Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi

yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat

merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera

setelah lahir. Kelainan kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama

kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan

merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.

Kelainan bawaan merupakan penyebab kematian tersering ketiga setelah

prematuritas dan gizi buruk. Di negara maju, 30% dari seluruh seluruh penderita

yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita kelainan kongenital dan

akibat yang ditimbulkannya. Di Asia Tenggara, jumlah penderita kelainan bawaan

cukup tinggi yaitu mencapai 5%. Di Indonesia prevalensi kelainan bawaan

mencapai angka 5 per 1.000 kelahiran. Angka kejadian dan jenis kelainan

kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula

dapat tergantung pada cara perhitungan besar kecilnya kelainan kongenital.

Banyak faktor risiko dari kelainan kongenital, di antaranya faktor umur

ibu, hormonal, radiasi, dan gizi. Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui

penyebabnya. Faktor janin dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat

menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau

hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab

kelainan kongenital tidak diketahui

1 1
Sedangkan untuk pencegahan, khususnya dilakukan sebelum terjadi

pembuahan atau pada kehamilan usia dini. Kelainan bawaan dapat dapat

berpengaruh pada kelangsungan hidup pasien dan menjadi penyebab mortalitas

dan morbiditas, misalnya penyakit jantung bawaan menjadi penyebab tertinggi

dari morbiditas dan mortalitas selama dua tahun pertama kehidupan. Pentingnya

diagnosis klinis awal dan konsekuensi koreksi bedah, jika kelainan jantung

dikoreksi bedah lebih awal, pasien mempunyai ketahanan hidup lebih baik

dibandingkan yang tidak melakukan koreksi bedah. Kelahiran bayi dengan

kelainan bawaan ini juga menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga,

meliputi perasaan tertekan, malu, rasa bersalah, serta perhatian dan pembiayaan

yang lebih besar daripada anak yang lahir normal. Sebagian besar orang tua yang

mempunyai anak dengan kelainan bawaan ini tidak mengetahui mengenai apa

yang telah terjadi dan bagaimana kelanjutan hidup anak tersebut.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan makalah ini adalah untuk memahami tentang malformasi kongenital

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. CACAT LAHIR

Cacat lahir, malformasi kongenital, dan anomali kongenital adalah

istilah-istilah sinonim yang digunakan untuk menjelaskan gangguan struktural,

perilaku, fungsional, dan metabolik yang ada sejak lahir.

Anomali minor terjadi pada sekitar 15% bayi baru lahir. Kelainan

struktural ini, misalnya mikrotia (telinga kecil), bercak berpigmen, dan fisura

palpebra yang pendek, tidak dengan sendirinya merugikan kesehatan, tetapi pada

sebagian kasus, berkaitan dengan cacat mayor. Anomali minor berfungsi sebagai

petunjuk untuk mendiagnosis cacat lain yang lebih serius. Secara khusus, anomali

telinga adalah indicator cacat lain yang mudah dikenali dan ditemukan pada

hampir semua anak dengan malformasi sindromik.

B. Jenis Abnormalitas

1. Malformasi terjadi selama pembentukan struktur, sebagai contoh, selama

organogenesis. Kelainan ini dapat menyebabkan ketiadaan suatu struktur secara

total atau parsial atau perubahan konfigurasi normal suatu struktur. Malformasi

disebabkan oleh faktor lingkungan dan atau genetik yang bekerja secara

independen atau bersamaan. Kebanyakan malformasi berawal pada minggu

ketiga sampai kedelapan kehamilan.

2. Disrupsi menyebabkan perubahan morfologis pada struktur yang sudah

terbentuk dan disebabkan oleh proses destruktif. Gangguan vaskular yang

3
menyebabkan atresia usus dan cacat yang ditimbulkan oleh pita amnion adalah

contoh dari faktor-faktor perusak yang menyebabkan disrupsi.

3. Deformasi terjadi karena gaya mekanis yang ‘mencetak’ suatu bagian

janin dalam jangka lama. Clubfeet, sebagai contoh, disebabkan oleh penekanan di

rongga amnion. Deformasi sering mengenai sistem muskuloskeletal dan mungkin

pulih setelah lahir.

4. Sindrom adalah kumpulan anomali yang terjadi bersamaan dan memiliki

satu penyebab spesifik. Kata ini menunjukkan diagnosis telah ditegakkan dan

resiko kekambuhan (pada kehamilan selanjutnya) diketahui. Sebaliknya, asosiasi

(keterkaitan) adalah kemunculan non-acak dua atau lebih anomali yang timbul

lebih sering dibandingkan jika terjadi hanya secara kebetulan, tetapi yang

penyebabnya belum diketahui. Salah satu contoh adalah asosiasi VACTERL,

(anomali vertebrata [vertebral], anus [anal], jantung [cardiac], trakeoesofagus

[tracheoesophageal], ginjal [renal], dan ekstremitas [limb]). Meskipun anomali-

anomali itu bukanlah suatu diagnosis, asosiasi merupakan hal penting karena

ditemukannya salah satu atau lebih komponen yang lain.

Gambar 1. Grafik yang memperlihatkan waktu dalam kehamilan vs risiko


cacat lahir yang timbul
4
C. Faktor Lingkungan

Sampai awal tahun 1940an, diperkirakan bahwa cacat congenital

terutama disebabkan oleh faktor herediter. Dengan ditemukannya oleh N.

Gregg bahwa campak Jerman yang mengenai ibu selama awal kehamilan

menyebabkan kelainan di mudigah, menjadi jelas bahwa malformasi

kongenital pada manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.

