar, seperti

kegelisahan pada fase pemisahan pribadi ibu dengan pribadi anak.

1.Perasaan Takut

Kondisi-kondisi psikologis yang sering menyertai ibu menjelang kelahiran

bayi ialah adanya perasaan takut. Sekalipun peristiwa kelahiran sebagai

fenomenal fisiologis yang normal, kenyataanya proses persalinan berdampak

terhadap pendarahan dan kesakitan luar biasa serta bias menimbulkan ketakutan

kematian, baik ibu atau bayinya. Ketakutan kematian yang mendalam menjelang
kelahiran bayi disebut ketakutan primer, yang menjadi intens ibu, suami dan

semua orang yang bersimpati padanya ikut panik atau gelisah. Sikap menghibur

dan melindungi dari suami atau keluarga sangat diperlukan, karena merupakan

dukungan moril mengatasi konflik batin, kegelisahan dan ketakutan-ketakutan

lain.

Ketakutan primer biasanya datang bersamaan dengan ketakutan sekunder,

seperti kurangnya dukungan suami atau kondisi ekonomi sulit. Ketakutan mati

bias dikurangi dengan mekanisme pertahanan diri yang kuat, seperti persiapan

mental menghadapi persalinan dan menghindari konflik yang serius.

2. Perasaan Bersalah dan Berdosa

Kondisi psikologis kedua yang menyertai menjelang kelahiran ialah

perasaan bersalah atau berdosa. Perasaan ini berhubungan erat dengan kehidupan

emosi dan cinta kasih yang diterima ibu hamil dari orang tuanya, terutama pada

ibunya. Manakala ia menerima kasih saying yang baik, kemungkinan perasaan

bersalah lebih kecil ketimbang dengan mereka yang memiliki kehidupan emosi

yang kurang menyenangkan. Hal ini sangat jelas berlaku jika anak yang akan

dilahirkan adalah hasil pemerkosaan atau anak yang tidak diinginkan sehingga

cenderung ingin melakukan aborsi.

Selain itu, proses identifikasi yang diterima ibu hamil. Jika identifikasi

menjadi bentuk yang salah, maka kemungkinan besar akan mengembangkan

mekanisme rasa bersalah atau berdosa pada ibunya. Keadaan rasa bersalah atau

berdosa akan membuat ibu semakin takut pada kematian sehingga salah satu

upaya yang dilakukan nya adalah meminta ibunya untuk selalu menemani
sebelum selama dan pasca persalinan. Kehadiran ibunya dianggap sebagai obat

pengganti rasa bersalahnya.

3. Rasa Takut Konkrit

Pada umumnya wanita hamil akan dirundung rasa ketakutan konkrit

menjelang persalinan seperti ketakutan jika anak lahir cacat atau keadaan

patologis, takut bayinya bernasib buruk akibat disa-dosanya, ketakutan atas beban

hidup yang semakin berat dengan kehadiran anak, sikap penolakan dan regresi

kalau dirinya dipisahkan dengan bayinya.

4. Trauma Kelahiran

Trauma kelahiran biasanya berkaitan erat dengan sikap ibu yang selalu

dirundung ketakutan untuk berpisah dengan anak dari rahimnya, sikap protektif

ibu yang berlebihan atau perasaan tidak mampu merawat bayinya. Jadi, terdapat

perasaan takut akan kehilangan bayi atau postmatur.

5. Halusinasi Hipnagogik

Gambaran-gambaran tanpa disertai perangsang yang adekuat (coco,pas)

yang berlangsung saat setengah tidur dan setengah terjaga. Selama interval relaks

ini akan bermunculan berbagai konflik batin, tendensi psikologis yang tidak

terselesaikan yang masih terus mengganggu ketenangannya hingga menjelang

proses persalinan.

2.1.6 Sikap Ibu Menanti Kelahiran

Reaksi sikap pasif atau aktif ibu menunggu proses persalinan secara umu

banyak dipengaruhi ileh sikap ibu. Beberapa tipe sikap reaksional dari wanita

dalam masa penantian kelahiran adalah:

1. Reaksi Ibu yang Total Pasif


Gambaran universal dari reaksi sikap wanita yang pasif secara total ialah

sejak awal dia menerima kehamilan dan proses persalinan sebagai hal yang

normal, tidak perlu dicemaskan atau ditakutkan sebagai bentuk responsnya saat

mendengarkan nasehat atau sugesti bidan atau dokter. Namun ketika merasakan

tanda-tanda rasa sakit menjelang proses persalinan yang sesungguhnya, dia

menjadi marah hebat, tidak sabar dan selalu menuntut segera kehadiran dokter

atau bidan. Ketidakhadiran bidan atau dokter meningkatkan rasa kecemasan dan

kemarahannya.

2. Reaksi Ibu yang Hiperpasif

Gambaran universal dari reaksi tipe wanita dengan hiperpasif selama

kehamilan sama sekali tidak menyadari bahwa kehamilannya sudah matang dan

menjelang proses persalinan. Gambaran sikap tipe wanita hiperpasif ialah tidak

mau bertanggung jawab segala perubahan kehamilannya, janin dianggap hanya

ketepatan belaka, tidak perlu mengetahui mengenai tumbuh dan berkembangnya

janin, karena dianggap tidak mengetahui mengenai tumbuh dan berkembangnya

janin, karena dianggap tidak penting, semua urusan mengenai kehamilan dan

proses persalinannya sebagi urusan suaminya atau ibunya, berperilaku keanak-

anakan, sangat tergantung penuh kepada ibu atau pengganti ibu serta senang

menyuruh suaminya untuk melakukan tugas-tugasnya, banyak mengeluh dan

tidak sabaran, merasa tidak takut mati dan selalu mengharapkan kehadiran orang

lain.

3. Reaksi Ibu pasif dan Menyerah

Ciri-ciri wanita pasif menyerah ialah malas bekerja sama dengan bidan

menjelang proses persalinannya sehingga memperlambat proses pengembangan


servix dan saluran vagina. Kondisi ini menyebabkan kontraksi-kontraksi menjadi

lemah. Bahkan berhenti secara total proses persalinan dan macet total sehingga

harus dibantu dengan proses persalinan Caesar.

4. Reaksi Ibu yang Total Aktif

Wanita aktif adalah kebalikan dari wanita pasif secara total dan ditandai

dengan semakin tingginya tingkat kegelisahannya pada saat mendekati proses

persalinan sehingga meningkatkan berbagai macam aktivitas sehari-hari. Semua

kegelisahan dan impuls terus aktif dan dirasionalisasikan untuk mempersingkat

penantiannya dalam persalinan. Pada hakekatnya aktivitas yang meningkat

merupakan persiapan untuk mengantisipasi secara aktif saat kelahiran bayinya

yang banyak didorong oleh impuls-impuls dalam diri yang begitu kuat.

5. Reaksi Ibu yang Hiper Total Aktif

Gambaran sikap dari tipe wanita hiper aktif secara total ialah sikap yang

sangat aktif dan berlebihan untuk melepaskan diri dari ritme kelahiran normal. Ibu

ini akan terus berupaya keras untuk mengatur keseimbangan irama kontraksi

rahim atau bentuk perubahan-perubahan kehamilannya secara mendetail.

