Anda di halaman 1dari 163

ANALISIS POTENSI RAWAN (HAZARD) DAN

RESIKO (RISK) BENCANA BANJIR DAN LONGSOR


(STUDI KASUS PROVINSI JAWA BARAT)

W AL UYO YO G O UT O M O

SE K O L AH P ASC ASAR J ANA


I NST I T UT P E R T ANI AN BO G O R
BO G O R
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul Analisis Potensi
Rawan (Hazard) dan Resiko (Risk) Bencana Banjir dan Longsor (Studi
Kasus Provinsi Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Waluyo Yogo Utomo


NRP. P052094084
RINGKASAN
WALUYO YOGO UTOMO. Analisis Potensi Rawan (Hazard) dan Resiko (Risk)
Bencana Banjir dan Longsor (Studi Kasus Provinsi Jawa Barat). Dibawah
bimbingan WIDIATMAKA dan KOMARSA GANDASASMITA.

Trend bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana


hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan
gelombang pasang merupakan jenis bencana yang dominan di Indonesia. Bencana
hidrometeorologi terjadi rata-rata hampir 70 % dari total bencana di Indonesia.
Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang memiliki potensi tinggi
untuk terjadinya bencana tanah longsor. Hal ini disamping disebabkan oleh
topografi wilayahnya yang berbukit dan bergunung, juga tingginya kepadatan
penduduk yang menimbulkan tekanan terhadap ekosistem. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk membangun metodologi dalam menentukan kriteria pembentuk
bencana banjir dan tanah longsor, mengetahui sebaran daerah yang berpotensi
terjadinya rawan (hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dan longsor, serta
mengetahui kesesuaian rencana pola ruang dalam RTRW Provinsi Jawa Barat
Tahun 2010-2030 terhadap potensi rawan (hazard) banjir dan longsor di Provinsi
Jawa Barat.
Model potensi rawan (hazard) banjir dan tanah longsor dibangun melalui
analisis spasial (overlay) dengan sistem skoring dan pembobotan dari 7 parameter
yang digunakan, yaitu: penggunaan lahan, curah hujan, kemiringan lereng,
elevasi, bentuk lahan, tanah dan geologi. Model risiko banjir dan tanah longsor
dibangun dengan mengintegrasikan antara peta rawan (hazard) dengan hasil
analisis kerentanan (vulnerability), yang terdiri dari parameter jalan/ aksesibilitas,
infrastruktur dan penggunaan lahan; serta hasil analisis element of risk, yang
terdiri dari parameter kepadatan penduduk (jiwa/km2), PDRB, penggunaan lahan,
serta kesiapsiagaan atau tanggap darurat.
Hasil penelitian menunjukkan wilayah Jawa Barat yang memiliki potensi
tinggi rawan banjir 460,204 ha (12,5%) dan sangat tinggi pada 507,274 ha
(13,8%), dengan lokasi terdistribusi di Bekasi, Cirebon, Indramayu, Karawang,
Majalengka, Subang, Kota Bandung, Kota Banjar, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota
Cirebon dan Kota Depok. Wilayah dengan potensi tinggi rawan longsor seluas
141,855 ha (3,9%) dan sangat tinggi seluas 14,895 ha (0,4%), dengan lokasi
distribusi di Bandung dan Garut.
Hasil validasi lapangan dan kejadian rekapitulasi data banjir dan tanah
longsor di lapangan dari data BNPB (2010-2012), menunjukkan akurasi peta hasil
analisis potensi bahaya dan risiko banjir dan tanah longsor yang cukup tinggi.
Frekuensi banjir di lapangan terjadi 88 kali lebih banyak sebagai kelas potensi
daerah bahaya banjir sedang hingga sangat tinggi dengan total 115 kali kejadian
banjir, atau 76,5% dari total banjir. Sementara frekuensi longsor di lapangan
terjadi 86 kali dalam kelas sebagai potensi longsor bahaya sedang sampai sangat
tinggi dengan total 113 kali kejadian tanah longsor, atau 76,1% dari total longsor.
Terdapat 5 rencana pola ruang yang memiliki tingkat kesesuaian tinggi terhadap
hasil analisis potensi rawan banjir, yaitu LNH-Rawan Tsunami (97,6 %), KB-
Hutan Cadangan (77,7 %), Perkotaan (90,3 %), Sawah (96,5 %), dan KB-Tubuh
Air (76,7 %). Sedangkan tingkat kesesuaian tinggi terhadap hasil analisis potensi
rawan longsor hanya terdapat pada 2 rencana pola ruang, yaitu Hutan Konservasi
(86,8 %) dan Hutan Lindung (80,2 %).

Kata kunci: rawan, resiko, banjir, tanah longsor, akurasi, kesesuaian, rencana
pola ruang
SUMMARY

WALUYO YOGO UTOMO. An Analysis of Potential Hazard and Risk for Flood
and Landslide (Case Study in West Java Province). Supervised by
WIDIATMAKA and KOMARSA GANDASASMITA.

Trend disaster in Indonesia has increased from year to year. Hydro-


meteorological disasters such as floods, droughts, landslides, cyclones and tidal
waves are the dominant type of disaster in Indonesia. Hydrometeorological
disasters occurred on average almost 70% of total disaster in Indonesia. West Java
Province is one of the areas that have a high potential for the occurrence of
landslides. This is due to the topography of the hilly and mountainous regions, as
well high population density which puts pressure on the ecosystem.
The purpose of this study is to establish the methodology in determining
the criteria forming floods and landslides, determine the distribution of the
occurrence of potentially vulnerable hazard areas and risk of floods and
landslides, as well as determine the suitability of spatial pattern in the spatial plan
of West Java Province Year 2010-2030 against potential floods and landslides
hazard in the province of West Java.
Floods and landslides potential hazard models were constructed through
spatial analysis (overlay) with scoring and weighting system of the 7 parameters
used, namely: land use, rainfall, slope, elevation, landform, soil type and geology.
The model risk of floods and landslides were constructed by integrating the
hazard map with the analysis of vulnerability, which consists of the parameters
road/ accessibility, infrastructure and land use, as well as the analysis of the
element of risk, which consists of a number of density parameters population
(people/km2), GDP, land use, and emergency preparedness or response. The
results showed that the area of West Java which has the potential flood-prone high
is 460.204 ha (12,5%) and very high is 507.274 ha (13,8%), with distribution
locations in Bekasi, Cirebon, Indramayu, Karawang, Majalengka, Subang,
Bandung City, Banjar City, Bekasi City, Bogor City, Cirebon City and Depok
City.
The area with the potential of landslide-prone high is 141.855 ha (3,9%)
and very high is 14.895 ha (0,4%), with distribution locations in Bandung dan
Garut. The results of field validation and data recapitulation incidence of floods
and landslides in the field with BNPB data (2010-2012), show that the accuracy
of a map resulting from the analysis of potential hazard and risk of flooding and
landslides are quite high. The frequency of floods in the field occurs 88 times as
much as the class of potential flood hazard areas of moderate to very high with a
total of 115 times the incidence of flooding, or by 76.5% of the total flood. While
the frequency of landslides in the field occurs 86 times in the classes as potential
landslide hazard moderate to very high with a total of 113 times the incidence of
landslides, or 76.1% of the total landslide.
There are only 5 spatial pattern with the high suitability of the potential
flood-prone high: LNH-Tsunami Hazard (97,6 %), KB-Forest (77,7 %),
Municipality (90,3 %), Paddy Field (96,5 %), and KB-Water Body (76,7 %). And
only 2 spatial pattern with the high suitability of the potential landslide-prone
high: Conservation Forest (86,8 %) and Primary Forest (80,2 %).

Keywords: hazard, risk, floods, landslides, accuracy, suitability, spatial pattern


© Hak cipta IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan dan menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS POTENSI RAWAN (HAZARD) DAN
RESIKO (RISK) BENCANA BANJIR DAN LONGSOR
(STUDI KASUS PROVINSI JAWA BARAT)

W AL UYO YO G O UT O M O

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SE K O L AH P ASC ASAR J ANA


I NST I T UT P E R T ANI AN BO G O R
BO G O R
2013

HALAMAN PENGESAHAN
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Judul tesis : Analisis Potensi Rawan (Hazard) dan Resiko (Risk) Bencana
Banjir dan Longsor (Studi Kasus Provinsi Jawa Barat)
Nama : Waluyo Yogo Utomo
NRP : P052094084

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widiatmaka, DEA Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 30 Maret 2013 Tanggal Lulus:


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan-Nya sehingga akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian yang berjudul “Analisis Potensi
Rawan (Hazard) dan Resiko (Risk) Bencana Banjir dan Longsor (Studi Kasus
Provinsi Jawa Barat)” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Desember
Tahun 2012 di wilayah Provinsi Jawa Barat, yang memiliki karakteristik fisik
lahan yang berpotensi untuk terjadinya bancana banjir dan longsor. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membangun metodologi dalam menentukan kriteria
pembentuk bencana banjir dan tanah longsor, mengetahui sebaran daerah yang
berpotensi terjadinya rawan (hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dan longsor,
serta mengetahui kesesuaian rencana pola ruang dalam RTRW Provinsi Jawa
Barat Tahun 2010-2030 terhadap potensi rawan (hazard) banjir dan longsor di
Provinsi Jawa Barat.
Banyak pihak yang telah berkontribusi dan/atau membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan
yang mendalam dan ucapan terima kasih kepada para pihak tersebut, yang
sebagian dapat kami sebutkan, yaitu:
1. Dr. Ir. Widiatmaka, DEA dan Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku
komisi pembimbing tesis. Tanpa bimbingan, arahan dan masukan dari
Beliau berdua maka penulisan tesis ini mungkin tidak dapat terwujud.
2. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
perbaikan dan masukan kritis atas hasil dan penulisan tesis ini.
3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc Agr, selaku penguji dari program studi PSL yang
telah memberikan arahan dan perbaikan pada ujian tesis.
4. Seluruh staf pengajar PS PSL IPB yang sedari awal memberikan curahan
ilmu dan pengetahuan kepada penulis sebagai bekal untuk menjadi manusia
yang lebih baik.
5. Teman-teman PS PSL IPB Kelas Khusus angkatan 2010/2011: Ajat Rohmat
Jatnika, Gladi Hardiyanto, Nurul Hidayati, Isma Naberisa, Iman Suyudono,
Istiana Windu Kartika, Suratman, Muning Ekowati dan Ari Prabawa.
Semoga persahabatan dan persaudaraan ini akan terus berlanjut dimanapun
kita berkarya.
6. Seluruh staf akademik dan administrasi PS PSL (Mbak Ririn, Mbak Suli,
Mbak Herlin dan Mas Subur) yang telah banyak membantu dalam
kelancaran pelaksanaan studi dan penyelesaian tesis.
7. Keluarga besar di Pekalongan (Bapak Nachir dan Ibu Nuryati) serta
Semarang (Bapak Purwandi dan Ibu Kristini Wulan) yang selalu
mendorong, memberikan nasehat dan mendoakan penulis agar dapat
menyelesaikan studi dan tesis ini.
Tulisan ini kupersembahkan kepada istriku tercinta, Lintang Pindha Maharani,
dan kedua putriku tersayang Nayaka Wening Ratnakanya dan Erina Galuh
Anindyanari, yang selalu sabar meski banyak waktu dan kesempatan mereka
bersama penulis yang terambil dalam rangka penyelesaian studi ini.
Akhirnya Penulis menyadari bahwa masih banyak ketidaksempurnaan dalam tesis
ini, sehingga sangat diharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan tulisan ini. Semoga Allah SWT menjadikan karya ini sebagai
tambahan ibadah bagi penulis dan tulisan ini bermanfaat bagi yang
membutuhkannya.

Bogor, Maret 2013

Waluyo Yogo Utomo


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bojong Minggir, Kecamatan Bojong, Kabupaten


Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 11 Juli 1980 sebagai anak ketiga
dari pasangan Nachir dan Nuryati. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri
Wiroditan I, Pekalongan dan lulus tahun 1993. Setelah itu melanjutkan ke SMP
Negeri I Bojong, Pekalongan dan lulus tahun 1996. Kemudian meneruskan ke
SMU Negeri I Kajen, Pekalongan dan lulus tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis
diterima di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan lulus pada tahun 2004. Pada
tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Penulis telah menikah dengan Lintang Pindha Maharani, S.Si pada tanggal
26 Desember 2008 dan telah dikaruniai 2 (dua) orang putri, Nayaka Wening
Ratnakanya (4 tahun) dan Erina Galuh Anindyanari (1 tahun).
Sejak bulan Januari 2005 penulis bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup
sebagai Staf Teknis Bidang Sungai, Unit. Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan
Ekosistem Perairan Darat. Sebelumya dari tahun 2004 – Januari 2005 penulis
bekerja di perusahaan konsultan swasta dengan spesifikasi pekerjaan bidang
sistem informasi geografis dan penginderaan jauh. Penulis juga pernah bekerja
sebagai asisten dosen sejak awal lulus kuliah S-1 sampai dengan Januari 2005,
pada Laboratorium Kartografi dan Penginderaan Jauh, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Daftar Tabel ii
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pemikiran 4
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 7
Kegunaan/Manfaat Penelitian 8
Kebaruan (Novelty 8
TINJAUAN PUSTAKA 9
Banjir 9
Curah Hujan 10
Debit Air Sungai 10
Penggunaan Lahan 10
Daerah Aliran Sungai (DAS) 11
Tanah Longsor 12
Peta Bahaya dan Resiko Banjir 14
Peta Bahaya dan Resiko Longsor Serta Upaya Mitigasinya 16
Sistem Informasi Geografi (SIG) 18
Penerapan SIG untuk Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Berpotensi Rawan 18
(Hazard) dan Resiko (Risk) Banjir dan Longsor
METODE PENELITIAN 19
Waktu dan Lokasi Penelitian 19
Bahan dan Alat Penelitian 19
Rancangan Penelitian 20
Tahapan Penelitian 23
Metode Pengolahan Data 24
Metode Pembobotan dan Skoring 24
Analisis Tingkat Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor 24
Analisis Tingkat Resiko (Risk) Banjir dan Longsor 24
Mitigasi Bencana Banjir dan Tanah Longsor 30
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32
Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 32
Kependudukan 34
Pola Curah Hujan dan Tipe Iklim 37
Pola Curah Hujan 37
Tipe Iklim 37
Ketinggian (Elevasi) 39
Kemiringan Lereng 41
Bentuk Lahan (Landform) 43
Penggunaan Lahan (Landuse) 46
Jenis Tanah (Great Soil Group) 51
Geologi 53
HASIL DAN PEMBAHASAN 56
Kriteria dan Parameter Pembentuk Banjir dan Longsor 56
Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Bentang 57
Lahan
Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter
Curah Hujan (mm/tahun) 58
Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Elevasi 60
4 Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Geologi 61
Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Tanah 62
Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Lereng 63
Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter
Penggunaan Lahan 64
(Landuse)
Potensi Resiko (Risk) Bencana Provinsi Jawa 66
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Lereng 69
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Elevasi 71
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Curah
Hujan (mm/tahun) 73
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter
Penggunaan Lahan 76
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Bentuk 78
Lahan (Landform)
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari ParameterJenis 80
Tanah
(Great Soil Group)
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari ParameterGeologi 82
Uji Kesesuaian Model di Lapangan 102
Analisis Pola Pemanfaatan Ruang 104
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa
Barat 104
Tahun 2010-2030
Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya Berdasarkan RTRW Provinsi
Jawa Barat 105
Tahun 2010-2030
Kesesuaian Rencana Pola Ruang Ditinjau dari Potensi Rawan (Hazard)
Banjir dan 106
Longsor serta Arahan Pemanfaatannya
KESIMPULAN DAN SARAN 115
DAFTAR PUSTAKA 116
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor ............................... 19
2. Matrik Rancangan Penelitian Analisis Potensi Rawan (Hazard) dan
Resiko (Risk) Bencana Banjir dan Longsor .............................................. 21
3. Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan
longsor berdasarkan parameter penggunaan lahan ..................................... 25
4. Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan
longsor berdasarkan parameter aksesibilitas atau jalan .............................. 26
5. Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan
longsor berdasarkan parameter infrastruktur .............................................. 28
6. Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor berdasarkan
parameter penggunaan lahan ...................................................................... 28
7. Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor berdasarkan
parameter kepadatan jumlah penduduk (jiwa/km2) .................................... 29
8. Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor berdasarkan
parameter Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ........................ 29
9 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor berdasarkan
parameter kesiapsiagaan atau tanggap darurat ........................................... 30
10 Distribusi jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2005 dan
tahun 2011 .................................................................................................. 34
11 Rata-rata curah hujan Provinsi Jawa Barat tahun 1998-2010 .................... 39
12 Proporsi luas kemiringan lereng di wilayah Provinsi Jawa Barat .............. 41
13 Proporsi luas perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2012 Provinsi
Jawa Barat ................................................................................................. 46
14 Bobot masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor ............... 56
15 Bobot dan skor parameter bentang lahan (landform) ................................. 57
16 Bobot dan skor parameter curah hujan ....................................................... 59
17 Bobot dan skor parameter elevasi .............................................................. 60
18 Bobot dan skor parameter geologi.............................................................. 61
19 Bobot dan skor parameter jenis tanah ........................................................ 63
20 Bobot dan skor parameter kemiringan lereng ............................................ 64
21 Bobot dan skor parameter penggunaan lahan............................................. 65
22 Nilai total hasil penjumlahan 7 (tujuh) parameter pembentuk banjir ........... 67
23 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter lereng ................ 70
24 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter lereng.............. 70
25 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter elevasi ............... 71
26 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter elevasi ............ 72
27 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter curah hujan
(mm/tahun) ................................................................................................. 74
28 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter curah hujan
(mm/tahun) ................................................................................................. 86
29 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter penggunaan
lahan ........................................................................................................... 76
30 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter penggunaan
lahan ........................................................................................................... 76
31 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter bentuk lahan
(landform) .................................................................................................. 78
32 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter bentuk lahan
(landform) .................................................................................................. 79
33 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter jenis tanah ........ 80
34 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter jenis tanah ...... 81
35 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter geologi ............. 83
36 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter geologi ........... 83
37 Luas potensi resiko (risk) banjir dan longsor Provinsi Jawa Barat ............. 85
38 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter lereng ............... 86
39 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter lereng ............. 89
40 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter elevasi ............... 90
41 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter lereng ............. 91
42 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter curah hujan ........ 93
43 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter curah hujan ..... 93
44 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter penggunaan
lahan ........................................................................................................... 95
45 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter penggunaan
lahan ........................................................................................................... 96
46 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter bentuk lahan ..... 97
47 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter bentuk lahan .. 98
48 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter jenis tanah ........ 99
49 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter jenis tanah 100
50 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter geologi 101
51 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter geolo 101
52 Frekuensi kejadian bencana banjir dan longsor di lapangan (existing) 103
53 Perhitungan persentase tingkat kesesuaian rencana pola ruang terhadap
hasil analisis potensi rawan (hazard) banjir dan longsor 106
54 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard)
banjir dan arahan pemanfaatan ruangnya 108
55 Tingkat kesesuaian rencana pola ruang terhadap hasil analisis potensi rawan
(hazard) banjir 109
56 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard)
longsor dan arahan pemanfaatan ruangnya 111
57 Tingkat kesesuaian rencana pola ruang terhadap hasil analisis potensi rawan
(hazard) longsor 112

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian .............................................. 6


2 Proses Terjadinya Gerakan Tanah atau Batuan dan Komponen
Komponen Penyebabnya ............................................................................ 13
3 Diagram mekanisme terjadinya banjir ....................................................... 25
4 Hubungan sebab-akibat bencana ............................................................... 17
5 Manajemen resiko bencana tanah longsor ................................................. 17
6 Peta lokasi penelitian .................................................................................. 22
7 Matrik tahapan dalam analisis resiko (risk) banjir dan longsor ................. 25
8 Diagram alir tahapan penelitian ................................................................. 31
9 Peta wilayah administratif kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat ............... 33
10 Grafik pertumbuhan jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2005
dan tahun 2011 .......................................................................................... 35
11 Grafik kepadatan jumlah penduduk (density) Provinsi Jawa Barat
tahun 2005 dan tahun 2011 ....................................................................... 35
12 Peta kepadatan jumlah penduduk (density) Provinsi Jawa Barat ............... 36
13 Pembagian 3 (tiga) zona region pola iklim di Indonesia ............................ 38
14 Grafik rata-rata curah hujan tahun 1998-2010 Provinsi Jawa Barat ......... 38
15 Peta tebal hujan (isohyet) Provinsi Jawa Barat .......................................... 40
16 Grafik prosentase luas ketinggian di wilayah Provinsi Jawa Barat ........... 41
17 Peta ketinggian (elevasi) Provinsi Jawa Barat .......................................... 42
18 Grafik prosentase luas kemiringan lereng di wilayah Provinsi
Jawa Barat ................................................................................................. 43
19 Peta kemiringan lereng di wilayah Provinsi Jawa Barat ............................ 44
20 Peta bentuk lahan (landform) Provinsi Jawa Barat .................................... 45
21 Grafik proporsi luas bentuk lahan (landform) Provinsi Jawa Barat ........... 46
22 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2000 .......................... 48
23 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2005 .......................... 49
24 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 .......................... 50
25 Grafik proporsi luas jenis tanah di wilayah Provinsi Jawa Barat ............... 51
26 Peta jenis tanah (great soil group) di wilayah Provinsi Jawa Barat .......... 52
27 Grafik proporsi luas batuan geologi Provinsi Jawa Barat .......................... 54
28 Peta Geologi Provinsi Jawa Barat .............................................................. 55
29 Bobot parameter pembentuk banjir berdasarkan hasil AHP ..................... 56
30 Bobot parameter pembentuk longsor berdasarkan hasil AHP ................... 57
31 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan bentang lahan ................... 58
32 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan bentang lahan ................ 58
33 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan curah hujan ...................... 59
34 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan curah hujan.................... 59
35 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan elevasi .............................. 60
36 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan elevasi ........................... 61
37 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan geologi batuan ................. 61
38 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan geologi batuan .............. 62
39 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan jenis tanah ........................ 62
40 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan jenis tanah ..................... 63
41 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan lereng ............................... 64
42 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan lereng ............................ 64
43 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan penggunaan lahan ............ 65
44 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan penggunaan lahan ......... 65
45 Peta potensi rawan (hazard) banjir Provinsi Jawa Barat ........................... 67
46 Peta potensi rawan (hazard) longsor Provinsi Jawa Barat ......................... 68
47 Grafik sebaran potensi rawan banjir per kabupaten/kota Provinsi
Jawa Barat ................................................................................................. 69
48 Grafik sebaran potensi rawan longsor per kabupaten/kota Provinsi
Jawa Barat ................................................................................................. 69
49 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter lereng .. 71
50 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
lereng .......................................................................................................... 71
51 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter elevasi . 73
52 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
elevasi ......................................................................................................... 73
53 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter
curah hujan ................................................................................................ 75
54 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
curah hujan ................................................................................................. 75
55 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter
penggunaan lahan ...................................................................................... 77
56 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
penggunaan lahan ...................................................................................... 78
57 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter
bentuk lahan (landform) ............................................................................. 79
58 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
bentuk lahan (landform) ............................................................................. 80
59 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter
jenis tanah ................................................................................................... 81
60 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
jenis tanah .................................................................................................. 82
61 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter
geologi ........................................................................................................ 84
62 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
geologi ........................................................................................................ 84
63 Grafik sebaran potensi resiko (risk) banjir per kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat .................................................................................... 85
64 Grafik sebaran potensi resiko (risk) longsor per kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat .................................................................................... 85
65 Peta potensi resiko (risk) banjir Provinsi Jawa Barat ................................. 87
66 Peta potensi resiko (risk) longsor Provinsi Jawa Barat .............................. 88
67 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter lereng ....... 89
68 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter lereng .... 90
69 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter elevasi ...... 92
70 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter elevasi ... 92
71 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter curah
hujan ........................................................................................................... 94
72 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter curah
hujan ........................................................................................................... 94
73 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter
penggunaan lahan ....................................................................................... 96
74 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter
penggunaan lahan ....................................................................................... 97
75 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter
bentuk lahan ............................................................................................... 98
76 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter
bentuk lahan ............................................................................................... 99
77 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter
jenis tanah ..................................................................................................... 100
78 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter
jenis tanah ........................................................................................................ 100
79 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter geologi 102
80 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter geologi ........ 102
81 Grafik frekuensi kejadian dan prosentase bencana banjir dan longsor di
lapangan (existing) terhadap peta potensi rawan (hazard) banjir dan
longsor .............................................................................................................103
82 Sebaran frekuensi kejadian banjir di lapangan (existing) per kabupaten/
kota ..................................................................................................................104
83 Sebaran frekuensi kejadian longsor di lapangan (existing) per kabupaten/
kota .................................................................................................................. 104
84 Peta Rencana Pola Ruang Tahun 2010-2030 Provinsi Jawa Barat 107
85 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard)
banjir ............................................................................................................... 114
86 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard)
Longsor 114

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis AHP parameter pembentuk banjir (bobot dan skor) di


wilayah Provinsi Jawa Barat 121
2 Hasil analisis AHP parameter pembentuk longsor (bobot dan skor) di
wilayah Provinsi Jawa Barat 122
3 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard)
banjir dan longsor serta arahan pemanfaatan ruangnya per kabupaten/
kota di Provinsi Jawa Barat 123
1

I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.


Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting
beliung dan gelombang pasang merupakan jenis bencana yang dominan di
Indonesia. Bencana hidrometeorologi terjadi rata-rata hampir 70 % dari total
bencana di Indonesia. Perubahan iklim global, perubahan penggunaan lahan dan
meningkatnya jumlah penduduk makin memperbesar ancaman risiko bencana di
Indonesia. Bencana tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang
besar.
Pada tahun 2009, terjadi 644 kejadian bencana di Indonesia. Jumlah orang
meninggal mencapai 1.711, menderita dan hilang sekitar 1.398.923 orang. Rumah
rusak berat 14.639 unit, rusak sedang 2.830 unit dan rusak ringan 25.030. Dari
644 kejadian bencana tersebut, sekitar 81,5% atau 517 kejadian bencana adalah
bencana hidrometerologi. Sedangkan bencana geologi seperti gempa bumi,
tsunami dan gunung meletus masing-masing terjadi 13 kali (2%), 1 kali (0,2%)
dan 3 kali (0,5%), dengan jumlah kerugian yang ditimbulkannya sangat besar
(BNPB 2011).
Dibandingkan dengan tahun 2010, jumlah kejadian dan korban serta
kerugian yang ditimbulkan bencana lebih kecil pada tahun 2009. Pada tahun 2010,
jumlah kejadian bencana mencapai 1.675 kejadian. Jumlah korban meninggal
mencapai 2.620 orang, menderita dan mengungsi sekitar 5,5 juta orang dan
menimbulkan kerusakan rumah mencapai lebih dari 500 ribu unit. Pada tahun
2010 bencana gempa bumi di Jawa Barat dan Sumatera Barat adalah bencana
terbesar pada tahun tersebut (BNPB 2011).
Salah satu faktor penyebab meningkatnya kejadian bencana lingkungan di
Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya alih fungsi lahan, khususnya
dari hutan menjadi non hutan. Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan
Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang
rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor.
Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan, dimana hingga saat ini Indonesia telah kehilangan hutan
aslinya sebesar 72 persen. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali
selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara
besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar
per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun.
Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan
hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat
tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas
59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan (Badan Planologi Dephut, 2003).
Sedangkan pada tahun 2012, luas hutan di Indonesia hanya tinggal 90,7 juta
hektar (KLH 2012). Penurunan luasan dan tingginya kerusakan hutan yang terjadi
tersebut menyebabkan bencana banjir dan longsor.
2

Laju pembangunan yang pesat dan meningkatnya jumlah penduduk


menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan, khususnya pada lahan
dikawasan budidaya. Kebutuhan tersebut semakin meningkat, baik untuk kegiatan
pembangunan di sektor pemukiman, industri, jasa perdagangan, pertanian,
pariwisata dll. Namun kebutuhan yang tinggi ini menyebabkan tergesernya lahan-
lahan non budidaya atau kawasan lindung (hutan) yang merupakan kawasan yang
harus dilindungi dan dipertahankan. Ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan
baik pada kawasan budidaya dan kawasan lindung terhadap kondisi fisik di
lapangan menyebabkan terjadinya penyimpangan peruntukan lahan yang
berakibat menurunnya daya dukung lahan, sehingga sering berdampak negatif
seperti erosi, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.
Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah datar sekitar
sungai sebagai akibat meluapnya air sungai yang tidak mampu ditampung alur
sungai. Selain itu, banjir adalah interaksi antara manusia dengan alam dan sistem
alam itu sendiri. Bencana banjir merupakan aspek interaksi antara manusia dengan
alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba menggunakan alam yang
bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan manusia (Suwardi 1999).
Banjir merupakan salah satu contoh bencana yang disebabkan oleh faktor
hidro-meteorologis, dimana berdasarkan hasil kajian dari Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, lebih dari 70 % bencana di Indonesia lebih disebabkan
oleh faktor hidro-meteorologis. Selain oleh faktor hidro-meteorologis, bencana
banjir juga disebabkan oleh faktor manusia sebagai salah satu parameter yang
dinamis, serta karakteristik fisik DAS yang merupakan salah satu parameter statis.
Ibarat katalis, manusia dengan segala kebutuhan dan kemampuannya,
berkontribusi terhadap percepatan perubahan tata guna lahan, terutama dari alih
fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan. Hal tersebut sangat mempengaruhi
fungsi daur hidro-orologis dalam suatu DAS, yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap percepatan terjadinya bencana banjir dan longsor.
Dengan perubahan kondisi lahan dari waktu ke waktu, ancaman banjir juga
semakin besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : (1) Daya
tampung sungai makin lama menjadi kecil akibat pendangkalan, (2) Fluktuasi
debit air antara musim penghujan dan musim kemarau makin tinggi, (3) Terjadi
konversi lahan pertanian dan daerah “buffer” alami ke lahan non pertanian dengan
mengabaikan konservasi sehingga mengakibatkan rusaknya catchment area, dan
(4) Eksploitasi air tanah yang berlebihan yang menyebabkan lapisan aquifer yang
semakin dalam sehingga penetrasi air laut lebih jauh ke darat yang berakibat
mengganggu keseimbangan hidrologi (Suratman dan Partowijoto 2002).
Tanah longsor adalah hasil dari proses gangguan keseimbangan yang
menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi
ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tersebut terjadi karena adanya faktor
gaya yang terletak pada bidang tanah yang tidak rata atau disebut lereng.
Selanjutnya gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut
dipengaruhi oleh kedudukan muka air tanah, sifat fisik tanah dan sudut dalam
tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang bidang luncuran (Alhasanah 2006).
Somantri (2007) menyebutkan penyebab tanah longsor secara alamiah
meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi,
3

curah hujan dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor
aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan
pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng dan penambangan.
Tanah longsor dikategorikan sebagai salah satu penyebab bencana alam,
disamping gempa bumi, banjir, angin topan, dan lain-lain. Bahaya bencana tanah
longsor berpengaruh besar terhadap kelangsungan kehidupan manusia dan
senantiasa mengancam keselamatan manusia. Di Indonesia, terjadinya tanah
longsor telah mengakibatkan kerugian yang besar, misalnya kehilangan jiwa
manusia, kerusakan harta benda, dan terganggunya ekosistem alam (Barus 1999).
Tingginya frekuensi terjadinya tanah longsor di Indonesia disebabkan
struktur topografi yang berbentuk pegunungan dan perbukitan yang sangat
dominan. Selain itu, tanah longsor juga disebabkan perbuatan manusia yang
merusak sumber daya alam, seperti penebangan liar dan kegiatan-kegiatan
merusak lainnya yang tidak memperdulikan kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan (Somantri 2007).
Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang sangat potensial
terjadinya bencana tanah longsor. Hal ini disebabkan topografi sebagian besar
wilayahnya yang berbukit dan bergunung. Disamping itu juga disebabkan
tingginya tingkat kepadatan penduduk di wilayah perbukitan sehingga
menimbulkan tekanan terhadap ekosistem. Faktor lainnya yang menyebabkan
cukup tingginya kerentanan bahaya tanah longsor di wilayah Jawa Barat adalah
kesadaran lingkungan yang relatif rendah, serta pemanfaatan lahan dan ruang
yang kurang baik.
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2002) menyebutkan
bahwa kawasan rawan longsor Provinsi Jawa Barat menyebar di sepuluh
kabupaten/ kota, antara lain Bandung, Cianjur, Bogor, Sukabumi, Majalengka,
Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, Kuningan dan Purwakarta. Dilihat dari aspek
demografi, sepuluh kabupaten/kota tersebut merupakan kawasan padat penduduk
dan permukiman penduduk pada umumnya terletak pada lereng perbukitan. Oleh
karena itu, untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih besar akibat bahaya
tanah longsor di daerah-daerah tersebut, diperlukan upaya yang mengarah kepada
tindakan untuk meminimalisir akibat yang ditimbulkan.
Mencegah bahaya banjir dan longsor lebih murah daripada menanggulangi
atau membangun kembali bangunan dan infrastruktur yang rusak. Alhasanah
(2006) menyatakan bahwa upaya pencegahan terjadinya bencana disebut sebagai
mitigasi, yang didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
dampak dari suatu bencana (alam maupun disebabkan oleh manusia) terhadap
suatu bangsa atau komunitas, agar masyarakat merasa aman dalam beraktivitas di
tempatnya.
Salah satu bentuk mitigasi dalam rangka menghadapi terjadinya bencana
alam dan sekaligus untuk mengurangi dampak yang ditimbulkannya adalah
tersedianya sistem peringatan dini (early warning system). Tidak adanya sistem
peringatan dini yang dapat menyelamatkan masyarakat dan lingkungan serta
minimnya pemahaman tentang lingkungan tempat mereka tinggal, menjadi
penyebab banyaknya jatuh korban pada setiap bencana banjir dan longsor
(Somantri 2007).
4

Barus (1999) menyebutkan bahwa mitigasi dalam manajemen bencana


banjir dan longsor terdiri dari beberapa elemen, antara lain dimulai dari
penyusunan basis data daerah yang berpotensi terhadap banjir dan longsor hingga
pembuatan peta zonasi rawan (hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dan
longsor. Teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi
Geografis (SIG) merupakan metode yang tepat dalam melakukan pembuatan peta
zonasi rawan (hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dan longsor untuk suatu
cakupan daerah yang luas dengan waktu yang relatif singkat.
Penerapan teknologi Penginderaan Jauh dan SIG dapat membantu upaya
mitigasi bencana alam dengan melakukan identifikasi lokasi serta pengkajian
masalah yang berkaitan dengan dampak bencana banjir dan longsor. Upaya
mitigasi untuk mengurangi atau meminimalisir dampak akibat bencana banjir dan
tanah longsor dilakukan dengan cara membuat suatu model penyusunan SIG,
yaitu dengan menggabungkan beberapa sebagai variabel untuk memperoleh
kawasan yang rentan terhadap bahaya dan resiko bencana banjir dan tanah longsor
(Barus 1999).