Pada tahun 1961, pengamatan oleh W. Lenz yang mengaitkan cacat anggota

badan dengan obat sedatif talidomid menegaskan bahwa obat juga dapat

melewati plasenta dan menimbulkan cacat lahir. Sejak saat itu, banyak obat

yang diketahui bersifat teratogen (faktor yang menyebabkan cacat lahir)

9lihat table 8.1).

TABEL 8.1 Teratogen yang Berkaitan dengan Malformasi pada Manusia


Teratogen Malformasi Kongenital
Agen Infeksi
Virus rubella Katarak, glaukoma, cacat jantung, tuli, kelainan
gigi
Sitomegalovirus Mikrosefalus, kebutaan, retardasi mental,
kematian janin
Virus herpes simpleks Mikroftalmia, mikrosefalus, displasia retina
Virus varisela Hipoplasia ekstremitas, retardasi mental, atrofi
otot
HIV Mikrosefalus, retardasi pertumbuhan
Toksoplasma Hidrosefalus, kalsifasi serebrum mikroftalmia
Sifilis Retardasi mental, ketulian
Agen Fisik
Sinar X Mikrosefalus, spina bifida, langit-langit
sumbing, cacat ekstremitas
Hipertermia Anensefalus, spina bifida, retardasi mental,
cacat wajah, kelainan jantung, omfalokel, cacat
ekstremitas
Bahan Kimia
Talidomid Cacat ekstremitas, malformasi jantung
Aminopterin Anensefalus, hidrosefalus, bibir dan langi-langit
sumbing
Difenilhidantion(fenitoin) Sindrom hidantoin janin: cacat wajah, retardasi
mental

5
Asam valproat Cacat tabung saraf, anomali
jantung/kraniofasial/ekstremitas
Trimetadion Langit-langit sumbing, cacat jantung, kelainan
urogenital dan tulang
Litium Malformasi jantung
Amfetamin Bibir dan langit-langit sumbing, cacat jantung
Warfarin Kondrodisplasia, mikrosefalus
Inhibitor ACE* Retardasi pertumbuhan, kematian janin
Kokain Retardasi pertumbuhan, mikrosefalus, kelainan
perilaku, gastroskisis
Alkohol Sindrom alkohol janin, fisura palpebra pendek,
hipoplasia maksila, cacat jantung, retardasi
mental
Isotretinoin (vitaminA) Embriopati vitamin A: telinga kecil dan
berbentuk abnormal, hipoplasia
mandibula,langit-langit sumbing, cacat jantung
Pelarut industry Berat badan lahir rendah, cacat kraniofasial dan
tabung saraf
Merkuri organic Gejala neurologis serupa dengan yang
disebabkan oleh cerebral palsy
Timbal Retardasi pertumbuhan, gangguan neurologis
Hormon
Bahan androgenik Maskulinasi genitalia wanita: labia menyatu,
(etisteron, noretisteron) hipertrofi klitoris
Dietilstikbestrol (DES) Malformasi uterus, tuba uterina, dan vagina
bagian atas: kanker vagina; malformasi testis
Diabetes ibu Berbagai malformasi; tersering cacat jantung
dan tabung saraf
Obesitas ibu Cacat jantung, omfalokel
*ACE, angiotensin-coverting enzyme (enzim pengubah angiotensin)

Gambar 2. Contoh Fokomelia, hilangnya tulang-tulang


panjang ekstremitas
6
D. Prinsip Teratologi

Faktor-faktor yang menentukan kapasitas suatu agen untuk menimbulkan

cacat lahir telah didefinisikan dan diajukan sebagai prinsip teratologi. Prinsip-

prinsip tersebut mencakup :

1. Kerentanan terhadap teratogenesis yang bergantung pada genotipe

konseptus dan cara bagaimana komposisi genetic ini berinteraksi dengan

lingkungan. Genom ibu juga penting dalam kaitannya dengan metabolism obat,

resistensi terhadap infeksi, dan proses biokimiawi dan molekular lainnya yang

mempengaruhi konseptus.

2. Kerentaan terhadap teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan

saat pajanan. Periode paling peka untuk timbulnya cacat lahir adalah minggu

ketiga hingga kedelapan kehamilan, yaitu periode embriogenesis. Setiap sistem

organ mungkin memiliki satu atau lebih tahap kerentanan. Sebagai contoh, langit-

langit sumbing dapat terinduksi pada tahap blastokista (hari ke-6), selama

grastulasi (hari ke-14), pada tahap awal pembentukan tunas ekstremitas (minggu

kelima), atau saat bilah langit-langit itu sendiri sedang terbentuk (minggu

ketujuh). Selain itu, sementara kebanyakan kelainan ditimbulkan selama

embriogenesis, cacat juga dapat ditimbulkan sebelum atau setelah periode ini;

tidak ada tahap perkembangan yang benar-benar aman.

3. Manifestasi gangguan perkembangan bergantung pada dosis dan lama

pajaan ke teratogen.

4. Teratogen bekerja melalui jalur (mekanisme) spesifik pada sel dan

jaringan yang sedang berkembang untuk memicu kelainan embryogenesis

(patogenesis). Mekanisme ini mungkin melibatkan inhibitor proses biokimiawi

7
atau molekular tertentu; pathogenesis mungkin melibatkan kematian sel,

penurunan poliferasi sel, atau fenomena sel lainnya.

5. Manifetasi kelainan perkembangan adalah kematian, malformasi,

retardasi pertumbuhan, dan gangguan fungsional.

Agen Infeksi

Agen infeksi yang menyebabkan cacat lahir (tabel 8.1) mencakup sejumlah virus.