6. Reaksi Ibu yang Hiper Maskulin

Gambaran umum dari reaksi ibu ini ialah bersikap kejantanan ekstrem

sejak awal dari kehamilannya hingga menjelang kelahiran. Akan tetapi instingnya

selalu berubah ubah antara keinginan untuk memiliki anak dengan keengganan

melahirkan anaknya. Hal ini dilakukan karena menganggap proses kehamilan dan

persalinan mengganggu dan menghambat peningkatan karirnya. Kehidupan

emosinya senantiasa digoyah perasaan kerinduan dan kebenciannya terhadap

anak. Kedua gejala ini memuncak menjadi suatu gejala neurotis yang obsesif bila
tidak disertai adanya sikap positif dari suami atau anggota keluarga lainnya,

karena walaupun dia terlihat bersikap kejantanan sebenarnya dia cenderung

kurang percaya diri, mengalami gangguan syaraf, sakit kepala dan mengalami

konflik antara konflik batin dan tingginya kualitas konflik maskulin dengan sikap

femininnya.

7. Reaksi Sikap Ibu yang Bersifat Kompleks Maskulin

Gamabaran umum reaksi sikap ibu tipe ini menganggap bahwa proses

persalinan sebagai tugas penghinaan, dipaksakan alam, sebagai ketidakadilan

dengan suami, sikap pembalasan, sikap menolak penderitaan dan kesakitan

melahirkan bayi, menuntut kelahiran operasi, memaksa bidan atau dokter untuk

merawat sepenuhnya. Kondisi ini memungkinkan timbulnya reaksi kurang sabar

dan mudah emosional hingga menjelang persalinan.

2.1.7 Cemas

Salah satu masalah psikososial yang timbul sehubungan dengan faktor

psikologis pada ibu yang akan melahirkan adalah kecemasan. Kecemasan dapat

merupakan respons emosional bagi orang sakit, orang yang dirawat, dan mereka

yang mengalami perubahan dalam diri maupun lingkungannya, termasuk mereka

yang sedang dalam persalinan. Kecemasan dan ketakutan pada ibu melahirkan

bisa terjadi meskipun tetap dalam batas normal. Kecemasan menjelang persalinan

umum dialami oleh ibu. Meskipun persalinan adalah suatu hal yang fisiologis,

namun didalam menghadapi proses persalinan dimana terjadi serangkaian

perubahan fisik dan psikologis yang dimulai dari terjadinya kontraksi rahim,

dilatasi jalan lahir, dan pengeluaran bayi serta plasenta yang diakhiri dengan

bonding awal antara ibu dan bayi.


Beberapa determinan terjadinya kecemasan pada ibu bersalin, antara lain :

1. cemas sebagai akibat dari nyeri persalinan,

2. keadaan fisik ibu,

3. riwayat pemeriksaan kehamilan (riwayat ANC),

4. kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan,

5. dukungan dari lingkungan sosial (suami/keluarga dan teman) serta latar

belakang psikososial lain dari wanita yang bersangkutan, seperti tingkat

pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, sosial ekonomi.

Ketika melahirkan, ibu memiliki kadar endorfin 30x lebih tinggi

dibandingkan saat tidak hamil (Newnham, 1984 cit Reeder & Koniak, 2000) dan

dari kadar tersebut ditemukan 20x lebih tinggi pada ibu yang partus lama, sulit,

dibandingkan dengan ibu bersalin tanpa komplikasi. Peningkatan endorphin

menurunkan sensitifitas nyeri. Ibu yang tidak tahu peristiwa yang sedang dan akan

terjadi dapat takut, cemas, dan akan makin cemas kalau perubahan rasa nyaman

makin hebat.

Akibat yang merugikan adalah terjadinya peningkatan tonus simpatis.

Tanpa adanya peredaan hal tersebut dapat menimbulkan gangguan kontraksi

uterus, partus lama, peningkatan kadar kortisol ibu. Perubahan -perubahan yang

selalu terjadi pada setiap tahap persalinan perlu dikenal ibu yang akan bersalin

sehingga dia mampu menerima perubahan tersebut dan mengupayakan

penyelesaian akibat perubahan serta menangani perubahan tersebut sebaik-

baiknya.

Katekolamin (hormon stres) yang disekresi ketika ibu cemas dan takut,

diketahui menghambat kontraksi uterus dan aliran darah placenta. Aktivasi sistem
stres memimpin perubahan perilaku dan periferal yang meningkatkan kemampuan

organism mengatur homeostasis dan meningkatkan kesempatan bertahan

(Chrousos & Gold, 1992). Produksi katekolamin pada wanita melahirkan

sebenarnya menguntungkan karena akan menyiapkan tubuh dalam menyimpan

dan mengeluarkan energi. Meskipun demikian, jumlah yang berlebihan dapat

mengganggu persalinan dan janin, termasuk kurangnya efi siensi kontraksi uterus,

proses persalinan lama, dan hambatan pengeluaran darah dari uterus dan placenta.

Fetus juga menghasilkan peningkatan katekolamin terutama nor epinefrin sebagai

respon terhadap stres akibat persalinan normal dan hipoksia temporer.

2.2 Pendekatan Psikososial Persalinan

2.2.1 Pendekatan Psikososial

Pendekatan adalah sebagai proses, perbuatan atau cara untuk mendekati

sesuatu. Pendekatan psikososial adalah Ttitik tolak atau sudut pandang kita

terhadap psikososial yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu

proses yang sifatnya masih sangat umum.

2.2.2 Psikososial Persalinan

Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang

bersifat psikologik, maupun sosia yang mempunyai pengaruh timbal balik.

Beberapa pendapat tokoh tentang psikologi sosial (Ahmadi, 2002).

a. Kamus Pedagogik menyatakan bahwa :


“Psikologi Sosial ialah ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala psikis pada

massa, bangsa, golongan, masyarakat dan sebagainya. Lawannya: Psikologi

individu (orang-orang).”
b. Hubert Bonner dalam bukunya “Social Psychology” menyatakan “Psikologi

sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku


manusia.“ Definisi ini menunjukkan bahwa Bonner lebih menitikberatkan

pada tingkah laku individu, bukan tingkah laku sosial. Tingkah laku inilah

yang menjadi pokok atau sasaran utama dalam mempelajari psikologi sosial.
c. A.M. Chorus dalam bukunya “Gronslagen der sociale Psycologie”
Merumuskan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tingkah laku individu manusia sebagai anggota suatu

masyarakat.” Chorus memberikan definisi tersebut dengan kesadaran bahwa

setiap manusia yang normal akan hidup dan berhubungan bersama dengan

masyarakat.
d. Gordon Allport
Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan

menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang

dipengaruhi oleh kehadiran orang lain, baik secara nyata atau aktual, dalam

bayangan atau imajinasi dan dalam kehadiran yang tidak langsung

2.2.3 Pendekatan Psikososial Persalinan

Pendekatan psikososial adalah suatu pendekatan yang memperhatikan

aspek bio-psiko-sosio-spiritual yang berhubungan dengan keadaan kondisi

kejiwaan suatu individu. Pendekatan psikososial persalinan merupakan suatu

pendekatan psikologi dan sosial terhadap wanita yang sedang berada dalam tahap

persalinan yang mengalami berbagai macam perubahan fisik maupun psikologis.