Kerangka Pemikiran

Definisi dari bencana (disaster) menurut Badan Nasional Penanggulangan


Bencana (2011) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana pada dasarnya merupakan
fenomena sosial yang terjadi ketika suatu komunitas mengalami kerugian akibat
bencana tersebut. Secara lebih rinci, definisi bencana difokuskan pada ruang dan
waktu ketika suatu komunitas menghadapi bahaya yang besar dan hancurnya
berbagai fasilitas penting yang dimilikinya, jatuhnya korban manusia, kerusakan
harta benda dan lingkungan, sehingga berpengaruh pada kemampuan komunitas
tersebut untuk mengatasi tanpa bantuan dari pihak luar.
Beberapa istilah terkait dengan kebencanaan menurut BNPB (2011) antara
lain sebagai berikut: (1). Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan
dan tanah longsor; (2). Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa kegagalan
teknologi, gagal modernisasi, epidemik dan wabah penyakit; (3). Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok dan antar
komunitas masyarakat serta teror; (4). Bahaya/ Kerawanan (hazard) adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat menimbulkan
kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan Iingkungan; (5). Resiko
(risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
5

gangguan kegiatan masyarakat; (6). Kerentanan (vulnerability) adalah suatu


kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan
masyarakat dalam menghadapi bahaya atau kerawanan (hazards); (7). Peta
Bahaya/Kerawanan (hazard map) adalah peta petunjuk zonasi tingkat bahaya
satu jenis ancaman bencana pada suatu daerah pada waktu tertentu; (8). Peta
Risiko Bencana (risk map) adalah peta petunjuk zonasi tingkat risiko satu jenis
ancaman bencana pada suatu daerah pada waktu tertentu. Peta ini bersifat dinamis,
sehingga harus direvisi tiap waktu tertentu dan merupakan hasil perpaduan antara
peta bahaya (hazard map) dan peta kerentanan (vulnerability map); serta (9). Peta
Kerentanan (vulnerability map) adalah peta petunjuk zonasi tingkat kerentanan
satu jenis ancaman bencana pada suatu daerah pada waktu tertentu.
Bencana dapat terjadi karena saling bertemunya dua faktor, yaitu bahaya
atau kerawanan (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Oleh karena itu harus
saling diketahui faktor-faktor bahaya dan kerentanan yang terdapat di suatu
daerah, agar daerah tersebut dapat terbebas atau terhindarkan dari bencana. Istilah
bahaya atau kerawanan (hazard) mempunyai pengertian kemungkinan terjadinya
bahaya dalam suatu periode tertentu pada suatu daerah yang berpotensi terjadinya
bahaya tersebut. Bahaya berubah menjadi bencana apabila telah mengakibatkan
korban jiwa, kehilangan atau kerusakan harta dan kerusakan lingkungan (Mathew
et al. 2007).
Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah rendah sekitar
sungai akibat meluapnya air sungai yang tidak mampu ditampung alur sungai.
Akibat dari peristiwa banjir tersebut menyebabkan terjadi bentuk lahan bentukan
banjir. Bentuk lahan ini biasanya terdapat pada dataran rendah, dimana akibat dari
peristiwa banjir yang berulang-ulang tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasi daerah sasaran banjir, disamping faktor kemiringan lereng,
ketinggian, penggunaan lahan, geologi dan struktur batuan, tekstur dan jenis tanah
serta besarnya tebal hujan (Kadri 2007).
Bencana tanah longsor adalah istilah yang umum dan mencakup ragam yang
luas dari bentuk-bentuk tanah dan proses-proses yang melibatkan gerakan bumi,
batu-batuan atau puing-puing pada lereng bawah di bawah pengaruh gravitasi.
Biasanya, terjadinya tanah longsor didahului oleh fenomena alam lainnya seperti
gempa bumi, banjir dan gunung berapi. Kerusakan yang disebabkan oleh tanah
longsor pada selang waktu tertentu dapat menyebabkan kerugian properti yang
banyak (Somantri 2007).
Berkurangnya daerah tangkapan air adalah salah satu bukti penurunan
kualitas lingkungan, dan hal ini berpotensi sebagai salah satu penyebab banjir dan
longsor yang dapat mengakibatkan bencana. Banjir dan tanah longsor yang terjadi
di berbagai tempat aktivitas manusia dapat merupakan peristiwa alam atau sebagai
akibat degradasi lingkungan yang akan terus berlangsung dan merusak jika tidak
segera ditangani (Nugroho 2010).
Penanganan masalah banjir dan longsor tidak bisa dilakukan secara parsial,
karena seluruh sistem yang ada di suatu wilayah dapat memiliki pengaruh
terhadap banjir dan longsor, dan kondisi itulah yang seharusnya dipahami oleh
manusia. Implementasi dari tindakan penanganan bencana harus didahului dengan
6

melokalisir daerah-daerah yang rawan terhadap bencana banjir dan tanah longsor.
Peta zonasi bahaya banjir dan tanah longsor memungkinkan para perencana
menetapkan dan memutuskan tingkat resiko dengan mempertimbangkan
penghindaran, pencegahan atau mitigasi dari bahaya banjir dan tanah longsor
sekarang dan yang akan datang.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada diagram yang
ditampilkan pada Gambar 1 di bawah ini.

Integrasi Basis Data dengan Implementasi Hukum dan


GIS/Penginderaan Jauh Peraturan yang Berlaku

Kurangnya Informasi Data Spasial Penegakan Hukum yang


yang Lengkap dan Akurat Lemah dan Tidak Tegas

Kurang Terintegrasinya RTRW Kesadaran Hukum yang


dengan Program Pembangunan Rendah

Alih Fungsi Lahan Aktivitas Manusia (Berubahnya Pembangunan Tidak


dan Perubahan Keseimbangan Ekosistem) Ramah Lingkungan
Penggunaan Lahan (Kaidah Konservasi
Tanah dan Air)

Kondisi / Peristiwa Bencana Lingkungan (Banjir


Valuasi Bencana
Alam dan Tanah Longsor)
Banjir dan Tanah

Korban Jiwa Kerugian Ekonomi Kerusakan Lingkungan

Evaluasi Tata Ruang Analisis dan Penilaian


terhadap Potensi Rawan Rawan serta Resiko (Banjir
dan Resiko (Banjir dan dan Longsor)
Longsor)
Solusi dan Langkah
Tindak (Upaya Mitigasi)

= Komponen Solusi = Tidak diteliti pada penelitian


Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
7

Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Barat merupakan satu dari enam provinsi di Pulau Jawa yang
mempunyai potensi kerentanan bencana banjir dan longsor yang cukup tinggi
dibandingkan dengan daerah atau provinsi lainnya. Hal ini disebabkan karena
sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat mempunyai kondisi geo-fisik lahan yang
berbukit dengan persentase kemiringan lereng >25 % sebesar 15 % dari luas total
Provinsi Jawa Barat. Sedangkan daerah yang memiliki kemiringan lereng landai
atau <2 % adalah sebesar 25 % dari luas total Provinsi Jawa Barat (KLH 2012).
Tingkat pertumbuhan daerah ditandai dengan semakin berkembangnya
kawasan permukiman penduduk. Lahan yang semakin terbatas akan memaksa
perluasan kawasan permukiman ke arah daerah yang berlereng, yang berpotensi
untuk terjadinya tanah longsor, serta ke daerah-daerah yang seharusnya
merupakan area retensi air yang berpotensi untuk terjadinya bencana banjir.
Sebagai upaya pengendalian banjir dan tanah longsor, pemerintah daerah telah
melakukan berbagai cara, yaitu secara struktural seperti pelurusan dan pengerukan
saluran, rehabilitasi lahan kritis di daerah hulu (catchment area), juga secara non
struktural antara lain dengan penataan ruang yang bersumber dari pengumpulan
data dan informasi, baik data fisik geografis maupun sosial ekonomi. Kondisi
masyarakat yang secara sosial, ekonomi maupun budaya belum menyadari bahaya
banjir juga dapat menjadi keterbatasan dalam upaya ini, disamping tidak adanya
tindakan tegas dari aparat dalam menegakkan aturan atau penegakan hukum.
Salah satu permasalahan dalam mitigasi bencana alam antara lain adalah
kurangnya informasi kepada pembuat keputusan sebagai dasar dalam
pengambilan kebijakan, khususnya untuk perencanaan tata ruang. Keterlambatan
dalam memahami faktor-faktor penyebab terjadinya bencana banjir dan tanah
longsor umumnya disebabkan kurang tersedianya data dan informasi keruangan
yang rinci dan komprehensif dari aspek fisik, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu,
penyediaan peta yang akurat dan valid merupakan salah satu hal yang perlu
dilaksanakan untuk dapat memberikan informasi kepada para pembuat keputusan
dan kebijakan di pemerintahan yang dapat membantu dalam penentuan kebijakan
yang akan diambil.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka permasalahan yang
dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana kriteria dan parameter pembentuk bencana banjir dan longsor ?
2. Bagaimana sebaran daerah yang berpotensi terjadinya rawan (hazard) dan
resiko (risk) bencana banjir dan longsor di Provinsi Jawa Barat ?
3. Bagaimana kesesuaian rencana pola ruang dalam RTRW Provinsi Jawa
Barat Tahun 2010-2030 terhadap potensi rawan (hazard) banjir dan
longsor ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, kerangka pemikiran dan perumusan


masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a) Menentukan kriteria dan parameter pembentuk bencana banjir dan longsor.
8

b) Mengetahui sebaran daerah yang berpotensi terjadinya rawan (hazard) dan


resiko (risk) bencana banjir dan longsor di Provinsi Jawa Barat.
c) Mengetahui kesesuaian rencana pola ruang pada RTRW Provinsi Jawa
Barat Tahun 2010-2030 terhadap potensi rawan (hazard) banjir dan longsor.

Kegunaan/Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, kerangka pemikiran dan perumusan


masalah di atas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat atau
kegunaan sebagai berikut :
a) Peta potensi rawan (hazard) dan resiko (risk) banjir dan longsor di wilayah
Provinsi Jawa Barat diharapkan bermanfaat sebagai bagian dari upaya
mitigasi bencana banjir dan longsor yang dapat bermanfaat bagi pemerintah
daerah, masyarakat setempat maupun instansi terkait lainnya.
b) Sebagai sumber informasi dan bagian dari upaya penyadaran kepada
masyarakat untuk mengurangi tindakan yang dapat memicu terjadinya
bencana banjir dan longsor, misalnya kegiatan konversi lahan hutan menjadi
non hutan yang dilakukan oleh masyarakat, bahaya tinggal di sekitar
bantaran sungai yang rawan terhadap bencana banjir, serta bahaya tinggal di
kawasan perbukitan dengan lereng yang curam yang berpotensi untuk
terjadinya bencana longsor.

Kebaruan (Novelty)

Kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah analisis kerentanan bencana


banjir dan longsor dengan mengintegrasikan parameter-parameter utama, dalam
hal ini ada 7 (tujuh) parameter, yaitu penggunaan lahan (land cover), bentuk lahan
(landform), ketinggian (elevasi), kemiringan lereng (slope), curah hujan atau tebal
hujan (isohyet), geologi atau formasi batuan, serta jenis tanah (great soil group).
Penelitian ini juga melihat keterkaitan dan hubungan antara parameter yang
berpengaruh terhadap bencana banjir dengan longsor, serta menyusun arahan
pemanfaatan ruang berdasarkan potensi rawan (hazard) bencana banjir dan
longsor. Keterkaitan antar parameter yang diteliti dalam penelitian ini dan arahan
pemanfaatan ruangnya berdasarkan potensi rawan (hazard) bencana banjir dan
longsor belum pernah dilakukan sebelumnya.
9

II TINJAUAN PUSTAKA

Banjir

Hujan yang jatuh ke bumi akan mengalami proses intersepsi, infiltrasi dan
perkolasi. Sebagian hujan yang diintersepsi oleh tajuk tanaman menguap,
sebagian mencapai tanah dengan melalui batang sebagai aliran batang (streamfall)
dan sebagian lagi mencapai tanah secara langsung yang disebut sebagai air
tembus (throughfall). Sebagian air hujan yang mencapai permukaan tanah
terinfiltrasi dan terperkolasi ke dalam tanah.
Intensitas curah hujan netto (setelah diintersepsi oleh vegetasi) yang
melebihi laju infiltrasi mengakibatkan air hujan akan disimpan sebagai cadangan
permukaan di dalam tanah. Apabila kapasitas cadangan permukaan terlampaui
maka akan terjadi limpasan permukaan (surface runoff) yang pada akhirnya
terkumpul dalam aliran sungai sebagai debit sungai. Limpasan permukaan yang
melebihi kapasitas sungai maka kelebihan tersebut dikenal dengan istilah banjir.
Banjir memiliki dua arti yaitu meluapnya air sungai disebabkan oleh debit sungai
yang melebihi daya tampung sungai pada keadaan curah hujan yang tinggi, dan
arti kedua adalah banjir merupakan genangan pada daerah rendah yang datar yang
biasanya tidak tergenang (Kabir et al. 2011).
Banjir dipengaruhi oleh banyak faktor, yang dapat dikelompokkan menjadi
tiga faktor, yaitu elemen meteorologi, karakteristik fisik DAS dan manusia.
Elemen meteorologi yang berpengaruh pada timbulnya banjir adalah intensitas,
distribusi, frekuensi dan lamanya hujan berlangsung. Karakteristik fisik DAS
yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir adalah luas DAS, kemiringan lahan,
ketinggian dan kadar air tanah. Manusia berperan pada percepatan perubahan
karakteristik fisik DAS yaitu dengan semakin meningkatnya permintaan
penggunaan lahan untuk permukiman dan prasarana wilayah akan mengurangi
penggunaan lahan lainnya seperti hutan dan semak belukar. Pengaruh perubahan
penggunaan lahan terhadap perubahan karakteristik aliran sungai berkaitan
dengan berubahnya areal konservasi yang dapat menurunkan kemampuan tanah
dalam menahan air. Hal tersebut juga dapat memperbesar peluang terjadinya
aliran permukaan dan erosi (Asdak 1995).

Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana banjir


Menurut Suwardi (1999), beberapa pengaruh langsung yang berkaitan
dengan meningkatnya luapan air diklasifikasikan menjadi :
1) Faktor hujan, yaitu hujan yang turun pada wilayah atas dan wilayah bawah;
2) Faktor sedimentasi, yaitu beberapa proses sedimentasi dan inundasi,
meluapnya air pada titik-titik pengendapan hingga air berpencar meluas
menuruni lereng sekitar;
3) Adanya perkembangan sosial, perluasan kawasan kedap air dengan tidak
adanya tindakan pencegahan pada luasan wilayah tertentu. Adanya crossing
pada lintasan jalan dengan adanya bangunan jembatan, pengendapan dan
penyumbatan saluran drainase; serta
10

4) Terjadinya pasang naik air laut, masuknya air laut yang menghambat
keluarnya air pada titik muara keluaran.

Dalam skala perkotaan, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir adalah


:
1) Topografi, kelandaian lahan sangat mempengaruhi timbulnya banjir terutama
pada lokasi dengan topografi datar dan kemiringan rendah, seperti pada kota-
kota pantai. Hal ini menyebabkan kota-kota pantai memiliki potensi/peluang
terjadinya banjir yang besar disamping dari ketersediaan saluran drainase
yang kurang memadai, baik saluran utama maupun saluran yang lebih kecil.
2) Areal terbangun yang luas, biasanya pada kawasan perkotaan dengan tingkat
pembangunan fisik yang tinggi, sehingga bidang peresapan tanah semakin
mengecil.
3) Kondisi saluran drainase yang tidak memadai akibat pendangkalan,
pemeliharaan kurang, dan kesadaran penduduk untuk membuang sampah
pada tempatnya masih belum memasyarakat (Suwardi 1999).

Curah Hujan
Savitri (2007) menjelaskan bahwa curah hujan adalah unsur iklim yang
sangat dominan mempengaruhi aliran permukaan dan erosi di daerah tropis. Sifat
hujan yang penting mempengaruhi erosi dan sedimentasi adalah energi kinetik
hujan yang merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat
tanah. Curah hujan merupakan salah satu komponen pengendali dalam sistem
hidrologi. Secara kuantitatif ada dua karakteristik curah hujan yang penting, yaitu
jeluk (depth) dan distribusinya (distribution) menurut ruang (space) dan waktu
(time). Pengukuran jeluk hujan di lapangan umumnya dilakukan dengan
memasang penakar hujan dalam jumlah yang memadai pada posisi yang mewakili
(representatif).
Sifat hujan yang berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi adalah
jumlah, intensitas dan lamanya hujan. Dari hal-hal tersebut yang paling erat
hubungannya dengan energi kinetik hujan adalah intensitas. Kekuatan dan daya
rusak hujan terhadap tanah ditentukan oleh besar atau kecilnya curah hujan. Bila
jumlah dan intensitas hujan tinggi maka aliran permukaan dan erosi yang akan
terjadi lebih besar dan demikian juga sebaliknya (Savitri 2007).

Debit Aliran Sungai


Asdak (1995) menjelaskan bahwa debit aliran sungai adalah jumlah air yang
mengalir pada suatu titik atau tempat per satuan waktu. Debit aliran dibangun oleh
empat komponen, yaitu limpasan langsung (direct run-off), aliran dalam atau
aliran tertunda (inteflow/delayed run-off), aliran bawah tanah atau aliran dasar
(ground water/baseflow) dan aliran hujan yang jatuh langsung ke sungai (channel
precipitation). Hujan yang turun pada suatu DAS terdistribusi menjadi keempat
komponen tersebut sebelum menjadi aliran sungai. Aliran permukaan merupakan
penyumbang terbesar terhadap peningkatan volume aliran sungai.
Asdak (1995) menambahkan hal-hal yang mempengaruhi debit sungai yaitu :
11

1) Meteorologis hujan (besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah hujan dan
distribusi musiman), suhu udara, kelembaban relatif dan angin.
2) Ciri-ciri DAS yaitu luas dan bentuk DAS, keadaan topografi, kepadatan
drainase, geologi (sifat-sifat tanah), evaluasi rata-rata dan keadaan umum
DAS (banyaknya vegetasi, perkampungan, daerah pertanian dan sebagainya).

Penggunaan Lahan
Menurut Arsyad (1989) lahan didefinisikan oleh FAO sebagai lingkungan
fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda di atasnya
sepanjang memiliki pengaruh terhadap penggunaannya, termasuk di dalamnya
hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang. Lahan mempunyai tiga fungsi
utama, yaitu fungsi produksi dan wadah (misalnya tempat tinggal, produksi
tanaman dan penggembalaan), fungsi regulasi (misalnya siklus tanaman,
keseimbangan air dan tanah, proses asimilasi), dan fungsi informasi (ilmu
pengetahuan dan sejarah).
Penggunaan lahan adalah setiap campur tangan manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhannya, baik material maupun spiritual (Sitorus
2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik
dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor kelembagaan. Faktor fisik
dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah,
air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan
ekonomi dicirikan oleh keuntungan, kondisi pasar dan transportasi. Faktor
kelembagaan dicirikan oleh hukum pertanahan, situasi politik, sosial ekonomi,
dan secara administrasi dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Bagi seorang perencana, pengetahuan mengenai penggunaan lahan dan
penutupan lahan sangatlah penting dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan pengelolaan sumberdaya lahan yang memperhatikan aspek lingkungan.
Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) merupakan dua
istilah yang sering diberi pengertian sama, padahal keduanya mempunyai
pengertian yang berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penggunaan lahan
berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup
lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa
mempersoalkan kegiatan manusia pada objek tersebut, dapat berupa konstruksi
vegetasi maupun buatan.
Saefulhakim et al. (1997) menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan
refleksi perekonomian dan preferensi masyarakat. Berhubung perekonomian dan
preferensi masyarakat ini bersifat dinamis sejalan dengan pertumbuhan penduduk
dan dinamika pembangunan, maka penggunaan lahan pun bersifat dinamis
sehingga dapat berkembang ke arah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
juga sebaliknya.
Daerah Aliran Sungai (DAS)

Arsyad (2000) menyebutkan Daerah Aliran Sungai atau disingkat DAS


sebagai suatu daerah yang mengalirkan air ke sebuah sungai, pengaliran ini
12

berupa air tanah (ground water) atau air permukaan (surface water) atau
pengaliran yang disebabkan oleh gaya gravitasi. DAS didefinisikan sebagai suatu
kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi (punggung bukit) yang
menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atas
permukaan tanah ke sungai utama yang bermuara di laut.
Berdasarkan pendapat dari berbagai pakar, dapat disimpulkan bahwa DAS
merupakan suatu wilayah bentang alam dengan batas topografis, suatu wilayah
kesatuan hidrologi serta merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem. Dengan
demikian, DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah kesatuan ekosistem
yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul,
penyimpan, dan penyalur air, sedimen dan unsur hara dalam sistem sungai, keluar
melalui satu outlet tunggal. DAS juga berarti suatu daerah dimana setiap air yang
jatuh ke daerah tersebut akan dialirkan menuju ke satu outlet.
Secara makro, DAS terdiri dari unsur : biotik (flora dan fauna), abiotik
(tanah, air dan iklim), dan manusia. Ketiganya saling berinteraksi dan saling
ketergantungan membentuk suatu sistem hidrologi (Asdak 1995).

Tanah Longsor
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2002),
tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
bahan rombakan, tanah atau material campuran yang bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Sedangkan menurut Soemantri (2007), proses terjadinya tanah
longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot
tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai
bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan
bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Tanah longsor terjadi karena oleh adanya gerakan tanah sebagai akibat dari
bergeraknya massa tanah atau batuan yang bergerak di sepanjang lereng atau di
luar lereng karena faktor gravitasi. Kekuatan-kekuatan gravitasi yang dipaksakan
pada tanah-tanah miring melebihi kekuatan memecah ke samping yang
mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya. Kandungan air yang tinggi
menjadikan tanah menjadi lebih berat, yang meningkatkan beban dan mengurangi
kekuatan memecah ke sampingnya. Dengan kondisi-kondisi ini curah hujan yang
lebat atau banjir lebih memungkinkan terjadinya tanah longsor.

Menurut Soemantri (2007), longsor lahan disebabkan oleh 3 faktor penyebab


utama, yaitu :
1. Faktor dakhil (inherent factor), penyebab longsor lahan meliputi kedalaman
pelapukan batuan, struktur geologi (tektonik dan jenis batuannya), tebal
solum tanah, tekstur tanah dan permeabilitas tanah;
2. Faktor luar dari suatu medan, penyebab longsor lahan adalah kemiringan
lereng, banyaknya dinding terjal, kerapatan torehan dan penggunaan lahan;
serta
3. Faktor pemicu terjadinya longsor lahan, antara lain tebal curah hujan dan
gempa bumi.
13

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2002),


daerah rentan longsor di wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi Sumedang, Garut,
Cianjur, Tasikmalaya, Bogor, Sukabumi dan Bandung. Terjadinya longsor lahan
dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut :
1. Curah hujan yang tinggi dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama;
2. Menculnya retakan-retakan pada tanah di lereng atas, yang ditandai dengan
miringnya pohon dari permukaan tanah;
3. Lereng-lereng pegunungan yang telah lapuk (weathering process), dimana
bahan lapukan tersebut termasuk tanah yang berwarna merah;
4. Ada perubahan bobot massa baik oleh pergantian musim atau karena lahan
miring tersebut dijadikan areal persawahan;
5. Ada perbedaan kelunakan permukaan lahan dan dasar lahan;
6. Adanya gravitasi bumi yang tergantung pada besarnya lereng adalah kritis
jika lereng lebih dari 100 %; serta
7. Perubahan hambat geser, misalnya tanah kering hambatan gesernya lebih
besar dibandingkan dengan tanah basah.

Berdasarkan tipe gerakan dan material yang mengalami gerakan, Sutikno


(1994) dalam Alhasanah (2006), membedakan gerakan massa tanah atau batuan
menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Tipe gerakan lambat (mencakup rayapan tanah, rayapan talus, rayapan
batuan, gletser dan solifluction);
2. Tipe aliran cepat (mencakup aliran lumpur, aliran tanah, debris avalance,
longsoran (landslide), nendatan (slump), longsoran hancuran, batu longsor
dan batu jatuh (rock fall); serta
3. Terban, yaitu turunnya material kulit bumi ke bawah tanpa permukaan
bebas dan pergeseran horizontal.

Faktor Penyebab Tanah Longsor


Karnawati (2004) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena adanya
faktor-faktor pengontrol gerakan dan proses-proses pemicu gerakan seperti yang
terlihat dalam skema Gambar 2 di bawah ini.

Penyebab
Gerakan Tanah

Faktor-Faktor Pemicu Gerakan


Pengontrol Tanah
S Rentan
T • Geomorfologi (Siap Bergerak) • Infiltrasi air ke
A • Tanah dalam lereng
B Terjadi
• Geologi • Getaran KRITIS Gerakan
I
L • Geohidrologi • Aktivitas manusia/ Tanah
• Tata Guna Lahan perubahan
penggunaan lahan

Gambar 2 Proses terjadinya gerakan tanah atau batuan dan komponen-komponen


penyebabnya (sumber : Karnawati, 2004)
14

Dari Gambar 2 terlihat bahwa faktor-faktor pengontrol gerakan tanah


meliputi kondisi morfologi, geologi, struktur geologi, hidrogeologi dan tata guna
lahan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi sehingga mewujudkan suatu
kondisi lereng yang cenderung atau berpotensi untuk bergerak. Kondisi lereng
yang demikian disebut sebagai kondisi rentan untuk bergerak. Gerakan pada
lereng dapat terjadi apabila ada pemicu gerakan, dimana merupakan proses-proses
alamiah ataupun non alamiah yang dapat merubah kondisi lereng dari rentan atau
siap bergerak, menjadi mulai bergerak sehingga menyebabkan terjadinya
pergerakan massa tanah atau longsoran tanah (landslide).
Menurut Goenadi et al. (2005), faktor pemicu terjadinya longsor
dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor yang bersifat tetap (statis) dan faktor
yang bersifat mudah berubah (dinamis). Faktor pemicu yang bersifat dinamis ini
mempunyai pengaruh yang cukup besar karena kejadian tanah longsor sering
dipicu oleh adanya perubahan gaya atau energi akibat perubahan faktor yang
bersifat dinamis. Faktor yang termasuk kedalam kategori pemicu dinamis adalah
curah hujan dan penggunaan lahan. Pada kelompok faktor pemicu yang bersifat
dinamis, terdapat juga faktor kegempaan.
Selanjutnya faktor pemicu terjadinya tanah longsor yang bersifat statis
dibagi lagi kedalam dua kelompok, yaitu faktor batuan (jenis litologi penyusun
dan struktur geologi), dan faktor (sifat fisik) tanah. Secara lebih rinci faktor-faktor
tersebut di atas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor


No. Faktor Penyebab Parameter
1 Faktor Pemicu Dinamis 1. Kemiringan Lereng
2. Curah Hujan
3. Penggunaan Lahan (aktivitas manusia)
2 Faktor Pemicu Statis 4. Jenis Batuan dan Struktur Geologi
5. Kedalaman Solum Tanah
6. Permeabilitas Tanah
7. Tekstur Tanah
Sumber: Goenadi et al. (2005)

2.7 Peta Bahaya dan Resiko Banjir


Banjir menurut terminologi ilmiah adalah suatu kondisi di suatu wilayah
dimana terjadi peningkatan jumlah air yang tidak tertampung pada saluran-saluran
air atau tempat-tempat penampungan air sehingga meluap atau menggenangi
daerah di luar saluran, lembah sungai, ataupun penampungan air tersebut (Savitri
2007). Mekanisme terjadinya banjir disajikan dalam Gambar 3.
Banjir dapat membahayakan suatu wilayah yang karena dipengaruhi faktor-
faktor alamiah seperti curah hujan, topografi dan geomorfologi (proses fluvial)
15

menyebabkan terjadinya genangan yang berpotensi menimbulkan kerugian dan


penderitaan bagi manusia (Kuswartojo 2002).
Menurut Isnugroho (2002), di Indonesia terdapat 5 faktor penting penyebab
terjadinya banjir, yaitu :
1. Curah hujan, di daerah tropis curah hujan cukup tinggi pada musim hujan,
maka hujan yang terus menerus akan sampai pada kondisi tanah menjadi
jenuh air dan hujan yang jatuh langsung menjadi aliran permukaan;
2. Karakteristik DAS yang meliputi luas, bentuk dan kemiringan lereng;
3. Kemampuan alur sungai mengalirkan air, yang dipengaruhi oleh
pendangkalan dan penyempitan alur sungai;
4. Perubahan penggunaan lahan di DAS, yang mempengaruhi kemampuan
DAS dalam meresapkan air; serta
5. Pengelolaan sungai, yang dipengaruhi oleh preferensi pengelola dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan, ekonomi dan politik.

HUJAN

Pengendalian Banjir Perubahan Koefisien Perlakuan Terhadap


Aliran Lingkungan

Aliran Permukaan

Perubahan Fisik
Alur Sungai

Ya Tidak
Tidak Qa < Qc Banjir

Gambar 3 Diagram mekanisme terjadinya banjir

Keterangan : Qa = debit pengaliran sungai; Qc = kapasitas pengaliran alur


sungai
= fenomena alam
= kondisi non alamiah yang berpengaruh pada fenomena alam
Sumber : Savitri, 2007
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2011), bencana banjir
dan tanah longsor mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dari aspek
jumlah penduduk yang meninggal, hilang dan luka-luka; prasarana umum berupa
prasarana transportasi, fasilitas sosial, fasilitas pemerintahan, prasarana pertanian,
perikanan dan pengairan; serta harta benda perorangan berupa rumah tinggal yang
tergenang, rusak dan hanyut, asset/modal, ternak, dan lain-lain, sehingga dapat
mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan social ekonomi penduduk.
Daerah-daerah yang paling beresiko terhadap terjangan banjir adalah daerah dekat
sungai yang terdiri atas bangunan dari bahan tanah atau bata, bangunan dengan
16

pondasi tidak kedap air, perpipaan, saluran listrik, mesin, barang elektronik,
tanaman pertanian maupun ternak dalam kandang.
Semakin tingginya resiko banjir dapat berasal dari pilihan masyarakat pula.
Penduduk dapat memilih atau dengan sengaja tinggal di kawasan yang memiliki
bahaya banjir dengan berbagai alasan seperti kesuburan tanah atau peluang
lainnya yang dijanjikan lokasi tersebut, walaupun mereka tahu resiko banjir yang
akan diterima (Paripurno 2004).
Alhasanah (2006) menyebutkan bahwa resiko adalah gabungan dari unsur-
unsur resiko, bahaya dan kerentanan, dengan formula matematis : Rt = E x H x
V, dimana Rt : Resiko (risk), E : Unsur-unsur yang beresiko (risk elements), H :
Bahaya (hazard), dan V : Kerentanan (vulnerability).
Resiko (Rt) diartikan sebagai kondisi buruk yang harus diterima karena
fenomena alam tertentu yang dihasilkan dari unsur-unsur yang beresiko, bahaya
dan kerentanan, seperti jumlah kehidupan yang hilang, kerusakan properti dan
hancurnya aktivitas ekonomi. Adapun unsur-unsur beresiko (E) terdiri dari
populasi, bangunan, aktivitas ekonomi, pelayanan masyarakat, fasilitas umum,
infrastruktur dan lain-lain, yang memiliki resiko pada suatu area. Bahaya (H)
merupakan kecenderungan terjadinya kondisi bahaya akibat suatu fenomena,
sedangkan Kerentanan (V) merupakan ukuran kerugian yang mungkin dialami
suatu objek bila tertimpa bahaya, sebagai contohnya bantaran sungai yang padat
permukiman akan rentan jika diterjang banjir.
Pembuatan peta bahaya (hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dapat
dilakukan dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan metode
pengharkatan, yaitu pemberian skor atau nilai (scoring) dan pembobotan (weight)
pada setiap parameter yang digunakan, sesuai dengan dasar logika (logical
framework) yang ditetapkan dan disepakati bersama. Dengan menggunakan
metode tersebut, penentuan tingkat kerentanan banjir di suatu wilayah dapat
dilakukan dengan lebih kuantitatif. Metode ini banyak dimanfaatkan dalam
berbagai studi dan kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan maupun pemetaan
bahaya banjir (Barus 1999).
Melalui pendekatan mitigasi atau pengurangan resiko bencana, masyarakat
dipandang sebagai subjek, bukan objek dari penanganan bencana dalam proses
pembangunan. Hal ini layak untuk diterapkan di era otonomi daerah sehingga
pemerintah daerah dan masyarakatnya secara mandiri dapat berusaha mengatasi
permasalahan bencana di daerahnya masing-masing.

Peta Bahaya dan Resiko Longsor serta Upaya Mitigasinya


Mikrozoning (risk mapping) adalah serangkaian kegiatan untuk pengkajian
resiko bahaya kawasan secara rinci, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan
pengumpulan data (sekunder maupun survey di lapangan), analisis dan penyajian
dalam bentuk peta resiko. Dengan demikian kegiatan mikrozoning dimaksudkan
untuk memberi informasi resiko bencana di suatu wilayah, agar pembangunan
yang akan dilakukan dapat ditempatkan pada kawasan yang aman (Naryanto
2001).
17

Sebab-Sebab Manusia Sebab-Sebab Alam

Bencana Lingkungan Bencana Teknis Bencana Alam

KERENTANAN

Korban Jiwa Kerusakan Ekologis Kerusakan Material

Sumber : Naryanto, 2001 Umpan Balik


Gambar 4 Hubungan sebab-akibat bencana
Bencana (disaster) disebabkan oleh faktor alam dan/atau manusia yang
dapat menimbulkan bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) terhadap
manusia dan lingkungan itu sendiri. Dalam manajemen mitigasi bencana, sebab
dan akibat tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (interdependensi) yang
secara skematis disajikan dalam Gambar 4. Dari gambar tersebut, terdapat faktor
umpan balik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem. Umpan
balik (feed back) disini diartikan sebagai upaya untuk mengidentifikasi langkah-
langkah yang akan dilakukan dalam manajemen mitigasi, termasuk sebab
terjadinya bencana (Paripurno 2004).
Selanjutnya menurut Naryanto (2001), untuk mengidentifikasi langkah-
langkah antisipasi, baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana yang
disebabkan oleh alam maupun manusia, diperlukan suatu sistem manajemen
resiko bencana. Upaya dalam mengidentifikasi langkah-langkah antisipasi
bencana tanah longsor dengan melibatkan unsur-unsur manajemen resiko
digambarkan pada Gambar 5.