Rubela dahulu merupakan masalah besar, tetapi kemampuan kita untuk

mendeteksi titer antibodi dalam serum dan pembuatan vaksin telah secara

bermakna menurunkan insidens cacat lahir akibat virus ini. Saat ini sekitar 85%

wanita sudah mempunyai kekebalan.

Sitomegalovirus adalah ancaman serius. Ibu sering tidak memperlihatkan gejala,

tetapi efek pada janin dapat parah. Infeksi sering mematikan, dan jika tidak, dapat

terjadi maningoensefalitis virus yang menyebabkan retardasi mental.

Virus herpes simpleks, virus varisela, dan virus imunodefisiensi manusia

(human immunodeficiency virus, HIV) dapat menyebabkan cacat lahir. Kelainan

disebabkan herpes jarang dijumpai, dan infeksi biasanya ditularkan ke anak

sebagai penyakit kelamin sewaktu proses kelahiran. Demikian juga, HIV,

penyebab sindrom omunodefisiensi didapat (acquired immunodeficiency

syndrome, atau AIDS) tampaknya memiliki potensi teratogenetik yang rendah.

Infeksi oleh varisela menyebabkan insidens cacat lahir sebesar 20%.

Infeksi Virus Lain dan Hipertermia

Malformasi yang timbul setelah infeksi ibu oleh virus campak, gondongan,

hepatitis, poliomielitis, echovirus, virus Coxsackie, dan influenza pernah

8
dilaporkan. Studi-studi prospektif menunjukkan bahwa angka malformasi setelah

pajanan ke virus-virus ini rendah atau bahkan tidak ada.

Faktor penyulit yang ditimbulkan oleh virus-virus ini dan agen infeksi lain adalah

bahwa kebanyakan bersifat pirogenik, dan peningkatan suhu tubuh (hipertermia)

bersifat teratogenik. Cacat yang ditimbulkan oleh meningkatnya suhu tubuh antara

lain adalah anensefalus, spina bifida, retardasi mental, mikroftalmia, bibir dan

langit-langit sumbing, defisiensi ekstremitas, omfalokel dan kelainan jantung.

Selain penyakit demam, mandi berendam di air panas dan sauna dapat

menghasilkan peningkatan suhu yang dapat menyebabkan cacat lahir.

Toksoplasmosis dan sifilis menyebabkan cacat lahir. Daging yang dimasak

kurang matang; hewan peliharaan, terutama kucing; dan feses di tanah yang

tercemar dapat mengandung parasit protozoa Toxoplasmosis gondii. Gambaran

khas infeksi toksoplasma pada janin adalah kalsifikasi otak.

Radiasi

Radiasi pengion mematikan sel-sel yang berploriferasi pesat sehingga radiasi ini

adalah teratogen kuat, menimbulkan hampir semua jenis cacat lahir bergantung

pada dosis dan stadium perkembangan konseptus saat pajanan terjadi. Radiasi dari

ledakan nuklir juga teratogenik. Di antara para wanita hamil yang selamat dari

ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, 28% mengalami abortus, 25%

melahirkan anak yang meninggal dalam tahun pertama kehidupannya, dan 25%

melahirkan anak dengan cacat lahir parah yang mengenai sistem saraf pusat.

Radiasi juga adalah agen mutagenic dan dapat menyebabkan perubahan genetik

pada sel germinativum dan malformasi selanjutnya.

9
Bahan Kimia

Peran bahan kimia dan obat farmasi dalam pembentukan kelainan pada manusia

sulit di nilai karena dua alasan :

1. Sebagian besar penelitian bersifat retrospektif, mengandalkan ingatan ibu

tentang riwayat pajanan

2. Wanita hamil mengkonsumsi banyak obat farmasi.

Suatu studi oleh National Institutes of Health menemukan bahwa wanita

hamil menggunakan 900 obat yang berbeda, dengan rata-rata 4 obat per wanita.

Hanya 20% wanita hamil yang tidak menggunakan obat selama kehamilan

mereka. Bahkan dengan penggunaan bahan kimia yang luas ini, relative sedikit

dari banyak obat yang digunakan selama kehamilan yang terbukti positif bersifat

teratogenik. Salah satu contoh adalah talidomid, suatu obat antimual dan obat

tidur. Pada tahun 1961, disadari di Jerman Barat bahwa frekuensi amelia dan

meromedia (ketiadaan sebagian atau seluruh ekstremitas), suatu kelainan

herediter yang jarang, mendadak meningkat. Pengamatan ini mendorong

dilakukannya pemeriksaan terhadap riwayat prenatal anak yang terkena dan

menyebabkan terungkapnya fakta bahwa banyak dari ibu tersebut yang

menggunakan talidomid pada awal kehamilan mereka. Hubungan sebab-akibat

antara talidomid dan meromeria terungkap hanya karena obat ini menimbulkan

kelainan yang sedemikian tidak lazim. Jika cacatnya adalah jenis yang lazim

dijumpai, misal bibir sumbing atau malformasi jantung, keterkaitan dengan obat

mungkin mudah terlewatkan.

Obat lain dengan potensi teratogenik adalah anti kejang difenilhidantion

(fenition), asam valproat, dan trimetadion, yang digunakan oleh wanita

10
pengidap epilepsi. Secara spesifik, trimetadion dan difenilhidantion menimbulkan

spektrum kelainan yang luas yang membentuk pola dismorfogenesis tersendiri

yang dikenal sebagai sindrom trimetadion atau sindrom hidantoin janin.