Pendekatan psikososial persalinan adalah suatu pendekatan psikologi dan

sosial terhadap wanita yang sedang berada dalam masa persalinan yang

mengalami berbagai macam perubahan fisik maupun psikologis dimana

perubahan-perubahan ini dapat dipengaruhi oleh interaksi wanita bersalin dengan

lingkungan sosial (masyarakat).


2.2.4 Komunikasi Terapeutik Kebidanan

Kegiatan komunikasi terapeutik pada ibu melahirkan merupakan

pemberian bantuan pada ibu yang akan melahirkan dengan kegiatan bimbingan

proses persalinan.

1. Tujuan Komunikasi terapeutik Pada Ibu Dengan Gangguan Psikologi Saat

Persalinan.

1) Membantu pasien memperjelas serta mengurangi beban perasaan dan

pikiran selamam proses persalinan.


2) Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
3) Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri

untuk kesejahteraan ibu dan proses persalinan agar dapat berjalan dengan

semestinya.

2. Pendekatan Komunikasi Terapeutik.

Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dengan klien. Bidan

menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal yang positif.

1) Kehadiran.
Kehadiran merupakan bentuk tindakan aktif ketrampilan yang meliputi

mengayasi. semua kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total

pada klien. Bila kemungkinkan anjurkan pendamping untuk mengambil

peran aktif dalam asuhan.


2) Mendengarkan.
Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien.
3) Sentuhan dalam pendampinganklien yang bersalin.
Komunikasi non verbal kadang-kadang lebih bernilai dari pada kata-kata.

sentuhan bidan terhadap klien akan memberi rasa nyaman dan dapat

membantu relaksasi.
4) Memberi informasi tentang kemajuan persalinan.
Hal ini diupayakan untuk memberi rasa percaya diri bahwa klien dapat

menyelesaikan persalinan. Pemahaman dapat mengerangi kecemasan dan

dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan terjadi.

Informasi yang diberikan diulang beberapa kali dan jika mungkin berikan

secara tertulis.
5) Membantu persalinan dengan memandu intruksi khusus tentang bernafas,

berelaksasi dan posisi postur tubuh.


Misalnya : bidan meminta klien ketika ada his untuk meneran. Ketika his

menghilang, bidan mengatakan pada ibu untuk bernafas pajang dan rileks.
6) Mengadakan kontak fisik dengan klien.
Kontak fisik dapat dilakukan dengan menggosok punggung, memeluk dan

menyeka keringat serta membersihkan wajah klien.


7) Memberikan pujian.
Pujian diberikan pada klien atas usaha yang telah dilakukannya.
8) Memberikan ucapan selamat pada klien atas kelahiran putranya dan

menyatakan ikut berbahagia. Komunikasi terapeutik pada ibu dengan

gangguan psikologi saat persalinan dilaksanakan oleh bidan dengan sikap

sebagai seorang tua dewasa, karena suatu ketika bidan harus memberikan

perimbangan.

2.2.5 Konseling Persalinan

Konseling dan pemberian informasi tentang kesehatan klien merupakan

bagian penggabungan konsep asuhan pasien yang dirawat, bahkan merupakan

aspek terpenting dalalm asuhan keperawatan. Konseling dilakukan oleh tenaga

kesehatan (dokter, perawat) atau tenaga sosial yang sudah dilatih.

Tujuannya adalah:

1) Memberi informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan keadaan

kesehatan klien, meliputi penyebab, gejala, pola penularan, pencegahan

penyakit dan lain–lain;


2) Memberi dorongan psikologis dan social kepada klien dalam menghadapi

masalah fisik dan psikologis sehingga pasien dapat menghadapinya secara

mandiri;
3) Memberi dorongan kepada klien agar menyesuaikan diri dengan

keadaannya yang baru, antara lain dengan mengadakan perubahan

perilaku.

Proses belajar terjadi di sistem limbik yaitu pada hipokampus. Sistem limbik

berperan erat pada emosi dan tingkah laku (Putra, 2005), menjadi penghubung

antara fungsi kognitif yang lebih tinggi misalnya pertimbangan atau alasan dengan

respon emosi yang lebih primitif misalnya kecemasan dan takut. Amygdala

berhubungan dengan emosi dan memori. Hipokampus menyangkut proses belajar

dan memori. Menurut Rogers & Read (1997) manusia adalah mahluk yang

mampu tumbuh, tetapi mereka perlu mendapat peringatan tentang cara

menggunakan potensinya. Seseorang yang sedang mengalami penyakit atau luka

sering memiliki respon emosi kuat (Chitty, 1997). Dampak psikologis yang dapat

muncul pada klien merupakan salah satu respon individu terhadap situasi yang

mengancam atau mengganggu integritas diri (Kozier, 1991).

Dampak tersebut disebabkan karena ketidaktahuan prosedur maupun

peristiwa yang akan terjadi. Pendidikan sebelum bersalin penting untuk

meningkatkan pengalaman melahirkan ibu dan pengurangan nyeri persalinan

(Reuwer dkk., 2009).

Menurut Sherwen dkk. (1991), respon ibu yang disiapkan pengetahuannya

akan berkonsentrasi, aktivitas motoriknya terarah sehingga merasa mampu

menanggulangi kontraksi. Ibu yang tidak siap dapat tegang, respon viseral dan

otot meningkat sehingga menjadi tidak mampu menanggulangi diri.


Berdasarkan penelitiannya, intervensi konseling singkat (40-60 menit) pada

ibu yang mengalami distres melahirkan ternyata efektif dalam mengurangi

trauma, depresi, stres, dan perasaan menyalahkan diri (Gamble dkk., 2005).

Pemberian pengertian disertai intervensi konseling dapat digunakan untuk

membantu klien dengan proses berduka, membantu mereka menyesuaikan

peristiwa hidup yang dapat dan tidak dapat diantisipasi (Baird-Crooks dkk.,

2000). Menurut Reeder & Koniak (2002), penjelasan tentang segala sesuatu yang

akan terjadi dengan bahasa yang dapat dimengerti akan merupakan dukungan

emosional.

Peran konselor penting dalam hal membatasi klien dari kemungkinan

masuknya sumber-sumber kecemasan pada beberapa populasi pasien (McKinney,

2004). Informasi dapat memotivasi ibu sehingga tahan terhadap perubahan rasa

nyaman (Reeder, 2000). Ibu yang mengetahui bahwa dia dan bayinya tidak dalam

keadaan bahaya juga menurunkan kecemasan. Pemberitahuan bahwa rasa tak

nyaman berhubungan dengan proses normal bukan gangguan yang mengancam

kehidupan kemungkinan dapat membantu ibu. Rasa tidak berdaya juga dapat

menimbulkan kecemasan sehingga penting memahami sesuatu yang sedang

terjadi. Pemahaman ini akan meningkatkan perasaan mengontrol ibu terhadap

peristiwa persalinannya. Stres sangat berperan dalam pengembangan penyakit

(Chitty, 1997), berhubungan dengan respons imun. Mereka yang stres lebih rentan

terhadap infeksi dan jika sakit penyembuhannya terhambat. Menurut Alihagen

dkk. (2001), aktivitas sistem stres saat partus menguntungkan ibu dan fetus. Stres

ibu saat bersalin adalah respons psikologis kompleks yang dapat dipengaruhi

berbagai faktor termasuk harapan, tingkat pendidikan, kehebatan nyeri,


lingkungan ruang persalinan, dan adanya pemberi dukungan (Pascali- Bonaro &

Kroeger, 2004). Ketika persalinan aktivitas sistem stres menguntungkan ibu dan

fetus (Alihagen, dkk., 2001). Simkin menjelaskan keadaan distokia emosional

dimana distres emosi yang mendalam akibat ketidaktahuan menyebabkan

produksi katekolamin berlebih-an sehingga menurunkan sirkulasi ke uterus dan

placenta yang berakibat persalinan tidak maju.