MANAJEMEN RESIKO BENCANA

SEBELUM SETELAH
PERALIHAN
KAJIAN MITIGASI PERSIAPAN PEMULIHAN

• Analisis Biaya • Perencanaan • Monitoring • Pertolongan


• Analisis Kerawanan penggunaan Resiko Dukungan Bantuan
• Penetapan Resiko Lahan Wilayah • Skenario-skenario Ekonomi
dan Kota • Sistem Peringatan Masyarakat
• Manajemen Lahan Dini • Strategi
• Perhitungan • Perencanaan dan Pengembangan
Struktural Bantuan Keadaan
Darurat

Gambar 5 Manajemen resiko bencana tanah longsor (sumber : Naryanto,2001)


18

Pada dasarnya kegiatan mitigasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu


mitigasi struktural dan non-struktural. Menurut Naryanto (2001), dalam
pelaksanaannya kedua kelompok mitigasi tersebut harus dilakukan bersama-sama
dan saling memperkuat. Terhadap kedua kelompok tersebut, Paripurno (2004)
memberikan definisi untuk kegiatan mitigasi berbentuk struktural sebagai
kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan infrastruktur pendorong minimalisasi
dampak. Adapun mitigasi non-struktural berupa penyusunan peraturan-peraturan,
pengelolaan tata ruang dan pelatihan.
Sistem Informasi Geografi (SIG)
Aplikasi dari Penginderaan Jauh (Inderaja) dewasa ini sudah hampir
menyeluruh digunakan disegala bidang/sektor. Hal tersebut terbukti dengan tidak
hanya digunakan untuk manajemen sumberdaya lahan saja, tetapi sudah
diaplikasikan untuk penggunaan-penggunaan dibidang lain seperti perencanaan
wilayah pengembangan komoditas tertentu dalam proses evaluasi kesesuaian
lahan, penentuan lokasi lapangan golf, penentuan lokasi yang paling strategis
untuk membuka suatu usaha kerja, dan lain-lain.
Sistem Informasi Geografi (SIG) pada saat ini sudah merupakan teknologi
yang dianggap biasa pada kalangan perencana atau kelompok lain yang
berkecimpung dalam hal pemetaan sumberdaya. Dua dekade sebelum ini terjadi
juga pada Penginderaan Jauh (PJ), walaupun tidak secepat kepopuleran SIG.
Kedua teknologi tersebut merupakan teknologi informasi atau lebih spesifik lagi
teknologi informasi spasial karena berkaitan dengan pengumpulan dan
pengolahan data spasial (Barus 2000).
Didalam pengerjaan SIG banyak terdapat istilah yang perlu diketahui agar
memudahkan pemahaman pada tahapan selanjutnya, sehingga diperlukan
pemaparan mengenai istilah-istilah data, informasi, sistem dan sistem informasi.
SIG adalah suatu sistem informasi tentang pengumpulan dan pengolahan data
serta penyampaian informasi dalam koordinat ruang, baik secara manual maupun
digital. Data yang diperlukan merupakan data yang mengacu pada lokasi
geografis, yang terdiri dari dua kelompok, yaitu data grafis dan data atribut. Data
grafis tersusun dalam bentuk titik, garis dan poligon; sedangkan data atribut dapat
berupa data kualitatif atau kuantitatif yang mempunyai hubungan satu-satu
dengan data grafisnya (Barus 2000).

Penerapan SIG untuk Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Berpotensi Rawan


(Hazard) dan Resiko (Risk) Banjir dan Longsor

Dalam penerapan SIG, data-data yang diperlukan untuk pemetaan kawasan


rawan banjir dan longsor diperoleh dari citra satelit (baik resolusi tinggi maupun
semi tinjau), foto udara dan data-data sekunder lainnya berupa peta-peta tematik.
Data-data yang terkumpul kemudian diolah untuk mendapatkan informasi baru
dengan menggunakan SIG melalui metode pengharkatan, yaitu pemberian skor
atau nilai (scoring) dan pembobotan (weight) pada setiap parameter yang kita
19

gunakan, sesuai dengan dasar logika (logical framework) yang ditetapkan dan
disepakati bersama (Barus 1999).
Alhasanah (2006) menyebutkan pada tahap pemasukan data, yang
diperlukan untuk penyusunan peta tingkat kerawanan banjir dan longsor dapat
dilakukan melalui digitasi peta. Sesudah semua data spasial dimasukkan dalam
komputer, kemudian dilakukan pemasukan data atribut dan pemberian harkat.
Untuk memperoleh nilai kawasan rawan banjir dan longsor dilakukan tumpang
susun peta-peta tematik yang merupakan parameter fisik lahan penentu rawan
banjir dan longsor, yaitu peta geologi, peta kemiringan lereng, peta ketinggian,
peta tanah, peta tebal hujan (isohyet) dan peta liputan atau penggunaan lahan.
Proses tumpang susun peta dilakukan dengan mengkaitkan data atributnya,
melalui manipulasi dan analisa data. Pengolahan dan penjumlahan harkat dari
masing-masing parameter akan menghasilkan harkat baru yang berupa nilai
potensi rawan banjir dan longsor. Kemudian dengan mempertimbangkan kriteria
rawan banjir dan longsor, maka potensi banjir dan longsor tersebut dibagi
kedalam kelas-kelas rawan banjir dan longsor (Alhasanah 2006).
Untuk kajian banjir dan longsor, peta tematik hasil interpretasi citra dapat
digabung dengan peta-peta lainnya yang telah disusun dalam data dasar SIG
melalui proses digitasi. Peta-peta tersebut adalah peta kemiringan lereng, peta
geologi, peta jenis tanah, peta liputan/penggunaan lahan, peta tebal hujan (isohyet)
dan peta-peta lain yang berhubungan dengan terjadinya banjir dan longsor.
Melalui metode tumpang susun dan pengharkatan dengan SIG maka akan
dihasilkan kelas-kelas rawan dan resiko banjir dan longsor. Hasil dari kelas-kelas
tersebut dipresentasikan dalam bentuk peta, sehingga dapat dilihat distribusi
keruangannya. Dari peta itu para pengguna dan pengambil keputusan dapat
memanfaatkannya untuk mengantisipasi banjir dan longsor di daerah penelitian,
sehingga kerugian-kerugian yang ditimbulkannya dapat ditekan sekecil mungkin,
atau bahkan dieliminir (Barus 1999).

III METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2011 sampai bulan Desember


2012. Lokasi penelitian terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat, sedangkan
pengolahan dan analisis data dilakukan di Kantor Kementerian Lingkungan
Hidup, Jakarta serta di Bagian Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 6).

Bahan dan Alat Penelitian


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1) Perangkat keras (Hardware) : seperangkat komputer, scanner dan GPS.
20

2) Perangkat lunak (Software) : ArcGIS 10.0, Surfer 8.5 dan Microsoft Office
2007.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain :


1) Data curah hujan (periode 1998 – 2010) lokasi daerah penelitian.
2) Data citra satelit resolusi medium sampai tinggi (citra Landsat TM, Aster dan
SPOT) wilayah Provinsi Jawa Barat, peliputan tahun 2005, tahun 2010 dan
tahun 2012.
3) Peta dalam bentuk paper print dan digital, yang terdiri dari :
a. Peta Rupa Bumi atau Peta Topografi skala 1 : 25.000 lembar se-Provinsi
Jawa Barat produksi BAKOSURTANAL (2001), yaitu: Nomor Lembar
Peta (NLP) 1308-113 sampai 1308-213, 1208-332 sampai 1308-241,
1208-243 sampai 1308-243, 1108-622 sampai 1308-512, 1108-624
sampai 1308-514, 1108-642 sampai 1308-532, 1208-644 sampai 1308-
543, 1109-322 sampai 1309-221, 1109-324 sampai 1309-224, 1109-342
sampai 1309-231, 1109-344 sampai 1309-233, 1109-622 sampai 1309-
511, 1109-624 sampai 1309-424, 1209-442 sampai 1309-441, 1209-444
sampai 1209-544, 1210-122 sampai 1210-221.
b. Peta Tanah Semi Detil skala 1 : 250.000 produksi Balai Penelitian Tanah,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2004):
Lembar Jakarta (1209), Lembar Pelabuhan Ratu (1208), Lembar Pulau
Seribu (1210), Lembar Cirebon (1309), serta Lembar Purwokerto (1308).
c. Peta Geologi skala 1 : 100.000 produksi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung
(2003): Lembar Jakarta (1209-4), Lembar Bogor (1209-1), Lembar
Jampang (1208-4), Lembar Karawang (1209-5), Lembar Cianjur (1209-
2), Lembar Sindang-Barang (1208-5), Lembar Pamanukan (1209-6),
Lembar Bandung (1209-3), Lembar Indramayu (1309-4), Lembar
Arjawinangun (1309-1), Lembar Cirebon (1309-2), Lembar Garut (1208-
6), Lembar Pameungpeuk (1208-3), Lembar Tasik-malaya (1308-4),
Lembar Karang Nunggal (1308-1), Lembar Pangandaran (1308-2), serta
Lembar Majenang (1308-5).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan mengumpulkan data sekunder dan data


primer untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana realisasi pemanfaatan
ruang (existing) dari RTRW yang telah ditetapkan, mengetahui sebaran lokasi dan
resiko bencana banjir dan tanah longsor, kaitan spasial pemanfaatan lahan yang
ada saat ini (existing) dengan potensi bencana banjir dan tanah longsor, serta
upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir resiko bencana banjir dan tanah
longsor (mitigasi) di wilayah Provinsi Jawa Barat. Untuk itu perlu dilakukan
pengumpulan data baik data sekunder maupun data primer dari beberapa sumber
yang merupakan pemangku kepentingan. Rancangan penelitian untuk memenuhi
tujuan dan pertanyaan penelitian disajikan pada Tabel 2.
21

Tabel 2 Matrik rancangan penelitian analisis potensi rawan (hazard) dan resiko
(risk) bencana banjir dan longsor
Teknik
Jenis dan Teknis
Tujuan Pengumpulan Keluaran
Sumber Data Analisis Data
Data
Menentukan - Data primer - Studi pustaka - Analytical Kriteria bobot
kriteria dan - Data - Kuesioner Hierarchy dan skor
parameter sekunder - Expert Process masing-masing
pembentuk Judgement (AHP) parameter
banjir dan - Tools pembentuk
longsor Software banjir dan
Expert longsor
Choice
- Deskriptif
Mengetahui Penggunaan Ekstraksi dari Analisis Peta daerah
daerah yang lahan, Bentang (citra satelit, Spasial yang berpotensi
berpotensi Lahan, peta topografi, (Skoring dan terjadinya
terjadinya Elevasi, Pembobotan) rawan (hazard)
peta tanah, data
rawan (hazard) Lereng, Curah dan resiko
dan resiko Hujan, curah hujan, data (risk) banjir dan
(risk) banjir dan Geologi dan geologi dan data tanah longsor
tanah longsor Jenis Tanah sistem lahan)
Mengetahui - Peta potensi Hasil Analisis Deskriptif Arahan
kesesuaian rawan Parameter/Input pemanfaatan
rencana pola (hazard) Pembangun rencana pola
ruang dalam bencana Banjir dan ruang RTRW
RTRW Provinsi banjir dan Longsor Provinsi Jawa
Jawa Barat longsor Barat
Tahun 2010- - Rencana berdasarkan
2030 terhadap pola ruang potensi rawan
potensi rawan RTRW (hazard) banjir
(hazard) banjir Provinsi dan longsor
dan longsor Jawa Barat
2010-2030
22

Gambar 6 Peta lokasi penelitian


23

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan kegiatan sebagai
berikut:
1) Tahap persiapan, meliputi :
(a) Studi kepustakaan yang ada kaitannya dengan topik penelitian.
(b) Mencari dan mengumpulkan data sekunder, bahan dan alat yang
diperlukan.
(c) Mengumpulkan dan menginterpretasi peta wilayah penelitian.
2) Tahap pelaksanaan, meliputi :
(a) Membuat peta kemiringan lereng dan peta ketinggian yang diperoleh
dari analisis peta topografi dengan skala 1 : 25.000 dan hasil digitasi
kontur yang kemudian dibuat DEM (Digital Elevation Model), dari
DEM tersebut dengan Spatial Analysis diturunkan menjadi peta lereng
dan peta ketinggian.
(b) Digitasi peta tanah, peta geologi, peta ketinggian, peta kemiringan
lereng, peta liputan/penggunaan lahan, peta bentuk lahan dan peta
isohyet wilayah Provinsi Jawa Barat.
(c) Tumpang-tepat (proses overlay) peta-peta ketinggian, kemiringan
lereng, curah hujan, bentuk lahan, liputan/penggunaan lahan, geologi,
dan jenis tanah dengan SIG.
(d) Identifikasi parameter penyebab banjir dan penentuan kriteria rawan
(hazard) dan resiko (risk) bencana banjir dan tanah longsor melalui
metode pembobotan dan skoring.
3) Tahap pengamatan lapangan, meliputi :
(a) Pengujian terhadap kebenaran identifikasi objek
(penggunaan/penutupan lahan dan bentuk lahan di wilayah Provinsi
Jawa Barat).
(b) Verifikasi hasil di lapang mengenai kebenaran identifikasi daerah yang
rawan (hazard) dan beresiko (risk) bencana banjir dan tanah longsor.
4) Tahap penyelesaian
Tahap ini dilakukan pembuatan peta tingkat kerawanan (hazard) dan
resiko (risk) bencana banjir dan tanah longsor. Penentuan kelas-kelas banjir
dan tanah longsor diperoleh dari analisis tumpang-susun dengan sistem
pengharkatan dan pembobotan.

Metode Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan setelah data primer dan data sekunder
dikumpulkan, secara digital melalui perangkat lunak (Software) ArcGIS 10.0 dan
Surfer 8.0 yang terdapat dalam Sistem Informasi Geografi (SIG), sedangkan untuk
analisis lanjutannya dilakukan dengan software Minitab 14 dan Microsoft Excel
2007. Dalam penelitian ini, digitasi merupakan titik awal pemasukan dan
pengolahan data dalam bentuk digital. Setelah semua data yang terkumpul
didigitasi, dilakukan proses tumpang-susun (overlay). Klasifikasi data
dimaksudkan sebagai pembagian kelas untuk setiap peta tematik. Pengharkatan
adalah penentuan harkat pada masing-masing kelas, pemberian harkat pada peta-
peta tematik yang digunakan dengan variasi dari 0 sampai 10.
24

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor,
yang dapat dibedakan menjadi faktor langsung seperti curah hujan dan debit
aliran, dan faktor tidak langsung seperti ketinggian tempat, lereng,
penggunaan/penutupan lahan, bentuk lahan dan jenis tanah. Dari banyak faktor
yang ada, penelitian ini hanya menggunakan 7 faktor, yaitu curah hujan, elevasi,
lereng, penggunaan/penutupan lahan, bentuk lahan, struktur geologi batuan dan
jenis tanah.

Metode Pembobotan dan Skoring


Dalam penentuan bobot dan skor masing-masing parameter pembentuk
banjir dan longsor, digunakan metode Proses Hierarki Analitik (Analytical
Hierarchy Process – AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, untuk
mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgement) dalam memilih alternatif
yang paling disukai. Dalam proses pembuatan AHP ini dilakukan dengan
membuat kuesioner dalam bentuk matrik perbandingan berpasangan (pairwise
comparison) terhadap parameter dan variabel yang akan ditentukan bobot dan
skornya (Saaty 1983 dalam Marimin 2010). Responden yang terlibat dalam proses
pembuatan AHP ini sejumlah 6 (enam) orang, yang mewakili keahlian di bidang
banjir dan longsor, fisik lahan, geologi, kesesuaian lahan, mitigasi bencana
lingkungan, serta permodelan dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengolahan
data kuesioner AHP dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program
Expert Choice 2000. Bobot menunjukkan besaran atau derajat nilai masing-
masing parameter yang ditunjukkan dengan kisaran nilai 0-1, sedangkan skor
menunjukkan nilai setiap variabel pada masing-masing parameter yang
ditunjukkan dengan kisaran nilai 0-100.

Analisis Tingkat Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor


Setelah dilakukan klasifikasi dan pengharkatan atau pemberian nilai pada
masing-masing parameter, kemudian semua peta tematik yang digunakan dalam
penelitian ini di integrasikan (overlay) untuk menentukan tingkat kerawanannya.
Nilai rawan (hazard) suatu daerah terhadap banjir dan longsor ditentukan dari
total penjumlahan hasil perkalian antara bobot dan skor dari 7 (tujuh) parameter
yang berpengaruh terhadap banjir dan longsor di atas. Penentuan tingkat rawan
(hazard) dilakukan dengan membagi sama banyaknya nilai-nilai kerawanan
(hazard) dengan jumlah interval kelas yang sama; interval kelas ditentukan
dengan persamaan i = R/n; dimana i : lebar inteval, R: selisih skor maksimum
dan minimum, n : jumlah kelas kerawanan. Dari peta dan tabel hasil tumpang-
susun diperoleh informasi tingkat rawan banjir dan longsor pada tiap-tiap satuan
parameter penentu klasifikasi. Hasil dari proses overlay dari peta-peta tematik
tersebut menghasilkan peta potensi rawan (hazard) banjir dan longsor.

Analisis Tingkat Resiko (Risk) Banjir dan Longsor


Peta resiko (risk) banjir dan longsor didapat dari peta potensi rawan
(hazard) banjir dan longsor yang diintegrasikan dengan hasil analisis kerentanan
(vulnerability) dan element of risk. Analisis kerentanan (vulnerability) itu sendiri
merupakan hasil analisis berdasarkan parameter kepadatan (density) infrastruktur,
25

aksesibilitas atau jalan dan penggunaan lahan. Sedangkan analisis element of risk
merupakan fungsi dari kesiapsiagaan atau tanggap darurat dari masing-masing
kabupaten/kota yang memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk (density per
kabupaten/kota), serta penggunaan lahan. Integrasi peta potensi rawan (hazard)
banjir dan longsor dengan kriteria analisis vulnerability dan element of risk
menghasilkan nilai akhir yang telah direklasifikasi (Gambar 7). Perhitungan
resiko banjir dan longsor berdasarkan hasil analisis kerentanan (vulnerability) dan
element of risk disajikan pada Tabel 3 sampai Tabel 9.
Peta Rawan (Hazard) Analisis Kerentanan No. Analisis Element of Risk
Nilai No.
Banjir dan Longsor (Vulnerability) 1. Keberadaan BPBD
Tidak Rawan 1
1. Jalan / Aksesibilitas 2. Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
Agak Rawan 2
2. Infrastruktur 3. Pendapatan Domestik Regional
Rawan Sedang 3 Bruto (PDRB)
Rawan Tinggi 4 3. Penggunaan Lahan 4. Penggunaan Lahan
Rawan Sangat Tinggi 5

Nilai Vulnerability dan Element of Risk


Tidak Rawan 1
Agak Rawan 2
Rawan Sedang 3
Rawan Tinggi 4
Rawan Sangat Tinggi 5

Peta Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Nilai


Tidak Rawan 1
Agak Rawan 2
Rawan Sedang 3
Rawan Tinggi 4
Rawan Sangat Tinggi 5

Gambar 7 Matrik tahapan dalam analisis resiko (risk) banjir dan longsor

Tabel 3 Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan


longsor berdasarkan parameter penggunaan lahan
No. Tipe Penggunaan Lahan Nilai Kerentanan
1. Permukiman 5
2. Sawah, Tambak/Empang 4
3. Kebun Campuran, Perkebunan 3
4. Tegalan/Ladang 2
5. Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka 1
6. Tubuh Air 0
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan


longsor berdasarkan parameter penggunaan lahan, dilakukan dengan
26

pengklasifikasian tipe penggunaan lahan dari yang memiliki tingkat kerentanan


paling tinggi sampai dengan yang paling rendah terhadap bencana banjir dan
longsor, seperti terlihat pada Tabel 3. Terlihat bahwa tipe penggunaan lahan
permukiman memiliki kerentanan yang paling tinggi dibandingkan dengan yang
lainnya, hal ini dikarenakan permukiman tidak memiliki kemampuan mitigasi dan
adaptasi terhadap bencana banjir dan longsor, disamping juga memiliki potensi
kerugian yang paling tinggi dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya.
Demikian sebaliknya dengan tipe penggunaan lahan hutan, semak/belukar, rawa,
mangrove, tanah terbuka dan tubuh air yang memiliki tingkat kerentanan paling
rendah, dimana hal tersebut dikarenakan pada tipe penggunaan lahan tersebut
memiliki kemampuan bertahan atau mitigasi dan adaptasi adaptasi terhadap
bencana banjir dan longsor, disamping juga memiliki potensi kerugian yang
paling rendah dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya.

Tabel 4 Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan


longsor berdasarkan parameter aksesibilitas atau jalan
Jalan Penggunaan Lahan Nilai
No.
Kelas Bobot Tipe/Jenis Bobot Kerentanan
1. Jalan Lain, 2 Permukiman 5 5/2
Lokal, Sawah, Tambak/Empang 4 4/2
Terowongan, Kebun Campuran, 3 3/2
Titian Perkebunan
Tegalan/Ladang 2 2/2
Hutan, Semak/Belukar, 1
Rawa, Mangrove, Tanah
½
Terbuka
Tubuh Air 0 0
2. Jalan Kolektor 3 Permukiman 5 5/3
Sawah, Tambak/Empang 4 4/3
Kebun Campuran, 3 3/3
Perkebunan
Tegalan/Ladang 2 2/3
Hutan, Semak/Belukar, 1 1/3
Rawa, Mangrove, Tanah
Terbuka
Tubuh Air 0 0
3. Jalan 4 Permukiman 5 5/4
Arteri/Utama Sawah, Tambak/Empang 4 4/4
Kebun Campuran, 3
Perkebunan
¾
Tegalan/Ladang 2 2/4
Hutan, Semak/Belukar, 1
Rawa, Mangrove, Tanah
¼
Terbuka
Tubuh Air 0 0
4. Jalan Tol 5 Permukiman 5 5/5
Nasional Sawah, Tambak/Empang 4 4/5
27

Jalan Penggunaan Lahan Nilai


No.
Kelas Bobot Tipe/Jenis Bobot Kerentanan
Kebun Campuran, 3 3/5
Perkebunan
Tegalan/Ladang 2 2/5
Hutan, Semak/Belukar, 1 1/5
Rawa, Mangrove, Tanah
Terbuka
Tubuh Air 0 0
5. Jalan Kereta Api 6 Permukiman 5 5/6
Sawah, Tambak/Empang 4 4/6
Kebun Campuran, 3 3/6
Perkebunan
Tegalan/Ladang 2 2/6
Hutan, Semak/Belukar, 1 1/6
Rawa, Mangrove, Tanah
Terbuka
Tubuh Air 0 0
6. Non Jalan 1 Permukiman 5 5
Sawah, Tambak/Empang 4 4
Kebun Campuran, 3 3
Perkebunan
Tegalan/Ladang 2 2
Hutan, Semak/Belukar, 1 1
Rawa, Mangrove, Tanah
Terbuka
Tubuh Air 0 0
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan


longsor berdasarkan parameter aksesibilitas atau jalan dilakukan pengklasifikasian
kelas jalan berdasarkan klasifikasi jenis dan lebar jalan dari Kementerian
Pekerjaan Umum, serta dengan memberikan bobot/nilai kerentanannya
berdasarkan klasifikasi kerentanan jalan dari Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (2012) seperti terlihat pada Tabel 4. Integrasi kelas jalan terhadap tipe
penggunaan lahan, dapat menghasilkan bobot/nilai dari masing-masing kelas jalan
tersebut. Nilai kerentanan jalan kereta api pada tipe penggunaan lahan
permukiman memiliki nilai kerentanan yang paling rendah dibandingkan dengan
lainnya, hal ini dikarenakan dengan adanya jalan kereta api tersebut pada
penggunaan lahan permukiman, akan sangat memudahkan dan mempercepat
proses evakuasi dan pemberian pertolongan akibat bencana banjir dan longsor.
Demikian sebaliknya dengan tipe penggunaan lahan permukiman yang tidak
memiliki jalan atau aksesibilitas, akan memiliki tingkat kerentanan yang paling
tinggi dibandingkan dengan lainnya, dimana hal ini dikarenakan tidak adanya
jalur atau aksesibilitas yang dapat membantu dalam memberikan pertolongan atau
proses evakuasi apabila terjadi bencana banjir dan longsor.
28

Tabel 5 Perhitungan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan


longsor berdasarkan parameter infrastruktur
No. Jenis Infrastruktur Nilai Kerentanan
1. Komplek Perkantoran dan Bangunan Perumahan 5
2. Fasilitas Sosial dan Umum, Fasilitas Peribadatan 4
3. Fasilitas Kawat Listrik dan Pipa Gas, Fasilitas Vital Energi 3
4. Fasilitas Pariwisata, Fasilitas Pemakaman, dan Fasilitas 2
Pertambangan
5. Fasilitas Non Publik (Titik Tinggi, Tonggak Kilometer) 1
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko kerentanan (vulnerability) terhadap banjir dan


longsor berdasarkan parameter infrastruktur dilakukan pengklasifikasian
infrastruktur berdasarkan klasifikasi jenis infrastruktur dan potensi kerugian dari
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012) seperti terlihat pada Tabel 5.
Semakin banyak infrastruktur yang dimiliki suatu wilayah akan menyebabkan
potensi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor semakin tinggi,
demikian juga berlaku sebaliknya, semakin sedikit infrastruktur di suatu wilayah
akan menyebabkan semakin rendah potensi kerugian yang dialami akibat bencana
banjir dan longsor.

Tabel 6 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter penggunaan lahan
Nilai Element of
No. Tipe Penggunaan Lahan
Risk
1. Permukiman 5
2. Sawah, Tambak/Empang 4
3. Kebun Campuran, Perkebunan 3
4. Tegalan/Ladang 2
5. Hutan, Semak/Belukar, Rawa, Mangrove, Tanah Terbuka 1
6. Tubuh Air 0
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter penggunaan lahan, dilakukan dengan pengklasifikasian
tipe penggunaan lahan dari yang memiliki tingkat kerentanan paling tinggi sampai
dengan yang paling rendah terhadap bencana banjir dan longsor, seperti terlihat
pada Tabel 3. Terlihat bahwa tipe penggunaan lahan permukiman memiliki nilai
element of risk paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini
dikarenakan permukiman memiliki potensi nilai (value) kerugian yang paling
tinggi dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya apabila terjadi
bencana banjir dan longsor. Demikian sebaliknya dengan tipe penggunaan lahan
hutan, semak/belukar, rawa, mangrove, tanah terbuka dan tubuh air yang memiliki
nilai element of risk paling rendah, dimana hal tersebut dikarenakan pada tipe
penggunaan lahan tersebut memiliki potensi kerugian yang paling rendah
29

dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya apabila terjadi bencana banjir
dan longsor.

Tabel 7 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter kepadatan jumlah penduduk (jiwa/km2)
Nilai Element of
No. Kepadatan Jumlah Penduduk (Density)
Risk
1. 0 – 250 jiwa/km2 5
2. 250 – 500 jiwa/km2 4
3. 500 – 750 jiwa/km2 3
4. 750 – 1.000 jiwa/km2 2
5. > 1.000 jiwa/km2 1
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter kepadatan jumlah penduduk (density) dilakukan
pembagian jumlah kelas tingkat kepadatan penduduk berdasarkan klasifikasi dari
Badan Pusat Statistik (2011) seperti terlihat pada Tabel 7. Semakin rendah tingkat
kepadatan penduduk suatu wilayah akan menyebabkan potensi kerugian yang
dialami akibat bencana banjir dan longsor semakin rendah, demikian juga berlaku
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah akan
menyebabkan semakin tinggi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan
longsor.

Tabel 8 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Nilai Element of
No. Kepadatan Jumlah Penduduk (Density)
Risk
1. < 10 triliun/tahun 5
2. 10 – 15 triliun/tahun 4
3. 15 – 20 triliun/tahun 3
4. 20 – 25 triliun/tahun 2
5. > 25 triliun/tahun 1
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dilakukan
pembagian nilai PDRB yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota berdasarkan
klasifikasi dari Badan Pusat Statistik (2011) seperti terlihat pada Tabel 8. Semakin
besar nilai PDRB yang dimiliki oleh suatu kabupaten/kota akan menyebabkan
potensi kerugian yang dialami akibat bencana banjir dan longsor semakin tinggi,
demikian juga berlaku sebaliknya, semakin rendah nilai PDRB yang dimiliki oleh
suatu kabupaten/ kota akan menyebabkan potensi kerugian yang dialami akibat
bencana banjir dan longsor semakin rendah.
30

Tabel 9 Perhitungan resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter kesiapsiagaan atau tanggap darurat
Nilai Element of
No. Kesiapsiagaan/Tanggap Darurat
Risk
1. Keberadaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah 5
(BPBD)
2. AD-ART 4
3. Mekanisme/Protap Penanggulangan Bencana 3
4. Peta Potensi Bencana Lingkungan 2
5. Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi 1
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012)

Penentuan nilai resiko element of risk terhadap banjir dan longsor


berdasarkan parameter kesiapsiagaan/tanggap darurat, dilakukan dengan
menguraikan keberadaan BPBD pada masing-masing kabupaten/kota, AD-ART,
mekanisme/protap penanggulangan bencana, adanya informasi mengenai peta
potensi bencana lingkungan sebagai salah satu tindakan mitigasi bencana banjir
dan longsor, serta adanya program rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana
banjir dan longsor; berdasarkan klasifikasi dari Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (2012) seperti terlihat pada Tabel 9. Apabila suatu kabupaten/kota
memiliki BPBD sampai dengan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
bencana banjir dan longsor, maka dapat dikatakan bahwa kabupaten/ kota tersebut
memiliki nilai resiko element of risk yang tinggi terhadap bencana banjir dan
longsor.

Mitigasi Bencana Banjir dan Tanah Longsor


Dalam melakukan upaya mitigasi bencana diperlukan tahapan kegiatan yang
dapat memberikan gambaran secara rinci mengenai upaya yang harus dilakukan.
Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengkajian potensi bencana, analisis
kerawanan dan analisis resiko bencana. Setelah dihasilkan peta rawan (hazard)
dan resiko (risk) banjir dan tanah longsor, kemudian diintegrasikan dengan Peta
Rencana Pola Ruang yang tertuang dalam RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun
2010-2030 untuk melihat apakah dalam rencana pola ruang yang telah disusun
tersebut, karakteristik lahannya merupakan daerah yang berpotensi terjadinya
bencana banjir dan longsor. Apabila dalam rencana pola ruang tersebut terdapat
daerah yang berpotensi tinggi untuk terjadinya bencana banjir dan longsor, hal
tersebut perlu ditindaklanjuti dengan rekomendasi-rekomendasi berbagai alternatif
tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencegah
dan menanggulangi bencana banjir dan tanah longsor. Tahapan penelitian secara
sistematik sebagaimana diuraikan di atas, secara skematik dapat digambarkan
dalam diagram alir (Gambar 8).
31

Peta Peta Curah Peta


Survai Citra Landsat/
Topografi Hujan (Isohyet) Geologi
Lapangan/ ASTER / SPOT
Ground Truth

Image Processing
Peta Jenis Peta Bentang
Sesuai
Tidak
Sesuai

Tanah Lahan
Peta Landuse (Landform)
Terkini (Sementara)

Peta Tutupan Lahan Peta Lereng Peta Elevasi


(Eksisting)

Data Sosial Integrasi (Overlay) Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis Spasial Daerah


Berpotensi Banjir & Longsor Penentuan Bobot dan Skor Parameter
Data Kejadian
Pembentuk Banjir & Longsor
Banjir dan Longsor
di Lapangan
Peta Potensi Rawan
(Hazard) Banjir & Longsor Landuse Tanggap Kerapatan PDRB
Darurat Penduduk
GCP

Revisi Peta Potensi


Infra- Jalan Landuse Analisis
Rawan (Hazard) Banjir
struktur Element of Risk
dan Longsor

Analisis Kerentanan Integrasi (Overlay)


(Vulnerability)

Re-Class Nilai Resiko Nilai Resiko (Vulnerability) Re-Class Nilai Resiko


Banjir Longsor

Peta Potensi Resiko (Risk)


Banjir & Longsor

GCP : Ground Control Point


Integrasi Pola Ruang
(RTRW Provinsi Jawa
Barat 2010-2030)

Arahan Pemanfaatan Tata Ruang


Wilayah Provinsi Jawa Barat

Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian


32

IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

Secara geografis wilayah Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5o50’-7o50’


Lintang Selatan dan 104o48'-108o48' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya
adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta, sebelah timur
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan
Samudra Indonesia, serta sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Banten
(Gambar 9).
Jawa Barat adalah sebuah Provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di
Kota Bandung. Perkembangan sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat
merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad
Nomor: 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950,
tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan Provinsi
dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut provinsi
Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota
negara Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan
berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat.
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas
3.710.061,32 Hektar dan garis pantai sepanjang 724,85 Km. Secara administratif
sejak tahun 2008, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat berjumlah 26
kabupaten/kota terdiri atas 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan
5.877 desa/kelurahan. Jawa Barat terbagi dalam 4 Badan Koordinasi Pemerintahan
Pembangunan (Bakor PP) Wilayah, sebagai berikut wilayah I Bogor meliputi Kab.
Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kab. sukabumi, Kota Sukabumi dan Kab.
Cianjur. Wilayah II Purwakarta meliputi Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab.
Karawang, Kab. Bekasi, dan Kota Bekasi. Wilayah III Cirebon meliputi Kab.
Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, dan Kab. Kuningan.
Wilayah IV Priangan meliputi Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab.
Bandung Barat, Kab. Sumedang, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kota
Tasikmalaya, Kab. Ciamis, dan Kota Banjar.
33

Gambar 9 Peta wilayah administratif kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat


34

Kependudukan

Provinsi Jawa Barat dengan luas total 35.377,76 km2 saat ini didiami penduduk
sebanyak 46.497.175 juta jiwa. Penduduk ini tersebar di 26 Kabupaten/Kota, 625
Kecamatan dan 5.899 Desa/Kelurahan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di
Kabupaten Bogor sebanyak 4.966.621 Jiwa (11,03 %), sedangkan penduduk terkecil
terdapat di Kota Banjar yaitu sebanyak 192.903 Jiwa (0,43 %). Sebaran atau
distribusi jumlah penduduk di wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2005 dan tahun 2011
disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Distribusi jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2005 dan tahun 2011
per kabupaten/kota
Luas
Tahun 2005 Tahun 2011
Kabupaten/Kota Wilayah
(Km2) Jiwa % Density Jiwa % Density
Kabupaten
1 Bogor 2.976,47 4.100.934 10,3 1.378 4.966.621 10,7 1.669
2 Sukabumi 4.161,74 2.224.993 5,6 535 2.575.590 5,5 619
3 Cianjur 3.614,36 2.098.644 5,3 581 2.631.896 5,7 728
4 Bandung 1.726,63 4.263.934 10,7 2.470 3.672.994 7,9 2.127
5 Garut 3.110,08 2.321.070 5,8 746 2.706.586 5,8 870
6 Tasikmalaya 2.709,70 1.693.479 4,2 625 1.738.359 3,7 642
7 Ciamis 2.732,51 1.542.661 3,9 565 1.756.636 3,8 643
8 Kuningan 1.215,01 1.096.848 2,7 903 1.269.135 2,7 1.045
9 Cirebon 1.071,96 2.107.918 5,3 1.966 2.388.562 5,1 2.228
10 Majalengka 1.309,39 1.191.490 3,0 910 1.243.439 2,7 950
11 Sumedang 1.563,44 1.067.361 2,7 683 1.184.187 2,5 757
12 Indramayu 2.101,59 1.760.286 4,4 838 2.001.520 4,3 952
13 Subang 2.174,39 1.421.973 3,6 654 1.619.088 3,5 745
14 Purwakarta 994 770.660 1,9 775 928.451 2,0 934
15 Karawang 1.918,99 1.985.574 5,0 1.035 2.190.358 4,7 1.141
16 Bekasi 1.264,71 1.953.380 4,9 1.545 2.212.255 4,8 1.749
17 Bandung Barat 1.296,01 0 0,0 0 1.854.159 4,0 1.431
Kota
18 Bogor 117,71 844.778 2,1 7.177 870.197 1,9 7.393
19 Sukabumi 48,84 287.760 0,7 5.892 330.798 0,7 6.773
20 Bandung 172,44 2.315.895 5,8 13.430 2.536.649 5,5 14.710
21 Cirebon 38,99 281.089 0,7 7.209 329.669 0,7 8.455
22 Bekasi 215,65 1.994.850 5,0 9.250 2.098.805 4,5 9.732
23 Depok 202,77 1.373.860 3,4 6.775 1.783.113 3,8 8.794
24 Cimahi 44,45 493.698 1,2 11.107 606.699 1,3 13.649
25 Tasikmalaya 184,98 594.158 1,5 3.212 808.506 1,7 4.371
26 Banjar 133,83 173.576 0,4 1.297 192.903 0,4 1.441
Total Jawa Barat 37.100,64 39.960.869 1.077 46.497.175 1.253

Sumber: Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2005 dan 2011, BPS

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa kabupaten yang memiliki jumlah


penduduk paling banyak adalah Bogor dengan jumlah total penduduknya adalah
sebesar 4.966.621 jiwa (10,7 % dari total jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat),
disusul berikutnya oleh Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung pada Tahun 2007
mengalami pemekaran menjadi 2 (dua) wilayah administratif kabupaten, yaitu
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, sehingga jumlah penduduk di
Kabupaten Bandung mengalami penurunan dari 4.263.934 jiwa (10,7 %) pada Tahun
2005 menjadi 3.672.994 (7,9 %) pada Tahun 2011. Sebaran pertumbuhan jumlah
35

penduduk per kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Barat ditunjukkan pada Gambar 10.