Sumbing di wajah sering di jumpai pada sindrom ini. Asam valproat juga

menyebabkan kelainan kraniofasial tetapi memiliki kecendrungan khusus untuk

menimbulkan cacat tabung saraf.

Obat antipsikotik dan anticemas (masing-masing adalah tranquilizer

mayor dan minor) dicurigai menimbulkan malformasi kongential. Antipsikotik

fenotiazin dan lutium dilaporkan bersifat teratogenik. Meskipun bukti untuk

teratogenitas fenitiazin saling bertentangan, kekhawatiran akan lutium lebih

terdokumentasi dengan baik. Bagaimanapun, diduga kuat bahwa pemakaian obat-

obat ini selama kehamilan membawa risiko tinggi.

Pengamatan serupa dijumpai pada obat-obat anticemas meprobamat,

klordiazepoksid, dan diazepam (valium). Suatu penelitian prospektif

memperlihatkan bahwa anomali berat terjadi pada 12% janin yang terpajan ke

meprobamat dan pada 11% dari mereka yang terpajan ke klordiazepoksid,

dibandingkan dengan 2,6% kontrol. Demikian juga, penelitian-penelitian

retrospektif membuktikan bahwa terjadi peningkatan hampir empat kali lipat

kejadian bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing pada anak dari

ibu yang menggunakan diazepam selama kehamilan.

Antikoagulan warfarin bersifat teratogenik, sedangkan heparin

tampaknya tidak. Obat anti hipertensi yang menghambat enzim pengubah

angiotensin (inhibitor ACE) menyebabkan retardasi pertumbuhan, disfungsi

ginjal, kematian janin, dan oligohidramnion.

11
Kekhawatiran juga dilontarkan mengenai sejumlah senyawa lain yang

mungkin merusak mudigah atau janin. Yang paling menonjol diantara senyawa-

senyawa ini adalah propiltiourasil dan kalium iodida (gondok dan retardasi

mental), streptomisin (tuli), sulfonamid (kernikterus), anti depresan imipramin

(cacat anggota badan), tetrasiklin (anomali tulang dan gigi), amfetamin (bibir

sumbing dan kelainan kardiovaskular), dan kina (tuli). Yang terakhir, semakin

banyak bukti yang menunjukkan bahwa aspirin (salisilat), obat yang paling sering

dikonsumsi selama kehamilan dapat membahayakan janin jika digunakan dalam

dosis tinggi.

Salah satu masalah yang semakin besar di masyarakat saat ini adalah efek

obat-obat ‘pergaulan’, misalnya LSD (lysergic acid diethylamide), PCP

(fensiklidin, atau “angel dust”), mariyuana, alkohol, dan kokain. Pada kasus LSD,

pernah dilaporkan anomali anggota badan dan malformasi sistem saraf pusat.

Namun, suatu ulasan komprehensif terhadap lebih dari 100 publikasi mengarah

kepada kesimpulan bahwa LSD murni yang digunakan dalam dosis sedang tidak

bersifat teratogenik dan tidak menyebabkan kerusakan genetic. Kurangnya bukti

yang menyimpulkan teratogenitas serupa juga dilaporkan untuk mariyuana dan

PCP. Kokain dilaporkan menyebabkan sejumlah cacat lahir, mungkin melalui

kerjanya sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan hipoksia.

Gambar 3. Gambaran khas anak dengan sindrom

alkohol janin
12
Terdapat bukti kuat tentang keterkaitan konsumsi alkohol oleh ibu hamil

dan kelainan kongenital. Karena alkohol dapat menyebabkan spektrum penyakit

yang luas, berkisar dari retardasi mental hingga kelainan struktural, digunakan

istilah spektrum penyakit alkohol janin (fetal alcohol spectrum disorder, FASD)

untuk setiap cacat akibat alkohol. Sindrom alkohol janin (fetal alcohol

syndrome, FAS) mencerminkan akibat yang parah dari spektrum ini mencakup

cacat struktural, defisiensi pertumbuhan, dan retardasi mental. Gangguan

perkembangan saraf terkait alkohol (alcohol-related neurodevelopmental

disorder, ARND) adalah yang lebih ringan. Insidens FAS dan ARND bersama-

sama adalah 1 dari 100 kelahiran hidup. Selain itu, alkohol merupakan

penyebab utama retardasi mental.

Merokok belum pernah dilaporkan berkaitan dengan cacat lahir mayor,

tetapi merokok berperan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterus dan

pelahiran prematur. Juga terdapat bukti bahwa merokok menyebabkan gangguan

perilaku.

Isotretinoin (asam 13-sis-retinoat), suatu analog vitamin A, dibuktikan

menyebabkan malformasi dengan pola khas yang dikenal sebagai embriopati

isotretinion atau embriopati vitamin A. obat ini diresepkan untuk terapi akne

kistik dan dermatomis kronis lain, tetapi sangat teratogenik dan dapat

menimbulkan hampir semua jenis cacat. Bahkan retinoid topikal, misalnya

etretinat, berpotensi menimbulkan kelainan. Dengan gencarnya anjuran

pemakaian multivitamin yang mengandung asam folat saat ini, timbul

kekhawatiran bahwa pemakaian berlebihan suplemen vitamin dapat

membahayakan, karena sebagian besar suplemen tersebut mengandung sekitar

13
8.000 IU vitamin A. Masih diperdebatkan sebenarnya berapa jumlah vitamin A

yang dianggap membahayakan, tetapi kebanyakan ilmuwan sepakat bahwa 25.000

IU adalah kadar ambang untuk teratogenisitas.