2.2.6 Terapi - Terapi Psikologis

1. Terapi individual

Terapi individual adalah pembentukan hubungan yang terstruktur antara

terapis (bidan) dan klien untuk mencapai perubahan pada diri klien. Pada

hubungan satu persatu, terapis bekerja sama dengan klien untuk mengembangkan

pendekatan yang unik dalam rangka menyelesaikan konflik, masalah emosional

dan mengembangkan cara cara yang tepat untuk yang tepat untuk memenuhi

kebutuhan klien.

Penerapan terapi individu ditujukan kepada ibu hamil, persalinan dan nifas

yang mempunyai masalah masalah psikologis yang berkaitan dengan rasa takut,

rasa cemas, kekhawatiran, stress, frustasi, depresi atau kegagalan pengambilan

keputusan.

Sebuah hubungan ada tiga fase yaitu : fase orientasi, fase kerja dan fase

terminasi.

a. Fase orientasi, bidan membangun sebuah hubungan dengan klien

dengan membuat suatu laporan dan menciptakan hubungan saling

percaya. Dalam hal ini latar belakang klien didiskusikan, sementara


masalah masalah yang berkaitan dengan depresi, kecemasan, ketakutan

atau bentuk bentuk masalah psikologis lainnya diidentifikasikan.

Bidan dan klien secara bersamam merumuskan tujuan dan saling

menentukan komponen praktis dari hubungan kegiatan terapi, seperti

jadwal dan tempat.

b. Fase kerja, dalam hal ini klien menjadi lebih terlibat dalam eksplorasi

diri. Dalam hal ini bidan bekerja dengan riwayat dan proses perasaan

yang dikaitkan denganpenderitaan klien. Sukar bagi sebagian orang

untuk mengungkapkan dan memeriksa pikiran, perasaan dan perilaku

yang menyebabkan dia mengalami distress. Selama fase ini klien

dibantu untuk mengembangkan pemahamn diri dan didorong

untukmengambil risiko dalam mengubah perilaku disfungsional.

c. Fase terminasi, yakni fase dimana bidan dan klien menentukn bahwa

penutup dari suatu hubungan telah tepat. Biasanya kedua belah pihak

setuju bahwa maslaah yang mengawali dalam kegiatan terapeutik

sudah lebih dapat ditangani dari sudut pandan klien dan bahwa tujuan

khusus yang dibuatsudah tercapai. Dalam hal ini klien akan menilai

apakah hasil terapi ini memberikan perubahan kearah yang lebih baik

atau tidak. Kondisi ini akan menentukan apakah klien akan

melaporkan adanya peningkatan diri baik dalam fungsional dan

fisiologisnya.

Yang terpenting dalam terpi individual dalam kebidan ini adalah untuk

mengurangi distress emosional, perubahan perilaku yang tidak baik, usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan klien serta meningkatkan

kepuasan hidup ibu selama persalinan.

2. Terapi Kognitif

Terapi kognitif menggunakan beberapa strategi untuk memodifikasi

keyakinan dan sikap klien yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien.

Ketika seorang ibu bersalin mempunyai pandangan negative terhadap dirinya

sendiri, dunia dan masa depannya atau janinnya akan meneruskan pada pola

hubungan negative kepada orang lain (suami, atau keluarganya). Ketika

pandangan negatifnya sudah mengarah kepada masalah psikopatologis, seorang

bidan haru mengarahkan klien ke ahlinya (psikiater). Jadi terapi kognitif yang

boleh diberikan atau dilakukan oleh bidan hanya untuk masalah masalah ringan.

Penerapan dari terapi kognitif ialah untuk klien yang memiliki masalah pikiran

yang bersifat unrealistik atu kegagalan klien untuk beradaptasi dengan

lingkungannya atau situasi keluarga

Tujuan dari terapi kognitif adalah membantu klien untuk mengubah pikiran yang

tidak rasional yang berkaitandengan persalinan dan membantu klien untuk bisa

menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan psikollogis selama persalinan

3. Terapi Keluarga

Dalam kegiatan terapi keluarga berarti seluruh keluarga diikutsertakan

dalam usaha membantu masalah klien. Semua masalah dalam keluarga yang

dipandang dari sebuah sudut pandang yang mengungkapkan bagaimana masing

masing anggota keluarga memberikan kontribusi terhadap masalah klien tersebut.

Penerapan terapis keluarga ditujukan kepada klien yang memiliki masalah dalam

relasi social atau kegagalan dalam membina hubungan dengan pasangan dan
anggota keluarga. Secara teoritis gejala gejala yang ada pada klien tidak terlepas

dari masalhmasalh yang ada dalam keluarga berupa hubungan yang disfungsional

dan pola komunikasi yang tidak sehat. Perilaku ekstrim yang dapat dilihat seperti

keterlibatan anggota yang berlebihan atau sebaliknya kurang.

Dalam bekerja dengan keluarga, bidan dapat melakukan tiga tahap pendekatan

terapi yaitu fase kesepakatan, fase kerja dan fase terminasi. Fase kesepakatan

keluarga ditandai dengan terbentuknya hubungan antar keluarga dan bidan. Pada

tahap ini masalah masalah diidentifikasi dan tujuan ditetapkan. Pada fase kedua

diadakan pengubahan pola interaksi, peningkatan kemampuan individu dan

penggalian cara cara baru dalam berperilaku.

4. Terapi Perilaku

Terapi perilaku didasarkan pada premis bahwa karena perilaku itu

dipelajari, perilaku sehat dapat dipelajari dan menggantikan perilaku yang tidak

sehat. Bidan dan klien dapat bekerjasama untuk mengidentifikasi masalah dan

menentukan tujuan tertentu sebagai focus dalam konseling atau intervensi

kebidannannya.intervensi didasarkan pada prinsip prinsip pengkondisian klasik

dan pengkondisian operan serta mengikuti format yang tepat. Ada lima teknik

dasar terapi perilaku. Sebagaimana disebutkan berikut ini.

a. Terapi model peran disini bidan memberikan contoh perilaku yang

diinginkan dan klien mempelajarinya melalui praktik dan imitasi.