5.000.000

4.500.000

4.000.000

3.500.000
Jumlah Penduduk (Jiwa)

3.000.000

2.500.000

2.000.000

1.500.000

1.000.000

500.000

Tahun 2005 Tahun 2011

Gambar 10 Grafik pertumbuhan jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2005 dan
tahun 2011

16.000

14.000
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)

12.000

10.000

8.000

6.000

4.000

2.000

Density 2005 Density 2011

Gambar 11 Grafik kepadatan jumlah penduduk (density) Provinsi Jawa Barat tahun
2005 dan tahun 2011
36

Gambar 12 Peta kepadatan jumlah penduduk (density) Provinsi Jawa Barat


37

Berdasarkan grafik tren perkembangan kepadatan penduduk (density) tahun


2005 dan tahun 2011 di Provinsi Jawa Barat, dapat diketahui bahwa kepadatan
penduduk tertinggi berada di wilayah Kota Bandung dengan 14.710 jiwa/km2, disusul
berikutnya oleh Kota Cimahi dengan kepadatan penduduk 13.649 jiwa/km2 serta Kota
Bekasi dengan kepadatan penduduknya 9.732 jiwa/km2. Sebaran dan peta tingkat
kepadatan penduduk (density) per kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Barat
ditunjukkan pada Gambar 11 dan Gambar 12. Terlihat pada Gambar 12 bahwa tingkat
kepadatan penduduk di wilayah Provinsi Jawa Barat lebih terkonsentrasi di kota-kota
besar seperti Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Sukabumi
dan Kota Tasikmalaya.

Pola Curah Hujan dan Tipe Iklim


Pola Curah Hujan
Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) pola curah hujan, yaitu pola curah hujan
region A (region monsoon tengara/Australian monsoon), pola curah hujan region B
(region semi-monsoon/NE Passat monsoon) serta pola curah hujan region C (region
anti-monsoon/Indonesian through flow). Pembagian zona pola iklim region disajikan
pada Gambar 13. Region atau daerah A, pola curah hujannya berbentuk huruf U
(paling kiri), sedang pola Region B, pola curah hujannya berbentuk huruf M ( tengah)
dengan dua puncak curah hujan.Sedangkan pola Region C berbentuk huruf U terbalik
(kanan) atau berkebalikan dengan Region A. Garis merah merupakan curah hujan
dalam milimeter sedangkan garis hitam merupakan deviasinya.
Berdasarkan data pengamatan curah hujan dari 281 stasiun curah hujan yang
tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat, tipe hujan di wilayah Provinsi Jawa Barat
termasuk kedalam tipe moonsunal atau pola curah hujan region A (region monsoon
tengara/Australian monsoon), dengan curah hujan rata-rata tahunan mencapai 2.000
mm/tahun, namun di beberapa daerah pegunungan bisa mencapai 3.000 - 5.000
mm/tahun. Sebaran rataan pola curah hujan tahun 1998-2010 di wilayah Provinsi Jawa
Barat disajikan pada Gambar 14.
Sebagai daerah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson, Jawa Barat
menerima curah hujan rata-rata cukup berlimpah, curah hujan tahunan bervariasi dari
2000 mm/tahun pada daerah pantai sampai lebih dari 4000 mm/tahun pada
daerah pegunungan. Distribusi curah hujan musiman sangat tergantung pada angin
muson. Musim hujan terjadi selama bulan-bulan Nopember – Maret, sementara musim
kemarau terjadi pada bulan-bulan Juni – September. Pada daerah-daerah pantai utara
penguapan bisa melebihi jumlah curah hujan, terutama pada musim kering, sehingga
pertanian pada umumnya hanya dimungkinkan bila ada sistem irigasi, yang tidak
demikian halnya di daerah pegunungan. Rata-rata curah hujan tahun 1998-2010 dan
peta tebal hujan (isohyet) Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 15
Tipe Iklim
Bedasarkan sistem klasifikasi Koppen yang merupakan sistem klasifikasi yang
mendasarkan hubungan antara iklim dan pertumbuhan vegetasi, wilayah Provinsi Jawa
Barat termasuk kedalam tipe iklim Afa (dimana: A merupakan iklim hujan tropik
dengan suhu bulan terdingin >18 oC; f adalah selalu basah dengan hujan setiap bulan
38

>60 mm; serta a adalah suhu rata-rata dari bulan terpanas >22,2 oC). Sedangkan jika
berdasarkan sistem klasifikasi Scmidth-Ferguson yang hanya memperhatikan unsur
iklim hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun, adalah
termasuk tipe iklim B.

Gambar 13 Pembagian 3 (tiga) zona region pola iklim di Indonesia

400,00

350,00

300,00
Curah Hujan (mm/bulan)

250,00

200,00

150,00

100,00

50,00

0,00
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
Tebal Hujan 374,57 339,64 336,59 239,95 144,21 88,17 58,55 26,79 66,13 128,15 224,21 234,15

Gambar 14 Grafik rata-rata curah hujan tahun 1998-2010 Provinsi Jawa Barat

Tipe iklim B tersebut berdasarkan perbandingan antara rata-rata bulan kering


(55,47 mm/bulan) dengan rata-rata bulan basah (262 mm/bulan) di wilayah Provinsi
Jawa Barat, dimana dihasilkan nilai Q sebesar 21,17 % (termasuk kedalam kisaran nilai
Q untuk tipe iklim B, antara 14,3 – 33,3
39

Tabel 11 Rata-rata curah hujan Provinsi Jawa Barat tahun 1998-2010


Bulan Jumlah
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des Tahunan

1998 293,83 362,64 416,71 287,40 184,17 183,77 138,45 88,17 106,41 266,22 339,44 291,95 2.959,17
1999 422,38 283,11 329,14 246,59 149,43 88,50 53,05 35,75 31,64 225,44 326,05 254,69 2.445,77
2000 342,50 277,87 268,83 246,17 160,76 79,93 57,71 41,69 56,58 197,68 361,45 208,29 2.299,46
2001 405,18 302,31 337,94 299,50 137,10 134,30 91,14 33,60 81,04 263,67 458,51 181,78 2.726,07
2002 522,90 285,98 363,12 303,05 98,59 67,43 84,49 20,45 25,89 84,68 263,35 332,10 2.452,03
2003 325,80 336,75 315,70 210,88 121,23 48,43 12,56 23,86 70,84 192,40 240,45 288,28 2.187,18
2004 432,62 357,68 386,56 228,23 181,08 60,41 76,61 13,87 69,35 98,32 247,39 261,99 2.414,12
2005 365,90 361,87 372,69 249,53 122,04 130,52 88,27 42,49 89,66 141,79 172,63 210,56 2.347,95
2006 392,03 376,72 324,88 249,33 146,48 75,25 48,52 21,30 37,53 110,66 204,13 266,56 2.253,38
2007 297,08 364,55 335,56 308,61 129,86 105,04 50,03 25,67 64,91 138,14 251,62 275,44 2.346,50
2008 332,56 297,38 374,45 254,47 106,86 65,39 47,74 34,18 78,08 151,39 288,42 241,96 2.272,88
2009 335,93 315,68 237,68 177,55 166,51 100,13 36,85 16,45 51,41 99,16 153,77 115,17 1.806,28
2010 368,77 369,65 318,23 169,35 221,33 131,33 74,32 36,25 106,67 105,37 154,07 115,27 2.170,59
Rata2 372,11 330,17 337,04 248,51 148,11 97,73 66,13 33,36 66,92 159,61 266,25 234,16 2.360,11

Sumber: BMKG, 1998-2010, hasil analisis

Ketinggian (Elevasi)
Wilayah Provinsi Jawa Barat memiliki ketinggian yang sangat beragam, dengan
titik tertingginya sekitar 3.000 mdpl yang berada di sekitar wilayah puncak Gunung
Pangrango. Berdasarkan hasil analisis ketinggian dengan menggunakan data Citra
Aster QDEM tahun 2010 (resolusi 30 meter), didapatkan hasil model elevasi di
Provinsi Jawa Barat yang didominasi oleh ketinggian 0-100 mdpl sebesar 30.3 % dari
luas total Provinsi Jawa Barat, kemudian berturut-turut adalah elevasi 250-500 mdpl
sebesar 18.6 %, elevasi 50-750 mdpl sebesar 15.5 % dan 100-250 mdpl sebesar 13.4 %
dari luas total Provinsi Jawa Barat (Gambar 16 dan Gambar 17).
40

Gambar 15 Peta tebal hujan (isohyet) Provinsi Jawa Barat


41

700.000

15,4 %
600.000

13,5 %

500.000
Luas (Ha)

400.000
17,7 % 18,6 % 9,0 %

300.000
5,5 % 5,7 %

200.000 4,2 %
3,7 %
3,2 %
2,2 %
100.000
0,8 %
0,5 %

0
0-25 25-50 50-75 75-100 100-250 250-500 500-750 750-1.000 1.000-1.250 1.250-1.500 1.500-1.750 1.750-2.000 > 2.000

Gambar 16 Grafik prosentase luas ketinggian di wilayah Provinsi Jawa Barat

Fisio-topografi wilayah Propinsi Jawa Barat berupa barisan tengah pegunungan


berapi dan tepinya berupa dataran-dataran pantai yang luas. Daerah tangkapan air
permukaan berupa daerah-daerah aliran sungai yang dipisahkan secara topografis dan
membagi Jawa Barat menjadi 40 (empat puluh) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
dikelompokkan menjadi 6 (enam) Wilayah Sungai (WS), dari arah barat ke timur, yaitu
wilayah Cisadane-Ciliwung, wilayah Citarum dan Cimanuk-Cisanggarung, yang
ketiga-tiganya mengalir menuju pantai utara Laut Jawa, sementara tiga wilayah
lainnya yang berada di bagian selatan dari arah timur ke barat yaitu wilayah
Citanduy, wilayah Ciwulan, dan wilayah Cisadea-Cikaingan dari mana sungai-
sungainya mengalir ke arah pantai selatan Samudera Hindia.
Kemiringan Lereng
Wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh kemiringan lereng datar sampai
dengan landai, dengan prosentase luas 24,3 % berupa lahan-lahan dengan kelerengan
datar (<2 %), serta 23,9 % berupa lahan-lahan dengan kelerengan landai (2-8 %).
Kemudian berturut-turut adalah lahan-lahan dengan kemiringan lereng berombak (8-15
%) seluas 20.6 %, kemiringan lereng bergelombang (15-25 %) seluas 17,4 % serta
kemiringan lereng curam (25-40 %) seluas 10,7 % dari total luas wilayah Provinsi
Jawa Barat. Sedangkan daerah dengan kimiringan lereng yang terjal (>40 %), terdapat
hanya 3,12 % dari luas total wilayah Provinsi Jawa Barat. Sebaran kemiringan lereng
di wilayah Provinsi Jawa Barat disajikan dalam Tabel 12 dan Gambar 18.

Tabel 12 Proporsi luas kemiringan lereng di wilayah Provinsi Jawa Barat


Luas
No. Kelas Kemiringan Lereng
(Ha) (%)
1 < 2 (Datar) 914.671 24,30
2 2 – 8 (Landai) 898.502 23,87
3 8 – 15 (Berombak) 775.663 20,61
4 15 – 25 (Bergelombang) 655.654 17,42
5 25 – 40 (Curam) 401.584 10,67
6 > 40 (Terjal) 117.362 3,12
Total 3.763.436 100,00
Sumber: hasil analisis, 2012
42

Gambar 17 Peta ketinggian (elevasi) Provinsi Jawa Barat


43

1.000.000

900.000

800.000

700.000
Luas (Ha)

600.000
24,5 %
500.000 23,7 %

20,4 %
400.000
17,4 %

300.000
10,8 %
200.000

100.000 3,2 %

0
<2 % 2- 8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 % > 40 %

Gambar 18 Grafik prosentase luas kemiringan lereng di wilayah Provinsi Jawa Barat
Terlihat pada Gambar 19 di atas bahwa sebaran kemiringan lereng <2 % (datar)
terdapat sebagian besar di daerah pantai utara Pulau Jawa, serta di sekitar Kota Bandung
dan Kota Cimahi. Berdasarkan posisi geografisnya Kota Bandung dan Kota Cimahi
terletak di tengah-tengah wilayah Provinsi Jawa Barat, dimana jika menilik dari sejarah
pembentukannya kedua daerah tersebut merupakan bagian dari cekungan purba yang
membentuk daerah Jawa Barat, sehingga memiliki kondisi fisiografi lahan yang datar
sampai dengan landai.

Bentuk Lahan (Landform)


Bentang lahan ialah bagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistem-
sistem yang dibentuk oleh interaksi dan interdependensi antara relief, batuan, bahan
pelapukan batuan, tanah, air, udara, tetumbuhan, hewan, laut tepi pantai, energi dan
manusia yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan. Analisis komponen bentang
alam pada umumnya didasarkan atas relief, struktur dan proses, yang dinamakan bentuk
lahan (landform). Bentuk lahan sebagai satuan alami dapat digunakan sebagai satuan
analisis dalam analisis bentang lahan dengan menggunakan pendekatan keruangan,
kelingkungan dan kompleks wilayah. Satuan-satuan bentuk lahan di dalam Peta
Geomorfologi Pulau Jawa ada 11 satuan bentukan asal, yaitu: Bentukan asal Struktur
(S), Gunungapi (V), Denudasi (D), Fluvial (F), Laut (M), Pelarutan (K), Angin (A),
Gunungapi terdenudasi (VD), FluvialGunungapi (FV), Struktur Terdenudasi (SD) dan
Fluvial Danau (FL).
Terdapat 10 bentuk lahan (landform) di wilayah Provinsi Jawa Barat, yang terdiri
dari Dataran Alluvial (Alluvial Plains), Lembah Alluvial (Alluvial Valleys), Pantai
(Beaches), Kipas dan Lahar (Fans and Lahar), Perbukitan (Hills), Pegunungan
(Mountains), Dataran (Plains), Teras (Terraces), Rawa (Tidal Swamp), dan Tubuh Air.
Dari 10 bentuk lahan tersebut, wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh Dataran
(Plains) sebesar 30.4 %, Perbukitan (Hills) sebesar 19.8 %, Pegunungan (Mountains)
sebesar 19.4 % dan Dataran Alluvial (Alluvial Plains) sebesar 15.6 %. Sedangkan
bentuk lahan yang lain berupa Kipas dan Lahar (Fans and Lahar), Pantai (Beaches),
Lembah Alluvial (Alluvial Valleys) dan Rawa (Tidal Swamp) yang jumlahnya kurang
lebih 10 % dari luas total Provinsi Jawa Barat. Peta dan sebaran proporsi luasan bentuk
lahan di wilayah Provinsi Jawa Barat ditunjukkan pada Gambar 20 dan Gambar 21.
44

Gambar 19 Peta kemiringan lereng di wilayah Provinsi Jawa Barat


45

Gambar 20 Peta bentuk lahan (landform) Provinsi Jawa Barat


46

1.200.000

1.000.000

800.000
Luas (Ha)

30,3 %
600.000

400.000 19,8 % 19,6 %


15,8 %

200.000 2,7 %
1,5 % 8,6 %
1,3 %
0,1 % 0,5 %

0
Alluvial Alluvial Beaches Fans and Hills Mountains Plains Terraces Tidal Water
Plains Valleys Lahars Swamps

Gambar 21 Grafik proporsi luas bentuk lahan (landform) Provinsi Jawa Barat

Penggunaan Lahan (Landuse)


Berdasarkan hasil analisis citra satelit Landsat tahun 2000, tahun 2005 dan tahun
2012 wilayah Provinsi Jawa Barat, dengan menggunakan metode visual interpretation,
dihasilkan pembagian kelas tutupan lahan sebanyak 12 kelas, yaitu hutan, kebun
campuran, mangrove, perkebunan, permukiman, rawa, sawah, semak/ belukar,
tambak/empang, tanah terbuka, tegalan/ladang dan tubuh air. Sebaran proporsi luas
perubahan penggunaan lahan tahun 2000 sampai dengan tahun 2012 di wilayah Provinsi
Jawa Barat disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Proporsi luas perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2012 Provinsi Jawa
Barat
Luas Penggunaan Lahan Perubahan
Penggunaan
No Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2012 Tahun 2000-2012
Lahan
Ha % Ha % Ha % Ha %
1 Hutan 406.868 11,0 209.426 5,7 184.795 5,0 -222.073 -5,99
2 Kebun Campuran 598.748 16,1 880.347 23,7 972.747 26,2 373.999 10,08
3 Mangrove 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,00
4 Perkebunan 235.679 6,4 289.522 7,8 289.941 7,8 54.262 1,46
5 Permukiman 352.685 9,5 444.371 12,0 453.044 12,2 100.359 2,71
6 Rawa 1.932 0,1 63 0,0 63 0,0 -1.868 -0,05
7 Sawah 1.111.289 30,0 1.310.322 35,3 1.323.822 35,7 212.533 5,73
8 Semak/Belukar 397.041 10,7 61.552 1,7 60.764 1,6 -336.277 -9,07
9 Tambak/ Empang 46.287 1,3 53.481 1,4 53.481 1,4 7.193 0,19
10 Tanah Terbuka 44.524 1,2 12.897 0,4 12.852 0,4 -31.672 -0,85
11 Tegalan/ Ladang 470.831 12,7 403.147 10,9 313.026 8,4 -157.805 -4,25
12 Tubuh Air 43.432 1,2 44.189 1,2 44.782 1,2 1.350 0,04
Total 3.709.317 3.709.317 3.709.317
Sumber: Program Menuju Indonesia Hijau, KLH – Tahun 2012
47

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa pada tahun 2012 penggunaan lahan
di wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sawah dengan luas total 1.323.822 ha
atau 35,7 % dari luas total Provinsi Jawa Barat, disusul berikutnya dengan kebun
campuran seluas 972.747 ha atau 26,2 %, permukiman seluas 453.044 ha atau 12,2 %
dan tegalan/ladang seluas 313.026 ha atau 8,4 % dari luas total Provinsi Jawa Barat.
Sedangkan perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2012 (12
tahun terakhir), dapat diketahui bahwa kebun campuran mengalami peningkatan/
penambahan yang cukup signifikan sebesar 373.999 ha atau 10,08 %, disusul kemudian
dengan sawah dengan peningkatan luas sebesar 212.533 ha atau 5,73 % serta
permukiman dengan peningkatan luas sebesar 100.359 ha atau 2,71 %.
Disamping terjadi peningkatan/penambahan luas pada beberapa penggunaan
lahan, terdapat juga penurunan/pengurangan luas penggunaan lahan secara signifikan,
seperti pada kelas penggunaan lahan hutan yang mengalami tren penurunan luasan pada
tahun 2012 sebesar 222.073 ha atau 5,99 % dari luas total hutan pada tahun 2000.
Penurunan luas penggunaan lahan yang cukup signifikan juga terjadi pada kelas
penggunaan lahan semak/belukar sebesar 336.277 ha atau 9,07 %, dan tegalan/ladang
sebesar 157.805 ha atau 4,25 % dari luas total sebelumnya pada tahun 2000. Sedangkan
beberapa kelas penggunaan lahan yang lainnya seperti mangrove, perkebunan, rawa,
tambak/empang, dan tanah terbuka tidak terlalu mengalami perubahan penggunaan
lahan yang cukup signifikan (dalam batas kisaran 0-1,4 %).
Dalam penyajian informasi spasial terkait dengan data perubahan penggunaan
lahan tahun 2000 sampai dengan tahun 2012, dituangkan dalam peta 2 (dua) dimensi
untuk memudahkan visualisasi tren perubahannya. Berikut ini disajikan berturut-turut
peta penggunaan lahan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2012 (Gambar 22 sampai
dengan Gambar 24).
48

Gambar 22 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2000


49

Gambar 23 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2005


50

Gambar 24 Peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat tahun 2012


51

Jenis Tanah (Great Soil Group)


Data jenis tanah yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada informasi
peta tanah semi detil lembar wilayah Provinsi Jawa Barat, produksi dari PUSLITANAK
tahun 1995. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki
10 kelompok jenis tanah (great soil group) yang terdiri dari kelompok tanah Aluvial,
Andosol, Grumusol, Latosol, Litosol, Mediteran, Organosol, Podsolik, Regosol dan
Rensina. Dari 10 jenis tanah tersebut, wilayah Jawa Barat didominasi oleh jenis tanah
Latosol dengan luas 1.373.012 ha atau 36,48 % dari luas total Provinsi Jawa Barat,
disusul kemudian oleh jenis tanah Podsolik dengan luas 819.673 ha atau 21,78 %, jenis
tanah Aluvial dengan luas 692.513 ha atau 18,40 %, serta jenis tanah Andosol dengan
luas 358.726 ha atau 9,53 %. Beberapa jenis tanah yang mendominasi di wilayah
Provinsi Jawa Barat merupakan jenis tanah yang sudah dalam tahap pelapukan tingkat
lanjut (khususnya untuk jenis tanah Latosol dan Podsolik), dengan kadar bahan organik
yang rendah. Sedangkan jenis tanah Aluvial yang memiliki kedalaman solum dangkal
(0-50 cm) atau tanpa solum, tidak mengalami pelapukan tingkat lanjut. Sebaran proporsi
luas jenis tanah di wilayah Provinsi Jawa Barat disajikan pada Gambar 25, sedangkan
peta jenis tanah (great soil group) di wilayah Provinsi Jawa Barat disajikan pada
Gambar 26.

1.400.000

1.200.000

1.000.000
Luas (Ha)

800.000
36,2 %

600.000

21,9 %
400.000
14,3 %

200.000 9,6 %

4,5 % 4,2 % 3,6 % 3,2 %


0,1 % 2,4 %
0
Aluvial Andosol Grumusol Latosol Litosol Mediteran Organosol Podsolik Regosol Resina

Gambar 25 Grafik proporsi luas jenis tanah di wilayah Provinsi Jawa Barat
52

Gambar 26 Peta jenis tanah (great soil group) di wilayah Provinsi Jawa Barat
53

Geologi

Proses geologi yang terjadi jutaan tahun lalu menyebabkan Provinsi Jawa Barat,
dengan luas 3,7 juta hektar, terbagi menjadi sekitar 60 % daerah bergunung dengan
ketinggian antara 500-3.079 mdpl dan 40 % daerah dataran yang memiliki variasi tinggi
antara 0-500 mdpl. Wilayah pegunungan umumnya menempati bagian tengah dan
selatan Jawa Barat. Pada bagian tengah dapat ditemukan gunung-gunung berapi aktif
seperti Gunung Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m), Ciremai (3.078 m) dan
Tangkuban Perahu (2.076) berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif
seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gunung Ciparabakti (1.525 m) dan Gunung
Cakrabuana (1.721 m). Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung berapi
masih umum dijumpai seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Papandayan (2.622 m),
dan Guntur (2.249 m); bersama deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti
pegunungan selatan Jawa. Keadaan sebaliknya dijumpai di wilayah utara Jawa Barat
yang merupakan daerah dataran sedang hingga rendah dengan didominasi oleh dataran
aluvial.
Secara geologis daratan Jawa Barat merupakan bagian dari busur kepulauan
gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera
hingga ujung utara Pulau Sulawesi. Berdasarkan informasi geologi atau satuan batuan
yang diperoleh dari peta geologi lembar wilayah Provinsi Jawa Barat dengan skala
1:100.000 produksi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, terdapat
4 (empat) struktur batuan/geologi yang utama di wilayah Provinsi Jawa Barat sebagai
berikut:
1. Batuan Endapan Permukaan, terdapat 17 satuan batuan (Qa, Qac, Qad, Qaf, Qal,
Qav, Qbr, Qc, Qd, Qha, Qht, Qnd, Qoa, Qs, Qsd, Qt, Quk), dengan luas total
915.030 ha atau 24,31 % dari luas total wilayah Provinsi Jawa Barat.
2. Batuan Gunung Api, terdapat 73 satuan batuan (Mt, Pb, Pl, Pt, Qb, Qgpk, Qhl,
Qhp, Qhv, Qkl, Qkp, Qlk, Qmm, Qmt, Qob, Qoh, Qol, Qopu, Qos, Qot, Qpg, Qpv,
Qsu, QTv, QTvb, QTvc, QTvd, QTvk, Qv, Qvas, Qvb, Qvba, Qvep, Qvg, Qvgl,
Qvgy, Qvk, Qvl, Qvp, Qvpo, Qvpy, Qvr, Qvsb, Qvsl, Qvst, Qvt, Qvu, Qwb, Qyb,
Qyc, Qyd, Qyg, Qyh, Qyk, Qyl, Qypu, Qyt, Qyu, Qyw, Temv, Tlvs, Tmbc, Tmbv,
Tmc, Tmkt, Tmt, Tmtl, Tmvs, Tnvb, Tomv, Tpb, Tpv, vi), dengan luas total
1.720.488 ha atau 45,72 % dari luas total wilayah Provinsi Jawa Barat.
3. Batuan Sedimen, terdapat 78 satuan batuan (Md, Mdc, Mdl, Mdm, Mdq, Mk, Mn,
Msb, Msc, Mss, Mtb, Mtjl, Mtjs, Mts, Mttb, Mttc, Mtts, Omc, Oml, Pk, Ql, Qpb,
Qps, Tess, Tlss, Tmb, Tmbe, Tmbk, Tmbl, Tmbo, Tmbs, Tmbu, Tmcb, Tmcm,
Tmcs, Tmd, Tmhg, Tmj, Tmjc, Tmjg, Tmjp, Tmjt, Tmjv, Tmk, Tmkl, Tmle, Tmn,
Tmnl, Tmnt, Tmp, Tmpa, Tmpb, Tmph, Tmpl, Tmpt, Tmrs, Tms, Tmsb, Tmss,
Tmst, Tmtb, Tns, Tnsb, Tomj, Toml, Tomr, Tomsb, Toss, Tow, Tpc, Tpch, Tpcl,
Tpg, Tpk, Tpkw, Tpsb, Tpss, Tpt), dengan luas total 1.040.419 ha atau 27,65 %
dari luas total wilayah Provinsi Jawa Barat.
4. Batuan Terobosan, terdapat 23 satuan batuan (a, b, da, ha, ma, pa, sh, Tba, Tda,
Tgd, Tlls, Tlmi, Tma, Tmda, Tmdi, Tmi, Tmi(d), Tml, Tmls, Tmqd, Tomy, Tpi(a),
Tpi), dengan luas total 66.386 ha atau 1,76 % dari luas total wilayah Provinsi Jawa
Barat.
54

1.800.000

1.600.000

1.400.000

1.200.000
Luas (Ha)

1.000.000 45,7 %

800.000

27,6 %
600.000
24,4 %

400.000

200.000 1,7 %
0,6 %

0
Endapan Permukaan Gunung Api/Vulkanik Sedimen Terobosan Tubuh Air

Gambar 27 Grafik proporsi luas batuan geologi Provinsi Jawa Barat

Terlihat pada Gambar 27 di atas bahwa Batuan Gunung Api mendominasi luas
total struktur batuan geologi di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan prosentase luasan
sebesar 45,72 %, disusul kemudian oleh Batuan Sedimen sebesar 27,65 % dan Batuan
Endapan Permukaan sebesar 24,31 %. Peta struktur batuan geologi Provinsi Jawa Barat
disajikan dalam Gambar 28.
55

Gambar 28 Peta Geologi Provinsi Jawa Barat


56

V HASIL DAN PEMBAHASAN

Kriteria dan Parameter Pembentuk Banjir dan Longsor

Kriteria dan parameter utama pembentuk banjir dan longsor didapatkan


berdasarkan hasil analisis AHP yang diwujudkan dalam bentuk nilai bobot dan skor
masing-masing parameter. Hasil lengkap analisis AHP disajikan pada Lampiran 1 dan
Lampiran 2. Bobot masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor disajikan
pada Tabel 14, serta Gambar 29 dan Gambar 30.

Tabel 14 Bobot masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor


Bobot
No. Parameter
Banjir Longsor
1 Bentang Lahan 0,277 0,167
2 Curah Hujan 0,108 0,067
3 Elevasi 0,126 0,280
4 Geologi 0,026 0,109
5 Jenis Tanah 0,036 0,031
6 Lereng 0,377 0,310
7 Penggunaan Lahan 0,049 0,038
Sumber: hasil analisis AHP, 2013

Berdasarkan hasil analisis AHP yang dilakukan untuk menentukan bobot dan
skor masing-masing parameter pembentuk banjir dan longsor, dapat diketahui bahwa
untuk bencana banjir lebih didominasi oleh parameter lereng (0,377), bentang lahan
(0,277), elevasi (0,126) dan curah hujan (0,108). Sedangkan untuk kejadian bencana
longsor lebih dominan disebabkan oleh parameter lereng (0,310), elevasi (0,280),
bentang lahan (0,167), dan geologi (0,109). Parameter-parameter yang mempunyai
kontribusi yang lebih kecil terhadap kejadian banjir dan longsor seperti penggunaan
lahan, lebih disebabkan karena pada skala 1:250.000 informasi penggunaan lahan yang
terlihat pada citra satelit lebih dominan adalah informasi tutupan lahan alamiah dengan
tingkat ketelitian yang sedang (medium), sehingga apabila dilihat secara makro,
informasi perubahan tutupan lahan secara detil yang dapat mempengaruhi kejadian
banjir dan longsor menjadi tereduksi. Untuk parameter jenis tanah, hanya jenis tanah
alluvial saja yang dominan mempengaruhi kejadian banjir, sedangkan untuk kejadian
longsor lebih dipengaruhi secara dominan oleh jenis tanah andosol.
Priorities with respect to: Combined
Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir

Lereng ,377
Bentang Lahan ,277
Elevasi ,126
Curah Hu jan ,108
Penggunaan Lahan ,049
Jenis Tanah ,036
Geologi ,026
In consistency = 0,03
with 0 missing judgmen ts.

Gambar 29 Bobot parameter pembentuk banjir berdasarkan hasil AHP


57

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Longsor

Lereng ,310
Elevasi ,280
Bentang Lahan ,167
Geologi ,109
Curah Hujan ,067
Penggunaan Lahan ,038
Jenis Tanah ,031
Inconsistency = 0,04
with 0 missing judgments.

Gambar 30 Bobot parameter pembentuk longsor berdasarkan hasil AHP

Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Bentang Lahan


(Landform)

Berdasarkan hasil analisis AHP untuk parameter bentang lahan (landform) dan
10 jenis bentang lahan (variabel) pada Tabel 15, dapat diketahui bahwa untuk kejadian
bencana banjir lebih didominasi oleh variabel water (23,9), tidal swamps (19,1), alluvial
valleys (11,9) dan alluvial plains (11,4). Sedangkan untuk kejadian longsor hanya
didominasi oleh 2 (dua) variabel utama, yaitu mountains (31,5) dan hills (20,2).
Variabel-variabel bentang lahan yang lainnya tidak terlalu signifikan dalam
mempengaruhi kejadian banjir dan longsor. Bobot dan skor pembentuk banjir dan
longsor berdasarkan parameter bentang lahan (landform) disajikan pada Tabel 15, serta
Gambar 31 dan Gambar 32.
Tabel 15 Bobot dan skor parameter bentang lahan (landform)
Banjir Longsor
No. Bentang Lahan
Bobot Skor Bobot Skor
1 Alluvial Plains 0,277 11,4 0,167 5,7
2 Alluvial Valleys 0,277 11,9 0,167 6,3
3 Beaches 0,277 9,9 0,167 4,4
4 Fans and Lahars 0,277 5,4 0,167 8,4
5 Hills 0,277 2,9 0,167 20,2
6 Mountains 0,277 2,3 0,167 31,5
7 Plains 0,277 6,5 0,167 6,3
8 Terraces 0,277 6,8 0,167 8,3
9 Tidal Swamps 0,277 19,1 0,167 5,0
10 Water 0,277 23,9 0,167 4,0
Sumber: hasil analisis AHP, 2013
58

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir
>Bentang Lahan

Water ,239
Tidal Swamps ,191
Alluvial Valleys ,119
Alluvial Plains ,114
Beaches ,099
Terraces ,068
Plains ,065
Fans and Lahars ,054
Hills ,029
Mountains ,023
Inconsistency = 0,02
with 0 missing judgments.

Gambar 31 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan bentang lahan (landform)

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Longsor
>Bentang Lahan

Mountains ,315
Hills ,202
Fans and Lahars ,084
Terraces ,083
Alluvial Valleys ,063
Plains ,063
Alluvial Plains ,057
Tidal Swamps ,050
Beaches ,044
Water ,040
Inconsistency = 0,01
with 0 missing judgments.