Hormon

OBAT ANDROGENIK. Dahulu, progestin sintetis sering digunakan

selama kehamilan untuk mencegah abortus. Progestin etisteron dan noretisteron

memiliki aktivitas androgenik yang cukup besar, dan telah banyak dilaporkan

kasus maskulinasi genitalia pada mudigah perempuan. Kelainan berupa

pembesaran klitoris disertai penyatuan lipatan labioskrotum dengan derajat

bervariasi.

ENDOCRINE DISRUPTERS. Endocrine disrupters adalah bahan

eksogen yang mengganggu kerja regulatorik normal hormon-hormon yang

mengontrol proses perkembangan. Bahan-bahan ini paling sering mengintervensi

kerja estrogen melalui reseptornya dan menyebabkan kelainan perkembangan

sistem saraf pusat dan saluran reproduksi. Selama beberapa waktu, telah diketahui

bahwa estrogen sintesis dietilstilbesterol yang dahulu digunakan untuk mencegah

abortus, meningkatkan insidens karsinoma vagina dan serviks pada wanita yang

terpajan di obat ini sewaktu di dalam kandungan. Selain itu, banyak dari wanita

ini mengalami disfungsi reproduksi yang sebagian disebabkan oleh malformasi

kongenital uterus, tuba uterina, dan vagina bagian atas. Mudigah laki-laki yang

terpajan in utero juga dapat terpengaruhi, seperti dibuktikan oleh meningkatnya

malformasi testis dan kelainan pada hasil analisis sperma. Namun, berbeda

dengan wanita, pria tidak memperlihatkan peningkatan resiko mengidap

karnisoma saluran genitalia.

14
Saat ini, estrogen dalam lingkunganlah yang menimbulkan kekhawatiran,

dan banyak studi dilakukan untuk menentukan efek bahan ini pada janin.

Berkurangnya hitung sperma dan meningkatnya insidens kanker testis,

hipospadia, dan kelainan lain saluran reproduksi pada manusia, bersama dengan

kelainan sistem saraf pusat (maskulinisasi otak wanita dan feminisasi otak pria)

pada spesies lain akibat pajanan lingkungan yang tinggi, menimbulkan kesadaran

akan kemungkinan efek merugikan dari bahan-bahan ini. Banyak estrogen yang

berasal dari bahan kimia yang digunakan untuk tujuan industri dan dari pestisida.

KONTRASEPSI ORAL. Pil keluarga berencana, yang mengandung estrogen

dan progesterone, tampaknya memiliki potensi teratogenik yang rendah. Namun,

karena hormon lain seperti dietilstilbestrol menimbulkan kelainan, pemakaian

kontrasepsi oral harus dihentikan jika dicurigai terjadi kehamilan.

KORTISON. Penelitian eksperimental telah berulang kali membuktikan

bahwa kortison yang di suntikkan kedalam mencit dan kelinci pada tahap-tahap

tertentu kehamilan menyebabkan peningkatan insidens langit-langit- sumbing

pada bayi hewan ini. Namun, pada manusia sulit dibuktikan bahwa kortison

adalah faktor lingkungan yang menyebabkan langit-langit sumbing.

Penyakit Ibu

DIABETES. Gangguan metabolisme karbohidrat selama kehamilan pada

pengidap diaetes menyebabkan peningkatan insidens lahir-mati, kematian

neonates, bayi yang terlalu besar, dan malformasi kongenital. Risiko anomali

kongetinal pada anak dari ibu pengidap diabetes adalah tiga sampai empat kali

lebih banyak dibandingkan anak dari ibu nondiabetik dan pernah dilaporkan higga

15
setinggi 80% pada anak dari ibu yang telah lama mengidap diabetes. Malformasi

pernah ditemukan antara lain adalah disgenesis kaudal (sirenomelia).

Faktor-faktor yang berperan menimbulkan kelainan ini belum diketahui

pasti, namun bukti-bukti menunjukkan bahwa perubahan kadar glukosa berperan

dan bahwa insulin tidak bersifat teratogenik. Dalam hal ini terdapat korelasi

signifikan antara keparahan dan lama penyakit ibu dan insidens malformasi.

Pengendalian ketat metabolisme ibu dengan terapi insulin yang agresif sebelum

konsepsi dapat mengurangi kejadian malformasi. Namun, terapi ini meningkatkan

frekuensi dan keparahan episode hipoglikemia. Banyak penelitian pada hewan

menunjukkan bahwa sewaktu gastrulasi dan neurulasi, mudigah mamalia

bergantung pada glukosa sebagai sumber energi, sehingga bahkan episode singkat

penurunan gula darah dapat besifat teratogenik. Karena itu, dalam menangani

wanita diabetes yang hamil kita perlu berhati-hati. Pada kasus diabetes non-

dependen insulin, obat hipoglikemik oral dapat digunakan. Obat-obat ini antara

lain adalah sulfonilurea dan biguanid. Kedua kelas obat tersebut pernah

dilaporkan sebagai teratogen.

FENILKETONURIA. Ibu dengan fenilketonuria (PKU), yaitu defisiensi

enzim fenilalanin serum, berisiko memiliki bayi dengan retardasi mental,

mikrosefalus, dan cacat jantung. Wanita dengan PKU yang mengonsumsi diet

rendah fenilalanin sebelum konsepsi dapat menurunkan risiko bagi bayi mereka

setara dengan yang diamati pada populasi umum.