Model peran sering digunakan untuk pengondisian dan desentisasi

b. Pengondisian operan yang disebut dengan penguatan positif. Bidan

member penghargaan kepada klien karena telah membuat perubahan

perilaku positif. Modifikasi perilaku terjadi ketika klien mencapai


tujuan perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya. Perilaku ini secara

sistematis dikuatkan oleh umpan balik positif atau penghargaan yang

diterima. Seiring dengan waktu perilaku yang diinginkan meningkat

dan dipertahankan secara terus menerus.

c. Terapi desentisasi sistematis, ditujukan kepada klien yang menderita

akibat fobia yang diperkenalkan secara berulang ulang kepada stimulus

yang menimbulkan phobia disaatlien berada dalam kondisi rileks.

Sementara secara bertahap menningkatkan stimulus dengan cara

mengajarkan klien untuk mengatasi ketakutan ketakutan yang ada pada

dirinya.

d. Terapi pengendalian diri, dalam hal ini klien dilatih untuk belajar

bagaimana mengubah kata kata negative atau sikap negative dan

membimbingnya sampai klien mampu memperoleh pengendalian atas

tindakannya,

e. Terapi aversi atau terapi reflek terkondisi, terapi ini didasarkan pada

prinsip penguatan negative. Perilaku perilaku aneh atau abnormal yang

dipilih disandingkan dengan pengalaman yang tidak nyaman. Dan

klien segera belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi

menghindari konsekuensi negative akibat perilaku tersebut.

2.2.7 Kolaborasi Ahli dalam Mengatasi Masalah Psikologis Persalinan

Kolaborasi ahli dalam mengatasi masalah psikologis rasa takut menjelang

melahirkan. Mengatasi gangguan psikologis pada masa persalinan sebaiknya

ditinjau berdasarkan tingkat gangguan psikologi yang diderita oleh klien sehingga

ada pembentukan kerja sama antar para ahli. Kolaborasi antar para ahli
memungkinkan klien mendapatkan hasil dan intervensi pelayanan kesehatan yang

optimal, karena hasil diagnosanya merupakan kumpulan testimoni dari para ahli.

Risiko dari tindakan intervensi dan diagnose dapat diperkecil

a. Etiologi

1) Kecemasan untuk menantikan kelahiran anak

2) Trauma melahirkan

3) Rasa bersalah

4) Akibat adanya penyakit kronis tertentu

5) Ketidaksiapan menerima kehadiran anak, baik secara fisik,

psikologisekonomi dan social

6) Konflik pribadi yang bertentangan dengan nilai nilai patologis

7) takut bayinya akan bernasib buruk akibat dosanya di masa lalu

b. gejala

1) sikap penolakan dan regresi

2) rasa bersalah dan disertairasa benci

3) tidak sabar yang disertai rasa takut

4) hipersensitif, terkadang bias disertai tremor kecil

5) mengutuk diri sendiri atau orang yang berbuat salah kepada dirinya sendiri

6) sulit berkomunikasi dan membina hubungan dengan suami anggota

keluarga atau orang orang terdekat

7) rasa khawatir yang tidak realistic

8) bias mengarah pada perilaku histeris

c. Tindakan ibu

1) Tarik nafas panjang


2) Melakukan kontrol diri

3) Menerima keadaannya secara rasional

4) Minta dukungan suami atau anggota keluarga terdekat

5) Percaya bahwa bayi yang dilahirkan adalah bayi yang sehat

6) Berserah diri kepada tuhan

7) Berhenti menyalahkan orang lain

8) Lakukan gerakan gerakan kecil yang meringankan rasa cemas atau

ketakutan

d. Tindakan bidan

1) Beri edukasi kepada klien tentang perubahan perubahan fisik dan psikis

yang akan terjadi menjelang persalinan

2) Beri edukasi kepada klien untuksabar dalam menanti persalinan

3) Beri dukungan kepada klien bahwa ibu akan menjadi seorang ibu yang

kuat dan mampu melalui kondisi ini dengan baik

4) Berikan sentuhan kecil pada bahunya untuk menambah rasa percaya diri

klien

5) jangan memarahi dan menghina klien

6) Hargai klien sebagai manusia yang bermartabat sehingga ibu mendapatkan

pelayanan yang maksimal

7) Minta suami klien atau anggota keluarga untuk memberikan dukungan

psikoogis dan moril

e. Tindakan psikolog

1) Bantu klien untuk mengidentifikasi akar penyebab permasalahan

ketkutannya
2) Bantu klien tentang kecerdasan emosionalnya

3) Bantu klien untuk menerima keadaan ini secara rasional

4) Bantu klien untuk menghilangkan pikiran pikiran negative

5) Bantu klien untuk memiliki kesiapan untuk menghadapi persalian dengan

rasa percaya tinggi yang tinggi

6) Bantu klien untuk menghilangkan rasa bersalah

7) Bantu klien untuk memaafkan dirinya atau memaafkan orang lain.

2.3 Metode – metode persalinan masa kini yang menggunakan pendekatan

psikososial

2.3.1 Hypnobirthing

a) Pengertian

Jika diterjemahkan secara langsung, hypnobirthing berarti proses

melahirkan dengan hypnosis, dimana ibu sepenuhnya sadar dan menikmati proses

persalinan. Metode ini berakar pada ilmu hypnosis dengan metode pendekatan

kejiwaan yang memberi kesempatan kepada wanita untuk berkonsentrasi, fokus,

dan rileks, sehingga hypnoborthing lebih mengacu pada hypnoterapi, yakni

latihan penanaman sugesti pada alam bawah sadar oleh ibu, untuk mendukung

alam sadar yang mengendalikan tindakan ibu dalam menjalani proses persalinan

b) Manfaat Hypnobirthing Berdasarkan Evidance Based

Hypnobirthing bermanfaat baik bagi ibu maupun bagi janin. Dari berbagai

penelitian yang dilakukan, berikut ini hasil yang telah ditemukan :

a. Hypnobirthing dapat meminimalkan dan bahkan menghilangkan rasa takut,

ketegangan, sindrom rasa sakit dan kepanikan selama proses persalinan dan

periode setelahnya sehingga tidak menjadi trauma.


b. Hypnobirthing dapat meminimalkan dan bahkan menghilangkan keinginan

untuk menggunakan obat-obatan penghilang rasa sakit saat bersalin.

c. Hypnobirthing dapat mempersingkat fase awal proses persalinan.

d. Hypnobirthing dapat menghilangkan keletihan yang amat sangat sehingga

setelah proses persalinan ibu tetap bertenaga.

e. Hypnobirthing dapat mencegah terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.

f. Hypnobirthing juga mempercepat masa pemulihan pasca persalinan

g. Hypnobirthing dapat mencegah depresi postpartum /post partum blues

h. Hypnobirthing dapat mempersingkat lama perawatan dirumah sakit

i. Hypnoborthing dapat mencegah persalinan premature dan dapat meningkatkan

lama kehamilan 18,8% (Collins & Bleyl 1990). Study longitudinal Papiernik.,

et al, (1986) selama 12 tahun dengan menggunakan hypnosis pada 16.004 ibu

primigravida menemukan persalinan premature

j. Hypnobirthing dapat mempererat ikatan batin ibu terhadap bayi dan suami dan

mengurangi masalah menyusui pada ibu, bayi dapat menyusui dengan baik

dan status mental anak lebih baik

2.3.2 Water Birth

Water birth merupakan salah satu metode persalinan pervaginam, dimana

ibu hamil tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam dalam air hangat

(yang dilakukan pada bathtub atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri

kontraksi dan memberi sensasi rasa nyaman. Para ginekolog sepakat, studi

mengenai keamanan water birth, baik terhadap keselamatan ibu maupun bayi

perlu dilakukan. Ini merupakan jaminan bagi ibu yang memilih metode ini merasa

aman atas pilihannya.