Gambar 32 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan bentang lahan (landform)


Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Curah
Hujan

Berdasarkan hasil analisis AHP untuk parameter curah hujan dan 10 selang tebal
hujan (variabel) pada Tabel 16, dapat diketahui bahwa untuk kejadian bencana banjir
lebih didominasi pada selang tebal hujan 3.700-4.000 (24,3), 3.400-3.700 (18,5), 3.100-
3.400 (14,1) dan 2.800-3.100 (11,3). Sedangkan untuk kejadian longsor lebih
didominasi pada selang tebal hujan 3.700-4.000 (28,2), 3.400-3.700 (21,1), 3.100-3.400
(15,6) dan 2.800-3.100 (11,0). Khusus untuk parameter curah hujan ini berlaku prinsip
semakin tinggi curah hujan pada suatu wilayah menyebabkan semakin tinggi potensi
bencana banjir dan longsor yang akan diakibatkannya. Bobot dan skor pembentuk banjir
dan longsor berdasarkan parameter bentang lahan (landform) disajikan pada Tabel 16,
serta Gambar 33 dan Gambar 34.
59

Tabel 16 Bobot dan skor parameter curah hujan


Banjir Longsor
No. Curah Hujan (mm/tahun)
Bobot Skor Bobot Skor
1 1.000 - 1.300 0,108 3,6 0,067 1,8
2 1.300 - 1.600 0,108 4,0 0,067 2,2
3 1.600 - 1.900 0,108 4,7 0,067 2,8
4 1.900 - 2.200 0,108 5,5 0,067 3,7
5 2.200 - 2.500 0,108 6,4 0,067 5,5
6 2.500 - 2.800 0,108 7,6 0,067 8,1
7 2.800 - 3.100 0,108 11,3 0,067 11,0
8 3.100 - 3.400 0,108 14,1 0,067 15,6
9 3.400 - 3.700 0,108 18,5 0,067 21,1
10 3.700 - 4.000 0,108 24,3 0,067 28,2
Sumber: hasil analisis AHP, 2013

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir
>Curah Hujan

3700-4000 mm/tahun ,323


3400-3700 mm/tahun ,219
3100-3400 mm/tahun ,147
2800-3100 mm/tahun ,106
2500-2800 mm/tahun ,061
2200-2500 mm/tahun ,046
1900-2200 mm/tahun ,034
1600-1900 mm/tahun ,026
1300-1600 mm/tahun ,020
1000-1300 mm/tahun ,017
Inconsistency = 0,06
with 0 missing judgments.

Gambar 33 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan curah hujan


Priorities with respect to: Combined
Goal: Bobot Parameter Pembentuk Longsor
>Curah Hujan

3.700-4.000 mm/tahun ,282


3.400-3.700 mm/tahun ,211
3.100-3.400 mm/tahun ,156
2.800-3.100 mm/tahun ,110
2.500-2.800 mm/tahun ,081
2.200-2.500 mm/tahun ,055
1.900-2.200 mm/tahun ,037
1.600-1.900 mm/tahun ,028
1.300-1.600 mm/tahun ,022
1.000-1.300 mm/tahun ,018
Inconsistency = 0,04
with 0 missing judgments.

Gambar 34 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan curah hujan


60

Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Elevasi


Berdasarkan hasil analisis AHP untuk parameter elevasi dan 10 selang elevasi
(variabel) pada Tabel 17, dapat diketahui bahwa untuk kejadian bencana banjir lebih
didominasi pada selang elevasi 0-100 (29,8), 100-250 (19,7), 250-500 (13,7) dan 500-
750 (9,8). Sedangkan untuk kejadian longsor lebih didominasi pada selang elevasi
>2.000 (28,2), 1.750-2.000 (20,6), 1.500-1.750 (15,6) dan 1.250-1.500 (11,5). Khusus
untuk parameter elevasi ini berlaku prinsip semakin rendah elevasi pada suatu wilayah
menyebabkan semakin tinggi potensi bencana banjir yang akan diakibatkannya,
demikian sebaliknya untuk kejadian bencana longsor. Bobot dan skor pembentuk banjir
dan longsor berdasarkan parameter elevasi disajikan pada Tabel 17, serta Gambar 35
dan Gambar 36.

Tabel 17 Bobot dan skor parameter elevasi


Banjir Longsor
No. Elevasi (mdpl)
Bobot Skor Bobot Skor
1 0-100 0,126 29,8 0,280 1,8
2 100-250 0,126 19,7 0,280 2,1
3 250-500 0,126 13,7 0,280 2,8
4 500-750 0,126 9,8 0,280 3,7
5 750-1.000 0,126 7,3 0,280 5,4
6 1.000-1.250 0,126 5,4 0,280 8,1
7 1.250-1.500 0,126 4,5 0,280 11,5
8 1.500-1.750 0,126 3,8 0,280 15,6
9 1.750-2.000 0,126 3,2 0,280 20,6
10 > 2.000 0,126 2,8 0,280 28,4
Sumber: hasil analisis AHP, 2013
Priorities with respect to: Combined
Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir
>Elevasi

0-100 mdpl ,298


100-250 mdpl ,197
250-500 mdpl ,137
500-750 mdpl ,098
750-1000 mdpl ,073
1000-1250 mdpl ,054
1250-1500 mdpl ,045
1500-1750 mdpl ,038
1750-2000 mdpl ,032
>2000 mdpl ,028
Inconsistency = 0,02
with 0 missing judgments.

Gambar 35 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan elevasi


61

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Longsor
>Elevasi

>2.000 mdpl ,284


1.750-2.000 mdpl ,206
1.500-1.750 mdpl ,156
1.250-1.500 mdpl ,115
1.000-1.250 mdpl ,081
750-1.000 mdpl ,054
500-750 mdpl ,037
250-500 mdpl ,028
100-250 mdpl ,021
0-100 mdpl ,018
Inconsistency = 0,04
with 0 missing judgments.

Gambar 36 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan elevasi

Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Geologi

Berdasarkan hasil analisis AHP untuk parameter geologi dan 4 jenis geologi
batuan (variabel) pada Tabel 18, dapat diketahui bahwa untuk kejadian bencana banjir
lebih didominasi pada jenis geologi batuan endapan permukaan (36,4), sedimen (25,5),
terobosan (19,9) dan gunung api/vulkanik (18,2). Sedangkan untuk kejadian longsor
lebih didominasi pada jenis geologi batuan sedimen (30,8), terobosan (26,4), endapan
permukaan (25,2) dan gunung api/vulkanik (17,6). Bobot dan skor pembentuk banjir
dan longsor berdasarkan parameter elevasi disajikan pada Tabel 18, serta Gambar 37
dan Gambar 38.
Tabel 18 Bobot dan skor parameter geologi
Banjir Longsor
No. Geologi Batuan
Bobot Skor Bobot Skor
1 Endapan Permukaan 0,026 36,4 0,109 25,2
2 Sedimen 0,026 25,5 0,109 30,8
3 Terobosan 0,026 19,9 0,109 26,4
4 Gunung Api/Vulkanik 0,026 18,2 0,109 17,6
Sumber: hasil analisis AHP, 2013

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir
>Geologi

Endapan Permukaan ,364


Sedimen ,255
Terobosan ,199
Gunung Api ,182
Inconsistency = 0,00905
with 0 missing judgments.

Gambar 37 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan geologi batuan


62

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Longsor
>Geologi

Sedimen ,308
Terobosan ,264
Endapan Permukaan ,252
Gunung Api ,176
Inconsistency = 0,06
with 0 missing judgments.

Gambar 38 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan geologi batuan

Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Tanah

Berdasarkan hasil analisis AHP untuk parameter jenis tanah pada Tabel 19,
dapat diketahui bahwa untuk kejadian bencana banjir lebih didominasi pada jenis tanah
alluvial (22,1), organosol (15,1), grumusol (12,1) dan litosol (11,0). Sedangkan untuk
kejadian longsor lebih didominasi pada jenis tanah andosol (17,5), litosol (13,5),
grumusol (11,7) dan podsolik (10,6). Variabel-variabel jenis tanah yang lainnya tidak
terlalu signifikan dalam mempengaruhi kejadian banjir dan longsor. Bobot dan skor
pembentuk banjir dan longsor berdasarkan parameter elevasi disajikan pada Tabel 19,
serta Gambar 39 dan Gambar 40.

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir
>Jenis Tanah

Alluvial ,221
Organosol ,151
Grumusol ,121
Litosol ,112
Podsolik ,087
Regosol ,076
Rensina ,067
Latosol ,063
Mediteran ,060
Andosol ,042
Inconsistency = 0,02
with 0 missing judgments.

Gambar 39 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan jenis tanah


63

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Longsor
>Jenis Tanah

Andosol ,175
Litosol ,135
Grumusol ,117
Podsolik ,106
Latosol ,100
Mediteran ,100
Regosol ,091
Rensina ,075
Organosol ,051
Alluvial ,050
Inconsistency = 0,02
with 0 missing judgments.

Gambar 40 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan jenis tanah

Tabel 19 Bobot dan skor parameter jenis tanah


Banjir Longsor
No. Jenis Tanah
Bobot Skor Bobot Skor
1 Alluvial 0,036 22,1 0,031 5,0
2 Andosol 0,036 4,2 0,031 17,5
3 Grumusol 0,036 12,1 0,031 11,7
4 Latosol 0,036 6,4 0,031 10,0
5 Litosol 0,036 11,0 0,031 13,5
6 Mediteran 0,036 6,0 0,031 10,0
7 Organosol 0,036 15,1 0,031 5,1
8 Podsolik 0,036 8,8 0,031 10,6
9 Regosol 0,036 7,6 0,031 9,1
10 Rensina 0,036 6,8 0,031 7,5
Sumber: hasil analisis AHP, 2013

Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Lereng

Berdasarkan hasil analisis AHP untuk parameter kemiringan lereng dan 6 kelas
lereng (variabel) pada Tabel 20, dapat diketahui bahwa untuk kejadian bencana banjir
lebih didominasi pada kelas lereng 0-2 % (42,3), lereng 2-8 % (23,4) dan lereng 8-15 %
(15,0). Sedangkan untuk kejadian longsor lebih didominasi pada kelas lereng >40 %
(44,6), lereng 25-40 % (23,6) dan lereng 15-25 % (13,4). Khusus untuk parameter
kemiringan lereng ini berlaku prinsip semakin kecil persen kemiringan lereng pada
suatu wilayah menyebabkan semakin tinggi potensi bencana banjir yang akan
diakibatkannya, demikian sebaliknya untuk kejadian bencana longsor. Bobot dan skor
pembentuk banjir dan longsor berdasarkan parameter elevasi disajikan pada Tabel 20,
serta Gambar 41 dan Gambar 42.
64

Tabel 20 Bobot dan skor parameter kemiringan lereng


Banjir Longsor
No. Kelas Lereng
Bobot Skor Bobot Skor
1 0-2 % 0,377 42,3 0,310 4,1
2 2-8 % 0,377 23,4 0,310 5,7
3 8-15 % 0,377 15,0 0,310 8,7
4 15-25 % 0,377 9,2 0,310 13,4
5 25-40 % 0,377 6,1 0,310 23,6
6 > 40 % 0,377 4,0 0,310 44,6
Sumber: hasil analisis AHP, 2013

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir
>Lereng

0-2 % ,423
2-8 % ,234
8-15 % ,150
15-25 % ,092
25-40 % ,061
>40 % ,040
Inconsistency = 0,03
with 0 missing judgments.

Gambar 41 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan lereng


Priorities with respect to: Combined
Goal: Bobot Parameter Pembentuk Longsor
>Lereng

>40 % ,446
25-40 % ,236
15-25 % ,134
8-15 % ,087
2-8 % ,057
0-2 % ,041
Inconsistency = 0,04
with 0 missing judgments.

Gambar 42 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan lereng

Kriteria Pembentuk Banjir dan Longsor Berdasarkan Parameter Penggunaan


Lahan (Landuse)

Berdasarkan hasil analisis AHP untuk parameter penggunaan lahan dan kelas
penggunaan lahan (variabel) pada Tabel 21, dapat diketahui bahwa untuk kejadian
bencana banjir lebih didominasi pada kelas penggunaan lahan tubuh air (12,3), rawa
(12,1), mengrove (9,6), tambak/empang (9,5) dan permukiman (9,4). Sedangkan untuk
kejadian longsor lebih didominasi pada penggunaan lahan tanah terbuka (13,8),
tegalan/ladang (11,2), permukiman (11,0) dan kebun campuran (10,1). Variabel-
variabel penggunaan lahan yang lainnya tidak terlalu signifikan dalam mempengaruhi
kejadian banjir dan longsor. Bobot dan skor pembentuk banjir dan longsor berdasarkan
parameter elevasi disajikan pada Tabel 21, serta Gambar 43 dan Gambar 44.
65

Tabel 21 Bobot dan skor parameter penggunaan lahan


Banjir Longsor
No. Penggunaan Lahan
Bobot Skor Bobot Skor
1 Hutan 0,049 2,1 0,038 5,7
2 Kebun Campuran 0,049 5,7 0,038 10,1
3 Mangrove 0,049 9,6 0,038 6,0
4 Perkebunan 0,049 6,3 0,038 7,7
5 Permukiman 0,049 9,4 0,038 11,0
6 Rawa 0,049 12,1 0,038 5,8
7 Sawah 0,049 7,6 0,038 7,0
8 Semak/Belukar 0,049 8,5 0,038 10,5
9 Tambak/Empang 0,049 9,5 0,038 5,6
10 Tanah Terbuka 0,049 9 0,038 13,8
11 Tegalan/Ladang 0,049 7,9 0,038 11,2
12 Tubuh Air 0,049 12,3 0,038 5,5
Sumber: hasil analisis AHP, 2013
Priorities with respect to: Combined
Goal: Bobot Parameter Pembentuk Banjir
>Penggunaan Lahan

Tubuh Air ,123


Rawa ,121
Man grove ,096
Tambak/Empang ,095
Permukiman ,094
Tanah Terbuka ,090
Semak/Belukar ,085
Tegalan/Ladang ,079
Sawah ,076
Perkebunan ,063
Kebun Campuran ,057
Hu tan ,021
In consistency = 0,02
with 0 missing judgmen ts.

Gambar 43 Skor parameter pembentuk banjir berdasarkan penggunaan lahan

Priorities with respect to: Combined


Goal: Bobot Parameter Pembentuk Lon gsor
>Penggunaan Lahan

Tanah Terbuka ,138


Tegalan/Ladang ,112
Permukiman ,110
Semak/Belukar ,105
Kebun Campuran ,101
Perkebunan ,077
Sawah ,070
Man grove ,060
Rawa ,058
Hu tan ,057
Tambak/Empang ,056
Tubuh Air ,055
In consistency = 0,02
with 0 missing judgmen ts.

Gambar 44 Skor parameter pembentuk longsor berdasarkan penggunaan lahan


66

Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor

Berdasarkan hasil analisis terhadap peta potensi rawan banjir dan longsor dapat
diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat didominasi oleh potensi rawan banjir agak rawan
sebesar 37,8 %; sedangkan potensi rawan banjir tinggi dan sangat tinggi hanya sebesar
12,5 % dan 13,8 %. Potensi rawan longsor didominasi oleh kelas agak rawan sebesar 42,5
% dan tidak rawan 31,6 %; sedangkan potensi rawan longsor tinggi dan sangat tinggi
hanya sebesar 3,9 % dan 0,4 % dari luas total Provinsi Jawa Barat (Tabel 22).
Tabel 22. Nilai total hasil penjumlahan 7 (tujuh) parameter pembentuk banjir
Potensi Rawan Banjir Potensi Rawan Longsor
No. Kelas Kerawanan Luas Luas
Selang Nilai Selang Nilai
Ha % Ha %
1 Tidak Rawan 4,82 - 8,69 653.871 17,8 3,34 - 7,39 1.164.444 31,6
2 Agak Rawan 8,69 - 12,56 1.393.211 37,8 7,39 - 11,44 1.564.541 42,5
3 Rawan Sedang 12,56 - 16,43 666.389 18,1 11,44 - 15,49 795.215 21,6
4 Rawan Tinggi 16,43 - 20,30 460.204 12,5 15,49 - 19,54 141.855 3,9
5 Rawan Sangat Tinggi 20,30 - 24,17 507.274 13,8 19,54 - 23,62 14.895 0,4
Total 3.680.951 100,0 3.680.951 100,0

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sebaran luas daerah yang berpotensi untuk terjadinya bencana banjir per
kabupaten/kota dengan kelas rawan banjir tinggi dan sangat tinggi terdapat di
Kabupaten Bekasi (25,8 % dan 57,2 %), Cirebon (38,8 % dan 36,6 %), Indramayu (32,7
% dan 62,4 %), Karawang (12,4 % dan 67,8 %), Majalengka (31,3 % dan 10,1 %),
Subang (22,8 % dan 31,6 %), Kota Bandung (58,3 % dan 0,0 %), Kota Banjar (15,4 %
dan 30,4 %), Kota Bekasi (57,4 % dan 22,8 %), Kota Bogor (50,7 % dan 16,9 %), Kota
Cirebon (50,2 % dan 28,4 %) serta Kota Depok (56,5 % dan 19,0 %). Sedangkan
sebaran luas daerah yang berpotensi terjadinya bencana longsor per kabupaten/kota
dengan kelas rawan longsor tinggi dan sangat tinggi terdapat di Kabupaten Bandung
(21,8 % dan 2,7 %) serta Kabupaten Garut (12,5 % dan 1,0 %). Peta potensi rawan
(hazard) banjir dan longsor disajikan pada Gambar 45 dan Gambar 46, sedangkan
sebaran potensi rawan (hazard) banjir dan longsor per kabupaten/kota disajikan pada
Gambar 47 dan Gambar 48.
67

Gambar 45 Peta potensi rawan (hazard) banjir Provinsi Jawa Barat


68

Gambar 46 Peta potensi rawan (hazard) longsor Provinsi Jawa Barat


69

Gambar 47 Grafik sebaran potensi rawan banjir per kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat

Gambar 48 Grafik sebaran potensi rawan longsor per kabupaten/kota Provinsi Jawa
Barat

Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter


Lereng

Sebagian besar wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh kemiringan lereng
datar (<2 %) sampai berombak (8-15 %), yang tersebar mulai dari garis pantai sampai
dengan daerah sekitar perbukitan. Berdasarkan atas fisiografi lahan tersebut, dapat diduga
bahwa sebaran potensi rawan banjir dengan parameter lereng, sesuai dengan kriteria yang
telah dibangun sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada lahan-lahan dengan
kemiringan lereng antara datar (<2 %) sampai landai (2-8 %). Sebaran proporsi luasan
daerah potensi rawan banjir dengan parameter lereng ditunjukkan pada Tabel 23.
70

Tabel 23 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter lereng
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha)
Lereng Tidak Agak Rawan Rawan Rawan
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Sangat Tinggi
<2% 0 0 26.438 368.262 507.136 901.836
2-8% 0 233.187 546.472 90.963 138 870.760
8 - 15 % 27.333 639.923 84.112 979 0 752.346
15 - 25 % 253.350 379.852 8.837 0 0 642.039
25 - 40 % 271.010 125.778 514 0 0 397.302
> 40 % 102.178 14.472 17 0 0 116.667
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi rawan bencana longsor berdasarkan
fisiografi lahan (lereng) di wilayah Provinsi Jawa Barat, dapat kita duga bahwa sebaran
potensi rawan longsor dengan parameter lereng, sesuai dengan kriteria yang telah dibangun
sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng
antara bergelombang (15-25 %) sampai terjal (>40 %). Sebaran proporsi luasan daerah
potensi rawan longsor dengan parameter lereng ditunjukkan pada Tabel 24.

Tabel 24 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter lereng
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)
Lereng Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
<2% 786.322 108.574 6.941 0 0 901.836
2-8% 295.015 527.883 47.267 595 0 870.760
8 - 15 % 66.368 541.136 139.218 5.624 0 752.346
15 - 25 % 16.604 317.072 272.383 35.776 204 642.039
25 - 40 % 125 66.312 269.971 56.845 4.049 397.302
> 40 % 11 3.566 59.433 43.014 10.643 116.667
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan Tabel 23 dan Tabel 24, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
berdasarkan parameter lereng, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan kemiringan
lereng datar (<2 %) dan landai (2-8 %). Sedangkan untuk kategori potensi rawan
longsor tinggi dan sangat tinggi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan kemiringan
lereng berombak (8-15 %), kemiringan lereng bergeombang (15-25 %) dan kemiringan
lereng curam (25-40 %). Tidak terdapat potensi rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
pada kemiringan lereng >40 %, sedangkan pada kemiringan lereng <2 % tidak terdapat
potensi rawan longsor tinggi dan sangat tinggi. Sebaran proporsi luasan daerah potensi
rawan banjir dan longsor dengan kelas kerawanan tinggi dan sangat tinggi ditinjau dari
parameter lereng, ditunjukkan pada Gambar 49 dan Gambar 50.
71

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
<2 % 2-8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 % > 40 %

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 49 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter lereng

800.000

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
<2 % 2-8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 % > 40 %

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 50 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter lereng

Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter


Elevasi

Sebagian besar wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh ketinggian (elevasi)
0-100 mdpl sebesar (30.3 %), elevasi 250-500 mdpl (18.6 %) serta elevasi 500-750
mdpl (15.5 %). Berdasarkan atas fisiografi lahan tersebut, dapat kita duga bahwa sebaran
potensi rawan banjir dengan parameter elevasi, sesuai dengan kriteria yang telah dibangun
sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada lahan-lahan dengan elevasi antara 0-100
mdpl sampai dengan elevasi 100-250 mdpl. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan
banjir ditinjau dari parameter elevasi ditunjukkan pada Tabel 25.
72

Tabel 25 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter elevasi
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha)
Elevasi (mdpl) Tidak Rawan Rawan Rawan Sangat
Agak Rawan Total
Rawan Sedang Tinggi Tinggi
0-25 0 93 15.564 159.755 475.309 650.721
25-50 0 1.430 80.612 107.516 13.596 203.154
50-75 0 4.071 97.436 47.001 4.874 153.382
75-100 0 7.602 76.990 27.847 5.317 117.756
100-250 748 228.971 211.293 46.858 7.813 495.685
250-500 72.940 479.704 110.228 22.142 135 685.149
500-750 128.537 326.056 62.520 48.811 230 566.154
750-1.000 128.855 193.516 9.269 274 0 331.914
1.000-1.250 119.220 88.356 1.693 0 0 209.268
1.250-1.500 99.986 36.223 0 0 0 136.209
1.500-1.750 59.945 20.658 780 0 0 81.383
1.750-2.000 25.540 5.463 5 0 0 31.008
> 2.000 18.100 1.067 0 0 0 19.167
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi rawan bencana longsor berdasarkan
fisiografi lahan (elevasi) di wilayah Provinsi Jawa Barat, dapat kita duga bahwa sebaran
potensi rawan longsor dengan parameter elevasi, sesuai dengan kriteria yang telah
dibangun sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada lahan-lahan dengan elevasi
antara 250-500 mdpl sampai dengan 1.000-1.250 mdpl. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi rawan longsor ditinjau dari parameter elevasi ditunjukkan pada Tabel 26.

Tabel 26 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter elevasi
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)
Elevasi
Tidak Agak Rawan Rawan Rawan
(mdpl) Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0-25 617.993 32.728 0 0 0 650.721
25-50 143.125 59.668 360 0 0 203.154
50-75 81.450 70.736 1.196 0 0 153.382
75-100 45.183 70.755 1.817 0 0 117.756
100-250 101.797 322.436 71.429 23 0 495.685
250-500 89.485 444.002 151.147 516 0 685.149
500-750 72.263 345.687 143.397 4.807 0 566.154
750-1.000 13.148 154.176 155.622 8.964 4 331.914
1.000-1.250 0 48.876 146.194 14.163 35 209.268
1.250-1.500 0 15.361 93.673 27.092 84 136.209
1.500-1.750 0 117 27.073 53.715 478 81.383
1.750-2.000 0 0 3.304 26.078 1.627 31.008
> 2.000 0 0 2 6.499 12.666 19.167
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan Tabel 25 dan Tabel 26, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
73

berdasarkan parameter elevasi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan elevasi 0-100
mdpl dan elevasi 100-250 mdpl. Sedangkan untuk kategori potensi rawan longsor tinggi
dan sangat tinggi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan elevasi 250-500 mdpl,
elevasi 500-750 mdpl, elevasi 750-1.000 mdpl serta elevasi 1.000-1.250 mdpl.

500.000

450.000

400.000

350.000

300.000
Luas (Ha)

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

0
0-25 25-50 50-75 75-100 100-250 250-500 500-750 750-1.000 1.000-1.250 1.250-1.500 1.500-1.750 1.750-2.000 > 2.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 51 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter elevasi

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
0-25 25-50 50-75 75-100 100-250 250-500 500-750 750-1.000 1.000-1.250 1.250-1.500 1.500-1.750 1.750-2.000 > 2.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 52 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter elevasi
Tidak terdapat potensi rawan banjir tinggi dan sangat tinggi pada elevasi >1.000
mdpl, sedangkan pada elevasi 0-100 mdpl tidak terdapat potensi rawan longsor tinggi
dan sangat tinggi. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan banjir dan longsor
dengan kelas kerawanan tinggi dan sangat tinggi ditinjau dari parameter elevasi,
ditunjukkan pada Gambar 51 dan Gambar 52.

Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Curah
Hujan (mm/tahun)

Sebagian besar wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh curah hujan 1.300-
1.600 mm/tahun, serta curah hujan antara 2.200-2.500 mm/tahun sampai dengan 2.800-
3.100 mm/tahun. Berdasarkan sebaran pola curah hujan tersebut, dapat kita duga bahwa
74

potensi rawan banjir dengan parameter curah hujan, sesuai dengan kriteria yang telah
dibangun sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan curah hujan
antara 1.300-1.600 mm/tahun. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan banjir
ditinjau dari parameter curah hujan ditunjukkan pada Tabel 27.

Tabel 27 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter curah hujan
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha)
Curah Hujan
Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
(mm/tahun) Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
1.000 - 1.300 497 221 0 3.168 522 4.409
1.300 - 1.600 361 7.275 48.153 148.484 436.534 640.807
1.600 - 1.900 157 12.788 45.073 67.564 5.436 131.017
1.900 - 2.200 53.916 90.990 71.394 40.956 5.691 262.946
2.200 - 2.500 167.000 285.457 100.391 54.739 7.951 615.538
2.500 - 2.800 217.646 435.939 207.080 53.406 28.250 942.320
2.800 - 3.100 177.014 404.322 136.283 51.540 9.576 778.735
3.100 - 3.400 37.280 150.184 38.674 13.885 6.666 246.689
3.400 - 3.700 0 5.724 15.779 11.064 3.406 35.972
3.700 - 4.000 0 311 3.564 15.398 3.244 22.516
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi rawan bencana longsor berdasarkan
sebaran pola curah hujan di wilayah Provinsi Jawa Barat, dapat kita duga bahwa potensi
rawan longsor dengan parameter curah hujan, sesuai dengan kriteria yang telah dibangun
sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan curah hujan antara 2.200-
2.500 mm/tahun sampai dengan 3.100-3.400 mm/tahun. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi rawan longsor ditinjau dari parameter curah hujan ditunjukkan pada Tabel 28.

Tabel 28 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter curah hujan
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)
Curah Hujan
Tidak Agak Rawan Rawan Rawan
(mm/tahun) Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1.000 - 1.300 4.383 26 0 0 0 4.409
1.300 - 1.600 637.036 3.771 0 0 0 640.807
1.600 - 1.900 120.250 10.696 71 0 0 131.017
1.900 - 2.200 147.683 88.036 25.096 2.086 45 262.946
2.200 - 2.500 188.062 329.424 93.955 4.097 0 615.538
2.500 - 2.800 60.398 672.408 190.103 17.650 1.762 942.320
2.800 - 3.100 6.631 376.134 328.084 61.234 6.652 778.735
3.100 - 3.400 0 72.451 115.574 53.394 5.270 246.689
3.400 - 3.700 0 11.596 20.540 2.787 1.049 35.972
3.700 - 4.000 0 0 21.791 607 118 22.516
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013
75

450.000

400.000

350.000

300.000
Luas (Ha)

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

0
1.000 - 1.300 1.300 - 1.600 1.600 - 1.900 1.900 - 2.200 2.200 - 2.500 2.500 - 2.800 2.800 - 3.100 3.100 - 3.400 3.400 - 3.700 3.700 - 4.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 53 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter curah
hujan

Berdasarkan Tabel 27 dan Tabel 28, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
berdasarkan parameter curah hujan, lebih didominasi pada daerah dengan curah hujan
1.300-1.600 mm/tahun. Sedangkan untuk kategori potensi rawan longsor tinggi dan
sangat tinggi, lebih didominasi pada daerah dengan curah hujan antara 2.200-2.500
mm/tahun sampai dengan 3.100-3.400 mm/tahun. Sebaran proporsi luasan daerah potensi
rawan banjir dan longsor dengan kelas kerawanan tinggi dan sangat tinggi ditinjau dari
parameter curah hujan, ditunjukkan pada Gambar 53 dan Gambar 54.

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
1.000 - 1.300 1.300 - 1.600 1.600 - 1.900 1.900 - 2.200 2.200 - 2.500 2.500 - 2.800 2.800 - 3.100 3.100 - 3.400 3.400 - 3.700 3.700 - 4.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 54 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter curah
hujan
76

Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Penggunaan
Lahan (Landuse)

Pola penggunaan lahan di wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sawah
dengan luas total 1.323.822 ha (35,7 % dari luas total Provinsi Jawa Barat), berikutnya
adalah penggunaan lahan kebun campuran seluas 972.747 ha (26,2 %), permukiman seluas
453.044 ha (12,2 %), serta tegalan/ladang seluas 313.026 ha (8,4 %). Berdasarkan sebaran
pola penggunaan lahan tersebut, dapat kita duga bahwa potensi rawan banjir dengan
parameter penggunaan lahan, sesuai dengan kriteria yang telah dibangun sebelumnya,
hampir sebagian besar berada pada daerah dengan pola penggunaan lahan sawah,
permukiman dan kebun campuran. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan banjir
ditinjau dari parameter penggunaan lahan ditunjukkan pada Tabel 29.

Tabel 29 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter penggunaan lahan
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha)
Penggunaan
Tidak Agak Rawan Rawan Rawan
Lahan Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Hutan 230.722 70.806 6.607 833 146 309.115
Kebun Campuran 188.222 498.798 222.009 76.722 18.502 1.004.253
Mangrove 0 0 3 101 213 317
Perkebunan 73.162 160.561 58.637 24.470 1.299 318.129
Permukiman 2.067 34.970 46.973 82.480 46.757 213.247
Rawa 1 136 764 995 570 2.466
Sawah 27.924 280.048 152.669 216.613 370.075 1.047.329
Semak/Belukar 17.932 30.365 8.964 1.049 541 58.851
Tambak/Empang 0 0 23 486 48.005 48.515
Tanah Terbuka 3.128 9.491 3.166 1.307 4.064 21.156
Tegalan/Ladang 110.422 303.976 157.008 46.040 13.828 631.274
Tubuh Air 291 4.060 9.567 9.108 3.275 26.300
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi rawan bencana longsor berdasarkan
sebaran pola penggunaan lahan di wilayah Provinsi Jawa Barat, dapat kita duga bahwa
potensi rawan longsor dengan parameter penggunaan lahan, sesuai dengan kriteria yang
telah dibangun sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan pola
penggunaan lahan kebun campuran, sawah dan tegalan/ladang. Sebaran proporsi luasan
daerah potensi rawan longsor ditinjau dari parameter penggunaan lahan ditunjukkan pada
Tabel 30.

Tabel 30 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter penggunaan lahan
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)
Penggunaan
Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
Lahan Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
Hutan 6.845 36.989 170.487 81.745 13.050 309.115
Kebun Campuran 101.133 601.096 286.714 15.142 167 1.004.253
Mangrove 17 299 0 0 0 317
Perkebunan 54.909 133.140 106.978 22.364 737 318.129
Permukiman 118.643 78.592 15.881 131 0 213.247
Rawa 1.196 1.236 35 0 0 2.466
Sawah 680.402 294.449 68.446 4.032 0 1.047.329
77

Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)


Penggunaan
Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
Lahan Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
Semak/Belukar 6.327 26.867 19.466 5.731 460 58.851
Tambak/Empang 48.419 96 0 0 0 48.515
Tanah Terbuka 5.435 8.740 5.629 1.005 347 21.156
Tegalan/Ladang 121.454 377.124 120.880 11.685 131 631.274
Tubuh Air 19.665 5.914 699 19 3 26.300
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan Tabel 29 dan Tabel 30, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
berdasarkan parameter penggunaan lahan, lebih didominasi pada daerah dengan pola
penggunaan lahan sawah, permukiman dan kebun campuran. Sedangkan untuk kategori
potensi rawan longsor tinggi dan sangat tinggi, lebih didominasi pada daerah dengan
pola penggunaan lahan kebun campuran, sawah dan tegalan/ladang. Pada kelas
penggunaan lahan hutan, terdapat potensi rawan banjir tinggi (586 Ha) dan sangat tinggi
(146 Ha) yang berada di Kabupaten Garut, dimana daerah tersebut memiliki elevasi
yang rendah (0-75 mdpl) dan bentang lahan berupa Plains. Sebaran proporsi luasan
daerah potensi rawan banjir dan longsor dengan kelas kerawanan tinggi dan sangat tinggi
ditinjau dari parameter penggunaan lahan, ditunjukkan pada Gambar 55 dan Gambar 56.

500.000

450.000

400.000

350.000
Luas (Ha)

300.000

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 55 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter
penggunaan lahan
78

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 56 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter
penggunaan lahan

Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter


Bentuk Lahan (Landform)

Bentuk lahan di wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh Plains dengan luas
total 1.144.582 ha (30,4 % dari luas total Provinsi Jawa Barat), kemudian bentuk lahan
Hills seluas 746.582 ha (19,8 %), Mountains seluas 729.615 ha (19,4 %), serta Alluvial
Plains seluas 587.414 ha (15,6 %). Berdasarkan sebaran bentuk lahan tersebut, dapat kita
duga bahwa potensi rawan banjir dengan parameter bentuk lahan, sesuai dengan kriteria
yang telah dibangun sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan pola
bentuk lahan Alluvial Plains, Plains serta Fans and Lahars. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi rawan banjir ditinjau dari parameter bentuk lahan ditunjukkan Tabel 31.

Tabel 31 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter bentuk lahan
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha)
Bentang Lahan Tidak Agak Rawan Rawan Rawan
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Alluvial Plains 63 2.111 12.824 138.476 428.054 581.527
Alluvial Valleys 0 3.726 20.977 19.238 9.452 53.394
Beaches 340 12.480 38.974 41.492 5.320 98.607
Fans and Lahars 3.357 92.129 111.853 96.856 12.363 316.557
Hills 144.551 508.419 72.740 4.028 309 730.045
Mountains 465.238 248.870 5.840 170 0 720.118
Plains 40.309 524.471 392.678 150.843 5.310 1.113.611
Terraces 10 473 750 320 0 1.553
Tidal Swamps 0 0 4 412 45.842 46.259
Water 3 534 9.749 8.371 624 19.281
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi rawan bencana longsor berdasarkan
sebaran pola bentuk lahan di wilayah Provinsi Jawa Barat, dapat kita duga bahwa potensi
79

rawan longsor dengan parameter bentuk lahan, sesuai dengan kriteria yang telah dibangun
sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan pola bentuk lahan
Mountains, Hills dan Plains. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan longsor ditinjau
dari parameter bentuk lahan ditunjukkan pada Tabel 32.

Tabel 32 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter bentuk lahan
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)
Bentang Lahan Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
Alluvial Plains 534.428 47.084 15 0 0 581.527
Alluvial Valleys 25.351 27.932 110 0 0 53.394
Beaches 70.740 27.867 0 0 0 98.607
Fans and Lahars 109.200 167.768 39.589 0 0 316.557
Hills 1.057 514.718 214.168 103 0 730.045
Mountains 0 46.795 516.822 141.605 14.895 720.118
Plains 361.432 727.520 24.511 147 0 1.113.611
Terraces 217 1.336 0 0 0 1.553
Tidal Swamps 45.364 895 0 0 0 46.259
Water 16.656 2.626 0 0 0 19.281
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan Tabel 31 dan Tabel 32, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
berdasarkan parameter bentuk lahan, lebih didominasi pada daerah dengan pola bentuk
lahan Alluvial Plains, Plains serta Fans and Lahars. Sedangkan untuk kategori potensi
rawan longsor tinggi dan sangat tinggi, lebih didominasi pada daerah dengan pola
bentuk lahan Mountains, Hills dan Plains. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan
banjir dan longsor dengan kelas kerawanan tinggi dan sangat tinggi ditinjau dari parameter
bentuk lahan, ditunjukkan pada Gambar 57 dan Gambar 58.