Definisi gizi

Meskipun banyak defisiensi nutrisi, terutama defisienti vitamin, telah

terbukti bersifat teratogenik pada hewan percobaan, bukti pada manusia jarang

16
dikemukakan, karena itu, kecuali kretinisme endemikyang berkaitan dengan

defisiensi iodium, belum ada analogi terhadap eksperimen pada hewan yang

pernah ditemukan. Namun, bukti-bukti menyiratkan bahwa kekurangan gizi pada

ibu sebelum dan selama kehamilan berperan menyebabkan berat badan lahir

rendah dan cacat lahir.

Obesitas

Obesitas telah mencapai tingkat epidemik di Amerika Serikat dan

angkanya meningkat hampir dua kali lipat dalam 15 tahun terakhir.

Obesitas prakehamilan yang didefinisikan sebagai indeks masa tubuh (IMT)

>30kg/m2, berkaitan dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat risiko

melahirkan anak dengan cacat tabung saraf. Hubungan sebab-akibatnya belum

dipastikan tetapi mungkin berkaitan dengan gangguan metabolisme ibu yang

mengenai glukosa, insulin, atau faktor lain. Studi-studi juga memperlihatkan

bahwa obesitas prakehamilan meningkatkan risiko memiliki bayi dengan cacat

jantung, omfalokel, dan anomaly multipel.

Hipoksia

Pada berbagai hewan percobaan, hipoksia menginduksi malformasi

kongenital. Masih perlu dibuktikan apakah hal ini juga berlaku pada manusia.

Meskipun anak yang lahir di daratan yang relatif tinggi biasanya berat badannya

lebih ringan dan kecil dibandingkan dengan mereka yang lahir di dekat atau

setinggi permukaan laut, belum ditemukan adanya peningkatan insidens

malformasi kongenital. Selain itu, wanita dengan penyakit kardiovaskular tipe

sianotik sering melahirkan bayi kecil, tetapi biasanya tanpa malformasi kongenital

yang nyata.

17
Logam Berat

Beberapa tahun yang lalu, para peneliti di Jepang mencatat bahwa

sejumlah ibu yang makanannya terutama terdiri dari ikan melahirkan anak dengan

gejala neurologis multipel mirip cerebral palsy. Pemeriksaan lebih lanjut

memperlihatkan bahwa ikan yang mereka konsumsi mengandung merkuri

organic dengan kadar sangat tinggi. Merkuri ini dialirkan ke Teluk Minamata dan

perairan tepi pantai lainnya di Jepang oleh industri-industri besar. Banyak dari ibu

itu sendiri tidak memperlihatkan gejala yang menunjukkan bahwa janin lebih peka

terhadap merkuri dibandingkan dengan ibu mereka. Di Amerika Serikat, hal

serupa diamati ketika jagung di semprot oleh fungisida yang mengandung merkuri

diberikan kepada babi dan dagingnya kemudian dimakan oleh wanita hamil.

Demikian juga, di Irak, beberapa ribu bayi terkena setelah ibu mereka

mengonsumsi padi-padian yang diberi fungisida yang mengandung merkuri.

Timbal dilaporkan berkaitan dengan peningkatan angka abortus, retardasi

pertumbuhan, dan gangguan neurologis.

E. Teratogenesis yang Diperantarai oleh Pria

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pajanan ke bahan kimia dan

bahan lain, misal etilnitrosourea dan radiasi, dapat menyebabkan mutasi pada sel

germinativum pria. Penelitian epidemiologis mengaitkan pajanan ke merkuri,

timbal, pelarut, alkohol, merokok, dan senyawa lain dari lingkungan dan

pekerjaan ayah dengan abortus spontan, berat badan lahir rendah, dan cacat lahir.

Usia ayah yang lanjut adalah faktor yang meningkatkan risiko cacat ekstremitas

dan cacat tabung saraf, sindrom Down, serta mutasi-mutasi dominan otosom baru.

18
Yang menarik, pria yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko relatif lebih

tinggi menjadi ayah dari anak cacat lahir. Bahkan penularan toksisitas yang

diperantarai oleh ayah dapat terjadi melalui cairan semen dan dari pencemaran

barang-barang rumah tangga oleh bahan kimia yang terbawa di baju kerja ayah.

Penelitian juga memperlihatkan bahwa pria dengan cacat lahir itu sendiri memiliki

risiko lebih dari dua kali lipat memiliki anak yang juga terkena.

F. DIAGNONIS PRANATAL

Dokter perinatologi memiliki beberapa pendekatan untuk menilai tumbuh-

kembang janin in utero, termasuk ultrasonografi, pemeriksaan penyaring

serum ibu, amniosentesis, dan pengambilan sampel vilus korion. Dalam

kombinasi, teknik-teknik ini dirancang untuk mendeteksi malformasi, kelainan

genetik, pertumbuhan janin keseluruhan, dan penyulit kehamilan, misalnya

kelainan plasenta atau uterus. Penerapan dan perkembangan terapi in utero

menimbulkan konsep baru yang mengemukakan bahwa janin kini adalah seorang

pasien.

Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah yang relatif non invasif yang menggunakan

gelombang suara berfrekuensi tinggi yang dipantulkan dari jaringan untuk

menciptakan bayangan. Pendekatannya dapat melalui transabdomen atau

transvagina. USG transvagina menghasilkan citra dengan resolusi lebih tinggi.

Pada kenyataannya, teknik ini yang pertama kali dikembangkan pada tahun

1950an, telah berkembang ke tahap yang dapat mendeteksi aliran darah di

pembuluh besar, mengetahui gerakan katup ke jantung, dan aliran cairan di trakea

19
dan bronkus. Teknik ini aman dan sering digunakan, dengan sekitar 80% wanita

hamil di Amerika Serikat menjalani paling sedikit satu kali pemindaian.