Dari segi psikologis, persalinan merupakan suatu kejadian penuh dengan

stress pada sebagian besar ibu bersalin yang menyebabkan peningkatan rasa nyeri,

takut dan cemas. Strees pada ibu bersalin menyebabkan terjadi peningkatan

konsumsi glukosa tubuh yang menyebabkan kelelahan, dan sekresi ketokolamin

yang menghambat kontraksi uterus. Hal tersebut menyebabkan persalinan lama

yang akhirnya menyebabkan cemas pada ibu, peningkatan nyeri dan stress

berkepanjangan. Oleh karena itu, penelitian-penelitian saat ini mencari cara

persalinan yang dapat mengurangi kecemasan pada ibu bersalin sehingga ibu tidak

mengalami gangguan psikososial. Dan metode persalinan hypnobirthing dan

waterbirth adalah beberapa metode persalinan yang diharapkan dapat mengurangi

gangguan psikososial tersebut.

2.4 Pembahasan Jurnal

2.4.1 Meningkatkan pendidikan psikologis bagi wanita yang takut melahirkan:

Evaluasi proyek Pelatihan

Judul : IMPROVING PSYCHOEDUCATION FOR WOMEN

FEARFUL OF CHILDBIRTH: EVALUATION OF A

RESEARCH TRANSLATION PROJECT

Oleh : Jennifer Fenwicka, Jocelyn Toohilla, Valerie Slavina, Debra K.

Creedya, Jenny Gamblea J. Fenwick et al. / Women and Birth 31

(2018) 1–9 1871-5192/Crown Copyright © 2017 Published by

Elsevier Ltd on behalf of Australian College of Midwives. All

rights reserved. Women and Birth JURNAL 31 (2018) 1–9

Accepted 6 June 2017 AUSTRALIA

Abstrak
Konseling psikososial yang disampaikan oleh bidan telah ditunjukkan

untuk mengurangi ketakutan ibu dan meningkatkan kepercayaan diri perempuan

terhadap kelahiran. Terbukti dalam melakukan praktik. Pendekatan sistematis

terhadap tindakan bukti dan evaluasi proses ini dapat meningkatkan pengetahuan.

Psikoterapi yang diberikan oleh bidan bermanfaat bagi wanita yang

mengalami ketakutan lahir tinggi. Sementara pelatihan psikososial berhasil

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan bidan, Menyematkan

kerangka konseling dalam praktik sehari-hari sangat menantang. Konseling lebih

mudah diimplementasikan dengan model beban kerja bidan yang memungkinkan

bidan membangun hubungan dengan wanita sepanjang masa kehamilan mereka.

Pendahuluan

Dampak dari ketakutan melahirkan pada kesejahteraan psikologis wanita

yang sedang berlangsung baik sebelum dan sesudah kelahiran jauh mencapai dan

signifikan. Ketakutan akan kelahiran dikaitkan dengan peningkatan intervensi

kelahiran dan operasi caesar. Proporsi wanita yang meminta sesar pilihan elektif

karena ketakutan akan kelahiran sangat penting di negara maju.56 Para periset

Australia baru-baru ini melakukan uji coba terkontrol secara acak yang

menunjukkan bahwa intervensi psikoeducation singkat yang dikenal dengan

BELIEF (Birth Emotions and Looking to Improve Expectant Fear).

Metode

Pendekatan metode campuran mencakup survei pelatihan pra & post,

catatan harian peserta bidan dan wawancara, dan audit klinis tingkat ketakutan

perempuan. Model konseptual Connor untuk evaluasi pemanfaatan penelitian

memandu kerangka kerja penelitian kami. Sebagai tambahan, kami menggunakan


daftar periksa pengumpulan data evaluasi yang dipromosikan oleh Cochrane

Effective Practice dan Organization of Care Review Group.

Studi tersebut dilakukan di salah satu unit persalinan South East

Queensland yang menyediakan perawatan terhadap sekitar 4600 wanita hamil per

tahun.

1) Identifying women with fear of birth (Mengidentifikasi wanita dengan

ketakutan akan kelahiran)


Semua wanita yang memesan ke layanan ini rutin diskrining untuk

ketakutan melahirkan dengan menggunakan Fear of Birth Scale (FOBS)


2) Recruitment and participants (Perekrutan dan peserta)
Sesi informasi menyediakan bidan dengan proyek dan bertujuan untuk

mempromosikan partisipasi staf. Kehadiran pada acara pendidikan multi-

disiplin, pertemuan dengan pimpinan organisasi, sesi in-service pada

pertemuan unit dan sebuah artikel di buletin layanan juga memberi

kesempatan untuk memberi tahu staf tentang penelitian ini. Lembar

informasi dan formulir persetujuan tersedia di setiap area klinis.

Contoh kenyamanan dari 22 bidan, yang rutin memberikan perawatan

kehamilan, menyatakan ketertarikan mereka dan ditawarkan pelatihan

berbasis kompetensi untuk memberikan konseling psikososial (intervensi

BELIEF) untuk wanita yang mengidentifikasi rasa takut saat melahirkan.

Semua pelatihan dimulai, bagaimanapun, satu mundur sebelum selesai

karena alasan keluarga yang signifikan. Dua puluh satu bidan

menyelesaikan ketiga lokakarya pelatihan tersebut (bidan pertama selesai

berlatih pada akhir Januari 2016 dengan kelompok terakhir menyelesaikan

pelatihan mereka pada awal April 2016). Dua bidan kemudian mundur

setelah berhasil menyelesaikan video kompetensi pertama mereka.


3) Training program and competency evaluation (Evaluasi program pelatihan

dan kompetensi)
Intervensi psychoeducation yang dipimpin bidan bertujuan untuk

mendukung ekspresi perasaan dan memberi bidan dengan kerangka

konseling untuk membantu wanita mengidentifikasi dan bekerja melalui

elemen melahirkan yang menyusahkan. Intervensi tersebut mengembangkan

dukungan situasional individual perempuan untuk masa sekarang dan masa

depan, yang menegaskan bahwa hal-hal negatif dapat dikelola dengan

mengembangkan rencana sederhana untuk mencapai hal ini.

Program pelatihan BELIEF terdiri dari tiga lokakarya setengah hari yang

dilakukan selama periode 3-4 minggu. Format pelatihan psikososial dan

keefektifan proses penilaian telah diuji sebelumnya. Pra-pembacaan 1-2

jam, diperlukan sebelum setiap lokakarya. Selama sesi lokakarya, bidan

meninjau, mendiskusikan, mendemonstrasikan dan merenungkan hubungan

terapeutik, keterampilan konseling mikro mereka, membuktikan

pengetahuan dan proses berbasis yang mempromosikan keselamatan

psikologis.
4) Self-administered survey (pre- and post-workshop)
Survei yang dikelola sendiri (pra-dan pasca lokakarya)

Survei pra dan pasca lokakarya menilai perubahan pengetahuan,

keterampilan, dan kepercayaan bidan. Data demografis hanya diminta dalam

survei pra-implementasi. Untuk tujuan perbandingan, survei dikodekan

menggunakan pengenal unik. Salinan keras survei diselesaikan oleh peserta

sebelum memulai lokakarya pelatihan pertama.