600.000

500.000

400.000
Luas (Ha)

300.000

200.000

100.000

0
Alluvial Plains Alluvial Valleys Beaches Fans and Lahars Hills Mountains Plains Terraces Tidal Swamps Water

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 57 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter landform
80

800.000

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
Alluvial Plains Alluvial Valleys Beaches Fans and Lahars Hills Mountains Plains Terraces Tidal Swamps Water

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 58 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter landform
Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Jenis Tanah
(Great Soil Group)

Sebaran jenis tanah di wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh jenis tanah
Latosol dengan luas total 1.373.012 ha (36,5 % dari luas total Provinsi Jawa Barat),
berikutnya adalah jenis tanah Podsolik seluas 819.673 ha (21,8 %), serta jenis tanah
Aluvial seluas 692.513 ha (18,4 %). Berdasarkan sebaran pola jenis tanah tersebut, dapat
kita duga bahwa potensi rawan banjir dengan parameter jenis tanah, sesuai dengan kriteria
yang telah dibangun sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan pola
jenis tanah Aluvial, Latosol dan Podsolik. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan
banjir ditinjau dari parameter jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 33.

Tabel 33 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter jenis tanah
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha)
Jenis Tanah Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
Aluvial 3.964 26.089 54.982 77.262 365.650 527.947
Andosol 240.544 106.799 4.325 127 1 351.796
Grumusol 8.485 64.419 57.453 30.440 4.782 165.580
Latosol 237.819 657.833 296.094 125.494 13.655 1.330.896
Litosol 1.195 1.678 579 124 0 3.576
Mediteran 4.703 46.808 25.142 11.614 90 88.357
Organosol 1.196 4.525 8.722 28.564 113.395 156.402
Podsolik 121.122 384.323 150.732 145.186 4.239 805.603
Regosol 27.115 51.463 21.517 26.857 4.643 131.595
Resina 7.727 49.274 46.842 14.537 819 119.199
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi rawan bencana longsor berdasarkan
sebaran jenis tanah di wilayah Provinsi Jawa Barat, dapat kita duga bahwa potensi rawan
longsor dengan parameter jenis tanah, sesuai dengan kriteria yang telah dibangun
sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan jenis tanah Latosol,
81

Podsolik dan Andosol. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan longsor ditinjau dari
parameter jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 34.

Tabel 34 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter jenis tanah
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)
Jenis Tanah Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
Aluvial 425.188 97.493 5.267 0 0 527.947
Andosol 587 70.354 171.360 100.354 9.140 351.796
Grumusol 52.747 106.467 6.366 0 0 165.580
Latosol 250.793 741.287 325.645 13.137 34 1.330.896
Litosol 335 2.985 256 0 0 3.576
Mediteran 41.970 42.616 3.769 2 0 88.357
Organosol 144.058 11.861 483 0 0 156.402
Podsolik 177.045 355.804 255.053 17.535 166 805.603
Regosol 66.849 29.615 18.749 10.827 5.556 131.595
Resina 4.873 106.059 8.267 0 0 119.199
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
Aluvial Andosol Grumusol Latosol Litosol Mediteran Organosol Podsolik Regosol Resina

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 59 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter tanah
82

800.000

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
Aluvial Andosol Grumusol Latosol Litosol Mediteran Organosol Podsolik Regosol Resina

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 60 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter tanah
Berdasarkan Tabel 33 dan Tabel 34, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
berdasarkan parameter jenis tanah, lebih didominasi pada daerah dengan jenis tanah
Aluvial, Latosol dan Podsolik. Sedangkan untuk kategori potensi rawan longsor tinggi
dan sangat tinggi, lebih didominasi pada daerah dengan jenis tanah Latosol, Podsolik
dan Andosol. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan banjir dan longsor dengan
kelas kerawanan tinggi dan sangat tinggi ditinjau dari parameter jenis tanah, ditunjukkan
pada Gambar 59 dan Gambar 60.

Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Geologi

Sebaran struktur batuan geologi di wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh
jenis batuan yang berasal dari Gunung Api (73 satuan batuan: Mt, Pb, Pl, Pt, Qb, Qgpk,
Qhl, Qhp, Qhv, Qkl, Qkp, Qlk, Qmm, Qmt, Qob, Qoh, Qol, Qopu, Qos, Qot, Qpg, Qpv,
Qsu, QTv, QTvb, QTvc, QTvd, QTvk, Qv, Qvas, Qvb, Qvba, Qvep, Qvg, Qvgl, Qvgy,
Qvk, Qvl, Qvp, Qvpo, Qvpy, Qvr, Qvsb, Qvsl, Qvst, Qvt, Qvu, Qwb, Qyb, Qyc, Qyd,
Qyg, Qyh, Qyk, Qyl, Qypu, Qyt, Qyu, Qyw, Temv, Tlvs, Tmbc, Tmbv, Tmc, Tmkt,
Tmt, Tmtl, Tmvs, Tnvb, Tomv, Tpb, Tpv, vi), dengan luas total 1.720.488 ha atau 45,72
% dari luas total wilayah Provinsi Jawa Barat; kemudian jenis batuan hasil endapan
Sedimen (78 satuan batuan: Md, Mdc, Mdl, Mdm, Mdq, Mk, Mn, Msb, Msc, Mss, Mtb,
Mtjl, Mtjs, Mts, Mttb, Mttc, Mtts, Omc, Oml, Pk, Ql, Qpb, Qps, Tess, Tlss, Tmb, Tmbe,
Tmbk, Tmbl, Tmbo, Tmbs, Tmbu, Tmcb, Tmcm, Tmcs, Tmd, Tmhg, Tmj, Tmjc, Tmjg,
Tmjp, Tmjt, Tmjv, Tmk, Tmkl, Tmle, Tmn, Tmnl, Tmnt, Tmp, Tmpa, Tmpb, Tmph,
Tmpl, Tmpt, Tmrs, Tms, Tmsb, Tmss, Tmst, Tmtb, Tns, Tnsb, Tomj, Toml, Tomr,
Tomsb, Toss, Tow, Tpc, Tpch, Tpcl, Tpg, Tpk, Tpkw, Tpsb, Tpss, Tpt) dengan luas total
1.040.419 ha (27,65 %), serta jenis batuan Endapan Permukaan (17 satuan batuan: Qa,
Qac, Qad, Qaf, Qal, Qav, Qbr, Qc, Qd, Qha, Qht, Qnd, Qoa, Qs, Qsd, Qt, Quk) seluas
915.030 ha (24,31 %). Berdasarkan sebaran pola batuan geologi tersebut, dapat kita duga
bahwa potensi rawan banjir dengan parameter geologi, sesuai dengan kriteria yang telah
dibangun sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan pola batuan
83

geologi Endapan Permukaan dan Sedimen. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan
banjir ditinjau dari parameter geologi ditunjukkan pada Tabel 35 di bawah ini.
Tabel 35 Proporsi luas potensi rawan banjir ditinjau dari parameter geologi
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha)
Geologi Batuan Tidak Agak Rawan Rawan Rawan
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Endapan Permukaan 2.476 47.160 113.715 236.940 497.281 897.572
Gunung Api / Vulkanik 526.086 812.839 232.725 107.118 2.179 1.680.947
Sedimen 104.937 504.488 293.339 107.348 7.633 1.017.745
Terobosan 19.947 25.364 16.539 1.863 181 63.896
Tubuh Air 425 3.360 10.072 6.935 0 20.791
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi rawan bencana longsor berdasarkan
sebaran batuan geologi di wilayah Provinsi Jawa Barat, dapat kita duga bahwa potensi
rawan longsor dengan parameter geologi, sesuai dengan kriteria yang telah dibangun
sebelumnya, hampir sebagian besar berada pada daerah dengan batuan geologi Gunung
Api dan Sedimen. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan longsor ditinjau dari
parameter geologi ditunjukkan pada Tabel 36.

Tabel 36 Proporsi luas potensi rawan longsor ditinjau dari parameter geologi
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha)
Geologi Batuan Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat
Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
Endapan Permukaan 712.355 138.405 39.329 7.466 17 897.572
Gunung Api / Vulkanik 336.298 703.417 498.718 127.636 14.878 1.680.947
Sedimen 95.434 676.106 239.620 6.585 0 1.017.745
Terobosan 1.247 44.943 17.539 167 0 63.896
Tubuh Air 19.111 1.671 9 0 0 20.791
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan Tabel 35 dan Tabel 36 di atas, dapat diketahui bahwa sebaran


daerah di Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap rawan banjir tinggi dan sangat
tinggi berdasarkan parameter geologi, lebih didominasi pada daerah dengan batuan
geologi Endapan Permukaan dan Sedimen. Sedangkan untuk kategori potensi rawan
longsor tinggi dan sangat tinggi, lebih didominasi pada daerah dengan batuan geologi
Gunung Api dan Sedimen. Sebaran proporsi luasan daerah potensi rawan banjir dan
longsor dengan kelas kerawanan tinggi dan sangat tinggi ditinjau dari parameter geologi,
ditunjukkan pada Gambar 61 dan Gambar 62.
84

900.000

800.000

700.000

600.000
Luas (Ha)

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0
Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Endapan Permukaan Gunung Api / Vulkanik Sedimen Terobosan Tubuh Air

Gambar 61 Grafik luas potensi rawan (hazard) banjir ditinjau dari parameter geologi

800.000

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Endapan Permukaan Gunung Api / Vulkanik Sedimen Terobosan Tubuh Air

Gambar 62 Grafik luas potensi rawan (hazard) longsor ditinjau dari parameter geologi

Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor


Berdasarkan hasil analisis terhadap potensi resiko (risk) banjir dan longsor dapat
diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat didominasi oleh potensi resiko banjir rendah sebesar
93,0 %; sedangkan resiko sedang dan tinggi hanya sebesar 5,2 % dan 1,8 %. Potensi resiko
longsor Provinsi Jawa Barat didominasi oleh resiko rendah sebesar 98,2 %; sedangkan
resiko sedang dan tinggi hanya sebesar 1,7 % dan 0,1 % (Tabel 37).
85

Tabel 37 Luas potensi resiko (risk) banjir dan longsor Provinsi Jawa Barat
Luas Potensi Resiko Banjir Luas Potensi Resiko Longsor
No. Potensi Resiko (Risk)
Ha % Ha %
1 Rendah 3.422.677 93,0 3.616.460 98,2
2 Sedang 190.671 5,2 61.836 1,7
3 Tinggi 67.603 1,8 2.655 0,1
Total 3.680.951 100,0 3.680.951 100,0
Sumber : hasil analisis, 2013

450.000

400.000

350.000

300.000
Luas (Ha)

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 63 Grafik sebaran potensi resiko (risk) banjir per kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat
450.000

400.000

350.000

300.000
Luas (Ha)

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 64 Grafik sebaran potensi resiko (risk) longsor per kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat
Sebaran luas daerah yang berpotensi untuk terjadinya resiko banjir per
kabupaten/kota dengan kelas resiko banjir tinggi terdapat di Kota Bandung (42,4 %),
Kota Bekasi (44,1 %), Kota Bogor (24,4 %), Kota Cimahi (19,2 %), Kota Cirebon (28,2
%) dan Kota Depok (24,9 %). Sedangkan sebaran luas daerah yang berpotensi
terjadinya resiko longsor per kabupaten/kota dengan kelas resiko longsor tinggi, hanya
terdapat di Kabupaten Bandung (0,2 %) dan Kabupaten Garut (0,5 %). Sebaran potensi
resiko (risk) banjir dan longsor per kabupaten/kota disajikan pada Gambar 63 dan
86

Gambar 64, sedangkan peta potensi resiko (risk) banjir dan longsor disajikan pada
Gambar 65 dan Gambar 66.

Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Lereng
Berdasarkan atas fisiografi lahannya yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan
penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing kelas kemiringan
lereng, dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi banjir terdapat pada lahan-lahan
dengan kelas kemiringan lereng datar (0-2 %) seluas 55.245 ha atau 6,0 % dari luas total
lereng datar di Provinsi Jawa Barat; serta lahan-lahan dengan kelas kemiringan lereng
landai (2-8 %) seluas 25.376 ha atau 2,8 % dari luas total lereng landai di Provinsi Jawa
Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko banjir ditinjau dari parameter lereng
ditunjukkan pada Tabel 38.

Tabel 38 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter lereng
Luas Potensi Resiko Banjir (Ha)
Lereng
Rendah Sedang Tinggi Total
<2% 751.834 94.548 55.454 901.836
2-8% 771.235 87.439 12.085 870.760
8 - 15 % 744.382 7.901 64 752.346
15 - 25 % 641.278 761 0 642.039
25 - 40 % 397.284 18 0 397.302
> 40 % 116.663 4 0 116.667
Total 3.422.677 190.671 67.603 3.680.951

Sumber : Hasil Analisis, 2013


87

Gambar 65 Peta potensi resiko (risk) banjir Provinsi Jawa Barat


88

Gambar 66 Peta potensi resiko (risk) banjir Provinsi Jawa Barat


89

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi resiko bencana longsor berdasarkan
fisiografi lahan (lereng), yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk (density),
aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing kelas kemiringan lereng, dapat
diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi longsor terdapat pada lahan-lahan dengan
kelas kemiringan lereng berombak (8-15 %) seluas 21.148 ha atau 2,7 % dari luas total
lereng berombak di Provinsi Jawa Barat; kelas kemiringan lereng bergelombang (15-25 %)
seluas 24.931 ha atau 3,8 % dari luas total lereng bergelombang di Provinsi Jawa Barat;
serta kelas kemiringan lereng curam (25-40 %) seluas 10.557 ha atau 2,6 % dari luas total
lereng curam di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko
longsor ditinjau dari parameter lereng ditunjukkan pada Tabel 39.
Tabel 39 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter lereng
Luas Potensi Resiko Longsor (Ha)
Lereng
Rendah Sedang Tinggi Total
<2% 897.601 4.235 0 901.836
2-8% 852.920 17.820 21 870.760
8 - 15 % 738.704 13.520 122 752.346
15 - 25 % 625.367 16.054 618 642.039
25 - 40 % 387.136 8.832 1.335 397.302
> 40 % 114.732 1.374 560 116.667
Total 3.616.460 61.836 2.655 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

800.000

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
<2 % 2-8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 % > 40 %

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 67 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter lereng

Berdasarkan Tabel 38 dan Tabel 39, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap resiko banjir tinggi berdasarkan
parameter lereng, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng datar
(<2 %) dan landai (2-8 %). Sedangkan untuk kategori potensi resiko longsor tinggi,
lebih didominasi pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng berombak (8-15 %),
bergeombang (15-25 %) dan curam (25-40 %). Sebaran proporsi luasan daerah potensi
resiko banjir dan longsor dengan kelas resiko tinggi ditinjau dari parameter lereng,
ditunjukkan pada Gambar 67 dan Gambar 68.
90

900.000

800.000

700.000

600.000
Luas (Ha)

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0
<2 % 2-8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 % > 40 %

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 68 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter lereng

Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Elevasi
Berdasarkan atas fisiografi lahannya yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan
penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing kelas ketinggian
(elevasi), dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi banjir terdapat pada lahan-
lahan dengan elevasi 0-25 mdpl seluas 34.198 ha atau 5,2 % dari luas total elevasi 0-25
mdpl di Provinsi Jawa Barat; elevasi 25-50 mdpl seluas 9.727 ha atau 4,7 % dari luas total
elevasi 25-50 mdpl di Provinsi Jawa Barat; elevasi 50-75 mdpl seluas 6.983 mdpl atau 4,4
% dari luas total elevasi 50-75 mdpl di Provinsi Jawa Barat; serta elevasi 75-100 mdpl
seluas 7.200 mdpl atau 5,9 % dari luas total elevasi 75-100 mdpl di Provinsi Jawa Barat.
Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko banjir ditinjau dari parameter elevasi
ditunjukkan pada Tabel 40.
Tabel 40 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter elevasi
Luas Potensi Resiko Banjir
Elevasi (mdpl)
Rendah Sedang Tinggi Total
0-25 573.591 48.012 29.118 650.721
25-50 183.920 13.460 5.773 203.154
50-75 138.123 11.742 3.517 153.382
75-100 99.012 13.389 5.354 117.756
100-250 449.355 38.525 7.805 495.685
250-500 654.231 28.476 2.442 685.149
500-750 518.414 34.311 13.429 566.154
750-1.000 329.327 2.422 165 331.914
1.000-1.250 208.960 308 0 209.268
1.250-1.500 136.209 0 0 136.209
1.500-1.750 81.358 25 0 81.383
1.750-2.000 31.008 0 0 31.008
> 2.000 19.167 0 0 19.167
Total 3.422.677 190.671 67.603 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi resiko bencana longsor berdasarkan
fisiografi lahan (elevasi), yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk (density),
aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing kelas ketinggian (elevasi), dapat
91

diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi longsor terdapat pada lahan-lahan dengan
elevasi 500-750 mdpl seluas 16.485 ha atau 2,8 % dari luas total elevasi 500-750 mdpl di
Provinsi Jawa Barat; elevasi 750-1.000 mdpl seluas 16.215 ha atau 4,7 % dari luas total
elevasi 750-1.000 mdpl di Provinsi Jawa Barat; elevasi 1.000-1.250 mdpl seluas 16.073 ha
atau 7,4 % dari luas total elevasi 1.000-1.250 mdpl di Provinsi Jawa Barat; elevasi 1.250-
1.500 mdpl seluas 6.135 ha atau 4,4 % dari luas total elevasi 1.250-1.500 mdpl di Provinsi
Jawa Barat; serta elevasi 1.500-1.750 mdpl seluas 1.858 ha atau 2,3 % dari luas total
elevasi 1.500-1.750 mdpl di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi
resiko longsor ditinjau dari parameter lereng ditunjukkan pada Tabel 41.
Tabel 41. Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter lereng
Luas Potensi Resiko Longsor
Elevasi (mdpl)
Rendah Sedang Tinggi Total
0-25 650.721 0 0 650.721
25-50 203.130 23 0 203.154
50-75 153.327 55 0 153.382
75-100 117.689 67 0 117.756
100-250 479.575 16.109 0 495.685
250-500 671.653 13.473 24 685.149
500-750 555.746 9.969 440 566.154
750-1.000 321.344 9.881 690 331.914
1.000-1.250 201.242 7.380 646 209.268
1.250-1.500 132.398 3.471 340 136.209
1.500-1.750 79.782 1.183 418 81.383
1.750-2.000 30.732 205 72 31.008
> 2.000 19.123 19 25 19.167
Total 3.616.460 61.836 2.655 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Berdasarkan Tabel 40 dan Tabel 41, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap resiko banjir tinggi berdasarkan
parameter elevasi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan elevasi 0-100 mdpl,
elevasi 100-250 mdpl, serta elevasi 500-750 mdpl. Sedangkan untuk kategori potensi
resiko longsor tinggi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan elevasi 500-750 mdpl,
elevasi 750-1.000 mdpl, serta elevasi 1.000-1.250 mdpl. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi resiko banjir dan longsor dengan kelas resiko tinggi ditinjau dari parameter elevasi,
ditunjukkan pada Gambar 69 dan Gambar 70.
92

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
0-25 25-50 50-75 75-100 100-250 250-500 500-750 750-1.000 1.000-1.250 1.250-1.500 1.500-1.750 1.750-2.000 > 2.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 69 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter elevasi

700.000

600.000

500.000
Luas (Ha)

400.000

300.000

200.000

100.000

0
0-25 25-50 50-75 75-100 100-250 250-500 500-750 750-1.000 1.000-1.250 1.250-1.500 1.500-1.750 1.750-2.000 > 2.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 70 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter elevasi
Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Curah Hujan
(mm/tahun)
Berdasarkan atas rata-rata curah hujan periode 1998-2010 (mm/tahun) yang
dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur
pada masing-masing tebal hujan (mm/tahun), dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko
tinggi banjir terdapat pada lahan-lahan dengan curah hujan 3.400-3.700 mm/tahun seluas
2.918 ha atau 7,6 % dari luas total curah hujan 3.400-3.700 mm/tahun di Provinsi Jawa
Barat; serta curah hujan 3.700-4.000 mm/tahun seluas 1.762 ha atau 7,2 % dari luas total
curah hujan 3.400-3.700 mm/tahun di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi resiko banjir ditinjau dari parameter curah hujan ditunjukkan pada Tabel 42.
93

Tabel 42 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter curah hujan
Curah Hujan Luas Potensi Resiko Banjir (Ha)
(mm/tahun) Rendah Sedang Tinggi Total
1.000 - 1.300 4.051 250 108 4.409
1.300 - 1.600 569.987 45.517 25.304 640.807
1.600 - 1.900 115.816 11.033 4.169 131.017
1.900 - 2.200 245.135 14.617 3.195 262.946
2.200 - 2.500 582.192 26.527 6.820 615.538
2.500 - 2.800 898.192 34.083 10.045 942.320
2.800 - 3.100 744.275 26.151 8.309 778.735
3.100 - 3.400 232.150 12.074 2.464 246.689
3.400 - 3.700 23.175 10.340 2.457 35.972
3.700 - 4.000 7.704 10.079 4.733 22.516
Total 3.422.677 190.671 67.603 3.680.951

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi resiko bencana longsor berdasarkan
rata-rata curah hujan periode 1998-2010 (mm/tahun), yang dikaitkan dengan tingkat
kepadatan penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur masing-masing tebal hujan
(mm/tahun), dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi longsor terdapat pada
lahan-lahan dengan curah hujan 3.100-3.400 mm/tahun seluas 9.593 ha atau 3,8 % dari
luas total curah hujan 3.100-3.400 mm/tahun di Provinsi Jawa Barat; serta curah hujan
2.800-3.100 mm/tahun seluas 25.323 ha atau 3,2 % dari luas total curah hujan 2.800-3.100
mm/tahun di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko longsor
ditinjau dari parameter curah hujan ditunjukkan pada Tabel 43.
Tabel 43 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter curah hujan
Curah Hujan Luas Potensi Resiko Longsor (Ha)
(mm/tahun) Rendah Sedang Tinggi Total
1.000 - 1.300 4.409 0 0 4.409
1.300 - 1.600 640.807 0 0 640.807
1.600 - 1.900 131.016 1 0 131.017
1.900 - 2.200 261.726 1.220 0 262.946
2.200 - 2.500 611.182 4.313 44 615.538
2.500 - 2.800 930.638 11.570 113 942.320
2.800 - 3.100 763.320 14.772 642 778.735
3.100 - 3.400 237.906 7.086 1.697 246.689
3.400 - 3.700 27.753 8.108 111 35.972
3.700 - 4.000 7.702 14.766 49 22.516
Total 3.616.460 61.836 2.655 3.680.951

Sumber : Hasil Analisis, 2012


94

900.000

800.000

700.000

600.000
Luas (Ha)

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0
1.000 - 1.300 1.300 - 1.600 1.600 - 1.900 1.900 - 2.200 2.200 - 2.500 2.500 - 2.800 2.800 - 3.100 3.100 - 3.400 3.400 - 3.700 3.700 - 4.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 71 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir dan longsor ditinjau dari parameter
curah hujan

1.000.000

900.000

800.000

700.000
Luas (Ha)

600.000

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

0
1.000 - 1.300 1.300 - 1.600 1.600 - 1.900 1.900 - 2.200 2.200 - 2.500 2.500 - 2.800 2.800 - 3.100 3.100 - 3.400 3.400 - 3.700 3.700 - 4.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 72 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir dan longsor ditinjau dari parameter
curah hujan
Berdasarkan Tabel 42 dan Tabel 43, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap resiko banjir tinggi berdasarkan
parameter curah hujan, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan curah hujan 1.300-
1.600 mm/tahun. Sedangkan untuk kategori potensi resiko longsor tinggi, lebih
didominasi pada lahan-lahan dengan cuah hujan 2.800-3.00 mm/tahun, serta curah
hujan 2.500-2.800 mm/tahun. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko banjir dan
longsor dengan kelas resiko tinggi ditinjau dari parameter curah hujan, ditunjukkan pada
Gambar 71 dan Gambar 72.
95

Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Penggunaan
Lahan

Berdasarkan atas pola penggunaan lahan tahun 2012 yang dikaitkan dengan tingkat
kepadatan penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing kelas
penggunaan lahan, dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi banjir terdapat pada
lahan-lahan dengan pola penggunaan lahan permukiman seluas 30.706 ha atau 13,8 % dari
luas total penggunaan lahan permukiman di Provinsi Jawa Barat; penggunaan lahan sawah
seluas 25.366 ha atau 2,4 % dari luas total penggunaan lahan sawah di Provinsi Jawa
Barat; serta penggunaan lahan kebun campuran seluas 17.043 ha atau 1,7 % dari luas total
penggunaan lahan kebun campuran di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi resiko banjir ditinjau dari parameter penggunaan lahan ditunjukkan pada Tabel 44.

Tabel 44 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter penggunaan lahan
Luas Potensi Resiko Banjir (Ha)
Penggunaan Lahan
Rendah Sedang Tinggi Total
Hutan 309.042 70 3 309.115
Kebun Campuran 945.604 48.526 10.123 1.004.253
Mangrove 306 0 10 317
Perkebunan 315.374 2.320 435 318.129
Permukiman 126.978 54.462 31.807 213.247
Rawa 2.158 242 67 2.466
Sawah 961.287 66.754 19.288 1.047.329
Semak/Belukar 58.491 280 80 58.851
Tambak/Empang 46.229 33 2.253 48.515
Tanah Terbuka 20.523 391 242 21.156
Tegalan/Ladang 611.252 16.841 3.181 631.274
Tubuh Air 25.433 754 113 26.300
Total 3.422.677 190.671 67.603 3.680.951

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi resiko bencana longsor berdasarkan
pola penggunaan lahan tahun 2012, yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk
(density), aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing kelas penggunaan lahan,
dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi longsor terdapat pada lahan-lahan
dengan pola penggunaan lahan sawah seluas 19.552 ha atau 1,8 % dari luas total
penggunaan lahan sawah di Provinsi Jawa Barat; penggunaan lahan tegalan/ladang seluas
14.160 ha atau 2,2 % dari luas total penggunaan lahan tegalan/ladang di Provinsi Jawa
Barat; serta penggunaan lahan kebun campuran seluas 21.066 ha atau 2,0 % dari luas total
penggunaan lahan kebun campuran di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi resiko longsor ditinjau dari parameter penggunaan lahan ditunjukkan Tabel 45.
96

Tabel 45 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter penggunaan lahan
Luas Potensi Resiko Longsor (Ha)
Penggunaan Lahan
Rendah Sedang Tinggi Total
Hutan 307.249 1.794 72 309.115
Kebun Campuran 973.926 29.164 1.163 1.004.253
Mangrove 317 0 0 317
Perkebunan 313.399 4.286 444 318.129
Permukiman 204.878 8.344 25 213.247
Rawa 2.449 18 0 2.466
Sawah 1.039.673 7.084 572 1.047.329
Semak/Belukar 57.800 940 111 58.851
Tambak/Empang 48.515 0 0 48.515
Tanah Terbuka 21.019 111 26 21.156
Tegalan/Ladang 620.975 10.057 241 631.274
Tubuh Air 26.261 38 0 26.300
Total 3.616.460 61.836 2.655 3.680.951

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan Tabel 44 dan Tabel 45, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap resiko banjir tinggi berdasarkan
parameter penggunaan lahan, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan pola
penggunaan lahan permukiman, sawah dan kebun campuran. Sedangkan untuk kategori
potensi resiko longsor tinggi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan pola
penggunaan lahan sawah, tegalan/ladang dan kebun campuran. Sebaran proporsi luasan
daerah potensi resiko banjir dan longsor dengan kelas resiko tinggi ditinjau dari parameter
penggunaan lahan, ditunjukkan pada Gambar 73 dan Gambar 74.

1.000.000

900.000

800.000

700.000

600.000
Luas (Ha)

500.000

400.000

300.000

200.000

100.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 73 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter penggunaan
lahan
97

1.200.000

1.000.000

800.000
Luas (Ha)

600.000

400.000

200.000

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 74 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter penggunaan
lahan

Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Bentuk Lahan
(Landform)

Berdasarkan atas pola bentuk lahan (landform) yang dikaitkan dengan tingkat
kepadatan penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing pola
bentuk lahan, dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi banjir terdapat pada
lahan-lahan dengan pola bentuk lahan aluvial plains seluas 31.816 ha atau 5,4 % dari luas
total bentuk lahan aluvial plains di Provinsi Jawa Barat; bentuk lahan fans and lahars
seluas 32.794 ha atau 9,9 % dari luas total bentuk lahan fans and lahars di Provinsi Jawa
Barat; serta bentuk lahan plains seluas 8.640 ha atau 0,8 % dari luas total bentuk lahan
plains di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko banjir ditinjau
dari parameter bentuk lahan ditunjukkan pada Tabel 46.
Tabel 46 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter bentuk lahan
Luas Potensi Resiko Banjir (Ha)
Bentang Lahan
Rendah Sedang Tinggi Total
Alluvial Plains 504.845 50.756 25.926 581.527
Alluvial Valleys 48.951 2.762 1.680 53.394
Beaches 79.953 15.460 3.194 98.607
Fans and Lahars 229.973 64.640 21.943 316.557
Hills 722.617 7.167 262 730.045
Mountains 719.142 975 1 720.118
Plains 1.053.709 47.978 11.923 1.113.611
Terraces 1.524 23 6 1.553
Tidal Swamps 43.801 23 2.435 46.259
Water 18.163 887 232 19.281
Total 3.422.677 190.671 67.603 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi resiko bencana longsor berdasarkan
pola bentuk lahan, yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk (density),
aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing pola bentuk lahan, dapat diketahui
98

bahwa tingkat potensi resiko tinggi longsor terdapat pada lahan-lahan dengan pola bentuk
lahan mountains seluas 25.148 ha atau 3,4 % dari luas total bentuk lahan mountain di
Provinsi Jawa Barat; bentuk lahan hills seluas 21.544 ha atau 2,9 % dari luas total bentuk
lahan hills di Provinsi Jawa Barat; serta bentuk lahan plains seluas 14.450 ha atau 1,3 %
dari luas total bentuk lahan plains di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah
potensi resiko longsor ditinjau dari parameter bentuk lahan ditunjukkan pada Tabel 47.

Tabel 47 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter bentuk lahan
Luas Potensi Resiko Longsor (Ha)
Bentang Lahan
Rendah Sedang Tinggi Total
Alluvial Plains 581.526 1 0 581.527
Alluvial Valleys 53.393 1 0 53.394
Beaches 98.607 0 0 98.607
Fans and Lahars 298.040 18.517 0 316.557
Hills 717.870 12.174 1 730.045
Mountains 691.680 25.786 2.652 720.118
Plains 1.108.252 5.357 1 1.113.611
Terraces 1.553 0 0 1.553
Tidal Swamps 46.259 0 0 46.259
Water 19.281 0 0 19.281
Total 3.616.460 61.836 2.655 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan Tabel 46 dan Tabel 47, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap resiko banjir tinggi berdasarkan
parameter bentuk lahan, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan pola bentuk lahan
aluvial plains, fans and lahars, serta plains. Sedangkan untuk kategori potensi resiko
longsor tinggi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan pola bentuk lahan mountains,
hills, serta plains. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko banjir dan longsor dengan
kelas resiko tinggi ditinjau dari parameter bentuk lahan, ditunjukkan pada Gambar 75 dan
Gambar 76.

1.200.000

1.000.000

800.000
Luas (Ha)

600.000

400.000

200.000

0
Alluvial Plains Alluvial Valleys Beaches Fans and Hills Mountains Plains Terraces Tidal Swamps Water
Lahars
Rendah Sedang Tinggi

Gambar 75 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter bentuk lahan
99

1.200.000

1.000.000

800.000
Luas (Ha)

600.000

400.000

200.000

0
Alluvial Plains Alluvial Valleys Beaches Fans and Hills Mountains Plains Terraces Tidal Swamps Water
Lahars
Rendah Sedang Tinggi

Gambar 76 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter bentuk lahan

Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Jenis Tanah
(Great Soil Group)

Berdasarkan atas jenis tanahnya (great soil group) yang dikaitkan dengan tingkat
kepadatan penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing jenis
tanah, dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi banjir terdapat pada lahan-lahan
dengan jenis tanah aluvial seluas 36.256 ha atau 5,2 % dari luas total jenis tanah aluvial di
Provinsi Jawa Barat; serta jenis tanah latosol seluas 34.231 ha atau 2,5 % dari luas total
jenis tanah latosol di Provinsi Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko
banjir ditinjau dari parameter jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 48.
Tabel 48 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter jenis tanah
Luas Potensi Resiko Banjir (Ha)
Jenis Tanah
Rendah Sedang Tinggi Total
Aluvial 469.086 38.679 20.182 527.947
Andosol 351.054 726 16 351.796
Grumusol 161.637 2.830 1.112 165.580
Latosol 1.220.123 85.523 25.250 1.330.896
Litosol 3.408 165 3 3.576
Mediteran 82.200 5.119 1.038 88.357
Organosol 128.473 17.056 10.873 156.402
Podsolik 778.259 21.653 5.691 805.603
Regosol 113.542 15.798 2.256 131.595
Resina 114.894 3.122 1.183 119.199
Total 3.422.677 190.671 67.603 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi resiko bencana longsor berdasarkan
jenis tanah, yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk (density), aksesibilitas dan
infrastruktur pada masing-masing jenis tanah, dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko
tinggi longsor terdapat pada lahan-lahan dengan jenis tanah andosol seluas 22.740 ha atau
6,3 % dari luas total jenis tanah andosol di Provinsi Jawa Barat; jenis tanah regosol seluas
100

2.695 ha atau 2,0 % dari luas total jenis tanah regosol di Provinsi Jawa Barat; serta jenis
tanah latosol seluas 21.795 ha atau 1,6 % dari luas total jenis tanah latosol di Provinsi Jawa
Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko longsor ditinjau dari parameter jenis
tanah ditunjukkan pada Tabel 49.
Tabel 49 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter jenis tanah
Luas Potensi Resiko Longsor (Ha)
Jenis Tanah
Rendah Sedang Tinggi Total
Aluvial 527.458 489 0 527.947
Andosol 340.174 9.854 1.768 351.796
Grumusol 165.349 231 0 165.580
Latosol 1.297.183 33.491 222 1.330.896
Litosol 3.573 3 0 3.576
Mediteran 88.230 127 0 88.357
Organosol 156.360 42 0 156.402
Podsolik 792.492 12.558 553 805.603
Regosol 126.766 4.717 112 131.595
Resina 118.875 324 0 119.199
Total 3.616.460 61.836 2.655 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

1.400.000

1.200.000

1.000.000

800.000
Luas (Ha)

600.000

400.000

200.000

0
Aluvial Andosol Grumusol Latosol Litosol Mediteran Organosol Podsolik Regosol Resina

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 77 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter jenis tanah

1.400.000

1.200.000

1.000.000

800.000
Luas (Ha)

600.000

400.000

200.000

0
Aluvial Andosol Grumusol Latosol Litosol Mediteran Organosol Podsolik Regosol Resina

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 78 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter jenis tanah
101

Berdasarkan Tabel 48 dan Tabel 49, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap resiko banjir tinggi berdasarkan
parameter jenis tanah, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan jenis tanah aluvial dan
latosol. Sedangkan untuk kategori potensi resiko longsor tinggi, lebih didominasi pada
lahan-lahan dengan jenis tanah andosol, regosol dan latosol. Sebaran proporsi luasan
daerah potensi resiko banjir dan longsor dengan kelas resiko tinggi berdasarkan parameter
jenis tanah, ditunjukkan pada Gambar 77 dan Gambar 78.