Parameter-parameter penting yang terungkap dengan ultrasonografi antara

lain adalah karakteristik usia dan pertumbuhan janin, ada atau tidaknya anomali

kongenital; status lingkungan uterus, termasuk jumlah cairan amnion; letak

plasenta dan aliran darah umbilikus; dan ada tidaknya kehamilan multipel. Semua

faktor ini kemudian digunakan untuk menentukan pendekatan yang tepat untuk

menangani kehamilan yang bersangkutan.

Gambar 4. Contoh efektivitas ultrasonografi dalam pencitraan mudigah


dan janin

Mengetahui usia dan pertumbuhan janin sangat penting dalam

merencanakan penatalaksanaan kehamilan, terutama untuk bayi dengan berat

badan lahir rendah. Pada kenyataannya, studi-studi memperlihatkan bahwa

kehamilan dengan bayi berberat badan lahir rendah yang terkelola dan yang

menjalani pemeriksaan penyaring ultrasonografi memperlihatkan penurunan

angka kematian sebesar 60% dibandingkan dengan kelompok yang tidak disaring.
20
Usia dan pertumbuhan janin dinilai dari panjang puncak kepala-bokong selama

usia kehamilan 5 sampai 10 minggu. Setelah itu, digunakan kombinasi

pengukuran-termasuk diameter biparietal (BPD) tengkorak, panjang femur,

dan lingkaran perut. Pengukuran multipel terhadap parameter-parameter ini

dalam suatu kurun waktu akan meningkatkan kemampuan kita menentukan

tingkat pertumbuhan janin.

Gambar 6. USG yang memperlihatkan ukuran mudigah & janin

Malformasi kongenital yang dapat ditentukan dengan ultrasonografi antara

lain adalah cacat tabung saraf anensefalus dan spina bifida; cacat dinding

abdomen, misalnya omfalokel dan gastroskisis; dan cacat jantung dan wajah,

termasuk bibir dan langit-langit sumbing.

Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu

Penelitian untuk mencari penanda-penanda biokimiawi status janin

menyebabkan dikembangkannya uji penyaring serum ibu. Salah satu dari

pemeriksaan pertama yang digunakan adalah penilaian konsentrasi α-fetoprotein

(AFP) serum. AFP secara normal dihasilkan oleh hati janin, memuncak kadarnya

21
pada sekitar 14 minggu, dan “bocor” ke dalam sirkulasi ibu melalui plasenta.

Karena itu, konsentrasi AFP dalam serum ibu meningkat selama trimester kedua

dan kemudian mulai terus turun setelah usia kehamilan 30 minggu. Pada kasus

cacat tabung saraf dan beberapa kelainan lain, termasuk omfalokel, gastroskisis,

ekstrofi kandung kemih, sindrom pita amnion, teratoma sakrokoksigeus, dan

atresia usus, kadar AFP meningkat dalam cairan amnion dan serum ibu. Pada

kasus lain, konsentrasi AFP menurun seperti kromosom seks, dan triploidi.

Keadaan-keadaan ini berkaitan dengan rendahnya konsentrasi gonadotropin

korion manusia (human chirionic gonadotropin, hCG) dan estriol tak-

terkonjugasi dalam serum. Karena itu, pemeriksaan penyaring serum ibu adalah

teknik yang relatif noninvasif untuk memberi penilaian awal kesejahteraan janin.

Amniosentesis

Pada amniosentesis, sebuah jarum dimasukkan memalui dinding abdomen

ke dalam rongga amnion (diidentifikasi dengan ultrasonografi), dan dilakukan

penyedotan 20-30mL cairan. Karena jumlah cairan yang dibutuhkan tersebut,

tindakan ini biasanya tidak dilakukan sebelum kehamilan 14 minggu, saat tersedia

cairan dalam jumlah memadai tanpa membahayakan janin. Risiko kematian janin

akibat tindakan ini adalah 1% tetapi lebih kecil jika dilakukan di pusat pelayanan

yang terampil dalam teknik ini.

Cairan itu sendiri dianalisis untuk berbagai faktor biokimia, misalnya AFP dan

asetilkolinesterse. Selain itu, sel janin yang terlepas ke dalam cairan amnion,

dapat ditemukan dan digunakan untuk penentuan kariotipe metafase dan analisis

genetik lainnya. Sayangnya, sel-sel yang dipanen ini tidak membelah dengan

cepat sehingga harus dibuat biakan sel yang mengandung mitogen agar dihasilkan

22
sel bermetafase dalam jumlah memadai untuk analisis. Pembiakan ini

memerlukan waktu 8 sampai 14 hari, dan karenanya, penegakan diagnosis

tertunda. Setelah kromosom behasil diperoleh, dapat dideteksi kelainan-kelainan

kromosom mayor, misalnya translokasi, pemutusan, trisomi, dan monosomi.

Dengan pewarna khusus (Giemsa) dan teknik resolusi-tinggi, pola pita kromosom

dapat ditentukan. Selain itu, karena genom manusia telah berhasil diketahui

skuensnya, analisis-analisis molekular yang lebih canggih yang menggunakan

reaksi berantai polymerase (polymerase chain reaction, PCR) dan penentuan

genotipe akan meningkatkan tingkat kepekaan deteksi kelainan genetik.

Pengambilan Sampel Vilus Korion

Pengambilan sampel vilus korion (chorionic villus sampling, CVS)

dilakukan dengan memasukkan sebuah jarum secara transabdomen atau

transvagina ke dalam massa plasenta dan mengaspirasi sekitar 5 sampai 30 mg

jaringan vilus. Sel-sel dapat segera dianalisis, tetapi keakuratan teknik ini

dipermasalahkan karena tingginya kesalahan kromosom pada plsenta normal.