5) Midwife diaries (Buku harian bidan)
Bidan diariariskan pengalaman mereka menggunakan kerangka konseling

BELIEF dalam praktik. Catatan harian dicetak dan diperlukan informasi


yang dipilih mengenai wanita yang diberi konseling, tanggal, paritas,

gestasi, pemesanan, skor FOBS, model perawatan, skor EDS (Edinburgh

Depression scale) dan durasi konseling.


6) Interviews
Dari 19 bidan yang menyelesaikan pelatihan dan memperoleh kompetensi

konseling, 17 orang berpartisipasi dalam wawancara telepon singkat yang

direkam secara digital. Dua bidan tidak tersedia saat mereka cuti.

Wawancara dipandu oleh tiga pertanyaan;

a. Dapatkah Anda memberi tahu saya tentang pengalaman Anda dalam

menggunakan konseling psikososial dalam praktik?

b. Jika Anda merasa terhambat dengan cara apa pun, dapatkah Anda

memberi tahu saya tentang pengalaman Anda?

c. Apakah ada faktor yang memungkinkan untuk menanamkan kerangka

kerja BELIEF dalam praktik?

7) Retrospective audit
Ketakutan akan skor kelahiran direkam secara rutin oleh staf di basis data

pasien elektronik.

Pembahasan

Dengan menggunakan pendekatan sistematis terhadap penambahan

pengetahuan, sehingga melaporkan temuan dari sebuah proyek sains

implementasi. Pelatihan dan evaluasi pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan

bidan untuk menanamkan kerangka konseling psikoeducation (BELIEF) ke dalam

praktik sehingga hambatan yang dirasakan menghasilkan perubahan positif.

Selain itu, kami menggunakan teknik yang terkait dengan audit klinis untuk

menilai apakah menanamkan BELIEF dalam praktik kebidanan sehari-hari, yang


bertentangan dengan uji coba terkontrol secara acak, masih berpotensi

mengurangi tingkat ketakutan wanita hamil.

Pertama, penelitian kami dengan jelas menunjukkan bahwa pelatihan

psiko-pendidikan untuk bidan (dikenal sebagai BELIEF) menguntungkan baik

bidan maupun wanita yang takut. Bidan yang menyelesaikan pelatihan

melaporkan peningkatan pengetahuan, tingkat keterampilan dan kepercayaan yang

signifikan untuk mendukung wanita yang takut akan persalinan. Selain itu,

pelatihan tersebut meningkatkan kepercayaan bidan untuk memberikan konseling

seputar berbagai masalah psikososial yang teridentifikasi pada kehamilan

termasuk kekerasan dalam rumah tangga, penggunaan alkohol, masalah

hubungan, dukungan sosial, stres dan kesedihan yang belum terselesaikan.

Namun, mendukung wanita dengan kesedihan yang belum terselesaikan, tetap

menantang bidan. Temuan ini penting dan disesuaikan dengan pekerjaan

sebelumnya, dan menunjukkan manfaat untuk memastikan bidan tidak hanya

memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan berkelanjutan untuk meninjau

kembali keterampilan komunikasi yang efektif tetapi juga waktu untuk

mengeksplorasi (dan berlatih) bagaimana bekerja dalam kemitraan dengan wanita.

Yang penting, kemampuan komunikasi semacam itu memungkinkan bidan untuk

dengan percaya diri mengidentifikasi asal mula emosi yang menyedihkan. Bidan

juga membutuhkan seperangkat keterampilan untuk kemudian dengan hormat

menantang asumsi dan kesalahpahaman jika diperlukan. Bukti nyata dari hal ini

terlihat pada hasil audit dimana penggunaan kerangka konseling oleh bidan secara

signifikan mengurangi tingkat ketakutan wanita hamil.


Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bidan mendapat manfaat dari

melakukan pelatihan untuk menawarkan konseling psikososial kepada wanita

dengan tingkat ketakutan melahirkan yang tinggi. Selain itu, pelatihan tersebut

meningkatkan kepercayaan bidan untuk memberikan konseling kepada wanita

hamil di berbagai isu psikososial. Namun, menyematkan kerangka konseling

BELIEF dianggap sulit bagi sebagian besar peserta karena hambatan organisasi

dan struktural. Hanya bidan yang bekerja di seluruh lingkup praktik mereka secara

keseluruhan dalam model beban kerja kebidanan merasa mudah untuk

mengintegrasikan kerangka BELIEF ke dalam praktik sehari-hari mereka. Sampai

bidan didukung untuk bekerja dalam model yang menggunakan semua keahlian

mereka dan memfasilitasi pengembangan hubungan longitudinal dengan wanita,

menerapkan bukti yang mendukung kebidanan berkualitas mungkin tetap

bermasalah.

2.4.2 Efek dari intervensi psiko-pendidikan bidan untuk mengurangi ketakutan

melahirkan terhadap hasil kelahiran perempuan dan kesejahteraan

psikologis pascamelahirkan.

Judul : EFFECTS OF A MIDWIFE PSYCHO-EDUCATION

INTERVENTION TO REDUCE CHILDBIRTH FEAR ON

WOMEN’S BIRTH OUTCOMES AND POSTPARTUM

PSYCHOLOGICAL WELLBEING

Oleh : Jennifer Fenwick, Jocelyn Toohill, Jenny Gamble Debra K.

Creedy, Anne Buist, Erika Turkstra, Anne Sneddon, Paul A.

Scuffham1 and Elsa L. Ryding. (Fenwick et al. ) BMC Pregnancy


and Childbirth JURNAL (2015) 15:284 DOI 10.1186/s12884-

015-0721-y AUSTRALIA

Abstrak

Tingkat persalinan yang Resiko tinggi dipengaruhi persiapan kelahiran,

asuhan kebidanan dan kesejahteraan emosional pada satu dari lima wanita yang

tinggal di negara maju. Tingkat intervensi obstetrik dan operasi caesar yang lebih

tinggi dialami pada wanita yang mengalami ketakutan saat persalinan. Efektivitas

intervensi/tindakan untuk mengurangi ketakutan sebelum melahirkan (saat

kehamilan) tidak jelas dan baru mendapatkan jelas saat kelahiran atau

kesejahteraan psikologis pascakelahiran setelah mendapatkan intervensi dari bidan

yang memimpin persalinan.

Latar Belakang

Beberapa uji coba RCT telah menguji intervensi untuk mengurangi

ketakutan melahirkan pada wanita hamil dan memperbaiki hasil kelahiran dan

kesejahteraan emosional.

a. Yang pertama dari dua RCT Finlandia sebelumnya melaporkan tingkat

kelahiran per vaginam yang lebih baik pada wanita-wanita yang

memiliki enam sesi perilaku kognitif atau dua intensif. sesi dengan

dokter kandungan.
b. Pada studi kedua, wanita yang menerima enam sesi psiko-pendidikan

kelompok dengan psikolog memiliki tingkat SC yang lebih rendah

dibandingkan wanita dalam kelompok kontrol.