Potensi Resiko (Risk) Banjir dan Longsor Ditinjau dari Parameter Geologi
Berdasarkan atas struktur batuan atau geologinya yang dikaitkan dengan tingkat
kepadatan penduduk (density), aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing geologi
batuan, dapat diketahui bahwa tingkat potensi resiko tinggi banjir terdapat pada lahan-
lahan dengan geologi batuan endapan permukaan seluas 63.005 ha atau 6,9 % dari luas
total geologi batuan endapan permukaan di Provinsi Jawa Barat; serta geologi batuan
sedimen seluas 16.734 ha atau 1,6 % dari luas total geologi batuan sedimen di Provinsi
Jawa Barat. Sebaran proporsi luasan daerah potensi resiko banjir ditinjau dari parameter
geologi batuan ditunjukkan pada Tabel 50.
Tabel 50 Proporsi luas potensi resiko banjir ditinjau dari parameter geologi
Luas Potensi Resiko Banjir (Ha)
Geologi Batuan
Rendah Sedang Tinggi Total
Endapan Permukaan 763.954 91.360 42.258 897.572
Gunung Api / Vulkanik 1.599.181 67.712 14.054 1.680.947
Sedimen 977.301 29.377 11.066 1.017.745
Terobosan 62.278 1.428 190 63.896
Tubuh Air 19.964 793 35 20.791
Total 3.422.677 190.671 67.603 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Sementara itu, apabila kita kaitkan potensi resiko bencana longsor berdasarkan
struktur batuan atau geologi, yang dikaitkan dengan tingkat kepadatan penduduk (density),
aksesibilitas dan infrastruktur pada masing-masing geologi batuan, dapat diketahui bahwa
tingkat potensi resiko tinggi longsor terdapat pada lahan-lahan dengan geologi batuan
gunung api seluas 53.726 ha atau 3,1 % dari luas total geologi batuan gunung api. Sebaran
proporsi luasan daerah potensi resiko longsor ditinjau dari parameter geologi ditunjukkan
pada Tabel 51.
Tabel 51 Proporsi luas potensi resiko longsor ditinjau dari parameter geologi
Luas Potensi Resiko Longsor (Ha)
Geologi Batuan
Rendah Sedang Tinggi Total
Endapan Permukaan 885.243 11.578 751 897.572
Gunung Api / Vulkanik 1.643.656 35.772 1.519 1.680.947
Sedimen 1.003.461 13.908 375 1.017.745
Terobosan 63.310 576 10 63.896
Tubuh Air 20.790 1 0 20.791
Total 3.616.460 61.836 2.655 3.680.951
Sumber : Hasil Analisis, 2013
102

Berdasarkan Tabel 50 dan Tabel 51, dapat diketahui bahwa sebaran daerah di
Provinsi Jawa Barat yang berpotensi terhadap resiko banjir tinggi berdasarkan
parameter geologi batuan, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan geologi batuan
endapan permukaan dan sedimen. Sedangkan untuk kategori potensi resiko longsor
tinggi, lebih didominasi pada lahan-lahan dengan geologi batuan gunung api. Sebaran
proporsi luasan daerah potensi resiko banjir dan longsor dengan kelas resiko tinggi ditinjau
dari parameter geologi batuan, ditunjukkan pada Gambar 79 dan Gambar 80.

1.600.000

1.400.000

1.200.000

1.000.000
Luas (Ha)

800.000

600.000

400.000

200.000

0
Endapan Permukaan Gunung Api / Vulkanik Sedimen Terobosan Tubuh Air

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 79 Grafik luas potensi resiko (risk) banjir ditinjau dari parameter geologi

1.800.000

1.600.000

1.400.000

1.200.000
Luas (Ha)

1.000.000

800.000

600.000

400.000

200.000

0
Endapan Permukaan Gunung Api / Vulkanik Sedimen Terobosan Tubuh Air

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 80 Grafik luas potensi resiko (risk) longsor ditinjau dari parameter geologi
Uji Kesesuaian Model di Lapangan

Hasil validasi lapangan (field groundcek) dan data rekapitulasi kejadian bencana
banjir dan longsor di lapangan (existing) dari BNPB (tahun 2010-2012), menunjukkan
tingkat akurasi peta hasil analisis potensi rawan (hazard) dan resiko (risk) banjir dan
longsor yang cukup tinggi. Frekuensi bencana banjir di lapangan (existing) terjadi
sebanyak 88 kali pada kelas potensi rawan banjir sedang sampai sangat tinggi dari total
115 kali kejadian banjir, atau sebesar 76,5 % dari total bencana banjir. Sedangkan
frekuensi bencana longsor di lapangan (existing) terjadi sebanyak 86 kali pada kelas
potensi rawan longsor sedang sampai sangat tinggi dari total 113 kali kejadian longsor,
atau sebesar 76,1 % dari total bencana longsor (Tabel 52 dan Gambar 81).
103

Tabel 52 Frekuensi kejadian bencana banjir dan longsor di lapangan (existing)


Frekuensi Kejadian Banjir dan Longsor
Kejadian Bencana Tidak Agak Rawan Rawan Rawan Sangat Total
Rawan Rawan Sedang Tinggi Tinggi
Banjir 6 21 7 50 31 115
Longsor 4 23 8 51 27 113
Total 10 44 15 101 58 228
Sumber : hasil analisis, 2013

Gambar 81 Grafik frekuensi kejadian dan prosentase bencana banjir dan longsor di
lapangan (existing) terhadap peta potensi rawan (hazard) banjir dan longsor

Sebaran frekuensi kejadian banjir yang terjadi di lapangan (existing) terdapat di


Kabupaten Bandung (31 kali), Ciamis (12 kali), Cianjur (2 kali), Garut (43 kali), Kota
Bandung (1 kali), Indramayu (11 kali), Kuningan (1 kali), Majalengka (1 kali), Subang
(1 kali), Sukabumi (11 kali) dan Sumedang (1 kali). Sedangkan sebaran frekuensi
kejadian longsor yang terjadi di lapangan (existing) terdapat di Kabupaten Bandung (4
kali), Bandung Barat (10 kali), Bogor (17 kali), Ciamis (2 kali), Cianjur (12 kali), Garut
(22 kali), Kota Bandung (1 kali), Kota Bogor (11 kali), Kuningan (1 kali), Majalengka
(3 kali), Sukabumi (18 kali), Sumedang (10 kali) dan Tasikmalaya (2 kali). Sebaran
frekuensi kejadian banjir dan longsor di lapangan (existing) per kabupaten/kota
disajikan pada Gambar 82 dan Gambar 83.
104

20

18
Frekuensi Kejadian Banjir (kali)

16

14

12

10

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 82 Sebaran frekuensi kejadian banjir di lapangan (existing) per kabupaten/kota

6
Frekuensi Kejadian Longsor (kali)

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 83 Sebaran frekuensi kejadian longsor di lapangan (existing) per kabupaten/


kota
Analisis Pola Pemanfaatan Ruang
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat
Tahun 2010-2030

Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2030, rencana pola ruang
wilayah provinsi meliputi rencana pola ruang kawasan lindung dan rencana pola ruang
kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis provinsi. Kawasan lindung adalah
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Pengembangan kawasan
lindung di Jawa Barat bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem
antar wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan di Jawa Barat.
105

Kawasan lindung Provinsi Jawa Barat meliputi :


a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yang terdiri atas
kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air.
b. Kawasan perlindungan setempat, yang terdiri atas sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar waduk dan danau/situ, kawasan sekitar mata air, serta
ruang terbuka hijau kota.
c. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, yang terdiri atas kawasan
cagar alam; kawasan suaka margasatwa; kawasan suaka alam laut dan perairan
lainnya; kawasan pantai mangrove; taman nasional; taman hutan raya; taman wisata
alam; serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
d. Kawasan rawan bencana alam, yang terdiri atas kawasan rawan tanah longsor;
kawasan rawan gelombang pasang; serta kawasan rawan banjir.
e. Kawasan lindung geologi, yang terdiri atas kawasan cagar alam geologi dan
kawasan kars; kawasan rawan bencana alam geologi; serta kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap air tanah.
f. Kawasan lindung lainnya, yang terdiri atas taman buru; kawasan perlindungan
plasma nutfah; terumbu karang; kawasan koridor bagi satwa atau biota laut yang
dilindungi; serta usulan hutan lindung terdiri atas hutan produksi dan hutan
produksi terbatas yang diusulkan diubah statusnya menjadi hutan lindung; serta
lahan milik masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan negara.

Berdasarkan jenis dan kriteria kawasan lindung tersebut maka rencana pola
ruang kawasan lindung Provinsi Jawa Barat 2029 adalah :
a. menetapkan kawasan lindung provinsi seluas 45% dari luas seluruh wilayah Daerah
yang meliputi kawasan lindung hutan dan kawasan lindung di luar kawasan hutan,
serta ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2018.
b. mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi
hidroorologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air
c. mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi
lindung.

Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya Berdasarkan RTRW Provinsi


Jawa Barat Tahun 2010-2030

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya yang menjadi kewenangan provinsi dan
merupakan kawasan strategis provinsi, dapat berupa kawasan peruntukan hutan
produksi (kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, kawasan
hutan yang dapat dikonversi), kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan
pertanian, kawasan peruntukan perkebunan, kawasan peruntukan perikanan (darat dan
laut), kawasan peruntukan pertambangan, kawasan industri, kawasan peruntukan
pariwisata, kawasan peruntukan lainnya. Peta Rencana Pola Ruang Provinsi Jawa Barat
Tahun 2010-2030 disajikan pada Gambar 84.
106

Kesesuaian Rencana Pola Ruang Ditinjau dari Potensi Rawan (Hazard)


Banjir dan Longsor serta Arahan Pemanfaatannya

Hasil integrasi antara Peta Rencana Pola Ruang dalam RTRW Provinsi Jawa
Barat Tahun 2010-2030 dengan Peta Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor di
Provinsi Jawa Barat menunjukkan tingkat kesesuaian yang cukup tinggi. Hal ini
ditunjukkan dari rencana pola ruang untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya
dimana sebagian besar telah sesuai dengan potensi fisik lahannya, kecuali untuk rencana
pola ruang perkotaan, perdesaan dan sawah yang masih terdapat di beberapa daerah
yang memiliki potensi untuk terjadinya bahaya banjir yang cukup tinggi. Sedangkan
khusus untuk potensi rawan longsor, hampir sebagian besar telah sesuai dengan rencana
pola ruang yang telah disusun. Hal ini berarti dalam rencana pola ruang tersebut telah
memperhatikan karakteristik fisik lahan dan potensi rawan (hazard) bencana longsor
didalamnya. Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard) banjir
dan arahan pemanfaatan ruangnya disajikan pada Tabel 53 dan Gambar 85. Sedangkan
untuk kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard) longsor dan
arahan pemanfaatan ruangnya disajikan pada Tabel 54 dan Gambar 86. Secara detil
kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard) banjir dan longsor
serta arahan pemanfaatan ruangnya per kabupaten/kota disajikan dalam Lampiran 3.
Dalam penelitian ini, tingkat kesesuaian rencana pola ruang yang tertuang dalam
RTRW Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2030 terhadap hasil analisis potensi rawan
(hazard) bencana banjir dan longsor, hanya diperhitungkan mulai dari potensi rawan
sedang sampai dengan potensi rawan sangat tinggi. Hal ini dengan asumsi bahwa kelas
potensi rawan sedang sampai dengan sangat tinggi tersebut dapat merepresentasikan
kondisi di lapang yang sebenarnya. Kesesuaian diangap tinggi apabila persentase hasil
analisis potensi rawan (hazard) banjir dan longsornya nilainya >75 %; kesesuaian
sedang, apabila persentase nilai hasil analisisnya antara 50 % sampai dengan 75 %,
sedangkan kesesuaian rendah, apabila persentase nilai hasil analisisnya <50 %.
Perhitungan persentase tingkat kesesuaian tersebut disajikan pada Tabel 53.

Tabel 53 Perhitungan persentase tingkat kesesuaian rencana pola ruang terhadap hasil
analisis potensi rawan (hazard) banjir dan longsor
Persentase Hasil
No. Potensi Rawan Banjir dan Longsor Tingkat Kesesuaian
Analisis
1. Tidak Rawan < 50 % Rendah
2. Agak Rawan 50 – 75 % Sedang
3. Rawan Sedang – Rawan Sangat Tinggi > 75 % Tinggi

Sumber : hasil analisis, 2013


107

Gambar 84 Peta Rencana Pola Ruang Tahun 2010-2030 Provinsi Jawa Barat
108

Tabel 54 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard) banjir dan arahan pemanfaatan ruangnya
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Arahan Pemanfaatan
Pola Ruang (RTRW
Rawan Rawan Berdasarkan Potensi Rawan
Provinsi Jawa Barat Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Tinggi Total
Sedang Sangat Tinggi Banjir Tinggi dan Sangat
2010-2030)
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Tinggi

01. Hutan Konservasi 105.339 59,0 63.011 35,3 8.174 4,6 1.614 0,9 251 0,1 178.389 4,8 Hutan Konservasi (Sesuai)
02. Konservasi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 100,0 0 0,0 0 0,0 Konservasi Perairan (Sesuai)
Perairan
03. Hutan Lindung 148.830 67,7 44.080 20,0 123 0,1 380 0,2 26.457 12,0 219.871 6,0 Hutan Lindung (Sesuai)
04. LNH-Sesuai Utk 17.179 35,6 30.190 62,6 841 1,7 29 0,1 0 0,0 48.239 1,3 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Htn. Lindung (Sesuai)
05. LNH-Resapan Air 102.742 24,2 176.426 41,6 75.886 17,9 63.523 15,0 5.593 1,3 424.170 11,5 LNH-Resapan Air (Sesuai)
06. LNH-Perlindungan 4.090 7,0 26.873 46,0 22.675 38,8 4.735 8,1 84 0,1 58.458 1,6 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (Sesuai)
07. LNH-Rawan 12.880 19,0 46.041 67,8 8.140 12,0 876 1,3 13 0,0 67.950 1,8 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Letusan Gn. Api (Sesuai)
08. LNH-Rawan 105.363 16,2 453.117 69,7 86.020 13,2 5.514 0,8 317 0,0 650.332 17,7 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Gerakan Tanah (Sesuai)
09. LNH-Rawan 0 0,0 920 2,4 11.065 29,3 14.433 38,2 11.339 30,0 37.757 1,0 LNH-Rawan Tsunami (Sesuai)
Tsunami
10. KB-Hutan 54.025 31,1 89.679 51,6 29.140 16,8 731 0,4 232 0,1 173.806 4,7 KB-Hutan Produksi Terbatas
Produksi Terbatas (Sesuai)
11. KB-Hutan 54.807 25,5 68.839 32,0 47.256 22,0 37.894 17,6 6.006 2,8 214.803 5,8 KB-Hutan Produksi (Sesuai)
Produksi
12. KB-Hutan 0 0,0 267 22,3 888 74,2 41 3,5 0 0,0 1.196 0,0 KB-Hutan Cadangan (Sesuai)
Cadangan
13. KB-Enclave 6.677 28,8 11.970 51,7 1.959 8,5 648 2,8 1.903 8,2 23.157 0,6 KB-Enclave (Sesuai)
14. Perkotaan 3.764 1,1 29.738 8,6 94.797 27,5 148.561 43,1 67.917 19,7 344.777 9,4 Perkotaan (penerapan teknik
konservasi tanah dan air, serta
teknik mitigasi terhadap banjir)
15. Sawah 370 0,1 13.091 3,4 23.071 6,0 62.246 16,3 284.123 74,2 382.901 10,4 Sawah (penerapan teknik
109

Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Arahan Pemanfaatan


Pola Ruang (RTRW
Rawan Rawan Berdasarkan Potensi Rawan
Provinsi Jawa Barat Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Tinggi Total
Sedang Sangat Tinggi Banjir Tinggi dan Sangat
2010-2030)
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Tinggi
konservasi tanah dan air, serta
teknik mitigasi terhadap banjir)
16. Perdesaan 37.164 4,5 330.874 40,5 244.071 29,8 107.613 13,2 97.937 12,0 817.659 22,2 Perdesaan (penerapan teknik
konservasi tanah dan air, serta
teknik mitigasi terhadap banjir)
17. KB-Tubuh Air 641 1,7 8.095 21,6 12.282 32,8 11.365 30,3 5.102 13,6 37.486 1,0 KB-Tubuh Air (Sesuai)
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951
Sumber : hasil analisis, 2013

Tabel 55 Tingkat kesesuaian rencana pola ruang terhadap hasil analisis potensi rawan (hazard) banjir
Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis
Pola Ruang (RTRW Provinsi Jawa Rawan Sedang- Tingkat
Tidak Rawan Agak Rawan Total Keterangan
Barat 2010-2030) Sangat Tinggi Kesesuaian
Ha % Ha % Ha % Ha %
01. Hutan Konservasi 105.339 59,0 63.011 35,3 10.040 5,6 178.389 4,8 Sedang Kategori Tidak Rawan
02. Konservasi Perairan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Rendah -
03. Hutan Lindung 148.830 67,7 44.080 20,0 26.960 12,3 219.871 6,0 Sedang Kategori Tidak Rawan
04. LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung 17.179 35,6 30.190 62,6 870 1,8 48.239 1,3 Sedang Kategori Agak Rawan
05. LNH-Resapan Air 102.742 24,2 176.426 41,6 145.003 34,2 424.170 11,5 Rendah Kategori Agak Rawan
06. LNH-Perlindungan Geologi 4.090 7,0 26.873 46,0 27.494 47,0 58.458 1,6 Rendah Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
07. LNH-Rawan Letusan Gn. Api 12.880 19,0 46.041 67,8 9.029 13,3 67.950 1,8 Sedang Kategori Agak Rawan
08. LNH-Rawan Gerakan Tanah 105.363 16,2 453.117 69,7 91.852 14,1 650.332 17,7 Sedang Kategori Agak Rawan
09. LNH-Rawan Tsunami 0 0,0 920 2,4 36.837 97,6 37.757 1,0 Tinggi Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
110

Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis


Pola Ruang (RTRW Provinsi Jawa Rawan Sedang- Tingkat
Tidak Rawan Agak Rawan Total Keterangan
Barat 2010-2030) Sangat Tinggi Kesesuaian
Ha % Ha % Ha % Ha %
10. KB-Hutan Produksi Terbatas 54.025 31,1 89.679 51,6 30.102 17,3 173.806 4,7 Sedang Kategori Agak Rawan
11. KB-Hutan Produksi 54.807 25,5 68.839 32,0 91.156 42,4 214.803 5,8 Rendah Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
12. KB-Hutan Cadangan 0 0,0 267 22,3 929 77,7 1.196 0,0 Tinggi Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
13. KB-Enclave 6.677 28,8 11.970 51,7 4.510 19,5 23.157 0,6 Sedang Kategori Agak Rawan
14. Perkotaan 3.764 1,1 29.738 8,6 311.275 90,3 344.777 9,4 Tinggi Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
15. Sawah 370 0,1 13.091 3,4 369.440 96,5 382.901 10,4 Tinggi Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
16. Perdesaan 37.164 4,5 330.874 40,5 449.621 55,0 817.659 22,2 Rendah Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
17. KB-Tubuh Air 641 1,7 8.095 21,6 28.750 76,7 37.486 1,0 Tinggi Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi
Total 653.871 1.393.211 1.633.868 3.680.951
111

Tabel 56 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard) longsor dan arahan pemanfaatan ruangnya
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Pola Ruang (RTRW Rawan
Rawan Rawan Berdasarkan Potensi Rawan
Provinsi Jawa Barat Tidak Rawan Agak Rawan Sangat Total
Sedang Tinggi Longsor Tinggi dan Sangat
2010-2030) Tinggi
Tinggi
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
01. Hutan Konservasi 110 0,1 23.494 13,2 91.290 51,2 52.480 29,4 11.016 6,2 178.389 4,8 Hutan Konservasi (Sesuai)
02. Konservasi Perairan 0 0,0 0 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Konservasi Perairan (Sesuai)
03. Hutan Lindung 27.134 12,3 16.480 7,5 113.775 51,7 59.224 26,9 3.258 1,5 219.871 6,0 Hutan Lindung (Sesuai)
04. LNH-Sesuai Utk 732 1,5 14.024 29,1 30.215 62,6 3.221 6,7 47 0,1 48.239 1,3 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Htn. Lindung (Sesuai)
05. LNH-Resapan Air 132.764 31,3 153.004 36,1 119.110 28,1 18.745 4,4 547 0,1 424.170 11,5 LNH-Resapan Air (Sesuai)
06. LNH-Perlindungan 2.078 3,6 54.081 92,5 2.293 3,9 5 0,0 0 0,0 58.458 1,6 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (Sesuai)
07. LNH-Rawan 14.634 21,5 38.337 56,4 14.376 21,2 602 0,9 0 0,0 67.950 1,8 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Letusan Gn. Api (Sesuai)
08. LNH-Rawan 51.731 8,0 422.043 64,9 173.628 26,7 2.930 0,5 0 0,0 650.332 17,7 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Gerakan Tanah (Sesuai)
09. LNH-Rawan 7.688 20,4 29.766 78,8 302 0,8 0 0,0 0 0,0 37.757 1,0 LNH-Rawan Tsunami (Sesuai)
Tsunami
10. KB-Hutan Produksi 19.084 11,0 89.183 51,3 64.213 36,9 1.325 0,8 0 0,0 173.806 4,7 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (Sesuai)
11. KB-Hutan Produksi 61.453 28,6 82.800 38,5 68.539 31,9 2.011 0,9 0 0,0 214.803 5,8 KB-Hutan Produksi (Sesuai)
12. KB-Hutan Cadangan 601 50,2 589 49,3 6 0,5 0 0,0 0 0,0 1.196 0,0 KB-Hutan Cadangan (Sesuai)
13. KB-Enclave 3.149 13,6 7.011 30,3 12.231 52,8 744 3,2 22 0,1 23.157 0,6 KB-Enclave (Sesuai)
14. Perkotaan 186.352 54,0 129.350 37,5 29.042 8,4 33 0,0 0 0,0 344.777 9,4 Perkotaan (Sesuai)
15. Sawah 350.850 91,6 31.448 8,2 603 0,2 0 0,0 0 0,0 382.901 10,4 Sawah (Sesuai)
16. Perdesaan 281.637 34,4 462.746 56,6 72.813 8,9 463 0,1 0 0,0 817.659 22,2 Perdesaan (Sesuai)
17. KB-Tubuh Air 24.448 65,2 10.185 27,2 2.777 7,4 71 0,2 5 0,0 37.486 1,0 KB-Tubuh Air (Sesuai)
112

Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis


Arahan Pemanfaatan
Pola Ruang (RTRW Rawan
Rawan Rawan Berdasarkan Potensi Rawan
Provinsi Jawa Barat Tidak Rawan Agak Rawan Sangat Total
Sedang Tinggi Longsor Tinggi dan Sangat
2010-2030) Tinggi
Tinggi
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
Total 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 3.680.951 100,0
Sumber : hasil analisis, 2013

Tabel 57 Tingkat kesesuaian rencana pola ruang terhadap hasil analisis potensi rawan (hazard) longsor
Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis

Pola Ruang (RTRW Provinsi Jawa Rawan Sedang- Tingkat


Tidak Rawan Agak Rawan Total Keterangan
Barat 2010-2030) Sangat Tinggi Kesesuaian

Ha % Ha % Ha % Ha %

01. Hutan Konservasi 110 0,1 23.494 13,2 154.786 86,8 178.389 4,8 Tinggi Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi

02. Konservasi Perairan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Rendah -

03. Hutan Lindung 27.134 12,3 16.480 7,5 176.258 80,2 219.871 6,0 Tinggi Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi

04. LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung 732 1,5 14.024 29,1 33.483 69,4 48.239 1,3 Sedang Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi

05. LNH-Resapan Air 132.764 31,3 153.004 36,1 138.402 32,6 424.170 11,5 Rendah Kategori Agak Rawan

06. LNH-Perlindungan Geologi 2.078 3,6 54.081 92,5 2.298 3,9 58.458 1,6 Tinggi Kategori Agak Rawan
113

Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis

Pola Ruang (RTRW Provinsi Jawa Rawan Sedang- Tingkat


Tidak Rawan Agak Rawan Total Keterangan
Barat 2010-2030) Sangat Tinggi Kesesuaian

Ha % Ha % Ha % Ha %

07. LNH-Rawan Letusan Gn. Api 14.634 21,5 38.337 56,4 14.978 22,0 67.950 1,8 Sedang Kategori Agak Rawan

08. LNH-Rawan Gerakan Tanah 51.731 8,0 422.043 64,9 176.558 27,1 650.332 17,7 Sedang Kategori Agak Rawan

09. LNH-Rawan Tsunami 7.688 20,4 29.766 78,8 302 0,8 37.757 1,0 Tinggi Kategori Agak Rawan

10. KB-Hutan Produksi Terbatas 19.084 11,0 89.183 51,3 65.539 37,7 173.806 4,7 Sedang Kategori Agak Rawan

11. KB-Hutan Produksi 61.453 28,6 82.800 38,5 70.550 32,8 214.803 5,8 Rendah Kategori Agak Rawan

12. KB-Hutan Cadangan 601 50,2 589 49,3 6 0,5 1.196 0,0 Sedang Kategori Tidak Rawan

13. KB-Enclave 3.149 13,6 7.011 30,3 12.997 56,1 23.157 0,6 Sedang Kategori Rawan
Sedang-Sangat Tinggi

14. Perkotaan 186.352 54,0 129.350 37,5 29.075 8,4 344.777 9,4 Sedang Kategori Tidak Rawan

15. Sawah 350.850 91,6 31.448 8,2 603 0,2 382.901 10,4 Tinggi Kategori Tidak Rawan

16. Perdesaan 281.637 34,4 462.746 56,6 73.277 9,0 817.659 22,2 Sedang Kategori Agak Rawan

17. KB-Tubuh Air 24.448 65,2 10.185 27,2 2.853 7,6 37.486 1,0 Sedang Kategori Tidak Rawan

Total 1.164.444 1.564.541 951.965 3.680.951 100,0


114

500.000

450.000

400.000

350.000
Luas (Ha)

300.000

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 85 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard) banjir

500.000

450.000

400.000

350.000
Luas (Ha)

300.000

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

Tidak Rawan Agak Rawan Rawan Sedang Rawan Tinggi Rawan Sangat Tinggi

Gambar 86 Kesesuaian rencana pola ruang ditinjau dari potensi rawan (hazard) longsor
115

VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Parameter utama dan nilai bobot yang berkontribusi terhadap rawan (hazard)
banjir adalah lereng (0,377), bentang lahan (0,277), elevasi (0,126), curah hujan
(0,108), penggunaan lahan (0,049), jenis tanah (0,036) dan geologi (0,026). Sedangkan
parameter utama dan nilai bobot yang berkontribusi terhadap rawan (hazard) longsor
adalah lereng (0,310), elevasi (0,280), bentang lahan (0,167), geologi (0,109), curah
hujan (0,067), penggunaan lahan (0,038) dan jenis tanah (0,031).
Wilayah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh potensi rawan banjir agak rawan
seluas 1.393.211 ha (37,8 %), sedangkan potensi rawan banjir tinggi dan sangat tinggi
hanya seluas 460.204 ha (12,5 %) dan 507.274 ha (13,8 %); dengan sebaran proporsi luas
daerah per kabupaten/kota dengan kelas rawan banjir tinggi dan sangat tinggi terdapat di
Kabupaten Bekasi (25,8 % dan 57,2 %), Cirebon (38,8 % dan 36,6 %), Indramayu (32,7
% dan 62,4 %), Karawang (12,4 % dan 67,8 %), Majalengka (31,3 % dan 10,1 %),
Subang (22,8 % dan 31,6 %), Kota Bandung (58,3 % dan 0,0 %), Kota Banjar (15,4 %
dan 30,4 %), Kota Bekasi (57,4 % dan 22,8 %), Kota Bogor (50,7 % dan 16,9 %), Kota
Cirebon (50,2 % dan 28,4 %) serta Kota Depok (56,5 % dan 19,0 %). Potensi rawan
longsor didominasi oleh kelas agak rawan seluas 1.564.541 ha (42,5 %) dan tidak rawan
seluas 1.164.444 ha (31,6 %); sedangkan potensi rawan longsor tinggi dan sangat tinggi
hanya seluas 141.855 ha (3,9 %) dan 14.895 ha (0,4 %) dari luas total Provinsi Jawa Barat;
dengan sebaran proporsi luas daerah per kabupaten/kota dengan kelas rawan longsor
tinggi dan sangat tinggi terdapat di Kabupaten Bandung (21,8 % dan 2,7 %) serta
Kabupaten Garut (12,5 % dan 1,0 %).
Hasil validasi lapangan (field groundcek) dan data rekapitulasi kejadian bencana
banjir dan longsor di lapangan (existing) dari BNPB (tahun 2010-2012), menunjukkan
tingkat akurasi peta hasil analisis potensi rawan (hazard) dan resiko (risk) banjir dan
longsor yang cukup tinggi, yaitu sebesar 76,5 % dari total bencana banjir serta 76,1 % dari
total bencana longsor.
Hasil integrasi antara Peta Rencana Pola Ruang dalam RTRW Provinsi Jawa
Barat Tahun 2010-2030 dengan Peta Potensi Rawan (Hazard) Banjir dan Longsor di
Provinsi Jawa Barat menunjukkan tingkat kesesuaian yang cukup tinggi. Hal ini
ditunjukkan dari rencana pola ruang untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya
dimana sebagian besar telah sesuai dengan potensi fisik lahannya, kecuali untuk rencana
pola ruang perkotaan, perdesaan dan sawah yang masih terdapat di beberapa daerah
yang memiliki potensi untuk terjadinya bahaya banjir yang cukup tinggi. Sedangkan
khusus untuk potensi rawan longsor, hampir sebagian besar telah sesuai dengan rencana
pola ruang yang telah disusun. Hal ini berarti dalam rencana pola ruang tersebut telah
memperhatikan karakteristik fisik lahan dan potensi rawan (hazard) bencana longsor
didalamnya.
Hanya terdapat 5 (lima) rencana pola ruang yang memiliki tingkat kesesuaian
yang tinggi terhadap hasil analisis potensi rawan (hazard) banjir, yaitu LNH-Rawan
Tsunami (97,6 %), KB-Hutan Cadangan (77,7 %), Perkotaan (90,3 %), Sawah (96,5 %),
dan KB-Tubuh Air (76,7 %). Sedangkan tingkat kesesuaian yang tinggi terhadap hasil
116

analisis potensi rawan (hazard) longsor hanya terdapat pada 2 (dua) rencana pola ruang,
yaitu Hutan Konservasi (86,8 %) dan Hutan Lindung (80,2 %).

Saran
Penelitian ini belum memasukkan parameter nilai ekonomi (value) yang dapat
memberikan informasi mengenai seberapa besar potensi kerugian suatu daerah sebagai
akibat dari adanya potensi bahaya (hazard) dan resiko (risk) banjir dan longsor tersebut.
Disarankan dalam penelitian-penelitian lanjutan, untuk dapat memasukkan parameter
nilai ekonomi (value) dalam tahapan analisis kerentanan bencana lingkungan (banjir dan
longsor), maupun bencana yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Acar, M. 2010. Determination of Strain Accumulation in Landslide Areas with GPS


Measurements. Scientific Research and Essays. Vol. 5(8):763-768. 18 April
2010. ISSN 1992-2248 ©2010 Academic Journals.
Http://www.academicjournals.org/SRE

Anita, NLG. 2010. Pemetaan Daerah Rawan Longsor Kabupaten Karo Provinsi
Sumatera Utara. Thesis. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara

Arini, DID., Prasetyo, LB. dan Rusdiana, O. 2007. Aplikasi Sistem Informasi Geografis
(SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi Answers dalam
Memperdeksi Erosi dan Sedimentasi (Studi Kasus : DTA Cipopokol Sub Das
Cisadane Hulu Kabupaten Bogor). Media Konservasi. 7(1):1-10. Januari 2007.
Fakultas Kehutanan. IPB

Alhasanah, F. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta
Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus
Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Arifin, S., Carolila, I. dan Winarso. 2006. Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG
Untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor (Propinsi Lampung).
Jurnal Penginderaan Jauh. 3(1):77-86. LAPAN. Jakarta

Anwar, S., Sinukaban, N., Pawitan, H. dan Tarigan, SD. 2005. Pengembangan
Indikator Peringatan Dini Banjir Pada Sungai Cimanuk dengan Metode
Regresi Berganda dan Peramalan Debit Banjir dengan Model Arima. Forum
Pascasarjana. 28(3):215-229. Juli 2005. IPB. Bogor

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah Dan Air. Bogor. IPB Press


117

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press

Barus, B. dan Wiradisastra, US. 2000. Sistem Informasi Geografi – Sarana Manajemen
Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah


Tunggal Menggunakan SIG: Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet, Jawa
Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(1):7-16. April 1999. ISSN 1410-
7333

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2011. Indeks Rawan


Bencana Indonesia Tahun 2011. Jakarta

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2012. Pedoman Umum


Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta

Badan Planologi. 2003. Status dan Kondisi Kerusakan Hutan di Indonesia Tahun 2003.
Kementerian Kehutanan. Jakarta

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2002. Laporan Singkat Hasil
Pemeriksaan Bencana Gerakan Tanah di Provinsi Jawa Barat, 1985-2005.
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Lingkungan, Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung

Edyanto, H. 1996. Peranan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan Dalam Pengendalian


Banjir. Kasus Kota Cilacap. Jurnal Alami, Vol. 1 No. 3 Tahun 1996. BPPT.
Jakarta

Gupta, AK. dan Nair, SS. 2010. Flood Risk and Context of Land-Uses: Chennai City
Case. Journal of Geography and Regional Planning. 3(12):365-372. December
2010. ISSN 2070-1845 ©2010 Academic Journals.
Http://www.academicjournals.org/JGRP

Goenadi, SJ., Sartohadi, Hardiyatmo, HC., Hadmoko DS. dan Giyarsih, SR. 2003.
Konservasi Lahan Terpadu Daerah Rawan Bencana Longsoran di Kabupaten
Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Program Studi
Bencana Alam (PSBA). Lembaga Penelitian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta

Harjadi, B., Prakoso, D. dan Wuryanta, A. 2007. Analisis Karakteristik Kondisi Fisik
Lahan DAS dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG)
di DAS Benain-Noelmina, NTT. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7(2):74-79
118

I Nengah, SJ. 2005. Teknik Mendeteksi Lahan Longsor Menggunakan Citra SPOT
Multiwaktu: Studi Kasus di Teradomari, Tochio dan Shidata Mura, Niigata,
Jepang. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 10(1):31-48

Kabir, A., Mahdavi, M., Bahremand, A. dan Noora, N. 2011. Application of a


geographical information system (GIS) based hydrological model for flow
prediction in Gorganrood river basin, Iran. African Journal of Agricultural
Research. 6(1): 35-45. 4 Januari 2011. ISSN 1991-637X ©2011 Academic
Journals. Http://www.academicjournals.org/AJAR

Kadri, T. 2007. Penerapan Sistem Informasi Geografis Dalam Mereduksi Kerugian


Akibat Banjir. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI
2007). 16 Juni 2007. ISSN: 1907-5022. Yogyakarta

[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Laporan Kondisi Tutupan Lahan Tahun
2012. Program Menuju Indonesia Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup.
Jakarta

Kuswartojo, T. 2002. Banjir, Permukiman Marjinal dan Penataan Ruang. Jurnal Alami
7(2):79-82

Lilliesand and Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta.
Gadjah Mada Press

Maantay, J. dan Maroko, A. 2009. Mapping Urban Risk: Flood Hazards, Race and
Environmental Justice in New York . Elsevier. Applied Geography 29 (2009)
111-124. http://www.elsevier.com/locate/apgeog

Marimin. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai


Stok. IPB Press. Juni 2010. Bogor

Mathew, J., Jha, VK. dan Rawat, GS. 2007. Weights of Evidence Modelling for
Landslide Hazard Zonation Mapping in Part of Bhagirathi Valley,
Uttarakhand. Research Articles. Current Science, 628. Vol. 92 No. 5. March
2007

Naryanto, HS. 2001. Prinsip Dasar Bencana, Mitigasi dan Penanggulangan Bencana
dalam Penanganan Bencana. Forum LPPS 43. LPPS-KWI Caritas Indonesia-
CORDAID. Jakarta

Nugroho, JA. 2010. Pemetaan Daerah Rawan Longsor Dengan Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Hutan Lindung Kabupaten
Mojokerto). Thesis. Program Studi Teknik Geomatika. Fakultas Teknis Sipil
dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Nicoll, K. 2010. Geomorphic and Hazard Vulnerability Assessment of Recent


Residential Developments on Landslide-Prone Terrain: The Case of The
Traverse Mountains, Utah, USA. Journal of Geography and Regional Planning.
119

3(6):126-141. June 2010. ISSN 2070-1845 ©2010 Academic Journals.