Karena itu, sel-sel dari inti mesenkim diisolasi dengan tripsinisasi sel yang

diperoleh, diperlukan 2-3 hari pembiakan untuk memungkinkan dilakukannya

analisis genetic. Karena itu, waktu untuk penentuan karakteristik genetik janin

lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan amniosentesis. Namun, risiko

kematian janin akibat CVS adalah sekitar dua kali lipat lebih besar dibandingkan

dengan amniosentesis, dan terdapat petunjuk bahwa teknik ini membawa risiko

cacat reduksi ekstremitas.

Secara umum, uji-uji diagnosik prenatal tidak digunakan secara rutin

(meskipun pemakaian ultrasonografi kini mendekati rutin), dan dicadangkan

23
untuk kehamilan tinggi. Indikasi untuk menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan

ini antara lain adalah :

1. Usia ibu yang lanjut (35 tahun atau lebih)

2. Riwayat masalah genetik dalam keluarga, misalnya orang tua pernah

memiliki anak dengan sindrom Down atau cacat tabung saraf

3. Adanya penyakit ibu, misalnya diabetes

4. Kelainan dalam pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan penyaring

serum

G. TERAPI JANIN

Transfusi Janin

Pada kasus anemia janin akibat antibodi ibu atau kausa lain, dapat

dilakukan tranfusi darah untuk janin. Ultrasonografi digunakan untuk menuntun

insersi jarum ke dalam vena umbilikalis dan darah ditransfusikan langsung

kedalam janin.

Terapi Medis Janin

Terapi untuk infeksi, aritmia jantung, gangguan fungsi tiroid, dan masalah

medis janin lain biasanya diberikan melalui ibu dan mencapai janin setelah

melewati plasenta. Namun, pada sebagian kasus obat dapat diberikan langsung

kepada janin melalui penyuntikan intramuskulus ke dalam regio gluteus atau

melalui vena umbilikalis.

Pembedahan janin

24
Berkat kemajuan dalam prosedur ultrasonografi dan bedah maka

mengoperasi janin kini dapat dilakukan. Namun, karena risiko dari ibu, janin, dan

kehamilan selanjutnya, tindakan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan dengan

tim terlatih dan hanya jika tidak ada alternative lain. Dapat dilakukan beberapa

jenis pembedahan, termasuk pemasangan pirau (shunt) untuk mengeluarkan

cairan dari organ dan rongga. Sebagai contoh, pada obstruksi uretra dapat

dipasang pirau pigtail ke dalam kandung kemih janin. Salah satu masalah adalah

mendiagnosis kelainan sedini mungkin untuk mencegah kerusakan ginjal.

Pembedahan eks utero, yaitu dengan membuka uterus dan mengoperasi janin

secara langsung, pernah dilakukan untuk memperbaiki hernia diafragmatika

kongenital, mengangkat lesi kistik (adenomatoid) di paru, dan memperbaiki cacat

spina bifida. Perbaikan hernia dan lesi paru memiliki prognosis baik jika criteria

pemilihan kasus diterapkan dengn benar, dan salah satu dari criteria pemilihan

kasus diterapkan dengan benar, dan salah satu dari criteria ini adalah kenyataan

bahwa jika tanpa pembedahan tersebut, janin hampir pasti akan meninggal.

Pembedahan untuk cacat tabung saraf lebih kontroversial karena kelainan tidak

mengancam nyawa. Juga, bukti yang ada tidak meyakinkan bahwa perbaikan lesi

dapat memperbaiki fungsi neurologis, meskipun tindakan ini menghindari

terjadinya hidrosefalus dengan membebaskan korda spinalis yang melekat dan

mencegah heniasi serebelum ke dalam foramen magnum

Transplantasi Sel Tunas dan Terapi Gen

Karena janin belum memiliki imunokompetensi sebelum usia kehamilan

18 minggu, jaringan atau sel dapat ditransplantasikan sebelum waktu ini tanpa

ditolak. Riset dalam bidang ini befokus dalam sel tunas hematopoietic untuk

25
mengobati imunodefisiensi dan kelainan hematologi. Terapi gen untuk penyakit

metabolik herediter, misalnya Tay-Sachs dan fibrosis kistik, juga sedang diteliti.

26
BAB III

KESIMPULAN

Pertumbuhan dan perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Pada saat ini diperkirakan bahwa 10% dari semua kelainan pada manusia

yang diketahui sebabnya oleh faktor genetic dan kromosom sedangkan sisanya

yang 80% diduga mempengaruhi dalam hubungan yang sangat rumit.

Disini dapat dikelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut.

1. Faktor lingkungan seperti :

 infeksi

 radiasi

 obat-obatan atau zat kimia

2. Faktor kesehatan seperti :

 ibu kurang gizi

 penyakit tertentu pada ibu

 Diabetes melitus

 Hipertensi / Hipotensi

 Umur ibu / paritas

 ibu yang perokok

3. Faktor keturunan seperti :

 trisomi 21

 trisomi 13-15

 dll

22
27
Disamping pemeriksaan fisik, radiologic dan laboratorik unutk menegakan

diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis

pre/ ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu

misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.

28
DAFTAR PUSTAKA

Drews.D.1996, Atlas Berwarna & Teks Embriologi,Hipokrates,Jakarta

Sadler T.W,Langman's Medical Embryology, 10th Edition. Montana

29

Anda mungkin juga menyukai