Obstetrician counseling atau group psycho-education dengan psikolog

meningkatkan kesiapan untuk melahirkan dan mengasuh secara positif pada


wanita dengan rasa takut yang kuat. Namun tidak ada RCT yang diterbitkan

yang telah menggunakan keterampilan bidan.

BELIEF (Birth Emotions and Looking to Improve Expectant Fear)

meneliti keefektifan intervensi psiko-pendidikan bidan yang dipimpin untuk

mengurangi ketakutan perempuan selama kehamilan. Protokol untuk studi ini

telah diterbitkan. Hasil antenatal dari RCT menunjukkan penurunan tingkat

ketakutan sebelum kelahiran, peningkatan self-efficacy melahirkan, dan

kecenderungan untuk mengurangi konflik putusan dan gejala depresi. Kertas

saat ini melaporkan hasil sekunder untuk RCT pada 6 minggu pascapersalinan

sehubungan dengan kesehatan mental dan hasil kebidanan wanita yang

menerima intervensi dibandingkan dengan kontrol.

Pendahuluan

Kesejahteraan emosional dan psikologis seorang wanita berkontribusi

secara signifikan terhadap persepsi dan pengalaman kehamilan dan kelahirannya.

Kesehatan emosional yang buruk dikaitkan dengan meningkatnya ketakutan

melahirkan dan risiko depresi, trauma kelahiran, ketidakmampuan untuk

berinteraksi secara positif dengan bayi dan memenuhi kebutuhan perkembangan

bayi, dan dapat menjadi penyebab stres hubungan pasangan . Selain itu, ibu hamil

dengan ketakutan melahirkan lebih sering memilih operasi caesar

(SC). Mereka juga berisiko tinggi terhadap intervensi obstetrik seperti SC pilihan

atau darurat. Dengan tidak intervensi rutin, wanita Australia yang takut akan

berisiko lebih tinggi terhadap SC daripada rekan-rekan di Eropa utara mereka

yang mendapat pendidikan dan dukungan dari berbagai pihak.


Objectives (Tujuan)

Sebagai bagian dari RCT BELIEF (Birth Emotions and Looking to

Improve Expectant Fear), kami menduga bahwa wanita yang menerima

pendidikan psikologis telepon hamil selama kehamilan akan melaporkan

kesehatan mental postnatal yang membaik enam minggu setelah kelahiran,

mengalami tingkat kelahiran vaginal yang lebih tinggi (SC yang berkurang) dan

lebih memilih kelahiran vagina pada kehamilan berikutnya. dibandingkan dengan

kelompok kontrol.

Metode

Uji coba terkontrol acak (1: 1) digunakan. Populasinya wanita berusia 16

tahun ke atas, mampu membaca, menulis dan mengerti bahasa Inggris dan dengan

kapasitas untuk memberikan persetujuan diundang untuk berpartisipasi.. Wanita

direkrut oleh bidan penelitian di klinik antenatal dari tiga rumah sakit pendidikan

di Queensland tenggara, Australia antara Mei 2012 dan Juni 2013. Peserta

memberikan persetujuan tertulis mereka untuk penelitian ini. Persetujuan etika

penelitian manusia diperoleh dari Griffith University dan Queensland Health

multi-site hospital Human Research Ethics Committee untuk ketiga rumah sakit

yang berpartisipasi.

Jumlah Sampel

Sebanyak 150 wanita di setiap kelompok bertekad untuk mendeteksi

penurunan 10 poin dalam skor ketakutan tinggi antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol sebelum lahir untuk hasil primer.


Hasil Penelitian

Hasil sekunder dari studi BELIEF yang dilaporkan dalam makalah ini

menguji kemanjuran intervensi dalam mengurangi operasi caesar, induksi

persalinan (amniotomi, prostaglandin atau sintoksin), penggunaan epidural dalam

persalinan dan masuk neonatal ke perawatan khusus atau pembibitan intensif.

Hasil psiko-sosial mencakup tingkat gejala depresi yang lebih rendah, ketakutan

akan kelahiran yang menyengsarakan dan kepercayaan orang tua yang membaik.

Kepuasan wanita dengan mode kelahiran terakhir mereka dan bantuan keputusan

serta pengendalian akan rasa takut membantu mengurangi rasa takut saat

menghadapi persalinan.
BAB III

PENUTUP

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran

bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran

plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Dukungan pada ibu bersalin sangat

diperlukan apabila nyeri saat persalinan tidak mendapatkan dukungan psikologi

maka dapat menimbulkna perubahan fisioogi dan psikologi tubuh yang sangat

bermakna.

Salah satu masalah psikososial yang timbul sehubungan dengan faktor

psikologis pada ibu yang akan melahirkan adalah kecemasan. Kecemasan dapat

merupakan respons emosional bagi orang sakit, orang yang dirawat, dan mereka

yang mengalami perubahan dalam diri maupun lingkungannya, termasuk mereka

yang sedang dalam persalinan. Kecemasan dan ketakutan pada ibu melahirkan

bisa terjadi meskipun tetap dalam batas normal. Kecemasan menjelang persalinan

umum dialami oleh ibu.

Beberapa determinan terjadinya kecemasan pada ibu bersalin, antara lain:

1. Cemas sebagai akibat dari nyeri persalinan,

2. Keadaan fisik ibu,

3. Riwayat pemeriksaan kehamilan (riwayat ANC)

4. Kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan,

5. Dukungan dari lingkungan sosial (suami/keluarga dan teman) serta latar

belakang psikososial lain dari wanita yang bersangkutan, seperti tingkat


pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, sosial

ekonomi

Pendekatan psikososial adalah suatu pendekatan yang memperhatikan

aspek bio-psiko-sosio-spiritual yang berhubungan dengan keadaan kondisi

kejiwaan suatu individu. Pendekatan psikososial persalinan merupakan suatu

pendekatan psikologi dan sosial terhadap wanita yang sedang berada dalam tahap

persalinan yang mengalami berbagai macam perubahan fisik maupun psikologis.

Bentuk pendekatan khususnya oleh bidan terhadap psikososial persalinan

antara lain melalui komunikasi terapeuti, konseling kebidanan dan terapi

psikologis.
DAFTAR PUSTAKA

David G, Myers. 2010. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Herru ZP, Bethsaida J. 2013. Pendidikan Psikologi untuk Bidan Suatu Teori
dan Terapannya. Yogyakarta: Andi Ofset

Janiwarty, Bethsaida & Pieter, Herri Zan. 2013. Pendidikan Psikologi Untuk
Bidan- Suatu Teori dan Terapannya. Yogyakarta: Andi Offset

JNPK. 2008. Buku Acuan Persalinan Normal

Kartono K. 1992 Psikologi Wanita: Jakarta: Mandar Maju

Pieter, Herri Zan & Lubis, Namora Lumongga. 2011. Pengantar Psikologi
untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana

Priyanto A. 2009. Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana


Pelayanan Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba
Medika. Halaman 49, 73-4

Varney H, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1.


Jakarta: EGC

Wulandari, Diah. 2009. Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan.


Jogjakarta: Mitra Cendikia Offiset

Anda mungkin juga menyukai