Http://www.academicjournals.org/jgrp

Nugraha, SAAI. 2009. Sistem Informasi Geografis Pendukung Penentuan Daerah


Rawan Banjir (Studi Kasus Kota Surabaya). Thesis. Jurusan Teknik
Informatika. Fakultas Teknologi Informasi. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember

Narwastu, A. dan Prasetyo, E. 2007. Perancangan Sistem Informasi Geografis Daerah


Banjir di DKI Jakarta dengan Menggunakan ArcView. Proceeding PESAT
(Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil). Vol.2. ISSN : 1858-2559.
Gunadarma. Jakarta

Paripurno, ET. 2004. Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana


Longsor. Prosiding Seminar Permasalahan, Kebijakan dan Penanggulangan
Bencana Tanah Longsor di Indonesia. P3-TPSLK BPPT dan HSF. Jakarta

Pawening, RE. 2010. Pemodelan dan Simulasi Tinggi Genangan Banjir di Kecamatan
Gubeng Kota Surabaya Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Thesis.
Jurusan Teknik Informatika. Fakultas Teknologi Informasi. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember

Pradhan, B. dan Lee, S. 2009. Landslide Risk Analysis Using Artificial Neural Network
Model Focussing On Different Training Sites. International Journal of Physical
Sciences. 4(1):001-015. Januari 2009. ISSN 1992 - 1950 © 2009 Academic
Journals. Http://www.academicjournals.org/IJPS

Rasyid, H. 2010. Interpreting Flood Disasters and Flod Hazard Perceptions from
Newspaper Discourse: Tale of Two Floods in the Red River Valley, Manitoba,
Canada. Elsevier. Applied Geography 31 (2011) 35-45.
http://www.elsevier.com/locate/apgeog

Rusdiana, O. 2002. Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung, Curah Hujan dan Banjir di
Jakarta (Pengalaman Selama Periode Waktu 1984 – 1995). Makalah Pada
Diskusi Panel Upaya Penanggulangan Banjir di Jabotabek, Bogor, 7 Maret
2002

Saefulhakim, RS., Panuju, DR., dan Nasoetion, LI. 1997. Perumusan Kebijaksanaan
Penataan Pemilikan/Penguasaan, Konsolidasi dan Penanganan Penggunaan
Tanah Menuju Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sulistiarto, B. 2010. Studi Tentang Identifikasi Longsor Dengan Menggunakan Citra


Landsat dan Aster (Studi Kasus Kabupaten Jember). Thesis. Program Studi
Teknik Geomatika. Fakultas Teknis Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember
120

Santoso, H. 2009. Studi Alternatif Jalur Evakuasi Bencana Banjir Dengan


Menggunakan Teknologi SIG di Kabupaten Situbondo. Thesis. Program Studi
Teknik Geomatika. Fakultas Teknis Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember

Solaimani, K. 2009. Flood Forecasting Based on Geographical Information System


(GIS). African Journal of Agricultural Research. 4(10):950-956. October 2009.
ISSN 1991-637X ©2009 Academic Journals.
Http://www.academicjournals.org/AJAR

Savitri, A. 2007. Kajian Pemanfaatan Ruang Dalam Kaitannya Dengan Resiko Banjir
di Kabupaten Bandung. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Somantri, L. 2007. Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan Dengan Menggunakan


Teknologi Penginderaan Jauh. Makalah Seminar Ikatan Geografi Indonesia.
Padang.

Suratijaya, IN. 2005. Tehnik Mendeteksi Lahan Longsor Menggunakan Citra Spot
Multiwaktu: Studi Kasus di Teradomari, Tochio dan Shidata Mura, Niigata,
Jepang. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 10(1):31-48. Fakultas Kehutanan.
IPB. Bogor

Suratman dan Partowijoto, A. 2002. Kondisi Iklim dan Lahan di Wilayah Jabotabek
Sebagai Faktor Penyebab Banjir di Jakarta. Makalah Pada Pertemuan MPA,
18 Pebruari 2002 di Jakarta

Suwardi. 1999. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Rawan Banjir di Sebagian


Kotamadya Semarang Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi.
Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sutikno. 1994. Pendekatan Geomorfologi untuk Mitigasi Bencana Alam Akibat


Gerakan Massa Tanah/Batuan. Prosiding Seminar Mitigasi Bencana Alam 16-
17 September 1994. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan Bakornas PB.
Yogyakarta
Lampiran 1 Hasil analisis AHP parameter pembentuk banjir (bobot dan skor) di wilayah Provinsi Jawa Barat

1
Lampiran 2 Hasil analisis AHP parameter pembentuk longsor (bobot dan skor) di wilayah Provinsi Jawa Barat

2
Lampiran 3 Tabel luas potensi rawan banjir dan longsor serta arahan pemanfaatan pola ruang dalam RTRW Provinsi Jawa Barat 2010-2030

Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Bandung: 81.879 61.986 4.817 28.482 0 177.164 21.824 54.233 57.658 38.646 4.803 Bandung:
Hutan Konservasi 16.122 833 0 0 0 16.955 0 107 4.455 10.570 1.824 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 28.008 4.974 61 0 0 33.043 0 834 12.666 17.093 2.451 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 1.048 388 0 0 0 1.436 0 176 689 572 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 26.881 34.105 757 101 0 61.844 1.127 19.909 30.317 9.990 501 LNH-Resapan Air (sesuai,
dilengkapi dengan teknik
konservasi tanah penahan longsor)
LNH-Rawan Letusan Gn. 17 24 0 0 0 41 0 35 2 4 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 4.141 6.650 75 3 0 10.869 1.199 6.223 3.374 73 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 74 84 0 0 0 158 0 12 145 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 332 12 0 0 0 344 0 47 296 1 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 870 267 0 0 0 1.137 0 19 789 307 22 KB-Enclave (sesuai, dilengkapi
dengan teknik konservasi tanah
penahan longsor)
Perkotaan 2.648 4.237 3.223 24.758 0 34.865 16.177 15.630 3.028 30 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 1.231 22 16 0 1.269 278 991 0 0 Sawah (sesuai)
Perdesaan 1.705 8.927 656 3.447 0 14.736 2.993 9.861 1.881 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 30 256 24 157 0 466 49 389 17 6 5 KB-Tubuh Air (sesuai)

3
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Bandung Barat: 36.244 69.321 17.526 4.523 230 127.843 12.364 57.529 48.796 9.154 0 Bandung Barat:
Hutan Konservasi 525 43 0 0 0 568 0 45 282 240 0 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 15.496 4.041 0 0 0 19.537 0 426 10.752 8.359 0 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 471 336 2 0 0 810 0 159 633 17 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 2.581 8.219 383 0 0 11.183 0 8.462 2.643 79 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 219 121 0 0 0 340 0 35 305 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 859 3.824 144 0 0 4.827 0 3.606 1.189 32 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 6.978 27.031 3.101 64 0 37.174 1.298 19.342 16.362 172 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 813 2.728 9 0 0 3.550 0 305 3.245 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 5.430 5.350 8 0 0 10.788 93 3.290 7.173 233 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 457 1.239 1 0 0 1.697 70 115 1.505 7 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 395 2.851 3.226 1.119 1 7.590 661 6.633 293 3 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 8 2 0 0 10 0 0 10 0 0 Sawah (sesuai)
Perdesaan 1.992 12.968 8.048 2.880 226 26.115 7.283 14.493 4.327 11 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
17. KB-Tubuh Air 19 568 2.604 460 3 3.653 2.958 617 76 2 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Bekasi: 0 69 22.243 34.084 75.483 131.878 129.827 2.051 0 0 0 Bekasi:
Hutan Lindung 0 0 0 0 5.207 5.207 5.207 0 0 0 0 Hutan Lindung (sesuai; atau diganti
dengan Konservasi Perairan dan
Hutan Konservasi)

4
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
LNH-Resapan Air 0 0 0 38 79 116 116 0 0 0 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 0 0 3 0 0 3 3 0 0 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 0 12 1.406 65 0 1.483 1.428 55 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 0 0 1.216 39 5.719 6.974 6.974 0 0 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai
bersyarat : penerapan teknik
konservasi tanah dan air)
KB-Enclave 0 0 0 0 1.200 1.200 1.200 0 0 0 0 KB-Enclave (tidak sesuai, diganti
dengan Hutan Konservasi atau
LNH-Resapan Air)
Perkotaan 0 0 13.967 31.021 22.516 67.505 65.670 1.834 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 0 557 837 34.982 36.376 36.376 0 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 0 57 5.007 1.818 5.013 11.894 11.740 154 0 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 0 0 87 266 766 1.119 1.112 8 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Bogor: 38.195 106.253 98.140 43.115 8.680 294.384 24.600 148.150 104.301 15.160 2.174 Bogor:
Hutan Konservasi 16.688 24.083 868 0 0 41.639 0 4.901 23.572 11.086 2.080 Hutan Konservasi (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 245 1.054 23 7 0 1.328 4 256 850 172 47 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 3.177 25.551 10.484 858 66 40.136 1.854 18.999 17.254 1.983 47 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 29 764 337 118 0 1.249 0 993 251 5 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)

5
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
LNH-Rawan Gerakan 1.825 26.348 12.937 1.228 101 42.439 2.738 26.047 13.145 508 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 3.612 6.797 74 0 0 10.482 1 6.515 3.967 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 11.134 9.485 5.994 60 0 26.672 50 10.841 14.465 1.317 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 506 2.386 748 0 0 3.640 1 1.732 1.901 6 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 2.293 34.447 30.108 7.606 74.454 12.387 44.891 17.177 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 87 1.117 672 31 1.908 1.423 383 102 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 976 7.211 30.245 9.649 814 48.895 5.871 31.574 11.372 78 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 4 193 868 416 62 1.543 272 1.019 247 6 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Ciamis: 31.728 113.697 77.216 25.881 21.419 269.941 26.441 208.635 34.187 679 0 Ciamis:
Hutan Konservasi 5.332 193 178 64 0 5.767 10 493 4.618 645 0 Hutan Konservasi (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 855 1.300 87 18 0 2.260 0 1.029 1.231 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 5.122 3.158 448 359 0 9.086 746 4.836 3.505 0 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 0 1.772 9.955 4.177 79 15.983 0 15.970 14 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 7.717 47.284 13.811 460 60 69.331 2.094 55.930 11.308 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
LNH-Rawan Tsunami 0 57 1.274 6.746 4.608 12.685 1.569 11.108 7 0 0 LNH-Rawan Tsunami (sesuai)
KB-Hutan Produksi 4.500 4.965 1.076 14 0 10.555 0 6.342 4.194 19 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)

6
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
KB-Hutan Produksi 5.604 9.843 3.329 61 54 18.890 157 11.492 7.227 14 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 232 442 54 0 0 728 0 484 245 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 7 1.636 3.865 954 693 7.155 3.994 3.038 123 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 104 1.020 2.255 8.041 11.419 7.070 4.349 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 2.350 42.247 41.743 10.608 7.629 104.577 10.544 92.433 1.600 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 8 696 377 167 256 1.504 256 1.131 116 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Cianjur: 58.915 216.149 69.306 18.424 833 363.627 21.258 197.549 125.514 17.655 1.651 Cianjur:
Hutan Konservasi 8.643 11.602 436 91 0 20.773 0 754 11.172 7.195 1.651 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 13.472 12.180 12 0 0 25.664 0 1.943 17.871 5.850 0 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 2.191 10.124 173 2 0 12.490 207 3.093 7.441 1.750 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 1.825 16.613 636 0 0 19.073 0 7.185 10.437 1.451 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 1 89 0 0 0 89 0 27 62 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 534 3.928 758 28 0 5.248 198 3.107 1.614 329 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 11.149 94.309 13.546 596 0 119.600 3.657 79.275 36.166 502 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
LNH-Rawan Tsunami 464 4.664 1.811 539 7.479 2.757 4.714 8 0 0 LNH-Rawan Tsunami (sesuai)
KB-Hutan Produksi 3.881 16.139 5.471 211 0 25.701 1.576 18.008 6.086 31 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)

7
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
KB-Hutan Produksi 12.531 11.523 189 2 1 24.246 89 4.994 18.745 418 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Hutan Cadangan 0 23 0 0 0 23 0 17 6 0 0 KB-Hutan Cadangan (sesuai)
KB-Enclave 1.139 2.580 4 0 0 3.723 0 591 3.057 76 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 269 5.891 1.696 0 7.856 0 7.856 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 1.046 3.157 6.345 0 10.548 589 9.938 22 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 3.419 32.869 32.043 5.358 117 73.805 7.484 54.705 11.612 5 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 132 2.391 2.324 2.284 175 7.307 4.701 1.342 1.215 49 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Cirebon: 1.328 11.393 12.813 40.286 37.950 103.771 96.703 6.803 266 0 0 Cirebon:
Hutan Konservasi 0 16 0 0 0 16 0 16 0 0 0 Hutan Konservasi (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 24 27 1 0 0 53 3 27 22 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 2 63 0 0 0 65 0 63 2 0 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 8 138 42 0 0 188 5 175 8 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 0 96 12 0 0 108 108 0 0 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 1 1.002 1.098 412 0 2.513 2.331 182 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 1.112 1.202 1.060 82 0 3.455 1.331 1.921 202 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 0 311 1.535 45 0 1.891 1.697 194 0 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)

8
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
KB-Enclave 72 107 0 0 0 178 0 167 11 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 1.622 2.688 11.781 4.946 21.036 19.440 1.596 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 899 1.276 15.202 17.255 34.632 34.395 236 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 109 5.871 4.948 12.499 15.438 38.865 36.646 2.200 20 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 0 41 152 266 311 770 746 24 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Garut: 122.176 146.381 28.556 8.630 3.328 309.070 17.042 97.212 153.101 38.638 3.077 Garut:
Hutan Konservasi 12.827 551 705 1.043 245 15.371 3 2.043 4.439 6.580 2.307 Hutan Konservasi (sesuai)
Konservasi Perairan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Konservasi Perairan (sesuai)
Hutan Lindung 57.204 18.363 11 0 0 75.578 50 2.376 47.880 24.501 770 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 1.401 8.386 404 0 0 10.191 1.570 8.031 590 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 25.745 23.700 3.373 730 0 53.549 6.352 21.780 20.570 4.847 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 25 32 0 0 0 56 0 0 56 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 5.481 13.593 1.886 608 0 21.567 3.399 12.694 5.322 152 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 14.522 50.874 4.944 676 0 71.016 5.097 23.486 40.956 1.477 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
LNH-Rawan Tsunami 0 22 376 1.072 2.491 3.961 0 3.936 25 0 0 LNH-Rawan Tsunami (sesuai)
KB-Hutan Produksi 1.215 4.830 1.569 114 0 7.728 0 1.560 6.098 69 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)

9
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
KB-Hutan Produksi 68 3.323 616 53 0 4.060 27 1.953 2.079 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 1.468 1.463 294 0 0 3.225 0 239 2.808 178 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 168 432 11 0 610 0 377 233 0 0 Perkotaan (sesuai)
Sawah 8 120 233 28 39 427 0 409 18 0 0 Sawah (sesuai)
Perdesaan 2.133 20.388 13.449 4.232 473 40.674 2.032 24.328 14.074 240 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 79 569 265 65 80 1.058 81 461 511 5 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Indramayu: 0 1.455 8.529 66.754 127.371 204.109 197.115 6.994 0 0 0 Indramayu:
Hutan Lindung 0 0 0 246 5.582 5.828 5.828 0 0 0 0 Hutan Lindung (sesuai; atau diganti
dengan Konservasi Perairan dan
Hutan Konservasi)
LNH-Resapan Air 0 45 1.489 6.495 660 8.689 7.583 1.106 0 0 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 0 12 3 1 0 16 1 14 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 0 1.332 5.138 24.275 113 30.858 25.180 5.678 0 0 0 KB-Hutan Produksi (tidak sesuai,
diganti dengan Hutan Konservasi
atau LNH-Resapan Air)
KB-Enclave 0 60 333 547 0 941 824 117 0 0 0 KB-Enclave (tidak sesuai, diganti
dengan Hutan Konservasi atau
LNH-Resapan Air)
Perkotaan 0 0 2 449 4.958 5.409 5.409 0 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 0 259 13.480 83.256 96.994 96.994 0 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)

10
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Perdesaan 0 2 1.129 20.559 31.637 53.327 53.277 50 0 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 0 3 175 703 1.166 2.047 2.019 28 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Karawang: 5.066 4.005 28.580 23.574 128.993 190.219 179.114 8.023 3.081 0 0 Karawang:
Hutan Lindung 0 0 0 0 9.104 9.104 9.104 0 0 0 0 Hutan Lindung (sesuai; atau diganti
dengan Konservasi Perairan dan
Hutan Konservasi)
LNH-Sesuai Utk Htn. 21 2 0 0 0 22 0 5 18 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 1.948 1.217 8.890 9.310 1.684 23.048 19.485 2.638 925 0 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 3 188 801 0 0 993 660 332 0 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 1 60 2.570 232 0 2.863 2.244 619 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 0 1.314 2.282 0 0 3.596 2.029 1.567 0 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 3.040 1.067 5.793 13 0 9.913 5.753 2.047 2.114 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 34 21 0 0 682 737 682 31 24 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 0 1.726 7.338 14.032 23.096 23.016 79 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 0 54 2.948 83.839 86.840 86.840 0 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 17 134 6.277 3.403 18.653 28.484 27.786 698 0 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)

11
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
KB-Tubuh Air 3 2 189 330 1.000 1.523 1.516 7 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kota Bandung: 397 4.532 2.084 9.816 0 16.829 7.000 9.829 0 0 0 Kota Bandung:
Hutan Konservasi 4 2 0 0 0 6 0 6 0 0 0 Hutan Konservasi (sesuai)
LNH-Resapan Air 21 1 0 0 0 22 1 21 0 0 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 49 53 0 0 0 102 0 102 0 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 285 733 61 4 0 1.084 85 999 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 0 3 1 0 0 3 1 2 0 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
Perkotaan 38 3.739 2.022 9.810 0 15.609 6.911 8.698 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi)
KB-Tubuh Air 0 0 0 2 0 2 1 1 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kota Banjar: 46 2.382 4.402 1.937 3.834 12.601 2.894 9.696 11 0 0 Kota Banjar:
LNH-Sesuai Utk Htn. 4 9 0 0 0 14 0 14 0 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 3 360 617 83 33 1.097 185 911 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 27 824 176 8 0 1.035 66 957 11 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
Perkotaan 0 691 2.668 1.244 1.858 6.461 1.556 4.905 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 0 43 112 952 1.108 719 389 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 11 489 837 390 919 2.645 286 2.359 0 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)

12
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
KB-Tubuh Air 0 9 61 99 72 242 81 161 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kota Bekasi: 0 0 2.799 8.122 3.229 14.150 14.150 0 0 0 0 Kota Bekasi:
Perkotaan 0 0 2.792 8.070 3.213 14.075 14.075 0 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 0 0 7 53 15 75 75 0 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kota Bogor: 0 12 3.633 5.703 1.900 11.249 0 3.327 7.922 0 0 Kota Bogor:
LNH-Rawan Gerakan 0 0 291 0 0 291 0 286 5 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
Perkotaan 0 12 3.301 5.646 1.900 10.860 0 3.001 7.859 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 0 0 22 0 0 22 0 22 0 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 0 0 19 57 0 76 0 18 58 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kota Cimahi: 0 638 1.098 703 0 2.439 0 2.439 0 0 0 Kota Cimahi:
LNH-Rawan Letusan Gn. 0 41 60 0 0 100 0 100 0 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 0 137 30 0 0 167 0 167 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
Perkotaan 0 461 1.008 703 0 2.171 0 2.171 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)

13
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Kota Cirebon: 0 137 590 1.701 963 3.391 2.815 576 0 0 0 Kota Cirebon:
Perkotaan 0 133 584 1.699 959 3.374 2.806 568 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 0 4 6 3 4 17 9 9 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kota Depok: 0 0 4.178 9.632 3.237 17.047 0 17.047 0 0 0 Kota Depok:
Hutan Konservasi 0 0 0 3 5 8 0 8 0 0 0 Hutan Konservasi (tidak sesuai,
diganti dengan LNH-Resapan Air
dan Konservasi Perairan)
Perkotaan 0 0 4.159 9.583 3.207 16.950 0 16.950 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Perdesaan (sesuai)
KB-Tubuh Air 0 0 19 46 25 89 0 89 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kota Sukabumi: 10 3.886 933 41 0 4.870 77 4.793 0 0 0 Kota Sukabumi:
LNH-Perlindungan 0 3 0 0 0 3 0 3 0 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 0 76 0 0 0 76 0 76 0 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 9 418 82 23 0 531 27 504 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
Perkotaan 0 2.505 173 0 0 2.678 0 2.678 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sawah (sesuai)
Perdesaan 0 873 675 18 0 1.566 47 1.519 0 0 0 Perdesaan (sesuai)
KB-Tubuh Air 1 11 3 1 0 15 3 12 0 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)

14
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Kota Tasikmalaya: 1.774 14.535 6.793 66 0 23.169 19.154 2.954 738 302 22 Kota Tasikmalaya:
Hutan Lindung 1.385 35 0 0 0 1.420 41 386 670 300 22 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 11 15 0 0 0 27 14 11 1 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 193 1.966 376 0 0 2.535 2.229 289 17 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 44 1.624 4 0 0 1.672 688 984 0 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 29 344 0 0 0 373 56 317 0 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
Perkotaan 0 2.066 2.791 58 0 4.916 4.916 0 0 0 0 Perkotaan (sesuai)
Sawah 0 1.025 1.315 4 0 2.344 2.344 0 0 0 0 Sawah (sesuai)
Perdesaan 58 7.361 2.275 4 0 9.698 8.744 955 0 0 0 Perdesaan (sesuai)
KB-Tubuh Air 54 98 33 0 0 185 122 12 49 2 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Kuningan: 25.997 61.154 26.363 4.395 185 118.094 44.462 28.586 42.413 2.395 238 Kuningan:
Hutan Konservasi 6.438 2.346 15 0 0 8.798 36 1.252 6.052 1.222 238 Hutan Konservasi (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 1.415 1.183 2 0 0 2.601 18 197 2.285 101 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 2.146 2.907 34 20 0 5.108 331 3.774 1.002 1 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 200 2.783 1.890 31 0 4.903 2.246 2.402 255 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 2.409 16.809 4.817 391 1 24.426 8.373 3.619 12.257 178 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 8.514 8.404 1.348 26 0 18.291 1.320 4.258 11.824 890 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 2.745 2.172 1.904 110 0 6.932 2.734 1.267 2.931 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 56 41 156 16 0 269 172 86 10 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 1.893 1.522 241 0 3.655 3.178 477 0 0 0 Perkotaan (sesuai)
Sawah 14 1.192 1.381 259 0 2.846 2.442 403 0 0 0 Sawah (sesuai)

15
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Perdesaan 2.041 21.027 12.927 3.047 168 39.210 23.026 10.521 5.658 4 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 19 398 368 255 15 1.056 587 329 139 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Majalengka: 28.976 33.908 15.477 41.831 13.513 133.704 66.101 50.905 14.711 1.622 365 Majalengka:
Hutan Konservasi 5.360 700 0 0 0 6.059 0 993 3.279 1.423 365 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 3.459 1.472 0 0 0 4.932 125 4.429 378 0 0 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 443 103 3 0 0 549 5 330 197 16 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 6.418 9.374 2.275 5.681 715 24.462 7.812 11.529 5.091 29 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 1.986 2.409 78 199 0 4.672 329 1.737 2.560 45 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 6.235 5.466 708 261 70 12.740 1.426 9.748 1.565 1 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 2.503 175 0 0 0 2.677 43 1.056 1.472 107 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 44 3 2.090 10.076 3 12.216 10.643 1.545 28 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai
bersyarat : penerapan teknik
konservasi tanah dan air; atau
diganti dengan Hutan Konservasi
atau LNH-Resapan Air)
KB-Enclave 206 99 0 0 0 304 12 283 9 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 13 520 1.558 759 1.035 3.884 2.788 1.097 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 0 18 1.316 9.706 6.434 17.474 16.823 651 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)

16
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Perdesaan 2.283 13.312 7.271 14.716 4.905 42.487 25.224 17.134 130 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 27 259 179 432 349 1.247 872 373 2 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Purwakarta: 10.655 40.963 36.152 11.603 425 99.798 33.328 53.781 9.487 3.062 139 Purwakarta:
Hutan Konservasi 2.378 531 0 0 0 2.909 0 0 387 2.395 127 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 340 364 0 0 0 704 0 3 212 477 12 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 193 165 2 1 0 360 2 282 76 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 1.739 11.155 14.290 4.049 209 31.443 15.993 13.091 2.187 172 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 0 129 12 1 3 145 4 141 0 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 115 9.470 4.091 191 4 13.871 1.142 11.562 1.164 3 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 1.217 1.581 360 5 0 3.162 99 2.307 756 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 4.124 5.638 5.235 714 7 15.719 2.479 8.933 4.307 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 26 196 105 13 0 340 78 220 42 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 0 67 137 0 205 205 0 0 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 5 593 1.242 531 54 2.425 622 1.798 5 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 388 10.537 7.804 1.329 112 20.170 5.249 14.569 337 16 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)

17
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
KB-Tubuh Air 130 604 2.944 4.631 36 8.345 7.457 874 14 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Subang: 21.029 35.997 41.348 49.229 68.277 215.880 155.679 43.122 14.995 2.083 0 Subang:
Hutan Konservasi 1.491 60 0 0 0 1.551 0 0 513 1.038 0 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 6.148 39 0 0 6.564 12.750 6.564 136 5.201 849 0 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 131 73 1 0 0 205 1 114 86 5 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 4.937 3.721 26.997 34.331 2.062 72.048 62.006 5.853 4.039 151 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 1.876 11.674 1.817 0 0 15.366 1.895 10.800 2.632 40 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 1.867 6.660 1.084 18 0 9.629 2.250 6.764 615 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 2.356 4.520 4.294 85 0 11.255 2.426 7.275 1.555 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 1.434 496 999 199 39 3.168 161 3.004 2 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 212 350 84 0 0 647 40 554 53 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Sawah 0 227 629 9.319 48.394 58.569 58.466 103 0 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 575 8.124 5.272 5.062 10.702 29.735 21.043 8.396 296 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 4 52 170 214 516 956 828 124 4 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Sukabumi: 63.770 262.815 78.491 6.496 3.360 414.931 47.022 280.612 75.303 9.568 2.425 Sukabumi:
Hutan Konservasi 19.772 21.576 5.972 413 0 47.732 61 12.733 23.310 9.204 2.425 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 1.336 671 0 2 0 2.009 0 405 1.604 0 0 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 2.666 4.259 62 1 0 6.988 457 2.824 3.707 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)

18
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
LNH-Resapan Air 4.555 24.502 3.081 234 44 32.416 3.085 19.705 9.585 41 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 1.305 10.433 2.401 10 0 14.149 1.375 11.529 1.245 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 188 1.235 94 0 0 1.517 0 1.253 264 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 9.596 77.651 9.687 87 0 97.021 4.149 82.794 10.062 16 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
LNH-Rawan Tsunami 0 327 2.869 2.603 2.879 8.679 3.329 5.225 125 0 0 LNH-Rawan Tsunami (sesuai)
KB-Hutan Produksi 10.365 21.458 6.259 26 2 38.110 9.982 19.973 8.155 0 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 6.836 11.253 2.539 0 0 20.628 5.059 9.542 5.999 28 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Hutan Cadangan 0 47 766 41 0 854 587 266 0 0 0 KB-Hutan Cadangan (sesuai)
KB-Enclave 646 1.724 26 0 0 2.396 16 1.116 1.095 170 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 153 2.466 1.659 0 0 4.279 33 4.140 106 0 0 Perkotaan (sesuai)
Sawah 307 3.007 6.943 194 0 10.451 452 9.980 19 0 0 Sawah (sesuai)
Perdesaan 5.991 81.329 35.674 2.692 389 126.075 17.989 98.009 9.968 110 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 54 878 459 193 45 1.629 450 1.118 60 0 0 KB-Tubuh Air
Sumedang: 52.529 66.639 26.441 7.303 2.839 155.750 12.181 103.755 38.246 1.568 0 Sumedang:
Hutan Konservasi 9.752 475 0 0 0 10.228 0 140 9.205 882 0 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 7.417 1.681 39 132 0 9.269 1 3.424 5.264 580 0 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 597 430 2 0 0 1.029 14 660 355 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 8.540 8.563 620 732 74 18.528 2.235 9.355 6.938 0 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Rawan Gerakan 12.463 17.884 3.447 275 49 34.118 1.485 25.134 7.498 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
KB-Hutan Produksi 3.125 3.221 2.932 39 0 9.317 279 5.705 3.228 106 0 KB-Hutan Produksi Terbatas

19
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 1.236 4.659 9.068 2.036 70 17.070 235 15.133 1.701 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai
bersyarat : penerapan teknik
konservasi tanah dan air; atau
diganti dengan Hutan Konservasi
atau LNH-Resapan Air)
KB-Hutan Cadangan 0 197 122 0 0 319 13 306 0 0 0 KB-Hutan Cadangan (sesuai)
KB-Enclave 351 638 106 72 21 1.188 53 985 150 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 511 2.106 1.020 1.378 993 6.007 3.052 2.731 223 0 0 Perkotaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Sawah 27 735 179 150 846 1.937 668 972 298 0 0 Sawah (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
Perdesaan 8.488 25.832 8.545 2.342 648 45.855 4.070 38.431 3.354 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 22 217 361 146 140 886 76 777 32 0 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Tasikmalaya: 73.156 134.907 47.880 7.871 1.227 265.041 33.292 165.942 64.482 1.322 3 Tasikmalaya:
Hutan Konservasi 6 0 1 0 2 9 0 2 6 1 0 Hutan Konservasi (sesuai)
Hutan Lindung 14.564 261 0 0 0 14.826 213 2.117 11.278 1.214 3 Hutan Lindung (sesuai)
LNH-Sesuai Utk Htn. 5.462 2.336 79 0 0 7.878 6 3.277 4.595 0 0 LNH-Sesuai Utk Htn. Lindung
Lindung (sesuai)
LNH-Resapan Air 7.106 3.532 2.129 585 0 13.352 4.038 4.698 4.615 2 0 LNH-Resapan Air (sesuai)
LNH-Perlindungan 2.500 13.203 9.125 429 2 25.258 31 24.875 352 0 0 LNH-Perlindungan Geologi
Geologi (sesuai)
LNH-Rawan Letusan Gn. 1.497 4.338 1.026 11 13 6.885 4.229 2.137 519 0 0 LNH-Rawan Letusan Gn. Api
Api (sesuai)

20
Pola Ruang Luas Potensi Rawan Banjir (Ha) Hasil Analisis Luas Potensi Rawan Longsor (Ha) Hasil Analisis
Arahan Pemanfaatan
Kabupaten/Kota
Rawan Rawan (Berdasarkan Potensi Rawan
(Berdasarkan RTRW Tidak Agak Rawan Rawan Total Tidak Agak Rawan Rawan
Sangat Sangat Tinggi dan Sangat Tinggi
Provinsi Jawa Barat Rawan Rawan Sedang Tinggi Rawan Rawan Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Bencana Banjir dan Longsor)
2010-2030)
LNH-Rawan Gerakan 26.004 62.323 7.612 443 0 96.383 9.834 67.398 19.151 0 0 LNH-Rawan Gerakan Tanah
Tanah (sesuai)
LNH-Rawan Tsunami 0 50 1.882 2.202 820 4.954 33 4.784 138 0 0 LNH-Rawan Tsunami (sesuai)
KB-Hutan Produksi 10.740 12.262 2.406 131 230 25.768 0 12.379 13.286 103 0 KB-Hutan Produksi Terbatas
Terbatas (sesuai)
KB-Hutan Produksi 192 1.201 1.426 204 0 3.023 0 1.562 1.460 0 0 KB-Hutan Produksi (sesuai)
KB-Enclave 401 357 47 0 805 0 274 532 0 0 KB-Enclave (sesuai)
Perkotaan 0 73 5 0 77 77 0 0 0 0 Perkotaan (sesuai)
Sawah 0 2.805 2.330 188 0 5.323 4.350 844 130 0 0 Sawah (sesuai)
Perdesaan 4.628 31.317 19.225 3.558 95 58.823 10.303 40.334 8.185 0 0 Perdesaan (sesuai bersyarat :
penerapan teknik konservasi tanah
dan air, serta teknik mitigasi
bencana banjir)
KB-Tubuh Air 55 847 589 120 65 1.676 178 1.261 236 2 0 KB-Tubuh Air (sesuai)
Total 653.871 1.393.211 666.389 460.204 507.274 3.680.951 1.164.444 1.564.541 795.215 141.855 14.895 Total

Sumber: Hasil Analisis, 2013

21

Anda mungkin juga menyukai